• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum ATM Bersama, Kartu Kredit, Kartu Debit dalam Ekonomi Syariah Oleh Yayan Fauzi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Hukum ATM Bersama, Kartu Kredit, Kartu Debit dalam Ekonomi Syariah Oleh Yayan Fauzi"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

1

Hukum ATM Bersama, Kartu Kredit, Kartu Debit dalam Ekonomi Syariah Oleh Yayan Fauzi

Abstrak

Kartu plastik pertama kali dikenal pada tahun 1950-an di New York, pada saat itu alat pembayaran kartu pertama kali dikeluarkan oleh produk Dinner Club dan American Express. Sebuah kartu plastik yang diberikan kepada kurang lebih 200 pelanggan dan dapat digunakan pada 27 restoran di New York. Alat pembayaran ini pertama kali dikenal sebagai kartu kredit yang namanya berasal dari bahasa latin credit yang berarti kepercayaan dan card yaitu kartu.1

Di Indonesia kartu plastik digunakan sejak tahun 1973 dengan masuknya Dinners Club. Kemudian tahun 1980-an, tepatnya pada tahun 1983 Bank Central Asia mulai memasuki usaha kartu plastik yang ditandai dengan diterbitkannya Mastercard, Berdasarkan perkembangannya kemudian pemerintah pada tanggal 20 Desember 1988 mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan No.

1251/KMK.013/1988 sebagai regulasi tentang penggunaan alat pembayaran dengan menggunakan kartu. Hingga saat sekarang ini perkembangan kartu plastik sudah menjadi sebuah kebutuhan yang penting dalam perkembangan ekonomi.

Bahkan dapat dikatakan hampir semua masyarakat modern memiliki kartu plastik, baik itu kartu ATM bersama, kartu debet atau kartu kredit.

Bank syariah adalah sebuah bank yang menjalankan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah, yaitu hukum-hukum atau peraturan yang berdasarkan Al- quran dan Al-hadis.

Keywords : ATM Bersama, kartu kredit, kartu debit dan ekonomi syariah

1 David Evans dan Richard Schmless, PayingWith Plastic: The Digital Revolution In Buying and Borrowing, (New York: MIT Press, 2001), hlm. 61.

(2)

2 A. Latar Belakang

Era modern saat ini, masyarakat memiliki kebutuhan yang terus meningkat dan harus dipenuhi baik itu kebutuhan primer, kebutuhan sekunder maupun kebutuhan tersier. Namun, tidak semua masyarakat bisa memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh sebab itu, dalam perkembangan perekonomian masyarakat maka muncullah beberapa jasa pembiayaan yang ditawarkan diantaranya oleh lembaga perbankan syariah.

Lembaga perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai nilai strategis dalam dunia perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut berfungsi sebagai perantara pihak-pihak yang kekurangan dana (lacks of funds) dengan pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana (surplus of funds).2 Dengan demikian, lembaga perbankan akan bergerak dalam kegiatan pembiayaan serta produk-produk jasa, melayani kebutuhan pembiayaan dan melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian.

Konsep dari sistem ekonomi syariah adalah, meletakkan nilai-nilai islam sebagai konsep dasar dan landasan dalam aktivitas perekonomian dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat lahir dan batin.3 Lembaga perbankan dalam syariah Islam dilandaskan pada kaidah dalam ushul fiqih yang menyatakan bahwa “maa laa yatimm al-wajib illa bi hi fa huwa wajib” yang berarti sesuatu yang harus ada untuk menyempurnakan yang wajib, maka ia wajib diadakan.

Mencari nafkah termasuk melakukan kegiatan ekonomi adalah wajib adanya, oleh karena itu, pada saat ini kegiatan perekonomian tidak akan sempurna tanpa adanya lembaga perbankan, maka lembaga perbankan ini pun menjadi wajib untuk diadakan.4

Salah satu produk pembiayaan dan jasa bank untuk mempermudah transaksi keuangan nasabah ialah kartu automated teller machine (ATM), kartu debet dan kartu kredit. Ketiga tersebut dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia Nomor:

2 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. xi.

3 Muhammad Amin Suma, “Ekonomi Syariah Suatu Alternatif Sistem Ekonomi Konvensional”, Jurnal Hukum Bisnis, Agustus 2002.

4 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fikih dan Keuangan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 14-15.

(3)

3

11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu disebut sebagai Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK).

Sebelum munculnya Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK), transaksi dilakukan dengan cara barter dan kemudian muncul uang sebagai perantara pertukaran yang efesien dan efektif.5 Seiring perjalanan waktu, ternyata uang memiliki hambatan dalam penggunaannya. Penggunaan uang dalam jumlah yang besar membawa risiko ketika transaksi dilakukan melalui jarak tempuh yang jauh, yaitu risiko yang muncul ialah pencurian, perampokan dan pemalsuan. Akibatnya ialah semakin berkurangnya penggunaan terhadap uang tunai dan kemudian lahirlah alat pembayaran dengan menggunakan kartu atau dikenal dengan sebutan kartu plastik.6 Penggunaan APMK dirasa lebih aman dan praktis dengan berbagai fungsinya yang semakin bertambah, hal ini sejalan dengan bertambahnya kebutuhan transaksi-transaksi ekonomi dalam kehidupan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas yang mempertegas bahwa penggunaan APMK untuk era modern saat ini dinilai penting dengan melihat perkembangan teknologi dan kemudahan-kemudahan yang diperoleh oleh nasabah. Maka dari itu, dalam pembahasan makalah ini akan membahas tentang kartu ATM bersama, kartu debet dan kartu kredit dalam perspektif syariah.

B. Kartu Automated Teller Machine atau Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Bersama

Pada Pasal 1 ayat 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu menyebutkan kartu ATM adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK) yang dapat digunakan untuk melakukan penarikan tunai dan/atau pemindahan dana di mana kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan

5 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Rajawali Press, 2001), hlm.

302.

6 Arif Pujiono, “Islamic Credit Card (Suatu Kajian Terhadap Sistem Pembayaran Islam Kontemporer)”, Jurnal Dinamika Pembangunan, No. 1 Vol. 2, (Juli, 2005), hlm. 66.

(4)

4

mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada bank atau lembaga selain bank yang berwenang untuk menghimpun dana sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pengertian lain dari kartu ATM yakni kartu yang diberikan pihak bank kepada para nasabahnya secara cuma-cuma dengan sekedar membuka rekening di bank bersangkutan, agar pihak nasabah bisa dengan leluasa mengambil uangnya melalui rekening yang dimilikinya kapan saja dia mengkehendaki melalui mesin ATM dan dapat juga digunakan untuk beberapa lokasi penjualan tertentu.

Sehingga ia berpeluang menarik uang kontan dan mentransfer dana antar ATM berbeda, atau untuk sekedar mengetahui jumlah saldo dan untuk membayar barang-barang yang dibelinya (di lokasi penjualan tertentu), dst. Kartu ini secara otomatis terperbaharui selama rekening pemiliknya masih terbuka di bank bersangkutan.7

ATM dalam bahasa Inggris disebut dengan Automated Teller Machine yang berarti mesin kasir otomatis. Secara terminologi ialah mesin dengan komputer yang diaktifkan dengan kartu magnetik bank yang berkode atau bersandi; melalui mesin tersebut dapat menabung, mengambil uang tunai, mentransefr dana antar rekening, dan transfer rutin; ATM dipasang secara nasional ataupun internasional sehingga memudahkan nasabah mendapatkan uang tunai ATM di negara tempat nasabah berada dengan menggunakan kode atau sandi ATM yang diterbitkan oleh bank yang bersangkutan dan nomor jati diri nasabah.8

Kartu ATM atau biasa disebut cash card merupakan kartu yang diterbitkan oleh lembaga keuangan yang digunakan sebagai alat penarikan uang tunai melalui ATM dan pembayarannya tidak dapat dilakukan di luar bank. Kartu ATM ini digunakan untuk mempermudah dan mempercepat pelayanan kepada nasabah bank. Bank memberikan layanan ATM 24 jam yang berada diberbagai tempat, sehingga nasabah dengan mudah mendapatkan uang cash dan tidak mesti menunggu bank yang bersangkutan beroperasi. Selain itu, kartu ATM juga dapat

7 Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta:

Darul Haq, 2004), hlm. 306.

8 Tim Penyusun IBI (Intitut Bankir Indonesia), Kamus Perbankan, (Jakarta: IBI, 1999), hlm. 10.

(5)

5

melakukan transfer dana antar rekening secara global, serta juga mentransfer dana antar bank yang berbeda dengan menggunakan teknologi electronic fund transfer (EFT) atau pemindahan uang dengan elektronik.

Dari penjelasan tersebut di atas maka dapat dirumuskan apa yang dimaksud dengan ATM bersama, yaitu kerjasama yang dilakukan oleh bank penerbit ATM dengan bank penerbit ATM lainnya, yang mana nasabah salah satu penerbit ATM mendapatkan fasilitas yang sama di ATM bank yang lainnya yang memiliki koneksi ATM Bersama.

Melihat manfaat dari kartu ATM bahwa hanya berfungsi sebagai mempermudah penarikan, mentransfer, dan memasukkan dana cash melalui ATM, maka pada dasarnya kartu ATM tidak bertentangan dengan prinsip syariah karena hanya sebagai alat mempermudah transaksi saja. Namun, perkembangan saat ini adanya link ATM atau ATM bersama yang mana akan terjadinya pencampuran antara ATM dari bank konvensional dan ATM dari bank syariah, membuat adanya pencampuradukkan sehingga akan meragukan kehalalan dana yang akan diambil.

Terkait hal tentang ATM Bersama, hingga saat ini belum ada dijumpai fatwa DSN MUI yang mengatur terkait ATM Bersama. Namun, seperti Bank Muamalat membuat kebijakan tersendiri dengan berlandaskan dalam Al-Quran yang menyebutkan bahwa dalam bermuamalah Allah SWT tidak melarang umatnya untuk bekerjasama dengan orang-orang berbeda keyakinan yang tidak memerangi kita karena agama. Sehingga landasan tersebutlah menjadi landasan bank syariah menggunakan ATM bersama. Hal ini dapat dilihat dalam Al-Quran Surat Al-Mumtahanah Ayat 8 yang artinya “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. Menurut hadis Nabi SAW disebutkan

“Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW membeli makanan dari seorang penduduk Yahudi yang pembayarannya akan dilunasi sampai dengan batas waktu tertentu, dan Rasulullah menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi

(6)

6

tersebut” (H.R. Bukhori Muslim).9 Dalam kaedah fiqh dapat juga berlandasan pada “Pokok hukum dalam segala perkara (muamalah) adalah boleh sampai ada dalil yang mengharamkannya”.

ATM Bersama merupakan kerjasama antara bank syariah dengan pengelola ATM Bersama yang berbadan hukum. Di mana bank syariah menjalin kerjasama dengan beberapa perusahaan jasa koneksi (switching) ATM antar bank di Indonesia, diantaranya PT. Artajasa dengan produk layanan ATM Bersama dan PT. Rintis Sejahtera dengan Link dan ATM Prima.

Seperti dalam tulisannya Arief Rachman Matani adapun akad kerjasama yang digunakan bank syariah terhadap perusahaan switching ialah akad ijarah (sewa).10 Di mana bank syariah bertindak sebagai pihak yang menyewa jasa dan yang bertindak sebagai penyewa jasa dan barang adalah perusahaan switching.

Kemudian terhadap jasa koneksi ATM antar bank dengan memberikan fee atau bayaran.

C. Kartu Debet

Pengertian kartu debet menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia Nomor:

11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu pada Pasal 1 ayat 6 adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK) yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan, di mana kewajiban pemegang kartu dipenuhi seketika dengan mengurangi secara langsung simpanan pemegang kartu pada bank atau lembaga selain bank yang berwenang untuk menghimpun dana sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Kartu debet dalam bahasa Inggris disebut dengan debit card, yakni merupakan kartu yang diterbitkan oleh suatu lembaga keuangan yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran transaksi pembelian barang dan jasa dengan

9 M. Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih Muslim: Kitab Jual Beli, diterjemahkan oleh Elly Lathifah, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), hlm. 457.

10 Arief Rachman Matani, Link ATM Bank Syariah ke Bank Konvensional Perspektif Syariah (Studi Kasus Pada Bank Muamalah Indonesia Cabang Yogyakarta), Jurnal Ekonomi Islam La-Riba, Vol. I, No. 2, Desember 2007, hlm. 274.

(7)

7

cara mendebet/mengurangi saldo rekening simpanan pemilik kartu serta pada saat yang sama, mengkredit saldo rekening penjual sebesar nilai transaksi barang dan jasa. Pemegang kartu diharuskan memiliki rekening pada bank. Transaksi hanya dapat dilakukan apabila pemegang kartu memiliki saldo yang mencukupi pada rekeningnya untuk menutup biaya transaksinya. Pembayaran dilakukan dengan cara mendebet langsung saldo rekening pemegang kartu dan mengkredit saldo pihak merchant.11

Dalam Encyclopedia of Banking and Finance menuliskan yang dimaksud dengan kartu debet ialah “a card used to access directly the cash in a holder’s account or credit line. Debit cards are used as automated teller machine (ATM) access card and as point of sale (POS) cards to make point of purchase transactions with automatic debiting to the costumer’s account.12 Kartu yang digunakan untuk mengakses secara langsung uang yang berada di dalam akun rekening atau akun kredit pemegang kartu. Kartu debet digunakan sebagau kartu akses mesin ATM dan sebagai kartu untuk melakukan transaksi pembelian langsung dengan pendebetan otomatis ke akun rekening pemegang kartu.

Abdul Wahab Ibrahim Abu Sulaiman menyebutkan yang penerbitan kartu debet mengharuskan adanya tabungan pemegang kartu di bank yang bersangkutan, sehingga memberikan kesempatan kepada issuer bank untuk menarik (debet) dana pemegang kartu secara langsung dari tabungannya senilai barang dan jasa yang didapatnya lewat penggunaan kartu dan dokumen yang telah ditandatangani sebelumnya.13

Kartu debet terkadang diterbitkan sebagai kartu ATM, kartu cek, kartu tunai atau kartu cerdas. Penggunaan kartu debit mengakibatkan debit langsung pada rekening bank penggunanya. Trend menuju penggunaan kartu debit menjadi bagian dari apa yang sementara ahli ekonomi sudah menyebutnya yaitu menuju

11 Veithzal Rivai, dkk, Op.Cit., hlm. 1364.

12 Charles J. Woelfel, Encyclopedia of Banking and Finance Vol I, (USA: Probus Publishing Company, 1994), hlm. 283.

13 Abdul Wahab Ibrahim Abu Sulaiman, Banking Cards Syariah, Kartu Kredit dan Debit dalam Perspektif Fiqh, diterjemahkan oleh Aidil Novia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2006), hlm.58-59.

(8)

8

keadaan tanpa uang tunai. Dalam kenyataannya kartu debit tidak hanya sebagai pengganti uang tunai, tetapi juga memiliki fungsi lainnya.14

Kartu debet digunakan untuk transaksi pembayaran dan pembelanjaan non tunai dengan menggunakan mesin Electronic Data Capture (EDC). Untuk kartu debet selain otorisasi dengan menggunakan PIN, dimungkinkan pula otoritas dengan tanda tangan seperti halnya kartu kredit.

Adapun keuntungan dari kartu debet ialah (a) mudah, yaitu tidak perlu datang ke bank untuk melakukan transaksi atau memperoleh informasi; (b) Aman, tidak perlu membawa uang tunai untuk melakukan transaksi belanja di toko; (c) fleksibel, transaksi penarikan tunai dan pembelanjaan via kartu debet dapat dilakukan di jaringan bank sendiri, jaringan lokal ataupun jaringan internasional;

(d) leluasa, dapat bertransaksi setiap saat walaupun hari libur.

Kartu debet berfungsi untuk memperoleh uang dengan cara tarik tunai dan dapat juga digunakan sebagai alat bayar terhadap barang dan jasa yang diinginkan oleh pemegang kartu. Pada kartu ini, nilai barang dan jasa yang diperoleh oleh pemegang kartu akan langsung dibayarkan melalui kartu debet yang dikurangi oleh pihak bank dari rekening pemegang kartu, dan dibayarkan kepada merchant atau tempat pemegang kartu mendapatkan barang dan jasa tersebut. Kemudian nilai pembelian dan transaksi tersebut ditransfer langsung dari rekening pemegang kartu ke dalam rekening merchant pada saat dilakukan transaksi.

Dari ilustrasi di atas maka ada 3 (tiga) para pihak yang berkaitan dengan kartu debet yaitu card issuer atau penerbit kartu, card holder atau pemegang kartu, dan merchant atau pihak yang menyediakan barang dan jasa. Hubungan hukum ketiga para pihak tersebut ialah (a) hubungan hukum antara card issuer dengan card holder, (b) hubungan hukum antara card issuer dengan merchant, dan (c) hubungan hukum antara card holder dengan merchant.

Hubungan hukum antara card issuer dengan card holder akan menghasilkan hubungan perwakilan yang menimbulkan ujrah atau fee. Sehingga akad yang digunakan ialah wakalah bil ujrah. Kata al-wakalah berasal dari kata wakkala yang artinya menyerahkan, mempercayakan, sedangkan wakalah artinya

14 Laksanto Utomo, Aspek Hukum Kartu Kredit dan Perlindungan Konsumen, (Bandung:

Alumni, 2011), hlm. 32.

(9)

9

hal mewakilkan.15 Atau dengan maksud lain wakalah dapat diartikan dengan penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandate.16 Secara terminologi Akad wakalah adalah akad perwakilan antara dua pihak, di mana pihak pertama mewakilkan sesuatu urusan kepada pihak kedua untuk bertindak atas nama pihak pertama.17

Dalam fatwa DSN MUI No: 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah pada pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa wakalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak. Sehingga konsekuensi yuridisnya ketika diawal akad card issuer dan card holder sepakat menggunakan akad wakalah bil ujrah maka para pihak tidak boleh membatalkannya secara sepihak.

Adapun dalam prakteknya penggunaan akad wakalah bil ujrah ialah (a) perwakilan membayar transaksi barang dan jasa kepada merchant. Di mana card holder memberikan kuasa kepada card issuer untuk melakukan pembayaran atas barang dan jasa yang diperoleh oleh card holder. Dengan cara mendebet secara on-line uang card holder dan mengkreditnya ke dalam pembukuan merchant. (b) perwakilan pembayaran tagihan kepada pihak ke tiga. Dalam hal ini card issuer bertindak sebagai perpanjangan tangan/wakil card holder untuk membayar tagihan. Seperti tagihan listrik, air, telepon dan lain-lain.

Selain adanya akad wakalah bil ujrah, akad yang lainnya muncul ialah akad ijarah. Secara etimologi ijarah disebut juga al ajru (upah) atau al ‘iwadh (ganti). Atau ijarah disebut dengan upah, sewa, jasa atau imbalan. Menurut Sayyid Sabiq, ijarah ialah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.18 Pengertian lainnya ialah akad yang dilakukan atas dasar suatu manfaat dengan imbalan jasa.19 Regulasi yang menjadi acuan pada akad ijarah ialah terdapat pada fatwa DSN MUI No: 09/DSN-MUI/IV/2000.

15 Isriani Hardini dan Giharto, Kamus Perbankan Syariah, (Bandung: Marja, 2007), hlm.

72.

16 Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani dan Tazkia Cendikia, 2005), hlm. 120.

17 Gemala Dewi, Aspek-Aspek dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 92.

18 Habib Nazir dan Muhammad Hasanuddin, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan Syariah, (Bandung: Kafa Publishing, 2004), hlm. 279.

19 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 99.

(10)

10

Pada dasarnya akad ijarah yang digunakan dalam kartu debet ialah akad yang mengikat antara card issuer dengan merchant atau pihak ketiga lainnya. Di mana merchant atau pihak ketiga sebagai penyewa alat atau instrument elektronik milik card issuer yang dapat digunakan sebagai alat mempermudah pembayaran barang atau jasa yang dibeli oleh card holder.

D. Kartu Kredit

1. Pengertian Kartu Kredit

Kartu kredit dalam Pasal 1 ayat 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia Nomor:

11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu diartikan dengan alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK) yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai, di mana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang disepakati baik dengan pelunasan secara sekaligus (charge card) ataupun dengan pembayaran secara angsuran.

Veithzal Rivai dkk dalam bukunya menyebutkan bahwa credit card yaitu uang plastik atau suatu alat berbentuk kartu yang diterbitkan oleh suatu lembaga keuangan yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran transaksi pembelian barang dan jasa, yang pembayaran dan pelunasanya dapat dilakukan oleh pembeli secara sekaligus atau angsuran pada jangka waktu tertentu setelah kartu digunakan sebagai alat pembayaran.20

Johannes Ibrahim menyebutkan bahwa kartu kredit atau credit card ialah uang plastic yang diterbitkan oleh suatu institusi yang memungkinkan pemegang kartu untuk memperoleh kredit atas transaksi yang dilakukannya dan pembayarannya dapat dilakukan secara angsuran dengan membayar sejumlah bunga (finance charge) atau sekaligus pada waktu yang telah ditentukan.21

20 Veithzal Rivai, dkk, Op.Cit., hlm. 1363.

21 Johannes Ibrahim, Kartu Kredit, Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan, (Bandung:

Refika Aditama, 2010), hlm. 11.

(11)

11

Kartu kredit pada umumnya di Indonesia diterbitkan melalui hukum perjanjian. Sehingga pengaturannya diatur dalam KUH Perdata dalam bab III tentang perjanjian. Adapun syarat-syaratnya juga mengacu pada Pasal 1320 KUH Perdata yaitu adanya kata sepakat dari para pihak, kecakapan melakukan perbuatan hukum, suatu kausa yang halal dan hal tertentu yang diperjanjikan.

2. Manfaat dan Risiko Penggunaan Kartu Kredit

Transaksi yang dilakukan dengan menggunakan kartu kredit melibatkan para pihak yaitu (a) penerbit (issuer); (b) acquirer; (c) pemegang kartu (card holder) dan (d) merchant.

Adapun manfaat kartu kredit terhadap keempat pihak tersebut ialah:22 a. Dilihat dari sisi pemegang kartu (card holder)

1) Kemudahan/kepraktisan dan nyaman dalam transaksi karena tidak perlu membawa uang tunai dalam jumlah besar.

2) Risiko kehilangan dan pencurian uang lebih rendah karena jika kartu hilang, maka pemegang kartu dapat segera menghubungi issuer atau acquirer untuk memblokir kartu, kartu yang telah diblokir tidak dapat dipergunakan lagi sebagai alat untuk pembayaran pada merchant.

3) Keamanan

4) Banyak fasilitas yang diperoleh dari kartu kredit seperti kemudahan belanja, asuransi dan lain-lain.

5) Mengatasi kebutuhan dana mendesak dalam jangka pendek tanpa harus mengajukan permohonan kredit kepada bank atau lembaga keuangan lainnya.

6) Gengsi (memiliki kelas tertentu karena gengsinya dinilai meningkat).

7) Teman dalam perjalanan, mudah mendapatkan dana cash bila diperlukan karena tersedianya di terminal ATM.

8) Kemudahan memperoleh uang tunai selama 24 jam dan 7 hari dalam seminggu di berbagai tempat strategis sehingga memudahkan untuk memenuhi keperluan uang tunai yang mendadak.

22 Veithzal Rivai, dkk, Op.Cit., hlm. 1380-1382.

(12)

12

9) Kesempatan mendapatkan pinjaman bila diharapkan pada kebutuhan dana jangka pendek dan pembayaran dapat diangsur.

10) System pembayaran yang lebih fleksibel, pembayaran atas tagihan dapat diangsur atau tempo beberapa waktu.

11) Kepraktisan untuk dibawa karena kartu kredit telah diterima sebagai alat pembayaran hampir di seluruh kota di dunia.

b. Dilihat dari sisi penerbit (issuer)

1) Pendapatan berupa iuran tahunan dan uang pangkal yang dikenakkan pada pemegang kartu.

2) Diskon terhadap pembayaran kepada merchant. Misalnya merchant melakukan penagihan atas transaksi penjualan sebesar Rp. 10juta kepada issuer. Apabila diskon ditetapkan sebelumnya 5%, maka jumlah yang harus dibayar oleh issuer adalah Rp. 10juta-(5%x10juta)=

Rp.9,5juta. Sementara itu, yang dapat ditagih oleh issuer kepada pemegang kartu ialah tetap Rp. 10juta, sehingga selisihnya merupakan pendapatan dari issuer.

3) Bunga atas sisa tagihan yang belum dibayar.

4) Bunga atas pelanggaran batas maksimum kredit.

5) Denda atas keterlambatan pembayaran.

6) Biaya administrasi yang dibebankan kepada pemegang kartu yang menarik uang tunai di ATM.

7) Meningkatnya kualitas pelayanan karena sebagian tugas telah diambil alih dengan hadirnya teknologi.

8) Memperluas jaringan pemasaran sehingga menjangkau tuntutan dan kebutuhan nasabah, antara lain membayar tagihan listrik, telepon, PAM, handphone, cicilan mobil, cicilan rumah, uang kuliah dll.

c. Dilihat dari sisi penerima (acquirer)

1) Nama baik bank di pasar dalam rangka pelayanan unggul.

2) Discount commission atau interchange fee yang diperoleh dari pihak merchant.

(13)

13

3) Rekening simpanan pada acquirer yang berupa bank yang dapat disyaratkan.

4) Acquirer yang berupa bank berkesempatan untuk menawarkan produk- produknya yang lain pada pemegang kartu.

d. Dilihat dari sisi pedagang/pengusaha (merchant)

1) Keamanan yang lebih terjamin karena merchant tidak menyimpan uang tunai hasil penjualan.

2) Kepraktisan dalam menerima pembayaran dan mempermudahkan pembukuan.

3) Peluang untuk meningkatkan omset penjualan kendati harus menunggu waktu yang relatif lama dalam mencairkan hasil penjualan.

4) Pencegahan larinya nasabah pesaing lainnya yang memberi fasilitas kemudahan berbelanja dengan menerima kartu.

5) Pembayaran atas penjualan dijamin penerbit sepanjang merchant memenuhi prosedur dan ketentuan yang ditetapkan oleh issuer.

6) Risiko kehilangan dan pencucian uang lebih rendah, karena pembayaran oleh pembeli tidak dengan uang tunai.

7) Pengurangan beban tenaga kerja.

Selain manfaat yang diperoleh dalam penggunaan kartu kredit, ternyata terdapat juga risiko-risiko terhadap penggunaan kartu kredit. Adapun risiko-risiko yang kemungkinan besar akan dialami oleh pemegang kartu kredit adalah sebagai berikut:23

a. Apabila terjadi kartu kredit macet maka (1) pemegang kartu akan berhadapan dengan debt collector, (2) namanya akan terdaftar dalam daftar negatif yang dikelola oleh Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) dan kredit macet dalm Sistem Informasi Debitur yang dikelola Bank Indonesia, dan (3) saldo utang akan bertambah terus, dari hasil perhitungan bunga berbunga berikut denda.

b. Kemungkinan adanya trik-trik perampokan secara halus. Seperti dari cara- cara penerbit kartu mengulur-ulur waktu untuk pengiriman billing, lalu nasabah terlambat menyetor atau menyetor kurang dari tagihan minimum

23 Pulo Siregar, Risiko Kartu Kredit; Solusi, BI Checking dan Mediasi Perbankan, (Jakarta: Papas Sinar Sinanti, 2010), hlm. 10-19.

(14)

14

karena tidak ada sumber informasi lalu dikenakkan denda yang dinamakan late charge, ada kesan penerbit kartu melakukan perampokan secara tidak langsung. Selanjutnya sering terjadi juga pemegang kartu merasa kesulitan untuk menutup rekeningnya khususnya bagi mereka yang tidak ingin memperpanjangnya lagi, sehingga tagihan tetap berlanjut dari annual fee.

c. Data pribadi bisa beredar ke pihak lain, data pribadi yang seharusnya dijaga oleh pihak bank sebagai wujud kerahasiaan bank, tetapi bisa beredar ke pihak lain untuk menjadi target pasar pihak lain.

d. Penerbit kartu kredit biasanya bersifat arogan. Oleh karena itu, pemegang kartu berada dalam posisi yang tidak seimbang. Lebih sering pemegang kartu lebih diabaikan dalam hal kebijakan-kebijakan perbankan.

e. Iming-iming tak sesuai dengan realisasi. Untuk mengoptimalkan programnya, penyelenggara kartu sering menjanjikan iming-iming, baik berupa hadiah, fasilitas, voucher, diskon atau yang lain-lainnya. Namun tak jarang iming-iming tersebut nihil, atau ada tapi tak sesuai dengan yang diperjanjikan.

f. Laporan kehilangan tidak segera direspon. Dalam merespon laporan kehilangan kartu kredit oleh nasabahnya, penerbit kartu kredit terkadang tidak cepat tanggap membuat kartu kredit yang hilang, bahkan terkadang kartu kredit tersebut sempat dibobol. Terkadang yang dibobol tersebut tetap menjadi tanggungjawab pemegang kartu.

g. Proses investigasi yang tidak pernah ada hasilnya. Tak jarang juga pemegang kartu diminta untuk menunggu dari hasil investigasi tersebut dan terkadang menunggu berminggu-minggu. Sehingga tagihan tetap terus berjalan dan menjadi tanggungjawab pemegang kartu.

h. Transaksi ditolak mesin EDC tanpa pemberitahuan kepada pemegang kartu apakah kartu masih berfungsi atau tidaknya.

i. Trik-trik marketing yang membuat nasabah merasa dibohongi dan promo yang menjebak.

j. Sulit berurusan dengan pihak bank. Apabila bank punya kebutuhan maka pihak bank sangat proaktif menghubungi nasabah. Akan tetapi, tiba giliran

(15)

15

nasabah yang memerlukan bantuannya akan sangat sulit mendapatkan pelayanan yang proaktif.

3. Kartu Kredit Bedasarkan Konsep Islam

John Marti dan Anthony Zeilinger dalam Johannes Ibrahim menyebutkan bahwa dalam periode yang panjang telah diramalkan akan terjadi suatu komunitas tanpa menggunakan uang. Pertama, telah diusulkan cara pembayaran secara tunai (koin dan Banknotes) akan digantikan dengan alat pembayaran berupa cek, bilyet giro sebagai pengganti dari uang kertas. Kemudian, alat pembayaran ini akan digantikan oleh kartu kredit, dalam format uang plastik.24

Menanggapi perkembangan zaman itu, dunia Islam pun berusaha mengikuti trend tersebut. Sehingga banyak negara-negara Islam yang membuat kebijakan dalam penggunaan kartu kredit yaitu negara di Timur Tengah dan Malaysia. Seperti dapat dilihat perkembangan kartu kredit syariah di Timur Tengah sejak tahun 2001 hingga 2006, pertumbuhannya mencapai 26% dengan total transaksi 34,7 juta dolar AS.25

Untuk di Indonesia sendiri perkembangan kartu kredit berdasarkan data Asosiasi Kartu Kredit Indonesia jumlah kartu kredit pada tahun 2009 jumlah kartu kredit sebanyak 142,49 juta dengan jumlah transaksi 177,81 kali dan nilai transaksinya sebanyak Rp. 132,65 triliun. Pada keseluruhan tahun 2010 jumlah kartu mencapai 154,25 juta dengan transaksi sebanyak 194,67 kali dan nilai transaksinya sebesar Rp. 158,68 triliun. Sedangkan jumlah kartu kredit hingga bulan Juni 2011 sudah mencapai 126,47 juta dengan jumlah transaksi 152,31 kali dan nilai transaksinya sebesar Rp. 131,494 triliun.26

Dari data tersebut dapat diperoleh bahwa kebutuhan akan adanya kartu kredit menjadi peran yang tak ternafikkan. Sehingga bank syariah pun berusaha

24 Johannes Ibrahim, Op.Cit., hlm. 10. Lihat juga John Marti dan Anthony Zeilinger, Micros and Money: New Technology in Banking and Shopping, (London: Policy Studies Institute, 1982), hlm. 5.

25 Redaksi Republika, “DSN Desak BI Segera Izinkan Kartu Kredit Syariah: BI Khawatir Masyarakat Konsumtif, Republika, tanggal 15 Maret 2006.

26 Nur Farida Ahniar, Berapa Pengguna Kartu Kredit di Indonesia?, http://bisnis.vivanews.com/news/read/262391-berapa-pengguna-kartu-kredit-di-indonesia-, diakses pada tanggal 17 Desember 2011.

(16)

16

membuat kartu kredit yang sesuai dengan konsep Islam dan dapat digunakan oleh umat muslim tanpa ragu-ragu tentang kehalalannya.

Ide penggunaan kartu kredit syariah di Indonesia mulai muncul pada awal tahun 2003.27 Sejak saat itu wacana penggunaan kartu kredit syariah mengalami perdebatan panjang hingga sampai saat ini. Perdebatan panjang tersebut menghasilkan pro dan kontra terhadap boleh atau tidaknya kartu kredit syariah digunakan sebagai produk perbankan.

Realita yang menarik adalah pihak kontra terhadap kartu kredit syariah ialah Bank Muamalat, yang menyebutkan bahwa kartu kredit syariah lebih mendekatkan diri kepada sifat israf (berlebih-lebihan) sehingga mendorong umat Islam bersikap konsumtif, boros dan membiasakan untuk berhutang. Sedangkan pihak yang pro ialah terdapatnya usulan 3 (tiga) bank yaitu Bank Danamon, BNI Syariah dan Bank HSBC Syariah mengusulkan kepada MUI agar mengeluarkan fatwa terkait kartu kredit syariah. Oleh karena itu tepat pada tanggal 11 Oktober 2006 DSN MUI menetapkan Fatwa No: 54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah Card.

Pasca dikeluarkannya Fatwa DSN MUI tersebut pada bulan September 2007 Bank Danamon Syariah meluncurkan produk kartu kredit syariah dengan nama Dirham Card. Kemudian pada tahun 2010 aktivasinya ditiadakan, artinya Bank Danamon Syariah menghentikan penjualan kartu kredit syariah. Aktivasi kartu kredit syariah tersebut beralih pada Bank BNI Syariah dengan nama Hasanah Card yang diluncurkan pada Februari 2009.

Perkembangan penggunaan kartu kredit syariah di Indonesia mendapatkan perhatian yang cukup seimbang. Hal ini dapat dilihat bahwa populasi pengguna Dirham Card pada Bank Danamon Syariah hingga tahun 2010 mencapai 21.000 pengguna.28 Sebagai perbandingan, pengguna Hasanah Card pada Bank BNI Syariah hingga semester awal tahun 2010 mencapai 13.777 pengguna.29 Hingga

27 Muhammad Syafi`I Antonio, “Modal”, Majalah Islami Bulanan, Edisi No. 8, (1 Juni 2003), hal. 13.

28 “Mengikuti Tren Nasabah Syariah”, Republika, (Senin, 14 Februari 2011), hal. 28.

29 Lambat, Pertumbuhan Kartu Kredit Syariah, Kamis, 16 September 2010.

http://www.kabarbisnis.com/read/2814639. Di akses pada tanggal 10 Mei 2011.

(17)

17

tahun 2012 pengguna Hasanah Card meningkat drastis yaitu lebih kurang 300 ribu pengguna.30

Istilah kartu kredit dalam konteks Islam banyak dimunculkan oleh akademisi maupun praktisi diantaranya ialah (a) Kartu Kredit Berbasis Syariah, (b) Kartu Kredit Syariah, (c) Islamic Credit Card, (d) Kartu Kredit Berdasarkan Prinsip Syariah. Pada prinsipnya keempat istilah tersebut di atas memiliki makna yang sama dan istilah-istilah tersebut menggunakan kata “kredit”, sedangkan unsur dari kredit itu sendiri mengandung makna riba, sehingga keempat istilah tersebut tidak tepat digunakan.

Istilah lain dapat dijumpai dalam Fatwa DSN MUI No: 54/DSN- MUI/X/2006 yang menggunakan istilah “Syariah Card”. Istilah ini memiliki kelemahan karena menimbulkan ambiguitas bila diartikan berdasarkan istilah kata. Syariah Card bila diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi “Kartu Syariah”. Kartu Syariah atau Syariah Card dapat bermakna luas yang terbagi menjadi 2 (dua) yaitu kartu debet dan kartu pembiayaan (kartu kredit dalam istilah konvensional). Sehingga kartu kredit dalam Islam lebih tepat digunakan dengan istilah “Kartu Pembiayaan Syariah”.31 Istilah yang hampir serupa juga dapat dijumpai dalam buku Abdul Ghofur Anshori yang menggunakan istilah “Kartu Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah”.32

Dalam Fatwa DSN MUI No: 54/DSN-MUI/X/2006 Tentang Syariah Card menyebutkan bahwa Syariah Card ialah kartu yang berfungsi sebagai kartu kredit yang hubungan hukum (berdasarkan sistem yang sudah ada) antara para pihak berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam fatwa ini.

Definisi kartu kredit dalam bukunya Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash- Shawi menyebutkan bahwa definisi menurut bahasa ialah kata bithaqah (kartu) digunakan untuk potongan kertas kecil atau dari bahan lain, di atasnya ditulis penjelasan yang berkaitan dengan potongan kertas itu. Sementara kata i’timan

30 Hasil wawancara dengan Bapak Muhammad Ilyas selaku Supervisor Kartu Pembiayaan Syariah Bank BNI Syariah Cabang Yogyakarta Pada Tanggal 19 April 2012 di Kantor Cabang Pembantu Godean.

31 Wawancara dengan Bapak Hadi Suseno sebagai Manager Pemasaran Bank BNI Syariah Cabang Yogyakarta pada Hari Senin tanggal 6 Februari 2012 Pukul 08.30 WIB di Kantor Cabang Bank BNI Yogyakarta.

32 Abdul Ghofur Anshori, Pembentukan Bank Syariah Melalui Akuisisi dan Konversi (Pendekatan Hukum Positif dan Hukum Islam), (Yogyakarta: UII Press, 2010), hlm. 20.

(18)

18

diartikan kondisi aman dan saling percaya. Dalam kebiasaan dunia usaha artinya semacam pinjaman, yakni berasal dari kepercayaan terhadap peminjam dan sikap amanahnya serta kejujurannya. Oleh sebab itu ia memberikan dana itu dalam bentuk pinjaman untuk dibayar secara tunda. Sedangkan secara terminologis kartu kredit ialah kartu yang dikeluarkan oleh pihak bank dan sejenisnya yang dapat digunakan oleh pembawanya untuk membeli segala keperluan dan barang-barang serta pelayanan tertentu secara hutang.33

Kamus Ekonomi Arab mengartikan syariah card sebagai suatu jenis kartu khusus yang dikeluarkan oleh pihak bank (sebagai pengeluar kartu), lalu jumlahnya akan dibayar kemudian. Pihak bank akan memberikan kepada nasabahnya itu rekening bulanan secara global untuk dibayar, atau untuk langsung didebet dari rekeningnya yang masih berfungsi.34

Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash-Shawi menguraikan bahwa hakikat dari kartu kredit ialah bahwa kartu kredit secara umum tersusun dari beberapa transaksi yaitu, pertama, transaksi yang mengaitkan antara pihak yang mengeluarkan kartu dengan pihak pemegangnya. Transaksi ini terdiri dari 3 (tiga) unsur yaitu jaminan, penjaminan dan peminjaman. Pihak yang mengeluarkan kartu telah memberikan jaminan untuk pemegang kartu tersebut di hadapan pedagang, meminjamkan kepadanya dana yang dia tarik melalui kartu tersebut, lalu pemegang kartu telah menjadikan pihak bank sebagai penjaminnya untuk melunasi pembayaran tersebut kepada si pedagang. Kedua, transaksi antara yang mengeluarkan kartu dengan pihak pedagang. Transaksi ini terdiri dari 2 (dua) unsur yaitu jaminan dan penjaminan. Pihak yang mengeluarkan kartu telah memberikan jaminan kepada pedagang untuk membayarkan semua haknya melalui kartu tersebut, yang kemudian pihak bank akan menagih pembayaran itu dari pemegang kartu nantinya dan memasukkannya ke dalam rekeningnya setelah terlebih dahulu memotongnya dengan biaya administrasi yang disepakati. Ketiga, transaksi antara pemegang kartu dengan pedagang yang hukumnya disesuaikan dengan jual beli atau penyewaan yang dilakukan sesuai dengan karakter transaksi di samping sistem hiwalah, yakni pemegang kartu itu melimpahkan

33 Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash-Shawi, Op.Cit., hlm. 303-304.

34 Ahmad Zaki Badwi, Mu’jam al-Musthalahat at-Tijariyah at-Ta’awuniyah Arab- Inggris-Perancis, (Beirut: Dar an-Nahdhah al-Arabiyah, 1984), hlm. 62.

(19)

19

pembayarannya terhadap barang jualan pedagang kepada pihak yang mengeluarkan tersebut.35

Secara umum Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash-Shawi menyebutkan bahwa kartu kredit dibolehkan untuk digunakan dalam setiap transaksi bisnis syariah. Hanya saja terkait praktek kartu kredit yang ada, beliau menidakbolehkan denda keterlambatan dan bunga riba. Prakteknya, bank selaku pihak yang mengeluarkan kartu menetapkan bentuk denda finansial karena keterlambatan penutupan hutang. Denda semacam itu termasuk riba yang jelas tidak pantas diperdebatkan lagi. Itu termasuk riba nasi’ah yang keharamannya langsung ditentukan melalui turunnya ayat al-Quran.36

Begitu juga dalam Fatwa DSN MUI No: 54/DSN-MUI/X/2006 Tentang Syariah Card yang menyebutkan bahwa hukum syariah card dibolehkan dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam fatwa tersebut. Artinya ialah di Indonesia terkait tentang syariah card dihalalkan karena difatwakan boleh oleh MUI terpulang dari terjadinya pro dan kontra terhadap kehalalan dari syariah card tersebut.

Para pihak yang berkaitan dengan kartu pembiayaan syariah ada 3 (tiga) yaitu (a) penerbit kartu (mushdir al-bithaqah), (b) pemegang kartu (hamil al- bithaqah), dan (c) penerima kartu (merchant, tajir atau qabil al-bithaqah).

Kemudian ketiga pihak tersebut menimbulkan hubungan hukum dalam bentuk akad. Adapun akad yang terdapat dalam kosep kartu pembiayaan syariah ialah akad kafalah, akad qardh, dan akad ijarah.

Kata kafalah berasal dari kata kafala yang artinya mencukupi nafkah serta mengurusnya, memeliharanya. Kata kafalah sendiri artinya tanggungan atau jaminan. Dalam istilah perbankan syariah kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak kedua atau yang ditanggung.

Kafalah juga berarti mengalihkan tanggungjawab seseorang yang dijamin dengan perpegang pada tanggungjawab orang lain sebagai penjamin.37

Dalam kartu pembiayaan syariah transaksi dengan menggunakan akad kafalah ialah dalam hal ini Penerbit Kartu adalah penjamin (kafil) bagi Pemegang

35 Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash-Shawi, Op.Cit., hlm. 309.

36 Ibid., hlm. 314.

37 Isriani Hardini dan Giharto, Op.Cit., hlm. 47.

(20)

20

Kartu terhadap Merchant atas semua kewajiban bayar yang timbul dari transaksi antara Pemegang Kartu dengan Merchant, dan/atau penarikan tunai dari selain bank atau ATM bank Penerbit Kartu. Atas pemberian kafalah, maka Penerbit Kartu memperoleh fee (ujrah kafalah).

Hubungan hukum lainnya timbul didasarkan akad qardh. Kata qardh berasal dari kata qaradha yang artinya memotong, memakan, atau melintasi.

Qardh sendiri artinya ialah pinjaman. Dalam Fatwa DSN MUI No: 19/DSN- MUI/IV/2001 tentang Al-Qardh menyebutkan bahwa arti qardh ialah pinjaman yang diberikan kepada nasabah yang memerlukan. Akad qard dalam kartu pembiayaan syariah ialah Penerbit Kartu selaku pemberi pinjaman (muqridh) kepada Pemegang Kartu melalui penarikan tunai dari bank atau ATM bank Penerbit Kartu.

Hubungan hukum berikutnya ialah lahir berdasarkan akad ijarah. Dalam hal ini Penerbit Kartu selaku penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap Pemegang Kartu. Atas ijarah ini maka Pemegang Kartu dikenakan membership fee.

Sehingga dari keseluruhan transaksi kartu pembiayaan syariah menimbulkan 4 (empat) macam fee yaitu (a) membership fee atau iuran keanggotaan yaitu fee yang diterima oleh Penerbit Kartu atas iuran keanggotaan termasuk perpanjangan masa keanggotaan dari Pemegang Kartu sebagai ujrah atas izin penggunaan fasilitas kartu. (b) Merchant fee yaitu fee yang diperoleh oleh Penerbit Kartu yang diambil dari harga objek transaksi atau pelayanan sebagai upah atas perantara, pemasaran dan penagihan. (c) Fee penarikan uang tunai yaitu fee yang diterima oleh Penerbit Kartu sebagi fee atas pelayanan dan penggunaan fasilitas yang besarnya tidak dikaitkan dengan jumlah penarikan. (d) Fee kafalah, yaitu fee yang diterima oleh Penerbit Kartu atas pemberian kafalah.

E. Hibryd Contract

Dewasa ini teori akad mendapat perhatian yang lebih khusus yaitu berkembangnya teori hibryd contract atau multi akad. Istilah lainnya yang digunakan untuk sebutan hibryd contract yaitu al-‘uqud al-murakkabah, al-‘uqud

(21)

21

al-muta’addidah, al-‘uqud al-mutaqabilah, al-‘uqud al-mujtami’ah, dan al-‘ukud al-mukhtalitah.

Definisi hibryd contract menurut Al-‘Imrani dalam buku al-‘uqud al- maliyah al-murakkabah ialah kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan suatu akad yang mengandung dua akad atau lebih, sehingga semua akibat hukum dari akad-akad yang terhimpun tersebut, serta semua hak dan kewajiban yang ditimbulkannya dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisah- pisahkan, sebagaimana akibat hukum dari satu akad.38

Banyak ulama yang mengatakan bahwa hibryd contract itu dibolehkan dalam bisnis syariah yaitu mayoritas ulama Hanafiyah, sebagian ulama Maliki, Syafi’I dan Hanbali berpendapat hukum hibryd contract adalah sah dan diperbolehkan menurut syariat Islam. Ulama yang memperbolehkan berlandaskan bahwa hukum asal dari akad adalah boleh dan sah, tidak diharamkan dan tidak dibatalkan selama tidak ada dalil hukum yang mengharamkan atau membatalkannya. Kecuali menggabungkan dua akad yang menimbulkan riba atau menyerupai riba.39

Berdasarkan perkembangannya dalam tulisan Agustianto membagi hibryd contract menjadi 4 (empat) macam yaitu pertama, hibryd contract yang mukhtalithah (bercampur) yang memunculkan nama baru seperti bay’ istghlal merupakan percampuran 3 akad yaitu dua akad jual beli dan satu akad ijarah, bay’

tawarruq merupakan percampuran dua akad jual beli yaitu jual beli 1 dengan pihak pertama dan jual beli kedua dengan pihak ketiga, musyarakah mutanaqishah dan bay wafa’. Kedua, hibryd contract yang mujtami’ah atau mukhtalitah dengan nama akad baru, tetapi menyebut nama akad yang lama, seperti sewa beli lease and purchase, mudharabah musytarakah pada life insurance dan deposito bank syariah. Ketiga, hibryd contract yang akad-akadnya tidak bercampur dan tidak melahirkan akad baru, tetapi nama akad dasarnya tetap ada dan eksis serta dipraktekkan dalam transaksi. Contohnya kafalah wal ijarah pada kartu kredit; murabahah wal wakalah pada pembiayaan murabahah basithah; wakalah bil ujrah pada L/C, factoring; kafalah wal ijarah pada L/C,

38Agustianto, Hibryd Contract dalam Keuangan Syariah, http://www.agustiantocentre.com/?p=68, diakses pada tanggal 18 April 2012.

39 Ibid.

(22)

22

Bank Garansi, pembiayaan multi jasa, syariah card; mudharabah wal murabahah/ijarah/isthisna pada pembiayaan terhadap karyawan koperasi instansi;

hiwalah bil ujrah pada factoring; dan qardh, rahn dan ijarah pada gadai emas.

Keempat, hibryd contract yang mutanaqidhah (akad-akadnya berlawanan), bentuk ini dilarang dalam syariah, seperti menggabungkan akad jual beli dan pinjaman, menggabungkan qard wal ijarah dalam satu akad, dan menggabungkan qardh dengan janji hadiah.

Ada hal yang menjadi pertanyaan antara kalangan akademisi ataupun praktisi bisnis syariah terkait tentang multi akad dengan akad two in one. Akad two in one dalam prakteknya tidak dibenarkan karena dalam Islam tidak membenarkan menyatukan akad dalam waktu yang bersamaan. Sedangkan hibryd contract atau multi akad bukanlah termasuk ke dalam akad yang two in one, karena secara padanan kata multi akad ialah al-‘uqud al-murakkabah yaitu akad yang bertingkat. Artinya dalam satu produk terdapat beberapa akad yang tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya, kemudian antara akad yang satu dengan akad yang lainnya digunakan secara berurutan.

Pada dasarnya Kartu Debet dan Kartu Pembiayaan Syariah menggunakan multi akad atau akad yang bertingkat. Secara teori akad bertingkat diartikan bahwa akad satu dengan yang lainnya berurutan sehingga tidak ada pelaksanaan akad secara berhimpitan dalam waktu yang sama.

Seperti pada Kartu Debet lebih menggunakan akad wakalah bil ujrah dan akad ijarah, di mana akad wakalah bil ujrah digunakan untuk mewakilkan pemegang kartu terhadap transaksi yang dilakukan. Dalam artian card holder sebagai wakil atas setiap pembayaran yang digunakan oleh pemegang kartu terhadap pembayaran barang dan jasa. Selain itu, dalam Kartu Debet menggunakan akad ijarah yaitu card issuer menerima jasa atas manfaat yang telah diberikannya kepada pemegang kartu.

Sedangkan pada Kartu Pembiayaan Syariah atau Kartu Kredit Syariah terdapat tiga akad yang menempel di dalamnya yaitu akad ijarah sebagai jasa yang diberikan card issuer atas ketersediaan pelayanan kartu tersebut, kedua akad qardh yaitu card issuer memberikan pinjaman kepada pemegang kartu untuk

(23)

23

membayar barang dan jasa, dan ketiga akad kafalah ialah pemberian jaminan oleh card issuer kepada merchant atas transaksi yang dilakukan oleh pemegang kartu.

Akad yang digunakan dalam Kartu Debet dan Kartu Kredit, antara satu akad dengan akad lainnya tidak menjadi satu melainkan secara substansi akadnya terpisahkan karena transaksi yang berbeda. Melainkan yang timbul adalah multi akad tersebut itu merupakan satu kesatuan dalam produk.

F. Penutup

Dalam kontek Indonesia ATM Bersama dan kartu debet belum ada fatwa yang membolehkan keduanya, sehingga untuk landasannya merujuk kepada Al- Quran, As-Sunnah dan kaidah Fiqh yang berkaitan dengan akad-akadnya.

Sedangkan pada Kartu Kredit (Syariah Card) telah dibolehkan dengan adanya fatwa DSN MUI No.54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah Card, pada tanggal 11 Oktober 2006.

Terkait akad-akad dalam penggunaan ATM Bersama, Kartu Debet dan Kartu Kredit dalam prakteknya maka dapat disimpulkan bahwa (a) ATM Bersama menggunakan akad ijarah, (b) Kartu Debet menggunakan akad wakalah bil ujrah dan akad ijarah, dan (c) Kartu Kredit Syariah (Syariah Card) menggunakan akad kafalah, akad qard dan akad ijarah. Pada Kartu Debet dan Kartu Kredit merupakan bagian dari hibryd contract yaitu dua akad (kontrak) atau lebih sekaligus.

Implementasinya di lapangan, akad yang terdapat pada Kartu Debet dan Kartu Kredit tidak dapat dijumpai bahwa pemegang kartu melakukan penandatanganan akad yang jelas. Dalam Kartu Debet secara faktual akad yang muncul ialah hanya terdapat pada akad simpanan dalam bentuk tabungan saja, sedangkan terhadap Kartu Debet-nya sendiri tidak dijumpai adanya akad antara card issuer dan pemegang kartu. Begitu juga pada Kartu Kredit Syariah, sebagai tambahannya ialah pemegang kartu hanya mengisi formilir aplikasi penerbitan kartu kredit syariah saja.

(24)

24 Daftar Pustaka

Agustianto, Hibryd Contract dalam Keuangan Syariah, http://www.agustiantocentre.com/?p=68, diakses pada tanggal 18 April 2012.

Al-Albani, M. Nashiruddin, 2005, Ringkasan Shahih Muslim: Kitab Jual Beli, diterjemahkan oleh Elly Lathifah, Jakarta: Gema Insani Press.

Al-Mushlih, Abdullah dan Shalah ash-Shawi, 2004, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Jakarta: Darul Haq, 2004.

Anshori, Abdul Ghofur, 2010, Pembentukan Bank Syariah Melalui Akuisisi dan Konversi (Pendekatan Hukum Positif dan Hukum Islam), Yogyakarta: UII Press.

Antonio, Muhammad Syafi`I, “Modal”, Majalah Islami Bulanan, Edisi No. 8, (1 Juni 2003).

Antonio, Muhammad Syafi’I, 2005, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta:

Gema Insani dan Tazkia Cendikia.

Ascarya, 2007, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Badwi, Ahmad Zaki, 1984, Mu’jam al-Musthalahat at-Tijariyah at-Ta’awuniyah Arab-Inggris-Perancis, Beirut: Dar an-Nahdhah al-Arabiyah.

Dewi, Gemala, 2007, Aspek-Aspek dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, Jakarta: Kencana.

Djumhana, Muhammad, 2003, Hukum Perbankan Di Indonesia, Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti.

Evans, David dan Richard Schmless, 2001, PayingWith Plastic: The Digital Revolution in Buying and Borrowing, New York: MIT Press, 2001).

Hardini, Isriani dan Giharto, 2007, Kamus Perbankan Syariah, Bandung: Marja.

Ibrahim, Johannes, 2010, Kartu Kredit, Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan, Bandung: Refika Aditama.

Karim, Adiwarman A., 2006, Bank Islam Analisis Fikih dan Keuangan, Jakarta:

Raja Grafindo Persada.

Kasmir, 2001, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: Rajawali Press.

(25)

25

Lambat, Pertumbuhan Kartu Kredit Syariah, Kamis, 16 September 2010.

http://www.kabarbisnis.com/read/2814639. Di akses pada tanggal 10 Mei 2011.

Marti, John dan Anthony Zeilinger, 1982, Micros and Money: New Technology in Banking and Shopping, London: Policy Studies Institute.

Matani, Arief Rachman, 2007, Link ATM Bank Syariah ke Bank Konvensional Perspektif Syariah (Studi Kasus Pada Bank Muamalah Indonesia Cabang Yogyakarta), Jurnal Ekonomi Islam La-Riba, Vol. I, No. 2, Desember 2007.

Nazir, Habib dan Muhammad Hasanuddin, 2004, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan Syariah, Bandung: Kafa Publishing.

Nur Farida Ahniar, Berapa Pengguna Kartu Kredit di Indonesia?, http://bisnis.vivanews.com/news/read/262391-berapa-pengguna-kartu- kredit-di-indonesia-, diakses pada tanggal 17 Desember 2011.

Pasaribu, Zufridah Erlimah, 2004, Tinjauan Yuridis Tentang Pengawasan Bank Indonesia Terhadap Bank Penerbit Kartu Kredit Sehubungan Dengan Perkembangan Produk dalam Layanan Jasa Kartu Kredit, Thesis, Jakarta:

Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Pujiono, Arif, 2005, “Islamic Credit Card (Suatu Kajian Terhadap Sistem Pembayaran Islam Kontemporer)”, Jurnal Dinamika Pembangunan, No. 1 Vol. 2, Juli, 2005.

Redaksi Republika, “DSN Desak BI Segera Izinkan Kartu Kredit Syariah: BI Khawatir Masyarakat Konsumtif, Republika, tanggal 15 Maret 2006.

Rivai, Veithzal, dkk, 2007, Bank and Financial Institution Management;

Conventional dan Sharia System, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Siregar, Pulo, 2010, Risiko Kartu Kredit; Solusi, BI Checking dan Mediasi Perbankan, Jakarta: Papas Sinar Sinanti.

Sulaiman, Abdul Wahab Ibrahim Abu, 2006, Banking Cards Syariah, Kartu Kredit dan Debit dalam Perspektif Fiqh, diterjemahkan oleh Aidil Novia, Jakarta: PT. RajaGrafindo.

Suma, Muhammad Amin, 2002, “Ekonomi Syariah Suatu Alternatif Sistem Ekonomi Konvensional”, Jurnal Hukum Bisnis, Agustus 2002.

Tim Penyusun IBI (Intitut Bankir Indonesia), 1999, Kamus Perbankan, Jakarta:

IBI.

(26)

26

Utomo, Laksanto, 2011, Aspek Hukum Kartu Kredit dan Perlindungan Konsumen, Bandung: Alumni.

Woelfel, Charles J., 1994, Encyclopedia of Banking and Finance Vol I, USA:

Probus Publishing Company.

Referensi

Dokumen terkait

ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014. PROVINSI :

SMAN 1 Unggul Baitussalam adalah salah satu sekolah yang menerapkan program kelas unggul dan non unggul (reguler). Pembelajaran di SMAN 1 Unggul Baitussalam terkesan jauh dari

Tujuan penulis adalah ingin memberikan pengetahuan seluas-luasnya tentang wayang kulit kepada masyarakat Indonesia, selain untuk melestarikan budaya wayang kulit Indonesia dalam

Dalam menuliskan kata serta kalimat, kita perlu memperhatikan dan menaati kovensi dalam penggunaan (huruf, tanda baca, serta kovensi tata tulis lainnya). Ini

Pada segmentasi, Cocoes menerapkan segmentasi demografis, tepatnya adalah usia, sedangkan untuk targeting, Cocoes menargetkan konsumen yang berusia 20-35 tahun, dan pada

Oleh karena itu dengan dibuatnya aplikasi untuk mengetahui sikap perilaku konsumen pada karakteristik produk dengan model angka ideal ini maka dapat membantu perusahaan

“Pengembalian aset adalah sistem penegakan hukum yang dilakukan oleh negara korban (victim state) tindak pidana korupsi untuk mencabut, merampas, menghilangkan hak atas aset hasil

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kualitas kegunaan yang paling baik yaitu website menyediakan interaksi yang jelas sedangkan yang paling buruk yaitu website