• Tidak ada hasil yang ditemukan

PTK PAUD - Pengembangan Bahasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PTK PAUD - Pengembangan Bahasa"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

www.windowbrain.com

PTK PAUD Pengembangan Bahasa

BAB I PENDAHULUAN

Dalam pendahuluan akan dijelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, devinisi istilah.

A. Latar Belakang

Anak usia 4-6 tahun merupakan bagian dari anak usia diri yang berada pada rentangan usia lahir sampai 6 tahun. Pada usia ini secara terminologi disebut sebagai anak usia prasekolah. Perkembangan kecerdasan pada masa ini mengalami peningkatan dari 50% menjadi 80%. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian/ kajian yang dilakukan oleh Pusat Kurikulum, Balitbang Diknas tahun 1999 menunjukkan bahwa hampir pada seluruh aspek perkembangan anak yang masuk TK mempunyai kemampuan lebih tinggi daripada anak yang tidak masuk TK di kelas I SD Data angka mengulang kelas tahun 2001/2002 untuk kel as I sebesar 10.85%, dan kelas IV sebesar 0,42%. Data tersebutmenggambarkan bahwa angka mengulang kelas I dan II lebih tinggi dari kelas lain.

(2)

Usia 4-6 tahun, merupakan peka bagi anak. Anak mulai sensitif untuk menerima berbagi upaya perkembangan seluruh potensi anak. Masa peka adalah masa terjasinya pematangan fungsi–fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini merupakan masa untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan kamampuan fisik,kognitif, bahasa,sosial emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian, seni moral,dan nilai-nilai agama. Oleh sebab itu dibutuhkan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal.

Peran pendidik (orang tua, guru dan orang dewasa lain) sangat dalam upaya pengembangan potensi anak 4-6 tahun. Upaya pengembangan tersebut harus dilakukan melalui kegiatan bermain sambil belajar atau belajar serayabermain. Dengan bermain anak memiliki kesempatan untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi belajar secara menyenangkan. Selain itu bermain membantu anak mengenai dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan. Atas dasar hal tersebut di atas,maka kurikulum yang dikembangkan disusun berdasarkan karakteristik anak dalam rangka mengembangkan seluruh potensi anak.

Pendidikan bagi anak usia dini tidak pernah surut dengan perkembangan permasalahan, model pemecahan serta inovasi untuk mengambil peranan dan tanggungjawab bagi masa depan kemanusiaan, sebab anak merupakan asset masa depan bagi kemanusiaan, mereka yang muncul sebagai pemimpin yang mengemban nilai-nilai kemanusiaan. Tumbuh kembang seorang anak menjadi tanggung jawab setiap orang yang memandang masa depan dengan penuh tantangan yang beragam. Anak memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat dikembangkan guna memikul tanggung jawab di masa mendatang. Potensi ini meliputi seluruh aspek yang ada dalam diri anak baik moral, pengetahuan, ketrampilan dan sikap termasuk akal pikiran yang merupakan anugrah terbesar manusia dari Tuhan di banding makhluk hidup yang lain.

(3)

belajar” atau belajar seraya bermain” dengan tujuan menimbulkan rasa senang pada anak bagaimana karakteristik anak usia dini. Program Kegiatan di Taman Kanak-kanak di laksanakan dengan tujuan program (Depsikbud, 1994:158) ”untuk membentuk melakukan dasar arah perkembangan sikap, pengetahuan, ketrampilan dan daya cipta yang di perlukan oleh anak dalam menyesuaikan dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya. ”Pendidikan di taman kanak-kanak di kembangkan dengan berdasar pada teori pembelajaran yang menggunakan prosedur dan strategi ilmiah untuk belajar di antaranya adalah dengan menggunakan metode pembelajaran. Metode pembelajaran yang dapat diterapkan di Taman kanak-kanak adalah metode yang sesuai untuk belajar usia dini. Dalam bukunya tentang metode pembelajaran di Taman Kanak-kanak. Dari berbagai metode dalam pendidikan anak usia dini nampak bahwa salah satu metode yang dipergunakan adalah metode bercerita yang sesuai dengan tujuan pengembangan anak di Taman Kanak-kanak.

Metode bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi anak Taman Kanak-kanak melalui cerita yang disampaikan secara lisan (Moeslichatin, 1996:1940). Bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau suatu kejadian dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain. Dengan demikian bercerita dalam konteks komunikasi dapat dikatakan sebagai upaya mempengaruhi orang lain melalui ucapan dan penuturan tentang sesuatu (ide). Sementaradalam konteks pembelajaran anak usia dini bercerita dapat dikatakan sebagai upaya untuk mengembangkan potensi kemampuan berbahasa anak melalui pendengaran dan kemudian menuturkanya kembali dengan tujuan melatih anak dalam bercakap-cakap untuk menyampaikan ide dalam bentuk lisan. Kegiatan bercerita memberikan sumbanganbesar pada perkembangan anak secara keseluruhan sebagai implikasi dari perkembangan bahasanya sehingga anak akan memiliki kemampuan untuk mengembangkan aspek perkembangan yang lain dengan modal kemampuan berbahasa yang sudah baik.

(4)

Kemampuan guru Taman Kanak-kanak untuk mengembangankan perkembangan bahasa anak didiknya yang dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya melalui metode bercerita yang digunakan dalam pembelajaran di Taman Kanak-kanak. Dari uaian latar belakang di atas maka dianggap perlu melakukan penelitian ”Upaya Meningkatkan Perkembangan Bahasa pada Anak Kelompok B Melalui Metode Bercerita di TKK Karitas II Surabaya tahun peljaran 2009/2010 ini telah disetujui dan dinyatakan memenuhi syarat untuk diseminarkan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, diperoleh rumusan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana rencana pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita untuk meningkatkan perkembangan bahasa pada anak kelompok B, di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/ 2010?

2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita untuk meningkatkan perkembangan bahasa pada anak kelompok B, di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/ 2010?

3. Bagaimana aktivitas guru dalam pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita pada anak kelompok B, di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/ 2010? 4. Bagaimana aktivitassiswa dalam pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita

pada anak kelompok B, di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/ 2010? 5. Apa saja faktor penghambat pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita pada

anak kelompok B, di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/ 2010?

6. Apa saja fantor pendukung pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita pada anak kelompok B, di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/ 2010.

7. Bagaimana meningkatkan perkembangan bahasa pada anak kelompok B sebelum

pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/2010?

8. Bagaimana meningkatkan perkembangan bahasa pada anak kelompok B sesudah

(5)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan rencana pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita dalam

rangka meningkatkan perkembangan bahasa pada anak kelompok B di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/2010.

2. Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita dalam rangka untukmeningkatkan perkembangan bahasa pada anak kelompok B di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/2010.

3. Mendeskripsikan aktivitas guru dalam pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita dalam rangka dalam rangka untuk meningkatkan perkembangan bahasa pada anak kelompok B di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/2010.

4. Mendeskripsikan aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita dalam rangka dalam rangka untuk meningkatkan perkembangan bahasa pada anak kelompok B di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/2010.

5. Mendeskripsikan faktor penghambat dalam pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita dalam rangka dalam rangka untuk meningkatkan perkembangan bahasa pada anak kelompok B di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/2010.

6. Mendeskripsikan faktor pendukung dalam pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita dalam rangka dalam rangka untuk meningkatkan perkembangan bahasa pada anak kelompok B di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/2010.

7. Mendeskripsikan kesalahan berbahasa pada anak kelompok B sebelum pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/2010.

8. Mendeskripsikan kesalahan berbahasa pada anak kelompok B setelah pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/2010.

(6)

Pada dasarnya penelitian ini mempunyai manfaat teoritis dan manfaat praktis, secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam pengembangan konsep pembelajaran berbahasa dengan menggunakan konsep pembelajaran berbahasa dengan menggunakan metode bercerita, sedangkan secara praktis manfaat penelitian ini antara lain:

1. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan dan meningkatkan

ketrampilan mengajar guru di kelas, serta menambah wawasan bahwa bercerita dapat digunakan untuk pembelajaran berbahasa.

2. Bagi siswa, diharapkan dapat meningkatkan perkembangan bahasa dengan menggunakan metode bercerita.

3. Bagi sekolah diharapkan dapat membantu menyelesaikan masalah yang terjadi selama proses belajar mengajar berlangsung terutama masalah meningkatkan perkembangan bahasa pada anak kelompok B di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/2010.

4. Bagi peneliti,dapat menjadi pedoman dalam penelitian selanjutnya. 1.5. Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan pada penelitian ini adalah pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita dapat meningkatkan perkembangan bahasa pada anak kelompok B di TKK Karitas II Surabaya tahun pengajaran 2009/2010.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Bahasa dan Perkembangan Anak

Musfiroh mengatakan bahasa metode bercerita adalah salah satu metode yang dapat

(7)

Menurut Kusnaini (2004) metode bercerita pada usia dini bertujuan, agar anak mampu

mendengar dengan seksama terhadap apa yang disampaikan orang lain, ia dapat bertanya apabila tidak memahaminya dan selanjutnyaia dapat mengekspresikan terhadap apa yang diceritakannya. Sehingga hikmah dari isi cerita dapat dipahami dan lambat laun di laksanakan. Dimana menurut Kusnaini (2004) metode bercerita mempunyai tujuan sebagai berikut :

a. Melatih daya tangkap anak. b. Melatih daya pikir anak.

c. Melatih daya konsentrasi.

d. Membantu perkembangan fantasi atau imajinasi anak.

e. Menciptakan suasana yang menyenangkan dan akrab di ruang kelas.

Menurut Moeslichatoen (2004) guru dapat memanfaatkan bercerita untuk menanamkan

kejujuran, keberanian, kesetiaan, keramahan, ketulusan. Kegiatan bercerita memungkinkan anak mengembangkan kemampuan kognitif, afektif maupun psikomotor, bila anak terlatih untuk menjadi pendengar yang kreatif dan kritis. Guru yang pandai bercerita akan menjadikan perasaan anak larut dalam kehidupan imajinatif dalam bercerita tersebut.

Upaya meningkatkan perkembangan bahasa pada anak melalui metode bercerita adalah :

a. Suatu kegiatan pembelajaran yang memberikan pengalaman baru dengan membawakan cerita dan berbagai kosakata baru yang belum pernah di dengar anak. Dengan demikian akan semakin banyak konsep kata yang dikenal anak.

b. Suatu kegiatan pembelajaran yang menampilkan perilaku tokoh dalam cerita. Jika tokoh yang dimunculkan dengan sifat positif dan sifat itu akan menyenangkan maka anak akan dengan mudah mengadopsi sifat dan perilaku tokoh tersebut, demikian pula sebaliknya.

Tips bercerita menurut Rainer dan Isbell dapat diterapkan ketika bercerita terhadap anak-anak, yaitu:

(8)

b. Beri dorongan untuk berinteraksi dan berpartisipasi.

c. Memodifikasi jalan dan panjang cerita untuk menyesuaikan pengalaman dan tingkat perkembangan anak-anak yang hadir.

d. Menggunakan variasi suara, ekspresi wajah, gerakan dan kata-kata berulang untuk melibatkan anak-anak masuk dalam cerita.

e. Menggunakan kata-kata dan deskripsi yang tepat, sehingga membantu anak-anak membayangkan kejadian di dalam cerita.

f. Ulang cerita yang sama berulang kali sejak anak-anak. Kareana anak-anak akan membangun pemahaman mereka terhadap cerita tersebut.

Bercerita kepada anak memberikan tantangan yang unik. Anak-anak senang sesuatu yang mudah ditebak, pengulangan, humor, dan partisipasi aktif ketika mendengarkan cerita. Ketika cerita sulit atau pembaca cerita terlalu dramatis, anak-anak akan menjadi tidak berminat dan pergi.

Menurut Moeslichatoen (2004) sebelum membacakan cerita pendongeng harus mengetahui cerita harus menarik dengan pemilihan cerita yang baik, yaitu :

a. Cerita harus menarik dan memikat perhatian guru, kalau cerita itu menarik dan memikat maka guru akan bersungguh-sungguh dalam menceritakan kepada anak-anak.

b. Cerita harus sesuai dengan kepribadian anak, gaya dan bakat anak.

c. Cerita harus sesuai dengan usia dan kemampuan mencerna isi cerita anak usia PAUD. 2.2. Metode Bercerita

(9)

guru. Anak di beri pujian apabila dapat menjawab pertanyaan guru dan dapat menceritakan kembali cerita yang telah di ceritakan guru ketika guru selesai.

Bercerita merupakan cara untuk meneruskan warisan budaya dari satu generasi ke generasi berkutnya dan menjadi media untuk menyampaikan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat di masyarakat. Bercerita juga merupakan stimulan yang dapat membangkitkan anak terlibat secara mental, sehingga mental anak dapat melambung, melalang buana melalui isi cerita itu sendiri. Dengan demikian melalui cerita, kecerdasan bahasa anak semakin terasah.

2.3. Upaya Guru Dalam Meningkatkan Perkembangan Bahasa

Dalam memberikan pengalaman belajar melalui penuturan cerita guru, guru terlebih dahulu menetapkan rancangan dalam meningkatkan perkembangan bahasa yang harus dilalui dalam bercerita, sesuai dengan rancangan tema dan tujuan, maka Moeslichatoen (2004:179-180) menetapkan langkah-langkah, sebagai berikut :

a. Mengkomunikasikan tujuan teman dalam bercerita kepada anak.

b. Mengatur tempat duduk anak, mengatur bahan dan alat yang dipergunakan sebagai alat bantu sesuai cerita yang dipilih.

c. Pengembangan kegiatan bercerita.

d. Pengembangan cerita yang dituturkan guru

e. Guru menetapkan rancangan cara-cara bertutur yang dapat menggetarkan perasaan anak. f. Langkah penutup kegiatan bercerita dengan mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan isi cerita.

Menurut Rahman (2005), penerapan kegiatan bercerita dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, seperti:

1. Bercerita tanpa alat peraga, hanya mengandalkan kemampuan varbal orang yang memberikan cerita.

(10)

3. Bercerita dengan cara membaca buku cerita, tidak diperlukan kemampuan fantasi, imajinatif dan olah kata dari orang yang bercerita melainkan hanya olah intonansi dan suara.

4. Bercerita dengan menggunakan bahasa isyarat atau gerakan pantomime, film kartun tanpa bicara.

5. Bercerita melalui alat pandang dengar : kaset, video, televisi.

Menurut Koesnaini (2004), kegiatan bercerita pada pendidikan anak usia dini dapat dilakukan dengan cara :

1. Bercerita tanpa alat, kegiatan bercerita tanpa menggunakan alat hanya menggunakan suara, mimik dan pantomimik orang bercerita.

Pada kegiatan bercerita tanpa alat ini, kemampuan guru secara penuh sangat menentukan dalam hal, hafal, isi cerita, suara, intonansi bicara, mimik, ekspresi, dan keterampilan gerak tubuh yang menyenangkan bagi anak usia dini, untuk membantu imajinasi anak memahami isi cerita. Namun demikian diharapkan penampilan guru tidak dibuat-dibuat secara berlebihan sehingga membuat anak tidak nyaman mendengarkannya dan tidak etrtarik untuk memperhatikannya. Kegiatan bercerita dapat dilaksanakan di tempat tertutup maupun terbuka.

2. Bercerita dengan alat, kegiatan bercerita dengan menggunakan media alat pendukung isi cerita yang disampaikan. Tujuannya untuk membantu imajinasi anak memahami isi cerita. Alat atau media yang digunakan hendaknya aman, menarik, dapat dimainkan oleh guru maupun anak didik dan sesuai dengan tahap perkembangan anak. Alat yang digunakan dapat asli atau media dari lingkungan sekitarnya dan dapat pula benda tiruan atau fantasi. Kegiatan bercerita dengan alat ini pun dapat dilaksanakan di ruangan terbuka maupun tertutup.

Bercerita dengan alat peraga langsung, adalah kegiatan bercerita dengan menggunakan alat peraga langsung baik benda maupun makhluk hidup lainnya misalnya tanaman dan binantang. Ketentuan bercerita dengan alat peraga langsung :

(11)

c. Alat atau media yang digunakan tidak membahayakan bagi guru maupun anak didik. d. Alat atau media yang digunakan dapat tersimpan dalam satu tempat atau dapat dipegang langsung oleh guru dan anak.

Contoh :

1) Benda : tas sekolah, buku, pensil, baju, dll. 2) Binantang : kucing, ayam, bebek, ikan, dll.

3) Tanaman : bunga mawar, pohon singkong, dll

Bercerita dengan alat peraga tidak langsung, misalnya bercerita menggunakan gambar. Jumlah gambar yang digunakan bisa satu gambar, dua gambar atau lebih.

2.4 Pengertian, Fungsi dan Peranan Bahasa Bagi Anak 2.4.1 Pengertian Bahasa Anak

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak bisa melepaskan diri dari bahasa. Dengan bahasa manusia bisa bergaul sesama manusia dimuka bumi ini. Ungkapan-ungkapan ini menunjukkan betapa pentingnya peranan bahasa bagi perkembangan manusia dan kemanusiaan. Akhadiah dkk (dalam Suhartono, 1993:2) menyatakan bahwa dengan bantuan bahasa, anak tumbuh dari

organisme biologis menjadi pribadi di dalam kelompok. 2.4.2 Fungsi Bahasa Bagi Anak

2.4.2.1 Anak berusaha mengatakan apa yang ada dalam pikirannya dengan kelimat-kalimat pendek. Kalimat yang terdiri dari satu kata atau 2 kata.

2.4.2.2 Bahasa sebagai sarana untuk mendengarkan. Oleh karena itu dengan bahasa anak mampu mendengarkan dan mampu memahami maksud bahasa yang didengarnya.

(12)

2.4.2.4 Setelah anak memasuki sekolah, bahasa mempunyai peranan untuk membaca dan menulis. Anak belajar dan menulis di sekolah, khususnya pada waktu ia memasuki kelas satu sekolah dasar.

2.4.3 Permasalahan Bahasa Bagi Anak

Ada beberapa permasalahan yang berkaitan dengan bahasa bagi anak, antara lain : 2.4.3.1 Keterbatasan kata-kata yang diketahui

2.4.3.2 Terdapat orang tua atau orang-orang yang ada disekitar anak yang sengaja berbicara dengan lafal yang dibuat-buat.

2.4.3.3 Adanya beberapa anak yang mempunyai gangguan alat artikulasi sehingga anak tidak mengucapkan bunyi-bunyian vocal tertentu.

2.4.4 Peranan Bahasa Peranan bahasa terdiri dari :

2.4.4.1 Sebagai sarana utama untuk berpikir

2.4.4.2 Alat penerus pengembangan bahasa bagi anak. 2.4.5 Tahap Perkembangan Bahasa Bagi Anak

2.4.5.1 Usia satu tahun

Anak berada pada tahap yang sangat sederhana dan satu kata bisa mewakili banyak pemikiran lengkap. Anak bisa mengucapkan satu atau 2 kata, tetapi cuma dan sepotong kata bisa punya arti panjang. Contoh, saat anak bilang ”susu”, artinya aku minta susu, atau aku minum susu.

2.4.5.2 Usia dua tahun

Di usia ini anak sudah menggabung dua kata atau lebih menjadi satu kalimat yang bermakna dan berarti : contohnya, minum susu atau ”tidak susu putih saja”

(13)

Anak sering melakukan hal yang menarik perhatian karena ia tengah memasuki

tahapmembangkang, yaitu melakukan yang dilarang tidak melakukan yang diizinkan, seperti ”bodoh”, dan kata-kata kasar lainnya. Belum lagi kosa kata diperolehnya di usia ini semakin banyak dan tidak melulu hanya dari orang tua.

Walaupun begitu, orang tua tidak perlu cemas. Hal ini wajar terjadi pada balita karena : a. Anak pertama kali baru bisa berbicara

b. Anak pertama kali baru bisa berkomunikasi dengan orang lain.

c. Anak mulai memperoleh banyak informasi kata dan kalimat baru yang menarik. d. Kemampuan bahasa mempunyai arti dan bisa dipahami.

e. Anak banyak mempunyai kosata untuk dijadikan sebuah kelimat diotaknya masih sangat terbatas.

f. Pengalaman berbahasanya masih sangat minim. 2.4.6 Cara mengembangkan bahasa anak

Jika cara-cara dibawah ini dilakukan secara terus menerus dan konsisten, maka anak akan termotivasi untuk terus mengembangkan kemampuannya berbahasa dan berkomunikasi dengan baik. Inilah beberapa hal yang penting diperhatikan orang tua saat berkomunkasi dengan si batita.

2.4.6.1 Gunakan bahasa yang benar, bukan oh, mimik cu cu, ya"? tapi , "oh. mau minum susu, ya'"

2.4.6.2 Gunakan kalimat dan kata yang tidak bermakna ganda. Contoh, jangan ke dekat kompor, bahaya!

2.4.6.3 Gunakan selalu kalimat pendek.

(14)

2.4.6.5 Karena anak masih belajar, orang tua sebaiknva melambungkan bahasa dengan jelas, tidak cepat-cepat dan dengan gerak mulut yang tegas sehingga mudah dikenali dan diikuti anak. 2.5 Hubungan Metode Bercerita dengan Kemampuan Bahasa Anak

Sampai detik ini masih menjadi satu pilihan bagi orang tua dan untuk meningkatkan

perkembangan kosa kata, perkembangan makna kata, perkembangan penyusunan kalimat dan perkembangan penggunaan bahasa untuk komunikasi.

Dengan mendengarkan cerita anak belajar bagaimana bunyi-bunyian yang bermakna diajarkan dengan benar, bagaimana kata–kata disusun secara logis dan mudah dipahami, bagaimana konteks dan konteks berfungsi dalam makna. Hal ini yang lebih penting, anak juga belajar bagaimana mengambil pelajaran penggunaan bahasa tentang bagaiamana pembicaraan, bagaimana memilih sapaan sopan, bagaimana mengucapkan salam dan bagaimanamengambil pola bergiliran bicara yang tepat. Ini berarti secara tidak langsung, anak telah menanamkan kecerdasan bahasanya.

Perkembangan bahasa dapat dipakai sebagai tolak ukur kecerdasannya dikemudian hari. Pada masa itu, anak menguasai kemampuan berbicara, tetapi mereka harus lebih banyak sebelum mereka mencapai kemampuan berbahasa orang dewasa (Hur Lock, 1987:180).

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian dengan judul “Upaya Meningkatkan Perkembangan Bahasa pada Anak Kelompok B Melalui Metode Bercerita di TKK Karitas II Surabaya Tahun Pengajaran 2009/2010” ini

merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang bertujuan untuk meningkatkan perkembangan bahasa pada anak kelompok B di TKK Karitas II Surabaya tahun pengajaran 2009/2010 melalui pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita

(15)

Definisi PTK

Menurut Suharsimi Arikunto 2002. Istilah dalam bahasa Inggris adalah classroom Action Research (CAR) yaitusebuah kegiatan penelitian yang dilakukan dikelas dikarenakan ada tiga kata yang membentuk pengertian tersebut, maka ada tiga pengertian yang dapat diterangkan. 1. Penelitian: menunjuk pada suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan cara aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti.

2. Tindakan: menunjuk pada sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan untuk siswa.

3. Kelas: dalam hal ini terikat pada pengertian ruang kelas, tetapi dalam pengertian yang lebih spesifik, seperti yang sudah lama dikenal dalam bidang pendidikan dan pengajaran, yang dimaksud dengan istilah kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama, menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula.

Menurut Suhardjono (2003), adanya keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84 tahun 1993 tentang penetapan jabatan fungsional guru dan angka kreditnya, serta keputusan bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Kepala BAKN nomor 0433/ P/ 1993, nomor 25 tahun 1993 tentang petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional guru dan angka kreditnya, pada prinsipnya bertujuan untuk membina karier kepangkatan dan profesionalisme guru.

Pada aturan tersebut, diantaranya dinyatakan bahwa untuk keperluan kenaikan pangkat/ jabatan guru pembina/ golongan IV a ke atas, diwajibkan adanya angka kredit yang harus diperoleh dari kegiatan pengembangan profesi. Melalui sistem angka kredit tersebut, diharapkan dapat

(16)

Menurut Supardi (2004), dalam PTK, penliti/ guru dapat melihat sendiri praktik pembelajaran atau bersama guru lain ia dapat melakukan penelitian terhadap siswa dilihat dari segi aspek interaksinya dalam proses pembelajaran. Dalam PTK guru secara reflektif dapat menganalisis, mensintesis terhadap apa yang telah dilakukan di kelas. Dalam hal ini berarti dengan melakukan PTK, pendidik dapat memperbaiki praktik-praktik pembelajaransehingga menjadi lebih efektif. Justru dengan melakukan PTK akan dapat meningkatkan kualitas proses dan produk

pembelajarannya. Penelitian tindakan kelas tidak harus membebani pekerjaan pendidik / guru dalam kesehariannya. Jika dilakukan secara kolaboratif yang bertujuan memperbaiki proses pembelajaran tidak akan mempengaruhi materi pelajaran.Oleh karena itu, guru. Tenaga pendidik tidak perlu takut terganggu dalam mencapai target kurikulumnya jika akan melaksanakan PTK. Penelitian tindakan kelas juga dapat menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik

pendidikan. Hal ini terjadi karena kegiatan tersebut dilaksanakan sendiri, dikelas sendiri, dengan siswanya sendiri melalui tindakan yang direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi. Dengan demikian, diperoleh umpan balik yang sistematis mengenai apa yang selama ini dilakukan dengan kegiatan belajar mengajar.

Penyajian atau penelitian ini menyempurnakan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif digunakan karena penelitian ini menghasilkan deskriptif berapa kata–kata tertulis atau lisan dari hasil belajar siswa.

Penelitian ini mengambil masalah bukan dari kajian teoritis, melainkan masalah nyata yang dihadapi praktisi pendidikan dalam ini guru TK yang diperoleh melalui hasil kolaboratif dengan mitra. Selain penelitian ini bersifat khas sebagaimana karakter PTK yakni adanya tindakan tertentu untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran di kelas.

Penelitian ini direncanakan dalam tiga siklus dengan harapan indikator keberhasilan akan

tercapai. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai seperti yang telah didesain dalam faktor yang ingin diteliti. Prosedur penelitian ini melalui empat tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi pada tiap siklus, secara lebih rinci prosedur penelitian tindakan kelas tiap siklus dijabarkan sebagai berikut :

(17)

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan adalah sebagai berikut : a. Menyusun persiapan observasi mengajar SKH-SKM tiap kelas.

b. Membuat lembar observasi untuk pengamatan aktivitas guru dan siswa di dalam kelas proses pembelajaran.

c. Mempersiapkan media pembelajaran yaitu buku cerita dan peralatan pendukung lainnya. d. Mempersiapkan alat evaluasi untuk mengukur dan mengetahui sejauh mana kemampuan siswa terhadap pembelajaran meningkatkan perkembangan bahasa.

e. Mempersiapkan sumber pembelajaran.

f. Mempersiapkan instrumen penelitian yang lain. 2. Pelaksanaan Tindakan

Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran yang telah direncanakan guru menyampaikan materi, melakukan tindakan, lalu siswa meningkatkan perkembangan bahasa

3. Observasi

Observasi dilakukukan ketika berlangsungnya proses beajar mengajar. Observasi dilakukan terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat untuk mengawasi dan menilai aktivitas guru dan siswa selama kegiatan belajar mengajar berlangsung. 4. Refleksi

Hasil yang di dapat dari tahap observasi dari penilaian tugas berbahasa pada anak kelompok B itu dikumpukan lalu dianalisis. Dari hasil observasi guru dapat mengadakan refleksi, yaitu melihat sejauh mana kemampuan siswa dalam meningkatkan perkembangan bahasa. Selain itu refleksi ini juga dilakukan untuk mengetahui bagaimana kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan metode bercerita pada siklus sebelumnya.Hal ini akan digunakan sebagai acuan untuk siklus berikutnya.

(18)

Subyek dalam penelitian ini adalah peneliti guru dan siswa kelas ”B” di TK TKK Karitas II Surabaya yang berjumlah 20 siswa, yang terdiri atas 7 siswa perempuan dan 13 siswa laki–laki. Adapun guru yang dijadikan subjek penelitian ini adalah guru TK ”B” yakni ibu Christinius Herwinarni.

3.3. Data Penelitian

Data dalam penelitian ini adalah kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif terdiri atas data hasil belajar siswa, pengamatan aktivitas guru dan siswa, serta penilaian SKH dan SKM.

Data hasil belajar siswa berupa skor nilai pada saat pembelajaran berbahasa dengan media gambar selama siklus I, II dan III. Adapun data pengamatan aktivitas guru dan siswa berupa skor pengamatan yang diberikan pada saat pembelajaran berbahasa dengan media gambar selama siklus I, II dan III, sedangkan data penilian SKH, SKM berupa skor yang diberikan tim ahli yaitu dosen ahli dan guru mitra selama pelaksanaan siklus I, II dan III.

Data kualitatif yaitui data fakor penghambat dan pendukung dalam pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita dalam rangka untuk meningkatkan perkembangan bahasa yang diperoleh dari deskriptif hasil wawancara.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi, wawancara dan tes teknik observasi digunakan untuk menyimpulkan data-data tentang situasi kelas. Pada saat pembelajaran berlangsung yang meliputi aktivitas guru dan siswa.

Teknik wawancara digunakan untuk mengetahui fakor-faktor penghambat dan pendukung pembelajaran meningkatkan perkembangan bahasa dengan menggunakan metode bercerita. Sedangkan teknik tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa sebelum dan sesudah pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita.

3.5. Instrumen Pengumpulan Data

(19)

3.5.1 Lembar penilaian SKH, SKH dan kegiatan pembelajaran SKH, SKM dengan kegiatan pembelajaran selama proses belajar mengajar berlangsung.

Lembar penilaian ini diisi oleh guru mitra yaitu guru yang mengajar kelompok B TKK Karitas II Surabaya dan dosen ahli.

3.5.2 Lembar pengamatan aktivitas siswa.

Instrumen ini digunakan untuk mengetahui aspek aktivitas siswa selama proses belajar mengajar berlangsung. Lembar pengamatan ini oleh guru mitra yaitu guru teman sejawat yang bertindak sebagaimana pengamat selama kegiatan pembelajaran berlangsung.

3.5.3 Lembar pengamatan aktivitas guru.

Instrumen ini digunakan untuk mengetahui aspek aktivitas guru selama proses belajar mengajar berlangsung. Lembar pengamatan ini oleh guru mitra yaitu guru teman sejawat yang bertindak sebagaimana pengamat selama kegiatan pembelajaran berlangsung.

3.5.4 Lembar pedoman wawancara.

Instrumen ini digunakan sebagai pedoman selama proses wawancara untuk mengetahui

pelaksanaan pembelajaran meningkatkan perkembangan bahasa dengan metode bercerita. Selain itu, kegiatan wawancara tersebut juga untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dan

pendukung selama proses belajar mengajar berlangsung. 3.5.5 Tes Hasil Belajar.

Tes yang diberikan merupakan tes lisan tentang materi meningkatkan perkembangan bahasa dengan metodebercerita tiap siswa. Tes ini digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah diberikan pembelajaran pada setiap siklus.

3.6. Prosedur Pengumpulan Data

(20)

Observasi dilakukan secara langsung pada saat pembelajaran meningkatkan perkembangan bahasa pada ssiwa kelompok B. Lembar observasi ini bertujuan untuk mendapatkan data–data tentang situasi kelas pada saat pembelajaran berlangsung, yang meliputi aktivitas guru dan siswa. 3.6.2 Wawancara

Wawancara dilakukan diluar kelas setelah kegiatan belajar mengajar berakhir. Jenis wawancara yang digunakan pada penelitian ini ialah wawancara bebas terpimpin dengan menggunakan lembar pedoman wawancara, selama proses wawancara, pertanyaan tidak hanya didasarkan pada pedoman wawancara namun pertanyaan dapat berkembang seiring jawaban mitra sejawat dengan pengelompokkan nilai baik, cukup dan kurang.

3.6.3 Tes

Tes diberikan untuk mendapatkan data tantang hasil belajar siswa. tes tersebut pada tiap siklus, sehinggauntuk tiap siklusnya siswa akan menghasilkan produk. Melalui tes tersebut akan diketahui peningkatan perkembangan bahasa sebelum dan setelah menggunakan pembelajaran dengan media gambar.

Gambar diberikan pada tiap siklusnya bervariasi jenis dan kuantitasnya. 3.7. Tehnik Analisis Data Penelitian

Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif. Teknik deskriptif kualitatif digunakan untuk menjelaskan dengan kata-kata semua simpulan hasil penelitian. Begitu juga semua data yang berupa angka-angka yang diperoleh dan dianalisis terlebih dahulu menggunakan rumus-rumus statistik sederhana. Data yang dianalisis antara lain :

3.7.1 Analisis data hasil penilaian SKH, SKM dan kegiatan pembelajaran. Teknik analisis ini menggunakan penghitungan prosentase sebagai berikut: M =

Keterangan :

(21)

N = Jumlah skor maksimal

3.7.2 Analisis data tes hasil belajar

Teknik analisis ini menggunakan penghitungan prosentase sebagai keberhasilan atau ketercapaian siswa dalam menguasai berbahasa penghitungannya sebagai berikut : M =

Keterangan:

M = Mean (nilai rata-rata)

N = Jumlah skor maksimal

3.7.3 Analisis data observasi aktivitas siswa

Data observasi aktivitas siswa selama kegiatan belajar berlangsung dianalisis dengan menggunakan perhitungan prosentase. Penghitungannya sebagai berikut :

P =

Keterangan:

P = Porsentase frekuensi kejadian yang muncul fx = banyaknya aktivitas siswa yang muncul N = Jumlah aktivitas keseluruhan

3.7.4 Analisis data hasil observasi aktivitas guru

Data observasi aktivitas guru selama kegiatan belajar mengajar berlangsung dianalisis dengan menggunakan penghitungan persentase. Penghitungannya sebagai berikut:

(22)

Keterangan:

P = Porsentase frekuensi kejadian yang muncul f = Banyaknya aktivitas siswa yang muncul N = Jumlah aktivitas keseluruhan

3.7.5 Analisis data hasil wawancara

Data yang dihasilkan melalui titik wawancara merupakan data kualitatif yang berupa kata-kata, berupa faktor-faktor penghambat dan penunjang atau pendukung pembelajaran dianalisis dengan teknik analisis deskriptif kualitatif yaitu dengan melakukan para frase jawaban subjek yang diwawancara dan membuat simpulan hasil wawancara.

3.8. Instrumen Analisis Data Penelitian

Instrumen analisis data penelitian ini berupa tabel hasil penilaian SKH, SKM dan hasil observasi aktivitas guru dan siswa, hasil tes dan data hasil wawancara.

1. Tabel hasil penilaian SKH, SKM. Tabel 3.1 Hasil Penilaian SKH

No Aspek yang diteliti Skor Prosentase 1

2 Dst

Skor Total

Tabel 3.2 Hasil Penilaian SKM

(23)

2 Dst

Skor Total

4 Tabel hasil observasi aktivitas guru dan siswa Tabel 3.3 Pengamatan Aktivitas Guru

No Aspek yang diteliti Skor Prosentase 1

2 Dst

Skor Total

Tabel 3.4 Pengamatan Aktivitas Siswa

No Aspek yang diteliti Skor Prosentase 1

2 Dst

Skor Total

Tabel 3.5 Data Gabungan Pengamatan Aktivitas Guru No Pertemuan 1 Pertemuan 2 Rata-rata

Pengamat 1 Pengamat 2 Pengamat 1 Pengamat 2 1

(24)

Dst Jumlah

Tabel 3.6 Data Gabungan Pengamatan Aktivitas Siswa No Pertemuan 1 Pertemuan 2 Rata-rata

Pengamat 1 Pengamat 2 Pengamat 1 Pengamat 2 1

2

Dst Jumlah

3. Tabel hasil observasi siswa Tabel 3.7 Hasil Belajar Siswa

No Nama siswa Niai Kriteria 1

2 Dst

Skor Total

3.9. Prosedur Analisis Data Penelitian

Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan langkah–langkah penganalisisan sebagai berikut :

(25)

1. Data hasil pengamatan aktivitas guru 2. Data hasil pengamatan aktivitas siswa 3. Data hasil wawancara

4. Data hasil belajar siswa

(26)

Referensi

Dokumen terkait

Konsekuensi logis dari penggunaan perangkat pembelajaran bercerita berimplikasi pada meningkatnya kemampuan guru dalam kegiatan pembelajaran bercerita , meningkatnya minat,

a memakai pakaian yang bagus dan mahal b bercerita sesuai dengan alur aslinya c menggunakan intonasi yang tepat. d menggunakan gestur dan mimik

Perencanaan merupakan suatu gambaran yang dilakukan guru sebelum menggunakan metode bercerita yang di dalamnya telah disusun sejak kegiatan awal hingga berakhirnya

Siswa bertanya jawab dengan guru tentang cara bercerita yang baik sesuai dengan pelafalan intonasi, gesture,dan mimik yang tepatF. Siswa berceria dengan urutan yang

Bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan kepada orang lain dengan alat atau tanpa alat tentang apa yang harus disampaikan dalam

Bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan kepada orang lain dengan alat atau tanpa alat tentang apa yang harus disampaikan dalam

Sedangkan kekurangan bercerita tanpa alat peraga menurut Winda (2003) sebagai berikut: 1) Guru atau orang tua terkadang enggan untuk berekspresi sebaik-baiknya karena malu

Menurut Dhieni (2008) bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan orang secara lisan kepada orang lain dengan alat atau tanpa alat tentang apa yang harus disampaikan