BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori
1. Tinjauan tentang Gadai a) Pengertian Gadai
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1150 mengatakan gadai merupakan suatu hak yang diperoleh seseorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau orang lain atas namanya, dan yang meberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang- orang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang-barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian, gadai adalah suatu hak yang diperoleh oleh Perusahaan Pergadaian atau suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh nasabah atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas pinjamannya, dan yang memberi wewenang kepada Perusahaan Pergadaian untuk mengambil pelunasan pinjaman dari barang itu dengan mendahului krediturkreditur lain, dengan pengecualian biaya untuk melelang atau menjual barang tersebut dan biaya untuk menyelamatkan barang tersebut yang dikeluarkan setelah barang itu diserahkan sebagai gadai, biaya-biaya mana yang harus didahului.
Unsur gadai yang diatur dalam Pasal 1150 Kitab Undang Undang Hukum Perdata sama dengan unsur gadai dalam POJK Usaha Pergadaian, yaitu: (Lastuti Abubakar & Tri Handayani. 2017:
87-88)
a. Penguasaan barang (bergerak) berada ditangan kreditor atau perusahaan Pergadaian;
b. Dalam hal nasabah tidak dapat membayar pinjamannya, perusahaan Pergadaian dapat mengambil pelunasan dari hasil lelang atau penjualan barang bergerak tersebut;
c. Perusahaan Pergadaian selaku kreditor mempunyai hak untuk didahulukan (droit de preference) dari kreditor lainnya.
Menurut Wiryono Prodjodikoro, gadai adalah sebagai suatu hak yang didapat oleh si berpituang atau orang lain atas namanya untuk menjamin pembayaran utang dan memberi hak kepada si berpiutang untuk dibayar lebih dahulu dari si berpiutang lain dari uang pendapatan penjualan barang itu. (Wiryono, 1986: 153 )
b) Ciri-ciri dan Sifat Gadai
Ciri-ciri gadai yang diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sebagaimana dikutip oleh Dermina Dalimunthe, adalah sebagai berikut: (Dermina, 2018: 53-54)
a. Benda yang menjadi objek gadai adalah benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud;
b. Benda gadai harus diserahkan oleh pemberi gadai kepada pemegang saham;
c. Perjanjian gadai merupakan perjanjian yang bersifat Accesoir yaitu adanya hak dari gadai sebagai hak kebendaan tergantung dari adanya perjanjian pokok misalnya perjanjian kredit.
d. Tujuan adanya benda jaminan adalah untuk memberikan jaminan bagi pemegang gadai bahwa di kemudian hari
piutangnya pasti dibayar.
e. Pelunasan tersebut didahulukan dari kreditur-kreditur lainnya.
f. Biaya-biaya lelang dan pemeliharan barang, jaminan di lunasi terlebih dahulu dari hasil lelang sebelum pelunasan piutang.
Berdasarkan KUH Perdata, sebagaimana dikutip oleh Dermina, sifat-sifat gadai adalah sebagai berikut: (Dermina, 2018: 54-55) a. Gadai adalah hak kebendaan
Gadai yang bersifat memberikan jaminan dalam rangka menjamin pelunasan utang tertentu. Dalam Pasal 1150 KUHPerdata tidak disebutkan sifat ini namun sifat kebendaan ini dapat diketahui dari Pasal 1152 ayat (3) KUHPerdata yang mengatakan bahwa “Pemegang gadai mempunyai revindikasi dari Pasal 1197 ayat (2) KUHPerdata apabila barang gadai hilang atau dicuri”. Revindikasi merupakan ciri khas dari hak kebendaan. Hak kebendaan dari hak gadai bukanlah hak untuk menikmati suatu benda seperti hak pakai dan sebagainya, benda gadai harus diserahkan kepada kreditor tetapi tidak untuk dinikmati, melainkan untuk menjamin piutangnya dengan mengambil penggantian dari benda tersebut guna melunasi piutangnya;
b. Hak gadai bersifat accesoir
Gadai merupakan perjanjian tambahan pada perjanjian pokok atau pendahuluan tertentu, seperti perjanjian pinjam meminjam uang, utang piutang, atau perjanjian kredit. Dalam hal ini gadai hanya akan lahir bilamana sebelumnya telah terdapat perjanjian pokok. Dapat dikatakan bahwa seseorang akan memiliki hak gadai apabila ia mempunyai piutang, dan tidak mungkin dapat memiliki hak gadai yang merupakan hak tambahan atau accesoir apabila tidak adanya piutang yang merupakan perjanjian pokok;
c. Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi
Gadai bersifat tidak dapat dipisah-pisah atau dibagi-bagi, gadai membebani secara utuh objek kebendaan atau barang-barang yang digadaikan dari setiap bagian daripadanya, apabila telah dilunasi sebagian dari utang yang dijamin, maka hal ini tidak berarti terbebasnya sebagian kebendaan atau barang-barang digadaikan dari beban hak gadai, hak gadai itu tetap membebani seluruh objek kebendaan maupun barang-barang yang digadaikan untuk sisa utang yang belum dilunasi. Dalam Pasal 1160 KUHPerdata disebutkan bahwa “Tak dapatnya hak gadai dan bagi-bagi dalam hak kreditor, atau debitor meninggal dunia dengan meninggalkan beberapa ahli waris”;
d. Hak gadai adalah hak yang didahulukan
Ketentuan didahulukannya hak gadai terdapat dalam Pasal 1133 dan 1150 KUHPerdata. Karena piutang dengan hak gadai mempunyai hak untuk didahulukan daripada piutang lainnya maka pemegang gadai mempunyai hak mendahului (droit de preference). Kreditor pemegang gadai termasuk dalam kreditor separatis yang tidak terpengaruh oleh adanya kepailitan debitor.
e. Hak gadai adalah hak yang kuat dan mudah penyitaannya.
Hak gadai adalah hak kuat dan mudah penyitaannya. Menurut Pasal 1134 ayat (2) KUHPerdata menyatakan bahwa “Hak gadai dan hipotik lebih diutamakan daripada privilenge, kecuali jika undang-undang menentukan sebaliknya”. Berdasarkan Pasal tersebut maka dapat diketahui bahwa hak gadai mempunyai kedudukan yang kuat.
c) Objek Gadai
Gadai terjadi dengan adanya penyerahan benda gadai kepada kreditur sebagai pemegang gadai. Dan benda jaminan berada dalam kekuasaan pemegang gadai. Jika benda jaminan telah keluar dari kekuasaan kreditur, maka secara tidak langsung hutang debitur lunas.
(Dermina, 2018: 58)
Jaminan dapat diartikan sebagai benda atau barang bergerak yang dimiliki debitor atau pemberi gadai baik benda atau barang tersebut telah ada ataupun yang aka nada, menjadi jaminan dalam perikatan atau perjanjian dari debitor atau pemberi gadai tersebut.
Pengertian tersebut memberi makna bahwa orang yang memiliki utang harus bertanggung jawab atas utangnya tersebut.
Benda yang dijaminkan dalam pegadaian adalah benda yang bersifat memberikan jaminan dan dapat menjamin bahwa pembayaran utang dari uang yang dipinjamkan tersebut akan kembali. (Putu Dinanda Prajna Putri & I Made Sarjana, 2020 : 175)
Jaminan yang digunakan dalam gadai yaitu seluruh barang bergerak, yang terdiri dari: (Dermina, 2018: 59)
a. Benda bergerak berwujud, yaitu benda yang dapat dipindahkan, Misalnya: televisi, emas, dan lainnya.
b. Benda bergerak yang tidak berwujud. Misalnya: piutang atas bawa, piutang atas tunjuk, hak memungut hasil atas benda dan atas piutang.
2. Tinjauan tentang Perusahaan Pergadaian a) Pengertian perusahaan pergadaian
Perusahaan Pergadaian merupakan lembaga keuangan khusus yaitu lembaga atau perusahan yang dibentuk dan didirikan untuk melaksanakan tugas dan fungsi yang bersifat khusus, yang umumnya berkaitan dengan upaya mendukung program Pemerintah bagi kesejahteran rakyat.
(http://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/Pages/Lembaga-Jasa-Keuangan- Khusus.aspx diakses pada 17 November 2020 pukul 6.15)
Berdasarkan Ketentuan Pasal 1 angka 1 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31 tahun 2016 tentang Usaha Pergadaian, Usaha Pergadaian adalah segala usaha menyangkut pemberian pinjaman dengan jaminan barang bergerak, jasa titipan, jasa taksiran, dan/atau jasa lainnya, termasuk yang diselenggarakan berdasarkan prinsip syariah.
b) Jenis jenis perusahaan pergadaian
Perusahaan pergadaian dibagi menjadi dua yaitu perusahaan pergadaian yang dikelola oleh swasta dan perusahaan pergadaian yang dikelola oleh pemerintah yang diatur dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. Penjelasan lebih lanjut mengenai perusahaan pergadaian berdasarkan ketentuan Pasal 1 POJK Usaha Pergadain adalah sebagai berikut: a) Perusahaan Pergadaian Swasta adalah badan hukum yang melakukan Usaha Pergadaian. b) Perusahaan Pergadain Pemerintah adalah PT Pegadaian (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Staatsblad Tahun 1928 Nomor 81 tentang Pandhuis Regleement dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2011 tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Umum (Perum) Pergadaian menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). Bentuk badan hukum Perusahaan Pergadaian dapat berupa perseroan terbatas maupun koperasi.
c) Kegiatan usaha perusahaan pergadaian
Perusahaan Pergadaian merupakan lembaga keuangan yang memiliki kegiatan usaha utama sebagai berikut:
(http://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/Pages/Lembaga-JasaKeuangan- Khusus.aspx diakses pada 17 November 2020 pukul 6.15)
a. Penyaluran uang pinjaman dengan jaminan berdasarkan hukum gadai;
b. Penyaluran uang pinjaman dengan jaminan berdasarkan fidusia;
c. Pelayanan jasa titipan barang berharga; dan/atau d. Pelayanan jasa taksiran.
Selain melakukan kegiatan usaha utama, Perusahaan Pergadaian dapat melakukan kegiatan usaha lainnya, yaitu:
a. Kegiatan lain yang tidak terkait Usaha Pergadaian yang memberikan pendapatan berdasarkan komisi (fee based income) sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan di bidang jasa keuangan, dan/atau
b. Kegiatan usaha lain dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
3. Tinjauan tentang Online
Online adalah suatu sistem yang menggunakan fasilitas jaringan internet untuk mengaksesnya. (Putu Dinanda Prajna Putri dan Made Sarjana, 2020 : 173) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Informasi dan Transaksi Eektronik (UU ITE) mengatur mengenai data informasi elektronik yang memiliki arti bahwa suatu perbuatan khususnya perbuatan hukum yang menggunakan teknologi seperti komputer sebagai medianya.
Selain itu, pengaturan mengenai sistem ataupun transaksi elektronik terdapat dalam “Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik”. Dalam peraturan
tersebut seseorang atau badan usaha yang melakukan penawaran produk dengan mempergunakan fasilitas internet atau sistem online diwajibkan memberikan informasi mengenai produknya secara benar dan lengkap.
(Putu Dinanda Prajna Putri dan Made Sarjana, 2020 : 176) 4. Tinjauan tentang Pengawasan
Pengawasan menurut Prajudi Atmosudirdjo (1983: 81), diartikan sebagai proses kegiatan-kegiatan yang membandingkan apa yang dijalankan, dilaksanakan atau diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki, direncanakan atau diperintahkan. Menurut Sujamto, sebagaimana dikutip oleh suriansyah Murhaini, pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau kegiatan, apakah sesuai dengan semestinya atau tidak. (Suriansyah Murhaini, 2014: 4)
Stephen Robein mendefinisikan pengawasan sebagai The process of monitoring activities to ensure they are being accomplished as planned and correcting any significant devisions. Secara bebas maknanya adalah bahwa pengawasan merupakan suatu proses pengamatan terhadap suatu pekerjaan, untuk menjamin pekerjaan tersebut sesuai dengan yang direncanakan. Di dalamnya terdapat pengoreksian beberapa pemikiran yang saling berhubungan. (W. Riawan Tjandra, 2009: 131)
Mc. Ferland mengartikan pengawasan sebagai suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan atau keijakan yang telah ditentukan. (Soewarno. H, 2004: 74)
Prayudi, sebagaimana dikutip oleh Ni’matul Huda, menyatakan bahwa pengawasan dapat bersifat:
1) Politik, bila yang menjadi sasaran adalah efektifitas dan/atau legitimasi.
2) Yuridis/hukum, bilamana yang menjadi ukuran merupakan penegak hukum.
3) Ekonomi, bilamana yang menjadi ukuran adalah efektifitas.
4) Moril dam Susila, bilamana yang menjadi sasaran ukuran adalah muralitas.
Menurut Sarwoto, pengawasan terbagi atas dua diantaranya sebagai berikut: (Sarwoto, 2001: 101)
1) Pengawasan langsung yaitu pengawasan yang dilakukan secara pribadi oleh pimpinan atau pengawasan dengan mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek sendiri secara on the spoti tempat pekerjaan, dan menerima laporan-laporan secara langsung dari pengawasan.
Pengawasan ini dpat berbentuk:
a) Inspeksi langsung, yaitu pengawasan yang dilakukan secara langsung oleh atasan terhadap bawahan pada saat kegiatan dilakukan;
b) Obsevasi ditempat, yaitu pengawasan yang dilakukan atasan terhadap bawahan sebelum kegiatan dilakukan;
c) Laporan ditempat. Yaitu laporan yang disampaikan bawahan secara langsung pada saat atasan mengadakan inspeksi langsung saat kegiatan dilaksanakan.
2) Pengawasan yang tidak langsung berupa pengawasan yang dilakukan tanpa mendatangi tempat pelaksanaan pekerjaan atau obyek yang diawasi atau penagwasan yang dilakukan dari jarak jauh yaitu dari belakang meja. Dokumen yang diperkukan dalam pengawasan tidak langsung antara lain:
a) Laporan pelaksanaan pekerjaan baik laporan berkala maupun laporan insidentiil;
b) Laporan hasil pemeriksaan (LHP) dari pengawasan lain;
c) Surat-surat pengaduan;
d) Berita atau artikel di media masaserta dokumen lain yang terkait.
Maksud dan tujuan pengawasan menurut Handayaningrat adalah: (Sopi, 2013: 17)
1. Untuk mencegah dan memperbaiki penyimpangan, kesalahan, dan ketidaksesuaian penyelenggarakan serta lain-lain yang tidak sesuai dengan tugas dan wewenang yang ditentukan.
2. Agar hasil pelaksanaan pekerjaan diperoleh secara berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Penjelasan Kerangka Pemikiran :
Kerangka pemikiran tersebut menjelaskan alur penulis dalam menganalisis dan meneliti permasalahan yang akan diangkat dalam Penulisan Hukum (Skripsi) ini. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian menjadi landasan hukum bagi perusahaan pergadaian swasta di Indonesia, Banyak perusahaan gadai swasta yang muncul di masyarakat, diantaranya sudah ada yang menggunakan layanan gadai online dalam operasionalnya. Adanya layanan gadai online di masyarakat perlu diimbangi dengan pengaturan dan pengawasan yang memadai. Oleh karena itu penulis ingin mengetahui terkait pengaturan serta pengawasan layanan gadai online pada perusahaan pergadaian swasta di Indonesia.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 tentang
Usaha Pergadaian
Perusahaan Pergadaian Swasta
Layanan Gadai Online
Pengaturan layanan gadai online pada perusahaan pergadaian
swasta di Indonesia
Pengawasan layanan gadai online pada perusahaan pergadaian swasta di Indonesia Pergadaian di Indonesia