• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUATAN PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA IS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGUATAN PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA IS"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUATAN PERAN

GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DALAM PENANAMAN AKHLAK DI SEKOLAH

Razib Sulistiyo

Kepala MI al-Islam Tonoboyo Magelang mitonoboyo@gmail.com

abstract

The role of PAI teachers in morals education within school is undoubtedly very important. Focusing on the use of Qur’anic norm and Sunnah as a common perspectives, it can be seen that moral education underlies the development of human character with the correct theological foundation. By so doing, as a result end, it will bring the student to the proper moral. Therefore, there is no way arond for those of PAI Teachers not to base on the Quran and Sunnah in their student’s moral habituation as the main material.

Keywords: Role, PAI teachers, moral, Indonesia

A. Pendahuluan

Pendidikan di Indonesia tidak sebatas pada proses transfer ilmu pengetahuan dan teknologi kepada generasi masa depan. Guru juga harus menyiapkan mereka secara ruhani maupun akhlak siap menjadi bagian dari masyarakat yang bermanfaat bagi lingkungan seluas-luasnya dalam mencapai kebahagiannya. Ki Hajar Dewantara menjelaskannya sebagai tuntunan di dalam hidup tumbuhnya siswa-siswa, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada siswa-siswa itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

Pandangan pelopor pendidikan Indonesia tentang pendidikan jasmani, ruhani dan akhlak yang bermanfaat dikuatkan oleh pemerintah selaku pemegang kebijakan Negara. Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

(2)

akhlak dikarenakan cakupannya yang lebih luas daripada sebatas moral dan etika. Dalam akhlak, terdapat juga etika dan moral yang berdasar Al-Qur’an dan sunah. Akhlak juga tidak menagabiakan ada pertimbangan akal pikiran, kemudian maupun adat kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat.1

Cakupan akhlak yang luas memerlukan perhatian khusus bagi pendidik dalam mengajarkan dan menanamkannya dalam pendidikan akhlak sekolah. Khusus guru Pendidikan Agama Islam (PAI) sebagai garda terdepan dalam penanaman nilai-nilai agama Islam bagi siswa sekolah umum bukan madrasah, pendidikan akhlak yang demikian juga harus dipertimbangkan pada berbagai jenjang pendidikannya.

Tulisan ini bermaksud menjabarkan peran guru PAI dalam pendidikan Akhlak di sekolah umum dalam perspektif norma al-Quran dan sunnah. Penjabarannya diawali dengan penjelasan tentang akhlak yang dilanjutkan dengan arti penting metode pembiasaan di dalamnya. Pembahasan selanjutnya berupa tujuan dan peran guru PAI dalam pendidikan akhlak sebelum ditutup dengan kesimpulan.

B. Akhlak dan Karakter

Istilah akhlak berasal dari bahasa arab yang secara harfiah berarti; perangai, tabiat, rasa malu dan kebiasaan.2 Sedang, dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata karakter diartikan dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, dan watak. Orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak. Makna demikian berarti karakter identik dengan kepribadian atau akhlak. Koesoema dalam Marzuqi menjelaskan kepribadian sebagai ciri atau karakteristik atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan sejak lahir.3

(3)

keutamaan sikap serta watak yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh siswa sejak masa kelahiran hingga menjadi mukallaf, yakni siap mengarungi lautan kehidupan.7 Nipan Abdul Halim mengindentifikasinya sebagai perbuatan-perbuatan seseorang yang telah mempribadi dilakukan secara berulang-ulang atas kesadaran jiwanya tanpa memerlukan pertimbangan dan tanpa adanya unsur pemaksaan dari pihak lain.8

Semuanya sepakat bahwa bahwa akhlak terdiri dari dua macam. Pertama, Akhlak Mahmudah berupa Akhlak kebaikan harus dijalankan dan dibiasakan dalam interaksi dengan Allah dan sesamanya, seperti; ikhlas, sabar, syukur, takut kemurkaan Allah, pengharapan keridaan Allah, jujur, adil, amanah, tawadhu merendahkan diri dalam pergaulan. Kedua, Akhlak Mazmumah, yaitu akhlak yang harus dihindari, seperti; riya melakukan sesuatu dengan tujuan ingin menunjukkan kepada orang lain, dengki, takabbur membesarkan diri, ujub yang kagum dengan diri sendiri secara berlebihan, bakhil, buruk sangka, tamak, atau pemarah.

Islam menghendaki akhlak mahmudah yang pola perilakunya dilandasi dan untuk mewujudkan tiga nilai penting ajaran Islam, Iman, Islam, dan Ihsan. Marzuqi mengungkapkan Iman sebagai quwwah al-dakhiliah, kekuatan dari dalam yang membimbing orang terus melakukan muraqabah (mendekatkan diri kepada Tuhan) dan muhasabah (melakukan perhitungan) terhadap perbuatan yang akan, sedang, dan sudah dikerjakan. Ubudiyah (pola ibadah) merupakan jalan untuk merealisasikan tujuan akhlak. Cara pertama untuk merealisasikan akhlak adalah dengan mengikatkan jiwa manusia dengan ukuran-ukuran peribadatan kepada Allah. Karakter tidak akan tampak dalam perilaku tanpa mengikuti aturan-aturan yang ditetapkan oleh Allah Swt.9

Terhadap akhlak yang baik, Lickona menambahkan penjelasan. karakter mulia meliputi pengetahuan tentang kebaikan (moral knowing), lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan (moral feeling), dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan (moral behaviour). Dengan kata lain, karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitides), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills).

Ketiganya menyepakati bahwa akhlak sebagai nilai-nilai yang penting bagi setiap orang untuk dimiliki dalam bersikap di seluruh aspek kehidupan termasuk berhubungan dengan Tuhan. Akhlak mazmumah penting diketahui agar dijauhkan dalam sikap dan perbuatan. Akhlak mahmudah adalah utama untuk dibiasakan dan dijalankan dalam bersikap.

(4)

dirinya, secara langsung atau tidak langsung, disadari atau tidak semua yang sampai kepadanya merupakan unsur-unsur yang membentuk mentalnya. Diantaranya; keturunan, rumah, sekolah dan lingkungan masyarakat, persahabatan sebaya, maupun kebijakan pemerintah.

Kebijakan pribadi adalah salah satu sumber akhlak dalam diri seseorang. Bawaan seseorang yang ada sejak lahir bisa berpengaruh terhadap pemahaman tentang akhlak baik yang harus dibiasakan dan buruk yang perlu dihindari. Diantaranya; instinct dan akal, adat, kepercayaan, nafsu dan keinginan, maupun hati nurani.10

Di satu sisi ada pendapat bahwa akhlak karakter merupakan sifat bawaan dari lahir yang tidak dapat atau sulit diubah atau dididikkan. Di sisi lain, sebagai sarjana berpendapat bahwa karakter dapat diubah melalui pendidikan. Menurut Hidayatullah, karakter dapat diubah melalui pendidikan. Ia merujuk kepada ayat Quran pada Ar Ra’d (13):11 sebagai berikut;

ْﻮَﻘِﺑ ﺎَﻣ ُﺮﱢﯿَﻐُﯾ ﻻ َ ﱠﷲ ﱠنِإ ِ ﱠﷲ ِﺮْﻣَأ ْﻦِﻣ ُﮫَﻧﻮُﻈَﻔْﺤَﯾ ِﮫِﻔْﻠَﺧ ْﻦِﻣَو ِﮫْﯾَﺪَﯾ ِﻦْﯿَﺑ ْﻦِﻣ ٌتﺎَﺒﱢﻘَﻌُﻣ ُﮫَﻟ

ﺎَﻣ اوُﺮﱢﯿَﻐُﯾ ﻰﱠﺘَﺣ ٍم

ْﻦِﻣ ِﮫِﻧوُد ْﻦِﻣ ْﻢُﮭَﻟ ﺎَﻣَو ُﮫَﻟ ﱠدَﺮَﻣ ﻼَﻓ اًءﻮُﺳ ٍمْﻮَﻘِﺑ ُ ﱠﷲ َداَرَأ اَذِإَو ْﻢِﮭِﺴُﻔْﻧَﺄِﺑ

) ٍلاَو

١١

(

Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

Pendukung pendapat kedua lainnya adalah Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Marzuqi.11 Karakter identik dengan akhlak, karena sama-sama bermuatan nilai-nilai perilaku manusia yang universal untuk seluruh aspek kehidupan manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhannya, dengan dirinya, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungannya, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat. Kehendak dan niat menjadi pijakan awal terjadinya akhlak (karakter) pada diri seseorang, jika kehendak itu diwujudkan dalam bentuk pembiasaan sikap dan perilaku.

C. Pembiasaan dalam Pendidikan Akhlak

(5)

berlebih-lebihan hanya karena suatu hal yang amat sangat biasa yang tak terlalu memperhatikan yang telah menimpanya. Yang kedua, tercipta melalui kebiasaan dan latihan. Pada mulanya keadaan ini terjadi karena dipertimbangkan dan dipikirkan, namun kemudian, melalui praktik terus menerus, menjadi karakter.12

Marzuqi kemduain menekankan pendidikannya tidak sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada siswa, tetapi lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan tentang yang baik sehingga peserta didik paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik. Dengan cara pembiasaan, menegaskan bahwa pendidikan akhlak merupakan usaha yang disengaja untuk membantu seseorang memahami, menjaga, dan berperilaku yang sesuai dengan nilai-nilai karakter mulia.13

Pendidikan Akhlak berkelanjutan memang harus dilakukan sejak usia dini. Secara alami, sejak lahir sampai berusia tiga tahun, atau mungkin hingga sekitar lima tahun, kemampuan menalar seseorang siswa belum tumbuh sehingga pikiran bawah sadar masih terbuka dan menerima apa saja informasi dan stimulus yang dimasukkan ke dalamnya tanpa ada penyeleksian, mulai dari orang tua dan lingkungan keluarga. Dari mereka itulah, pondasi awal terbentuknya akhlak seharunya sudah terbangun.14

Kohlberg dan Lockheed menggaris bawahi pembiasaan dalam pendidikan akhlak dan karakter. Pendidikannya meliputi empat tahap, yaitu : (a) tahap pembiasaan, awal perkembangan karakter siswa, (b) tahap pemahaman dan penalaran terhadap nilai, sikap, perilaku dan karakter siswa; (c) tahap penerapan berbagai perilaku dan tindakan siswa dalam kenyataan sehari-hari; dan (d) tahap pemaknaan, yaitu suatu tahap refleksi dari para siswa melalui penilaian terhadap seluruh sikap dan perilaku yang telah mereka fahami dan lakukan dan bagaimana dampak dan kemanfaatannya dalam kehidupan baik bagi dirinya maupun orang lain. Jika seluruh tahap ini telah dilalui, maka pengaruh pendidikan terhadap pembentukan karakter peserta didik akan berdampak secara berkelanjutan.15

Usai pendidikan usia dini, Utsaimin menyarankan beberapa cara agar seseorang terbiasa dengannya dalam perspektif Islam, yaitu;

1. Hendaklah ia mengamati dan menelaah kitab Allah SWT dan Sunnah Rasul-Nya.

2. Bersahabat dengan orang yang kita kenal akan akhlaknya yang baik. 3. Hendaklah ia memperhatikan akibat buruk dari berakhlak tercela. 4. Hendaklah ia selalu menghadirkan gambaran akhlak mulia

(6)

Tawaran Utsaimin memperjelas bahwa akhlak adalah prioritas dalam pendidikan siswa. Di sekolah, siswa harus mulai diajarkan dan dibiasakan dengan akhlak mahmudah dan dijauhkan dari yang tercela sejak ia mulai menginjakkan kakinya di lingkungan sekolah hingga masa pendidikannya selesai.

D. Materi Pendidikan Akhlak dalam PAI

PAI di sekolah tidak bisa melepaskan diri dari pendidikan akhlak yang baik. Agama Islam sendiri terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian aqidah (keyakinan), bagian syari’ah (aturan-aturan hukum tentang ibadah dan muamalah), dan bagian akhlak (karakter). Ketiga bagian ini tidak bisa dipisahkan, tetapi harus menjadi satu kesatuan yang utuh yang saling mempengaruhi. Aqidah merupakan fondasi yang menjadi tumpuan untuk terwujudnya syari’ah dan akhlak. Sementara itu, syari’ah merupakan bentuk bangunan yang hanya bisa terwujud bila dilandasi oleh aqidah yang benar dan akan mengarah pada pencapaian akhlak (karakter) yang seutuhnya. Dengan demikian, akhlak (karakter) sebenarnya merupakan hasil atau akibat terwujudnya bangunan syari’ah yang benar yang dilandasi oleh fondasi aqidah yang kokoh. Tanpa aqidah dan syari’ah, mustahil akan terwujud akhlak (karakter) yang sebenarnya.17

Agama Islam melalui Quran dan hadis juga telah memberikan beberapa penguatan dalam menjalankan pendidikan akhlak dalam. Penguatan yang kuat dalam rangka mencapai tujuan sebagai berikut; a. Berinteraksi dengan Allah melalui aqidah yang sempurna dan ibadah

yang sahih.

b. Berinteraksi dengan diri dan jiwa secara rasional, jelas dan benar serta memberi komitmen yang mutlak terhadap manhaj Allah SWT

c. Berinteraksi dengan Allah melalui pelaksanaan hak kepada yang berhak berdasarkan pertanggungjawaban akal dan syarak –dengan itu mendapat ridha jiwa dan manusia melalui akhlak Islam.

Akhlak Islam kemudian mencakup; a. Akhlak kepada Allah SWT, meliputi:

1) Taqwa adalah memelihara diri dari siksaan Allah dengan segala mengikuti perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.18 2) Tawakkal adalah membebaskan hati dari segala ketergantungan

kepada selain Allah dan menyerahkan keputusan segala sesuatu-Nya.19

(7)

b. Akhlak kepada Manusia, meliputi:

1) Akhlak dalam keluarga atau Birrul Walidain dari kata Birru dan al-waalidain. Birru atau al-birru artinya kebajikan. Al-waalidain artinya dua orang tua atau ibu bapak. Jadi birrul waalidain adalah berbuat kebajikan kepada kedua orang tua.21)

2) Akhlak dalam masyarakat, meliputi hubungan tetangga, pergaulan antar teman, Ukhuwwah Islamiyah

3) Akhlak dalam sekolah, meliputi hubungan antar siswa, guru, dan civitas sekolah

(8)

pengertian, menentang permusuhan, kekejaman, kefanatikan, serta menghargai orang-orang berdasarkan karakter merea. Keadilan menuntun anak agar memperlakukan orang lain dengan baik, tidak memihak, dan adil, sehingga ia mematuhi aturan, mau bergiliran dan berbagi, serta mendengar semua pihak secara terbuka sebelum memberi penilaian apa pun. Ia juga terdorong untuk membela orang lain yang diperlakukan tidak adil dan menuntut agar setiap orang diper-lakukan setara.22

Dalam pendidikan Indonesia, pendidikan Akhlak dikuatkan dalam kebijakan Kementerian Pendidikan Nasional yang merumuskan delapan belas nilai karakter dasar yang menjadi tujuan pendidikan karakter di sekolah. Karakter tersebut yaitu: 1) Religius, 2) Jujur, 3) Toleransi, 4) Disiplin, 5) Kerja keras, 6) Kreatif, 7) Mandiri, 8) Demokratis, 9) Rasa Ingin Tahu, 10) Semangat Kebangsaan, 11) Cinta Tanah Air, 12) Menghargai Prestasi, 13) Bersahabat/Komunikatif, 14) Cinta Damai, 15) Gemar Membaca, 16) Peduli Lingkungan, 17) Peduli Sosial, 18) Tanggung jawab.23

E. Peran Guru PAI Dalam Pendidikan Akhlak Siswa

Pendidikan sekolah di Indonesia melalui guru harus memandang penting pendidikan akhlak sebagai bagian dari gerakan nasional yang menjadikan sekolah sebagai pelaku utama dalam pembangunan akhlak siswa melalui pembelajaran dan pembiasaan. sekolah harus berkomitmen untuk membawa peserta didik memiliki nilai-nilai karakter mulia seperti hormat dan peduli pada orang lain, tanggung jawab, memiliki integritas, dan disiplin. Di sisi lain pendidikan karakter juga harus mampu menjauhkan peserta didik dari sikap dan perilaku yang tercela dan dilarang.

Guru PAI melalui rujukan Al-Qur’an dan as-Sunnah dapat menempuh salah satu cara pembiasaan. Mereka juga dapat melakukannya secara sekaligus dan bergantian dalam pembentukan akhlak dan karakter siswa.

a. Menanamkan pemahaman tentang Islam yang benar dan seimbang. Pemahaman tentang agama yang seimbang merupakan hal mendasar yang harus dimiliki. Hal pertama yang harus ditanamkan adalah tauhid dan akidah. Ajaran-ajaran Islam harus diajarkan kepada siswa secara bertahap. Seperti cara salat, berwudhu, mengaji, menceritakan kisah-kisah para Nabi dan Rasul serta para sahabat. Siswa dilatih untuk menghafal beberapa doa pendek seperti doa hendak makan, hendak tidur, dan sebagainya.

(9)

hal baik yang bisa dicontohkan kepada siswa. Seperti memberikan sedekah kepada fakir miskin, suka menolong, pemberani, sabar, dan rendah hati, menghormati orang lain dengan berkata-kata dan bersikap yang sopan.

Pembiasaan salat, berdoa jika hendak melakukan sesuatu, menjaga kebersihan, mengucapkan dan membalas salam, meminta maaf dan berterima kasih, dan beragam akhlak mulia lainnya juga mendapat porsi yang sama. Untuk siswa perempuan, biasakanlah untuk memakai penutup auratnya sejak kecil, agar ketika dewasa nanti ia akan lebih mudah untuk menggunakan hijab.

c. Komunikasi yang baik dengan siswa

Dalam komunikasi dengan siswa ada keterbukaan antara keduanya. Hal ini mencerminkan rasa saling percaya satu sama lain hingga membantu dalam memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing pihak, khususnya siswa. Tumbuhkanlah rasa nyaman di hati mereka ketika sedang bercerita. Berikanlah respon yang positif yang tidak berkesan menggurui atau memerintah, namun lebih kepada perasaan bahwa orang tua sangat memahami mereka.

F. Catatan Penutup

Pendidikan Akhlak mendasari pengembangan karakter siswa dengan fondasi teologis yang benar sehingga bisa mendekatkan diri kepada akhlak yang baik. Guru PAI kemudian tidak bisa melepaskan diri dari Quran dan Sunnah dalam pendidikan akhlak siswanya. Dengan demikian, ia telah mendidik akhlak dengan membangun hubungan yang baik dengan Allah dan Rasulullah, lalu berlanjut pada hubungan dengan sesamanya dan dengan lingkungannya.

Catatan Akhir

1 Bandingkan dengan Asmaran AS, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Grafindo

Persada, 1994), h. 1

2 Sahilun A. Nashir, Etika Dan Problematika Dewasa Ini, (Bandung: Al-Ma’arif,

1990) , h. 12

3 Marzuki, “Prinsip Dasar Pendidikan Karakter Perspektif Islam,”

http://staff.uny.ac.id/ sites/default/files/pengabdian/dr-marzuki-mag/dr-marzuki-mag-prinsip-dasar-pendidikan-karakter-perspektif-islam.pdf

4 Ibid, h. 12

5 Yuhanar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: LPPI, 2004), h. 2 6 Ibid., h. 2

7 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka

Amani, 2002), h. 193

8 Nipan Abdul Halim, Menghias Diri dengan Akhlak Terpuji, (Yogyakarta: Mitra

Pustaka, 2000) h. 12

9 Marzuki, “Prinsip …”

10 Rachmat Djatnika, Sistem Ethika Islami (Akhlak Mulia), (Surabaya: Pustaka

Islam, 1985) .h. 73

11 Marzuki, “Prinsip …”

(10)

14 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam,

Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 18.

15 Ibid, H. 108-109.

16 Faqihuz-Zaman Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin, Makaarimal-Akhlak,

(Jakarta: Maktabah Abu Salma, 2008), h.35-37 17 Marzuki, “Prinsip …”

18 Ilyas, Kuliah …, h. 17 19 Ibid., h. 44

20 Ibid., h. 28 21 Ibid., h.147

22Marzuki, “Prinsip …”

23Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat

Kurikulum dan Perbukuan, Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter, tahun 2011, (Jakarta: Kemendiknas, 2011), h. 3.

Daftar Pustaka

Asmaran AS. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: Grafindo Persada, 1994. Sahilun A. Nashir. Etika Dan Problematika Dewasa Ini. Bandung:

Al-Ma’arif, 1990.

Yunahar Ilyas. Kuliah Akhlak. Yogyakarta: LPPI, 2004

Abdullah Nashih Ulwan. Pendidikan Anak Dalam Islam. Jakarta: Pustaka Amani, 2002

Nipan Abdul Halim. Menghias Diri dengan Akhlak Terpuji. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000.

Marzuki, “Prinsip Dasar Pendidikan Karakter Perspektif Islam,” http://staff.uny.ac.id/ sites/default/files/pengabdian/dr-marzuki-

mag/dr-marzuki-mag-prinsip-dasar-pendidikan-karakter-perspektif-islam.pdf

Rachmat Djatnika. Sistem Ethika Islami (Akhlak Mulia). Surabaya: Pustaka Islam, 1985.

Ibn Miskawaih. Menuju Kesempurnaan Akhlak. Bandung: Mizan, 1994. Abdul Majid dan Dian Andayani. Pendidikan Karakter Perspektif Islam.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011.

Faqihuz-Zaman Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin. Makarimal-Akhlak. Jakarta: Maktabah Abu Salma, 2008.

Referensi

Dokumen terkait

lah dalam memimpin Muslimin dan politiknya saja—344; Kha- lifah terpilih — 345; Mengapa Umar memakai gelar Amirul- mukminin — 345; Hubungan politik antar negeri-negeri Arab di

Artinya modeling partisipan juga dapat dipergunakan untuk mengurangi perasaan dan perilaku menghindar pada diri seseorang yang dikaitkan dengan aktivitas atau

Pemberian ransum dengan ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen (0,06% dan 0,12%) mampu mengurangi pengaruh negatif senyawa DNJ dalam menghambat

(4) Baik (3) Cukup (2) Perlu Bimbingan (1) Penulisan hasil identifikasi ditulis dengan benar, sistematis dan jelas, yang menunjukkan keterampilan penulisan yang

Biaya penggabungan usaha adalah keseluruhan nilai wajar (pada tanggal pertukaran) dari aset yang diperoleh, liabilitas yang terjadi atau yang ditanggung dan instrumen

[r]

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan senyawa aktif pada Caulerpa racemosa secara kuantitatif, jenis antibakteri dominan pada Caulerpa racemosa,

bahwa Indonesia merupakan negara dengan prevalensi perokok pasif di rumah.. tertinggi (78 %) dan prevalensi perokok pasif di tempat umum tertinggi