• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN: SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS: Studi Eksperimen di Kelas XI SMAN 1 Dukupuntang Kabupaten Cirebon.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN: SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS: Studi Eksperimen di Kelas XI SMAN 1 Dukupuntang Kabupaten Cirebon."

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN

SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT TERHADAP

KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

(Studi Eksperimen di Kelas XI SMAN 1 Dukupuntang Kabupaten Cirebon)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari

Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Geografi

Oleh :

YUDI AGUS FAUZIANSYAH

1101167

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG

(2)

==========================================================

Pengaruh Model Pembelajaran

Sains Teknologi Masyarakat Terhadap Keterampilan

Berpikir Kritis

(

Studi Eksperimen Di Kelas XI SMAN 1 Dukupuntang)

Oleh

Yudi Agus Fauziansyah

S.Pd UPI Bandung, 2008

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Geografi SPS

© Yudi Agus Fauziansyah 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2013

(3)

HALAMAN PENGESAHAN TESIS

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT TERHADAP

KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

(Studi Eksperimen di Kelas XI SMAN 1 Dukupuntang Kabupaten Cirebon)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH :

Penguji I Penguji II

Prof.Dr.Darsiharjo, M.S. Prof.Dr. Wanjat Kastolani, M.Pd. NIP. 19620921 198603 1 05 NIP 19620512 198703 1 002

Pembimbing I Pembimbing II

Prof.Dr.Hj. Enok Maryani, M.S. Dr.Epon Ningrum,M.Pd

NIP 19600121 198503 2 001 NIP. 19620304 198704 2 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Geografi SPs UPI Bandung

(4)
(5)

i Abstrak

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN

SAINS TEKNOLOGI MASYARAKAT TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

(Studi Eksperimen di Kelas XI SMAN 1 Dukupuntang Kabupaten Cirebon)

Oleh :

Yudi Agus Fauziansyah

Pembimbing I : Prof. Dr. Enok Maryani, MS Pembimbing II : Dr. Epon Ningrum, M.Pd

Penelitian ini dilatarbelakangi pentingnya keterampilan berpikir kritis untuk peserta didik. Salah satu model yang dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis adalah model pembelajaran STM. Untuk itu peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran STM dengan karakteristik penekanan pada keterampilan proses dalam memecahkan masalah sehingga dapat melatih keterampilan berpikir kritis. Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran STM terhadap keterampilan berpikir kritis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan desain non

equivalent pre test post test design. Subyek pada penelitian ini terdiri dari

kelompok eksperimen yang menggunakan model pembelajaran STM dan kelompok kontrol yang menggunakan metode diskusi. Instrumen penelitian menggunakan tes, observasi, dan lembar tugas. Analisis data menggunakan statistik, yaitu uji normalitas, uji homogenitas dan uji hipotesis menggunakan bantuan program SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis siswa antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai gain, nilai sub indikator, dan uji hipotesis yang menunjukkan kelompok eksperimen lebih baik dibandingkan kelompok kontrol. Kendala dilapangan diantaranya keterbatasan waktu penelitian, penguasaan langkah-langkah model pembelajaran, dan sarana prasarana sebagai penunjang pembelajaran. Dengan demikian, maka terdapat pengaruh model pembelajaran STM terhadap keterampilan berpikir kritis siswa. Rekomendasi dalam penelitian ini adalah agar guru dapat mencoba menggunakan model pembelajaran STM pada materi pelajaran yang lain dengan lebih memotivasi siswa dan penggunaan waktu yang efisien.

(6)

Abstract

THE INFLUENCE OF LEARNING MODEL SCIENCE TECHNOLOGY SOCIETY FOR

CRITICAL THINKING SKILLS

(Experimental Study in Class XI of SMAN 1 Dukupuntang Cirebon)

by:

Yudi Agus Fauziansyah

Supervisor I: Prof. Dr. Enok Maryani, MS Supervisor II: Dr. Epon Ningrum, M.Pd

This research was based on the importance of critical thinking skills for learner. One of models which can develop critical thinking skills are learning model STS. For that, the researcher tried to apply the learning models STS with characteristic emphasis on process skills in problem solving so can training the critical thinking skills. So that, the research aimed to determine the effect of the learning model STS critical thinking skills. The research method in this research are experimental method and use non equivalent pre test post test design. The subject in this research is consist of experimental group who using learning model STS and control group is using discussion method. Instrumental research are using test, observation, and assignment sheet. Statistical used in this reasearch and use normality test, homogeneity test, and hyphothesis test using SPSS programme. The results showed that there are any differences in students' critical thinking skills between the experimental group with the control group. This is shown by the value of the gain, the value of sub indicators, and the test of hypothesis that the experimental group showed better than the control group. Constraints such as limited time in the field of research are mastery learning model measures, and infrastructure to support learning. So that, there is any effect for the influence of learning model STS for critical thinking skills. Recommendations in this research are for the teacher can try use learning model STS for another subject matter with better motivate for their students and more efficiently when using this method.

(7)
(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

SURAT PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Definisi Operasional ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran ... 12

B. Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat ... 15

1. Pengertian Model STM ... ... 15

2. Karakteristik Model STM ... 18

3. Langkah- langkah Model STM ... .... 19

4. Keunggulan dan Kelemahan Model STM ... 23

C. Metode Diskusi ... 24

D. Berpikir Kritis ... 28

(9)

ii

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian ... 36

B. Metode Penelitian ... 36

C. Subyek Penelitian ... 37

D. Definisi Operasional ... 38

E. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 41

1. Validasi Instrumen ... 41

2. Teknik Analisis Data ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 48

1. Lokasi Penelitian ... 48

2. Data Hasil Penelitian ... 51

a. Data Hasil Test ... 52

1) Data Pre test-Post test Kelompok Eksperimen ... 52

2) Data Pre test-Post test Kelompok Kontrol ... 56

3) Data Post test Kedua Kelompok ... 60

b. Keterampilan Berpikir Kritis ... 62

1) Keterampilan Berpikir Kritis Kelompok Eksperimen ... 62

2) Keterampilan Berpikir Kritis Kelompok Kontrol ... 68

B. Analisis Data ... 75

1. Uji Normalitas ... 75

a. Uji Normalitas Kelompok Eksperimen ... 75

b. Uji Normalitas Kelompok Kontrol ... 76

2. Uji Homogenitas ... 77

3. Uji Hipotesis ... 78

a. Uji Hipotesis 1 ... 78

b. Uji Hipotesis 2 ... 79

(10)

d. Uji Hipotesis 4 ... 81

C. Pembahasan ... 82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 93

B. Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 95

LAMPIRAN ... 99

(11)

iv

DAFTAR TABEL

No Halaman

Tabel 3.1 Perbedaan Nilai KKM Kelas XI SMAN 1 Dukupuntang ... 37

Tabel 3.2 Indikator dan Sub Indikator Berpikir Kritis ... 40

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas ... 42

Table 3.4 Hasil Uji Reliabilitas ... 44

Table 3.5 Daya Pembeda Instrumen ... 45

Table 3.6 Tingkat Kesukaran ... 46

Table 4.1 Jumlah Tenaga Pendidik ... 49

Table 4.2 Jumlah Kelas dan Peserta Didik ... 50

Table 4.3 Data Hasil Tes Kelompok Eksperimen ... 52

Table 4.4 Data Hasil Tes Kelompok Kontrol ... 56

Table 4.5 Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis Kelompok Eksperimen .... 64

Tabel 4.6 Skor Keterampilan Berpikir Kritis Kelompok Eksperimen ... 66

Tabel 4.7 Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis Kelompok Kontrol ... 70

Tabel 4.8 Skor Keterampilan Berpikir Kritis Kelompok Kontrol ... 73

Table 4.9 Hasil Uji Normalitas Kelompok Eksperimen ... 75

Table 4.10 Hasil Uji Normalitas Kelompok Kontrol ... 76

Table 4.11 Hasil Uji Homogenitas Pre Test Dan Post Test ... 77

Table 4.12 Hasil Uji Homogenitas Keterampilan Berpikir Kritis ... 78

Table 4.13 Hasil Uji Perbedaan Pre test dan Post test Kelompok Eksperimen .. 79

Table 4.14 Hasil Uji Perbedaan Pre test dan Post test Kelompok Kontrol ... 80

Tabel 4.15 Hasil Uji Perbedaan Post Test Kedua Kelompok ... 81

(12)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

Gambar 2.1 Bagan Tahapan Model Pembelajaran STM ... 20

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pemikiran ... 34

Gambar 4.1 Grafik Perbedaan Prosentase Kenaikan Tes Kelompok

Eksperimen ... 55

Gambar 4.2 Grafik Perbedaan Prosentase Kenaikan Tes Kelompok Kontrol ... 59

Gambar 4.3 Grafik Perbedaan Post Test Kedua Kelompok ... 60

Gambar 4.4 Grafik Perbedaan Nilai Gain Kedua Kelompok ... 61

Gambar 4.5 Grafik Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis Kelompok

Eksperimen ... 65

Gambar 4.6 Grafik Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis Kelompok

Kontrol ... 72

(13)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

No Lampiran Halaman

1 Silabus Pembelajaran ... 99

2 Kisi – kisi Instrumen Penelitian ... 101

3 Kisi – kisi Pre test dan Post test ... 104

4 Kisi – kisi Instrumen Keterampilan Berpikir Kritis ... 114

5 Soal Pre dan Post Test ... 119

6 Perangkat Pembelajaran Pertemuan Pertama ... 125

7 Perangkat Pembelajaran Pertemuan Kedua ... 141

8 Perangkat Pembelajaran Pertemua Ketiga ... 157

9 Format Observasi ... 173

10 Skor Uji Coba Instrumen ... 176

11 Uji Coba Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran ... 177

12 Analisis Validitas dan Reliabilitas ... 179

13 Hasil Pre dan Post Kelompok Eksperimen ... 182

14 Hasil Pre dan Post Kelompok Kontrol ... 183

15 Skor Keterampilan Berpikir Kritis ... 184

16 Daftar Nama Pembagian Tugas Kelompok ... 185

17 Perhitungan Uji Normalitas ... 187

18 Perhitungan Uji Homogenitas ... 193

19 Perhitungan Uji Hipotesis ... 195

20 Foto – Foto Penelitian ... 199

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini kemajuan dalam bidang teknologi berlangsung amat pesat

dan tidak terlepas oleh perkembangan dalam bidang sains. Proses

perkembangan sains yang telah dilakukan oleh para ilmuwan, membawa

dampak positif bagi perkembangan teknologi dengan diciptakannya alat

peralatan. Produk teknologi ini pada gilirannya juga membawa kemajuan

dalam bidang sains.

Perkembangan teknologi bertujuan untuk mempermudah segala kegiatan

yang dilakukan oleh manusia. Dengan adanya peralatan komunikasi yang

makin canggih atau modern, manusia berhubungan dengan mudah melalui

telepon. Di dalam rumah tangga, produk teknologi juga merupakan bagian

dari kehidupan. Televisi, radio, Air Conditioner, meja makan, kursi, lampu

listrik dan lain lain adalah hasil kegiatan orang yang dimaksudkan untuk

mempermudah manusia dalam melaksanakan tugas atau kewajiban

sehari-hari. Poedjiadi (2005:61) bahwa “pengertian teknologi melibatkan proses dan

produknya yang bertujuan meningkatkan efisiensi pelaksanaan kegiatan

manusia”

Penggunaan produk teknologi memerlukan kesiapan masyarakat

penggunanya. Apabila kurang siap, kegunaan atau manfaat produk teknologi

tersebut menjadi kurang optimal. Kesiapan yang harus dimiliki oleh

pengguna adalah pengetahuan tentang produk tersebut dan mental untuk tidak

menyalahgunakan produk teknologi sehingga berdampak merugikan orang

atau masyarakat. Jika dikaitkan dengan kesiapan masyarakat, maka sains

merupakan komponen yang dapat membantu meningkatkan kesiapan

pengetahuan masyarakat tentang produk teknologi. Salah satu jalur yang tepat

(15)

2

meningkatkan pemahaman tentang gejala alam dalam kehidupan sehari – hari

mereka.

Pendidikan diharapkan mendidik sumberdaya manusia berkualitas yang

mampu menggunakan teknologi tepat guna untuk mengelola alam secara

bijak dan berbudi pekerti luhur. Hal ini sesuai dengan Tujuan Pendidikan

Nasional yang diamanatkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan

Nasional Nomor 20 Tahun 2003 yang berbunyi:

Tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Salah satu langkah strategis yang perlu diambil oleh guru untuk dapat

menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas adalah dengan

menggunakan beberapa metode dan pendekatan. Pendekatan yang perlu

digunakan guru adalah pendekatan yang memungkinkan peserta didik

berperan secara aktif dalam pembelajaran. Dalam proses pembelajaran di

sekolah, guru diharapkan tidak hanya menekankan kepada akumulasi

pengetahuan materi pelajaran, tetapi yang diutamakan adalah kemampuan

peserta didik untuk memperoleh pengetahuannya sendiri (Sanjaya, 2010:107).

Menurut Piaget (Sidharta, 2007:28), “siswa tidak menerima pengetahuan

secara pasif, tetapi mengkonstruk pengetahuan itu melalui aktivitas tertentu.”

Teori belajar yang memandang pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi

diri kita sendiri dikenal dengan konstruktivisme. Teori ini memandang

perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara aktif

membangun system makna dan pemahaman realitas melalui

pengalaman-pengalaman dan interaksi mereka (Trianto, 2011:29).

Menurut Glasersfeld (Komalasari, 2010:15) bahwa dalam proses

konstruksi itu diperlukan kemampuan sebagai berikut: 1). Kemampuan

mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, 2). Kemampuan

(16)

3

menyukai pengalaman yang satu daripada yang lain. Menurut Suparno

(1997:21) bahwa “pengetahuan dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang

yang membentuk pengetahuan apabila konsepsi itu berhadapan dengan

pengalaman seseorang”. Berdasarkan pendapat tersebut, maka konstruktivisme memandang pengetahuan didapat melalui proses pengamatan

dan pengalaman, siswa didorong mampu untuk mengkonstruksi pengetahuan

sendiri melalui pengalaman nyata sebab belajar lebih dari sekedar proses

menghafal dan menumpuk ilmu pengetahuan, tetapi bagaimana pengetahuan

yang diperolehnya bermakna untuk dirinya.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka guru perlu memotivasi siswa

menggunakan teknik-teknik yang kritis untuk mengaplikasikan

konsep-konsep yang bermakna bagi dirinya. Poedijadi (2005:72), “pandangan ini

dinamakan konstruktivisme kritis dan dalam proses pembelajaran perlu

dikembangkan sejak usia dini dalam rangka meningkatkan kualitas

sumberdaya manusia, disamping pemahaman ilmu dalam bidang bidang

tertentu, perlu dilatihkan penalaran-penalaran, berpikir kritis,

mengidentifikasi masalah dan menyelesaikan masalah”.

Pada dasarnya konstruktivisme kritis dilandasi oleh keterampilan berpikir

kritis. Adapun mengenai pengertian berpikir kritis, Ennis (1985)

mendefinisikan “berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan

pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan”.

Swartz dan Perkins (Hassoubah, 2007:86) mengatakan bahwa “berpikir kritis

berarti bertujuan untuk mencapai penilaian yang kitis terhadap apa yang akan

kita terima atau apa yang akan kita lakukan dengan alasan yang logis”. Ciri

peserta didik yang berpikir kritis diantaranya berusaha mengetahui informasi

dengan baik dan mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila

memungkinkan. Sebab menurut Sanjaya (2010:196) bahwa “proses berpikir

itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa”.

(17)

4

harus mampu melewati rintangan dan tantangan. Proses pembelajaran harus

diarahkan agar peserta didik mampu mengatasi setiap masalah. Makna belajar

bukan hanya mendorong anak agar mampu menguasai pelajaran, tetapi

bagaimana agar mampu menghadapi rintangan yang muncul sesuai dengan

pola kehidupan masyarakat, contohnya perkembangan teknologi. Peserta

didik diharapkan tidak hanya mampu menggunakan teknologi, tetapi peserta

didik juga harus berpikir agar jangan sampai teknologi menguasai hidupnya.

Untuk mencapai hal tersebut maka guru perlu menggunakan

pembelajaran berpikir, sebab pembelajaran berpikir memandang bahwa

mengajar adalah bukan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa,

melainkan suatu aktivitas yang memungkinkan siswa dapat membangun

sendiri pengetahuannya. Battencourt (Abdulkarim, 2008:12) bahwa

“mengajar dalam berpikir adalah berpartisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis

dan mengadakan justifikasi”. Berpikir dalam pengajaran menurut Winocour

(Sidharta, 2007:28) dikembangkan dengan asumsi bahwa “umumnya anak

dapat mencapai tingkat berpikir tinggi, berpikir dapat diajarkan, dapat

dipelajari, sebagai dasar dalam proses belajar dan merupakan suatu hal yang

penting dalam menghadapi masalah sosial”. Pandangan umum yang masih

banyak dianut oleh guru sekarang adalah bahwa dalam proses belajar

mengajar, pengetahuan diberikan oleh guru dan diterima siswa. Dalam setiap

proses pembelajaran, siswa lebih banyak didorong untuk menguasai sejumlah

materi pelajaran. Sebagian pembelajaran masih terkesan berpusat pada guru

(teacher oriented) yang menganggap guru adalah satu-satunya sumber

informasi, dan siswa hanya akan menerima apa yang akan diberikan oleh

guru. Salah satu metode yang paling banyak digunakan oleh guru adalah

metode ceramah sebab menurut Sumaatmadja (1997:73), “metode ceramah

adalah metode dasar yang sukar untuk ditinggalkan”.

(18)

5

menerima dan mengikuti apa yang disajikan”. Keberhasilan dalam belajar

diukur dari sejumlah pengetahuan siswa yang dapat ditunjukkan dari

kemampuan mengungkapkan pengetahuan yang diinginkan oleh guru. Jika

tidak sesuai, maka siswa dianggap tidak belajar. Hal ini berakibat guru

berusaha sangat aktif dalam menyampaikan informasi dan siswa hanya

mendengar dan mencatat.

Djamarah (2006:97) mengungkapkan bahwa “metode ceramah adalah

metode yang boleh dikatakan tradisional karena sejak dulu metode ini telah

digunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam

proses pembelajaran”. Tetapi metode ceramah memiliki kelemahan yaitu tidak dapat memberikan kesempatan untuk berdiskusi memecahkan masalah

sehingga proses menyerap pengetahuan kurang tajam (Hardini, 2012:15).

Kegiatan memecahkan suatu masalah tidak dapat dilepaskan dari kegiatan

berpikir, sehingga dapat dikatakan bahwa metode ceramah kurang melatih

siswa dalam keterampilan berpikir.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti di SMAN 1

Dukupuntang, siswa jarang bertanya kepada guru dan hanya sesekali

menjawab pertanyaan dari guru ketika dilakukan kegiatan belajar mengajar.

Hal ini menunjukan kurang aktifnya siswa untuk mencari dan menanggapi

informasi, sehingga dapat dikatakan siswa kurang memiliki keterampilan

berpikir kritis. Ketika guru selesai memberikan materi pelajaran, siswa

seringkali sulit untuk membuat kesimpulan tentang apa yang mereka

dapatkan pada hari itu, selain itu juga cenderung menerima semua yang

diberikan oleh guru tanpa berpikir untuk merefleksikan kembali apa yang

mereka terima.

Sarana dan prasarana yang ada di SMAN 1 Dukupuntang juga

mengalami keterbatasan, contohnya komputer dengan jaringan internet

sebagai sumber belajar. Ketidak adaan fasilitas tersebut menyebabkan siswa

(19)

6

lebih sering menggunakan metode ceramah. Metode ceramah merupakan

metode dasar yang sukar untuk ditinggalkan dan cenderung dipilih guru

karena dianggap lebih mudah dan efisien. Seharusnya seorang guru harus

mampu menerapkan metode ceramah bervariasi atau multimetode, penerapan

metode ceramah harus diperkaya oleh penerapan metode lain yang lebih

mendorong keaktifan siswa. Diperkayanya metode ceramah dengan metode

lain dapat menghindarkan kejemuan dan kebosanan anak didik mengikuti

ceramah (Sumaatmadja, 1997:73). Berdasarkan pendapat tersebut, maka guru

harus mampu menggunakan berbagai pendekatan dalam kegiatan

pembelajaran. Guru perlu mengembangkan kegiatan pembelajaran yang

mampu meningkatkan keterampilan berpikir kritis.

Menurut Sanjaya (2010:227) bahwa “pengalaman sosial merupakan dasar

pengembangan kemampuan berpikir”. Hal tersebut berarti pengembangan

gagasan dan ide-ide didasarkan kepada pengalaman sosial anak dalam

kehidupan sehari hari, diantaranya dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga

guru perlu menerapkan kegiatan belajar mengajar yang dihadapkan pada

kondisi relevan permasalahan sosial dan kehidupan masyarakat untuk

menumbuhkan keterampilan berpikir kritis.

Poedjiadi (2005:99) menyatakan bahwa “salah satu pendekatan yang

dapat digunakan untuk melaksanakan pembelajaran dalam konteks

masyarakat adalah pendekatan sains teknologi masyarakat (STM)”. Istilah

STM diterjemahkan dari bahasa Inggris "Science Technology and Society"

yang pada awalnya dikemukakan oleh John Ziman pada tahun 1980.

Pembelajaran STM berarti menggunakan sains dan teknologi dalam

kegiatan pembelajaran dalam konteks masyarakat melalui teknologi sebagai

penghubung yang tampak nyata bagi peserta didik. Pendekatan STM

merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat memberikan

harapan untuk menciptakan manusia yang berkualitas dan peka terhadap

(20)

7

Pendekatan STM ini pada mulanya hanya merupakan pendekatan dalam

pembelajaran Sains (IPA), tetapi dipandang penting pula digunakan sebagai

pendekatan dalam ilmu social. Pendekatan STM dalam ilmu sosial berbeda

tujuan dengan pendekatan STM dalam pembelajaran Sains. Menurut

Poedjiadi (2005:106), tujuan Pendekatan STM dalam ilmu social adalah :

Siswa dilatih untuk dapat menilai dampak positif maupun negatif produk teknologi, bagaimana pengaruhnya terhadap masyarakat dan lingkungan alam, sehingga ia dapat mengambil keputusan secara bijak apabila menghadapi masalah di lingkungannya.

Untuk itu dalam pembelajaran ilmu sosial, guru dapat membuat peserta

didik menjadi warga negara yang baik, tanggap terhadap perkembangan

teknologi dan dapat menilai secara kritis dampak positif dan negative

kemajuan teknologi, sehingga dapat mengembangkan kemampuan peserta

didik menanggapi, menilai, menyadari dan mengambil kesimpulan serta

langkah-langkah yang bertanggung jawab sebagai warga negara dan

masyarakat yang baik.

Poedjiadi (2005:126) menyatakan “saat ini pendekatan STM telah dapat

disebut sebagai model pembelajaran sains teknologi masyarakat”. Hal ini

berdasarkan analisis terhadap penelitian-penelitian yang telah dilakukan,

yaitu tampak adanya pola tertentu dari langkah-langkah yang dilakukan

dalam proses pembelajaran. Menurut Komalasari (2010:57), “dalam model

pembelajaran tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas

oleh guru”.

Model Pembelajaran STM mempunyai tujuan menghasilkan peserta didik

yang mempunyai bekal cukup pengetahuan sehingga mampu mengambil

keputusan penting dalam masyarakat. Hal ini diungkapkan Nurjanah (2010:9)

bahwa “tujuan utama STM ini adalah untuk menghasilkan lulusan yang

cukup mempunyai bekal ilmu pengetahuan sehingga mampu mengambil

keputusan penting tentang masalah dalam masyarakat dan sekaligus dapat

(21)

8

kritis, adapun keterampilan berpikir kritis menurut Ennis dan Norris (1985)

adalah mengklarifikasi isu dengan mengajukan pertanyaan kritis,

mengumpulkan informasi tentang isu, mulai bernalar melalui sudut pandang,

mengumpulkan informasi dan melakukan analisis lebih lanjut, dan membuat

serta mengkomunikasikan keputusan.

Dengan demikian pembelajaran menggunakan model sains teknologi

masyarakat dapat mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan

psikomotor yang secara utuh dibentuk didalam diri individu sebagai peserta

didik, dengan harapan agar dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Yager (Fajar, 2004:25) mengemukakan bahwa salah satu karakteristik

model STM adalah penekanan pada keterampilan proses dimana peserta didik

dapat menggunakan dalam memecahkan masalah. Hal ini sejalan dengan

Penn State (2006) yang menyebutkan salah satu tujuan STM adalah“STS

critically examines issues such as genetic engineering, the environment,

emergent diseas, computers and the internet, applied ethics, nuclear waste,

and international agricultural”.

Adapun langkah-langkah dalam model STM ini adalah tahap

pendahuluan, pembentukan konsep, aplikasi atau penyelesaian masalah,

pemantapan konsep, dan penilaian (Poedjiadi, 2005:126). Kekhasan dari

model ini adalah bahwa pada tahap pendahuluan dikemukakan isu atau

masalah dalam masyarakat yang dapat digali dari pengetahuan awal siswa

berupa keadaan yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat

merangsang peserta didik untuk ingin mengetahui lebih lanjut mengenai

masalah tersebut. Hal ini mengharuskan siswa berpikir menganalisis isu

tersebut, selanjutnya dapat mengeksplorasi temuan mereka untuk

memecahkan masalah tersebut.

Model pembelajaran STM memiliki lima tahapan dimulai dari

eksplorasi, pembentukan konsep, penyelesaian masalah, pemantapan konsep

serta evaluasi. Sedangkan untuk mengukur keterampilan berpikir kritis

(22)

9

mengumpulkan dan menilai informasi, memahami isu dengan cermat,

memikirkan alternatif, memutuskan suatu tindakan, memecahkan masalah,

dan menarik kesimpulan.

Untuk mengetahui keefektifan dari model STM dalam meningkatkan

keterampilan berpikir kritis, maka dilakukan penelitian dalam bentuk studi

eksperimen.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis merumuskan masalah

yang akan dibahas dan diteliti, yaitu sebagai berikut :

1. Apakah terdapat perbedaan hasil pre test dengan post test pada kelompok

eksperimen yang menggunakan model pembelajaran STM?

2. Apakah terdapat perbedaan hasil pre test dengan post test pada kelompok

kontrol yang menggunakan metode diskusi?

3. Apakah terdapat perbedaan hasil post test antara kelompok eksperimen

dengan kelompok kontrol?

4. Apakah terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis siswa setelah

pembelajaran antara yang menggunakan model pembelajaran STM

dengan metode diskusi?

5. Kendala apa sajakah yang dihadapi dalam proses pembelajaran

menggunakan model pembelajaran STM?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis perbedaan hasil pre test dengan pos test pada

kelompok eksperimen yang menggunakan model pembelajaran STM.

2. Untuk menganalisis perbedaan hasil pre test dengan post test pada

(23)

10

3. Untuk menganalisis perbedaan hasil post test antara kelompok

eksperimen dengan kelompok kontrol.

4. Untuk menganalisis perbedaan keterampilan berpikir kritis siswa antara

yang menggunakan model pembelajaran STM dengan metode diskusi.

5. Untuk menganalisis kendala yang dihadapi dalam proses pembelajaran

menggunakan model pembelajaran STM

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan yang telah dikemukakan, maka hasil penelitian ini

diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, antara lain:

1. Dapat memberi masukan bagi guru untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran geografi melalui model STM.

2. Dapat mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan setiap metode

pembelajaran yang digunakan oleh guru.

3. Dapat memberikan masukan bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk

melanjutkan penelitian dengan topik yang sama.

4. Dapat memberikan pengalaman baru bagi guru dan siswa dalam

melaksanakan kegiatan belajar mengajar

E. Definisi Operasional

1. Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat

Sains teknologi masyarakat pada awalnya adalah sebuah

pendekatan, tetapi Poedjiadi (2005:126) menyatakan “saat ini pendekatan

STM telah dapat disebut sebagai model pembelajaran sains teknologi

masyarakat”. Hal ini berdasarkan analisis terhadap penelitian-penelitian yang telah dilakukan, yaitu tampak adanya pola tertentu dari

langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pembelajaran sehingga dalam

penelitian ini digunakan model pembelajaran Sains Teknologi

Masyarakat. Model ini termasuk dalam rumpun model pengolahan

(24)

11

mengembangkan konsep atau mempelajari konsep – konsep yang

dikembangkan oleh orang lain. Model pembelajaran sains, teknologi, dan

masyarakat terdiri atas lima tahap, yaitu pendahuluan,

pembentukan/pengembangan konsep, aplikasi konsep, pemantapan

konsep dan penilaian. Model ini berusaha untuk menjembatani materi di

dalam kelas dengan situasi dunia nyata di luar kelas yang menyangkut

perkembangan teknologi dan situasi sosial kemasyarakatan. Dalam

pelaksanaannya, guru dapat menggunakan metode inkuiri, dalam tahap

pendahuluan peserta didik berusaha menemukan dan menganalisis

masalah, pada tahap pembentukan dan pengembangan konsep guru

meluruskan miskonsepsi yang telah ditemukan peserta didik, pada tahap

aplikasi konsep maka peserta didik merumuskan jawaban dalam

pemecahan masalah, pada tahap pemantapan konsep dan penilaian maka

peserta didik mengambil keputusan dan kesimpulan dalam pemecahan

masalah.

2. Metode Diskusi

Metode Diskusi adalah metode belajar yang dalam kegiatan

pembelajarannya terjadi proses interaksi antara dua atau lebih individu

yang terlibat, saling tukar menukar pengalaman, informasi, memecahkan

masalah, dapat terjadi juga semuanya aktif tidak ada yang pasif sebagai

pendengar saja (Roestiyah, 2001:5). Penggunaan metode diskusi ini

sesuai dengan RPP yang sebelumnya telah disusun oleh guru.

3. Berpikir Kritis

Menurut Ennis (1985), berpikir kritis adalah berpikir secara

beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang

apa yang harus dipercayai atau dilakukan (Hassoubah, 2007: 87).

Berpikir kritis merupakan sebuah ketrampilan proses sehingga penilaian

(25)

12

mengukur ketrampilan berpikir kritis menggunakan indikator berpikir

kritis yaitu mendefinisikan istilah, mengumpulkan dan menilai informasi,

memahami isu dengan cermat, memikirkan alternatif, memutuskan suatu

(26)

36

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di SMA Negeri 1 Dukupuntang. Alamat dari

SMAN 1 Dukupuntang di Jalan Nyi Mas Ageng Serang Desa Sindang Mekar

Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon. Jumlah siswa keseluruhan pada

kelas XI IPS adalah 156 orang yang terdiri dari 3 kelas paralel yaitu kelas XI

IPS 1 sampai dengan XI IPS 3.

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi

eksperimen. Metode ini dapat diartikan bukan merupakan eksperimen murni

tetapi seperti murni sehingga disebut juga eksperimen semu. Metode ini

digunakan jika ada beberapa hal yang sulit dilakukan, terutama dalam

pengontrolan variable. Menurut Sukmadinata (2012:207) bahwa “eksperimen

quasi bisa digunakan minimal kalau dapat mengontrol satu variable meskipun

dalam bentuk memasangkan beberapa karakteristik, kalau bisa random lebih baik”. Bentuk penelitian ini berupa adanya pre test dan post test terhadap kelompok eksperimen dan kelompok kontrol untuk mengetahui keterampilan

berpikir kritis siswa.

Penelitian eksperimen ini melibatkan 2 kelompok siswa yaitu siswa

kelompok eksperimen yang menggunakan model STM dan siswa kelompok

kontrol yang menggunakan metode diskusi. Bentuk desain eksperimen yang

digunakan yaitu Nonequivalent Groups Pretest-Posttest Design dengan pola

sebagai berikut :

Class Pretest Method Posttest

A O1 X1 O2

B O1 X2 O2

(27)

37

Keterangan :

A = Kelompok Eksperimen

B = Kelompok Kontrol

O1 = Pre test yaitu tes sebelum perlakuan

O2 = Post test yaitu tes setelah perlakuan

X1 = Perlakuan menggunakan model STM

X2 = Perlakuan menggunakan metode Diskusi

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian terdiri dari kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol. Kelompok eksperimen yaitu kelas XI IPS 1 dan kelompok kontrol

adalah kelas XI IPS 2. Alasan pemilihan kelas ini berdasarkan pertimbangan

sebagai berikut :

1. Kedua kelas tersebut mempunyai jumlah siswa yang sama, yaitu 40 orang.

2. Kedua kelas tersebut sama-sama belum memperoleh Kompetensi Dasar

Pelestarian Lingkungan.

3. Guru Geografi yang mengajar adalah sama.

4. Kedua kelas tersebut mempunyai nilai akademik yang hampir sama.

Perbandingan nilai akademik tersebut dapat dilihat pada table 3.1 berikut

ini.

Tabel 3.1

Perbedaan Nilai KKM Kelas XI SMA Negeri 1 Dukupuntang

Kelas Nilai Rata –

(28)

38

Adapun materi yang digunakan adalah pada Kompetensi Dasar

Pelestarian Lingkungan pada kelas XI IPS Semester 2.

D.Definisi Operasional

1. Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat

Model pembelajaran sains, teknologi, dan masyarakat terdiri atas lima

tahap, yaitu pendahuluan, pembentukan pengembangan konsep, aplikasi

konsep, pemantapan konsep dan penilaian. Model ini berusaha untuk

menjembatani materi di dalam kelas dengan situasi dunia nyata di luar

kelas yang menyangkut perkembangan teknologi dan situasi sosial

kemasyarakatan. Dalam pelaksanaan, adapun langkah-langkahnya adalah

sebagai berikut :

1) Guru mengabsen siswa

Inisiasi :

2) Guru bertanya mengenai materi pembelajaran pada pertemuan

sebelumnya

Invitasi :

3) Guru meminta jawaban siswa

Apersepsi :

4) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

5) Guru memberikan pre test kepada siswa

Tahap Pembentukan Konsep :

6) Guru meminta siswa membaca materi mengenai konsep – konsep dan

kerusakan lingkungan hidup diantaranya penyebab kerusakan

lingkungan hidup.

7) Guru menampilkan gambar dan meminta siswa mengaitkan dengan

konsep yang ditemukan ketika membaca buku

Tahap Aplikasi Konsep :

(29)

39

Tahap Pemantapan Konsep :

9) Guru meminta salah satu kelompok untuk mempresentasikan tugas

yang telah dikerjakan dan ditanggapi kelompok lain.

10)Guru merefleksi dan menguatkan konsep yang telah digunakan.

11)Guru bersama siswa menyimpulkan materi

Tahap Penilaian :

12)Guru membagikan post test kepada siswa

2. Metode Diskusi

Metode Diskusi adalah metode belajar yang dalam kegiatan

pembelajarannya terjadi proses interaksi antara dua atau lebih individu

yang terlibat, saling tukar menukar pengalaman, informasi, memecahkan

masalah, dapat terjadi juga semuanya aktif tidak ada yang pasif sebagai

pendengar saja (Roestiyah, 2001:5). Penggunaan metode diskusi ini sesuai

dengan RPP yang sebelumnya telah disusun oleh guru. Adapun langkah –

langkahnya adalah sebagai berikut :

1) Guru mengabsen siswa

2) Guru bertanya mengenai materi pada pertemuan sebelumnya

3) Guru meminta jawaban siswa

4) Guru menjelaskan bahwa pembelajaran pada hari ini secara

berkelompok

5) Guru memberikan pre test

6) Guru menjelaskan konsep – konsep dan kerusakan lingkungan hidup

7) Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok dan masing-masing

kelompok mendapat tugas yang sama

8) Setiap kelompok mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.

9) Guru memantau jalannya diskusi kelompok.

10)Guru memilih perwakilan kelompok untuk mempresentasikan tugas

dan ditanggapi kelompok lainnya.

11)Guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran pada hari itu.

(30)

40

3. Berpikir Kritis

Menurut R.H Ennis (1985), berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan

dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang

harus dipercayai atau dilakukan (Hassoubah, 2007: 87). Berpikir kritis

merupakan sebuah ketrampilan proses sehingga penilaian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah lembar observasi dan tugas yang diberikan

pada saat proses belajar mengajar. Adapun indikator dari keterampilan

berpikir kritis adalah sebagai berikut :

Tabel 3.2

Indikator dan Sub Indikator Berpikir Kritis

Indikator Berpikir Kritis Sub Indikator Berpikir Kritis

Melakukan klarifikasi dasar

terhadap masalah

Memahami isu dengan cermat

Bertanya dan menjawab pertanyaan

yang mengklarifikasi dan

menantang

Mengumpulkan informasi dasar Mengumpulkan dan menilai

informasi

Membuat inferensi Memikirkan alternatif

Menarik kesimpulan

Memecahkan masalah

Melakukan klarifikasi lanjut Mendefinisikan istilah dan

menentukan definisi jika

diperlukan

Membuat dan mengkomunikasikan

kesimpulan yang terbaik

Memutuskan suatu tindakan

Mengkomunikasikan keputusan

kepada orang lain

(31)

41

E. Pengembangan Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian sangat penting dalam suatu penelitian yang

digunakan untuk memperoleh data. Instrument yang digunakan dalam

penelitian ini adalah tes, format observasi dan tugas.

1. Tes

Tes yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk pilihan ganda yang

digunakan untuk mengukur pengetahuan awal siswa dan ketercapaian hasil

belajar siswa setelah dilakukan perlakuan. Tes ini disusun berdasarkan atas

indikator, standar kompetensi, dan kompetensi dasar pada mata pelajaran

Geografi yang dibuat juga berdasarkan indikator berpikir kritis.

2. Observasi

Format observasi digunakan untuk memantau keterlaksanaan

pembelajaran dengan model pembelajaran STM dan metode diskusi.

3. Tugas

Tugas ini digunakan untuk mengukur sejauh mana keterampilan berpikir

kritis, tugas ini berupa tes berbentuk soal uraian.

Dalam penelitian diperlukan instrument yang telah memenuhi persyaratan

tertentu. Instrument yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu

valid dan reliable. Menurut Sukmadinata (2012:228) bahwa “validitas

menunjukkan hasil dari suatu pengukuran menggambarkan segi atau aspek yang diukur”. Sedangkan instrument tes dikatakan reliable jika memberikan hasil yang tetap apabila diteskan berkali-kali (Widoyoko, 2009:144).

1. Validasi Instrumen

a. Uji Validitas

Sebuah instrument tes dikatakan valid jika dapat mengukur apa yang

ingin diukur. Penentuan suatu tes dikatakan valid atau tidak dapat

menggunakan ketentuan sebagai apabila r hitung > dari r table (0,361)

dapat diinterpretasikan valid dan sebaliknya bila r hitung < r table (0,361)

(32)

42

tersebut diperoleh dengan pengolahan data menggunakan formula Product

Momen Pearson program SPSS versi 17.

Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas melalui bantuan program

SPSS, diperoleh hasil dari 25 soal yang diujicobakan terdapat 24 butir soal

valid dan 1 butir soal yang dinyatakan tidak valid, seperti yang terlihat

VAR00007 14.2727 186.017 .182 Dibuang

(33)

43

VAR00021 14.5455 175.506 .727 Valid

VAR00022 14.4848 176.008 .489 Valid

VAR00023 14.0606 173.934 .573 valid

VAR00024 14.1212 182.547 .467 Valid

VAR00025 14.0909 183.710 .394 Valid

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Berdasarkan hasil uji validitas pada table diatas, terdapat satu butir

item yaitu butir nomor 7 yang nilai Corrected Item Total Correlation

dibawah 0,3 (batas nilai valid yang diterima adalah > 0, 3) yang berarti

tidak valid.

b. Uji Reliabilitas

Mendapatkan skala pengukuran instrument yang baik harus melalui

pengujian reliabilitas. Sebuah instrument dikatakan reliable, jika

instrument tersebut digunakan beberapa kali maka akan menghasilkan data

yang sama. Dengan kata lain bahwa instrument tersebut menunjukkan

keajegan.

Penentuan tes dikatakan reliable atau tidak menggunakan ketentuan

apabila r hitung > r table (0,926) dapat diinterpretasikan reliable dan

sebaliknya jika r hitung < r table (0,926) maka dikatakan tidak reliable.

Reliabilitas ini menggunakan bantuan program SPSS versi 17.

Berdasarkan uji reliabilitas melalui bantuan program spss diketahui

(34)

44

Tabel 3.4

Hasil Uji Reliabilitas

Cronbach's

Alpha N of Items

.961 25

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Berdasarkan table diatas, maka instrument dinyatakan reliable karena

0,961 > 0,926.

c. Uji Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu butir soal dapat

membedakan antara warga belajar atau peserta didik yang telah menguasai

materi yang ditanyakan dan warga belajar yang kurang atau belum

menguasai materi yang ditanyakan.

Untuk mengetahui daya pembeda soal rumus yang diguankan

sebagai berikut :

Klasifikasi daya pembeda adalah sebagai berikut :

0,70 ≤ DP ≤ 1,00 = baik sekali

0,40 ≤ DP ≤ 0,70 = baik

0,20 ≤ DP ≤ 0,40 = cukup

0,00 ≤ DP ≤ 0,20 = jelek

Sumber : Suherman (1990:202)

Berdasarkan hasil perhitungan, dari 25 butir soal terdapat 3 butir soal

(35)

45

Tabel 3.5

Daya Pembeda Instrumen

Daya Pembeda No Soal

Baik Sekali 1, 9, 15

Baik 1, 2, 3, 5, 6, 8, 10, 13, 14, 17, 18, 19, 21, 22

Cukup 4, 7, 11, 12, 16, 20, 23, 24, 25

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

d. Uji Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu

soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam

bentuk indeks. Rumus tingkat kesukaran soal menurut Arikunto

(2001:210) adalah :

Keterangan :

Kriteria tingkat kesukaran biasanya dibedakan menjadi 3 kategori

yaitu :

0,00 ≤ TK ≤ 0,30 = sukar

0,30 ≤ TK ≤ 0,70 = sedang

0,70 ≤ TK ≤ 1,00 = Mudah

Sumber : Suherman (1990:213)

Berdasarkan hasil perhitungan, dari 25 butir soal terdapat 6 butir soal

mudah, 15 butir soal yang tergolong sedang dan 4 butir soal yang

(36)

46

Tabel 3.6

Tingkat Kesukaran Instrumen

Tingkat Kesukaran No Soal

Sukar 1, 15, 17, 21

Sedang 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 12, 13, 14, 16, 18, 20,

22

Mudah 7, 11, 19, 23, 24, 25

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

2. Teknik Analisis Data

a. Uji Normalitas

Pelaksanaan uji normalitas bertujuan untuk mengetahui alpha

sebuah data berdistribusi mendekati normal dengan symbol bell shaped

menceng kekiri atau ke kanan. Diantara syarat untuk menggunakan uji

komparatif (uji t) adalah data harus berdistribusi normal , dan apabila

tidak berdistribusi normal maka pengujian dengan uji t tidak bisa

dilakukan.

Perhitungan uji normalitas dapat juga dilakukan dengan bantuan

program SPSS, yakni dengan menggunakan uji Kolmogrov-smirnov,

yaitu dengan membandingkan Probabilitas (sig) dengan nilai Alpha (α). Dengan criteria pengujian, jika probabilitas (sig) > Alpha (α), maka hasil tes berdistribusi normal. Kaidah hipotesis uji

Kolmogrov-smirnov berbunyi :

Hο : angka signifikan (sig) < 0,05 , maka data tidak berdistribusi normal

H1: angka siginifikan (sig) > 0,05 , maka data berdistribusi

normal.

b. Uji Homogenitas

(37)

47

dilakukan dengan analisis parametric untuk data normal dan non

parametric jika data tidak normal yaitu dengan menggunakan Two

Related Sample Tes yaitu dengan membandingkan angka siginifikan (sig) dengan nilai Alpha (α). Dengan criteria :

Jika probabilitas (sig) > Alpha (α), maka hasil tes berdistribusi homogen

Jika probabilitas (sig) < Alpha (α), maka hasil tes berdistribusi tidak homogen.

c. Uji Hipotesis

Adapun teknik statistik yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah uji t. Rumus uji t-test sampel related sebagai berikut :

dimana:

(Sugiyono, 2007:273)

Untuk pengujian hipotesis ini menggunakan bantuan program

SPSS 17 yaitu Paired t test jika data berasal dari subyek yang sama

(38)

93

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data, permasalahan penelitian, temuan dan

pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, kesimpulan yang

dapat diambil adalah sebagai berikut :

1. Terdapat perbedaan hasil pre test dan post test pada kelompok

eksperimen yang menggunakan model pembelajaran Sains Teknologi

Masyarakat.

2. Terdapat perbedaan hasil pre test dan post test pada kelompok kontrol

yang menggunakan metode Diskusi.

3. Terdapat perbedaan hasil post test antara kelompok eksperimen dengan

kelompok kontrol. Pemebelajaran pada kelompok eksperimen yang

menggunakan model STM memberikan pengaruh lebih baik pada

peningkatan hasil tes siswa yang ditunjukkan dengan nilai gain kelompok

eksperimen yang rata-rata berada pada kategori sedang, sedangkan

kelompok kontrol berada pada kategori rendah.

4. Terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis siswa antara kelompok

eksperimen dengan kelompok kontrol. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai

gain, nilai sub indikator, dan uji hipotesis yang menunjukkan kelompok

eksperimen lebih baik dibandingkan kelompok kontrol. Adapun

keterampilan berpikir siswa menunjukkan nilai yang stabil setelah

beberapa kali pertemuan pembelajaran dilaksanakan. Hal tersebut dapat

tercapai jika memenuhi beberapa hal diantaranya yaitu masalah yang

diberikan merupakan masalah yang telah diketahui atau berada

dilingkungan sekitar siswa sehingga memudahkan siswa untuk menggali

pengetahuan awal, guru memahami dan menguasai tahapan-tahapan

(39)

94

kesesuaian materi atau kompetensi dasar dengan model pembelajaran

STM.

5. Kendala yang dihadapi pada saat proses pembelajaran diantaranya

keterbatasan waktu penelitian, langkah – langkah model pembelajaran

yang membutuhkan waktu lebih lama, serta keterbatasan sarana dan

prasarana seperti internet yang seharusnya dapat mempermudah siswa

untuk mengeksplor lebih banyak materi yang belum dipahami.

B. Saran

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, peneliti

memberikan saran-saran sebagai berikut :

1. Guru dapat menerapkan model pembelajaran STM dengan menyesuaikan

materi atau kompetensi dasar, yaitu materi yang berhubungan dekat

dengan permasalahan yang ada dilingkungan masyarakat.

2. Sebelum dilakukan penerapan model pembelajaran STM, pada pertemuan

sebelumnya sebaiknya siswa dimotivasi agar membaca terlebih dahulu

materi yang akan disampaikan oleh guru agar lebih menguasai dan

mengefektifkan waktu yang ada.

3. Guru dalam melaksanakan model pembelajaran STM harus memahami

dan menguasai setiap tahapan dalam model pembelajaran STM. Selain itu

harus mempersiapkan dengan baik perangkat pembelajaran yang akan

digunakan diantaranya instrument observasi dan tes.

4. Guru dalam menggunakan model pembelajaran STM dapat digunakan

pada materi yang lain dan dalam penggunaannya dapat menggunakan

beberapa metode diantaranya metode eksperimen, demonstrasi, diskusi,

(40)

95

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Arikunto. (2001). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara

Aunurrahman. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Bandung : CV. Alfabeta

Beyer, B.K. (1985). Critical Thinking: What Is It?. Boston : Allyn and Bacon

Creswell, J. (2012). Research Design. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Dahar, R. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga

Djamarah, S. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta

Depdiknas. (2003). Undang-undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta

Fajar, A. (2004). Portofolio : Dalam Pembelajaran IPS. Bandung : Rosdakarya

Hardini, I. (2012). Strategi Pembelajaran Terpadu. Yogyakarta : Familia

Hassoubah, Z. I. (2007). Mengasah Pikiran Kreatif dan Kritis: Disertai Ilustrasi

dan Latihan. Terjemahan Bambang Suryadi. Developing Creative & Critical Thinking Skills: A Handbook for Students. 2002. Bandung:

Nuansa

Johnson, B. (2000). Contextual Teaching and Learning : Menjadikan Kegiatan

Belajar Mengajar Mengasyikan dan Bermakna. Bandung : Mizan

Learning Center

Joyce & Calhoun. (2009). Model – model Pengajaran : Edisi ke Delapan.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Komalasari, K. (2010). Pembelajaran Kontekstual : Konsep dan Aplikasi. Bandung : Refika Aditama

Marsudi. (2011). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Lingkungan

Terhadap Berpikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran Geografi Kelas XI SMA Negeri 1 Lembang. Bandung : Tesis PIPS Sekolah

Pascasarjana UPI

(41)

96

Rusman. (2010). Model model Pembelajaran : Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta : Rajawali Press

Sagala, S. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta

Sanjaya, W. (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Pendidikan. Jakarta : Kencana

Sidharta, A. (2007). Keterampilan Berpikir Kompleks dan Implementasinya

Dalam Pembelajaran IPA. Bandung : P4TK IPA

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Memperngaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : CV. Alfabeta

Suherman, E (1990). Petunjuk Praktis Untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan. Bandung : Wijayakusuma

Sukmadinata. N (2004). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung : Kesuma Karya

--- (2012). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya

Sumaatmadja, N. (1997). Metodologi Pengajaran Geografi. Jakarta : Bumi Aksara

Sumiati. (2009). Metode Pembelajaran. Bandung : CV Wacana Prima

Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta : Kanisius

Trianto. (2011). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta : Kencana

Widoyoko, E. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Wijaya, C. H. (2010). Pendidikan Remedial. Bandung : Rosdakarya

(42)

97

2. Artikel, Jurnal dan Makalah

Abdulkarim, A. (2008). Model Keterampilan Berpikir dalam Pembelajaran IPS. Bandung : Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FPIPS UPI

Ennis, R. H. (1985). Goals for A Critical Thinking. University of Illinois : Illinois Critical Thinking Project

Indrawati. (2007). Model Pembelajaran Rumpun Pemrosesan Informasi. Bandung : P4TK IPA

--- (2010). Sains Teknologi Masyarakat Untuk Guru SD. Bandung : P4TK IPA

KTSP Dokumen 1 SMA Negeri 1 Dukupuntang Tahun Pelajaran 2012/2013

Liliasari . (2002). Pengembangan Keterampilan Berpikir Kritis dan Kreatif Untuk

Meningkatkan Mutu Pendidikan Guru Kimia. Jurnal Penelitian

Pendidikan, Vol.2 No.2 Oktober 2002

Nggandi, K. (1999). Belajar Sebagai Kegiatan Aktif Setiap Individu Dalam

Mengkonstruk Pengetahuan. Makalah disajikan dalam Seminar P3G

IPA Bandung

Nurjanah, S. (2010). Pengembangan Model Pembelajaran dan Pendekatan STS. Jakarta : Pustekkom Depdiknas

Rusmansyah. (2006). Implementasi Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat

dalam Pembelajaran Kimia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Vol. 7 No. 29. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasonal

Yager. R.E. (1992). STS Approach Parallels Constructivist Practices. Science Education International Vol 3 No.2

--- (1996). Science/Technology/Society Providing Useful and Appropiate

Science for All. Makalah disajikan pada seminar Himpunan

(43)

98

3. Internet

Achmad, A. (2007). Memahami Berpikir Kritis. Tersedia di http://re-searchengines.com/1007arief3.html diakses pada tanggal 23 Juni 2012

Akhmad, S. (2012). Modul KKG/MGMP Depdiknas 2009. Tersedia di

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/01/27/model-pembelajaran-langsung/ diakses pada tanggal 3 April 2012

Angelo, T. (1995). Classroom Assessment For Critical Thinking. Tersedia online di

http://www.eastbaycharterconnect.org/uploads/7/1/7/6/7176220/critic al_thinking-angelo.pdf diakses pada tanggal 15 juli 2013

Anwar, M. (2009). Penerapan Pendekatan SETS Pada Pembelajaran Fisika. Tersedia online di

http://bdksurabaya.kemenag.go.id/file/dokumen/pendekatan diakses pada tanggal 15 juli 2013

BSNP. (2006). Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi. Tersedia di http://bsnp-indonesia.org/id/?page_id=103/ diakses pada tanggal 15 juli 2013

Penn State. (2006). About STS. Tersedia http://www.engr.psu.edu/sts/about.htm

Rubba, A.P. (1991). Integrating STS into School Sciences and Teacher Education

: Beyond Awareness. Science, Technology, Society Journal. Tersedia

http://www.jstor.org./stable/1476829 diakses pada 3 April 2013

Santyasa, W. (2007). Model – model Pembelajaran Inovatif. Tersedia di

http://www.google.co.id diakses pada tanggal 25 Juni 2012

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Tahapan Model Pembelajaran STM .................................... 20
Tabel 3.1 Perbedaan Nilai KKM Kelas XI SMA Negeri 1 Dukupuntang
Tabel 3.2 Indikator dan Sub Indikator Berpikir Kritis
Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas
+4

Referensi

Dokumen terkait

Citra retina akan dilakukan proses prapengolahan awal dari mengubah citra asli menjadi citra keabuan, yang kemudian dilakukan ekstraksi ciri menggunakan wavelet Haar untuk

Selain itu juga ditemukan nilai-nilai yang menjadi prioritas dalam pewarisan nilai pada anak, waktu penyampaian nilai, dan respon anak terhadap nilai yang disosialisasikan

Sedangkan Indikator PDRB perkapita, Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan manusia (IPM) memiliki perbedaan yang nyata pada Kinerja Ekonomi Daerah kabupaten Dharmasraya

Rasio yang digunakan untuk mengukur risiko kredit adalah NPL.NPL mempunyai pengaruh yang positif terhadap risiko kredit. Hal ini dapat terjadi apabila NPL

Adapun manfaat yang bisa dinikmati oleh pengguna selular dengan layanan pengiriman uang elektronik lintas operator ini diantaranya, pelanggan dapat dengan mudah dan leluasa

Data collection tool used Yang hearts Research Singer is a test Initial And Final test BlindStanding Stork Balance Test -dariArnot R and C Gaines (1984) and

Reorientasi Politik Islam bukan saja difokuskan pada mainstreaming paham-paham moderat dalam beragama, tetapi juga bagaimana agama itu dapat berperan dan berkontribusi positif

Prosedur analisa untuk menentukan kadar emas dan perak secara fire assay baik yang dilakukan peleburan memakai tungku dengan bahan bakar gas maupun dengan bahan bakar solar