• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MURBEI YANG DIFERMENTASI DENGAN CAIRAN RUMEN DALAM PAKAN MENCIT (Mus musculus) SEBAGAI HEWAN MODEL SISTEM PASCA RUMEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MURBEI YANG DIFERMENTASI DENGAN CAIRAN RUMEN DALAM PAKAN MENCIT (Mus musculus) SEBAGAI HEWAN MODEL SISTEM PASCA RUMEN"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MURBEI YANG

DIFERMENTASI DENGAN CAIRAN RUMEN

DALAM PAKAN MENCIT (Mus musculus)

SEBAGAI HEWAN MODEL SISTEM

PASCA RUMEN

SKRIPSI CHRISTINA LINI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(2)

RINGKASAN

CHRISTINA LINI D24050410 Tahun 2009. Pemberian Ekstrak Daun Murbei

yang Difermentasi dengan Cairan Rumen Dalam Pakan Mencit (Mus musculus) Sebagai Hewan Model Sistem Pasca Rumen. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi

dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr.Ir. Komang G. Wiryawan

Pembimbing Anggota : Ir. Syahriani Syahrir, M. Si.

Daun murbei merupakan salah satu sumber bahan pakan yang berpotensi cukup tinggi untuk meningkatkan produktivitas ternak karena memiliki kandungan nutrien yang baik, namun daun murbei juga mengandung senyawa 1-Deoxynojirimycin (DNJ). Senyawa DNJ merupakan senyawa yang dapat menghambat hidrolisis karbohidrat non struktural. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen dalam pakan mencit (Mus musculus) sebagai hewan model sistem pasca rumen.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2008. Sebagai hewan percobaan digunakan 24 ekor mencit jantan dengan umur 60 hari dan bobot badan 30,81±4,98 gram. Pemeliharaan mencit dilakukan selama 24 hari (3 hari masa adaptasi dan 21 hari masa koleksi data). Ransum dan air minum diberikan secara ad

libitum.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap yang terdiri dari enam perlakuan (P0 = Ransum kontrol (semi purified diet), P1 = P0 + residu fermentasi cairan rumen, P2 = P1 + ekstrak daun murbei (0,06% DNJ), P3 = P1 + ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen (0,06% DNJ), P4 = P1 + ekstrak daun murbei (0,12% DNJ), P5 = P1 + ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen (0,12% DNJ)) dan empat kali ulangan. Tiap unit percobaan terdiri dari 1 ekor mencit. Peubah yang diamati antara lain konsumsi ransum, kecernaan bahan kering ransum, petambahan bobot badan, dan kadar glukosa darah.

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (Analysis of Variance) dan uji lanjut menggunakan uji jarak Duncan (Steel dan Torrie, 1991). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian ransum dengan ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen (0,06% - 0,12%) mampu mengurangi pengaruh negatif senyawa DNJ terhadap penghambatan hidrolisis karbohidrat dalam tubuh ternak, sehingga kecernaan meningkat (P<0,05) dan menunjang peningkatan konsumsi, PBB, serta kadar glukosa darah mencit (P<0,01) lebih baik daripada pemberian ransum yang ditambahkan dengan ekstrak daun murbei yang tidak difermentasi dengan cairan rumen. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh negatif senyawa DNJ pada sistem pasca rumen sudah menurun meskipun nilai peubah dari perlakuan yang diujikan tidak sebaik ransum kontrol.

(3)

ABSTRACT

Utilization of Fermented Mulberry Leaves Extract in Mice (Mus musculus) Feed as Animal Model for Post Ruminal System

C. Lini., K. G. Wiryawanand S. Syahrir

The objective of this experiment was to study the effect of fermented mulberry leaves extract utilization in mice feed as animal model for post ruminal system. This experiment used a completely randomized design, with 6 treatments and 4 replications. The treatments were P0 (semi purified diet), P1 (P0 + fermented rumen liquid residue), P2 (P1 + mulberry leaves extract 0.06% DNJ), P3 (P1 + fermented mulberry leaves extract 0.06% DNJ), P4 (P1 + mulberry leaves extract 0.12% DNJ), and P5 (P1 + fermented mulberry leaves extract 0.12% DNJ). The experiment was conducted for 24 days with 3 days adaptation periods. Variables observed were feed consumption, feed digestibility, daily body weight gain and blood glucose. The data were analyzed by Analysis of Variance, and differences among treatments were examined with Duncan’s Multiple Range Test. The results showed that the addition of mulberry leaves extract significantly (P<0.01) reduced daily body weight gain, consumption, and blood glucose, reduce feed digestibility (P<0.05) compared to control, but fermented mulberry leaves extract could reduce the negative effect of DNJ. Daily body weight gain of mice given 0.06% and 0.12% fermented mulberry leaves extract was significantly (P<0.01) higher than those mice given the same concentration of non fermented mulberry leaves extract (0.10 vs – 0.16 gram/day) and (0.01 vs – 0.14 gram/day). It is concluded that DNJ in mulberry leaves extract is not fully degraded in the rumen, and it still has negative effect to the variables measured.

(4)

PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MURBEI YANG

DIFERMENTASI DENGAN CAIRAN RUMEN

DALAM PAKAN MENCIT (Mus musculus)

SEBAGAI HEWAN MODEL SISTEM

PASCA RUMEN

CHRISTINA LINI D24050410

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Januari 1987 di Bojonegoro, Jawa Timur. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Marsudi dan Ibu Djaminah.

Pendidikan dasar Penulis diselesaikan di SDN PACUL III Bojonegoro pada tahun 1999. Pendidikan lanjutan tingkat menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SMPN 1 Bojonegoro, dan pendidikan lanjutan tingkat atas diselesaikan pada tahun 2005 di SMUN 2 Bojonegoro, Jawa Timur. Pada tahun 2005 Penulis diterima untuk menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI).

Selama menjadi mahasiswa, Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) periode 2006–2007, Paguyuban Angling Dharma (Organisasi Mahasiswa Daerah Bojonegoro) periode 2005-2009, English Club (Fakultas Peternakan periode 2007-2008), Paduan Suara Fakultas Peternakan

Gradziono Symphonia periode 2006-2008 dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas

Peternakan (BEM-D) periode 2007-2008. Penulis juga menjadi salah satu Mahasiswa Berprestasi Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan periode 2006/2007, 2007/2008, dan 2008/2009.

(6)

PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MURBEI YANG

DIFERMENTASI DENGAN CAIRAN RUMEN

DALAM PAKAN MENCIT (Mus musculus)

SEBAGAI HEWAN MODEL SISTEM

PASCA RUMEN

Oleh

CHRISTINA LINI D24050410

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 17 April 2009

Pembimbing Utama

Dr.Ir. Komang G. Wiryawan NIP. 131 671 601

Pembimbing Anggota

Ir. Syahriani Syahrir, M.Si. NIP. 131 902 623

Dekan

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr. NIP. 131 955 531

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji dan syukur hanyalah milik Allah SWT karena atas segala rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemberian Ekstrak Daun Murbei yang

Difermentasi dengan Cairan Rumen Dalam Pakan Mencit (Mus musculus) Sebagai Hewan Model Sistem Pasca Rumen” yang ditulis berdasarkan hasil

penelitian pada bulan Mei sampai dengan Juni 2008 di Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen dalam pakan mencit (Mus musculus) sebagai hewan model sistem pasca rumen.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia peternakan dan dapat bermanfaat bagi Penulis khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya.

Bogor, April 2009

Penulis

(8)

DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... ABSTRACT... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... ii iii v vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xi xii PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3 Murbei (Morus sp.) ... 3

Ekstrak Daun Murbei... Senyawa 1-Deoxynojirimycin... 6 6 Mencit (Mus musculus)... 8

Konsumsi Ransum... 9

Pertambahan Bobot Badan... 11

Kecernaan Bahan Kering Ransum... 11

Glukosa Darah... 12

METODE ... 14

Lokasi dan Waktu ... 14

Materi ... Kandang dan Hewan Percobaan... Ransum... Metode ... Pembuatan Tepung Daun Murbei... Pembuatan Ekstrak Daun Murbei... Fermentasi In-Vitro Ekstrak Daun Murbei... Pembuatan Cairan Rumen Fermentasi... Perlakuan Penelitian dan Pemeliharaan Ternak………... Rancangan Percobaan………... 14 14 14 15 15 15 15 17 17 18 Peubah yang Diamati ... 18

Analisis Data... 19 HASIL DAN PEMBAHASAN ...

Pertambahan Bobot Badan...

20 20

(9)

ix Konsumsi Bahan Kering Ransum... Kecernaan Bahan Kering Ransum... Kadar Glukosa Darah... KESIMPULAN DAN SARAN... Kesimpulan... Saran... UCAPAN TERIMAKASIH... 23 25 27 30 30 30 31 DAFTAR PUSTAKA ... 32 LAMPIRAN ... 35

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Komposisi Nutrien Lima Jenis Daun Murbei (%)... 4 2. Perbandingan Komposisi Nutrien Daun Murbei Muda dan Tua ... 5 3. Nilai Fisiologi Mencit (Mus musculus)... 4. Susunan Ransum Semi Purified Diet... 5. Komposisi Pembuatan Larutan Buffer...

8 14 16 6. Rataan Hasil Pengamatan PBB, Konsumsi, Kecernaan BK dan Kadar

Glukosa Darah Mencit Selama Pemeliharaan... 20

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Daun Murbei...

2. Pembuatan Ekstrak Daun Murbei... 3. Struktur Bangun 1 – Deoxynojirimicin... 4. Pertambahan Bobot Badan Mencit... 5. Konsumsi Ransum Mencit... 6. Kecernaan Bahan Kering Ransum... 7. Kadar Glukosa Darah Mencit...

3 6 7 21 23 25 27

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Komposisi Nutrien Tepung dan Ekstrak Daun Murbei...

2. Klasifikasi Karbohidrat... 3. Sidik RagamPertambahan Bobot Badan (PBB)... 4. Uji Lanjut Duncan Pertambahan Bobot Badan (PBB)………. 5. Sidik Ragam Konsumsi Ransum Mencit ………... 6. Uji Lanjut Duncan Konsumsi Ransum Mencit .……… 7. Sidik Ragam Kecernaan Bahan Kering Ransum Mencit.……….. 8. Uji Lanjut Duncan Kecernaan Bahan Kering Ransum Mencit………. 9. Sidik Ragam Kadar Glukosa Darah Mencit……….. 10. Uji Lanjut Duncan Kadar Glukosa Darah Mencit……….

36 37 38 38 38 38 39 39 39 39

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ternak merupakan salah satu bagian yang penting dalam pemenuhan kebutuhan hidup manusia, yaitu memenuhi kebutuhan pangan terutama sebagai sumber protein hewani. Untuk menghasilkan ternak yang efisien diperlukan pemeliharaan ternak yang baik dengan memenuhi kebutuhan pakan, terutama nutrien yang terkandung dalam pakan yang diberikan. Pakan yang baik adalah pakan yang mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan reproduksi ternak. Jumlah pakan yang diberikan kepada ternak harus sesuai dengan kebutuhan, memiliki kualitas yang baik dan ketersediaannya kontinyu sehingga mampu menunjang produktivitas ternak.

Potensi pakan sebagai penunjang kebutuhan hidup ternak sangat tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian mengenai sumber daya pakan yang berpotensi untuk menjadi sumber bahan pakan, antara lain sumber bahan pakan yang berasal dari tanaman. Tanaman yang memiliki potensi sebagai sumber bahan pakan adalah tanaman yang memiliki potensi produksi yang baik, kualitas tinggi dan kemampuan adaptasi tumbuh yang baik pada suatu wilayah tertentu. Daun murbei merupakan salah satu sumber bahan pakan yang berpotensi cukup tinggi untuk meningkatkan produktivitas ternak karena memiliki kandungan nutrien yang baik. Tanaman murbei juga memiliki potensi produksi yang tinggi yaitu mencapai 22 ton BK/ha/tahun (Samsijah, 1992). Potensi produksi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan leguminosa lain seperti gamal (Gliricidia sepium) dengan potensi produksi sebesar 7-9 ton BK/ha/tahun (Horne et al., 17-97-94). Tanaman murbei juga dapat tumbuh dengan adaptasi lokasi pada suhu, pH tanah, dan ketinggian dari permukaan laut yang bervariasi. Oleh karena itu, tanaman ini mudah untuk dikembangbiakkan (Sunanto 1997).

Beberapa hasil penelitian memberikan informasi bahwa terdapat senyawa aktif daun murbei yaitu senyawa 1-Deoxynojirimycin (DNJ). Senyawa ini ditemukan pada tanaman murbei sebanyak 0,24% (Oku et al., 2006). Senyawa DNJ berpotensi menjadi agen lepas lambat karbohidrat non struktural (glukosa, maltosa, sukrosa) dalam sistem rumen karena menghambat hidrolisis karbohidrat tersebut.

(14)

2 Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan DNJ sebesar 0,12% dalam ransum diketahui menurunkan bobot badan mencit. Hal ini kemungkinan terjadi karena senyawa DNJ mengganggu hidrolisis karbohidrat non struktural. Oleh karena itu, agar dapat memanfaatkan daun murbei sebagai sumber pakan ruminansia secara optimal diperlukan kajian awal yaitu dengan mengamati kemungkinan adanya dampak dari lolosnya senyawa DNJ ke dalam sistem pasca rumen.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen dalam pakan mencit (Mus

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Murbei (Morus sp.)

Murbei termasuk genus Morus dari family Moraceae. Murbei pada dasarnya mempunyai bunga kelamin tunggal, meskipun kadang-kadang juga berkelamin rangkap (Atmosoedarjo et al., 2000). Menurut Sunanto (1997) murbei berasal dari Cina dan mempunyai klasifikasi sebagai berikut :

Divisio : Spermatophyta Sub-divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Urticalis Famili : Moreceae Genus : Morus Species : Morus sp.

Gambar 1. Daun murbei

Tanaman murbei berbentuk semak (perdu) yang tingginya sekitar 5-6 m, dapat juga berbentuk pohon yang tingginya dapat mencapai 20-25 m. Curah hujan yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman murbei antara 635-2500 mm per tahun dengan suhu optimal antara 23,9 0C dan 26,6 0C, tetapi umumnya tanaman murbei dapat tumbuh baik dengan suhu minimum 13 0C dan suhu maksimum 38 0C. Adaptasi tumbuh tanaman murbei relatif baik. Tanaman ini dapat tumbuh pada lokasi dengan variasi suhu, pH tanah, dan ketinggian dari permukaan laut yang sangat besar. Menurut FAO (2002) daun murbei dapat dipanen sepanjang tahun, hanya mengalami penurunan produksi sekitar 7 ton BK/ha dari produksi normal saat irigasi baik yaitu 25 ton BK/ha. Produksi optimal daun murbei dicapai pada suhu 24-28 0C dan kelembaban udara 65-80%, tanaman murbei dapat ditanam di daerah dengan

(16)

4 ketinggian dari permukaan laut mulai 1000 m. Oleh karena itu, tanaman ini mudah dikembangkan untuk kebutuhan lain, seperti sebagai sumber pakan ternak. Tanaman murbei juga sangat baik digunakan untuk mencegah erosi.

Komposisi kimia dari lima jenis daun murbei menurut Samsijah (1992) dapat dilihat pada Tabel 1. Diantara semua jenis tersebut Morus alba merupakan jenis murbei yang banyak digunakan karena kandungan nutrisinya yang baik. Daun murbei memiliki palatabilitas yang cukup tinggi, dapat digunakan sebagai pakan hewan herbivora dan monogastrik serta bahan obat-obatan, selain itu daun murbei tidak teridentifikasi adanya kandungan senyawa antinutrisi.

Tabel 1. Komposisi Nutrien Lima Jenis Daun Murbei (%)

Nutrien Jenis Murbei

Morus alba Morus Nigra Morus multicaulis Morus cathayana Morus australis Bahan Kering 15,72 16,83 22,89 20,45 16,11 Protein Kasar 20,15 20,06 15,51 18,53 19,44 Serat Kasar 13,27 16,19 12,55 12,89 12,82 Lemak Kasar 3,62 3,63 3,64 3,69 4,10 Abu 10,58 10,77 14,46 14,84 10,63 Karbohidrat 39,20 35,94 42,84 38,43 41,80 Kalsium 2,79 3,02 10,97 11,62 2,43 Fosfor 0,44 0,31 0,30 0,36 0,45 Sumber : Samsijah (1992)

Potensi produksi daun murbei mencapai 22 ton BK/ha/tahun (Samsijah, 1992). Potensi produksi tersebut lebih tinggi dibanding dengan leguminosa lain seperti gamal (Gliricidia sepium) dengan potensi produksi sebesar 7-9 ton BK/ha/tahun (Horne et al., 1994).

Ekastuti (1996) menyatakan bahwa kandungan mineral dan kalsium antara

Morus alba, Morus cathayana, dan Morus multicaulis tidak jauh berbeda seperti

yang terlihat pada Tabel 2. Umumnya kandungan kalsium daun muda lebih rendah daripada daun tua, sedangkan kandungan pospor daun muda relatif lebih besar daripada daun tua.

(17)

5 Tabel 2. Perbandingan Komposisi Nutrien Daun Murbei Muda dan Tua

Jenis Daun Kadar Air PK LK SK BETN Abu Energi

(Kal/g) (%) Morus alba Daun muda Daun tua 69,89 69,50 22,59 22,10 4,10 6,09 10,21 10,57 53,26 46,81 9,83 14,43 4522 4241 Morus cathayana Daun muda Daun tua 73,69 70,78 19,09 16,39 3,71 5,46 8,45 16,80 59,53 47,61 9,22 14,08 4408 4248 Morus multicaulis Daun muda Daun tua 74,64 75,13 21,99 19,66 3,70 5,09 12,56 16,86 51,85 44,32 9,9 14,05 4519 3541 Sumber : Ekastuti (1996)

Ket : PK = Protein Kasar, LK = Lemak Kasar, SK =Serat Kasar, BETN = Bahan Ekstrak Tanpa N. Kecuali kadar air semua variabel dinyatakan dalam bahan kering

Daun murbei mengandung ecdisterone, inkosterone, lupeol, β-sitosterol, ritin, moracatein, isoquersetin, scopoletin, scopolin, α-heksenal, β-heksenal, cis-β-heksenol, cis-β-cis-β-heksenol, cis-t-cis-β-heksenol, benzaldehid, eugenol, linalool, benzil alkohol, butilamin, trigonelin, cholin, adenin, asam amino, vitamin A, vitamin B, vitamin C, karoten, asam fumarat, asam folat, asam formiltetrahidrofoli, mioinositol, logam seng dan tembaga. Daun murbei memiliki efek farmakologi dapat menurunkan tekanan darah anjing percobaan bila diberikan secara intravena dengan tekanan 1 ml/kg berat badan. Dalam bentuk ramuan, daun murbei banyak digunakan untuk memperlancar gas dari saluran pencernaan (karmunatif), memperlancar pengeluaran keringat (diaforetik), memperlancar pengeluaran air kencing (diuretik), menurunkan panas badan (antipiretik), meningkatkan kemampuan melihat dan menurunkan tekanan darah (Mursito, 2001).

Penelitian yang dilakukan oleh Ezpinosa (1996) menyatakan bahwa komposisi nutrien dalam bahan kering daun murbei cukup tinggi (PK 23%) dibandingkan dengan tanaman makanan ternak lain seperti rumput gajah (PK 8,2%) maupun konsentrat (PK 17,7%) serta daun murbei mempunyai tingkat energi tercerna yang tinggi. Tepung daun murbei banyak digunakan sebagai campuran

(18)

6 pakan ternak monogastrik sampai 20% menggantikan penggunaan konsentrat. Pemberian tepung daun murbei sebanyak 15% pada babi mampu meningkatkan pertambahan bobot badan menjadi 740 g/hari dari 680 g/hari dengan pemberian konsentrat saja (Sanchez, 1994).

Ekstrak Daun Murbei

Ekstrak daun murbei merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengetahui kadar DNJ yang terkandung dalam daun murbei. Dalam pembuatan ekstrak daun murbei perlu dilakukan beberapa langkah pembuatan agar dihasilkan ekstrak daun murbei yang baik. Adapun metode pembuatan ekstrak daun murbei menurut Oku et al. (2006) sebagai berikut :

Daun Murbei dikeringkan Digiling

Sebanyak 5 kg dimasukkan ke dalam 25 liter etanol (50%). Dilakukan maserasi I dengan merendam selama 6 jam (tiap 1 jam dikocok selama 5 menit)

Dibiarkan sampai 24 jam → disaring (menggunakan kain dalam pembuatan tahu) Hasil filtrasi disimpan Pada Ampas dilakukan maserasi lagi

Hasil filtrasi kedua disimpan → dievaporasi (mesin ekstraktor selama 48 jam) Ekstrak daun murbei (5 liter)

Gambar 2. Pembuatan Ekstrak Daun Murbei

Senyawa 1-Deoxynojirimycin

Senyawa deoxynojirimycins (DNJ) merupakan kumpulan stereokimia dari monosakarida yang memiliki potensi menghambat ceramid glukosyltransferase dan (α, β) glukosidase secara spesifik (Mellor, 2002). Menurut Oku et al. (2006) derivat DNJ berupa D-glukosa mampu menghambat α-glukosidase usus dan α-glukosidase pankreas, sehingga DNJ dapat menghambat hidrolisis oligosakarida. Komponen penghambat tersebut tersebar dalam daun dan akar murbei. Pertama kali deoxynojirimycin diisolasi dari akar tanaman murbei pada tahun 1976 dan diberi nama moroline. Senyawa ini ditemukan terdapat pada tanaman murbei sebanyak

(19)

7 0.24% (Oku et al., 2006) dan diketahui dapat menekan kadar glukosa darah, sehingga dapat mencegah diabetes (Kimura et al., 2004). Senyawa DNJ bekerja secara spesifik dalam menghambat proses glikogenesis, dalam memecah oligosakarida (Gross et al., 1983). DNJ berperan sebagai penghambat glukosidase yang kompetitif, yaitu berkompetisi dengan substrat melekat pada sisi aktif enzim glukosidase selama proses katalisis berlangsung oleh enzim (Hettkamp et al., 1984). Struktur bangun senyawa 1-DNJ (C6H13NO4) dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Bangun 1-Deoxynojirimycin

Daun murbei (Morus alba, L) telah digunakan sebagai obat tradisional, sebagai anti penyakit diabetes dan anti hyperglycemic. Komponen daun murbei seperti DNJ, α-arylbenzofuran alkaloid menghambat aktivitas α-glukosidase dalam usus kecil dan juga mencegah hidrolisis disakarida (Yatsunami et al., 2003). Hock dan Elstner (2005) menyatakan bahwa senyawa DNJ bersifat menghambat aktivitas α-glukosidase dalam usus halus secara kompetitif sehingga pemecahan ikatan glikosida substrat (karbohidrat) menjadi monosakarida lebih lambat. Hal ini menyebabkan sel tidak memperoleh energi yang cukup dalam bentuk monosakarida, sehingga terjadi perombakan cadangan glikogen dalam tubuh yang menyebabkan penurunan PBB. Arai et al. (1998) juga menyatakan bahwa senyawa DNJ dapat menghambat hidrolisis karbohidrat menjadi monosakarida di dalam usus kecil. Rendahnya karbohidrat yang dapat dipecah menjadi monosakarida oleh enzim glukosidase menyebabkan konsentrasi glukosa yang terserap oleh sel juga menurun. Kemudian Breitmeier (1997) menambahkan bahwa senyawa DNJ mampu menghambat hidrolisis oligosakarida menjadi monomer-monomernya.

CH2OH CH3

OH OH

(20)

8

Mencit (Mus musculus)

Mencit adalah hewan percobaan yang memiliki ukuran paling kecil dibandingkan dengan hewan percobaan yang lain. Mencit juga merupakan hewan yang banyak digunakan dalam penelitian dan diagnosa karena mampu hidup pada berbagai iklim dari iklim dingin maupun panas dan dapat hidup terus menerus dalam kandang (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Sistem taksonomi mencit menurut Ballanger (1999) adalah sebagai berikut :

Kelas : Mamalia Ordo : Rodensia Sub Ordo : Sciurognathi Famili : Muridae Sub famili : Murinae Genus : Mus

Spesies : Mus Musculus

Menurut Malole dan Pramono (1989), mencit adalah hewan pengerat yang cepat berkembangbiak, mudah dipelihara, varietas genetiknya cukup besar serta sifat anatomis dan fisiologisnya terkarakteristik dengan baik. Nilai fisiologis mencit menurut Harkness dan Wagner (1989) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai Fisiologi Mencit (Mus musculus)

Keterangan Nilai

Berat Lahir 0,5-1 g

Berat Badan Dewasa Jantan

Betina 20-40 g 18-35 g

Harapan Hidup 1-2 tahun, dapat mencapai 3 tahun

Denyut Jantung 600-650 kali/menit

Temperatur Tubuh 36,5-380C Mulai Dikawinkan Jantan Betina 50 hari 50-60 hari

Jumlah Respirasi 94-163/menit

Konsumsi Oksigen 2,38-4,48 ml/g/jam

Volume Darah 76-80 mg/kg

Glukosa Dalam Darah 62-175 mg/dl

(Sumber : Harkness dan Wagner, 1989)

Mencit yang digunakan di laboratorium umumnya ditempatkan pada kotak yang terbuat dari plastik dan diberikan alas kandang secukupnya (Harkness dan Wagner, 1989). Alas kandang yang baik dapat berupa sekam padi ataupun serbuk

(21)

9 gergaji, apabila digunakan serbuk gergaji maka harus bebas dari debu dan apabila yang digunakan sekam padi maka harus diperhatikan kebersihannya agar tidak terkontaminasi urin dan feses (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Dalam penelitian ilmu faal atau fisiologi yang menggunakan mencit atau tikus, darah banyak digunakan sebagai parameter. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) cara pengambilan darah pada mencit dapat dilakukan dengan 5 cara, yaitu :

1. Jika volume darah yang diperlukan sedikit, darah dapat diperoleh dengan memotong ujung ekor atau dari vena ekor tetapi cara ini agak sukar karena vena cukup kecil, dapat juga dengan cara memotong jari kaki mencit tetapi cara ini harus dilakukan dengan keadaan kandang yang bersih dan steril.

2. Jika dibutuhkan volume darah yang banyak, darah dapat diambil dari sinus orbialis dengan membius mencit terlebih dahulu.

3. Mencit dapat dibunuh dengan dekapitasi dan darah dapat ditampung, dekapitasi dengan gunting yang sangat tajam. Darah yang diperoleh cenderung terkontaminasi oleh kuman dan bulu serta benda asing lainnya.

4. Darah mencit langsung diambil dari jantung. Cara ini sukar karena memerlukan banyak waktu dan kemungkinan darah menggumpal di dalam jarum.

5. Darah dapat diambil dari vena jugularis didaerah leher.

Konsumsi Ransum

Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi oleh hewan apabila makanan tersebut diberikan ad libitum dalam jangka waktu tertentu (Parakkasi, 1999). Makanan merupakan sebagian dari lingkungan yang dapat mempengaruhi kondisi mencit. Konsumsi pakan dapat mempengaruhi potensial genetik untuk pertumbuhan dan daya tahan hidup. Makanan yang diberikan pada mencit sebaiknya tetap kualitasnya, sebab perubahan kualitas pakan yang diberikan akan menyebabakan mencit kehilangan bobot badan dan ketegaran tubuh. Kebutuhan zat makanan mencit dalam kisaran kecil, seperti kebutuhan akan protein kasar 20-25% , kadar lemak 10-12%, kadar pati 44-55%, kadar serat kasar maximal 4%, dan kadar abu 5-6% (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Beberapa faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum menurut Malole dan Pramono (1989) antara lain

(22)

10 adalah bobot individu ternak, tipe dan tingkat produksi, jenis makanan atau sifat fisik ransum dan lingkungan.

Pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam pembiakan dan pemeliharaan mencit, terutama kandungan dalam pakan tesebut. Pakan mencit labolatorium tersedia dalam bentuk pelet, dengan berbagai macam bentuk dan ukuran, atau dalam bentuk tepung yang diberikan dalam jumlah tanpa batas (ad

libitum) untuk dikonsumsi. Kelompok mencit yang berjumlah 7 ekor dapat

menghabiskan makanan sebanyak 50 gram selama 2 hari. Jadi dalam satu hari 1 ekor mencit makan sebanyak ± 3 gram. Pakan dapat diletakkan diatas jaring kawat yang ditempatkan yang pada tutup kandang atau dengan cara pemberian pakan dengan wadah kecil, misalnya kaleng, tetapi perlu diperhatikan dengan cara ini akan cepat kotor oleh feses dan urine yang tercampur, sehingga pakan banyak yang rusak dan harus dibuang (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Palatabilitas menunjukkan sampai tingkat mana suatu pakan menarik untuk dikonsumsi ternak dan palatabilitas ini dipengaruhi oleh kondisi pakan (rasa, bau, dan warna) serta hewan itu sendiri karena setiap jenis hewan memiliki tipe jenis pakan yang disukai dan berbeda antara hewan yang satu dengan lainnya. Sifat fisik ransum juga akan ditentukan oleh pengolahan yang dilakukan sebelum diberikan pada ternak, sehingga sangat mempengaruhi palatabilitas pakan. Suatu jenis pakan belum tentu mempunyai kandungan nutrien yang sesuai dengan kebutuhan hidup ternak, tetapi beberapa ahli palatabilitas menganggap bahwa tingkat palatabilitas pakan lebih penting daripada nilai nutrien pakan tersebut karena pakan dengan nilai nutrien tinggi tidak akan berarti bila tidak disukai oleh ternak (Mcllroy, 1977).

Mencit labolatorium tidak boleh hidup dalam keadaan tanpa air minum tetapi harus tersedia. Minum dapat diberikan dengan botol air atau dengan sistem pengairan otomatis, sistem apapun yang digunakan yang terpenting adalah terhindar dari kebocoran (Harkness dan Wagner, 1989). Tingkat konsumsi pakan dan air minum bervariasi menurut suhu kandang, kelembaban, kualitas pakan, kesehatan dan kadar air pakan. Mencit dewasa memerlukan pakan sebanyak 15gram/100gram bobot badan/hari dengan kadar protein diatas 14% dan air minum 15 ml/100gram bobot badan/hari (Malole dan Pramono, 1989).

(23)

11

Pertambahan Bobot Badan

Salah satu kriteria untuk mengukur pertumbuhan adalah dengan pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot badan diartikan sebagai kemampuan ternak untuk merubah zat-zat nutrisi yang ada dalam pakan menjadi daging (Tillman et al., 1989)

Pertumbuhan biasanya diukur dengan bertambahnya bobot hidup yang diiringi dengan perubahan ukuran tubuh. Pertumbuhan terjadi melalui pertambahan sel yang dimulai setelah konsepsi hingga tercapainya dewasa tubuh. Kurva petumbuhan berbentuk sigmoid jika didukung oleh pakan dan kondisi optimum (Anggorodi, 1979). Laju pertumbuhan adalah rataan pertambahan bobot persatuan waktu. Laju pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor eksternal berupa nutrisi dan faktor internal berupa pewarisan sifat dan sekresi hormonal (Bogart, 1997).

Laju pertumbuhan secara nyata dikaitkan dengan bertambahnya bobot hidup dan ukuran tubuh sebagai refleksi dari kecukupan konsumsi pakan untuk metabolisme tubuh. Pakan yang tidak cukup akan memperlambat pertambahan bobot hidup dan memperkecil efisiensi penggunaan ransum (Lebas et al., 1986). Selanjutnya Sudono (1981) dalam penelitiannya melaporkan laju pertumbuhan mencit tertinggi dicapai pada saat umur 29 hari, pada jantan dan betina masing-masing 0,55 dan 0,5 gram/hari. Nafiu (1996) dalam penelitiannya laju pertumbuhan tertinggi dicapai pada umur 5 minggu yaitu sebesar 0,77 gram/hari tanpa membedakan jenis kelamin. Kemudian Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa kecepatan tumbuh rata-rata untuk seekor mencit adalah 1 gram/ekor/hari.

Kecernaan Bahan Kering Ransum

Kecernaan merupakan perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan makanan dalam alat pencernaan. Perubahan tersebut dapat berupa penghalusan bahan makanan menjadi partikel kecil, atau penguraian molekul besar menjadi molekul kecil. Pada ruminansia, pakan juga mengalami perombakan sehingga sifat-sifat kimianya berubah secara fermentatif menjadi senyawa lain yang berbeda dengan zat makanan asalnya. McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa kecernaan suatu pakan sangat tepat didefinisikan sebagai bagian dari pakan yang tidak dieksresikan di dalam feses dan oleh karena itu diasumsikan bagian tersebut diserap oleh hewan. Nilai kecernaan dapat menggambarkan kemampuan hewan mencerna suatu pakan, selain

(24)

12 itu nilai kecernaan dapat menentukan kualitas pakan yang dikonsumsi oleh hewan. Kecernaan biasanya dinyatakan dalam persen dari bahan kering, apabila bagian ini dinyatakan sebagai persen terhadap konsumsi maka disebut koofisien cerna (Anggorodi, 1995).

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai kecernaan yaitu pakan, ternak, dan lingkungan. Perlakuan terhadap pakan (pengolahan, penyimpanan, cara pemberian), jenis, jumlah dan komposisi pakan yang diberikan pada ternak juga merupakan faktor yang mempengaruhi nilai kecernaan. Umur ternak, kemampuan mikroba rumen mencerna pakan, jenis hewan sampai dengan variasi hewan turut menentukan nilai kecernaan. Kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap nilai kecernaan adalah derajat keasaman (pH), suhu dan udara baik itu secara aerob atau anaerob (Anggorodi, 1995). Van Soest (1982) menambahkan beberapa faktor lain yang mempengaruhi kecernaan pakan diantaranya bagian total pakan yang dapat larut, lignifikasi dari serat, dan komposisi bahan kimia pakan. Bahan pakan yang mengandung serat kasar tinggi akan menurunkan nilai kecernaan zat-zat makanan lainnya karena untuk mencerna serat kasar diperlukan banyak energi (Lubis, 1963). Kecernaan bahan kering juga dapat dipengaruhi oleh kandungan protein pakan, karena setiap sumber protein memiliki kelarutan dan ketahanan degradasi yang berbeda-beda (Sutardi,1980).

Glukosa Darah

Kadar glukosa darah normal dalam darah mencit berkisar antara 62-175 mg/dl (Harkness dan Wagner, 1989). Bila simpanan karbohidrat tubuh berkurang di bawah normal, cukup banyak glukosa dapat terbentuk dan asam amino dari gugus gliserol lemak, proses ini disebut glukogenesis. Hampir 60% asam amino dalam protein tubuh dapat diubah menjadi karbohidrat sedangkan sisanya (40%) mempunyai konfigurasi kimia yang menyulitkan perubahan tersebut (Guyton dan Hall, 1996).

Kadar glukosa darah adalah suatu indikator klinis dari kurang atau tidaknya asupan makanan sebagai sumber energi. Faktor yang menentukan kadar glukosa darah adalah keseimbangan antara jumlah glukosa yang masuk dan glukosa yang keluar melalui aliran darah. Hal ini dipengaruhi oleh masuknya makanan, kecepatan masuk kedalam sel otot, jaringan lemak dan organ lain serta aktivitas sintesis

(25)

13 glikogen dari glukosa oleh hati. Lima persen dari glukosa yang dikonsumsi langsung dikonversi menjadi glikogen didalam hati dan 30-40% dikonversi menjadi lemak, sisanya dimetabolisme didalam otot dan jaringan lainnya (Ganong, 1999). Bila tidak tersedia karbohidrat yang cukup untuk sel, adenohipofisis mulai meningkatkan jumlah sekresi kortikotropin. Kortikotropin akan merangsang korteks adrenal untuk menghasilkan sejumlah besar hormon glukokortikoid terutama kortisol. Sebaliknya, kortisol akan segera mengalami deaminasi dalam hati dan menghasilkan zat yang ideal untuk diubah menjadi glukosa (Guyton dan Hall, 1996). Berikut mekanisme pengaturan glukosa darah :

a. Fungsi hati sebagai buffer glukosa, yaitu : apabila glukosa darah meningkat setelah makan ke konsentrasi yang sangat tinggi maka kecepatan sekresi insulin meningkat. Sebanyak dua pertiga glukosa diabsorbsi oleh usus dan segera disimpan didalam hati dalam bentuk glikogen, bila konsentrasi glukosa darah rendah dan kecepatan sekresi turun, maka hati melepaskan glukosa kembali ke dalam darah.

b. Fungsi insulin dan glukagon sebagai umpan balik terpisah dan sangat penting untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah yang normal.

c. Pada keadaan hipoglikemia efek glukosa darah yang rendah pada hipothalamus akan merangsang susunan syarat simpatis. Sebaliknya, epinefrin yang disekresikan oleh kelenjar adrenal menyebabkan pelepasan glukosa lebih lanjut ke hati, hal ini untuk mengatasi hipoglikemia berat.

d. Hormon pertumbuhan dan kortisol disekresikan dalam respon terhadap hipoglikimia yang berkepanjangan, yang akan menurunkan kecepatan penggunaan glukosa oleh bagian terbesar sel-sel tubuh (Guyton dan Hall, 1996).

Menurut Ganong (1999) kadar glukosa darah plasma ditentukan oleh keseimbangan antara jumlah glukosa yang masuk ke dalam aliran darah dan jumlah yang meninggalkannya. Penentu utama masuknya glukosa ke dalam aliran darah : a. Jumlah zat makanan yang masuk.

b. Kecepatan pemasukan ke dalam sel otot, jaringan adipose dan organ-organ lain. c. Aktivitas glukostatik.

(26)

METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei sampai dengan Juni 2008 di Laboratorium Biologi Hewan dan Kandang Pemeliharaan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor.

Materi Kandang dan Hewan Percobaan

Sebagai hewan percobaan digunakan 24 ekor mencit (Mus musculus) jantan dengan umur 60 hari dan bobot badan 30,81±4,98 gram sebagai hewan model sistem pasca rumen. Mencit dipelihara di dalam kandang individu berukuran 40 x 30 x 10 cm3 yang menggunakan sekam padi sebagai litter. Kandang tersebut dilengkapi tempat pakan (wadah) dan tempat air minum dari botol kaca bervolume 100 ml.

Ransum

Ransum yang diberikan pada mencit berupa semi purified diet yang dibuat berdasarkan Jordan et al. (2003) (Tabel 4). Perbandingan pemberian ekstrak daun murbei pada perlakuan adalah 0,06% DNJ (setara dengan 25% kandungan daun murbei dalam ransum) dan 0,12% DNJ (setara dengan 50% kandungan daun murbei dalam ransum). Konversi yang diperoleh adalah 100 ml ekstrak daun murbei sama dengan 12,42 g (setelah dipanaskan sampai berbentuk pasta selama 6 jam dengan suhu 80 0C).

Tabel 4. Susunan Ransum Semi Purified Diet

Bahan Pakan Jumlah (%)

Glukosa 38 Pati 20 Casein 23 Minyak Jagung 1 Selulosa 6 Lemak Sapi 3

Rape Seed Oil 1

Mineral 7 Vitamin 1 Julmah 100

(27)

15

Metode Pembuatan Tepung Daun Murbei

Daun murbei segar dilayukan sampai kering udara, kemudian dioven pada suhu 60 0C selama 24 jam. Setelah diperoleh bahan keringnya, daun murbei digiling hingga menjadi tepung halus.

Pembuatan Ekstrak Daun Murbei

Disiapkan daun murbei yang sudah dikeringkan dan digiling halus sebanyak 5 kg, kemudian dimasukkan ke dalam ember dan ditambahkan etanol 50% sebanyak 25 L. Dilakukan maserasi I dengan merendam selama 6 jam (setiap 1 jam dikocok selama 5 menit). Ember ditutup dan disimpan pada suhu kamar selama 24 jam kemudian disaring untuk filtratnya disimpan dan ampasnya dimaserasi kembali (maserasi II) dengan etanol 50% sebanyak 25 L. Hasil filtrasi I dan II dievaporasi dalam rotary evaporator selama 48 jam sehingga ekstrak daun murbei dihasilkan sebanyak ± 5 L.

Fermentasi In-Vitro Ekstrak Daun Murbei 1. Preparasi medium

Disiapkan 5 g trypticase, 1000 ml aquadest dan 0,25 ml larutan mineral mikro. Bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dan diaduk sampai seluruh bahan larut. Selanjutnya ditambahkan 500 ml larutan penyangga rumen, 500 ml larutan mineral makro, 2,5 ml larutan resazurine dan 100 ml larutan pereduksi. Medium dimasukkan ke dalam water bath pada suhu 390C sambil dialiri sedikit gas CO2 dan diaduk dengan magnetik stirrer. Kondisi reduksi medium diamati dengan indikator perubahan warna dari biru ke pink lalu menjadi tidak berwarna (medium tereduksi dengan sempurna). Setelah itu disiapkan 5 tabung erlenmeyer yang telah berisi masing-masing 1 g maltosa ditambah dengan ekstrak daun murbei sesuai dengan perlakuan yang akan diujikan.

(28)

16 Tabel 5. Komposisi Pembuatan Larutan Buffer

No. Larutan Jumlah

1. Larutan Mineral Makro CaCl2.2H2O MnCl2.4H2O CoCl2.6H2O FeCl2.6H2O Aquades 13,2 gram 10,0 gram 1,0 gram 8,0 gram

sampai volume mencapai 100 ml 2. Larutan penyangga rumen

NH4HCO3 NaHCO3 Aquades

4,0 gram 35,0 gram

sampai volume mencapai 1000 ml 3. Larutan Mineral Makro

Na2HPO4 KH2PO4 MgSO4.7H2O Aquades 5,7 gram 6,2 gram 0,6 gram

sampai volume mencapai 1000 ml 4. Larutan Pereduksi NaOH Na2S.9H2O Aquades 4,0 ml 0,625 gram 95 ml 5. Larutan Rezasurin 0,1% (w/v) Trypticase HCl 6 N Pepsin, NF Toluen 6. 7. 8. 9.

Sumber : Tilley dan Terry, 1963 dalam Close dan Menke, 1986.

2. Inkubasi

Dilakukan koleksi cairan rumen dari 2 ekor ternak yang berbeda, kemudian cairan rumen disaring menggunakan 3 lapisan kain kasa ke dalam termos yang suhunya 390C. Selanjutnya 1 bagian cairan rumen ± 500 ml dicampur dengan 4

(29)

17 bagian medium yang telah dibuat ± 2000 ml, ditempatkan dalam water bath pada suhu 390C sambil terus dialirkan gas CO2 dan diaduk dengan menggunakan magnetik

stirrer. Kemudian diambil masing-masing 500 ml medium yang telah bercampur

dengan cairan rumen dan dimasukkan ke dalam 5 tabung erlenmeyer yang telah berisi 1 g maltosa yaitu tabung perlakuan P1, P2, P3, P4 dan P5. Untuk ekstrak daun murbei perlakuan P3 dan P5 dimasukkan sesaat setelah tabung erlenmeyer berisi 1 g maltosa, sedangkan penambahan ekstrak daun murbei perlakuan P2 dan P4 dimasukkan setelah proses fermentasi. Selanjutnya tabung erlenmeyer ditutup dengan sumbat karet berventilasi dan ditempatkan pada water bath, kemudian diinkubasi pada suhu 390C selama 6 jam.

Pembuatan Cairan Rumen Fermentasi

Setelah 6 jam diinkubasi, labu erlenmeyer dikeluarkan dan masing-masing cairan dituang ke dalam cetakan atau wadah yang telah diberikan label sesuai perlakuan yang akan diuji untuk dievaporasi ke dalam oven 800C selama 6 jam yang bertujuan untuk mengurangi kadar airnya. Kemudian hasilnya dicampurkan ke dalam ransum semi purified diet sesuai dengan perlakuan.

Perlakuan Penelitian dan Pemeliharaan Ternak

Susunan ransum perlakuan yang diberikan pada hewan percobaan (mencit) adalah sebagai berikut :

P0 = Ransum kontrol (semi purified diet) P1 = P0 + residu fermentasi cairan rumen P2 = P1 + ekstrak daun murbei (0,06% DNJ)

P3 = P1 + ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen (0,06% DNJ) P4 = P1 + ekstrak daun murbei (0,12% DNJ)

P5 = P1 + ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen (0,12% DNJ) Pemeliharaan mencit dilakukan selama 24 hari (3 hari masa adaptasi dan 21 hari masa koleksi data). Ransum yang diberikan ditimbang seminggu sekali sebanyak 50 g untuk setiap ekor mencit dan dimasukkan ke dalam kantong untuk persediaan satu minggu. Pemberian ransum ke dalam tempat pakan dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore). Ransum dalam kantong dan wadah serta yang tercecer dihitung sebagai sisa ransum. Sampel ransum yang diberikan dan sisa ransum

(30)

18 dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 24 jam untuk digunakan dalam perhitungan bahan kering ransum.

Air minum yang diberikan berupa air mineral yang dimasukkan ke dalam botol kaca berukuran 100 ml dan diganti setiap 3 hari sekali. Sekam padi sebagai

litter (alas kandang mencit) ditimbang (± 250 g) dan dioven 600C selama 24 jam agar

sekam benar-benar steril, dan sekam diganti setelah masa adaptasi berlangsung.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap yang terdiri dari enam perlakuan dan empat kali ulangan. Setiap unit percobaan terdiri dari 1 ekor mencit. Model matematik yang digunakan adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1991) :

Yij = µ + τi + εij

Keterangan :

Yij = nilai pengamatan untuk perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ = rataan umum

τi = efek perlakuan ke-i

εij = pengaruh galat pada satuan percobaan ke-i yang memperoleh perlakuan ke-j Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati pada penelitian ini antara lain konsumsi bahan kering ransum, kecernaan bahan kering ransum, petambahan bobot badan, dan kadar glukosa darah.

1. Konsumsi Bahan Kering Ransum

Konsumsi bahan kering ransum dihitung dengan mengurangi jumlah ransum yang diberikan dengan jumlah ransum yang tersisa dalam sekam. Sisa pakan dihitung dengan cara, sekam yang telah digunakan selama pemeliharaan dikeringkan dalam oven 600C selama 24 jam dan dilakukan pengambilan feses. Sisa pakan yang tertinggal dalam sekam diperoleh dengan mengurangi berat sekam setelah dipakai selama pemeliharaan dengan berat sekam awal (± 250 g).

(31)

19

2. Kecernaan Bahan Kering Ransum

Kecernaan ransum dihitung dengan kecernaan bahan kering semu berdasarkan Mcdonald et al. (2002) yaitu :

Konsumsi Bahan Kering Ransum – Bahan Kering Feses x 100%

Konsumsi Bahan Kering Ransum

Nilai bahan kering feses diperoleh dengan cara, sekam yang telah digunakan selama pemeliharaan dikeringkan dalam oven 600C selama 24 jam kemudian dilakukan pengambilan feses. Berat feses yang diperoleh merupakan berat bahan kering feses yang akan dihitung untuk nilai kecernaan bahan kering ransum.

3. Pertambahan Bobot Badan

Penimbangan bobot badan dilakukan pada awal dan akhir perlakuan. Pertambahan bobot badan dihitung dengan mengurangi bobot badan akhir dengan bobot badan awal dibagi lama pemeliharaan (hari).

4. Kadar Glukosa Darah

Kadar glukosa darah dihitung pada akhir penelitian dengan cara mengambil sampel darah hewan percobaan dari bagian jantung menggunakan spoit (1ml) dan diteteskan pada strip glukosa. Selanjutnya strip glukosa dimasukkan ke dalam glucose test (Smith dan Mangkoewijoyo, 1988). Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan dengan menggunakan alat Accu-check Active produksi Roche (Jerman).

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (Analysis of Variance) dan dilanjutkan dengan uji jarak Duncan berdasarkan Steel dan Torrie (1991).

(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN Pertambahan Bobot Badan

Laju pertumbuhan secara nyata dikaitkan dengan bertambahnya bobot hidup dan ukuran tubuh sebagai refleksi dari kecukupan konsumsi pakan untuk metabolisme tubuh. Pakan yang tidak mencukupi akan memperlambat pertambahan bobot hidup dan memperkecil efisiensi penggunaan ransum (Lebas et al., 1986). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ransum yang diuji sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi PBB mencit (Tabel 6). Pertambahan bobot badan diartikan sebagai kemampuan ternak untuk merubah zat-zat nutrisi yang ada dalam pakan menjadi daging (Tillman et al., 1989). Pada pemberian ransum kontrol (semi purified diet) PBB mencit sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pemberian ransum yang lain yaitu 0,5 g/ekor/hari (Gambar 4). Nilai ini sesuai dengan penelitian Sudono (1981) yang melaporkan bahwa laju pertumbuhan mencit tertinggi dicapai pada saat umur 29 hari, pada jantan dan betina masing-masing 0,55 dan 0,5 gram/ekor/hari.

Tabel 6. Rataan Hasil Pengamatan PBB, Konsumsi, Kecernaan BK dan Kadar Glukosa Darah Mencit Selama Pemeliharaan

Perlakuan PBB (g/e/hari) Konsumsi (g/e/hari) Kecernaan BK (%) Kadar Glukosa Darah (mg/dl) P0 0,50±0,07A 3,28±0,29A 85,22±1,71a 198,00±40,81A P1 0,27±0,05B 2,18±0,23B 79,74±2,17ab 167,50±7,85AB P2 -0,16±0,03D 1,58±0,07C 76,71±3,03b 142,75±5,38BC P3 0,10±0,23C 2,13±0,32B 77,30±5,23b 145,50±7,77BC P4 -0,14±0,11D 2,94±0,23A 77,33±5,51b 125,00±21,53C P5 0,01±0,04CD 2,12±0,27B 78,79±3,93b 147,25±30,84BC

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) dengan huruf besar dan perbedaan nyata (P<0,05) dengan huruf kecil

Pada ransum P1 (Gambar 4) diperoleh hasil bahwa penambahan residu fermentasi cairan rumen menyebabkan penurunan PBB ±50% dari PBB mencit yang diberikan perlakuan ransum kontrol. Hal ini terjadi karena diduga terdapat pengaruh dari pengolahan pakan yang menurunkan palatabilitas pakan pada mencit dan menyebabkan PBB menurun. Hal ini didukung dengan pernyataan Mcllroy (1977) bahwa sifat fisik ransum juga akan ditentukan oleh pengolahan yang dilakukan sebelum diberikan pada ternak, sehingga sangat mempengaruhi palatabilitas pakan, selain itu palatabilitas menunjukkan sampai tingkat mana suatu pakan menarik untuk

(33)

21 dikonsumsi ternak dan palatabilitas ini dipengaruhi oleh kondisi pakan (rasa, bau, dan warna) serta hewan itu sendiri karena setiap jenis hewan memiliki tipe jenis pakan yang disukai dan berbeda antara hewan yang satu dengan lainnya.

0,5 0,27 ‐0,16 0,1 ‐0,14 0,01 ‐0.2 ‐0.1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 P0 P1 P2 P3 P4 P5 PB B  ( g/e /h ar i) Ransum Perlakuan 

Gambar 4. Pertambahan Bobot Badan Mencit

Perlakuan P2 dan P4 (Gambar 4) menunjukkan adanya penurunan bobot badan. Hal ini terjadi karena masih terdapat pengaruh senyawa DNJ dari ekstrak daun murbei yang menghambat hidrolisis dan metabolisme nutrien dalam tubuh ternak. Hasil ini mendukung pernyataan Hock dan Elstner (2005) bahwa senyawa DNJ bersifat menghambat aktivitas α-glukosidase dalam usus halus secara kompetitif sehingga pemecahan ikatan glikosida substrat (karbohidrat) menjadi monosakarida lebih lambat. Hal ini menyebabkan sel tidak memperoleh energi yang cukup dalam bentuk monosakarida, sehingga terjadi perombakan cadangan glikogen dalam tubuh yang menyebabkan penurunan PBB.

Pemberian ransum yang ditambahkan ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen yaitu P3 dan P5 (Gambar 4) menunjukkan adanya peningkatkan bobot badan mencit meskipun tidak signifikan apabila dibandingkan dengan ransum kontrol. Hal ini terjadi karena senyawa DNJ yang terkandung dalam ekstrak daun murbei telah dipecah saat proses fermentasi, namun tidak semua senyawa DNJ didegradasi oleh proses fermentasi tersebut. Senyawa DNJ bekerja secara spesifik dalam menghambat proses glikogenesis, dalam memecah oligosakarida (Gross et al., 1983). DNJ berperan sebagai penghambat glukosidase yang kompetitif, yaitu

(34)

22 berkompetisi dengan substrat melekat pada sisi aktif enzim glukosidase selama proses katalisis berlangsung oleh enzim (Hettkamp et al., 1984). Meskipun ekstrak daun murbei yang diberikan telah difermentasi dengan cairan rumen namun masih memberikan sedikit efek negatif pada PBB, hal ini ditunjukkan dengan peningkatan nilai PBB pada pemberian ransum P3 dan P5 yang masih rendah. Akan tetapi hasil tersebut juga mengindikasikan bahwa senyawa DNJ mampu diminimalkan pengaruhnya dalam sistem pasca rumen yaitu telah terfermentasi dalam sistem rumen, sehingga tetap menghasilkan peningkatan PBB meskipun tidak signifikan. Hal tersebut didukung dengan adanya penelitian Yulistiani (2008) bahwa suplementasi daun murbei sebesar 40% pada ransum domba yang diberikan jerami padi-urea menunjukkan bahwa PBB domba mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut terjadi karena pada suplementasi daun murbei sebesar 40% dengan jerami padi-urea menghasilkan energi dan protein untuk proses fermentasi dalam rumen.

Pencernaan secara hidrolitik melalui bantuan enzim merupakan bagian pencernaan yang utama untuk hewan monogastrik setelah pencernaan secara mekanis di dalam mulut, sehingga adanya senyawa DNJ dalam ransum mencit akan sangat berpengaruh terhadap produktivitas yang ditunjukkan dengan terjadinya penurunan bobot badan mencit. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun murbei tanpa proses fermentasi dengan cairan rumen dalam ransum menyebabkan penurunan bobot badan, sedangkan pemberian ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen menunjukkan adanya peningkatan bobot badan meskipun tidak signifikan seperti pada ransum kontrol. Sehingga dapat diindikasikan bahwa pengaruh negatif senyawa DNJ dari ektrak daun murbei yang diberikan pada mencit dapat dikurangi dengan proses fermentasi. Hal ini menunjukkan bahwa apabila daun murbei dengan kandungan DNJ 0,06% dan 0,12% diberikan pada ternak ruminansia akan memberikan hasil PBB yang baik pula dengan asumsi bahwa senyawa DNJ didegradasi oleh mikroorganisme dalam sistem rumen melalui proses fermentasi sehingga pengaruh negatif DNJ dapat diminimalkan dan tidak mengganggu produktivitas ternak ruminansia. Sebaliknya, pemberian daun murbei pada ternak ruminansia akan menurunkan PBB apabila diasumsikan bahwa DNJ dalam daun murbei tidak didegradasi oleh mikroorganisme dalam sistem rumen sehingga pengaruh negatif DNJ masih mengganggu produktivitas ternak ruminansia.

(35)

23

Konsumsi Bahan Kering Ransum

Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi oleh hewan apabila makanan tersebut diberikan secara ad libitum dalam jangka waktu tertentu (Parakkasi, 1999). Tingkat konsumsi pakan dan air minum mencit bervariasi menurut suhu kandang, kelembaban, kualitas pakan, kesehatan dan kadar air pakan. Mencit dewasa memerlukan pakan sebanyak 15gram/100gram bobot badan/hari dengan kadar protein diatas 14% dan air minum 15 ml/100gram bobot badan/hari (Malole dan Pramono, 1989). Hasil analisa statistik menunjukkan beberapa perlakuan pemberian ransum memiliki pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi ransum, yaitu ransum kontrol (semi purified diet) memiliki nilai konsumsi yang baik 3.28 g/e/hari (Gambar 5), sehingga juga mendukung PBB mencit secara baik. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa kelompok mencit yang berjumlah 7 ekor dapat menghabiskan makanan sebanyak 50 gram selama 2 hari. Jadi dalam satu hari 1 ekor mencit makan sebanyak ± 3 gram.

3,28 2,18 1,58 2,13 2,94 2,12 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 P0 P1 P2 P3 P4 P5 K o ns um si  Ransum  (g /e/hari ) Ransum Perlakuan  

Gambar 5. Konsumsi Ransum Mencit

Perlakuan P2 (Gambar 5) menunjukkan nilai konsumsi yang rendah dan hal tersebut sejalan dengan nilai PBB yang menurun. Hasil ini sesuai dengan penelitian Ramdania (2008) yang menyatakan bahwa perlakuan penambahan ekstrak daun murbei sangat nyata (P<0,01) menurunkan tingkat palatabilitas ransum mencit sehingga PBB menurun.

Jumlah konsumsi ransum mencit dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah bobot individu ternak, tipe dan tingkat produksi, jenis makanan atau sifat fisik

(36)

24 ransum (bau, rasa dan warna pakan) serta lingkungan (Malole dan Pramono, 1989). Perlakuan P4 (Gambar 5) menunjukkan nilai konsumsi (2,94 g/e/hari) yang tidak berbeda nyata dengan pemberian ransum kontrol (3,28 g/e/hari). Namun, PBB pada perlakuan P4 cenderung menurun, hal ini terjadi karena masih adanya pengaruh negatif senyawa DNJ yang terkandung dalam ekstrak daun murbei yang tidak difermentasi dengan cairan rumen. Menurut Oku et al. (2006) derivat DNJ berupa D-glukosa mampu menghambat α-glukosidase usus dan α-glukosidase pankreas, sehingga DNJ dapat menghambat pembentukan monosakarida. Oleh karena tidak terbentuknya monosakarida dari karbohidrat ransum yang dimakan akibat adanya efek negatif dari senyawa DNJ, maka PBB mencit menurun meskipun jumlah ransum yang dikonsumsi tinggi.

Sifat fisik ransum akan ditentukan oleh pengolahan yang dilakukan sebelum diberikan pada ternak, sehingga sangat mempengaruhi palatabilitas pakan. Suatu jenis pakan belum tentu mempunyai kandungan nutrien yang sesuai dengan kebutuhan hidup ternak, tetapi beberapa ahli palatabilitas menganggap bahwa tingkat palatabilitas pakan lebih penting daripada nilai nutrien pakan tersebut karena pakan dengan nilai nutrien tinggi tidak akan berarti bila tidak disukai oleh ternak (Mcllroy, 1977). Perlakuan P1, P3 dan P5 (Gambar 5) menunjukkan nilai konsumsi yang sejalan dengan PBB meskipun tidak sebesar nilai konsumsi pada perlakuan ransum kontrol. Hal ini terjadi karena adanya pengolahan pakan yang dilakukan sebelumnya dimana dalam penelitian ini ransum P1 diolah tanpa ekstrak daun murbei sehingga bebas senyawa DNJ, sedangkan P3 dan P5 diberikan ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen terlebih dahulu sehingga kandungan senyawa yang bersifat negatif (DNJ) sudah dipecah oleh proses fermentasi dan hanya sedikit memberikan pengaruh terhadap nilai konsumsi ransum mencit. Nilai konsumsi yang diperoleh dari masing-masing perlakuan pada mencit dapat menunjukkan bahwa apabila daun murbei diberikan pada ternak ruminansia akan memberikan efek tingkat konsumsi yang hampir sama, karena nilai konsumsi ternak sangat dipengaruhi oleh palatabilitas ternak itu sendiri baik dari rasa, warna maupun bau pakan yang diberikan. Oleh karena itu, untuk dapat memberikan daun murbei dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan ternak ruminansia perlu diperhatikan kesesuaian antara kualitas pakan yang diberikan dengan kebutuhan ternak.

(37)

25

Kecernaan Bahan Kering Ransum

Kecernaan merupakan perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan makanan dalam alat pencernaan. Perubahan tersebut dapat berupa penghalusan bahan makanan menjadi partikel kecil, atau penguraian molekul besar menjadi molekul kecil. Selain itu, pada ruminansia, pakan juga mengalami perombakan sehingga sifat-sifat kimianya berubah secara fermentatif sehingga menjadi senyawa lain yang berbeda dengan zat makanan asalnya. Kecernaan bahan kering juga dapat dipengaruhi oleh kandungan protein pakan, karena setiap sumber protein memiliki kelarutan dan ketahanan degradasi yang berbeda-beda (Sutardi,1980). Kecernaan juga merupakan jumlah pakan yang diserap oleh tubuh hewan atau jumlah pakan yang tidak disekresikan dalam feses (Mcdonald et al., 2002). Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa setiap perlakuan yang diberikan nyata (P<0,05) mempengaruhi kecernaan BK ransum (Tabel 6).

85,22 79,74 76,71 77,3 77,33 78,79 72 74 76 78 80 82 84 86 P0 P1 P2 P3 P4 P5 Kecer n aan  BK  (% ) Ransum Perlakuan 

Gambar 6. Kecernaan Bahan Kering Ransum Mencit

Pada penelitian ini digunakan perhitungan koefisien cerna semu, yaitu memperhitungkan seluruh nutrien yang dikeluarkan dalam feses berasal dari makanan yang dikonsumsi. Perlakuan P0 (Gambar 6) sebagai kontrol memiliki nilai kecernaan BK paling tinggi yang searah dengan nilai konsumsi dan PBB.

Nilai kecernaan dapat menggambarkan kemampuan hewan mencerna suatu pakan, selain itu nilai kecernaan dapat menentukan kualitas pakan yang dikonsumsi oleh hewan (Anggorodi, 1995). Perlakuan P1 (Gambar 6) memiliki nilai kecernaan BK yang menurun 6,4% dari kontrol karena ransum P1 tidak menggunakan ekstrak

(38)

26 daun murbei namun ditambahkan residu cairan rumen yang difermentasi untuk mengindikasikan pakan telah dicerna dalam rumen sehingga nilai kecernaan bahan keringnya menurun dengan nilai yang tidak berbeda jauh dari ransum kontrol. Perlakuan P2, P3, P4 dan P5 (Gambar 6) menunjukkan nilai kecernaan BK yang berbeda dengan P0 dan P1. Hal ini terjadi karena ransum P2, P3, P4, dan P5 menggunakan ekstrak daun murbei yang mengandung senyawa DNJ, sehingga terjadi penghambatan hidolisis oligosakarida oleh DNJ yang menghasilkan nilai kecernaan BK pada ransum P2, P3, P4 dan P5 lebih rendah dibandingkan dengan P0 dan P1. Selain itu, nilai kecernaan yang diperoleh juga sangat dipengaruhi oleh metode pengukuran kecernaan bahan kering ransum yang memang cukup sulit karena adanya keterbatasan alat sehingga mempengaruhi nilai kecernaan yang diperoleh.

Secara umum nilai kecernaan BK ransum dengan penambahan ekstrak daun murbei cukup baik, misalnya pada P3 dan P5 yang ekstrak daun murbeinya telah difermentasi dengan cairan rumen menghasilkan nilai kecernaan BK yang sejalan dengan PBB meskipun nilainya menurun 3% dan 1,19% dari P1 . Akan tetapi P2 dan P4 yang ekstrak daun murbeinya tidak difermentasi dengan cairan rumen menghasilkan nilai kecernaan BK yang tidak sejalan dengan PBB, yaitu menurun 3,8% dan 3% dari P1. Pada umumnya apabila pakan dapat dicerna dengan baik, akan berdampak positif untuk produktivitas ternak (seperti peningkatan PBB), namun hal tersebut dapat diduga bahwa adanya senyawa DNJ dalam ransum menghambat metabolisme dan hidrolisis nutrien dalam tubuh ternak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Breitmeier (1997) bahwa senyawa DNJ mampu menghambat hidrolisis oligosakarida menjadi monomer-monomernya.

Hasil ini menunjukkan bahwa apabila daun murbei diberikan pada ternak ruminansia akan mampu meningkatkan nilai kecernaan karena daun murbei mempunyai nilai nutrien yang lengkap dan cukup sesuai untuk memenuhi kebutuhan ternak ruminansia. Selain itu, dari hasil percobaan dengan menggunakan mencit menunjukkan nilai kecernaan yang baik akan mendukung produktivitas yaitu PBB yang baik pula sehingga apabila daun murbei dicerna secara baik pada ternak ruminansia, maka akan menghasilkan nilai produktivitas yang baik pula.

(39)

27

Kadar Glukosa Darah

Kadar glukosa normal dalam darah mencit berkisar antara 62-175 mg/dl (Harkness dan Wagner, 1989). Kadar glukosa darah adalah suatu indikator klinis dari kurang atau tidaknya asupan makanan sebagai sumber energi. Faktor yang menentukan kadar glukosa darah adalah keseimbangan antara jumlah glukosa yang masuk dan glukosa yang keluar melalui aliran darah. Hal ini dipengaruhi oleh masuknya makanan, kecepatan masuk ke dalam sel otot, jaringan lemak dan organ lain serta aktivitas sintesis glikogen dari glukosa oleh hati (Ganong, 1999). Perlakuan pemberian jenis ransum P0 dan P1 menghasilkan nilai kadar glukosa darah mencit yang tidak jauh berbeda (Tabel 6), hal tersebut terjadi karena P0 merupakan ransum kontrol dan ransum P1 merupakan campuran P0 dengan cairan rumen yang difermentasi sebagai indikasi ransum terfermentasi dalam sistem rumen. Ransum P1 juga merupakan perlakuan tanpa ekstrak daun murbei sehingga tidak ada efek negatif dari senyawa DNJ yang menurunkan kadar glukosa darah mencit.

198

167,5

142,75

145,5

125

147,25

0

50

100

150

200

250

P0

P1

P2

P3

P4

P5

Kad a Gl ukos a  Dar a h  (mg/dl )

Ransum Perlakuan 

Gambar 7. Kadar Glukosa Darah Mencit

Pada perlakuan P2 dan P4 dapat dicermati bahwa kadar glukosa darah mencit yang diberi penambahan ekstrak daun murbei tanpa proses fermentasi dengan cairan rumen rendah (Gambar 7), artinya ransum dengan ekstrak daun murbei tanpa fermentasi dengan cairan rumen nyata menurunkan kadar glukosa darah mencit dibandingkan dengan ransum lainnya. Maka dapat diindikasikan bahwa terdapat

(40)

28 penghambatan hidrolisis karbohidrat oleh senyawa DNJ yang terkandung di dalam ekstrak daun murbei sehingga menurunkan kadar glukosa darah pada mencit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arai et al. (1998) bahwa senyawa DNJ dapat menghambat hidrolisis karbohidrat menjadi monosakarida di dalam usus kecil. Rendahnya karbohidrat yang dapat dipecah menjadi monosakarida oleh enzim glukosidase menyebabkan konsentrasi glukosa yang terserap oleh sel juga menurun.

Diketahui bahwa senyawa DNJ pada daun murbei bekerja secara spesifik dalam menghambat proses glikogenesis, dalam memecah oligosakarida (Gross et al., 1983). Kimura et al. (2004) menyatakan bahwa senyawa DNJ diketahui dapat menekan kadar glukosa darah. Hal tersebut berbeda dengan ransum yang ditambahkan ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen yang mampu mengurangi pengaruh negatif senyawa DNJ untuk menurunkan kadar glukosa darah mencit yaitu perlakuan P3 dan P5 (Gambar 7). Indikasi ini terjadi karena senyawa DNJ dari ransum yang mengandung ekstrak daun murbei dengan kandungan DNJ 0,06-0,12% telah mengalami degradasi dalam proses fermentasi namun tidak sepenuhnya senyawa DNJ tersebut terdegradasi oleh proses fermentasi di sistem rumen, sehingga senyawa DNJ yang tersisa dari degradasi tersebut masih memiliki kemungkinan untuk lolos ke sistem pasca rumen dan menghambat pemecahan karbohidrat menjadi monomer-monomernya. Bentuk karbohidrat sederhana (glukosa, galaktosa, fruktosa) yang tidak atau kurang tersedia dalam tubuh akan menyebabkan sel juga mengalami kekurangan glukosa, sehingga kadar glukosa darah menurun. Namun penurunan kadar glukosa darah pada perlakuan pemberian ransum dengan ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen yaitu perlakuan pemberian ransum P3 dan P5 tidak serendah kadar glukosa darah pada perlakuan pemberian ransum dengan ekstrak daun murbei tanpa proses fermentasi dengan cairan rumen yaitu pada perlakuan pemberian ransum P2 dan P4. Hasil pengukuran kadar glukosa darah yang diperoleh dari percobaan menggunakan hewan model sistem pasca rumen berupa mencit tersebut mampu mengindikasikan bahwa apabila ternak ruminansia diberikan daun murbei, maka asumsi bahwa DNJ daun murbei yang tidak difermentasi oleh sistem rumen yaitu P2 dan P4 akan menurunkan kadar glukosa darah ternak, sehingga menggambarkan bahwa kadar glukosa darah ternak ruminansia yang diberikan daun murbei akan menurun. Sebaliknya, apabila

(41)

29 diasumsikan bahwa DNJ daun murbei telah difermentasi dalam sistem rumen, maka daun murbei yang diberikan pada ternak ruminansia akan menjaga kadar glukosa darah karena pengaruh negatif DNJ untuk menekan kadar glukosa darah telah diminimalkan dengan adanya proses fermentasi dalam sistem rumen.

(42)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Pemberian ransum dengan ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen (0,06% dan 0,12%) mampu mengurangi pengaruh negatif senyawa DNJ dalam menghambat hidrolisis karbohidrat dalam tubuh ternak, sehingga kecernaan meningkat dan menunjang peningkatan konsumsi, PBB, serta kadar glukosa darah mencit lebih baik dari pada ransum yang ditambahkan dengan ekstrak daun murbei yang tidak difermentasi dengan cairan rumen, meskipun nilai peubah dari perlakuan yang diujikan tidak sebaik ransum kontrol.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan secara In-Vivo pada ternak ruminansia untuk mengetahui tingkat produktivitas ternak ruminansia yang diberikan ransum daun murbei.

(43)

UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillaahirobbil’Aalamiin.

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehinga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ayahanda Marsudi dan Ibunda Djaminah yang selama ini telah memberikan doa, rasa kasih sayang, motivasi, materi dan dukungan sehingga Penulis masih dapat kuliah di IPB dan dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing utama skripsi Dr. Ir. Komang G. Wiryawan, pembimbing anggota skripsi Ir. Syahriani Syahrir M.Si dan Pembimbing Akademik Dr. Ir. Suryahadi D.E.A yang telah memberikan bimbingan serta saran dan masukan sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga kepada Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS sebagai dosen penguji seminar serta kepada Dr. Ir. Idat Galih Permana, Msc.Agr dan Ir. Hotnida C. H Siregar, MS yang telah menjadi dosen penguji skripsi.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada kakak Ichwal Hasanain, kakak Devi Diana Yanti, adik Anjik Sumirat dan adik Faiq Kemal Hasanain yang telah memberikan dukungan dan motivasi, kepada segenap civitas mahasiswa INTP angkatan 42 yang telah memberikan dukungan penuh selama Penulis menyelesaikan studi di Departemen INTP. Terima kasih juga kepada Rizki Kampas sekeluarga yang telah memberikan doa, semangat, dan motivasi sehingga Penulis mampu menyelesaikan skripsi. Tidak lupa juga ucapan terima kasih kepada teman-teman Deliana, Thesa, Akbar, Shiro, Shita, Rita, Chandra, Izul dan lainnya yang selama ini membantu dalam terselesaikannya skripsi ini. Terakhir Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Oon sekeluarga yang telah memberikan dukungan secara moral sehingga Penulis mampu menyelesaikan skripsi. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk dunia peternakan di masa yang akan datang.

Bogor, April 2009

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, H. R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia Pustaka, Jakarta.

Anggorodi, H. R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. PT. Gramedia Pustaka, Jakarta.

Arai, M., M. Shinya, T. Genzou, U. Yoshihiro, K. Tatsuya, T. Hisato, F. Takako, H. Masaya, Y. Yoshiaki, and Fujiwara. 1998. N-Methyl-1 deoxynojirimycins (MOR-14) an alpha glucosidase inhibitor, Markedly Reduced Infarct Size in Rabbit Hearts. American Hearth Association, Inc, 97:1290-1297.

Atmosoedarjo, S., J. Kartasubrata, M. Kaomini, W. Saleh, dan W. Moerdoko. 2000. Sutera Alam Indonesia. Yayasan Sarana Jaya, Jakarta.

Ballanger, L. 1999. Mus musculus (House mouse). http: // www.animal Diversity. Ummz.Umich.Edu/site/accounts/information/Mus musculus.html (13 Juli 2008).

Bogart, R. 1997. Scientific Farm Animal Production. Burgess Publishing Company, Mineapoliss.

Breitmeier, D., 1997. Acarbose and 1-deoxynojirimycin inhibit maltose and maltooligosacharide hydrolysis of human intestinal glucoamylase-maltase in two different substrate-induced modes. Archives Biochem. And Biophys., 364(1): 7-14.

Ekastuti, D. R. 1996. Pemeliharaan berbagai jenis tanaman murbei. Laporan Penelitian. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ezpinoza, E. 1996. Suplementation of Graving Dairy Cattle with Mulberry in Costa

Rica. CATIE (Tropical Agriculture Research and Training Center), Costa Rica.

Food and Agriculture Organization (FAO). 2002. Mulberry for Animal Production, Roma.

Ganong, W. F. 1999. Fisiologi Kedokteran Edisi ke-4. Jonathan Oswari. Terjemahan: Petrus Andrianto. Penerbit Buku Kedokteran E. G. C., Jakarta.

Gross, V., T. Andus, T. A. Tran-Thi, R. T. Schwars, K. Decker and P. C. Henrich. 1983. Deoxinojirimycins impairs oligosacaride processing of alpha 1-proteinase inhibitor and inhibits its secretion in primary cultures of rat hepatocytes. J. Biol. Chem., 12203-12209.

Guyton, A. C., and J. E. Hall. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Penerbit buku Kedokteran E. G. C., Jakarta.

Harkness, J. E., and J.E. Wagner. 1989. The Biology and Medicine of Rabbit and Rodents. 2nd Edition. Lea & Febiger. Philadelpia.

Hettkamp, H., G. Legler and E. Bause. 1984. Purification by affinity chromatography of glucosidase I, an endoplasmic reticulum hydrolase involved in the processing of asparagines-linked oligosaccarides. Eur. J. Of Biochem., 142 : 85-90 (Abstr).

Gambar

Gambar 1. Daun murbei
Tabel 1. Komposisi Nutrien Lima Jenis Daun Murbei (%)
Tabel 3. Nilai Fisiologi Mencit (Mus musculus)
Tabel 4. Susunan Ransum Semi Purified Diet
+6

Referensi

Dokumen terkait

Tingkat akurasi sistem analisis sentimen pengguna jejaring sosial dengan menggunakan metode Support Vector Machine adalah 81 % atau sebanyak 243 kicauan yang

Tujuan Tugas Akhir ini adalah untuk merancang dan merealisasikan alat yang dapat melakukan pengendalian PH pada sistem pemupukan tanaman hidroponik secara

triangle fishing ground ), yaitu Laut Banda, Laut Arafura dan Laut Seram.Adapun sediaan potensi sumberdaya perikanan di laut Banda adalah sebanyak 240.948 ton, di

komite audit, ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen.. laba, kepemilikan institusional dan berpengaruh terhadap

Salah satu sumber energi alternatif yang telah dikembangkan adalah panel surya.Panel surya adalah energi yang didapat dengan mengubah energi panas surya melalui peralatan tertentu

Menurut Gomez-Mejia, et.al (2001:295) bahwa banyak organisasi memandang pengembangan karir sebagai cara untuk mencegah job burnout (kebosanan/kejenuhan kerja),

melakukan tugas berdasarkan tugas dari bagian kepegawaian, admin melakukan login untuk hak akses dan memiliki beberapa hal yang bisa dilakukan diantaranya memasang

Dalam konteks komuniti luar bandar di pulau-pulau pelancongan yang dikaji, terdapat dua persoalan yang sering dibangkitkan iaitu sama ada mereka terpinggir oleh pembangunan yang