• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI SAHIH PENYUSUNAN PERUBAHAN UU NO.12 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UJI SAHIH PENYUSUNAN PERUBAHAN UU NO.12 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN."

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

UJI SAHIH PENYUSUNAN PERUBAHAN

UU NO.12 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM

BUDIDAYA TANAMAN

Oleh:

Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, M.S.

Disampaikan Dalam Seminar Sehari Penyempurnaan Draft Rancangan UU Tentang

Perubahan UU No.12 Th. 2012. Diselenggarakan oleh DPD RI Kemite II dan

(3)

PERMASALAHAN UU 12 TAHUN 2012

1. UU Nomor 12/1992 tentang Sistem Budidaya

Tanaman (SBT) mempersempit dan

menghalangi kesempatan petani berperan

serta

dalam pengembangan budidaya tanaman.

Penerapan UU SBT menghalangi akses petani

untuk memenuhi hak atas pangan.

Petani didiskriminasi

tak boleh menjual bibit

hasilnya sendiri

penerapan aturan sama antara

petani dengan perusahaan

Kriminalisasi petani oleh

perusahaan-perusahaan besar

dengan dalih melanggar UU.

1. UU Nomor 12/1992 tentang Sistem Budidaya

Tanaman (SBT) mempersempit dan

menghalangi kesempatan petani berperan

serta

dalam pengembangan budidaya tanaman.

Penerapan UU SBT menghalangi akses petani

untuk memenuhi hak atas pangan.

Petani didiskriminasi

tak boleh menjual bibit

hasilnya sendiri

penerapan aturan sama antara

petani dengan perusahaan

Kriminalisasi petani oleh

(4)

2. Konsideran kebijakan bagus, tetapi

pelaksanaanya tidak memihak petani

petani

kecil harus memenuhi persyaratan yang sangat berat.

Pasal 6: dinyatakan petani memiliki hak

menanam apa yang diinginkan

, tetapi diayat

berikutnya hak bisa hilang akibat

petani wajib

mengikuti rencana yang ditentukan pemerintah

.

Pasal 9, petani yang dari awal melakukan

konservasi plasma nutfah kemudian harus

memakai ijin

, kalau tidak maka menjadi terlarang.

Pasal 12, hasil karya petani melakukan

pemuliaan tanaman apabila diedarkan oleh

kelompok/

komunal dilarang, serta dituduh

melakukan sertifikasi liar.

2. Konsideran kebijakan bagus, tetapi

pelaksanaanya tidak memihak petani

petani

kecil harus memenuhi persyaratan yang sangat berat.

Pasal 6: dinyatakan petani memiliki hak

menanam apa yang diinginkan

, tetapi diayat

berikutnya hak bisa hilang akibat

petani wajib

mengikuti rencana yang ditentukan pemerintah

.

Pasal 9, petani yang dari awal melakukan

konservasi plasma nutfah kemudian harus

memakai ijin

, kalau tidak maka menjadi terlarang.

Pasal 12, hasil karya petani melakukan

pemuliaan tanaman apabila diedarkan oleh

kelompok/

komunal dilarang, serta dituduh

(5)

3. Tidak adanya pelibatan masyarakat dalam perencanaan Sistem

Budidaya Tanaman:

Petani tidak diberikan akses dan ruang partisipasi secara

terbuka

kebijakan/program yang dibuat tidak mampu memenuhi

kebutuhan dan kepentingan petani yang sebenarnya.

Tidak ada manajemen partisipatif dalam pembuatan kebijakan

petani hanya sebagai obyek yang harus melaksanakan kebijakan

yang telah dibuat oleh pemerintah.

Petani tidak dilibatkan dalam proses perencanaan,

Petani tidak dilibatkan dalam proses perencanaan,

pengembangan dan pengaturan produksi serta penetapan

wilayah

hanya ada forum sosialisasi mengenai imbauan

pemerintah

yang tidak menjalankan imbauan pemerintah dapat

dikrimminalisasi, diskriminasi dan diintimidasi.

Pemerintah hanya mengejar kepentingan angka produksi yang

tinggi

, mengabaikan tujuan-tujuan lain dibidang kelestarian

(6)

4. LIBERALISASI PRODUKSI & PERDAGANGAN BENIH

(Wulandari, 2013)

Sekitar 90% pasar benih dan input pertanian

dikuasai perusahaan benih raksasa

(Monsanto,

Syngenta, Bayer, Dow Agro Science, BASF dan Dupon):

UU 12 : mengontrol benih

ketergantungan benih pada

perusahaan benih dan mahalnya benih bagi petani.

UU 12: mengontrol semua proses budidaya tanaman

(mulai dari cara bertanam, perbenihan, tanaman yang harus

ditanam, sampai pengedaran benih)

petani tidak secara

bebas memilih memuliakan benih secara mandiri.

Aturan UU menegasikan peran petani pemulia

,

dengan secara langsung/tidak langsung menganggap yang

bisa melakukan pemuliaan benih adalah perusahaan/

laboratorium dan peneliti

UU 12: menegasikan adanya benih

yang dikembangkan

oleh petani secara turun tumurun.

4. LIBERALISASI PRODUKSI & PERDAGANGAN BENIH

(Wulandari, 2013)

Sekitar 90% pasar benih dan input pertanian

dikuasai perusahaan benih raksasa

(Monsanto,

Syngenta, Bayer, Dow Agro Science, BASF dan Dupon):

UU 12 : mengontrol benih

ketergantungan benih pada

perusahaan benih dan mahalnya benih bagi petani.

UU 12: mengontrol semua proses budidaya tanaman

(mulai dari cara bertanam, perbenihan, tanaman yang harus

ditanam, sampai pengedaran benih)

petani tidak secara

bebas memilih memuliakan benih secara mandiri.

Aturan UU menegasikan peran petani pemulia

,

dengan secara langsung/tidak langsung menganggap yang

bisa melakukan pemuliaan benih adalah perusahaan/

laboratorium dan peneliti

(7)

UU 12: meletakkan peran petani hanya sebagai

pengguna benih

benih hanya dimonopoli oleh

perusahaan dan benih menjadi mahal, akibatnya produktifitas

petani menurun.

UU 12: menutup kemungkinan petani berbagi benih,

bertukar benih dan menjual kepada teman sesama

petani

, karena harus memenuhi persyaratan yang sangat

susah dipenuhi oleh petani.

UU 12: meletakkan kontrol sumber daya pertanian,

termasuk benih, pengetahuan

, pada beberapa

perusahaan pertanian dan perbenihan;

UU 12: hanya memberi perlindungan kepada peneliti,

industri swasta yang bergerak dibidang pertanian

dan atau perbenihan, bukan petani.

UU12 : kuat mendukung pertanian monokultur

, yang

justru rawan serangan hama dan dan tidak berkelanjutan.

UU 12: meletakkan peran petani hanya sebagai

pengguna benih

benih hanya dimonopoli oleh

perusahaan dan benih menjadi mahal, akibatnya produktifitas

petani menurun.

UU 12: menutup kemungkinan petani berbagi benih,

bertukar benih dan menjual kepada teman sesama

petani

, karena harus memenuhi persyaratan yang sangat

susah dipenuhi oleh petani.

UU 12: meletakkan kontrol sumber daya pertanian,

termasuk benih, pengetahuan

, pada beberapa

perusahaan pertanian dan perbenihan;

UU 12: hanya memberi perlindungan kepada peneliti,

industri swasta yang bergerak dibidang pertanian

dan atau perbenihan, bukan petani.

(8)

PERUBAHAN YANG DITUJU

1. PERUBAHAN KOMPREHENSIF UU NO. 12 TAHUN 1992 MENJADI

:

UU SBT BARU

yang responsif pada kebutuhan dan kepentingan

petani yang sebelumnya tidak melibatkan partisipasi masyarakat

dan hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu.

UU SBT BARU

sebagai reformulasi kebijakan terintegrasi dengan

Good Governance sehingga UU SBT Baru mengandung

:

Good Governance sehingga UU SBT Baru mengandung

:

Sistem pertanian yang berwawasan lingkungan

dan memperhatikan etika lingkungan

Sistem pertanian yang berkelanjutan

(Suistainable Agriculture)

Mengembangkan potensi sosial dan ekonomi

masyarakat petani

(Community Based Development)

(9)

2. PEMBUATAN PERDA MENGENAI PERLINDUNGAN BIBIT

LOKAL DAN PERTANIAN ORGANIK

Perda yang memperhatikan lokalitas

masing-masing daerah

menjamin kesejahteraan petani dan

sistem pertanian yang berbeda disetiap daerah.

Perda yang menjamin perlindungan terhadap

bibit lokal dan sistem pertanian organik:

membentuk sistem pertanian yang

suistainable

agriculture

berpijak pada kesuburan tanah sebagai kunci

keberhasilan produksi

pertanian yang menghasilkan pangan yang sehat

(bebas dari obat-obatan dan zat kimia yang

mematikan).

2. PEMBUATAN PERDA MENGENAI PERLINDUNGAN BIBIT

LOKAL DAN PERTANIAN ORGANIK

Perda yang memperhatikan lokalitas

masing-masing daerah

menjamin kesejahteraan petani dan

sistem pertanian yang berbeda disetiap daerah.

Perda yang menjamin perlindungan terhadap

bibit lokal dan sistem pertanian organik:

membentuk sistem pertanian yang

suistainable

agriculture

berpijak pada kesuburan tanah sebagai kunci

keberhasilan produksi

pertanian yang menghasilkan pangan yang sehat

(bebas dari obat-obatan dan zat kimia yang

(10)

3. PENGUATAN KELEMBAGAAN DAN KOMUNITAS

PETANI (SOCIAL CAPITAL)

Terciptanya kekuatan

bargaining position

petani

sebagai modal sosial dalam memperkuat organisasi tani

Terjaminnya akses dalam perencanaan

kebijakan

pertanian

Memperkuat jaringan (

lingking

) antara petani

dan dengan pihak diluar

, agar kebutuhan dan

keingian petani dapat didengar dan diakomodasi untuk

mewujudkan

Community Based Development

Dilakukan dengan mengumpulkan seluruh

komunitas tani dan penyatuan visi atau tujuan

meningkatkan motivasi petani untuk terus menerapkan

pertanian yang berkesinambungan dan berwawasan

lingkungan serta menjadi kontrol atas hak-hak petani

3. PENGUATAN KELEMBAGAAN DAN KOMUNITAS

PETANI (SOCIAL CAPITAL)

Terciptanya kekuatan

bargaining position

petani

sebagai modal sosial dalam memperkuat organisasi tani

Terjaminnya akses dalam perencanaan

kebijakan

pertanian

Memperkuat jaringan (

lingking

) antara petani

dan dengan pihak diluar

, agar kebutuhan dan

keingian petani dapat didengar dan diakomodasi untuk

mewujudkan

Community Based Development

Dilakukan dengan mengumpulkan seluruh

komunitas tani dan penyatuan visi atau tujuan

(11)

4

. KHUSUS DI BIDANG PERBENIHAN UU NO 12

PERUBAHAN HARUS:

1. Mampu menjamin pertanian berkelanjutan dan

kemandirian pangan dengan

membuka akses dan

kontrol seluas-luasnya dalam proses pemuliaan

dan budi daya tanaman oleh petani

2. Melindungi petani dari upaya monopoli benih

yang berkualitas oleh perusahaan benih.

3. Memperhatikan dan melindungi petani-petani

pemulia benih di dalam negeri

4. Membantu petani dalam proses penelitian dan

pengembangan benih berkualitas

secara mandiri.

4

. KHUSUS DI BIDANG PERBENIHAN UU NO 12

PERUBAHAN HARUS:

1. Mampu menjamin pertanian berkelanjutan dan

kemandirian pangan dengan

membuka akses dan

kontrol seluas-luasnya dalam proses pemuliaan

dan budi daya tanaman oleh petani

2. Melindungi petani dari upaya monopoli benih

yang berkualitas oleh perusahaan benih.

3. Memperhatikan dan melindungi petani-petani

pemulia benih di dalam negeri

(12)

4. KHUSUS DI BIDANG PERBENIHAN UU NO 12

PERUBAHAN HARUS:

5. Mempertimbangkan kenyataan bahwa

petani selain membudidayakan tanaman

juga melakukan pemulian benih di

lahannya sediri secara turun menurun.

6. Memperhatikan aspek lingkungan dan

kesejahteraan rumah tangga petani.

7. Tidak membelenggu atau merugikan

hak-hak petani

serta menjamin dan melindungi

kreatifitas petani.

4. KHUSUS DI BIDANG PERBENIHAN UU NO 12

PERUBAHAN HARUS:

5. Mempertimbangkan kenyataan bahwa

petani selain membudidayakan tanaman

juga melakukan pemulian benih di

lahannya sediri secara turun menurun.

6. Memperhatikan aspek lingkungan dan

kesejahteraan rumah tangga petani.

7. Tidak membelenggu atau merugikan

hak-hak petani

serta menjamin dan melindungi

(13)

5. HAL YANG HARUS DILAKUKAN PEMERINTAH

DALAM UU NO. 12 PERUBAHAN/SBT BARU:

1. Pemerintah harus memfasilitasi ketersediaan

benih induk yang berkualitas

, sehingga bisa

dikembangkan oleh para petani secara mandiri.

2. Mempermudah persyaratan bagi petani yang

ingin mengembangkan benih secara mandiri

atau swadaya.

3. Pemerintah harus mengawasi dan megontrol

harga benih di pasaran

untuk meningkatkan

produktifitas dan kesejahteraan petani.

4. Penyediaan/perbaikan

sarana irigasi, jalan usaha

tani, jaminan hak atas air

dan pengendalian alih

fungsi lahan.

5. Pengembangan sistem insentif

baru berbasis inovasi

dan teknologi

5. HAL YANG HARUS DILAKUKAN PEMERINTAH

DALAM UU NO. 12 PERUBAHAN/SBT BARU:

1. Pemerintah harus memfasilitasi ketersediaan

benih induk yang berkualitas

, sehingga bisa

dikembangkan oleh para petani secara mandiri.

2. Mempermudah persyaratan bagi petani yang

ingin mengembangkan benih secara mandiri

atau swadaya.

3. Pemerintah harus mengawasi dan megontrol

harga benih di pasaran

untuk meningkatkan

produktifitas dan kesejahteraan petani.

4. Penyediaan/perbaikan

sarana irigasi, jalan usaha

tani, jaminan hak atas air

dan pengendalian alih

fungsi lahan.

(14)

ANALISIS DRAFT UU SBT BARU

BELUM DIMASUKKAN DALAM DRAFT MENGENAI:

1. Pengawasan dan kontrol harga benih di pasaran

2. Fasilitasi pemerintah dalam memasarkan hasil

pemuliaan oleh petani.

3. Jaminan harga pasar hasil budidaya tanaman dan

pengembangan sistem insentif ...???

4. Asuransi kegagalan

kegiatan budidaya tanaman oleh

petani skala kecil.

5. Kelembagaan petani:

rigid sebagai kelompok tani

.

6. Belum masuk: isue social capital

linking petani

dengan pihak luar.

BELUM DIMASUKKAN DALAM DRAFT MENGENAI:

1. Pengawasan dan kontrol harga benih di pasaran

2. Fasilitasi pemerintah dalam memasarkan hasil

pemuliaan oleh petani.

3. Jaminan harga pasar hasil budidaya tanaman dan

pengembangan sistem insentif ...???

4. Asuransi kegagalan

kegiatan budidaya tanaman oleh

petani skala kecil.

5. Kelembagaan petani:

rigid sebagai kelompok tani

.

6. Belum masuk: isue social capital

linking petani

(15)

ANALISIS DRAFT UU SBT BARU

LANGSUNG DICERMATI PASAL-PER PASAL

PADA DRAFT

(16)
(17)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ...

TENTANG

SISTEM BUDIDAYA TANAMAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalam wilayah negara Republik Indonesia adalah anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa untuk dimanfaatkan dan dipergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa upaya pemanfaatan dan penggunaan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalam wilayah negara Republik Indonesia yang salah satunya diselenggarakan melalui Budidaya Tanaman dengan dukungan sumber daya manusia dan sumber daya buatan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat;

c. bahwa penyelenggaraan Budidaya Tanaman perlu diarahkan kepada Sistem Budidaya Tanaman yang optimal, bertanggung jawab, dan lestari untuk penyediaan pangan, sandang, papan, kesehatan, estetika, industri dan energi dalam negeri;

d. bahwa dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat dalam bidang penyelenggaraan Budidaya Tanaman yang efisien, berkeadilan dan berkelanjutan;

(18)

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Budidaya Tanaman;

Mengingat : Pasal 20, Pasal 20A ayat (1), Pasal 21, Pasal 22D dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

1. Budidaya Tanaman adalah usaha terstuktur dan terencana dalam pengembangan dan pemeliharaan tanaman agar memberikan hasil dan manfaat secara ekonomi.

2. Sistem Budidaya Tanaman adalah sistem pengembangan dan pemanfaatan sumber daya alam, sumber daya manusia, permodalan, sarana dan prasarana untuk menghasilkan tanaman untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, pakan, kesehatan, industri dan energi dalam negeri dan memperbesar ekspor secara optimal, bertanggung jawab, dan lestari.

3. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. 4. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati/Walikota, dan perangkat

daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

(19)

6. Sumber Daya Genetik adalah bahan dari tanaman yang mengandung unit-unit fungsional pewarisan sifat yang mempunyai nilai nyata ataupun potensial.

7. Prasarana adalah segala sesuatu yang menjadi penunjang utama penyelenggaraan Budidaya Tanaman.

8. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat dan/atau bahan yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan Budidaya Tanaman.

9. Benih adalah tanaman atau bagian dari tanaman yang digunakan untuk memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan tanaman.

10. Organisme Pengganggu Tanaman, selanjutnya disebut OPT, adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian tanaman.

11. Bahan Perlindungan Tanaman adalah bahan kimia sintetis, bahan alami atau bukan sintetis, jasad hidup, dan bahan lainnya yang digunakan untuk melindungi tanaman budidaya.

12. Pemuliaan Tanaman yang selanjutnya disebut Pemuliaan adalah rangkaian kegiatan penelitian dan pengujian atau kegiatan penemuan dan pengembangan suatu varietas, sesuai dengan metode baku untuk dengan memafaatkan ilmu, teknologi, dan seni untuk menghasilkan varietas baru yang lebih baik.

13. Varietas Tanaman yang selanjutnya disebut Varietas adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama.

14. Sumber Daya Genetik adalah bahan tanaman yang mempunyai kemampuan untuk menurunkan sifat dari satu generasi ke generasi berikutnya dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pemuliaan serta pengembangan varietas baru tanaman.

15. Standar adalah persyaratan teknis atau sesuatu yang dibakukan, termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak/Pemerintah/ keputusan internasional yang terkait dengan memperhatikan syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengalaman, serta perkembangan masa kini dan masa depan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.

16. Standarisasi adalah proses merencanakan, merumuskan, menetapkan, menerapkan, memberlakukan, memelihara, dan mengawasi Standar yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua Pemangku Kepentingan.

17. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat kepada penyelengara Budidaya Tanaman, produk, dan proses.

(20)

18. Pembudidaya Tanaman selanjutnya disebut Pembudidaya, adalah petani dan kelompok petani, atau badan usaha yang menyelenggarakan Budidaya Tanaman, baik berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan di wilayah hukum Republik Indonesia.

19. Petani adalah perseorangan yang membudidayakan tanaman untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut yang digunakan untuk kehidupan sehari-hari.

20. Kelompok tani adalah kumpulan petani yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi, lingkungan sosial, ekonomi, sumber daya dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha Budidaya Tanaman.

21. Gabungan Kelompok Tani adalah kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung dan bekerja sama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha.

22. Badan Usaha Budidaya Tanaman adalah badan usaha baik berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan di wilayah hukum Republik Indonesia yang menyelenggarakan Budidaya Tanaman sebagai kegiatan usahanya. 23. Irigasi adalah semua atau segala kegiatan yang mempunyai hubungan

dengan usaha untuk mendapatkan air guna keperluan Budidaya Tanaman.

24. Introduksi Sumber Daya Genetik yang selanjutnya disebut Introduksi adalah memperkenalkan sumber daya genetik unggul ke dalam wilayah hukum Republik Indonesia untuk kepentingan pemuliaan tanaman dan Budidaya Tanaman.

25. Rencana Induk Budidaya Tanaman adalah perencanaan secara menyeluruh penyelenggaraan Budidaya Tanaman yang terintegrasi dengan perencanaan pembangunan nasional, pembangunan daerah, dan pembangunan sektoral.

26. Pupuk adalah bahan kimia atau organisme yang berperan dalam peningkatan kesuburan tanah dan menyediakan unsur hara bagi keperluan tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pasal 2

Sistem Budidaya Tanaman dilaksanakan berasaskan: a. Kedaulatan;

b. Kemandirian; c. Kebermanfaatan;

d. Keterpaduan dan kebersamaan; e. Dayasaing;

f. Keberlanjutan;

g. Efisiensi berkeadilan;

(21)

Pasal 3

Sistem Budidaya Tanaman dilaksanakan dengan tujuan untuk:

a. Mengelola dan mengembangkan sumber daya budidaya pertanian secara optimal, bertanggung jawab, dan lestari;

b. Meningkatkan dan memperluas penyediaan hasil tanaman untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, industri dan energi dalam negeri dan memperbesar ekspor

c. Meningkatkan daya saing bangsa (terkait kedaulatan, kemandirian dan ketahanan pangan)

d. Mendorong perluasan dan pemerataan berusaha dan kesempatan kerja e. Memberikan perlindungan kepada pelaku budidaya dan konsumen hasil

Budidaya Tanaman;

f. Meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani dan pelaku budidaya. g. Meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, dankemakmuran rakyat.

Pasal 4

Ruang lingkup pengaturan dalam Undang-Undang ini meliputi: a. penyelenggaraan urusan pemerintahan;

b. perencanaan; c. sumber daya;

d. penyelenggaraan Budidaya Tanaman; e. pembangunan prasarana;

f. pembinaan;dan

g. peran serta masyarakat.

BAB II

PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN

Pasal 5

(1) Presiden berwenang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembudidayaan tanaman.

(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri.

(3) Dalam rangka pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan Pembudidayaan tanaman.

Pasal 6

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah secara bersama-sama atau sesuai dengan kewenangan masing-masing menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembudidayaan tanaman sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

(22)

(2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang Budidaya Tanaman yang ruang lingkupnya lintas provinsi menjadi urusan Pemerintah. (3) Penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang Budidaya Tanaman

yang ruang lingkupnya lintas kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah provinsi.

(4) Penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang Budidaya Tanaman yang ruang lingkupnya berada dalam satu kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah kabupaten/kota.

(5) Dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang Budidaya Tanaman, Pemerintah dapat menyelenggarakan sendiri, melimpahkan kepada gubernur selaku wakil Pemerintah, atau menugasi pemerintah kabupaten/kota.

(6) Ketentuan mengenai kewenangan penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang Pembudidayaan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Perundang-undangan.

BAB III

RENCANA INDUK BUDIDAYA TANAMAN

Pasal 7

(1) Rencana Induk Budidaya Tanaman Nasional disusun sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(2) Rencana Induk Budidaya Tanaman Nasional disusun dengan memperhatikan:

a. daya dukung lingkungan; b. rencana tata ruang wilayah;

c. kondisi sosial ekonomi kewilayahan; dan d. kecenderungan perubahan lingkungan global.

e. Usulan provinsi

(3) Rencana Induk Budidaya Tanaman Nasional memuat: a. visi, misi, dan strategi;

b. sasaran dan pentahapan;

c. pembangunan sumber daya; dan d. pembangunan sarana dan prasarana.

(4) Rencana Induk Budidaya Tanaman Nasional disusun untuk jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun.

Pasal 8

(1) Menteri menyusun Rencana Induk Budidaya Tanaman Nasional. Diganti dengan kata

(23)

(2) Penyusunan Rencana Induk Budidaya Tanaman Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan kementerian dan/atau lembaga terkait.

(3) Rencana Induk Budidaya Tanaman Nasional ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 9

(1) Kepala Daerah menyusun Rencana Induk Budidaya Tanaman Daerah. (2) Rencana Induk Budidaya Tanaman Daerah sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) sesuai dengan Rencana Induk Budidaya Tanaman

Nasional.

(3) Rencana Induk Budidaya Tanaman Daerah disusun dengan memperhatikan:

a. daya dukung lingkungan daerah; b. rencana tata ruang wilayah daerah; c. kondisi sosial ekonomi kewilayahan;

d. kecenderungan perubahan lingkungan global; dan e. keserasian kebijakan antar daerah.

(4) Rencana Induk Budidaya Tanaman Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Pasal 10

Rencana Induk Budidaya Tanaman Nasional dan Rencana Induk Budidaya Tanaman Daerah diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dengan melibatkan masyarakat.

BAB IV

PEMBANGUNAN SUMBER DAYA Bagian Kesatu

Sumber Daya Alam Paragraf 1

Sumber Daya Genetik Pasal 11

(1) Pemerintah melakukan pengelolaan Sumber Daya Genetik bagi penyelenggaraan Budidaya Tanaman.

(2) Pengelolaan Sumber Daya Genetik dilakukan melalui kegiatan eksplorasi, konservasi, karakterisasi dan evaluasi.

(3) Pengelolaan Sumber Daya Genetik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk melindungi, melestarikan, memperkaya,

Diganti

mengacu dan mempertimbangkan kearifan lokal

Diganti

(24)

memanfaatkan, dan mengembangkan Sumber Daya Genetik secara lestari dan berkelanjutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 12

(1) Kegiatan eksplorasi Sumber Daya Genetik dilakukan untuk mencari, mengumpulkan, serta meneliti jenis varietas lokal tertentu.

(2) Kegiatan eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk mengamankan dan menyelamatkan varietas-varietas lokal dari kepunahan akibat penggunaan varietas-varietas unggul baru secara intensif.

(3) Kegiatan eksplorasi dilakukan pada : a. daerah sentra produksi;

b. daerah produksi tradisional; c. daerah terisolir;

d. daerah lereng-lereng gunung; e. daerah pulau terpencil;

f. daerah suku asli;

g. derah yang menggunakan komoditas Budidaya Tanaman sebagai makanan pokok;

h. daerah epidemik organisme pengganggu tanaman; dan i. daerah transmigrasi lama dan baru.

Pasal 13

(1) Kegiatan konservasi Sumber Daya Genetik dilakukan dengan cara in situ dan ex situ.

(2) Kegiatan konservasi Sumber Daya Genetik in situ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat pasif dan dilaksanakan hanya dengan mengamankan tempat tumbuh alamiah sumber daya genetik.

(3) Pemerintah menetapkan kawasan konservasi Sumber Daya Genetik in situ sebagai suaka alam dan kawasan pelestarian alam.

(4) Suaka alam sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diwujudkan dalam bentuk cagar alam dan suaka margasatwa.

(5) Kawasan pelestarian alam sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diwujudkan dalam bentuk taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam.

(6) Kegiatan konservasi Sumber Daya Genetik ex situ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat aktif dan dilaksanakan dengan cara memindahkan suatu varietas ke tempat pemeliharaan baru di luar habitat alamiahnya.

(25)

a. kebun koleksi;

b. tempat penyimpanan benih;

c. tempat penyimpanan kultur jaringan;

d. tempat penyimpanan kultur serbuk sari; dan

e. tempat penyimpanan kultur bagian tanaman yang lainnya.

(8) Dalam rangka konservasi Sumber Daya Genetik ex situ, Pemerintah membangun bank gen koleksi benih.

(9) Pembangunan bank gen koleksi benih dapat dilakukan bekerjasama dengan lembaga penelitian pada perguruan tinggi.

(10) Bank gen koleksi benih berfungsi memberikan layanan permintaan benih kepada pengguna dalam jumlah tertentu untuk tujuan penelitian guna pemuliaan tanaman atau pengembangan varietas baru.

Pasal 14

(1) Karakterisasi Sumber Daya Genetik bertujuan untuk :

a. mengidentifikasi sifat-sifat penting yang bernilai ekonomis; dan b. mengidentifikasi ciri khas dari suatu varietas tanaman.

(2) Karakterisasi Sumber Daya Genetik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi karakter morfologis , karakter agronomis, karakter fisiologis, penanda biokimia, dan penanda molekular.

(3) Evaluasi Sumber Daya Genetik bertujuan untuk : a. mengidentifikasi kandungan senyawa gizi; dan

b. mengetahui reaksi varietas tanaman terhadap cekaman faktor biotik dan faktor abiotik.

(4) Kegiatan karakterisasi dan evaluasi Sumber Daya Genetik dilakukan secara bertahap dan sistematis dalam rangka mempermudah upaya pemanfaatan plasma nutfah.

(5) Kegiatan karakterisasi dan evaluasi Sumber Daya Genetik dilakukan untuk menghasilkan sumber daya genetik yang berasal dari sifat-sifat potensial yang siap digunakan dalam program pemuliaan tanaman.

Pasal 15

Sumber daya genetik bagi penyelenggaraan Budidaya Tanaman wajib dilindungi, dilestarikan, diperkaya, dimanfaatkan, dan dikembangkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(26)

(2) Inventarisasi, pendaftaran, pendokumentasian, dan pemeliharaan Sumber Daya Genetik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat dilakukan bekerja sama dengan masyarakat.

(3) Dalam rangka inventarisasi, pendaftaran, pendokumentasian, dan pemeliharaan Sumber Daya Genetik, Pemerintah membangun sistem informasi sumber daya genetik.

(4) Data pada sistem informasi Sumber Daya Genetik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian, pengembangan dan penentuan kebijakan.

(5) Pemanfaatan sumber daya genetik sebagaimana dimaksud di atas dilakukan secara lestari dan berkelanjutan.

Pasal 16

(1) Pemerintah mendorong pengayaan sumber daya genetik bagi penyelenggaraan Budidaya Tanaman melalui berbagai metode dan introduksi Sumber Daya Genetik.

(2) Introduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memasukkan, mendatangkan atau memindahkan Sumber Daya Genetik baik yang berasal dari dalam maupun dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(3) Tanaman introduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dijadikan sebagai tanaman komersial atau sebagai bahan persilangan dalam rangka memperbaiki varietas lokal.

Pasal 17

(1) Pemerintah, perorangan dan/atau badan hukum dapat melakukan Introduksi Sumber Daya Genetik.

(2) Introduksi Sumber Daya Genetik yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) harus dilakukan dalam bentuk benih atau materi induk.

(3) Ketentuan tentang introduksi Sumber Daya Genetik, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

Pasal 18

(1) Pemerintah memberikan kemudahan perizinan dan penggunaan fasilitas penelitian milik pemerintah untuk pengayaan sumber daya genetik nasional.

(2) Pemasukan dan pengeluaran sumber daya genetik ke dan dari dalam negara Republik Indonesia dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Sumber daya genetik yang menghasilkan produk yang memiliki ciri khas terkait wilayah geografis tertentu dilindungi kelestarian dan pemanfaatannya dengan hak indikasi geografis.

(27)

Paragraf 2

Lahan dan Tata Ruang

Pasal 19

(1) Lahan Budidaya Tanaman terdiri atas lahan terbuka dan lahan tertutup.

(2) Lahan Budidaya Tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa tanah dan/atau media tanam lainnya.

(3) Lahan terbuka meliputi sawah, ladang dan kebun. (4) Lahan tertutup meliputi rumah kaca, ...

Pasal 20

(1) Pembukaan dan/atau pengolahan lahan Budidaya Tanaman dilakukan dengan menggunakan teknik penyiapan lahan yang ramah lingkungan. (2) Teknik penyiapan lahan yang ramah lingkungan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk : a. Mempertahankan kesuburan tanah; b. Menjamin pengembalian unsur hara; c. Mencegah erosi permukaan tanah; dan d. Membantu pelestarian lingkungan.

Pasal 21

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menetapkan lahan Budidaya Tanaman sesuai dengan agroekosistem tanaman.

(2) Agroekosistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kesesuaian lahan, iklim, sosial ekonomi, dan lingkungan.

Pasal 22

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah membina, memfasilitasi dan mengawasi perlindungan, pemeliharaan, pemulihan dan peningkatan fungsi lahan Budidaya Tanaman.

(2) Pemerintah dan pemerintah daerah membina, memfasilitasi dan mengawasi pemanfaatan lahan untuk keperluan Budidaya Tanaman dengan memperhatikan kesesuaian dan kemampuan lahan maupun pelestarian lingkungan hidup.

(3) Pemanfaatan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sebagai kawasan budidaya dalam rencana tata ruang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tata ruang.

(4) Pemerintah dan pemerintah daerah membina, memfasilitasi dan mengawasi perlindungan, pemeliharaan, pemulihan dan peningkatan fungsi lahan Budidaya Tanaman.

(28)

(5) Pemerintah dan pemerintah daerah membina, memfasilitasi dan mengawasi pemanfaatan lahan untuk keperluan Budidaya Tanaman dengan memperhatikan kesesuaian dan kemampuan lahan maupun pelestarian lingkungan hidup, dan disesuaikan dengan ketentuan tata ruang dan tata guna tanah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(6) Perubahan rencana tata ruang yang mengakibatkan perubahan peruntukan Budidaya Tanaman guna keperluan lain dilakukan dengan memperhatikan rencana produksi Budidaya Tanaman secara nasional.

Pasal 23

(1) Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya berkewajiban melindungi kawasan budidaya yang ditetapkan dalam rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) untuk pengembangan Budidaya Tanaman secara berkelanjutan.

(2) Perubahan rencana tata ruang yang mengakibatkan perubahan kawasan budidaya untuk keperluan lain dilakukan dengan memperhatikan rencana produksi Budidaya Tanaman secara nasional.

Paragraf 3

Iklim dan Perubahan Iklim

Pasal 24

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab memantau, mengevaluasi, memprakirakan, mendokumentasikan, dan memetakan pola iklim untuk penyelenggaraan Budidaya Tanaman.

(2) Pemantauan, evaluasi, prakiraan, dokumentasi, dan pemetaan pola iklim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara rutin setiap bulan.

(3) Pola iklim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi curah hujan, suhu, sinar matahari, kelembaban udara dan angin.

Pasal 25

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap sosialisasi atas mempublikasikan informasi hasil pemantauan, evaluasi, prakiraan, dokumentasi, dan pemetaan pola iklim disosialisasikan secara terbuka kepada masyarakat agar menjadi

sebagai acuan perencanaan Budidaya Tanaman.

(2) Publikasi informasi pola iklim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sistem informasi berbasis website.

(29)

(4) Pemerintah dan pemerintah daerah menyediakan dukungan infrastruktur dan prasarana bagi penyelenggara Budidaya Tanaman perorangan skala kecil untuk mengurangi dampak perubahan iklim.

Pasal 26

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah melaksanakan pembinaan, fasilitasi dan pengawasan langkah mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

(2) Mitigasi terhadap perubahan iklim dilakukan dengan mengidentifikasi dampak negatif perubahan iklim terhadap :

a. terjadinya degradasi sumberdaya lahan dan air; b. terjadinya kerusakan pada infrastruktur pertanian; c. timbulnya bencana banjir dan kekeringan; dan

d. meningkatnya serangan organisme pengganggu tanaman. (3) Adaptasi terhadap perubahan iklim dilakukan dengan :

a. pengembangan teknik Budidaya Tanaman yang sesuai dengan kondisi banjir dan kekeringan;

b. implementasi dan pengembangan kalender tanam sebagai pedoman bagi petani dalam memutuskan pola dan waktu tanam yang sesuai dengan kondisi iklim dan spesifikasi lokasi;

c. perbaikan dan penyesuaian jaringan irigasi; d. implementasi gerakan hemat air;

e. penggunaan dan pengembangan varietas-varietas tanaman lokal yang tahan kering, banjir dan salinitas;

f. mendorong Budidaya Tanaman yang ramah lingkungan; dan g. optimalisasi pemanfaatan rawa lebak.

Pasal 27

Pemerintah dan pemerintah daerah menyediakan dukungan infrastruktur dan prasarana bagi penyelenggara Budidaya Tanaman perorangan skala kecil untuk mengurangi dampak perubahan iklim.

Paragraf 4

Sumber Daya Air dan Tata Guna Air Pasal 28

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah membina dan mengatur pemanfaatan air untuk Budidaya Tanaman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab:

a. memberikan jaminan akan ketersediaan air untuk penyelenggaraan Budidaya Tanaman.

(30)

b. menetapkan rencana alokasi dan memberikan hak guna pakai air untuk penyelenggaraan Budidaya Tanaman secara efisien dan berkeadilan.

Pasal 29

(1) Pengaturan pemanfaatan sumber daya air untuk Budidaya Tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) diselenggarakan melalui pengembangan dan pengelolaan jaringan Irigasi.

(2) Pengembangan jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pembangunan jaringan irigasi baru dan/atau peningkatan jaringan irigasi yang sudah ada.

(3) Pengelolaan jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi jaringan irigasi di daerah irigasi.

Pasal 30

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pengembangan dan pengelolaan jaringan Irigasi sesuai dengan tanggung jawab dan wewenang masing-masing.

(2) Pengembangan dan pengelolaan jaringan Irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan petani dan kelompok tani.

(3) Guna mengakomodasi keterlibatan petani dan kelompok tani sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Daerah memfasilitasi pembentukan perkumpulan petani pemakai air.

(4) Perkumpulan petani pemakai air sebagaimana dimaksud pada ayat (3) beranggotakan semua petani yang mendapat manfaat baik langsung maupun tidak langsung dari dari pengelolaan air dan jaringan irigasi yang meliputi pemilik sawah, penggarap sawah, pemilik kolam ikan yang mendapat air dari jaringan irigasi dan pemakai air irigasi lainnya.

Pasal 31

(1) Tata guna air dilaksanakan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas pemanfaatan air serta meningkatkan penyediaan air untuk penyelenggaraan Budidaya Tanaman.

(2) Penyelenggaraan tata guna air dilakukan dengan memperhitungkan kebutuhan air irigasi, ketersediaan air irigasi dan optimalisasi pengelolaan sumber daya air.

Bagian Kedua Sumber Daya Manusia

Paragraf 1

(31)

Pasal 32

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab melakukan pembinaan dan pemberdayaan petani dalam melaksanakan Budidaya Tanaman.

(2) Pembinaan dan pemberdayaan petani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui :

a. pendidikan dan pelatihan;

b. penyuluhan dan pendampingan;

c. pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil Budidaya Tanaman;

d. penyediaan fasilitas pembiayaan dan permodalan; dan

e. kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi.

Pasal 33

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab untuk mendorong dan memfasilitasi pembentukan kelembagaan usaha Budidaya Tanaman bagi petani yang memiliki niat dan tujuan yang sama bagi peningkatan skala usaha agar mampu memenuhi skala ekonomi.

(2) Kelembagaan usaha Budidaya Tanaman bagi petani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk berdasarkan kesamaan niat dan tujuan untuk meningkatkan skala usaha agar mampu memenuhi skala ekonomi.

(3) Kelembagaan usaha Budidaya Tanaman bagi petani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk Kelompok Tani.

(4) Beberapa Kelompok Tani yang berkembang dapat membentuk Gabungan Kelompok Tani.

Pasal 34

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab untuk membina, memfasilitasi dan mengawasi melakukan pembinaan, fasilitasi dan pengawasan Kelompok Tani. petani penyelenggara Budidaya Tanaman agar memberikan manfaat bagi kesejahteraan anggota, serta mendukung pencapaian kebutuhan hasil budidaya pertanian tanamansecara nasional dan berkelanjutan.

(2) Pembinaan, fasilitasi dan pengawasan Kelompok Tani bertujuan agar dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan anggota.

Pasal 35

(1) Pemerintah menetapkan kebijakan pengembangan Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani.

(32)

(2) Kebijakan pengembangan Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani diarahkan pada :

a. peningkatan kemampuan Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani dalam melaksanakan fungsinya;

b. peningkatan kemampuan para anggota dalam mengembangkan budidaya tanaman; dan

c. penguatan Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani menjadi organisasi petani yang kuat dan mandiri.

Paragraf 2

Tenaga Kerja Pertanian Pasal 36

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab meningkatkan keahlian dan keterampilan sumber daya bagi Budidaya Tanaman

tenaga kerja pertanian untuk memenuhi standar kompetensi kerja nasional indonesia.

(2) Peningkatan keahlian dan keterampilan tenaga kerja pertanian dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan secara berjenjang. (3) Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) dilaksanakan oleh lembaga sertifikasi kompetensi yang terakreditasi.

(4) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bersama lembaga sertifikasi kompetensi yang terakreditasi dapat melaksanakan pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

Pasal 37

(1) Pemerintah menetapkan standar kompetensi kerja nasional indonesia

pada bidang Budidaya Tanaman.

Peningkatan keahlian dan keterampilan sumber daya manusia Budidaya Tanaman dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan secara berjenjang.

Pemerintah dan Pemerintah Daerah bersama badan usaha lembaga sertifikasi kompetensi yang terakreditasi dapat melaksanakan pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud diatas.

(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah membina dan mengawasi badan usaha yang terakreditasi yang menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan tenaga kerja pertanian.

(3) Kepada sumberdaya manusia bagi Budidaya Tanaman tenaga kerja pertanian yang sudah telah memenuhi standar kompetensi kerja nasional indonesia diberikan sertifikat sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang terkait mengatur tentang standarisasi dan penilaian kesesuaian.

(33)

Pasal 38

(1) Penyelenggara Budidaya Tanaman wajib mengutamakan pemanfaatan sumber daya manusia tenaga kerja pertanian dalam negeri.

(2) Pemanfaatan sumber daya manusia dari tenaga kerja pertanian luar negeri dapat dimanfaatkan dilakukan dalam hal terbatasnya sumber daya manusia dalam negeri yang mempunyai keahlian dan kemampuan tertentu di bidang Budidaya Tanaman.

(3) Pemanfaaran sumber daya manusia tenaga kerja pertanian dari luar negeri harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait yang mengatur tentang ketenagakerjaan.

Paragraf 3 Penyuluh Pertanian

Pasal 39

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab menyelenggarakan penyuluhan bagi penyelenggara Budidaya Tanaman

(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah membentuk kelembagaan penyuluhan sebagai wadah para penyuluh dalan menjalankan tugas dan fungsinya.

(3) Masyarakat dan pelaku usaha dapat berperan serta dalam menyelenggarakan penyuluhan dengan membentuk kelembagaan penyuluhan swadaya dan kelembagaan penyuluhan swasta.

(4) Penyelenggaraan penyuluhan Budidaya Tanaman dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 4 Permodalan

Pasal 40

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi ketersediaan pembiayaan dengan tingkat bunga yang sesuai untuk Pelaku Budidaya.

(2) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk:

a. pemberian pinjaman;

b. penyertaan modal; dan/atau c. hibah.

(3) Pemerintah mendorong penanaman modal dengan mengutamakan penanaman modal dalam negeri di bidang usaha Budidaya Tanaman.

(34)

PEMBANGUNAN PRASARANA Bagian Kesatu

Standardisasi dan Sertifikasi Paragraf 1

Standardisasi

Pasal 41

(1) Menteri melakukan perencanaan, pembinaan, pengawasan standarisasi dan sertifikasi di bidang Budidaya Tanaman.

(2) Standarisasi dan sertifikasi diselenggarakan dalam wujud SNI, spesifikasi teknis, sertifikasi proses, pedoman tata cara.

Pasal 42

(1) Menteri dapat menetapkan pemberlakuan SNI, spesifikasi teknis, dan atau pedoman tata cara.

(2) Pemberlakuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk:

a. Keamanan, kesehatan, dan keselamatan manusia, hewan, dan tumbuhan.

b. Pelestarian fungsi lingkungan hidup. c. Peningkatan efisiensi dan kinerja d. Peningkatan daya saing

Pasal 43

(1) Menteri mengawasi seluruh pemberlakuan SNI, spesifikasi teknis, dan atau pedoman tata cara.

(2) Menteri berkoordinasi dengan menteri terkait setiap sarana Budidaya Tanaman yang beredar yang tidak memenuhi SNI, spesifikasi teknis, dan atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib.

Paragraf 2 Sertifikasi

Pasal 44

(1) Sertifikasi meliputi sertifikasi sarana produksi, proses penyelenggaraan budidaya, dan sertifikasi hasil Budidaya Tanaman.

(35)

(3) Pemerintah menerapkan standar nasional Indonesia terhadap hasil Budidaya Tanaman impor.

Pasal 45

(1) Pemeritah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk melaksanakan pembinaan dan fasilitasi terhadap penyelenggara budidaya perseorangan untuk dapat memenuhi persyaratan sertifikasi sebagaimana yang dimaksud di atas

(2) Lembaga sertifikasi yang dapat melakukan sertifikasi harus terdaftar di Komite Akreditasi Nasional (KAN)

(3) Pemerintah dan pemerintah daerah melaksankan pengawasan proses sertifikasi di wilayah Republik Indonesia

Bagian Kedua Infrastruktur

Pasal 46

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin tersedianya infrastruktur bagi penyelenggaraan Budidaya Tanaman

(2) Infrastruktur sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:

a. Fasilitas jaringan sumber daya air; b. Fasilitas jaringan transportasi;

c. Fasilitas jaringan energi dan kelistrikan; d. Fasilitas jaringan komunikasi; dan e. Fasilitas pasar.

(3) Penyediaan Infrastuktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui:

a. Pengadaan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang pembiayaannya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

b. Pola kerjasama antara Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dengan perseorangan, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Usaha Swasta.

c. Pengadaan yang dibiayai sepenuhnya oleh perseorangan atau badan usaha.

Bagian Ketiga Pengembangan Teknologi

(36)

(1) Dalam rangka mengembangkan inovasi dan teknologi Budidaya Tanaman, Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab melakukan penelitian dan pengembangan secara berkesinambungan. (2) Pelaksanaan penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), dilarang membahayakan kesehatan manusia, merusak keanekaragaman hayati, dan mengancam kelestarian fungsi lingkungan hidup.

(3) Penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan cara bekerjasama dengan lembaga penelitian, lembaga pendidikan, pelaku budidaya, dan/atau masyarakat.

(4) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa bantuan pendanaan dan fasilitasi bagi lembaga penelitian, lembaga pendidikan, pelaku budidaya, dan/atau masyarakat.

Bagian Keempat Informasi

Pasal 48

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah membangun Sistem Informasi Budidaya Tanaman untuk mendukung penyelenggaraan Budidaya Tanaman.

(2) Sistem Informasi Budidaya Tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbasis teknologi informasi yang dapat diakses secara terbuka.

(3) Sistem Informasi Budidaya Tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat :

a. sarana produksi; b. prasarana produksi; c. kesesuaian agroklimat; d. pedoman budidaya;

e. pola iklim dan pola tanam;

f. luas tanam dan luas panen; dan g. perkembangan harga.

Pasal 49

(1) Kelompok Tani dan Badan Usaha Budidaya Tanaman wajib harus menyampaikan informasi mengenai kegiatan Budidaya Tanaman.

(37)

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyampaian informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan pengelolaan informasi pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI

PENYEDIAAN SARANA PRODUKSI Bagian Kesatu

Benih

Pasal 50

(1) Benih yang digunakan untuk penyelenggaraan Budidaya Tanaman berasal dari varietas unggul dan bermutu.

(2) Pengembangan varietas unggul dilakukan melalui kegiatan pemuliaan tanaman.

Pasal 51

(1) Pemerintah mendorong perseorang dan badan hukum untuk melaksanakan kegiatan pemuliaan tanaman.

(2) Pemerintah menyediakan dan melindungi sumber daya genetik yang dibutuhkan untuk pengembangan varietas.

(3) Pemerintah meningkatkan kapasitas orang perorangan dan badan usaha untuk melakukan pengembangan varietas.

(4) Pemerintah memberikan fasilitas perlindungan terhadap varietas yang dikembangkan oleh petani perorangan.

(5) Fasilitas perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa pembebasan biaya perlindungan varietas tanaman.

Pasal 52

Dalam hal hasil pemuliaan dan varietas baru yang diintroduksikan menggunakan teknologi rekayasa genetik, pendaftaran peredarannya harus memenuhi persyaratan keamanan hayati.

Pasal 53

(1) Varietas hasil pemulian dalam negeri dan introduksi yang akan diperjualbelikan harus dilakukan pendaftaran kepada pemerintah. (2) Dalam proses pendaftaran dilakukan pengujian sesuai dengan kaidah

pemuliaan.

(38)

(4) Tata cara pendaftaran varietas diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 54

(1) Benih yang diperjualbelikan adalah benih dari varietas unggul yang memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh pemerintah melalui proses sertifikasi.

(2) Pemerintah bertanggung jawab membina produsen/penangkar benih agar mampu menghasilkan benih yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan

(3) Dalam hal benih yang dihasilkan petani perseorangan, maka Pemerintah dan Pemerintah Daerah secara aktif memfasilitasi proses sertifikasi.

Pasal 55

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran dan penggunaan benih.

(2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Fungsional Pengawas Benih Tanaman.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 56

(1) Setiap orang yang memasukkan benih ke dalam dan/atau mengeluarkan benih keluar wilayah negara Republik Indonesia harus mendapatkan izin.

(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan mempertimbangkan ketersediaan dan kebutuhan benih dalam negeri. (3) Ketentuan mengenai tata cara pemberian izin pemasukan benih ke

dalam dan/atau pengeluaran benih ke luar wilayah negara Republik Indonesia diatur dengan Peraturan Menteri.

(4) Pemerintah, perorangan dan/atau badan hukum dapat melakukan Introduksi Sumber Daya Genetik baik yang berasal dari dalam maupun luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(5) Introduksi Sumber Daya Genetik yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dalam bentuk benih atau materi induk.

(6) Introduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Pemerintah, perorangan dan/atau badan hukum.

(39)

Bagian Kedua Pupuk

Pasal 57

(1) Setiap orang wajib memproduksi dan/atau mengedarkan Pupuk yang memenuhi jenis dan standar mutu.

(2) Jenis dan standar mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pemerintah dan dilaksanakan melalui sertifikasi produk.

(3) Penetapan jenis dan standar mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memperhatikan kesesuaian dengan kondisi iklim, kondisi lahan, keamanan bagi Pembudidaya Tanaman, ramah lingkungan, dan tidak mengganggu kepentingan umum.

Pasal 58

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin ketersediaan pupuk sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 38 ayat (1) sesuai dengan kebutuhan dan harga keekonomian.

(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap pengadaan dan peredaran pupuk.

Pasal 59

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melaksanakan pembinaan dan fasilitasi produksi pupuk organik berbasis bahan baku setempat.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi pendidikan, pelatihan, dan/atau penyuluhan bagi petani dan kelompok tani serta produsen pupuk organik.

(3) Fasilitasi produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi pemberian pinjaman, bantuan dan hibah teknologi dan sarana produksi.

Pasal 60

(1) Pemerintah mendorong penggunaan pupuk produksi dalam negeri oleh Pembudidaya Tanaman.

(2) Dalam rangka mendorong penggunaan pupuk produksi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah memberikan fasilitas berupa subsidi harga, potongan harga, dan kredit pembelian.

Pasal 61

(40)

Tanaman, tidak merusak lingkungan, dan mengganggu kepentingan umum.

(2) Pemerintah melaksanakan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan terhadap tata cara penggunaan dan penyimpanan pupuk.

(3) Ketentuan lebih lanjut terhadap pembinaan, pengaturan, dan pengawasan terhadap tata cara penggunaan dan penyimpanan pupuk diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga

Bahan Perlindungan Tanaman Pasal 62

(1) Bahan perlindungan tanaman yang beredar di wilayah Republik Indonesia wajib memenuhi standar mutu, terdaftar, terjamin efektifitasnya, aman terhadap manusia dan lingkungan hidup, serta diberi label

(2) Bahan perlindungan tanaman dapat berupa pestisida nabati, agensia hayati, dan pestisida berbasis bahan kimia anorganik

(3) Bahan perlindungan tanaman yang digunakan disesuaikan dengan jenis organisme pengganggu, tingkat serangan, hasil pertumbuhan tanaman, kondisi lingkungan, dengan menjaga keberlanjutan penyelenggaraan Budidaya Tanaman, kelestarian lingkungan, dan tidak mengganggu kepentingan umum

(4) Penyelenggaraan Budidaya Tanaman dilaksanakan dengan mengutamakan penggunaan bahan perlindungan tanaman yang diproduksi dalam negeri.

Pasal 63

(1) Pemerintah menetapkan standar mutu bahan perlindungan tanaman yang diedarkan.

(2) Pemerintah menjamin ketersediaan bahan perlindungan tanaman sesuai dengan kebutuhan, standar mutu, dan standar harga.

(3) Pemerintah melakukan pengawasan terhadap pengadaan dan peredaran bahan perlindungan tanaman.

(4) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melaksanakan pembinaan dan fasilitasi produksi bahan perlindungan tanaman untuk penyelenggara Budidaya Tanaman dalam kelompok berbasis pada bahan baku setempat.

Pasal 64

(41)

Tanaman, merusak lingkungan, mengganggu kesehatan manusia dan mengganggu kepentingan umum.

(2) Pemerintah melaksanakan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan terhadap tata cara penggunaan dan penyimpanan bahan perlindungan tanaman.

(3) Setiap orang dilarang menawarkan dan mempromosikan pestisida kimia anorganik secara langsung kepada petani dengan memberi informasi dan/atau pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan.

Bagian Keempat Alat dan Mesin Pertanian

Pasal 65

(1) Alat dan mesin untuk penyelenggaraan Budidaya Tanaman yang beredar di wilayah Republik Indonesia wajib memenuhi standar mutu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai standar mutu

(2) Alat dan mesin pertanian dapat berupa peralatan yang dioperasikan dengan motor penggerak atau tanpa motor penggerak untuk penyelenggaraan Budidaya Tanaman seperti traktor, pompa air, robot, alat kontrol, alat aplikasi bahan perlindungan tanaman (sprayer dan fumigator), alat aplikasi pupuk (fertigasi), alat panen dan pasca panen, serta alat irigasi

(3) Alat dan mesin yang digunakan untuk penyelenggaraan Budidaya Tanaman mengutamakan penggunaan produksi dalam negeri

(4) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melaksanakan pembinaan dan fasilitasi pengadaan dan penggunaan alat dan mesin untuk penyelenggaraan Budidaya Tanaman

BAB VII

PENYELENGGARAAN BUDIDAYA TANAMAN Bagian Kesatu

Paragraf 1

Pembudidaya Tanaman Pasal 66

(42)

(2) Perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berkewarganegaraan Indonesia.

(3) Badan Usaha sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. Koperasi;

b. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah; dan c. Perusahaan Swasta.

(4) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat menyelenggarakan Budidaya Tanaman pada skala usaha menengah dan besar.

(5) Ketentuan tentang kategori skala usaha ekonomi diatur berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan.

(6) Pemerintah dapat menugaskan Badan Usaha sebagaimana yang dimaksud pada ayat (4) huruf b untuk melakukan kerjasama dengan pelaku budidaya Budidaya Tanaman perseorangan dan koperasi.

Paragraf 2

Badan Usaha Pertanian Budidaya Tanaman

Pasal 67

(1) Pemerintah mendorong penanaman modal dengan mengutamakan penanaman modal dalam negeri di bidang usaha Budidaya Tanaman. (2) Penanaman modal dalam negeri di bidang usaha Budidaya Tanaman

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk Badan Usaha Budidaya Tanaman.

(3) Badan Usaha Budidaya Tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

a. Badan usaha milik negara; b. Badan usaha milik daerah; c. Badan usaha swasta; atau d. Koperasi.

Pasal 68

(1) Jenis usaha Budidaya Tanaman meliputi : a. usaha dalam proses produksi;

b. usaha dalam penanganan pasca panen; dan

c. usaha terpadu dalam proses produksi dan penanganan pasca panen.

(43)

a. menggunakan lahan dengan luas 25 (dua puluh lima) hektar atau lebih.

b. menggunakan tenaga kerja dengan jumlah 10 (sepuluh) orang atau lebih.

Pasal 69

(1) Luas maksimum lahan untuk usaha dalam proses produksi adalah 10.000 (sepuluh ribu) hektar.

(2) Penetapan luas maksimum lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada :

a. ketersediaan, kesesuaian dan kemampuan lahan.

b. pelestarian fungsi lingkungan hidup khususnya konservasi tanah. (3) Penguasaan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Ketentuan luas maksimum lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku untuk badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah.

Pasal 70

(1) Penanaman modal asing hanya dilakukan pada badan usaha besar dengan kepemilikan paling banyak 30 % (tiga puluh persen).

(2) Untuk Budidaya Tanaman pangan pokok tertutup bagi penanaman modal asing.

Bagian Kedua

Tahapan Penyelenggaraan Budidaya Paragraf I

Pembukaan dan Pengolahan Lahan Serta Penggunaan Media Tanam Pasal 71

(1) Pembukaan dan pengolahan lahan wajib memperhatikan kelestarian lingkungan hidup, kepentingan umum, dan keberlanjutan usaha Budidaya Tanaman.

(2) Setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan untuk penyelenggaraan Budidaya Tanaman dengan cara membakar lahan, tumbuhan dan/atau benda lain yang ada di atasnya atau melakukan tindakan yang dapat menimbulkan kebakaran lahan yang mengakibatkan kerusakan dan pencemaran lingkungan.

Pasal 72

(44)

kebakaran lahan yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup.

Pasal 73

(1) Penyiapan media tanaman wajib menggunakan bahan yang mempu menghasilkan produk yang aman, ramah lingkungan, memperhatikan keselamatan dan kesehatan Pembudidaya Tanaman, kepentingan umum dan keberlanjutan Sistem Budidaya Tanaman.

(2) Setiap orang dilarang menggunakan media tanaman dan bahan yang menyebabkan pencemaran lingkungan, menganggu keselamatan dan Pembudidaya, kepentingan umum, dan keberlanjutan Sistem Budidaya Tanaman.

Paragraf 2

Penanaman dan pola tanam Pasal 74

Pemerintah menyediakan informasi mengenai kesesuaian agroklimat / karakater-karakter agronomi dan iklim yang sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangan varietas.

Pasal 75

(1) Pemerintah menyediakan pedoman mengenai pelaksanaan pola tanam dan teknik penanaman yang menjaga keberlanjutan penyelenggaran Budidaya Tanaman, meningkatkan pendapatan pelaku Budidaya Tanaman, serta tidak merusak lingkungan, dan merugikan kepentingan umum.

(2) Pedoman mengenai pelaksanaan pola tanam dan teknik penanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Paragraf 3 Pemanfaatan Air

Pasal 76

(1) Pemerintah melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan penggunaan air untuk Budidaya Tanaman sesuai dengan perundangan-undangan yang berlaku.

(2) Pemerintah menyediakan pembinaan dan fasilitasi jaringan irigasi dalam areal Budidaya Tanaman bagi petani perorangan skala kecil. (3) Pemerintah mendorong dan membina terbentuknya kelembagaan

pengguna air dalam satu jaringan irigasi secara berjenjang.

Paragraf 4

(45)

Pasal 77

(1) Pemeliharaan tanaman yang dilaksanakan harus menjamin keberlangsungan Budidaya Tanaman, menjaga kelestarian lingkungan, dan tidak mengganggu kepentingan umum.

(2) Dalam pemeliharaan tanaman, setiap orang atau badan usaha dilarang menggunakan teknik, sarana dan prasarana yang dapat mengganggu kesehatan, menimbulkan kerusakan lingkungan, dan mengganggu kepentingan umum.

(3) Pemerintah memberikan pembinaan, fasilitasi, dan pengawasan agar penyelenggaran pemeliharaan tanaman sesuai dengan tujuan.

Paragraf 5

Perlindungan Tanaman Pasal 78

(1) Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu.

(2) Pelaksanaan perlindungan tanaman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), menjadi tanggung jawab masyarakat dan Pemerintah.

Pasal 79

Perlindungan tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, dilaksanakan melalui kegiatan berupa :

a. pencegahan masuknya organisme pengganggu tumbuhan ke dalam dan tersebarnya dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara

b. Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

c. pengendalian organisme pengganggu tumbuhan; d. eradikasi organisme pengganggu tumbuhan.

Pasal 80

(1) Dalam pelaksanaan perlindungan tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2178, setiap orang atau badan hukum dilarang menggunakan sarana dan/atau cara yang dapat mengganggu kesehatan dan/atau mengancam keselamatan manusia, menimbulkan gangguan dan kerusakan sumberdaya alam dan/atau lingkungan hidup.

(2) Ketentuan mengenai penggunaan sarana dan/atau cara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.

(46)

Setiap media pembawa organisme pengganggu tumbuhan yang dimasukkan ke dalam, dibawa atau dikirim dari suatu area ke area lain di dalam, dan dikeluarkan dari wilayah Negara Republik Indonesia dikenakan tindakan karantina tumbuhan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 82

(1) Setiap orang atau badan hukum yang memiliki atau menguasai tanaman harus melaporkan adanya serangan organisme pengganggu tumbuhan pada tanamannya kepada pejabat yang berwenang dan yang bersangkutan harus mengendalikannya.

(2) Apabila serangan organisme pengganggu tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), merupakan eksplosi, Pemerintah bertanggung jawab menanggulanginya bersama masyarakat.

Pasal 83

(1) Pemerintah dapat melakukan atau memerintahkan dilakukannya eradikasi terhadap tanaman dan/atau benda lain yang menyebabkan tersebarnya organisme pengganggu tumbuhan.

(2) Eradikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan apabila organisme pengganggu tumbuhan tersebut dianggap sangat berbahaya dan mengancam keselamatan tanaman secara meluas.

Pasal 84

(1) Kepada pemilik yang tanaman dan/atau benda lainnya dimusnahkan dalam rangka eradikasi dapat diberikan kompensasi.

(2) Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan hanya atas tanaman dan/atau benda lainnya yang tidak terserang organisme pengganggu tumbuhan tetapi harus dimusnahkan dalam rangka eradikasi.

Pasal 85

Ketentuan mengenai pengendalian dan eradikasi organisme pengganggu tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 butir b dan butir c serta ketentuan mengenai kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal , diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Paragraf 6

Panen dan pasca panen

Pasal 86

(47)

(2) Dalam pelaksanaan panen, setiap orang atau badan usaha dilarang menggunakan teknik, sarana dan prasarana yang dapat mengganggu kesehatan, menimbulkan kerusakan lingkungan, dan mengganggu kepentingan umum

(3) Pemerintah memberikan pembinaan, fasilitasi, dan pengawasan agar penyelenggaran pemeliharaan tanaman sesuai dengan tujuan

(4) Pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah menyediakan bantuan kepada penyelenggara Budidaya Tanaman skala kecil yang mengalami gagal panen yang disebabkan bencana

Pasal 87

(1) Pasca panen dilaksanakan untuk mempertahankan mutu hasil, menekan kehilangan dan kerusakan hasil, memperpanjang daya simpan, dan meningkatkan dan menambah nilai tambah hasil Budidaya Tanaman

(2) Pasca panen meliputi kegiatan pengumpulan, pemilahan, pembersihan, pengkelasan, perlakuan untuk memperpanjang daya simpan, standarisasi mutu, dan pengangkutan hasil Budidaya Tanaman

(3) Pemerintah menentukan standar mutu dan komoditas tanaman yang harus memenuhi standar mutu tersebut serta melakukan pengawasan dalam penerapannya

(4) Pemerintah memberikan pembinaan, fasilitasi, dan pengawasan agar penyelenggaran penanganan pasca panen sesuai dengan tujuan

(5) Pemerintah menyediakan infrastruktur pasca panen agar standar mutu yang ditetapkan dapat tercapai

(6) Pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah menyediakan bantuan bahan, sarana, dan prasarana pasca panen kepada penyelenggara Budidaya Tanaman skala kecil

BAB VIII

PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 88

(1) Pemerintah bertanggung jawab memberikan ruang kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan Budidaya Tanaman.

(2) Bentuk partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. penyusunan perencanaan, b. pengembangan kawasana c. penelitian

(48)

e. pengawasan

f. pengembangan sistem informasi g. pengembangan kelembagaan

(3) Peran serta masyarakat dapat dilakukan dalam bentuk: a. pemberian usulan

b. pemberian tanggapan c. pengajuan keberatan d. saran perbaikan e. informasi dan laporan f. bantuan

BAB IX PEMBINAAN

Pasal 89

(1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab melaksanakan pembinaan penyelenggaraan Budidaya Tanaman dalam bentuk pengaturan, pemberian bimbingan, pengawasan, dan penyediaan fasilitas.

(2) Pembinaan penyelenggaraan Bu

Referensi

Dokumen terkait

dari ini bandwidth pihak server terpakai untuk mengirim email yang biasanya dalam jumlah banyak, penerima email terkelabui oleh alamat palsu yaitu alamat dari pihak server,

kemudian nilai perpindahan yang selaras tersebut digunakan untuk mendapatkan matrik gaya nodal, sedangkan metode perpindahan didalam persamaan matrik struktur

Loyalitas karyawan tumbuh seiring dengan kepuasan yang dirasakan oleh karyawan, dan kepuasan karyawan akan tumbuh ketika lingkungan kerja didalam perusahaan berjalan dengan

Sedangkan peroksida merupakan suatu tanda adanya  peme%ahan atau kerusakan pada minyak karena terjadi oksidasi 4kontak dengan udara6, yang meyebabkan bau@aroma tengik

Kuat arus listrik terbesar yang dapat Kuat arus listrik terbesar yang dapat diperoleh dari susunan baterai tersebut diperoleh dari susunan baterai tersebut

Si.. Perbedaan kekerasan pada setiap cetakan berbeda-beda bisa dilihat dari sturktur mikronya. Semakin besar diameter butiran maka kekerasan material semakin rendah

PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN DOMAIN KOMPETENSI DAN PENGETAHUAN SAINS SISWA SMP PADA TEMA PENCEMARAN LINGKUNGAN.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Untuk mengetahui hubungan antara gambaran ekogenisitas korteks ginjal melalui pemeriksaan USG ginjal dengan derajat retinopati melalui pemeriksaan funduskopi, sehingga parameter