• Tidak ada hasil yang ditemukan

(THE EFFECT OF USED MOLASSES TO CASSAVA PEEL (Manihot esculenta) ENSILAGE ON DRY MATTER AND ORGANIC MATTER DIGESTIBILITY IN VITRO)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "(THE EFFECT OF USED MOLASSES TO CASSAVA PEEL (Manihot esculenta) ENSILAGE ON DRY MATTER AND ORGANIC MATTER DIGESTIBILITY IN VITRO)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Page 1

PENGARUH PENAMBAHAN MOLASES PADA ENSILASE KULIT SINGKONG (Manihot esculenta) TERHADAP KECERNAAN BAHAN

KERING DAN KECERNAAN BAHAN ORGANIK SECARA IN VITRO

(

THE EFFECT OF USED MOLASSES TO CASSAVA PEEL (Manihot esculenta) ENSILAGE ON DRY MATTER AND ORGANIC MATTER

DIGESTIBILITY IN VITRO)

Ajeng Putriani*, Ana Rochana**, Budi Ayuningsih**

*Alumni Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran

**Staff Pengajar Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak,

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Email : [email protected]

ABSTRACT

The aim of the research was to know the effect of adding molasses to cassava peel (Manihot esculenta) ensilage on dry matter and organic matter digestibility in vitro. The research was conducted from October – Januari 2015 at Ruminant Nutrient and Feed Chemical Laboratory Faculty of Animal Husbandry Padjadjaran University. The research used completely randomised design with 4 treatment and 5 repeatation. The treatment consists of : P0 (silage cassava peel without molasses), P1 (silage cassava peel with 1% molases), P2 (silage cassava peel with 3% molasses) and P3 (silage cassava peel with 5% molasses). Data were analysis by analysis of varian and duncan multiple range test. The result of this research were the treatments gave significant differences (P<0,05) to dry matter and organic matter digestibility. Using 3% molasses produce the highest value of dry matter (70,08%) and organic matter digestibility (64,30%).

Keywords : cassava peel, molasses, ensilage, digestibility in vitro

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan molases

pada ensilase kulit singkong (Manihot esculenta) terhadap kecernaan bahan

kering dan bahan organik secara in vitro. Penelitian dilaksanakan pada bulan

(2)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Page 2

Oktober - Januari 2015 di Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Penelitian menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan yang diberikan terdiri atas: P0 (silase kulit singkong dengan molases 0%), P1 (silase kulit singkong dengan molases 1%), P2 (silase kulit singkong dengan molases 3 %) dan P3 (silase kulit singkong dengan molases 5%).

Analisis data menggunakan sidik ragam dan uji duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan nyata (P<0,05) mempengaruhi kecernaan bahan kering dan bahan organik. Penambahan molases sebanyak 3% menghasilkan nilai kecernaan bahan kering (70,08%) dan kecernaan bahan organik (64,30%) tertinggi.

Kata Kunci : kulit singkong, molases, ensilase, kecernaan in vitro

PENDAHULUAN

Kulit singkong merupakan hasil samping dari pengolahan singkong. Kulit singkong sering kali digunakan oleh peternak sebagai pakan ruminansia. Kulit singkong dapat diperoleh dari industri pengolahan singkong seperti tepung tapioka, tape, keripik singkong dan panganan berbahan dasar singkong lainnya.

Di Indonesia luas panen tanaman singkong mencapai 1.065.752 hektar per tahun, produksi singkongnya 23.936.921 ton per tahun, sedangkan di Jawa Barat luas panen tanaman singkong mencapai 95.505 hektar per tahun, produksi singkongnya mencapai 2.138.532 ton per tahun (BPS, 2013). Kulit singkong digunakan sebagai bahan pakan yang cukup potensial karena setiap kilogram singkong segar dapat menghasilkan 15-20 persen kulit singkong (Sandi dkk., 2013). Ketersediaan kulit singkong di Indonesia berdasarkan data terakhir tahun 2013, melalui perhitungan diperkirakan sebesar 14.173.314 ton per tahun. Kulit singkong memiliki kandungan bahan kering sebesar 27,16 persen, sehingga produksi kulit singkong berdasarkan bahan kering di Indonesia mencapai 4.337.034 ton per tahun. Berdasarkan data tersebut, potensi kulit singkong untuk dijadikan sebagai bahan pakan alternatif sangat tinggi.

Kulit singkong mengandung faktor penghambat yaitu kadar air yang tinggi

dan asam sianida (HCN) yang ditandai dengan adanya bercak hitam pada

singkong tersebut. Metode untuk mengawetkan dan mengurangi atau

(3)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Page 3

menghilangkan HCN salah satunya adalah dengan proses silase. Keuntungan dari silase adalah dapat mengawetkan nutrien yang terdapat dalam bahan pakan, menurunkan kadar HCN dan dapat meningkatkan kecernaan dari bahan pakan.

Peningkatan kecernaan dari bahan pakan ini disebabkan karena adanya proses perombakan senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana oleh aktivitas bakteri. Penambahan starter merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari proses ensilase. Penambahan starter berfungsi untuk mempercepat proses fermentasi dan juga sebagai makanan bakteri asam laktat.

Selain itu, tujuan penggunaan starter adalah untuk mengurangi kehilangan bahan kering silase (Murni, 2008). Salah satu starter yang sering digunakan dalam pembuatan silase adalah molases. Molases merupakan sumber energi yang murah karena mengandung gula ± 50 persen, baik dalam bentuk sukrosa 20–30 persen yang digunakan untuk keperluan energi (Winarno,1981).

Prinsip pembuatan silase adalah fermentasi bahan pakan oleh mikroba yang menghasilkan asam laktat (Suciani, 2012). Asam laktat yang dihasilkan selama proses fermentasi akan berperan sebagai zat pengawet sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk sehingga produk silase menjadi lebih awet, menurunkan zat anti nutrisi dan dapat meningkatkan kecernaan dari bahan pakan.

Semakin besar kecernaan bahan pakan memungkinkan banyaknya zat-zat

makanan yang diserap sehingga akan menunjang produksi yang maksimal. faktor

yang dapat mempengaruhi kecernaan adalah serat kasar, semakin tinggi

kandungan serat kasar maka kecernaannya semakin rendah, dan sebaliknya

(Anggorodi, 1994). Menurut Hernaman, dkk., (2005) penambahan molases lebih

dari 4 persen pada silase campuran ampas tahu dan pucuk tebu, dapat

meningkatkan kandungan serat kasar.

(4)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Page 4

BAHAN DAN METODE Bahan yang Digunakan

Kulit singkong yang digunakan diperoleh dari Kampung Manjahbereum RT 02/04 Desa Cileunyi Kulon Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung, molases diperoleh dari KSU Tandangsari, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, sedangkan cairan rumen domba didapatkan dari tempat pemotongan hewan Cidurian Bandung.

Metode yang Digunakan

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental in vitro berdasarkan metode Tilley dan Terry (1963) dengan 4 perlakuan yaitu P0 (silase kulit singkong dengan molases 0%), P1 (silase kulit singkong dengan molases 1%), P2 (silase kulit singkong dengan molases 3 %) dan P3 (silase kulit singkong dengan molases 5%). Peubah yang diukur dalam penelitian ini yaitu Kecernaan Bahan Kering (KBK) dan Kecernaan Bahan Organik (KBO) yang dianalisis menggunakan analisis variansi dan dilanjutkan dengan uji Jarak Berganda Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

Kisaran nilai rataan kecernaan bahan kering silase kulit singkong pada penelitian

ini adalah 56,80-70,08 persen.

(5)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Page 5

Tabel 1. Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Bahan Kering

Perlakuan Rataan KcBK (%) Rataan KcBO (%)

P0 56,80

a

50,40

a

P1 61,63

b

55,52

b

P3 66,36

c

61,30

c

P2 70,08

d

64,30

d

Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Penambahan molases sampai 3 persen nyata (P<0,05) meningkatkan kecernaan bahan kering silase kulit singkong. Peningkatan nilai kecernaan bahan kering tersebut disebabkan karena penambahan molases. Menurut Nurul dkk., (2013) penambahan molases dapat mempercepat terbentuknya asam laktat serta menyediakan sumber energi yang cepat tersedia bagi bakteri, dan melalui proses fermentasi mampu merombak senyawa organik kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga dapat dicerna dengan baik oleh ternak.

Nilai kecernaan bahan kering tertinggi adalah pada P2 dengan penambahan molases 3 persen (70,08 persen). Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan kandungan nutrien silase kulit singkong. Silase kulit singkong dengan penambahan molases sebanyak 3 persen memiliki kualitas nutrien yang baik dibandingkan P1 dan P3 dengan kandungan serat kasar terendah (16,75 persen), BETN tertinggi (60,56 persen), lemak kasar tertinggi (1,84 persen), dan protein kasar tinggi (10,07 persen). Hal ini menyebabkan nilai kecernaan bahan kering silase kulit singkong dengan penambahan molases 3 persen tertinggi. Kandungan serat kasar merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kecernaan bahan kering. Semakin tinggi nilai serat kasar, maka nilai kecernaan bahan kering

semakin rendah, dan sebaliknya (Anggorodi,1994)

Nilai Kecernaan bahan kering P3 66,63 persen) lebih rendah dibandingkan

dengan nilai kecernaan bahan kering P2 (70,08 persen). Hal ini menunjukkan

bahwa penambahan molases sampai 5 persen pada ensilase kulit singkong tidak

efektif meningkatkan kecernaan bahan kering dan menurunkan kualitas nutrien

(6)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Page 6

silase kulit singkong dibandingkan dengan P2. Penurunan kualitas nutrien tersebut ditandai dengan serat kasar meningkat (20,82 persen), BETN menurun (58,40 persen), lemak kasar menurun (1,51 persen), dan protein kasar menurun (9,03 persen). Peningkatan kandungan serat kasar diduga terjadi karena adanya fungi yang dapat memanfaatkan glukosa menjadi miselium yang merupakan serat kasar sehingga akan menurunkan kecernaan bahan kering pakan. Faktor lain penyebab turunnya kecernaan bahan kering pada P3 adalah karena bakteri asam laktat selama ensilase tidak memanfaatkan nutrien yang ada dalam substrat kulit singkongnya, sehingga tidak terjadi peningkatan kualitas pada silase kulit singkongnya. Akibatnya kecernaan bahan kering tidak meningkat. Hal ini sejalan dengan pendapat Sumarsih, dkk., (2009) bakteri asam laktat tidak akan merombak komponen nutrisi bahan apabila ditambahkan gula sederhana sebagai energi mudah tersedia.

Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Organik

Rataan nilai kecernaan bahan organik silase kulit singkong adalah 50,40-64,30 persen yang tertera pada Tabel 1. Penambahan molases sampai 3 persen nyata (P<0,05) meningatkan kecernaan bahan organik silase kulit singkong. Nilai kecernaan bahan organik meningkat seiring dengan peningkatan kecernaan bahan kering. Hal tersebut disebabkan karena bahan organik merupakan komponen dari bahan kering, sehingga nilainya berkaitan erat (Tillman, dkk., 1998). Nurlaili, dkk. (2013) menyatakan bahwa faktor utama yang dapat mempengaruhi kecernaan bahan organik adalah kecernaan bahan kering.

Nilai kecernaan bahan organik lebih kecil dibandingkan dengan nilai kecernaan bahan kering. Hal ini diduga karena kandungan bahan anorganik atau mineral silase kulit singkong tinggi. Kecernaan mineral yang tinggi akan menyebabkan nilai kecernaan bahan organik lebih rendah dibandingkan kecernaan bahan kering (Simanhuruk, dkk.,2010).

Data hasil perhitungan antara kecernaan bahan organik dan kecernaan

bahan kering menunjukkan pola yang sama dari nilai yang terendah ke nilai yang

tertinggi yaitu P0, P1,P3 dan P2. Hal ini disebabkan karena kandungan abu pada

(7)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Page 7

silase kulit singkong relatif sama, sehingga memberikan pengaruh yang sama.

Meningkatnya nilai kecernaan bahan organik dengan penambahan molases sampai 3 persen dalam pembuatan silase disebabkan karena perkembangan bakteri asam laktat optimal. Bakteri tersebut dapat merombak senyawa-senyawa bahan organik seperti karbohidrat, protein, dan vitamin menjadi lebih sederhana sehingga mudah dicerna. Penggunaan bahan pakan yang mengandung bakteri asam laktat dapat meningkatkan daya cerna, penyerapan zat nurisi dan efisiensi pakan (Mangisah, dkk., 2009).

Nilai kecernaan bahan organik P3 yaitu perlakuan dengan penambahan molases sebanyak 5 persen menghasilkan nilai kecernaan bahan organik lebih rendah dibandingkan perlakuan P2. Sama halnya dengan kecernaan bahan kering, penurunan kecernaan bahan organik juga disebabkan karena adanya penurunan kualitas nutrien silase kulit singkong. Disamping itu, lebih rendahnya nilai kecernaan bahan organik pada P3 dibandingkan kecernaan bahan organik P2 adalah karena selama ensilase bakteri asam laktat tidak bekerja pada substrat kulit singkong, karena kebutuhannya sudah terpenuhi dari jumlah molases yang tinggi (5 persen). Akibatnya kualitas silase kulit singkong pada P3 kecernaannya tidak meningkat dibandingkan dengan P2.

KESIMPULAN

1. Penambahan molases pada ensilase kulit singkong berpengaruh terhadap kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik.

2. Penambahan molases pada ensilase kulit singkong sebanyak 3 persen menghasilkan kecernaan bahan kering (70,08 persen) dan kecernaan bahan organik (64,30 persen) tertinggi.

.

(8)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Page 8

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Badan Pusat Statistik Indonesia, 2013. Produktivitas Tanaman Ubi Kayu Seluruh Provinsi.Available at: http://www.bps.go.id, (diakses 5 September 2013 pukul 12.30 WIB)

Bata, M. 2008. Pengaruh Molases Pada Amoniasi Jerami Padi Menggunakan Urea Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik In Vitro.

Jurnal Agripet Vol 8, No. 2.

Hanafi, N. D. 2008. Teknologi Pengawetan Pakan Ternak. Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo dan A.D. Tillman. 2005. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Haris, M. 2012. Evaluasi Kecernaan Lamtoro (Leucaena leucocephala) Sebagai Pakan Sumber Protein ByPass dengan Ransum Berbahan Dasar Jerami Padi Amoniasi Secara In Vitro. Tesis. Universitas Andalas, Padang.

Hernaman, I., R. Hidayat dan Mansyur. 2005. Pengaruh Penggunaan Molases dalam Pembuatan Silase Campuran Ampas Tahu dan Pucuk Tebu Kering terhadap Nilai pH dan Komposisi Zat-Zat Makanannya. Jurnal Ilmu Ternak Vol 5. No 2. (94-99)

Mangisah, I., Suthama, N., dan , H. I. Wahyuni. 2009. Pengaruh Penambahan Starbio dalam Ransum Berserat Kasar Tinggi Terhadap Performa Itik.

Universitas Diponegoro, Semarang.

Mulyawati, Y. 2009. Fermentabilitas dan Kecernaan In Vitro Biomineral Dienkapsulasi. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Murni, R., Suparjo, Akmal dan B. L. Ginting. 2008. Metode Pengolahan untuk Pakan Ternak. Buku Ajar Pemanfaatan Limbah untuk Pakan.

Laboaratorium Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

Nurlaili, F., Suparwi, dan T.R. Sutardi.2013.Fermentasi Kulit Singkong (Manihot

Utilissima Pohl) Menggunakan Aspergillus Niger Pengaruhnya Terhadap

Kecernaan Bahan Kering (Kbk) Dan Kecernaan Bahan Organik (Kbo)

Secara In-Vitro.Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3) :856-864

(9)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Page 9

Nurul, A., M. Junus, dan M. Nasich. 2013. Pengaruh Penambahan Molases Terhadap Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Padatan Lumpur Organik Gas Bio. Universitas Brawijaya, Malang.

Sandi, Y.O., S. Rahayu, dan W. Suryapratama. 2013. Upaya Peningkatan Kualitas Kulit Singkong Melalui Fermentasi Menggunakan Leuconostoc Mesenteroides Pengaruhnya Terhadap Kecernaan Bahan Kering Dan Bahan Organik Secara In Vitro. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):99-108 Setiyaningsih, K. D., M. Christiyanto dan Sutarno. 2012. Kecernaan Bahan

Kering (Kcbk) Dan Bahan Organik (Kcbo) Secara In Vitro Hijauan D.

cinereum pada Berbagai Dosis Pupuk Organik Cair dan Jarak Tanam.Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 2, : 51 – 63

Simanhuruk, K. dan J. Sirait. 2010. Silase Kulit Buah Kopi Sebagai Pakan Dasar Pada Kambing Boerka Sedang Tumbuh. Jurnal Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner

. J.Sirait dan M. Syawal. 2012. Penggunaan Silase Biomassa Tanaman Ubi Kayu (Kulit Umbi, Batang, dan Daun) Sebagai Pakan Kambing Peranakan Etawah (PE).Vol. 2 No. 2 : 79 – 83

Sumarsih, S., C.I. Sutrisno, dan B. Sulistiyanto. 2009. Kajian Penambahan Tetes Sebagai Aditif Terhadap Kualitas Organoleptik dan Nutrisi Silase Kulit Pisang. Jurnal Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan, Semarang Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo dan S.

Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Winarno FG. 1981. Teknologi dan Pemanfaatan Limbah Pengolahan Gula Tebu.

Bogor : Pusbangtepa / FTDC. Institut Pertanian Bogor.

(10)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Page 10

Referensi

Dokumen terkait

Hasil docking dapat diamati pada tabel 1 dimana dari 19 ligan yang dianalisis, nilai skor CHEMPLP yang terendah berada pada ligan senyawa biji buah nangka yaitu senyawa

Kabupaten Indramayu merupakan salah satu wilayah di Pesisir Utara Jawa Barat yang mengalami kerusakan paling parah diantara seluruh kabupaten di wilayah pesisir Utara

Pemberian imuniasi pada anak yang mempunyai tujuan agar tubuh kebal terhadap penyakit tertentu, mengingat efektif dan tidaknya imunisasi tersebut akan tergantung pada faktor

Hasil penelitian menunjukkan : penggunaan alat peraga benda konkrit dalam pembelajaran matematika kelas III materi pengukuran dapat meningkatkan hasil belajar, hal ini dapat

Secara garis besar tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sistem informasi SDM dan kinerja karyawan di PT. Rabbani, dan untuk mengetahui seberapa besar

Setelah membaca, mengamati kembali berbagai data yang ada didalamnya, dan mengoreksi, maka skripsi saudara Paisal Fahmi Harahap, NIM 07210019, mahasiswa Jurusan Al-Ahwal

Resort Waterfront Batam Berdasarkan Tipe Kamar yang

In the previous study of cerebellar vermis, patients were found to have a positive correlation between the size of the vermis and the size of the temporal lobe, with both of