KLORO ASETAT MENGGUNAKAN KATALIS NaOH PADA PEMANASAN MICROWAVE
SKRIPSI
ADINDA FARIDAH SITUMORANG 170822076
PROGRAM STUDI S1 KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2019
KLORO ASETAT MENGGUNAKAN KATALIS NaOH PADA PEMANASAN MICROWAVE
SKRIPSI
DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS DAN MEMENUHI SYARAT MENCAPAI GELAR SARJANA SAINS
ADINDA FARIDAH SITUMORANG 170822076
PROGRAM STUDI S1 KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2019
PERNYATAAN ORISINALITAS
SINTESIS KARBOKSIMETIL POLISAKARIDA DARI BIJI AREN (Arenga pinnata Merr) DENGAN NATRIUM
KLORO ASETAT MENGGUNAKAN KATALIS NaOH PADA PEMANASAN MICROWAVE
SKRIPSI
Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya
Medan, Desember 2019
Adinda Faridah Situmorang 170822076
PENGESAHAN SKRIPSI
Judul : Sintesis Karboksimetil Polisakarida Biji Aren (Arenga pinnata Merr) Dengan Natrium Kloro Asetat Menggunakan Katalis NaOH Pada Pemanasan Microwave
Kategori : Skripsi
Nama : Adinda Faridah Situmorang
Nomor Induk Mahasiswa : 170822076 Program Studi : Sarjana Kimia
Fakultas : MIPA – Universitas Sumatera Utara
Disetujui di
Medan, Oktober 2019
Ketua Program Studi, Pembimbing,
Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si Dr. Juliati br. Tarigan, S.Si, M.Si NIP. 197404051999032001 NIP. 197205031999032001
SINTESIS KARBOKSIMETIL POLISAKARIDA DARI BIJI AREN (Arenga pinnata Merr) DENGAN NATRIUM KLORO
ASETAT MENGGUNAKAN KATALIS NaOH PADA PEMANASAN MICROWAVE
ABSTRAK
Karboksimetil polisakarida biji aren telah dapat disintesis secara langsung tanpa penambahan air melalui reaksi antara Polisakarida biji aren lunak maupun polisakarida biji aren keras dengan kloro asetat menggunakan katalis NaOH serta bantuan pemanasan menggunakan microwave selama 5 menit dan daya 10P.
Tahap pertama yang dilakukan yaitu biji aren lunak dan biji aren keras diblender.
Tahap kedua, yaitu pada proses eterifikasi menggunakan katalis NaOH dan pereaksi natrium kloroasetat dalam etanol 96% dengan perbandingan natrium kloroasetat dan NaOH yang digunakan adalah 1.95g : 2.6g dan pada biji aren lunak dan biji aren keras.. Karboksimetil polisakarida biji aren lunak dan keras yang diperoleh berwarna kecoklatan dan dianalisis dengan spektrofotometer FT- IR, X-RD dan SEM. Terbentuknya karboksimetil polisakarida biji aren lunak dan karboksimetil biji aren keras dibuktikan dengan munculnya pita serapan pada daerah bilangan gelombang 1729cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi stretching C=O dari karboksimetil. Derajat substitusi yang diperoleh dengan metode titrasi yaitu antara 1.58-1.86. Hasil X-RD menunjukkan bahwa karboksimetil biji aren keras dan lunak bersifat amorf , intensitas dari karboksimetil polisakarida biji aren lunak lebih rendah dibandingkan dengan karboksimetil biji aren keras dan derajat substitusinya lebih rendah. Dan perubahan morfologi permukaan biji aren keras lebih halus dibandingkan biji aren lunak.
Kata kunci : biji aren (Arenga pinnata Merr) , microwave , karboksimetil polisakarida, natriumkloroasetat, katalis NaOH
SYNTHESIS OF CARBOXIMETHYLE POLYCHARIARIES FROM AREN SEEDS (
Arenga pinnata
Merr) AND SORROWCHALLENGE SODIUM WITH NaOH CATALYST ON HEATING MICROWAVE
ABSTRACT
Palm carboxymethyl polysaccharides can be synthesized directly without the addition of water through the reaction between the soft palm seed polysaccharides and hard palm sugar polysaccharides with SCA using a NaOH catalyst and heating assistance using a microwave for 5 minutes and 10P power.
The first step is soft palm sugar and hard blended palm sugar. The second stage, namely the etherification process using NaOH catalyst and sodium chloroacetate reagent in ethanol 96% with the ratio of sodium chloroacetate and NaOH used is 1.95g: 2.6g and in soft and hard aren seeds. Carboxymethyl polysaccharides of soft and hard aren seeds are 1.95g: 2.6g and in soft and hard aren seeds.
Carboxymethyl polysaccharides of soft and hard aren seeds. obtained brownish color and analyzed with FT-IR, X-RD and SEM spectrophotometers. The formation of carboxymethyl polysaccharides of soft palm seeds and hard palm carboxymethyl seeds is evidenced by the appearance of absorption bands in the wave number area of 1729cm-1 which indicates the presence of stretching vibrations of C = O from carboxymethyl. The degree of substitution obtained by the titration method is between 1.58-1.86. The X-RD results show that the hard and soft carboxymethyl palm seeds are amorphous, the intensity of the carboxymethyl polysaccharide of the soft palm seeds is lower than that of the hard sugar palm carboxymethyl seeds and the degree of substitution is lower. And changes in the surface morphology of hard palm sugar finer than soft palm seeds
.
Key words: Arena (Arenga pinnata Merr) seeds, carboxymethyl polysaccharides, microwave, natrium chloroacetate, NaOH catalist
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana sains di FMIPA USU dengan judul “Sintesis Karboksimetil Polisakarida Biji Aren (Arenga pinnata merr) Dari Crude Polisakarida Dengan Menggunakan Natrium Kloroasetat dan Pemanasan Pada Microwave”.
Pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini kepada:
1. Ibu Dr. Juliati Br. Tarigan, M.Si selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam penelitian dan menyelesaikan skripsi ini hingga selesai.
2. Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si dan Ibu Dr. Sovia Lenny, M.Si selaku ketua dan sekretaris departemen kimia FMIPA USU, dan kepada semua staff dosen Departemen Kimia FMIPA USU.
3. Bapak Dr. Firman Sebayang M.S selaku Koordinator S-1 Kimia Ekstensi di FMIPA USU.
4. Bapak Prof. Dr. Jamaran Kaban, M.Sc selaku Koordinator Kimia Organik 5. Bapak Dr. Mimpin Ginting M.S selaku Kepala Laboratorium beserta
seluruh staf pengajar bidang kimia organik di FMIPA USU.
6. Seluruh staf ahli dan asisten laboratorium kimia organik FMIPA USU, serta rekan-rekan mahasiswa S-1 Kimia Ekstensi.
Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua penulis, ayahanda Alm Syahrin Z. Situmorang dan ibu Katarina atas jasa-jasa beliau membesarkan dan mendidik penulis dan yang senantiasa memberikan doa dan dukungan moril serta materi hingga akhirnya penulis menyelesaikan studi.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada kakak penulis Adelina P.Situmorang dan kedua abang penulis M.Yusuf Situmorang dan M.Habibi Situmorang yang telah memberikan doa, dukungan moril dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Medan, Januari 2020
Adinda Faridah Situmoramg
DAFTAR ISI
PENGESAHAN i
ABSTRAK ii
ABSTRACK iii
PENGHARGAAN iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN viii
DAFTAR SINGKATAN ix
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 2
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Pembatasan Masalah 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
1.6 Metodologi Penelitian 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karboksimetil 5
2.2 Karboksimetil Galaktomanan 5
2.3 Polisakarida 6
2.4 Tanaman Aren 8
2.5 Kolang-kaling 10
2.6. Pembuatan Senyawa Eter 2.7 Katalis
2.8 Microwave 11
2.9 Derajat Substitusi 12
2.10 Fourier Transform Infra Red (FT-IR) 13 2.11 Scanning Electron Microscopy (SEM) 14
2.12 X-Ray Difraction (X-RD) 15
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat 16
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat 16
3.2.2 Bahan 17
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Penentuan Tekstur Biji Aren 17
3.3.2 Pembuatan Karboksimetil Polisakarida Biji Aren dengan Penambahan Katalis Larutan NaOH
dan Pelarut Air 18
3.3.3 Pembuatan Karboksimetil Polisakarida Biji Aren dengan Penambahan Serbuk NaOH dan tanpa
penambahan pelarut air 18
3.3.4 Penentuan Derajat Substitusi 19
3.4 Bagan Penelitian
3.4.1 Pembuatan Karboksimetil Polisakarida Biji Aren dengan Penambahan Katalis Larutan NaOH
dan Pelarut Air 20
3.4.2 Pembuatan Karboksimetil Polisakarida Biji Aren dengan Penambahan Serbuk NaOH dan
tanpa penambahan pelarut air 21
3.4.3 Penentuan Derajat Substitusi 22
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penentuan Tekstur Biji Aren 23
4.2 Hasil Spektrum FT-IR Pembuatan Karboksimetil
Polisakarida Biji Aren 24 4.3 Hasil Pembuatan Karboksimetil Polisakarida Biji Aren
4.3.1 Hasil Pembuatan Karboksimetil Polisakarida Biji Aren dengan Penambahan Katalis Larutan
NaOH dan Pelarut Air 29
4.3.2 Hasil Pembuatan Karboksimetil Polisakarida Biji Aren dengan Penambahan Serbuk NaOH dan
tanpa penambahan pelarut air 30
4.4 Hasil Penentuan Derajat Substitusi 30
4.5 Hasil Analisis Morfologi Permukaan Dengan
Scanning Electron Microscopy (SEM) 31
4.6 Hasil Uji X-Ray Difraction (X-RD) 33
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 35
5.2 Saran 35
Daftar Pustaka 36
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman Tabel
2.1 Nilai Derajat Substitusi 12
4.1 Hasil Penentuan Tekstur Biji Aren Keras 23 4.2 Hasil Penentuan Tekstur Biji Aren Lunak 253 4.3 Hasil Pembuatan Karboksimetil Polisakarida Biji
Aren Dengan Penambahan Katalis Larutan
NaOH dan Pelarut Air 29
4.4 Hasil Pembuatan Karboksimetil Polisakarida Biji ArenDengan Penambahan Serbuk NaOH dan
Tanpa Penambahan Pelarut Air 30
4.5 Hasil Penentuan Derajat Substitusi 30
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman Gambar
2.1 Gambar Struktur Galaktomanan Biji Aren 7
2.2 Tanaman Aren 8
2.3 Kolang-kaling 10
4.1 Spektrum FT-IR Biji Aren Lunak Dengan
Penambahan Katalis NaOH dan Pelarut Air 25 4.2 Spektrum FT-IR Biji Aren Keras Dengan
Penambahan Katalis NaOH dan Pelarut Air 25 4.3 Spektrum FT-IR Biji Aren Lunak Tanpa
Penambahan Katalis NaOH dan Pelarut Air 26 4.4 Spektrum FT-IR Biji Aren Keras Tanpa
Penambahan Katalis NaOH dan Pelarut Air 26
4.5 Serbuk Karboksimetil Biji Aren 27
4.6 Spektrum FT-IR Biji Aren Lunak Dengan Penambahan
Air dan Tanpa Penambahan Air 28
4.7 Mekanisme Reaksi Karboksimetil Polisakarida 29 4.8 Hasil Analisa Morfologi Permukaan Scanning Electron
Microscopy Untuk Karboksimetil Polisakarida Biji Aren Keras (Perbesaran 5000kali) (a) Karboksimetil
Polisakarida Biji Aren Lunak (Perbesaran 5000kali) 32
4.9 Diafraktogram X-Ray Difraction 33
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman Lampiran
1. Serbuk Karboksimetil Polisakarida Biji Aren dengan
Penambahan Pelarut Air dan tanpa penambahan pelarut air 41
2. Perhitungan Derajat Substitusi 42
3. Hasil Analisa Morfologi Permukaan SEM Karboksimetil Polisakarida Biji Aren Lunak
Tanpa Penambahan Air 44
4. Hasil Analisa Morfologi Permukaan SEM Karboksimetil Polisakarida Biji Aren Keras
Tanpa Penambahan Air 46
5. Hasil X-Ray Difraction (X-RD) Karboksimetil
Polisakarida Biji Aren Lunak Tanpa Penambahan Air 48 6. Hasil X-Ray Difraction (X-RD) Karboksimetil
Polisakarida Biji Aren Keras Tanpa Penambahan Air 49 7. Hasil Spektrum FT-IR Biji Aren Lunak Dengan
Penambahan Air
8. Hasil Spektrum FT-IR Biji Aren Keras Dengan Penambahan Air
9. Hasil Spektrum FT-IR Karboksimetil Polisakarida Biji Aren Lunak Tanpa Penambahan Air
10. Hasil Spektrum FT-IR Karboksimetil Polisakarida Biji Aren Lunak Tanpa Penambahan Air
11. Hasil Penentuan Tekstur Biji Aren
DAFTAR SINGKATAN
DS = Derajat Substitusi
FT-IR = Fourier Transform – Infra Red SCA = Sodium ChloroAsetate
SEM = Scaninng Electron Microscopy
X-RD = X-Ray Difractio
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akhir-akhir ini polisakarida (gum, mucilage, dan hidrokoloid (galaktomanan)) dari tumbuhan mengalami percepatan pengembangan dalam industri makanan dan farmasi, hal ini disebabkan karena polisakarida tersebut dapat berfungsi sebagai bahan pengobatan, pengental, penstabil, pengemulsi, pengenkapsulasi, bahan penyalut dan modifikasi tektur, ketersediaannya yang cukup banyak, fungsi yang bervariasi, tidak beracun dan mudah dimodifikasi (Aranila et al, 2012, Tarigan dan Kaban J, 2009, Tarigan et al, 2018)
Modifikasi polisakarida dapat dilakukan dengan cara fisika maupun kimia, penggunaan bahan kimia atau modifikasi dari polisakarida umumnya digunakan untuk mengubah sifat kimia fisika sehingga pemakaiannya dapat bervariasi. Salah satu turunan polisakarida yang sangat berkembang pemanfaatannya adalah karboksimetil polisakarida. Karboksimetil galaktomanan sangat banyak digunakan dalam berbagai aplikasi industri seperti recovery oil, system pangan, cat, industri mineral, tekstil dan sebagainya.
Peneliti sebelumnya telah melakukan pembuatan karboksimetil polisakarida secara kering namun masih menggunakan pemanasan dalam waktu yang relatif lama.
Dengan demikian, dalam penelitian ini digunakan pemanasan dengan microwave supaya waktu reaksi lebih singkat hal ini disebabkan karena pemanasannya yang lebih merata. Sharma and Vikas (2017) telah melakukan penelitian dengan menggunakan microwave, tetapi polisakarida yang digunakan terminalia Catappa gum.
Naibaho (2018) juga telah melakukan penelitian sintesis karboksimetil polisakarida dari serbuk biji aren (Arenga pinnata Merr) melalui reaksi eterifikasi dengan monokloroasetat menggunakan katalis NaOH dan dipanaskan di oven dengan suhu 60°C selama 10jam, derajat substitusi nya ditentukan dengan metode titrasi.
Tarigan, et al (2014) telah mensintesis karboksimetil galaktomanan dari galaktomanan yang diekstraksi dari pelepah lidah buaya (Aloe vera barbadensis).
Pelarut yang digunakan H2O yang direaksikan dengan kloroasetat menggunakan katalis NaHCO3.
Polisakarida yang digunakan dalam penelitian adalah polisakarida yang bersumber dari endosperm biji aren yang sering dikenal sebagai kolang-kaling (biji aren setengah matang) (Mogea et al., 1991). Adapun kandungan utama polisakaridanya adalah galaktomanan yang terdiri dari rantai utamanya linier yakni 1,4-β-D manopiranosil dengan residu galaktosa > 5% yang merupakan polisakarida larut air dengan perbandingan galaktosa : manosa = 1:1,33 sedangkan manan adalah polisakarida yang rantai utamanya linier yakni 1,4-β-D manopiranosil dengan residu galaktosa < 5% yang merupakan polisakarida tak larut air (Tarigan dan Purba 2014).
Biji aren yang digunakan adalah biji aren lunak tanpa dilakukan proses ekstraksi terlebih dahulu, atau digunakan secara langsung setelah dihaluskan, dengan demikian mempersingkat jalur pembuatan bahan baku. Biji aren lunak memilki kelebihan yaitu tingkat kelarutan polisakaridanya lebih besar dibandingkan dengan biji aren sedang dan keras.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk mensintesis karboksimetil polisakarida dari biji aren lunak melalui reaksi antara polisakarida biji aren lunak dengan Sodiumkloro asetat menggunakan katalis NaOH. Polisakarida biji aren digunakan secara langsung dari biji aren lunak tanpa di ekstraksi terlebih dahulu menjadi serbuk polisakarida biji aren. Pada reaksi ini digunakan pemanasan dengan microwave, dimana keuntungan dari microwave pemanasannya secara merata dan waktu reaksi lebih singkat. Karboksimetil polisakarida yang diperoleh ditentukan derajat substitusi nya dengan metode titrasi, gugus fungsi dengan spektrofotometer FT-IR, sifat permukaan dengan SEM dan sifat kristalinitas dengan X-RD.
1.2 Permasalahan
1. Bagaimanakah proses sintesis senyawa karboksimetil polisakarida yang dilakaukan secara langsung melalui reaksi antara biji aren (Arenga pinnata) lunak dank keras dengan natrium kloroasetat menggunakan katalis NaOH serta pemanasan dengan microwave?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mensintesis senyawa karboksimetil polisakarida yang dilakukan secara langsung melalui reaksi antara biji aren (Arenga pinnata) lunak dan keras dengan natrium kloroasetat menggunakan katalis NaOH serta pemanasan menggunakan microwave.
2. Untuk menentukan karakteristik karboksimetil polisakarida biji aren yang diperoleh
1.4 Pembatasan Masalah
1. Karboksimetil polisakarida berasal dari biji aren lunak dan keras yang di blender secara langsung dengan penambahan NaOH dan kloro asetat
2. Kondisi microwave yang digunakan pada daya 10P dengan waktu 5 menit serta variasi berat katalis NaOH.
1.5 Manfaat Penelitian
Memberikan informasi mengenai proses pembuatan karboksimetil biji aren secara langsung dengan menggunakan katalis NaOH dan preaksi natrium kloroasetat serta pemanasan pada microwave. Metode ini dapat mempersingkat jalur pembuatan karboksimetil polisakarida dibandingkan dengan metode-metode sebelumnya.
Karboksimetil polisakarida biji aren yang diperoleh diharapkan dapat digunakan pada industry farmasi, pangan dan non pangan.
1.6 Metodologi Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimen di laboratorium dimana pada pembuatan karboksimetil polisakarida biji aren yaitu dengan cara memblender biji aren lunak dan keras yang telah diiris tipis-tipis kemudian dituangkan ke gelas Erlenmeyer.
Ditambahkan 1.95gram serbuk NaOH dan ditambahkan 2.6gram natrium kloroasetat.
Erlenmeyer dimasukkan kedalam microwave pada daya 10P selama 5 menit.
Kemudian didiamkan selama 24 jam. Campuran reaksi tersebut ditambahkan etanol 96% dan air dengan perbandingan 80 : 2, lalu disaring. Residu dicuci berkali-kali
hingga pH netral. Ditambahkan HCl 2M dalam metanol 70% sebanyak 20ml. Diaduk selama 2 jam. Ditambahkan etanol 96%, disaring. Endapan dicuci dengan etanol 70% sampai tiga kali. Ditambahkan air suling kemudian di uji pH. Endapan dicuci berkali-kali dengan etanol 96% hingga pH netral. Ditambahkan etanol p.a. kemudian dikeringkan dalam desikator.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karboksimetil
Karboksimetilasi merupakan suatu proses eterifikasi. Pada tahap ini merupakan proses pelekatan gugus karboksilat pada kerangka polisakarida. Gugus karboksilat yang dimaksud berasal dari asam kloro asetat. Karboksimetilasi banyak digunakan untuk memperbaiki kelarutan dalam air, meningkatkan viskositas larutan, untuk meningkatkan biodegradabilitas (Narasimha et al, 2004).
2.2 Karboksimetil Galaktomanan
Karboksimetil galaktomanan adalah turunan dari galaktomanan yang dibuat dengan menukarkan gugus hidroksil galaktomanan dengan gugus karboksil yang terkandung dalam asam monokloro asetat pada kondisi basa. Karboksimetil galaktomanan merupakan eter polimer galaktomanan dan berupa senyawa anion yang dapat terurai secara biologi (biodegradable), tidak bewarna, tidak berbau tidak beracun, butiran atau bubuk yang larut dalam air namun tidak larut dalam pelarut organik, memiliki rentang pH sebesar 6.5-8.0, stabil pada rentang 2-10, bereaksi dengan garam logam berat membetuk film yang tidak larut dalam air, transparan, serta tidak bereaksi dengan senyawa organik (Devi, 2008).
Salah satu modifikasi kimia terhadap galaktomanan kolang kaling adalah dengan pemberian gugus karboksimetil, yaitu dengan penambahan asam kloro asetat dalam media larutan alcohol basa. Sifat karboksimetil galaktomanan sangat ditentukan oleh derajat substitusi, yaitu jumlah rata-rata gugus karboksimetil setiap unit anhydroglukosa. Adapun faktor yang mempengaruhi penentuan derajat substitusi antara lain adalah jenis polisakarida dan parameter reaksinya, termasuk di dalamnya adalah konsentrasi reagen, suhu reaksi, dan kandungan air dalam media reaksi (Ketslip et al, 2002).
Sintesis karboksimetil galaktomanan meliputi alkalisasi dan karboksimetilasi.
Alkalisasi dilakukan dengan menggunaka NaOH yang tujuannya untuk mengaktifkan gugus –OH pada molekul galaktomanan, memecah ikatan hidrogen dan
mengembangkan molekul galaktomanan sehingga memperluas jarak molekul galaktomanan. Mengembangnya galaktomanan akan memudahkan difusi reagen karboksimetil yaitu monokloroasetat (Chen et al, 2011).
2.3 Polisakarida
Polisakarida adalah senyawa yang molekul-molekulnya mengandung banyak satuan monosakarida yang dipersatukan dengan ikatan glikosida. Hidrolisis akan mengubah suatu polisakarida menjadi monosakarida (Fessenden, 1986). Polisakarida diklasifikasikan berdasarkan fungsi, struktur, jenis monosakarida dan posisi ikatan glikosidik serta konfigurasi ikatan glikosidik α dan β juga ada tidaknya substituen non karbohidrat.
Polisakarida memiliki fungsi yang berbeda-beda tergantung dari bentuk penyusunnya. Semua polisakarida sukar larut dalam air dan tidak mereduksi pereaki Fehling, Benedict, atau Tollens. Sejumlah polisakarida lain eksis dalam berbagai sumber alam. Glikogen yang merupakan suatu polimer dengan berat molekul tinggi, yang strukturnya sangat mirip dengan amilopektin, meskipun lebih bercabang. Suatu polisakarida berat molekul tinggi yang disintesis dari unit-unit glukosa yang terhubungkan melalui karbon 1 dan 6 oleh ikatan-ikatan α, dan dengan cabang rantai melalui karbon 1 dan 4 (Bose et al, 1963).
Struktur dasar yang membangun galaktomanan adalah galaktosa dan manosa.
Galaktomanan ini memiliki selain cadangan makanan yang berfungsi menyimpan air untuk mencegah terjadinya kekeringan pada tumbuhan (Srivastava et al, 2005).
Galaktomanan dalam endosperm dari berbagai tanaman, memiliki beberapa fungsi, misalnya sebagai cadangan karbohidrat. Galaktomanan merupakan polisakarida heterogen yang terdiri dari rantai utama ß-(1-4)-D-manopiranosa dengan satu unit cabang α-1-6). Galaktomanan dari masing-masing tanaman berbeda pada rasio manosa dan galaktosa, distribusi galaktosa pada rantai manosa dan berat molekulnya (Morris et al, 1977).
Gambar 2.1 Struktur Galaktomanan Biji Aren (Galaktosa : Manosa) (Tarigan, 2012).
Kelebihan utama dari galaktomanan ini dibandingkan polisakarida lainnya adalah kemampuannya untuk membentuk larutan yang sangat kental dalam konsentrasi yang rendah dan hanya sedikit yang dipengaruhi oleh pH, kekuatan ionic dan pemanasan. Viskositas galaktomanan sangat konstan pada kisaran pH 1-10,5 yang memungkinkan disebabkan oleh karakter molekulnya yang bersifat netral.
Namun demikian galaktomanan akan mengalami degradasi pada kondisi yang sangat asam atau basa pada suhu tinggi (Cerqueirra et al, 2009).
Galakatomaman merupakan cadangan karbohidrat serta pengatur banyaknya air dalam biji selama perkecambahan. Galaktomanan juga bersifat pengental dan penstabil emusli yang baik serta dapat mengurangi resiko masuknya racun jika digunakan sebagai bahan farmasi dan industri makanan (Stephen et al., 2006).
Sifat fisiokimia galaktomanan dapat dikarakterisasi dengan menggunakan beberapa peralatan dan teknik yang berbeda. Parameter-paramaeter yang penting dalam karakterisasi galaktomanan adalah perbandingan manosa dan galaktosa, berat molekul rata-rata, bentuk struktur dan viskositas intrinsiknya (Cerqueira et al., 2009).Rasio manosa dan galaktosa tergantung pada sumber galaktomanan tersebut dan umumnya berkisar pada 1,1 sampai dengan 5,0. Galaktomanan dengan kandungan galaktosa yang besar umumnya mudah larut dalam air dan kemampuannya untuk membentuk gel sangat rendah dibandingkan dengan galaktomanan dengan rasio galaktosa yang rendah. (Srivastava and Kapoor, 2005).
2.4 Tanaman Aren (Arenga pinnata merr)
Aren (Arenga pinnata) merupakan tanaman serba guna yang dapat hidup didaerah tropis serta mampu beradaptasi dengan baik pada berbagai kondisi tanah.
Aren banyak ditanam di Indonesia termasuk di provinsi Sumatera Utara, Aceh,
Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan. Tanaman aren belum dibudidayakan dan sebagian besar masih menerapkan teknologi yang minim (Anonim, 2009).
Pohon aren atau enau (Arenga pinnata Merr) juga merupakan salah satu jenis tumbuhan palma yang memproduksi buah, nira dan pati atau tepung di dalam batang.
Hampir semua bagian pohon aren bermanfaat dan dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, mulai dari akar, batang, daun, ijuk, maupun hasil produksinya yaitu nira, pati/ tepung dan buah (Sunanto, 1993).
Gambar 2.2 Foto Tanaman Aren
Aren termasuk kelompok tumbuhan monokotil. Batangnya berdiameter sampai dengan 70 cm dengan tinggi mencapai 5-15 m, kadang-kadang tinggi mencapai 20 m (Henderson, 2009). Daunnya majemuk dengan panjang sampai dengan 5,5 m dan anak daun panjang 130-150 cm dengan lebar 5-8 cm, bagian bawah pangkal pelepah daun ditumbuhi ijuk, dan berwarna hitam. Mesocarp adalah kulit luar buah, pada buah yang muda berwarna hijau, sedangkan yang matang fisiologis berwarna kuning kecokelatan, sedangkan endocarp adalah lapisan berwarna hitam yang membungkus daging buah.
Aren termasuk suku Arecaceae (pinang-pinangan). Dimana klasifikasi dari tanaman aren adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Devisi : Mangnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Arecidae Family : Arecaceae Genus : Arenga
Spesies : Arenga pinata Merr (Sunanto, 1993).
Buah dan biji aren berkembang sangat lambat, membutuhkan tiga (3) tahun untuk matang, dan biji masak fisiologis pada saat umur 36 bulan setelah anthesis–
periode dimana bunga telah berkembang sempurna dan fungsional. Berat embrio maksimum dicapai pada umur 30 bulan. Selama proses pematangan, penebalan dinding sel endosperm terjadi secara progresif sampai semua rongga endosperm terisi pada 36 bulan setelah anthesis, karena itulah struktur endosperm tanaman aren sangat keras, hal ini menjadi karakteristik banyak jenis keluarga palem-paleman.
Bagian-bagian dari buah aren terdiri dari :
1. Kulit luar, halus berwarna hijau pada waktu masih muda, dan menjadi kuning setelah masak.
2. Daging buah, berwarna putih kekuning-kuningan.
3. Kulit biji, berwarna kuning dan tipis pada waktu masih muda, dan berwarna hitam yang keras setelah buah masak.
4. Endosperm, berbentuk lonjong agak pipih berwarna putih agak bening dan lunak pada waktu buah masih muda; dan berwarna putih, padat atau agak keras pada waktu sudah masak.
5. Buah aren juga merupakan buah buni, yaitu buah yang berair tanpa dinding dalam yang keras. Buah aren yang setengah masak, kulit bijinya tipis, lembek dan berwarna kuning. Inti biji (endosperm) berwarna putih agak bening dan lunak. Endosperma buah aren berupa protein albumin yang lunak dan putih seperti kaca kalau masih muda (Soeseno, 1992). Tiap buah aren mengandung tiga biji. Buah aren yang setengah masak, kulit biji buahnya tipis, lembek dan berwarna kuning, inti biji
(endosperm) berwarna putih agak bening dan lembek, endosperm inilah yang diolah menjadi kolang-kaling (Mogea et al., 1991). Dimana kandungan yang terdapat dalam biji aren adalah 5,2% protein, 0,4 % lemak, 2,5% abu, 39% serat kasar dan 52,9%
karbohidrat (Nisa, 1996).
2.5 Kolang-Kaling
Kolang-kaling adalam endosperm biji buah aren yang berumur setengah masak setelah melalui proses pengolahan. Setelah diolah menjadi kolang-kaling, maka benda ini menjadi lunak, kenyal, dan berwarna putih agak bening (Sunanto, 1993). Inti biji inilah yang disebut kolang-kaling dan biasa digunakan sebagai bahan makanan, dari segi komposisi kimia, kolang kaling memiliki nilai gizi yang sangat rendah, akan tetapi serat kolang-kaling baik sekali untuk kesehatan (Lutony, 1993).
Gambar 2.3 Foto buah Kolang kaling
Kolang-kaling juga memiliki kandungan potasium, besi, kalsium, vitamin A, vitamin B, vitamin C, dan gelatin yang dapat dicerna oleh tubuh dan berfungsi untuk mensintesa kolagen. Kolang-kaling mengandung albumin hingga 60% dan kadar abu sekitar 1 g dan serat kasar 0,95 g (Lempang, 2012). Kolang-kaling memiliki kadar air sangat tinggi mencapai 93,6% disamping juga mengandung protein 2,344%, karbohidrat 56,571% serat kasar 10,524% (Tarigan dan Kaban, 2009).
Buah yang masih muda adalah keras dan melekat sangat erat pada untaian buah, sedangkan buah yang sudah masak daging buahnya agak lunak. Daging buah aren yang masih muda mengandung lendir yang sangat gatal jika mengenai kulit karena lendir ini mengandung asam oksalat. Buah yang setengah masak dapat dibuat
kolang-kaling. Kolang-kaling adalah endosperm biji buah yang berumur setengah masak setelah melalui proses pengolahan. Setelah menjadi kolang-kaling maka benda ini menjadi lunak, kenyal dan bewarna putih agak bening (Sunanto, 1993).
2.6 Pembuatan Senyawa Eter
Bagi kebanyakan orang kata eter dikaitkan dengan anestasi. Eter yang dimaksud hanyalah salah satu anggota kelompok eter, yaitu senyawa yang mempunyai dua gugus organik melekat pada atom oksigen tunggal. Rumus umum eter adalah R–O–R’ yang R dan R’-nya bisa sama atau berbeda, gugusnya dapat berupa alkil atau aril yang sama hingga disebut eter simetris, sedangkan bila mengandung dua gugus (alkil atau aril) yang berbeda disebut eter tidak simetris.
Eter adalah senyawa tak bewarna dengan bau enak yang khas. Titik didihnya rendah dibanding alkohol dengan jumlah atom karbon yang sama, dan mempunyai titik didih sama dengan hidrokarbon dimana pada eter gugus –CH2 digantikan oleh oksigen. Molekul-molekul eter tidak membentuk ikatan hidrogen satu sama lain. Hal ini menjelaskan mengapa titik didihnya rendah dibandingkan dengan isomer alkoholnya (Hart, 1990). Eter dapat dibuat dengan beberapa cara, yaitu sebagai berikut.
1. Reaksi antara Alkohol dengan H2SO4
Eter dengan berat molekul rendah, terbatas pada eter simetris, kebanyakan dibuat dari alkohol yang sesuai. Pengontrolan suhu reaksi dalam pembuatan eter sangat penting untuk mencegah atau memperkecil terjadinya reaksi samping. Pada dasarnya reaksi pembentukan eter merupakan reaksi substitusi.
Dalam pembentukan eter, air akan dilepaskan, membutuhkan asam. Pada awal mekanisme reaksi alkohol akan terprotonasi menghasilkan ion oksonium.
Alkohol primer dan metanol akan bereaksi mengikuti mekanisme SN2
Alkohol sekunder dan tersier bereaksi mengikuti mekanisme SN1
2. Sintesis Williamson
Alkohol merupakan asam lemah yang dapat bereaksi dengan logam membentuk alkoksida.
Cara yang umum pembuatan eter adalah berdasarkan sintesis Williamson, yang meliputi reaksi antara alkoksida atau ion fenoksida dengan alkil halida:
Dengan pengertian R dan R’ dapat berbeda, namun R’ harus metil, primer atau sekunder.
R – O:- dan Ar – O:- merupakan nukleofil yang bagus dan juga merupakan basa yang kuat, sehingga kemungkinan terjadi reaksi samping eliminasi. Sintesis Williamson dalam pembuatan eter mengikuti mekanisme SN2.
Perlu diingat bahwa urutan reaktivitas alkil halida terhadap basa yang menghasilkan proses eliminasi adalah 3o R3CX ˃ 2o R2CHX ˃ 1o RCH2X (Sastrohamidjojo, 2011).
3. Reaksi Alkilasi Senyawa Alkohol atau Fenol dengan Senyawa Diazo Reaksi alkilasi alkohol atau fenol yang umum dilakukan dengan senyawa diazo adalah pembentukan metil eter dengan senyawa diazometan.
Pembentukan metil eter melalui metoda ini memberikan hasil yang cukup kuantitatif serta dapat dilakukan dalam jumlah yang kecil (mg) dengan memberikan rendemen yang tinggi. Raksi diazometan dengan senyawa-senyawa alkohol dapat berlangsung dengan menggunakan katalis HBF4 atau AlCl3 sedangkan untuk senyawa-senyawa fenol disebabkan senyawa tersebut asam, reaksinya berjalan dengan baik pada temperatur kamar tanpa menggunakan suatu katalis (March, 1984).
2.7 Katalis
Katalis didefinisikan sebagai suatu yang mengakibatkan reaksi lebih cepat mencapai kesetimbangan. Katalis tidak akan mengubah nilai tetapan kesetimbangan. Beberapa katalis mengalaminya dengan membentuk reaksi untuk mencapai kompleks teraktifkan yang sama dengan bila tanpa adanya katalis.
Namun kebanyakan katalis tampaknya memberikan suatu mekanisme yang berbeda. Reaksi tanpa katalis berjalan lambat kecuali dengan suhu yang sangat tinggi yang menyebabkan timbulnya kesulitan lain seperti kesulitan mengatur suhu yang lebih tinggi dan terjadi reaksi lain yang tidak dikehendaki (Cotton dan Wilkinson, 1989).
Semua katalisator mempunyai sifat yang sama, yaitu :
a. Katalisator tidak berubah selama reaksi berlangsung, namun ada kemungkinan katalisator ikut dalam reaksi tetapi setelah reaksi berakhir, katalisator tersebut diperoleh kembali.
b. Katalisator tidak mempengaruhi letak kesetimbangan, juga tidak mempengaruhi besarnya tetapan kesetimbangan, sebab semua reaksi berakhir dengan kesetimbangan.
Katalisator tidak dapat mengawali suatu reaksi, reaksi yang dikatalisir harus sudah berjalan walaupun sangat lambat.
c. Katalisator tidak dapat mengawali suatu reaksi, reaksi yang dikatalisir harus sudah berjalan walaupun sangat lambat.
d. Katalisator yang diperlukan untuk mempercepat reaksi biasanya hanya sedikit namun pada umumnya jumlah katalisator juga mempengaruhi kecepatan reaksi (Sukardjo, 1990).
2.8 Microwave
Microwave adalah teknologi pemanasan dengan memanfaatkan radiasi gelombang elektromagnetik yang mempunyai panjang gelombang sangat pendek.
Gelombang elektromagnetik yang dihasilkan dari magnetron mampu meradiasi molekul-molekul polar di dalam sampel sehingga molekulnya bergetar bolak-balik ke arah positif dan negatif secara bergantian(Mujumdar, 2003).
Pemanasan dan pengeringan menggunakan microwave berbeda dengan metode pengeringan konvensional. Metode konvensional diatur oleh gradien temperatur antara temperatur luar dan temperatur dalam bahan, sedangkan mekanisme pemanasan dari frekuensi microwave tidak diatur oleh gradien temperatur. Energi yang dihasilkan diserap oleh bahan yang masih basah (Anggraini, 2007).
Microwave bekerja dengan melewatkan radiasi gelombang mikro pada molekul air, lemak, maupun gula yang sering terdapat pada bahan makanan.
Molekul-molekul ini akan menyerap energi elektromagnetik tersebut. Proses penyerapan energi ini disebut sebagai pemanasan dielektrik (dielectric heating).
Molekul-molekul pada makanan bersifat elektrik dipol, artinya molekul tersebut memiliki muatan negatif pada satu sisi dan muatan positif pada sisi yang lain.
Akibatnya, dengan kehadiran medan elektrik yang berubah-ubah yang diinduksikan melalui gelombang mikro pada masing-masing sisi akan berputar untuk saling mensejajarkan diri satu sama lain. Pergerakan molekul ini akan menciptakan panas seiring dengan timbulnya gesekan antara molekul yang satu dengan molekul yang lainnya. Energi panas yang dihasilkan oleh peristiwa inilah yang berfungsi sebagai agen pemanasan bahan makanan di dalam microwave (Saputra dan Ningrum, 2004).
2.9 Derajat Substitusi
Derajat substitusi (DS) dapat didefinisikan sebagai nilai rata-rata dari gugus fungsi dalam polimer. Banyak cara untuk menentukan nilai DS, salah satunya adalah dengan metode titrasi kembali. Metode ini merupakan metode yang telah ditetapkan dalam internasional standar organization technical committee 93 sebagai metode standard (Stojanovic et al, 2005).
DS=
Seperti pada umumnya reaksi kimia, reaksi esterifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti konsentrasi reaktan, waktu reaksi dan katalis yang pada akhirnya menentukan jumlah gugus asetil yang tersubstitusi (Amalia et al, 2016).
Derajat substitusi menyatakan jumlah rata-rata per anhidroglukosa unit yang
disubstitusikan oleh gugus lain. Apabila gugus yang menggantikan berupa satu gugus hidroksil pada tiap unit anhidroglukosa diesterifikasi dengan satu buah gugus asetil, nilai DS sebesar 1 (Wurzburg, 1989).
Peningkatan rasio katalis menunjukkan penurunan dalam nilai derajat substitusi, sedangkan menaikkan suhu reaksi menunjukkan peningkatan terhadap nilai derat substitusi (Prashanth et al, 2006).
Nilai derajat subsitusi berdasarkan pengaplikasiannya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.1 Nilai Derajat Substitusi
(Ambjornsson, 2013) Derajat substitusi merupakan parameter yang penting dalam menentukan suatu kualitas dari karboksimetil. Dari segi kualitas, semakin besar nilai derajat substitusi maka kualitas dari karboksimetil semakin baik. Karena kelarutannya di dalam air semakin besar (Arum, 2005).
2.10 Fourier Transform Infra Red (FT-IR)
Spektroskopi adalah suatu studi mengenai interaksi antara energi, cahaya dan materi (Fessenden,1984). FT-IR merupakan singkatan dari Fourier Transform Infra Red. FT-IR ini adalah teknik yang digunakan untuk mendapatkan spektrum inframerah dari absorbansi, emisi, fotokonduktivitas dari sampel padat, cair, dan gas (Hindrayawati, 2010). Spektroskopi inframerah adalah salah satu dari teknik sprektroskopi yang penting digunakan untuk analisa kimia organik dan anorganik.
Tujuan utama penggunaan spektroskopi inframerah adalah menentukan gugus fungsional dalam suatu sampel (Sherman, 2000).
Sinar inframerah (infra red = IR) mempunyai panjang gelombang yang lebih panjang dibandingkan dengan UV-Vis, sehingga energinya lebih rendah dengan
Derajat subsitusi Aplikasi
0,4 – 1,2 Dalam bidang komersil 0,7 – 0,9 Bahan makanan dan minuman
2,5 x 10-4 cm). Sinar inframerah hanya dapat menyebabkan vibrasi (getaran) pada ikatan baik berupa rentangan (streching = str) maupun berupa bengkokan (bending = bend). Energi vibrasi untuk molekul adalah spesifik yang berarti bilangan grlombangnya pun spesifik. Namun pada prakteknya spektroskopi IR lebih diperuntukkan untuk menentukan adanya gugus-gugus fungsional utama dalam suatu sampel yang diperoleh berdasarkan bilangan gelombang yang dibutuhkan untuk vibrasi tersebut (Sitorus, 2001).
Sebagai sumber cahaya yang umum digunakan adalah lampu tungsen, narnst glowers, atau glowbars. Dispersi spektrofotometr inframerah menggunakan monokromator yang berfungsi umtuk menyeleksi panjang gelombang. Jika suatu frekuensi tertentu dari radiasi inframerah dilewatkan pada sampel suatu senyawa organikmaka akan terjadi penyerapan frekuensi senyawa tersebut. Detektor yang ditempatkan pada sisi lain dari senyawa akan mendeteksi frekuensi yang dilewatkan pada sampel yang tidak diserap oleh senyawa. Banyaknya frekuensi yang melewati senyawa (yang tidak diserap) akan diukur sebagai persen transmitan.
2.11 Scanning Electron Microscopy (SEM)
Mikroskop electron adalah sebuah mikroskop yang dapat melakukan pembesaran objek sampai 2 juta kali. Mikroskop ini menggunakan elektrostastik dan elektromagnetik untuk pembesaran objek serta resolusi yang jauh lebih bagus daripada mikroskop cahaya (Sagala, 2013).
SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan specimen secara makroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen interaksi berkas elektron dengan specimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar x, elektron sekunder, absorbsi elektron. Analisis SEM pada hakikatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau lapisan yang tebalnya sekitar 20 µm dari permukaan yang diperoleh merupakan gambar tofografi dengan segala tonjolan, lekukan, dan lubang permukaan (Wirjosentono,1995).
Cara terbentuknya gambar pada SEM yaitu gambar dibuat berdasarkan deteksi electron baru (electron skunder) atau electron pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika permukaan sampel discan dengan sinar electron. Electron skunder atau electron pantul yang terdeteksi selanjutnya diperkuat sinyalnya, kemudian besar amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap-terang pada layar monitor CTR (cathode ray tube). Di layar CTR inilah gambar struktur obyek yang sudah diperbesar bias dilihat. Pada proses operasinya, SEM tidak memerlukan sampel yang ditipiskan, sehingga bias digunakan untuk melihat obyek dari sudut pandang 3 dimensi.
Komposisi secara kualitatif dan kuantitatif jika menggunakan instrumen tambahan berupa energy disepersive X-Ray Spectrometer (EDX)
Informasi yang diperoleh dari SEM adalah sebagai berikut :
1. Topografi : Mengobservasi permukaan dan tekstur material, kemudian fraktur (cacat) pada permukaan material.
2. Morfologi : Menganalisis bentuk dan ukuran dari partikel.
3. Komposisi secara kualitatif dan kuantitatif jika menggunakan instrumen tambahan berupa energy disepersive X-Ray (EDX).
2.12 X-Ray Difraction
X-Ray Diffraction merupakan salah satu metode karakteristik material yang paling tua dan paling sering digunakan hingga sekarang. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel. Bahan yang dianalisa adalah tanah halus, homogenized, dan rata-rata komposisi massal ditentukan (Ratnasari, 2009).
Pada waktu suatu material dikenai sinar-X, maka intensitas sinar yang ditransmisikan lebih rendah dari intensitas sinar datang. Hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh material dan juga penghamburan oleh atom-atom dalam material 17 tersebut. Berkas sinar-X yang dihamburkan tersebut ada yang saling menghilangkan karena fasanya berbeda dan ada juga yang saling menguatkan karena fasanya sama.
Berkas sinar-X yang saling menguatkan itulah yang disebut sebagai berkas difraksi (Ratnasari, 2009).
Hasil dari penembakan logam dengan elektron energi tertinggi dengan karakterisasi tersebut sinar-X mampu menembus zat padat sehingga dapat digunakan untuk menentukan struktur kristal. Hamburan sinar ini dihasilkan bila suatu elektron logam ditembak dengan elektron-elektron berkecepatan tinggi dalam tabung hampa udara (Beiser, 1992).
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Maret 2019 hingga September 2019 di Laboratorium Kimia Organik FMIPA USU. Pengukuran Tekstur kolang-kaling dilakukan di laboratorium Ilmu Teknologi Pangan Fakultas Pertanian USU. Analisa gugus fungsi (FT-IR) dilakukan di Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi Universitas Lampung, Analisa morfologi permukaan SEM dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin ITS dan Analisa XRD dilakukan di Laboratorium Sistematika Indonesia Jakarta.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :
Neraca Analitis Shimadzu
Blender National super
Beaker glass 250ml Pyrex
Pipet tetes Spatula
Batang Pengaduk
Gelas Erlenmeyer 250ml Pyrex
Gelas Erlenmeyer 50ml Pyrex
Hotplate stirrer Ika
Corong kaca Kertas saring biasa
Kertas saring No.42 Whattman
Kertas label Buret
Labu tkar 250ml
Desikator
Gelas ukur 100ml Pyrex
Gelas Beaker 500ml Pyrex
Indikator Universal
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : Kolang-kaling
Air Suling
NaOH p.a E’Merck
Natrium kloro asetat p.a E’Merck Etanol 70%
Etanol 96%
Etanol p.a E’Merck
HCl p.a E’Merck
Silika gel Metanol 70%
3.2 Prosedur Penelitian
3.3.1 Penentuan Tekstur Biji Aren
Pengambilan sampel biji aren yang diukur dilakukan dengan teknik random berstrata (Stratified random Sampling). Pengukuran tekstur dilakukan secara objektif menggunakan alat penetrometer. Sampel yang telah disiapkan ditusuk pada empat titik dengan menggunakan alat penetrometer precition yang diberi tekanan 250 g dengan skala 1/10 mm selama 10 detik. Nilai tekstur dapat dibaca pada skala yang ditunjukkan oleh jarum petunjuk, keempat nilai tersebut dirata-ratakan. Dihitung nilai tekstur dengan rumus seperti dibawah ini (Sitorus, 2001).
3.3.2 Pembuatan Karboksimetil Polisakarida Biji Aren Dengan Penambahan Katalis Larutan NaOH dan pelarut air
Sebanyak 60 gram biji aren lunak dibersihkan dan diiris tipis-tipis. Biji aren yang telah diiris tipis-tipis dimasukkan kedalam tabung blender yang telah diisi dengan air suling sebanyak 150ml, kemudian diblender selama 3 menit. Biji aren yang telah halus dimasukkan kedalam Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 2ml NaOH 45% sambil didinginkan pada suhu 0-8˚C dan diaduk hingga homogen. Suhu dinaikkan hingga 15-18˚C. Kemudian ditambahkan 7ml natrium kloroasetat 75%
dalam air. Erlenmeyer dimasukkan kedalam microwave pada daya 10P selama 5menit. Kemudian didiamkan selama 24jam. Campuran reaksi yang telah didiamkan tersebut ditambahkan etanol 70% : air pada perbandingan 80 : 2 , lalu disaring.
Residu dicuci berkali-kali hingga pH netral dengan etanol 96%. Ditambahkan HCl 2M dalam methanol 70% sebanyak 20ml. Kemudian diaduk selama 2 jam.
Ditambahkan etanol 96%, disaring. Endapan dicuci dengan etanol 70% sampai tiga kali. Kemudian dilarutkan dalam air suling dan dicuci hingga pH netral dengan etanol 96%. Endapan yang terbentuk disaring dan dicuci dengan etanol p.a.
Kemudian dikeringkan didalam desikator hingga berat konstan. Karboksimetil yang diperoleh dianalisis dengan spektrofotometer FT-IR. Dilakukan prosedur yang sama pada biji aren lunak dengan variasi penambahan NaOH : kloro asetat yaitu 4ml:7ml , 8ml:7ml , 16ml:7ml. Dan dilakukan prosedur yang sama juga pada biji aren keras dengan variasi penambahan NaOH : kloro asetat yaitu 2ml:7ml , 4ml:7ml , 8ml:7ml.
3.3.3 Pembuatan Karboksimetil Polisakarida Biji Aren Dengan Menggunakan Katalis Serbuk NaOH dan Tanpa Penambahan Pelarut Air
Sebanyak 60gram biji aren lunak dibersihkan dan diris tipis-tipis. Biji aren yang telah diris tipis-tipis dimasukkan kedalam tabung blender. Kemudian diblender selama 3menit. Biji aren yang telah halus dimasukkan kedalam Erlenmeyer.
Kemudian ditambahkan 1.95gram serbuk NaOH sambil didinginkan pada suhu 0-8˚C dan diaduk hingga homogen. Suhu dinaikkan hingga 15-18˚C, kemudian ditambahkan 2.6gram natrium kloroasetat. Erlenmeyer dimasukkan kedalam microwave pada daya 10P selama 5menit. Kemudian didiamkan selama 24jam.
perbandingan 80 : 2 sebanyak 50ml, lalu disaring. Residu dicuci berkali-kali hingga pH netral dengan etanol 96%. Ditambahkan HCl 2M dalam methanol 70% sebanyak 20ml. Kemudian diaduk selama 2 jam. Ditambahkan etanol 96%, disaring. Endapan dicuci dengan etanol 70% sampai tiga kali. Kemudian dilarutkan dalam air suling dan dicuci dengan etanol 96% sampai pH netral. Endapan yang terbentuk disaaring dan dicuci dengan etanol p.a. Kemudian dikeringkan didalam desikator hingga berat konstan. Karboksimetil yang diperoleh dianalisis dengan Derajat Substitusi,spektrofotometer FT-IR, uji morfologi permukaan SEM, dan uji XRD.
Dilakukan prosedur yang sama pada kolang kaling lunak dengan variasi penambahan NaOH:SCA yaitu 2.6gram:2.6gram dan dilakukan prosedur yang sama pada kolang kaling keras dengan variasi penambahan NaOH : kloro asetat yaitu 1.95gram:2.6gram dan 2.6gram:2.6gram.
3.3.4 Penentuan Derajat Substitusi
Derajat substitusi (DS) ditentukan dengan melarutkan 0,20g karboksimetil polisakarida dalam 20ml NaOH 0,1M diikuti dengan pengadukan menggunakan magnetic stirrer selama 2 jam. Kemudian dititrasi dengan HCl 0,1M dan menggunakan fenolftalein sebagai indikatornya.
Nilai derajat substitusi dapat dihitung berdasarkan persamaan : A
Dimana :
A = mili equivalen NaOH yang dibutuhkan per gram sampel N1 = Normalitas dari NaOH
N2 = Normalitas dari HCl
3.4 Bagan Penlitian
3.4.1 Pembuatan Karboksimetil Polisakarida Biji Aren Dengan Penambahan Katalis Larutan NaOH dan Pelarut Air
60g biji aren lunak
dimasukkan kedalam tabung blender ditambahkan 150ml air suling
diaduk hingga halus sehingga membentuk gel
ditambahkan NaOH 45% sebanyak 2ml dituangkan kedalam gelas Erlenmeyer
ditambahkan kloro asetat 75% sebanyak 7ml
dipanaskan dalam microwave dengan daya 10P selama 5 menit didiamkan selama 24 jam
Campuran reaksi
ditambahkan etanol 96% dan air dengan perbandingan 80 : 2 disaring
dicuci berkali-kali hingga pH netral dengan etanol 96%
ditambahkan HCl 2M dalam 70% metanol sebanyak 20ml diaduk selama 2 jam
ditambahkan etanol 96%
disaring
Endapan Filtrat
dicuci dengan etanol 70% sampai tiga kali ditambahkan air kemudian diuji pH dicuci dengan etanol 96% hingga pH netral ditambahkan etanol pa
dikeringkan
Uji Derajat
Substitusi FT-IR SEM XRD
Dilakukan prosedur yang sama pada biji aren lunak dengan variasi penambahan NaOH : kloro asetat yaitu 4ml:7ml ; 8ml:7ml. Dan dilakukan prosedur yang sama juga pada biji aren keras dengan variasi penambahan NaOH : kloro asetat yaitu 2ml:7ml ; 4ml:7ml ; 8ml:7ml.
3.4.2 Pembuatan Karboksimetil Polisakarida Biji Aren dengan penambahan serbuk NaOH tanpa penambahan pelarut air
60g biji aren lunak
dimasukkan kedalam tabung blender diaduk hingga halus membentuk gel
dituangkan kedalam gelas Erlenmeyer ditambahkan NaOH sebanyak 1.95 g ditambahkan kloro asetat sebanyak 2.6 g
dipanaskan dalam microwave dengan daya 10P selama 5 menit didiamakan selama 24 jam
Campuran reaksi
ditambahkan etanol 96% dan air dengan perbandingan 80 :2 disaring
dicuci berkali-kali hingga pH netral dengan etanol 96%
ditambahkan HCl 2M dalam 70% metanol sebanyak 20ml diaduk selama 2 jam
ditambahkan etanol 96%
disaring
Endapan Filtrat
dicuci dengan etanol 70% sampai tiga kali ditambahkan air kemudian di uji pH hingga pH 3
dicuci dengan etanol 96% hingga pH netral dicuci dengan etanol p.a
dikeringkan didalam desikator hingga berat konstan
Uji Derajat
Substitusi FT-IR SEM X-RD
Dilakukan prosedur yang sama pada biji aren lunak dengan variasi penambahan NaOH : kloro asetat yaitu 2.6g : 2.6g dan dilakukan prosedur yang sama pada kolang kaling keras dengan variasi penambahan NaOH : kloro asetat yaitu 1.95g : 2.6g dan 2.6g : 2.6g
3.4.3 Penentuan Derajat Substitusi
Karboksimetil Polisakarida Biji Aren
ditimbang 0.2g karboksimetil polisakarida biji aren lunak dengan penambahan pelarut air ditambahkan dengan 20ml NaOH 0.1M
diaduk selama 2 jam dengan menggunakan magnetic stirrer ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes dititrasi dengan menggunakan larutan standar HCl 0.1M
dicatat hasilnya hingga warna yang dititrasi kembali seperti awal ketika belum ditambahkan indikator fenolftalein
Hasil
Dilakukan prosedur yang sama terhadap biji aren keras dengan penambahan pelarut air. Dan dilakukan prosedur yang sama terhadap karboksimetil polisakarida biji aren dengan menggunakan serbuk NaOH dan tanpa penambahan pelarut air.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penentuan Tekstur Biji Aren
Penentuan tekstur biji aren dilakukan dengan menghitung nilai rata-rata dari nilai tekstur biji aren tersebut yang dilakukan secara objektif menggunakan alat penetrometer yang ditusukkan pada empat titik dari biji aren yang diberi tekanan 250 g, dengan skala 1/10 mm selama 10 detik. Adapun hasil dari tekstur biji aren tersebut ditunjukkan pada tabel 4.1dan tabel 4.2
Tabel 4.1 Hasil Penentuan Tekstur Biji Aren Keras
Sampel Kiri (g/mm)
Kanan (g/mm)
Atas (g/mm)
Bawah (g/mm)
Nilai Tekstur (g/mm)
1 89 73 70 71 0,330
2 87 101 107 106 0,249
3 103 110 103 108 0,235
4 95 107 115 118 0,229
5 98 103 123 133 0,218
Tabel 4.2 Hasil Penentuan Tekstur Biji Aren Lunak
Sampel Kiri (g/mm)
Kanan (g/mm)
Atas (g/mm)
Bawah (g/mm)
Nilai Tekstur (g/mm)
1 163 238 328 336 0,093
2 288 268 202 207 0,103
3 252 250 320 338 0,086
4 246 231 352 270 0,090
5 202 184 278 252 0,098
Pengujian sampel diatas dilakukan pada tiga tingkat kematangan biji aren yaitu biji aren keras, dan biji aren lunak. Uji penentuan tekstur biji aren diatas menggunakan alat penetrometer, sehingga dihasilkan nilai tekstur dari biji aren keras berkisar 0,330-0,217 g/mm, dan nilai tekstur biji aren lunak ≤0,181 yang diperoleh berkisar 0,086-0.90 g/mm. Perubahan sifat fisik dan sifat kimia dari biji aren tersebut menyebabkan nilai tekstur biji aren keras lebih tinggi dibandingkan biji aren lunak.
Biji aren lunak dipilih sebagai sampel dalam penelitian karena biji aren lunak memiliki tingkat kelarutan yang tinggi. Hal ini disebabkan karena kandungan galaktomanan (fraksi larut air) lebih tinggi. Hasil data tekstur diatas mendekati hasil yang diperoleh (Naibaho, 2018), namun berbeda dengan hasil yang diperoleh oleh (Tarigan, 2019) dikarenakan kondisi kolang-kaling yang digunakan peneliti diperoleh dari kolang-kaling yang sudah di rendam, sehingga tingginya kandungan air di dalam kolang-kaling menyebabkan tekstur kolang-kaling berubah, yang seharusnya setengah matang, menjadi lebih matang.
4.2 Hasil Spektrum FT-IR Pembuatan Karboksimetil Polisakarida Biji Aren
Pembuatan karboksimetil polisakarida biji aren dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1. Pembuatan Karboksimetil Polisakarida Biji Aren dengan penambahan katalis larutan NaOH 45% dan pelarut air. Pada proses ini dilakukan pada biji aren lunak dan biji aren keras. Dimana biji aren lunak ataupun biji aren keras diblender dengan penambahan air suling kemudian ditambahkan katalis larutan NaOH 45%. Spektrum FT-IR karboksimetil biji aren ditunjukkan pada gambar 4.1 dan 4.2.
Gambar 4.1 Spektrum FT-IR Biji Aren Lunak dengan penambahan katalis NaOH dan pelarut air.
Gambar 4.2 Spektrum FT-IR biji aren keras dengan penambahan katalis NaOH dan pelarut air.
Pada proses penambahan katalis NaOH 45% dan air pada saat menghaluskan biji aren keras dan lunak, tidak ada terjadi senyawa karboksimetil polisakarida. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan 4.2 yang dibuktikan dengan tidak munculnya pita serapan pada bilangan gelombang 1800cm-1 – 1650 cm-1 yang merupakan vibrasi stretching C=O (karbonil) dari karboksimetil tersebut.
2. Pembuatan Karboksimetil polisakarida biji aren dengan menggunakan katalis NaOH dalam bentuk serbuk dan tanpa penambahan pelarut air. Pada proses ini dilakukan pada biji aren lunak dan keras. Spectrum FT-IR karboksimetil polisakarida biji aren lunak dan keras ditunjukkan pada gambar 4.3.
Gambar 4.3 Spektrum FT-IR karboksimetil polisakarida biji aren lunak tanpa penambahan pelarut air
Gambar 4.4 Spektrum FT-IR karboksimetil karboksimetil biji aren keras tanpa penambahan pelarut air.
Spektrum karboksimetil polisakarida biji aren ditunjukkan pada gambar 4.3 dari karboksimetil biji aren lunak yang tidak ditambahkan air dan gambar 4.4 dari karboksimetil biji aren keras yang tidak ditambahkan air . Untuk membuktikan telah terbentuk karboksimetil polisakarida adapun pita-pita serapan yang terdapat pada karboksimetil biji aren lunak (Gambar 4.3) adalah 3260 cm-1 , 2922 cm-1 , 1729 cm-1 , 1640 cm-1 , 1371 cm-1 , 1244 cm-1 , 1006 cm-1 , 872 cm-1 , 760 cm-1 dan puncak puncak vibrasi yang terdapat pada karboksimetil biji aren keras (Gambar 4.4) 3324 cm-1 , 2892 cm-1 , 1729 cm-1 , 1640 cm-1 , 1371 cm-1 , 1006 cm-1 , 872 cm-1 dan 805 cm-1 . Pita serapan untuk karboksimetil polisakarida biji aren lunak dank eras
secara berturut-turut memberikan gambaran sebagai berikut pita serapan pada bilangan gelombang 3260 cm-1 , 33224 cm-1 menunjukkan vibrasi stretching gugus OH dari polisakarida yang didukung oleh pita serapan pada bilangan gelombang 3260 cm-1 , 3324 cm-1 menunjukkan vibrasi stretching gugus OH dari polisakarida yang didukung oleh pita serapan pada bilangan gelombang 1640 cm-1 yang menunjukkan gugus –OH yang terikat dengan air atau vibrasi bonding gugus OH.
Pita serapan pada bilangan gelombang 2922 cm cm-1 , 2892 cm-1 menunjukkan vibrasi stretching C-H sp3 dari –CH2 (Sinsh et al., 2009) yang didukung oleh vibrasi bonding CH2 pada bilangan gelombang 1371 cm-1. Dicirikan dengan adanya gugus karbonil (C=O) pada bilangan gelombang 1800-1650 cm-1atau tepatnya 1729 cm-1 yang merupakan vibrasi stretching C=O dari karboksimetil pita melebar pada bilangan gelombang 1006 cm-1 merupakan vibrasi stretching C-O. Menurut Bunh et al, 2014 biasanya pita melebar pada bilangan gelombang 900-1200 cm-1 oleh vibrasi stretching –C-C-O , C-OH dan C-O-C dari rantai utama polimer dan cincin piranosa.
Pita serapan pada 872 cm-1 karboksimetil ikatan ß-D manopiranosa yang ada dalam polisakarida dan pita pada 805 cm-1 menunjukkan adanya ikatan α-D – galaktopiranosa (Bunh et al., 2014)
Gambar 4.5 Serbuk karboksimetil polisakarida biji aren
Pada gambar 4.6 gabungan spectrum FT-IR Karboksimetil Polisakarida Biji Aren
Gambar 4.6 Spektrum FT-IR Karboksimetil Polisakarida Biji Aren dengan penambahan air dan tidak penambahan air
Keterangan :
A : Karboksimetil Polisakarida Biji Aren Lunak dengan penambahan air B : Karboksimetil Polisakarida Biji Aren Lunak tanpa penambahan air C : Karboksimetil Polisakarida Biji Aren Keras dengan penambahan air D : Karboksimetil Polisakarida Biji Aren Keras tanpa penambahan air
Proses sintesis karboksimetil polisakarida dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu alkalisasi dan karboksimetilasi. Tahap awal adalah proses alkalisasi dengan penambahan katalis NaOH, kemudian ditambahkan dengan sodium kloroasetat.
Tahap alkalisasi menggunakan NaOH, dengan tujuan mengaktifkan gugus-gugus – OH pada molekul polisakarida yang berupa galaktomanan dan manan, memecah ikatan hidrogen molekul galaktomanan dan manan menjadi swelling yang akan memudahkan difusi reagen karboksimetilasi yaitu sodium kloroasetat.
Kekuatan basa berhubungan dengan jumlah OH- yang dapat ditambahkan kedalam air. Jumlah OH- akan lebih banyak dilepaskan ke air dari NaOH. Semakin
banyak OH- dalam larutan semakin besar juga kemungkinan penyerangan pada gugus karbon karbonil pada karboksimetil polisakarida (Azhar et al, 2010)
Dalam penambahan natrium hidroksida, galaktomanan akan mengalami proses swelling yang menjadikan galaktomaan lebih mudah terdifusi oleh bahan kimia. Proses swelling pada galaktomanan terjadi karena putusnya ikatan hidrogen intramolekul maupun intermolekul sehingga struktur dari galaktomnan berubah.
Selain itu, gugus hidroksil pada galaktomanan juga lebih reaktif karena terionisasi oleh ion alkali yaitu Na+ membentuk ion alkoksida RO-. Selama tahap alkalisasi terlihat pada galaktomanan mengalami swelling dan kemudian mengalami perubahan warna menjadi coklat muda. Proses selanjutnya yaitu eterifikasi antara alkali galaktomanan dengan asam monokloroasetat atau yang disebut dengan proses karboksimetilasi. Berikut ini adalah reaksi kimia sintesis karboksimetil polisakarida atau sering dikenal dengan reaksi eterifikasi Wiliiamson. . Reaksinya ditunjukkan pada gambar 4.7
Gambar 4.7 Mekanisme Reaksi Karboksimetil Polisakarida
Reaksi substitusi nukleofilik adalah reaksi dimana terjadi penyerangan secara selektif oleh nukleofil yang kaya elektron ke muatan positif dari sebuah
atom C pada rantai karbon yang mengikat gugus pergi (leaving group) sehingga nukleofil akan menggantikan posisi gugus pergi. Pada dasarnya, reaksi substitusi nukleofilik dibedakan menjadi 2 yaitu reaksi substitusi unimolekuler (SN-1) atau disebut reaksi orde satu dan reaksi substitusi nukleofilik bimolekuler (SN-2) atau disebut reaksi orde 2. Hal yang membedakan kedua reaksi tersebut adalah pengaruh substrat dan nukleofil terhadap laju reaksi. Pada reaksi SN-1 yang mempengaruhi laju reaksi hanyalah substrat sedangkan laju reaksi pada reaksi SN-2 dipengaruhi oleh substrat dan nukleofil. (Andriani, 2017)
Reaksi SN-2 adalah reaksi substitusi nukleofilik bimolekuler (orde 2) yang berlangsung satu tahap melalui tahap transisi (transition state). Suatu reaksi substitusi dapat terjadi secara mekanisme SN-2 jika nukleofil yang menyerang merupakan nukleofil kuat dan pelarut yang digunakan adalah pelarut polar aprotik. Pemilihan pelarut dalam suatu reaksi sangat berpengaruh.
Begitupun dalam reaksi SN-2. Reaksi SN2 akan berlangsung baik jika menggunakan pelarut polar aprotik (pelarut polar yang tidak mengandung gugus OH- dan NH2). Pelarut ini akan menaikkan kecepatan reaksi SN2 dengan cara menaikkan energi molekulnya. Pelarut polar aprotik sangat mendukung mekanisme reaksi SN-2. Pelarut polar aprotik memiliki momen dipol yang besar dan dapat melarutkan spesi bermuatan positif dari kutub negatif yang dimilikinya (Sari, 2011).
4.3 Hasil Pembuatan Karboksimetil Polisakarida Biji Aren
4.3.1 Hasil Pembuatan Karboksimetil Polisakarida Biji Aren dengan Penambahan Air
Tabel 4.3 Hasil Pembuatan Karboksimetil Polisakarida Biji Aren dengan Penambahan Katalis Larutan NaOH dan Pelarut Air
Jenis Karboksimetil Polisakarida Biji
Aren
Volume kloro asetat 75% (ml)
Volume katalis NaOH 45%
(ml)
Berat Karboksimetil
Polisakarida Biji Aren
Biji Aren Lunak 7ml 2ml 1.5013