• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEMA UMPASA MASYARAKAT SIMALUNGUN : SUATU KAJIAN LINGUISTIK FUNGSIONAL SISTEMIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TEMA UMPASA MASYARAKAT SIMALUNGUN : SUATU KAJIAN LINGUISTIK FUNGSIONAL SISTEMIK"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

TEMA UMPASA MASYARAKAT SIMALUNGUN : SUATU KAJIAN

LINGUISTIK FUNGSIONAL SISTEMIK

TESIS

Oleh :

ASRIATY R. PURBA 057009003 / LNG

SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2007

(2)

TEMA UMPASA MASYARAKAT SIMALUNGUN : SUATU KAJIAN

LINGUISTIK FUNGSIONAL SISTEMIK

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora Dalam Program Studi Linguistik Pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

ASRIATY R. PURBA 057009003 / LNG

SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2007

(3)

Judul Tesis : TEMA UMPASA MASYARAKAT SIMALUNGUN : SUATU KAJIAN

LINGUISTIK FUNGSIONAL SISTEMIK Nama Mahasiswa : Asriaty R. Purba

Nomor Induk Mahasiswa : 057009003 Program Studi : Linguistik

Menyetujui

Pembimbing – I Pembimbing – II

Prof. Amrin Saragih, M.A. Ph. D Dra. T. Thyraya Zein, M.A.

Ketua Program Studi Linguistik Direktur Sekolah Pascasarjana

Prof. T. Silvana Sinar, M.A. Ph. D Prof. Dr. Ir. Chairun Nisa B., M. Sc.

Tanggal Lulus : 25 Agustus 2007

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 25 Agustus 2007

Panitia Penguji Tesis

KETUA : Prof. Amrin Saragih, M.A. Ph. D Anggota : Prof. T. Silvana Sinar, M.A. Ph. D

Prof. Dr. Robert Sibarani, M. S.

Dra. T. Thyraya Zein, M.A.

(5)

Abstrak

Judul penelitian ini adalah Tema Umpasa Masyarakat Simalungun : Suatu Kajian Lingusitik Fungsional Sistemik. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan struktur, jenis dan unsur Tema serta konteks sosial umpasa Simalungun. Data diambil dari sumber tertulis (Purba,2001), selanjutnya data dianalisis berdasarkan Teori Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) yang dikembangkan oleh Halliday, Saragih dan pakar LFS lainnya.

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa jenis Tema yang paling dominan dalam umpasa Simalungun adalah Tema tidak lazim majemuk sebanyak 43 % dan unsur Tema yang dominan pada Tema Antarpersona, yaitu keterangan penegas sebanyak 35 % dan umpasa Simalungun terjadi dalam konteks sosial menyangkut konteks, budaya dan ideologi.

(6)

ABSTRACT

The title of research is : Tema Umpasa masyarakat Simalungun : A systemic functional linguistic assessment. The objective of this research is to describle structure, type and elements of Tema, also social context of Simalungun’s umpasa. The data is taken from printed or documented resources (Purba,2001), and then data is analyzed based on Systemic Functional Linguistic Theory (LFS) developed by Halliday, Saragih and related LFS ex perts.

The result of research indicates that the most dominant type of Tema in Simalungun’s umpasa is non-prevalent plural Tema, 43 %, and Interpersonal Tema, i.e., emphatic adverbial, 35 % and umpasa of Simalungun occurs in social context including situation context, cultural and ideology.

(7)

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kasih dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penelitian tesis ini dapat diselesaikan.

Penelitian ini berjudul Tema Umpasa Masyarakat Simalungun : Suatu Kajian LInguistik Fungsional Sistemik, disusun untuk memenuhi satu persyaratan untuk menyelesaikan studi pada program studi Linguistik di PascaSarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis menyadari walaupun telah berusaha dengan baik dalam penulisan tesis ini, namun masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan tesis ini.

Medan, Agustus 2007 Penulis

Asriaty R. Purba NIM : 057009003

(8)

Ucapan Terima Kasih

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih terutama kepada Bapak Prof. Amrin Saragih, M.A. Ph. D, selaku Ketua Komisi Pembimbing, Ibu Dra. T. Thyrhaya Zein, M. A., selaku anggota pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian dan penulisan tesis ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr.

Chairuddin. P. Lubis, DTM & H, D. SA (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin dan bantuan dana untuk mengikuti perkuliahan di sekolah PascaSarjana Universitas Sumatera Utara. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ibu Prof. Dr. Ir. T.Chairun Nisa B, M,sc selaku Direktur Program PascaSarjana, Ibu Prof. T. Silvana Sinar, M. A, Ph. D selaku Ketua Program Studi Linguistik dan Bapak Drs. Umar Mono, M. Hum, selaku Sekretaris Program Studi Lingusitik.

Selanjutnya, penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa angkatan 2005 dan 2006 yang telah memberikan dorongan dan sumbangan pemikiran dalam penyelesaian tesis ini.

Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada suami L. Tobing, dan ketiga anakku Lia Indriani, Timbul Parulian dan Rizky Ari Ananda yang selalu memberikan doa, pengertian, dorongan dan semangat.

Sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

(9)

Ucapan terima kasih juga buat adikku Risdo Saragih, S. S , yang telah banyak membantu dalam penyelesaian tesis ini.

Semoga segala bantuan, dorongan dan kerja sama yang telah diberikan mendapat berkah dan imbalan dan Tuhan Yang Maha Esa.

(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Landasan Teori ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

2.1 Teori Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) ... 7

2.2 Tema dan Rema Sebagai Fungsi Tekstual ... 9

2.3 Pengertian Tema dan Rema ... 9

2.4 Grup dan Klausa Sebagai Tema ... 11

2.5 Tema dan Modus ... 11

2.6 Jenis Tema ... 12

2.6.1 Tema Lazim dan Tema Tidak Lazim ... 12

2.6.2 Tema Tunggal dan Tema Majemuk ... 13

2.7 Tema Umpasa Dalam Konteks Sosial ... 16

2.8 Tema—Rema dan Lama—Baru Dalam Konteks Sosial ... 17

2.9 Logonetik Fonologis dan Filogenetik Etnografis Dalam Konteks Sosial ... 18

2.10 Penelitian Sebelumnya ... 19

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

3.1 Desain Penelitian ... 21

3.2 Sumber Data ... 21

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 21

(11)

3.4 Teknik Analisis Data ... 22

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN BAHASAN ... 23

4.1 Hasil Penelitian ... 23

4.1.1 Jenis Tema Berdasarkan Kelaziman dan Komposisi ... 23

4.1.2 Proporsi Unsur Tema Majemuk ... 28

4.1.3 Konteks Sosial Umpasa ... 31

4.2 Pembahasan ... 34

4.2.1 Jenis Tema Dalam Umpasa Simalungun ... 34

4.2.2 Analisis Unsur Tema Dalam Umpasa Simalungun ... 43

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75

LAMPIRAN ... 77

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya bangsa Indonesia berlatar belakang kedaerahan. Masing- masing daerah atau suku bangsa mempunyai bahasa daerahnya sendiri.

Bahasa-bahasa daerah perlu dibina dan dikembangkan karena bahasa daerah merupakan satu unsur kebudayaan nasional yang dilindungi oleh Negara.

Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36 menyatakan bahwa di daerah-daerah yang mempunyai bahasa sendiri, yang dipelihara oleh rakyatnya dengan baik-baik (misalnya bahasa Jawa, Sunda, Batak, Madura, dan sebagainya), bahasa-bahasa itu akan dihormati dan diperlihara juga oleh Negara. Bahasa-bahasa itu pun merupakan sebagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup.

Lebih lanjut ditekankan di dalam Politik Bahasa Indonesia (Halim, 1984: 22 ) bahwa dalam rangka merumuskan fungsi dan kedudukan bahasa daerah perlu dipertimbangkan hal-hal berikut.

1. Bahasa daerah tetap dibina dan dipelihara oleh masyarakat pemakainya, yang merupakan bagian kebudayaan bangsa Indonesia yang dijamin oleh Undang-Undang dasar 1945.

(13)

2. Bahasa daerah sebagai kekayaan budaya dapat dimanfaatkan untuk pengembangan bahasa nasional serta untuk pembinaan dan pengembangan bahasa-bahasa daerah itu sendiri.

3. Bahasa daerah tidak hanya berbeda dalam struktur kebahasaannya, tetapi juga berbeda jumlah penutur aslinya.

4. Bahasa-bahasa tertentu dipakai sebagai alat penghubung baik lisan maupun tulis, sedangkan bahasa daerah dipakai secara lisan.

Bahasa Simalungun terus berkembang dan berfungsi sebagai alat komunikasi, pendukung kebudayaan, dan lambang identitas masyarakat Simalungun. Fungsi tersebut dapat diamati melalui kegiatan-kegiatan anggota masyarakat dalam berkomunikasi antar sesamanya. Untuk mengungkap maksud dan isi hati seorang penutur bahasa sering menyampaikannya melalui karya sastra. Satu karya sastra lisan yang lahir, hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat Simalungun dan diwariskan secara turun-temurun dari mulut ke mulut adalah umpasa.

Sebagai sastra lisan umpasa (pantun) digolongkan ke dalam bentuk puisi Lama, karena umpasa diubah dengan syarat-syarat berbait, bersajak dan berirama, dan terdiri dari empat baris sebait, dua baris pertama berisikan sampiran dan dua baris terakhir merupakan isi.

Dahulu pemakaian umpasa Simalungun sering digunakan oleh kaum muda-mudi dan orang tua ketika mengadakan suatu kegiatan, misalnya kaum muda-mudi dalam kegiatan acara martandang dan kaum orang tua dalam

(14)

kegiatan upacara-upacara adat, seperti upacara perkawinan. Umpasa dalam konteks budaya masyarakat Simalungun tidak hanya memperindah untaian kata-kata, tetapi juga memiliki makna yang sangat luas, yang mencakup makna budaya dan filosofis.

Menurut isi dan pemakaiannya, umpasa pada masyarakat Simalungun dapat dibagi atas tiga macam, yaitu :

- Umpasa dakdanak (pantun anak-anak), - Umpasa namaposo (pantun muda-mudi), - Umpasa namatua (pantun orangtua).

Umpasa dakdanak menggambarkan hubungan antara anak dan orang tuanya, sanak saudaranya, teman sepermainnnya, serta cita-citanya. Umpasa namaposo, menunjukkan kehidupan muda-mudi yaitu menggambarkan perkenalan, percintaan, perpisahan, ejekan dan perantauan. Umpasa namatua, lazimnya berisi nasihat, adat dan agama.

Dewasa ini umpasa, pada masyarakat Simalungun kurang dikenal, khususnya bagi generasi muda; hal ini dikarenakan mereka sudah jarang mendengar atau menggunakannya. Kecuaian generasi muda terhadap umpasa ini terjadi karena penelitian bahasa Simalungun ataupun sastra Simalungun belum banyak tersedia.

Penelitian tentang umpasa Simalungun yang dilakukan oleh Tarigan (1978) dan Purba (2001) terbatas pada upaya mendokumentasikan umpasa Simalungun. Karena keterbatasan itu, maka pada penelitian ini penulis ingin

(15)

mengkaji lebih dalam kajian tentang umpasa Simalungun. Kajian ini berfokus pada kajian Tema umpasa berdasarkan Teori Linguistik Fungsional Sistemik (LFS).

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian ini akan mencari jawaban atas masalah penelitian yang dirumuskan sebagai berikut.

1. Struktur dan jenis Tema apakah yang digunakan pada umpasa Simalungun ?

2. Jenis dan unsur Tema apakah yang dominan digunakan pada umpasa Simalungun ?

3. Dalam konteks apakah Tema umpasa Simalungun terjadi?

1.3 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan masalah penelitian, tujuan penelitian ini adalah

1. mendeskripsikan struktur dan jenis Tema yang digunakan pada umpasa Simalungun,

2. mendeskripsikan jenis dan unsur Tema yang mendominasi pada umpasa Simalungun, dan

3. mendeskripsikan konteks sosial umpasa Simalungun.

1.4 Manfaat Penelitian

Temuan penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk

1. menambah khasanah kepustakaan linguistik khususnya dengan menggunakan kajian LFS dengan bahasa target selain bahasa Inggris,

(16)

2. menjadi rujukan untuk penelitian lebih lanjut, khususnya tentang analisis Tema—Rema bagi peneliti bahasa-bahasa daerah,

3. menambah wawasan baru dalam kajian mengenai teks dengan menggunakan teori LFS, dan

4. mendokumentasikan kekayaan sastra Simalungun.

1.5 Landasan Teori

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori LFS yang dikembangkan oleh Halliday (1994), Martin (1997), dan Saragih (2003) dan para pakar LFS lainnya.

Halliday (1994:36-67) mengatakan makna Tekstual bahasa (klausa) dalam fungsinya sebagai pesan direalisasikan sebagai sistem Tema pada bahasa (klausa). Sistem Tema pada klausa direpresentasikan sebagai struktur Tematik pada klausa, yang mana terdiri atas dua unsur utama yaitu (1) Tema, dan (2) Rema.

Pada tingkat klausa, Tema direalisasikan sebagai titik berangkatnya sebuah klausa untuk suatu pesan utama. Lebih lanjut Halliday (1985:38,1994:38) mendeskripsikan Tema ialah satu unsur di dalam konfigurasi struktural tertentu yang merata keseluruhan, mengorganisir klausa sebagai pesan, ini adalah konfigurasi Tema+Rema. Sebuah pesan terdiri dari sebuah Tema dikombinasi dengan Rema. Di dalam konfigurasi ini, Tema sebagai titik keberangkatan pesan tersebut; itu adalah dasar terlepasnya sebuah klausa.

(17)

Untuk mengidentifikasi jenis Tema umpasa dalam bahasa Simalungun, diacu pada teori Martin (1997:24-25) dan Saragih (2003:98) yang mengatakan fungsi Tema dalam satu klausa ditempati oleh sejumlah unsur, yang masing- masing unsur memiliki fungsi yang berbeda. Tema tersebut terdiri atas Tema Tekstual (textual theme), Tema Antarpersona (interpersonal theme) dan Tema Topikal (topical theme).

(18)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Linguistik Fungsional Sistemik (LFS)

Teori LFS dikembangkan oleh M.A.K.Halliday. Dalam Teori LFS kajian bahasa adalah suatu pendekatan yang memberi tekanan pada konteks sosial yaitu pada fungsi sosial yang menentukan bentuk dan bagaimana perkembangannya (Halliday dan Hasan,1985:3).

Dalam perspektif LFS bahasa adalah sistem arti dan sistem lain (yakni sistem bentuk dan ekspresi) untuk merealisasikan arti tersebut. Ada dua konsep yang mendasar yang membedakan LFS dari aliran linguistik lain yaitu :

a. Bahasa merupakan fenomena sosial yang wujud sebagai semiotik sosial.

b. Bahasa merupakan teks yang berkonstrual (saling menentukan dan merujuk) dengan konteks sosial. Oleh karena itu, kajian bahasa tidak terlepas dari konteks sosial.

Kajian bahasa berkait dengan Prinsip Semiotik sebagai bagian dari semiotik, bahasa terjadi dari unsur arti dan ekspresi. Arti direalisasikan oleh ekspresi, sedangkan semiotik sosial bahasa memiliki unsur lain, yaitu bentuk.

Dengan demikian, bahasa dalam interaksi sosial terdiri dari tiga unsur: arti, bentuk dan ekspresi. Arti (Semantic atau discourse semantics) direalisasikan bentuk (grammar atau lexicogrammar) dan bentuk ini seterusnya dikodekan oleh ekspresi (phonology/ graphology)(Saragih, 2003:1).

(19)

Satu sifat bahasa sebagai semiotik sosial adalah bahasa berfungsi di dalam konteks sosial atau bahasa fungsional di dalam konteks sosial. Ada tiga pengertian terdapat dalam konsep fungsional (Saragih, 2003:3).

Pertama, bahasa terstruktur berdasarkan fungsi bahasa dalam kehidupan manusia. Dengan kata lain, bahasa terstruktur sesuai dengan kebutuhan manusia pada bahasa.

Kedua, fungsi bahasa dalam kehidupan manusia mencakup tiga hal, yaitu memaparkan atau menggambarkan, mempertukarkan dan merangkaikan pengalaman manusia yang disebut metafungsi bahasa.

Ketiga, setiap unit bahasa adalah fungsional terhadap unit yang lebih besar, yang didalamnya unit itu menjadi unsur. Dengan pengertian ini grup nomina, verba, preposisi, klausa sisipan, atau unit lain berfungsi dalam tugasnya masing-masing untuk membangun klausa.

LFS berfokus pada kajian teks atau wacana dalam konteks sosial. Teks dibatasi sebagai unit bahasa yang fungsional dalam konteks sosial. Halliday (1992:13). Bahasa yang fungsional memberi arti kepada pemakai bahasa. Jadi, teks adalah unit semantik (arti) bukan unit tata bahasa tetapi sebagai unit arti teks dapat direalisasikan oleh berbagai unit tata bahasa berupa buku, paragraf, klausa, frase, grup, dan kata.

Dalam menganalisis bahasa menurut LFS, tiga prinsip mendasari kegiatan analisis yang satu sama lain berkaitan yaitu :

a. Bahasa harus selalu dipandang sebagai teks.

(20)

b. Penggunaan bahasa merupakan proses pemilihan bentuk-bentuk kebahasaan untuk merealisasikan makna.

c. Bahasa bersifat fungsional, yaitu bentuk bahasa yang dipilih mencerminkan sikap, nilai, dan ideologi penggunaannya.

2.2 Tema dan Rema Sebagai Fungsi Tekstual

Bahasa berfungsi sebagai penyampai dan perangkai pesan. Pesan disusun atau dirangkaikan dengan baik, pengalaman bahasa dalam penggunaannya berfungsi untuk merangkaikan pengalaman yang di dalam rangkaian itu terbentuk keterkaitan. Satu (unit) pengalaman (experiential meaning dan interpersonal meaning) relevan dengan pengalaman yang telah dan akan disampaikan sebelum dan sesudahnya. Fungsi di atas disebut fungsi Tekstual (textual fuction).

Dalam membentuk satu kesatuan, fungsi Tekstual berkaitan dengan lingkungan atau konteks satu pengalaman linguistik. Fungsi Tekstual mencakup struktur Tema dan Rema. Tema adalah unsur pertama dalam klausa dan Rema merupakan bagian klausa setelah Tema. Contoh : klausa Johan menulis surat untuk kekasihnya. Johan merupakan Tema, dan menulis surat untuk kekasihnya adalah Rema.

2.3 Pengertian Tema dan Rema

Halliday (1994:38), Saragih (2003:94) mendefenisikan Tema sebagai titik awal dari satu pesan (the starting point of message) yang terealisasi dalam klausa. Dalam klausa, Tema diikuti oleh Rema. Dengan kata lain, Rema

(21)

dibatasi sebagai bagian pesan setelah Tema. Dalam bahasa Inggris dan Indonesia, Tema ditandai dengan posisi, yakni posisi awal klausa atau unsur yang paling terdepan dari klausa. Dengan demikian, Tema dapat berupa Proses, Partisipan, atau Sirkumstan.

Berikut ini adalah contoh Tema dan Rema pada Umpasa Simalungun.

Ulang ihondor gumba 'Jangan dipagar gumba Timbahou sihondoran 'Tembakaulah yang dipagar Ulang itonggor rupa 'Jangan memandang wajah Parlahoudo sitonggoran 'Baik budilah yang dilihat

Umpasa di atas, dapat ditentukan struktur Tema dan Remanya sebagai berikut :

Ulang ihondor gumba 'Jangan dipagar gumba

Tema Rema

Timbahou sihondoran 'Tembakaulah yang dipagar

Tema Rema

Ulang itonggor rupa 'Jangan memandang wajah

Tema Rema

Parlahoudo sitonggoran 'Baik budilah yang dilihat

Tema Rema

Rema adalah unsur klausa sesudah Tema, (Enggins,1994:275, Saragih, 2003:94). Dalam berbagai bahasa Tema—Rema dinyatakan dengan penanda (marker) umpamanya dalam bahasa Jepang, Tagalog, Inggris dan Indonesia.

Penanda Tema—Rema dalam bahasa Batak adalah do dan da, Saragih

(22)

(2003:93), artinya Tema pada klausa bahasa Batak berakhir sampai di mana do atau da diletakkan.

Contoh :

Ai ise do na laho hu parpestaan ai?

Siapakah yang mau berangkat ke pesta itu?

Tema Rema

Mulak sidea do nantuari Mereka pulang semalam

Tema Rema

2.4 Grup dan Klausa sebagai Tema

Kata grup atau klausa (sisipan) dapat berfungsi sebagai Tema. Klausa sisipan ditandai dengan [………..]. Dalam contoh berikut Tema dicetak tebal.

Contoh :

Anaknya bekerja di Australia (kata)

Pohon pinang di depan rumah kami di sambar petir (grup) Kampus [tempatnya belajar ] terkena banjir (klausa)

[Yang menyakitkan hati orang tuanya] adalah anaknya ternyata pencandu narkotika.

2.5 Tema dan Modus

Tema berinteraksi dengan modus, artinya Tema dalam setiap klausa bergantung pada modus klausa itu. Dalam klausa deklaratif Tema dikodekan dalam unsur pertama atau awal klausa. Secara experiential (sebagai

(23)

representasi atau paparan pengalaman), unsur pertama atau awal klausa deklaratif dapat berupa Proses, Partisipan, atau Sirkumstan.

Contohnya :

Minggu yang lalu, ibuku pergi ke Lampung Dokter mengoperasi pasien di rumah sakit

Dalam klausa interogatif Tema bervariasi berdasarkan jenis pertanyaan, dalam klausa imperatif lazimnya yang menjadi Tema adalah Proses.

Contoh : Berangkat ibuku ke Jakarta semalam (klausa deklaratif)

2.6 Jenis Tema

2.6.1. Tema Lazim dan Tema Tidak Lazim

Berdasarkan kelazimannya, Tema terdiri dari Tema lazim (Tl) dan Tema tidak lazim (Ttl). Kelaziman Tema didasarkan pada modus, yakni modus deklaratif, interogatif dan imperatif. Masing-masing modus memiliki Tl dan Ttl (Saragih, 2006).

Contoh : Tema lazim (Tl)

Siapa yang mencuri uang itu ? Di mana mereka tinggal sekarang ? Bacalah beritanya di koran ! Janganlah berbicara sembarangan !

Tema Rema

(24)

Contoh : Tema tidak lazim (Ttl)

Ibunya di mana ?

Adikmu berapa umurnya ?

Engkau jual rumah itu !

Mereka jangan kambing hitamkan!

Tema Rema

2.6.2 Tema Tunggal dan Tema Majemuk

Berdasarkan komposisi (struktur)nya, Tema terdiri atas Tema tunggal (Ttu), dan Tema majemuk (Tma). Tema tunggal disebut juga Tema sederhana mencakup hanya terdiri atas satu unsur yakni Tema yang berfungsi sebagai Proses, Partisipan atau Sirkumstan, sebagai representasi pengalaman ditempati oleh kata, grup, atau klausa (sisipan), (Saragih, 2003:98 ;2006 : 25 ) ; (Halliday 1994 :52).

Tema majemuk (kompleks) menunjukkan bahwa fungsi Tema dalam satu klausa ditempati oleh sejumlah unsur yang masing-masing unsur memiliki fungsi yang berbeda. Secara spesifik Tema majemuk terdiri atas Tema Tekstual (textual theme), Tema Antarpersona (interpersonal theme) dan Tema Topikal (topikal theme).

a. Tema Tekstual (textual theme), merupakan unsur pertama dari suatu Tema, yang berfungsi menggabungkan dua klausa, Martin (1997:25).

Tema Tekstual terjadi dari (1) konjungsi (kata sambung), (2) kata ganti relatif (relative promouns), (3) penghubung (conjuntives), dan (4) penerus (continuatives), Saragih (2003:98).

(25)

Konjungsi berfungsi menghubungkan klausa sebagai penghubung, konjungsi termasuk : dan, karena, sehingga, lalu, tetapi…

Contoh : Dia tidak hadir pada seminar itu, karena istrinya sakit.

Kata ganti relatif adalah yang dan yang…nya yang lazim menghubungkan, menggantikan nomina antaseden, dan sekaligus menyisipkan klausa ke dalam klausa yang lebih besar.

Contoh :

Anaknya yang tinggal di Australia datang ke Medan kemarin.

Kami bertemu dosen, yang bukunya kami beli bulan yang lalu.

Penghubung mencakup kata atau frase berfungsi menghubungkan makna klausa dengan klausa, paragrap dengan paragrap, atau teks dengan teks lain. Perbedaan utama penghubung dari konjungsi adalah konjungsi merupakan penghubung struktural antar klausa, sementara penghubung memautkan klausa berdasarkan arti dan menghubungkan teks, misalnya kata frase seperti lagi pula, sebagai tambahan, dengan kata lain, maka, dengan demikian, sejalan dengan itu, oleh sebab itu dan demikian.

Penerus (kontinuatif) merupakan bunyi, kata, atau frase yang berfungsi membentuk konteks sehingga teks yang disampaikan sebelum dan sesudahnya berterusan dan saling terhubung dalam arti dan konteks.

Contoh :

Ekspresi seperti oh, baik, ya, tidak, a…a…a atau mm…mm…mm, e…e…e, dan sebagainya merupakan penanda penerus.

(26)

b. Tema Antarpersona mencakup (1) pemarkah pertanyaan, (2) kata tanya pertanyaan informasi, (3) vokatif, dan (4) keterangan (penegas) modus.

Saragih (2003:99).

Verba Finit, yaitu verba bantu, yang disebut juga pemarkah pertanyaan alternatif menunjukkan bahwa klausa dalam modus interogatif. Dua pemarkah interogatif yang lazim digunakan di dalam bahasa Indonesia adalah ada (kah) ? atau apa (kah)?. Di dalam bahasa Inggris pemarkah pertanyaan disebut Finite (do, does, did, is, am, were, has, have, had dan sebagainya).

Kata Tanya pertanyaan informasi mencakup kata atau frase seperti : apa, siapa, dimana, kapan, bagaimana, yang mana.

Vokatif menunjukkan (nama) orang atau benda yang kepadanya aksi ditujukan. Contoh : Dinda, tegakah dirimu membiarkan aku di sini. Dinda adalah vokatif, jika Tema walaupun masih termasuk kategori vokatif.

Contoh : Jadikah engkau menghadiri pesta itu, Ben?. Ben, disini bukan Tema.

Keterangan penegas (adjunt) adalah sejumlah keterangan yang berfungsi menegaskan klausa sebagai deklaratif, interogatif atau imperatif. Keterangan modus umumnya muncul di depan subjek dan berfungsi memberi tanggapan pribadi, opini. Misalnya : sebaiknya, sejauh ini, sesungguhnya merupakan keterangan modus.

(27)

c. Tema Topikal (Topical Theme)

Tema Topikal merupakan unsur pertama representasi pengalaman. Ini berarti bahwa Tema Topikal dapat berupa Proses, Partisipan, atau Sirkumstan.

Saragih (2003:100).

Tema Topikal berupa Proses Contoh :

Bacalah surat ini ! Pergilah ke pesta itu !

Tema Topikal berupa Partisipan Contoh :

Dia guru

Neneknya tinggal di kampung Tema Topikal berupa Sirkumstan Contoh :

Minggu yang lalu ia datang Jakarta di landa banjir

2.7 Tema Umpasa Dalam Konteks Sosial

Fungsi Tekstual bahasa menunjukkan bagaimana pesan dalam bahasa dirangkai agar menjadi teks yang padu dan berpaut. Perpautan Tema-Rema dengan konteks sosial secara rinci mencakup konteks situasi, konteks budaya dan konteks ideologi.

(28)

Konteks situasi terjadi atas tiga unsur, yaitu (1) medan (field) yaitu apa yang dibicarakan dalam interaksi, (2) pelibat (tenor) yakni siapa yang terkait dalam interaksi, (3) cara (mode) yaitu bagaimana interaksi itu dilakukan.

Konteks budaya merupakan kegiatan sosial yang bertahap dan berorientasi tujuan. Saragih (2003:198) Budaya pemakai bahasa menetapkan apa yang boleh dilakukan Partisipan tertentu dengan cara tertentu pula. Secara rinci konteks budaya menetapkan konfigurasi unsur isi, pelibat dan cara. Lebih lanjut Saragih (2003:198-199) mengatakan konteks budaya juga menetapkan tahap-tahap yang harus dilalui untuk mencapai tujuan, karena pemakai bahasa tidak mungkin mencapai satu tujuan sekali ucap.

Konteks ideologi merupakan konsep sosial yang menetapkan apa yang seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan oleh seseorang dalam suatu interaksi sosial. Faktor yang berkaitan dengan ideologi seperti kelas sosial, jenis kelamin, etnis, maupun generasi (Martin,1992:581 (dalam Saragih, 2003:204).

2.8 Tema—Rema dan Lama—Baru Dalam Konteks Sosial

Tema—Rema dan Lama—Baru berperan penting dalam membentuk perpautan teks dengan lingkungannya, yang disebut sebagai konteks.

Perpautan Tema—Rema dan Lama—Baru dengan konteks sosial mencakup konteks situasi, budaya dan ideologi.

Pemakaian bahasa yang terkait dengan Tema—Rema dan Lama—Baru mencakup antara lain pantun, permainan kata, teks ritual, misalnya jampi, teks

(29)

keagaman dan lain-lain (Saragih, 2006). Contoh Tema—Rema dan unit informasi sebagai Lama—Baru dapat dilihat seperti contoh di bawah ini : a.Kalau ada jarum yang patah

b.Jangan di simpan dalam peti

c.Kalau ada kata yang salah

d.Jangan di simpan dalam hati

TEMA REMA

LAMA BARU

Pada pantun a, terindefikasi bahwa sebagian Lama berhimpit dengan Tema dan sebagian lagi berhimpit dengan Rema. Klausa (a,b,c,d) memiliki Tema sebagai Ttlm kalau ada dan jangan unsur Baru dalam sampiran klausa (a,b) masing-masing Proses yang patah dan Sirkumstan dalam peti dan dalam isi klausa (c,d) masing-masing Partisipan kata dan Sirkumstan dalam hati.

2.9 Logogenetik Fonologis dan Filogenetik Etnografis Dalam Konteks Sosial

Berdasarkan hubungan antara sampiran dan isi, umpasa memuat hubungan logogenetik fonologis dan filogenetik etnografis. Hubungan logogenetik fonologis biasanya didasarkan pada konteks situasi. Pada situasi saat terjadi kegiatan marumpasa ‘berpantun’, pepantun dan terpantun dihadapankan pada tekanan situasi yang menuntut seseorang untuk memperhatikan kecepatan, kecermatan dan ketrampilan untuk menjawab umpasa. Oleh karena itu, kearifan, kebijaksanaan, ketrampilan, dan pemilihan kata dituntut. Maka dalam situasi yang demikian, memilih kata yang memiliki persajakan antara Baru dalam sampiran dan isi adalah menjadi tumpuan utama.

(30)

Hubungan persajakan ini disebut hubungan logogenetik fonologis, karena hubungan ini dapat terjadi dalam pengembangan umpasa dan hanya menyangkut persamaan bunyi atau persajakan. Ini terjadi karena pemakaian umpasa semata-mata hanya untuk memenuhi tuntutan situasi yang mendesak.

Berbeda dengan hubungan filogenetik etnografis, hubungan abstrak antara klausa pada sampiran dan isi umpasa dapat ditemukan hanya jika memahami makna budaya, ideologi dan filosofis antara semesta alam dan semesta sosial yang ditampilkan pada sampiran pada isi umpasa. Oleh karena itu peminat umpasa dituntut untuk memahami secara budaya berbagai aspek semesta alam dan sosial, seperti flora, fauna dan fenomena alam.

2.10 Penelitian sebelumnya

Beberapa penelitian yang berhubungan dengan masalah umpasa Simalungun adalah : Umpasani Simalungun (Jakarta:1978) ditulis oleh Tarigan dan uppasa Simalungun “ Ia Malas ma Ari Malasma Paruhuran (Medan:2001)oleh Purba. Penelitian tersebut berfokus pada pendokumentasian Umpasa pada masyarakat Simalungun. Tesis Wiana (2004): Analisis Tema Pantun Melayu (Suatu Kajian Fungsional Sistemik). Kajian ini menfokuskan Tema pantun pada pantun kias, pantun percintaan, pantun jenaka.

Penemuannya adalah Tema pantun yang dominan adalah Tema Topikal yang terdiri dari Proses, Partisipan dan Sirkumstan. Marice (Medan:2006) Analisis Tekstual pada Lagu Batak Anakonki Do Hamoroan Di Ahu dan Borhat Ma

(31)

Dainang, yang menfokuskan kajiannya pada analisis Tekstual yang memuat Tema Sederhana dan Tema Kompleks. Risnovitasari (Medan:2006) Tesis : Struktur Tema-Rema dalam wacana bahasa Jerman. Skripsi Sarjana Linna Indyarti, (Medan ,1994) : An Analysis of Theme And Rheme In Thomas Hardy’s Poems, mengkaji Tema dan Rema pada teks puisi yaitu mengidentifikasi Tema berdasarkan nominal, adverbial dan frase preposisi, kemudian mengidentifikasi Tema Topikal, Interpersonal atau Tekstual yang terdapat pada puisi tersebut.

(32)

BAB IIII

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara yang dilakukan dalam proses pencarian kebenaran atau pembuktian terhadap fenomena (permasalahan) yang dihadapi melalui suatu prosedur kerja tertentu.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis yang bersifat kualitatif. Metode ini merupakan suatu metode penelitian yang semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penuturnya sehingga yang dihasilkan atau yang dicari berupa pemberian bahasa yang biasa sifatnya seperti potret, paparan, seperti apa adanya. (Sudaryanto,1998:62).

3.2 Sumber Data

Data yang dikaji dalam penelitian ini adalah data tertulis. Yang menjadi sumber data adalah buku karangan P. Angelo P.K Purba, yang berjudul Uppasa Simalungun “ Ia Malasma Ari Malasma Paruhuran”, yang diterbitkan oleh Bina Media tahun 2001.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dikumpulkan dengan cara pemeriksaan data dari sumber data. Kegiatan ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Membaca dan mencatat teks umpasa yang dijadikan sumber data

(33)

2. Memilih 25 bait umpasa, masing-masing terdiri dari 4 baris sebait sehingga jumlah keseluruhan yang akan dianalisis sebanyak 100 baris.

3.4 Teknik Analisis Data

Untuk menganalisis data dilakukan analisis data secara induktif, yaitu data dikaji melalui proses yang berlangsung dari data ke teori (Djajasudarma,

`1993:13).

Adapun teknik penganalisisan data dilakukan sebagai berikut.

1. Memilih dan mengumpulkan 25 bait umpasa Simalungun.

2. Mengidentifikasi struktur jenis dan unsur Tema yang terdapat pada umpasa Simalungun.

3. Mengidentifikasi jenis dan unsur Tema yang dominan pada umpasa Simalungun.

4. Menyimpulkan hasil analisis Tema dan Rema pada umpasa yang dipilih.

5. Mendeskripsikan hasil analisis.

6. Menurunkan interpretasi untuk menjawab masalah penelitian.

(34)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN BAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Setelah data terkumpul dan dianalisis, diperoleh hasil penelitian tentang Tema umpasa Simalungun sebagai berikut :

4.1.1 Jenis Tema Berdasarkan Kelaziman dan Komposisi

Tema umpasa Simalungun terjadi dari empat jenis Tema berdasarkan kelaziman dan komposisinya. Keempat jenis Tema tersebut adalah sebagai berikut.

1. Tema lazim / tunggal = Tltu 2. Tema lazim / majemuk = Tlma 3. Tema tidak lazim tunggal = Ttltu 4. Tema tidak lazim majemuk = Ttlma

Proporsi masing-masing jenis Tema itu diringkas dalam tabel 1.

Tabel 1. Proporsi Jenis Tema Umpasa Simalungun

No Jenis Tema Jumlah %

1 Lazim Tunggal 13 13%

2 Tidak Lazim Tunggal 41 41%

3 Lazim Majemuk 3 3%

4 Tidak Lazim Majemuk 43 43%

Jumlah 100 100%

(35)

Dari tabel di atas terlihat umpasa Simalungun di dominasi oleh Tema tidak lazim majemuk dengan proporsi 43 %. Pemunculan Ttlma terjadi pada sampiran dan isi umpasa seperti pada contoh berikut:

(1)

Ambit marduri pining (sampiran)

‘Kalau berduri pinang ‘

Tema Rema

‘Andainya pinang berduri’

Ambit marbotou inang (isi)

‘Kalau bersaudara ibu ‘

Tema Rema

‘Andainya ibuku mempunyai saudara (laki-laki)’

Jika Ttlma di ubah menjadi Tlma diperoleh klausa berikut.

(2)

Ambit pining marduri

‘Kalau pinang berduri’

Ambit inang berbotou

‘Kalau ibu mempunyai saudara (laki-laki)’

Selanjutnya jika Tlma diubah menjadi Tltu, kedua klausa itu menjadi teks seperti pada (3) berikut.

(3)

Pining manduri

‘Pinang berduri’

Inang marbotou

‘Ibu mempunyai saudara (laki-laki)’

Tema Rema

Penyebab utama kedominanan atau dominasi Ttlma dalam umpasa Simalungun adalah pemakaian umpasa itu menautkan teks yang mendahului

(36)

umpasa itu. Ini terjadi atas 2 bagian (1) Tekstual dan (2) Interpersonal (Antarpersonal). Dengan kata lain umpasa berfungsi menjadi penyimpul atau akumulasi pesan yang mendahuluinya.

Penyebab utama adalah fungsi Tekstual yang bertaut dengn situasi pemakaian umpasa. Dalam konteks pemakaiannya, pemunculan Ttlma dapat direkonstruksi sebagai berikut.

On ma borit ni na lang martulang (sebagai teks awal) Ambit marduri pining

Mardulangma namin pahu Ambit marbotou inang Martulangma namin ahu

‘Inilah sakitnya yang tidak mempunyai paman’

‘Kalaulah berduri pinang’

‘Berjaraklah pula pakis’

‘Kalaulah ibu mempunyai saudara (laki-laki)’

‘Saya mempunyai paman’

Teks yang mendahului umpasa itu on ma borit ni na lang martulang ‘ inilah duka dari yang tidak mempunyai tulang’ (inilah derita nasib tidak bertulang), Tulang = paman / saudara laki-laki dari ibu.

Teks itu mendahului pemakaian umpasa dan untuk mengaitkan serta menyimpulkan isi teks itu, digunakan umpasa. Pemunculan umpasa secara alamiah harus menunjukkan keterkaitan. Dengan demikian diperlukan alat penaut, yaitu konjungsi ambit ‘andainya’, atau bentuk linguistik lain yang bertaut atau menautkan umpasa.

(37)

Pemunculan Ttlma dalam umpasa Simalungun dapat direkonstruksi dalam pemakaiannya atau interaksi sebagai berikut.

(a). Teks yang mendahului umpasa (sebagai penyimpul).

(b). Teks yang mendahului umpasa Teks berikutnya.

Dengan situasi ini dapat dipahami bahwa dalam budaya Simalungun umpasa tidak dapat memulai interaksi. Dengan kata lain, struktur (c) berikut tidak terjadi dalam budaya Simalungun.

(c). Umpasa teks yang mengikuti.

Dalam masyarakat Simalungun, sama seperti masyarakat Batak lainnya yang berpegang pada sistem patrilineal, peran laki-laki sangat penting. Dalam sistem adat, seseorang yang tidak mempunyai anak laki-laki, atau seseorang perempuan yang tidak saudara laki-laki, dianggap merupakan nasib atau takdir yang menyedihkan. Itulah sebabnya tidak mempunyai tulang seperti pada umpasa di atas dianggap sangat sedih dan pilu. Berikut adalah contoh pemakaian jenis Tema dalam bahasa Simalungun.

1.Ulang ihondor gumba 'Jangan dipagar gumba Timbahou sihondoran 'Tembakaulah yang dipagar Ulang itonggor rupa 'Jangan memandang wajah Parlahoudo Sitonggoran 'Baik budilah yang dilihat

Jenis Teks

Ttlma ulang i hondor gumba(sampiran)

Tltu timbahou sihondoran (sampiran)

Ttlma ulang itonggor rupa (isi)

Tltu parlahou sitonggoran(isi)

Tema Rema

(38)

2. Rotapma tali piol `Putuslah tali biola`

Gattih tali husapi `Ganti dengan tali hasapi`

Rotapma namin sihol `Rindu tak tertahan lagi`

Langdongbe tarulahi `Takkan terulang lagi`

Jenis Teks

Ttltu rotapma tali piol (sampiran) Ttltu gattih tali husapi (sampiran) Ttltu rotapma namin sihol (isi) Ttlma langdong beda tarulaki (isi)

Tema Rema

3. Martenggerma anduhur ‘Bertenggerlah tekukur Takkal bai attarsa ‘Mangkal pada pohon attarsa Anggo dapot sinitta ni uhur ‘Kalau dapat yang dicita-citakan

Ulang lupa bani bona ‘Janganlah lupa pada kampong haLaman

No Jenis Teks

1 Ttltu martenggerma Anduhur (sampiran)

2 Ttltu takkal bai attarsa (sampiran)

3 Ttlma anggo dapot sinittani uhur(isi)

4 Ttlma ulang lupa bai bona (isi)

Tema Rema

4. Mondun rattingni uttei ‘Merunduk dahan pohon jeruk I ondun bueni borasni ‘Dirunduk kebanyakan buahnya Sattabima bani umbei ‘Maaflah pada semua hadirin Hanami nalang pandei ‘Atas kekurangan kami

Jenis Teks

Ttltu mondun ratting ni uttei (sampiran)

Ttltu iondun bueni borasni (sampiran)

Ttltu santabima bani umbei (isi)

Tltu hanami nahurang pandei (isi)

Tema Rema

Penyebab kedua dominasi Ttlma adalah kebertautan dengan fungsi Interpersonal atau Antarpersona. Umpasa merupakan tautan dengan teks yang mendahului berdasarkan fungsi Antarpersona. Dalam contoh berikut umpasa mengikuti ujar pertanyaan.

(39)

Aha do podahmu ambia ? Nasuan ma timbahou Dua gantang bahen sadari Naubah ma parlahou Ulang songon sapari

‘Apalah nasehatmu kawan?’

‘Ditanamlah tembakau’

‘Dua muk buat sehari’

‘Ubahlah tingkah laku’

‘Jangan seperti dahulu’

Dalam teks ini seseorang mengajukan pertanyaan Aha do podahmu ambia?, ‘Apa nasihatmu kawan ?, pertanyaan ini disertai dengan jawaban dalam bentuk umpasa. Dengan kata lain pertanyaan dijawab dengan tanggapan yang terealisasi sebagai umpasa.

4.1.2 Proporsi Unsur Tema Majemuk

Tema dapat bersifat majemuk dengan pengertian Tema itu terdiri atas tiga unsur, yakni Tema Tekstual, Tema Antarpersona, dan Tema Topikal.

Perbandingan berbagai unsur yang membangun masing-masing Tema ini di ringkas dalam tabel 2

Tabel 2.

Jenis Tema Unsur Tema Jumlah Persentase

Tema Tekstual Konjungsi Relativitas Penghubung Kontinuatif

16 0 0 0

16 %

Tema

AntarPersona

Pemarkah

Unsur Kata Tanya Vokatif

Ket. Penegas (adjunt)

0 2 0 35

2%

35 %

(40)

Tema Topikal Proses Partisipan Sirkumstan

33 9 5

33 % 9 % 5 %

Jumlah 100 100 %

Unsur yang membentuk Tema Tekstual adalah konjungsi (16%) yang merupakan satu-satunya yang mencirikan Tema tersebut, sementara Tema Antarpersona didominasi oleh unsur penegas 35 % dan 2 % unsur kata Tanya.

Selanjutnya, Tema Topikal didominasi oleh unsur Proses (33%), Partisipan (9%) dan Sirkumstan (5%).

Berikut ini adalah contoh analisis unsur Tema ,

1. Ambit marduri pining `Kalau berduri pinang Mardulangma namin pahu `Berjaraklah juga pakis

Ambit marbotou inang `Kalaulah ibu bersaudara (laki-laki) Martulangma namin ahu `Berpamanlah hendaknya saya

Ambit marduri pining

Konjungsi Tekstual

Tema Rema

Mardulangma namin pahu

Proses Tekstual

Tema Rema

Ambit marbotou inang

Konjungsi Tekstual

(41)

Tema Rema

Martulangma namin ahu

Proses Topikal

Tema Rema

2. I suan namin kasang 'Ditanam juga kacang Kasangpe lang marbuah 'Kacangpun tak berubah I suba namin marlajang 'Di coba juga merantau Uhurpe lang marubah 'Namun juga tidak berubah

i suan namin kasang

Proses Topikal

Rema Rema

Kasang pe lang marbuah

Penegas Antarpersona

Tema Rema

i suba namin lajang

Proses Topikal

Tema Rema

Uhurpe lang marubah

Penegas Antarpersona

Rema Rema

(42)

3. Habangma anduhur `Terbanglah tekukur`

Songgop bai asarpua `Hinggap di sarang Tempua`

Anggo ma marsada uhur `Kalau hati sudah bersatu`

Eta hita marlua-lua `Mari kita kawin lari`

Habangma anduhur

Proses Topikal

Tema Rema

Songgop bai asarpua

Proses Topikal

Tema Rema

Anggo ma marsada uhur

Konjungsi Tekstual

Tema Rema

Eta hita marlua-lua

Proses Topikal

Tema Rema

4.1.3 Konteks Sosial Umpasa

Penggunaan umpasa terjadi dalam konteks sosial sebagai bagian fungsi Tekstual klausa dalam umpasa, di samping terdiri dari Tema—Rema, dibangun Lama—Baru. Unsur Lama—Baru ini menunjukkan konteks sosial, berupa konteks situasi dan budaya.

(43)

a. Konteks situasi penggunaan umpasa

Umpasa Simalungun terjadi dalam konteks situasi yang berciri (+ jarak waktu dan tempat ). Konteks situasi umpasa Simalungun menyangkut unsur (1) medan makna (field), yaitu apa yang dibicarakan dalam hal ini adalah tentang alam atau sosial semesta, (2) pelibat (tenor), yaitu siapa yang terkait dalam interaksi yang dalam umpasa Simalungun pelibat termasuk orang tua, anak-anak, dan muda-mudi. (3) cara (mode) yaitu interaksi dalam umpasa disampaikan dalam media lisan.

Sampiran umpasa bertaut dengan isi, hanya berdasarkan bunyi (persajakan). Kebertautan unsur Baru sampiran dengan Baru isi umpasa yang hanya berdasarkan bunyi/persajakan disebut logogenetik fonologis (berdasarkan Halliday, 2004). Hal ini terjadi karena desakan dalam pemakaian umpasa.

Contoh,

Nasuan ma timbahou (sampiran)

‘Ditanamlah tembakau’

Tema Rema

Lama Baru

Naubah ma parlahou (isi) Ubahlah tingkah laku’

Tema Rema Lama Baru

Sampiran dan isi bertaut dengan fonologis dengan persajakan timbahou : parlahou. Contoh lain dapat di lihat dibawah ini :

(44)

i suan namin kasang (sampiran)

’Ditanam juga kacang’

Tema Rema Lama Baru

i suba namin marlajang (isi) 'Di coba juga merantau’

Tema Rema Lama Baru

Sampiran dan isi bertaut dengan fonologis dengan persajakan kasang : marlajang.

b. Konteks budaya penggunaan umpasa

Berbeda dengan hubungan logogenetik fonologis, hubungan budaya dan ideologi mencakup fungsi ideasional dan makna konteks budaya atau ideologi. Hubungan ini umumnya sangat abstrak dan hanya dapat dideskripsi jika seseorang memahami makna konteks budaya komunitas pepantun dan terpantun atau pemakai bahasa. Hubungan ini menyangkut khazanah budaya dan merupakan totalitas nilai budaya dalam bahasa. Dengan sifatnya yang demikian, hubungan ini disebut filogenetis etnografis.

Contoh,

Ambit marduri pining `Kalau berdiri pinang Mardulangma namin pahu `Berjaraklah juga pakis

Ambit marbotou inang `Kalaulah ibu bersaudara(laki-laki) Martulangma namin ahu `Berpamanlah hendaknya saya

Unsur Baru pining secara logogenetik fonologis bertaut dengan inang, dan pada saat yang sama juga bertaut secara filogenetik etnografis.

(45)

Pining ‘ pinang tidak mungkin berduri, sampai kini hanya jeruk yang berduri dan pinang belum pernah. Hal ini menunjukkan sesuatu yang tidak mungkin. Ketidaksaman ini ditautkan dengan isi umpasa andai ibu mempunyai saudara laki-laki. Pining ‘pinang tidak mungkin berduri dan sejalan dengan itu, saya pun tidak mempunyai tulang.

Kebertautan sampiran dan isi menyangkut keterkaitan budaya.

Kebertautan filogenetik etnografis makna budaya dan filosofis antara sampiran dan isi. Pining tidak mungkin berduri—sama tidak mungkinnya dengan saya mempunyai tulang.

4.2 PEMBAHASAN

4.2.1 Jenis Tema dalam Umpasa Simalungun

Jenis Tema dalam umpasa Simalungun dapat diklasifikasikan berdasarkan kelaziman dan komposisinya. Berdasarkan kelazimannya Tema terdiri atas Tema lazim (Tl) dan Tema tidak lazim (Ttl). Sedangkan berdasarkan komposisinya Tema terdiri atas Tema tunggal (Ttu) dan Tema majemuk (Tma). Dengan mengklasifikasikan silang kedua pembagian berdasarkan kedua kriteria di atas dapatlah ditemukan empat jenis Tema, yang secara sisTematik di uraikan sebagai berikut:

1. Tema lazim / tunggal = Tltu 2. Tema lazim / majemuk = Tlma 3. Tema tidak lazim / tunggal = Ttltu 4. Tema tidak lazim / majemuk = Ttlma

(46)

Berikut ini adalah analisis struktur dan jenis Tema umpasa pada masyarakat Simalungun.

1. Ambit marduri pining `Kalau berduri pinang Mardulangma namin pahu `Berjaraklah juga pakis

Ambit marbotou inang `Kalaulah ibu bersaudara(laki-laki) Martulangma namin ahu `Berpamanlah hendaknya saya

No Jenis Teks

1 Ttlma ambit marduri pining

2 Ttltu mardulangma namin pahu

3 Ttlma ambit marbotou inang

4 Ttltu martulangma namin ahu

Tema Rema

2. Rantingku ranting dapdap 'Kayuku kayu dadap Ulang bahen pandadangan 'Jangan dibuat perapian

Hatangkin hata dakdanak 'Perkataanku itu perkataan anak-anak Ulang bahen parutangan 'Jangan diminta pertanggungjawaban

No Jenis Teks

1 Tltu rantingku ranting dapdap

2 Ttlma ulang bahen pandadangan

3 Tltu hatangkin hata dakdanak

4 Ttlma ulang bahen parutangan

Tema Rema

3. Mantinpe mangan gula-gula 'Enakpun makan gula-gula (sejenis permen) Mantinando mangan talah-talah 'Lebih enak talah-talah(sejenis makanan ) Mantinpe tading na i huta 'Enakpun tinggal di kampung

Mantinando namarsikolah 'Lebih enak yang bersekolah

No Jenis Teks

1 Ttlma mantinpe mangan gula-gula

Gambar

Tabel 1. Proporsi Jenis Tema Umpasa Simalungun

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil percobaan ini diketahui bahwa pemeliharaan ikan nilem berukuran 2-3 cm dengan kepadatan yang berbeda tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan bobot

Rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah: Apakah penggunaan metode Contextual Teaching and Learning (CTL) pada mata pelajaran PAI materi Hewan Halal

Penyelesaian dalam cerpen ini adalah penyelesaian tertutup karena menunjuk pada keadaan akhir sebuah cerita fiksi yang memang sudah selesai, yaitu cerita sudah habis

Berdasarkan perhitungan RCA, kinerja CPO dan PKO Indonesia agak lemah dibandingkan dengan negara lain, hal ini didukung hasil dari perhitungan CMS yang

Students can apply their understanding of less common financial concepts and terms to contexts that will be relevant to them as they move towards adulthood, such as bank

Fatih, Muhammad, Penafsiran Ibnu Abbas Tentang Lailat al-Qadr Dalam Kitab Marah Labid Karya Syekh Nawawi al-Bantani, (Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN

Faktor lain yang juga turut melatarbelakangi remaja menjadi perokok yakni tidak adanya peraturan yang jelas dan tegas, baik dari pemerintah maupun dari orang

[r]