• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi tepung biji kapuk Ceiba Petandra Gaertn yang difermentasi cairan rumen domba sebagai pengganti bungkil kedelai dalam pakan ikan bawal Collosoma Macropomum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi tepung biji kapuk Ceiba Petandra Gaertn yang difermentasi cairan rumen domba sebagai pengganti bungkil kedelai dalam pakan ikan bawal Collosoma Macropomum"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI TEPUNG BIJI KAPUK

Ceiba petandra

Gaertn

YANG DIFERMENTASI CAIRAN RUMEN DOMBA

SEBAGAI PENGGANTI BUNGKIL KEDELAI

DALAM PAKAN IKAN BAWAL

Collosoma macropomum

CHANDRA SYAYID BANI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Evaluasi tepung biji kapuk Ceiba petandra Gaertn yang difermentasi cairan rumen domba sebagai pengganti bungkil kedelai dalam pakan ikan bawal Collosoma

macropomum” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing

dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, 28 November 2013

Chandra Syayid Bani

(4)
(5)

ABSTRAK

CHANDRA SYAYID BANI. Evaluasi Tepung Biji Kapuk Ceiba petandra Gaertn yang Difermentasi Cairan Rumen Domba sebagai Pengganti Bungkil Kedelai dalam Pakan Ikan Bawal Collosoma macropomum. Dibimbing oleh MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI dan MIA SETIAWATI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja penggunaan tepung biji kapuk (TBK) yang telah difermentasi dengan cairan rumen domba sebagai pakan ikan bawal Collosoma macropomum. Perlakuan yang digunakan terdiri atas TBK 0%, TBK 10%, TBK 20%, TBK 30%, dan TBK 40%. Kadar protein dan jumlah energi target pada tiap perlakuan sebesar 33±0,34% dan 3800±240 kkal/kg pakan. Sebanyak 20 ekor ikan bawal (7,84 ± 0,18 gram) dipelihara selama 40 hari pada akuarium (200 L) yang telah dilengkapi sistem aerasi dan resirkulasi serta pengatur suhu (28 – 30°C). Frekuensi pemberian pakan dilakukan tiga kali pada pukul 08.00, 12.00, dan 16.00 secara at satiation. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa jumlah konsumsi pakan, efisiensi pakan, retensi protein, laju pertumbuhan harian dan kelangsungan hidup pada TBK 30% tidak berbeda nyata dengan kontrol (P>0,05). Namun, pada TBK 40% terjadi penurunan laju pertumbuhan harian dan retensi lemak jika dibandingkan dengan kontrol (P<0,05), sehingga tepung biji kapuk sebanyak 30% dapat digunakan sebagai pengganti bungkil kedelai pada pakan ikan bawal.

Kata kunci: Ceiba petandra Gaertn, Collosoma macropomum, tepung biji kapuk, fermentasi, cairan rumen domba.

ABSTRACT

CHANDRA SYAYID BANI . Evaluation of Kapook Ceiba petandra Gaertn Seed Meal Fermented by Sheep Rumen Liquor as Subtitution of Soybean Meal on Red Belly Fish Collosoma macropomum Feed. Supervised by MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI and MIA SETIAWATI.

(6)

compared with controls (P<0,05). Conclusion is kapok seed meal as much as 30% can be used as a replacement of soy bean meal in red belly feed,

(7)

EVALUASI TEPUNG BIJI KAPUK

Ceiba petandra

Gaertn

YANG DIFERMENTASI CAIRAN RUMEN DOMBA

SEBAGAI PENGGANTI BUNGKIL KEDELAI

DALAM PAKAN IKAN BAWAL

Collosoma macropomum

CHANDRA SYAYID BANI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

Pada

Departemen Budidaya Perairan

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Evaluasi tepung biji kapuk Ceiba Petandra Gaertn yang difermentasi cairan rumen domba sebagai pengganti bungkil kedelai dalam pakan ikan bawal Collosoma Macropomum

Nama : Chandra Syayid Bani

NIM : C14090068

Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

Disetujui oleh

Dr Ir Muhammad Agus Suprayudi, MSi Pembimbing I

Dr Ir Mia Setiawati, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Sukenda, MSc Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret sampai April 2013 di Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor, yang berjudul “Evaluasi tepung biji kapuk Ceiba Petandra Gaertn yang difermentasi cairan rumen domba sebagai pengganti bungkil kedelai dalam pakan ikan bawal Collosoma

macropomum”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Muhammad Agus Suprayudi, MSi dan Ibu Dr Ir Mia Setiawati, MSi selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Tatag Budiardi Msi sebagai dosen penguji tamu, Bapak Wasjan dan Mbak Retno yang telah banyak membantu analisis di Laboratorium Nutrisi Ikan Serta staff Kolam Percobaan Budidaya Perairan, Insitut Pertanian Bogor karena telah membantu jalannya penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan dukungannya

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, 28 November 2013

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

METODE ... 2

Pembuatan Tepung Biji kapuk ... 2

Pembuatan Pakan Uji ... 2

Percobaan Pertumbuhan ... 3

Analisis Proksimat ... 4

Analisis Data ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 5

Hasil ... 5

Pertumbuhan ... 5

Tingkat Kelangsungan Hidup ... 6

Retensi Protein ... 6

Retensi Lemak ... 6

Efisiensi Pakan ... 6

Pembahasan ... 6

KESIMPULAN ... 8

DAFTAR PUSTAKA ... 9

LAMPIRAN ... 10

(13)

DAFTAR TABEL

1 Perbandingan analisis proksimat tepung biji kapuk sebelum dan

Setelah diektraksi minyak dan difermentasi ... 2

2 Formulasi pakan uji ikan bawal ... 3

3 Analisis proksimat pakan uji ikan bawal ... 3

4 Kualitas air dalam sistem pemeliharaan ikan bawal ... 4

5 Penampilan pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan bawal ... 6

DAFTAR LAMPIRAN

1 Parameter uji ... 10

2 Prosedur analisis proksimat ... 11

3 ANOVA dan uji Duncan biomassa (g) ikan bawal ... 14

4 ANOVA dan uji Duncan laju pertumbuhan harian (g/hari) ikan bawal ... 14

5 ANOVA dan uji Duncan jumlah konsumsi pakan (g) ikan bawal ... 15

6 ANOVA dan uji Duncan efisiensi pakan (%) ikan bawal ... 15

7 ANOVA dan uji Duncan retensi protein (%) ikan bawal ... 15

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada budidaya ikan intensif pakan buatan berkontribusi sangat besar dalam struktur biaya produksi yaitu sekitar 40-89% (Suprayudi 2010). Saat ini hampir semua bahan baku pakan di impor. Tepung ikan dan bungkil kedelai masing-masing digunakan sebagai protein hewani dan nabati. Bahan tersebut memiliki kadar protein yang tinggi lebih dari 35% dan memiliki profil asam amino dan asam lemak yang seimbang sesuai kebutuhan ikan dan mengandung sangat sedikit zat anti nutrisi (Allan et al. 2000). Namun mahalnya harga tepung ikan dan bungkil kedelai saat ini menyebabkan harga pakan tinggi, karena kedua sumber protein tersebut merupakan bahan baku impor. Oleh karena itu, harus ada alternatif bahan baku lokal yang harganya lebih kompetitif dari bahan impor, jumlahnya melimpah dan terjaga kontinuitasnya, sehingga diharapkan dapat mengurangi atau bahkan menggantikan penggunaan bahan baku pakan impor tersebut (Suprayudi 2010).

Tepung biji kapuk yang berasal dari buah kapuk merupakan hasil ikutan yang penting karena dua pertiga bagian bobot buah kapuk adalah biji. Biji kapuk merupakan hasil sampingan pertanian yang banyak di Indonesia terutama di Pulau Jawa dan Sulawesi dengan potensi sekitar 114 ribu ton/tahun (BPTRO 2006). Biji kapuk mengandung protein kasar 28-34%, lemak 22-40% dan bahan ekstrak tanpa nitrogen 25-35% (Parakkasi 1995). Berdasarkan karakteristik bahan tersebut maka biji kapuk dapat dijadikan bahan baku pakan sebagai sumber protein dan asam lemak. Namun demikian, biji kapuk juga mengandung zat anti nutrisi yakni gossypol (FG) dan asam lemak siklopropenoat (ALS). ALS pada konsentrasi yang berlebih dapat menyebabkan nekrosis pada organ dan penurunan pertumbuhan (Muskita 2012). Upaya pemanfaatan bahan baku pakan lokal tersebut masih mengalami kendala yaitu tingginya kandungan serat kasar, adanya zat antinutrisi, dan rendahnya kandungan protein. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengolahan bahan baku pakan lokal tersebut sebelum digunakan sebagai bahan pakan, salah satunya dengan fermentasi. Menurut Pamungkas (2010), teknologi untuk meningkatkan mutu bahan pakan adalah dengan fermentasi. Cairan rumen domba (CRD) merupakan salah satu sumber bahan yang murah dan mudah diperoleh sebagai sumber enzim-enzim hidrolase (Moharrey & Das 2002).

(16)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi pemanfaatan tepung biji kapuk

Ceiba petandra Gaertn yang difermentasi cairan domba sebagai sumber bahan

baku protein nabati pengganti tepung kedelai dalam pakan ikan bawal Collosoma

macropomum.

METODE

Pembuatan Tepung Biji Kapuk

Biji kapuk yang telah dipisahkan dari buah kapuk dikeringkan lalu digiling. Selanjutnya dilakukan proses ekstraksi minyak dengan menggunakan pelarut n-heksana dengan perbandingan 2:1, selama 24 jam sehingga diharapkan kandungan lemak dapat kurang dari 10%. Ekstraksi dengan n-heksana dilakukan sebanyak dua kali dengan dosis yang sama. Selanjutnya dilakukan pembilasan dengan etanol 96% dengan perbandingan 2:1. Proses selanjutnya adalah fermentasi selama 24 jam dengan menggunakan rumen domba dengan dosis 400 ml/kg bahan (Diamahesa 2010). Selanjutnya biji kapuk dioven selama 1 jam dan siap untuk dianalisa proksimat. Pakan yang digunakan dalam perlakuan adalah pakan yang telah difermentasi. Berikut ini perbandingan kandungan proksimat biji kapuk sebelum dan setelah fermentasi (Tabel 1).

Tabel 1 Perbandingan kandungan proksimat tepung biji kapuk sebelum dan setelah diektraksi minyak dan difermentasi

Kadar Nutrien (%) BK1) Tepung Biji Kapuk (TBK) Tanpa Fermentasi Fermentasi

Bobot kering. Kadar air TBK tanpa fermentasi 17,67% dan TBK fermentasi 6,5%. 2)

Bahan ekstrak tanpa nitrogen

Pembuatan Pakan Uji

(17)

3

Tabel 2 Formulasi pakan uji ikan bawal

Bahan Baku Pakan Perlakuan TBK dalam pakan uji (%)

0 10 20 30 40

Setelah diformulasi pakan dibuat dengan cara mencampurkan bahan-bahan tersebut dan dilakukan pengadukan dengan menggunakan alat sehingga pakan dapat tercampur dengan rata, selanjutnya dicetak menggunakan mesin pelet dengan diameter pakan berukuran 2 mm. Pakan yang telah dicetak kemudian dioven selama 1 jam. Setelah pakan jadi dilanjutkan dengan analisis proksimat untuk mengetahui kandungan nutrien yang ada dalam pakan sesuai dengan hasil formulasi. Berikut hasil analisis proksimat pakan uji (Tabel 3).

Tabel 3 Analisis proksimat pakan uji ikan bawal

Komposisi Nutrien (%) Perlakuan TBK dalam akan uji (%)

0 TBK 10 TBK 20 TBK 30 TBK 40 TBK Energi total(kkal/kg)2) 3830,75 4202,02 3732,15 3582,92 4005,48 E/P (kkal/g protein) 11,39 12,66 11,32 10,58 11,93 1)

Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen. 2)

Energi total dihitung berdasarkan nilai ekuivalen untuk karbohidrat 4,1 kkal/g, lemak 9,5 kkal/g, dan protein 5,6 kkal/g ( National Reseach Council 1993).

Percobaan Pertumbuhan

(18)

4

Pemberian pakan dilakukan setiap tiga kali sehari yaitu pada pukul 08.00, 12.00, dan 16.00 WIB secara at satiation. Percobaan pertumbuhan dilakukan selama 40 hari serta dilakukan sampling awal dan akhir. Parameter pertumbuhan yang diamati yaitu kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian (Zonneveld et al. 1991), retensi protein (Takeuchi 1988) dan retensi lemak (Takeuchi 1988), jumlah konsumsi pakan (JKP), dan efisiensi pakan (EP) (NRC 1993) (Lampiran 2). Pengukuran kualitas air dengan parameter harian suhu dan pH dilakukan setiap pagi dan sore. Parameter total amonia nitrogen (TAN), dilakukan pada awal, tengah dan akhir pemeliharaan. Kondisi kualitas air selama penelitian di Tabel 4.

Tabel 4 Kualitas air dalam sistem pemeliharaan ikan bawal yang diberi pakan uji selama 40 hari

Parameter Satuan Nilai terukur Nilai optimum Suhu oC 29 –31 28 – 30 (Djarijah 2001) Ph Unit 6,82-8,4 6,5 – 9 (Djarijah 2001) DO Mg/l 5,7 –8 >4 (Djarijah 2001) Amonia Mg/l 0,001 – 0,07 0,1 (Effendi 2003)

Kualitas air selama pemeliharaan ikan bawal berada dalam kisaran optimal (Sesuai dengan Djarijah 2001 & Effendi 2003) sehingga hasil penelitian yang didapat tidak disebabkan oleh kualitas air.

Analisis Proksimat

Analisis proksimat ikan awal dan akhir untuk mengetahui nilai retensi protein dan retensi lemak dengan menggunakan 3 sampel ikan per ulangan. Analisis protein dilakukan dengan metode Kjehdahl, lemak tubuh dengan metode Folch, serat kasar dengan metode pelarutan asam dan basa kuat serta pemanasan, dan kadar abu dengan metode pemanasan dalam tanur pada suhu 600 oC (Takeuchi 1988) (Lampiran 4)

Analisis Data

Parameter yang diukur dianalisis dengan menggunakan program SPPS ver

16.0 for Windows. Perbedaan antar perlakuan dapat diketahui melalui hasil

(19)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Percobaan Pertumbuhan

Setelah pemeliharaan ikan bawal selama 40 hari, nilai substitusi tepung biji kapuk (TBK) dengan tepung bungkil kedelai (TK) sebesar 10% menunjukkan nilai biomassa akhir yang tertinggi dibandingkan kontrol dan perlakuan lainnya yaitu sebesar 758,69 g. Semakin meningkat nilai substitusi TBK yaitu 20% - 40%, biomassa akhir ikan bawal semakin menurun yaitu 718,26 g, 676,33 g dan 639,67 g (Gambar 1).

Gambar 1 Biomassa awal dan akhir ikan bawal dengan perlakuan TBK 0%, 10%, 20%, 30%, 40% selama 40 pemeliharaan.

Penggunaan tepung biji kapuk (TBK) dalam mensubtitusi tepung bungkil kedelai (TK) dalam pakan ikan bawal memperlihatkan adanya pertumbuhan ikan uji. Data hasil parameter kinerja pertumbuhan secara keseluruhan tersedia pada Tabel 5.

(20)

6

Tabel 5 Penampilan kinerja pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan bawal pada berbagai perlakuan pakan uji

Parameter Perlakuan TBK dalam pakan uji (%)

0 10 20 30 40

LPH1) (%) 3,89±0,14b 4,03±0,20b 3,88±0,08b 3,74±0,08ab 3,53±0,22a

JKP2) (g) 792±7,47a 790,70±9,96a 792,67±3,04a 786,23±7,37a 778,87±15,14a EP3) (%) 71.58±6,27ab 76,29±6,42b 70,86±4,48ab 66,25±1,84ab 61,63±6,55a RP4) (%) 29,90±2,02ab 29,40±2,59b 31,23±2,08ab 30,79±2,47ab 28±4,93a RL5) (%) 90,08±28,14b 40,14±6,57a 62,83±24,60ab 57,06±4,07ab 45,56±8,76a

KH6) (%) 100±0 a 100±0 a 100±0 a 100±0 a 100±0 a

Keterangan: Nilai yang tertera merupakan rata-rata ± standar deviasi; Huruf di belakang standar deviasi yang berbeda dalam baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05).

1)

Laju pertumbuhan harian (LPH), 2)Jumlah konsumsi pakan (JKP), 3)Efisiensi pakan (EP),4)Retensi protein (RP), 5)Retensi lemak (RL), 6)Kelangsungan hidup (KH).

Pembahasan

Kualitas pakan yang baik dan sangat dibutuhkan ikan untuk tumbuh dan berkembang secara maksimal. Kualitas dari pakan uji yang digunakan pada penelitian ini terlihat dari hasil kinerja pertumbuhan yang didukung berdasarkan pemanfaatan pakan oleh ikan bawal Collosoma macropomum. Jumlah konsumsi pakan pada perlakuan tepung biji kapuk 0%, 10%, 20%, 30%, dan 40% tidak mengalami penurunan dengan meningkatnya tepung biji kapuk dalam pakan, hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung biji kapuk dengan persentase tertinggi sampai 40% dalam pakan tidak mempengaruhi palatabilitas pakan. Nilai palatabilitas pakan ditentukan oleh beberapa faktor seperti jenis bahan baku, kandungan asam amino bebas, dan ada tidaknya zat anti nutrisi dalam pakan (Halver & Hardy 2002). Nilai energi yang terkandung dalam pakan perlakuan cenderung sama. Nilai energi terkandung dalam pakan (gross energy) perlakuan berkisar antara 3.582,92 – 4.202,02 kkal/kg pakan. Menurut Affandi & Tang (2002) kebutuhan energi untuk metabolisme harus dipenuhi terlebih dahulu, dan apabila berlebih maka akan digunakan untuk pertumbuhan.

Dalam penelitian ini peningkatan tepung biji kapuk dalam pakan sampai batas 30% diduga tidak meningkatkan kandungan zat anti nutrisi berupa gossypol dan asam siklopropenat. Diduga hal ini akibat TBK yang telah difermentasi dengan cairan rumen domba (CRD) dapat membantu menghidrolisis karena CRD merupakan suplemen alternatif yang murah dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber enzim hidrolase (Moharrey & Das 2002). Enzim-enzim yang terdapat pada rumen tersebut antara lain protease/deaminase yang mencerna protein atau peptida, amilase pencerna pati, selulase pencerna selulose. Kemampuan bakteri rumen untuk meningkatkan kualitas bahan baku pakan telah dibuktikan oleh Beruatjaan (2012). Dikatakan bahwa penambahan enzim cairan rumen domba 125 ml/kg bahan dengan lama waktu inkubasi 24 jam dapat menurunkan serat kasar bungkil kelapa dari 13,76% ke 6,98%.

(21)

7

CRD terjadi penurunan (Tabel 1).

Salah satu komponen pakan yang berkontribusi terhadap penyediaan materi dan energi tumbuh adalah protein. Retensi protein merupakan gambaran dari banyaknya protein yang diberikan, yang dapat diserap dan disimpan untuk membangun dan memperbaiki sel tubuh yang rusak, serta dimanfaatkan tubuh bagi metabolisme (Halver & Hardy 2002). Perlakuan TBK 20% menghasilkan nilai retensi protein tertinggi yaitu 31,23% dan terendah ada pada perlakuan TBK 40% yaitu 28%. Namun jika dibandingkan dengan kontrol (tanpa TBK) pada semua perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa diduga kandungan asam amino yang terdapat dalam TBK bisa diterima oleh ikan bawal. Retensi protein dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kadar protein dalam pakan, total energi dalam pakan, dan kualitas protein terkait dengan kandungan asam amino esensial dalam pakan tersebut (Suprayudi et al. 1999). Protein digunakan secara optimal ketika sebanyak mungkin protein dalam pakan diubah menjadi protein yang tersimpan dalam tubuh sehingga menjadikan ikan tersebut tumbuh. Selain itu protein juga digunakan untuk menyediakan energi. Faktor penting lainnya yaitu kualitas protein, kadar protein dalam pakan, kadar karbohidrat dan lemak serta jumlah konsumsi pakan. Jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan tidak berbeda nyata dibandingkan kontrol (P>0,05).

Retensi protein juga dipengaruhi oleh rasio energi DE-protein dalam pakan (Syamsunarno et al. 2011). Keseimbangan energi dan protein dalam pakan sangat berperan dalam menunjang pertumbuhan ikan, karena pengaruh energi yang berbeda dalam pakan mengakibatkan adanya perbedaan retensi protein. Menurut Webster and Lim (2002) menyebutkan bahwa ikan bawal memiliki laju pertumbuhan yang baik pada kadar protein dan konsentrasi energi optimum yakni 24-50% dan 2700-4660 kcal/kg dengan rasio protein dan energi sebesar 9-10 kkal/gram protein.

Lemak berperan sebagai sumber energi dan asam lemak esensial yang dibutuhkan ikan untuk tumbuh dan berkembang dengan normal (NRC 1993). Gambaran jumlah lemak pakan yang mampu diserap menjadi lemak tubuh disebut dengan retensi lemak. Nilai retensi lemak, pada perlakuan TBK 10% dan TBK 40% berada di posisi terendah (40,14% dan 45,56%) sedangkan pada kontrol di posisi tertinggi (90,08%). Secara statistika antara perlakuan TBK 10% sampai dengan TBK 40% mengindikasikan retensi lemak sama (P>0,05). Nilai retensi lemak ini menunjukkan bahwa lemak pada pakan perlakuan kontrol banyak disimpan dalam tubuh ikan, sedangkan penggunaan TBK dalam pakan dapat menurunkan retensi lemak (Tabel 5).

Pemeliharaan selama 40 hari memperlihatkan bahwa ikan bawal mampu memanfaatkan pakan uji untuk tumbuh. Pertumbuhan ikan uji secara kuantitatif terlihat dari adanya peningkatan bobot tubuh dan nilai laju pertumbuhan harian yaitu kelima pakan uji mencapai nilai 3,53% hingga 4,03% (Tabel 5). Pertumbuhan ikan tersebut terjadi karena adanya pemanfaatan pakan yang dikonsumsi oleh ikan uji. Pemanfaatan pakan ini terlihat dari adanya kemampuan ikan untuk memanfaatkan nutrien pakan menjadi nutrien dalam tubuh dan mengkonversi nutrien tersebut menjadi energi.

(22)

8

TBK 10% dan TBK 40%. Penurunan pertumbuhan ikan bawal pada perlakuan TBK 40% dibandingkan perlakuan TBK 10% diduga adanya gossypol (FG) dan asam siklopropenat (ALS) pada TBK. Hal ini serupa dengan penelitian Hasan (2012) yang menyatakan gossypol dapat membentuk senyawa komplek dengan protein sehingga menghambat kerja enzim proteolitik. Selain itu asam siklopropenat pada konsentrasi yang berlebih dapat menyebabkan nekrosis pada organ dan penurunan pada pertumbuhan (Muskita 2012). Sedangkan penggunaan TBK pada konsentrasi 10%, 20%, dan 30% dalam pakan tidak memberikan penurunan kinerja pertumbuhan. Muskita (2012) menyatakan bahwa substitusi tepung bungkil kedelai dengan TBK dapat diberikan sampai batas 5% pada udang putih. Penelitian Robinson (1991) biji kapas sebagai sumber protein nabati pada ikan channel catfish menunjukkan bahwa (cotton sead meal, CSM) 30% dalam pakan berkadar protein 40% tidak terjadi penurunan pertumbuhan. Selain itu penggunaan CSM dalam pakan 300g/kg pada juvenil Heterobranchus longifilis

tidak memberikan efek negatif pada pertumbuhan dan efisiensi pakan (Toko et al. 2008).

Berdasarkan Tabel 5, nilai efisiensi pakan tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan pakan dengan kandungan TBK 10% yaitu 76,29%. Sedangkan nilai efisiensi pakan terendah ditunjukkan oleh perlakuan pakan dengan kandungan TBK 40% dengan nilai 61,63%. Secara umum pakan yang mengandung tepung biji kapuk hasil fermentasi tidak berbeda nyata secara statistika dibandingkan kontrol. Namun ada perbedaan yang nyata (P<0,05) di antara perlakuan TBK 10% dengan TBK 40%. Hal ini mengindikasikan bahwa performa efisiensi pakan, pakan dengan kandungan TBK 10% lebih baik dibandingkan pakan dengan TBK 40%. Laju pertumbuhan ikan yang tinggi disertai dengan konsumsi pakan yang efisien, akan menghasilkan nilai efisiensi pakan yang tinggi (Kurniasih et al. 2012).

KESIMPULAN

(23)

9

DAFTAR PUSTAKA

Affandi R dan Tang UM. 2002. Fisiologi Hewan Air. Riau (ID): Universitas Riau. Allan GL, Parkinson S, Booth MA, Stone DAJ, Rowland SJ, Frances J, Warner

Smith R. 2000. Replacement of fish meal in diets for australian silver perch Bidyanus bidyanus: digestibility of alternative ingredient.

Aquaculture, 186: 293-310.

Beruatjaan MY. 2012. Evaluasi penurunan serat kasar dan peningkatan nilai kecernaan bungkil kelapa dengan penambahan enzim cairan rumen domba sebagai bahan baku pakan ikan mas (Cyprinus carpio). [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[BPTRO]. 2011. BPTRO biji kapuk sumber bahan baku minyak diesel nabati. [internet]. [Diacu 2013 Agustus 2]. Tersedia dari http://www. pustaka. litbang. deptan. go.id/publikasi/wr24202jpdf.

Diamahesa WA. 2010. Efek suplementasi crude enzim cairan rumen pada pakan ikan nila Oreochromis niloticus berbasis protein nabati. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Djarijah AS. 2001. Budidaya Ikan Bawal. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan

Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Fitriliyani I. 2010. Peningkatan kualitas nutrisi tepung daun lamtoro dengan penambahan ekstrak enzim cairan rumen domba (Ovis aries) untuk bahan pakan ikan nila (Oreochromis niloticus). [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Halver JE and Hardy RW. 2002. Fish Nutrition, third ad. New York: Academy Press Inc.

Hasan ODS. 2012. Evaluasi biji kapuk (Ceiba petandra Gaertn) berdasar kecernaan, enzimatik, gambaran darah, histologi dan kinerja pertumbuhan sebagai alternatif bahan baku pakan ikan mas (Cyprinus carpio L). [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Kurniasih T, Indira F, Irma M, Zafril IA. 2012. Pemberian ekstrak enzim kasar dari cairan rumen domba pada tepung bungkil kedelai lokal dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ikan nila. Jurnal Riset Akuakultur, 7 (2): 247-256.

Moharrery A, Tirta K Das, 2002. Correlation between microbial enzyme activities in the rumen fluid of sheep under different treatment. Reproduction

Nutrition Development, 4: 513-529.

Muskita WH. 2012. Substitusi tepung bungkil kedele, Glycine max, dengan tepung bungkil biji kapuk, Ceiba petandra, dalam pakan juvenil udang vaname Litopenaeus vannamei : Kajian histologi, enzimatik, dan komposisi asam lemak tubuh. [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[NRC]. 1993. Nutrient Requirement of Warmwater Fishes and Shellfishes. Wahington D.C (USA): National Academy of Science Press.

(24)

10

Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar. Sukamandi. Jawa Barat.

Parakkasi A. 1995. Ilmu Gizi Dan Makanan Ternak Ruminan. Depok (ID): UI Pr. Robinson EH. 1991. Use of cottonseed meal protein with suplemental lysine in

feeds for channel catfish. J. Appl. Aquaculture, 1(2) : 1-14.

Suprayudi MA, Bintang M, Takeuchi T, Mokoginta I, Sutardi T. 1999. Defatted soybean meal as an alternative source to substitute fish meal in the feed of giant gouramy, Osphronemus gouramy Lac. Suisanzoshoku, 47(4), 551 – 557.

Suprayudi MA, Takeuchi T, Mokoginta I, Kartikasari AT. 2000. The effect of additional arginine in the high defatted soybean meal diet on the growth of giant gouramy Osphronemus gouramy Lac. Fisheries Science, 66: 807 – 811.

Suprayudi MA. 2010. Pengembangan penggunaan bahan baku lokal untuk pakan ikan/udang: status terkini dan prospeknya. Semi-Loka Nutrisi dan Teknologi Pakan Ikan/Udang; 2010 Oktober 26; Bogor, Indonesia. Jakarta (ID): Badan Litbang Kelautan dan Perikanan, KKP bekerjasama dengan ISPIKANI.

Suprayudi MA, Diamahesa W, Jusadi D, Setiawati M, Ekasari J. 2011. Suplementasi crude enzim cairan rumen domba pada pakan berbasis sumber protein nabati dalam memacu pertumbuhan ikan nila

(Oreochromis niloticus). Jurnal Iktiologi Indonesia, 11(2): 177-183.

Syamsunarno MB, Mokoginta I, Jusadi D. 2011. Pengaruh berbagai rasio energi protein 30% terhadap kinerja pertumbuhan benih ikan patin (Pangasius

hypopthalmus). Jurnal Riset Akuakultur, 6 (1): 63-70.

Takeuchi T. 1988. Laboratory work chemical evaluation of dietary nutrition. In Watanabe T, ed. Fish Nutrition and Mariculture, JICA Textbook the General Aquaculture Course. Tokyo: Kanagawa internat. Fish. Training Center. p 179-229.

Toko II, E. D. Fiogbe, P. Kestemont. 2008. Growth, feed efficiency and body mineral composition juvenile vundu catfish (Heterobranchus

longifilis,Valenciennes 1840) in relation to various dietary levels of

soybean or cottonseed meals. Aquaculture Nutrition, 14: 193-203.

Webster CD, Chhorn L. 2002. Nutrient requirement and feeding of finfish for

aquaculture. New York (USA): CABI Publishing.

Zonneveld N, Husiman EA, Boon JH. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.

Lampiran 1 Parameter Uji.

A. Kelangsungan Hidup

Tingkat kelangsungan hidup (SR) dihitung berdasarkan persamaan (Zonneveld et al. 1991):

SR (%) = ∑ total ikan akhir (ekor) x 100%

(25)

11

B.Laju pertumbuhan harian

Laju pertumbuhan harian (LPH) akan dihitung berdasarkan persamaan (Zonneveld et al. 1991):

dengan menggunakan rumus:

[√ ]

Notasi : Wt = Biomassa rata-rata ikan akhir pemeliharaan(gram)

W0 = Biomassa rata-rata ikan awal pemeliharaan (gram)

t = Lamanya pemeliharaan (hari) C. Efisiensi Pakan (EP)

Efisiensi pakan (EP) dihitung dengan berdasarkan persamaan (NRC 1993) menggunakan rumus:

Notasi : Wt = bobot total ikan pada akhir pemeliharaan (gram)

W0 = bobot total ikan pada awal pemeliharaan(gram)

Wd = bobot total ikan yang mati selama pemeliharaan

(gram)

F = jumlah pakan yang diberikan (gram)

D.Jumlah Konsumsi Pakan

Pengukuran JKP ditentukan dengan menghitung selisih berat jumlah pakan yang diberikan dengan jumlah pakan yang tidak dimakan. Pakan yang diberikan selama percobaan dijumlahkan kemudian dikurangi dengan sisa pakan yang dikumpulkan dan sudah dikeringkan.

E. Retensi Protein (RP)/Lemak (L)

Nilai retensi protein/lemak dihitung berdasarkan persamaan (Takeuchi 1988):

Lampiran 2.Prosedur analisa proksimat Kadar Protein

Tahap Oksidasi

1. Sampel ditimbang sebanyak 0.5 gram dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. 2. Katalis (K2SO4+CuSo4.5H2O) dengan rasio 9:1 ditimbang sebanyak 3 gram

dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl.

3. 10 ml H2SO4 pekat ditambahkan ke dalam labu Kjeldahl dan kemudian labu

tersebut dipanaskan dalam rak oksidasi/digestion pada suhu 400oC selama 3-4 jam sampai terjadi perubahan warna cairan dalam labu menjadi hijau bening.

EP (%) =

RP/L (%) = (F - I) x 100% P/L

Notasi : F = jumlah protein/lemak tubuh pada akhir pemeliharaan (gram)

I = jumlah protein/lemak tubuh pada awal pemeliharaan (gram)

(26)

12

4. Larutan didinginkan lalu ditambahkan air destilasi 100 ml. Kemudian larutan dimasukkan ke dalam labu takar dan diencerkan dengan akuades sampai volume larutan mencapai 100 ml. Larutan sampel siap didestilasi.

Tahap Destilasi

1. Beberapa tetes H2SO4 dimsukkan ke dalam labu, sebelumnya labu diisi

setengahnya dengan akuades untuk menghindari kontaminasi oleh ammonia lingkungan. Kemudian didihkan selama 10 menit.

2. Erlenmeyer diisi 10 ml H2SO4 0.05 N dan ditambahkan 2 tetes indicator methyl

red diletakkan di bawah pipa pembuangan kondensor dengan cara dimiringkan sehingga ujung pipa tenggelam dalam cairan.

3. 5 ml larutan sampel dimasukkan ke dalam tabung destilasi melalui corong yang kemudian dibilas dengan akuades dan ditambahkan 10 ml NaOH 30% lalu dimasukkan melalui corong tersebut dan ditutup.

4. Campuran alkalin dalam labu destilasi disuling menjadi uap air selama 10 menit sejak terjadi pengembunan pada kondensor.

Tahap Titrasi

1. Larutan hasil destilasi ditritasi dengan larutan NaOH 0.05 N. 2. Volume hasil titrasi dicatat.

3. Prosedur yang sama juga dilakukan pada blanko.

Kadar Protein (%) = 0.0007 * x (Vb – Vs) x 6.25 ** x 20 x 100% S

Keterangan : Vb = Volume hasil titrasi blanko (ml) Vs = Volume hasil titrasi sampel (ml) S = Bobot sampel (gram)

* = Setiap ml 0.05 NaOH ekivalen dengan 0.0007 gram Nitrogen ** = Faktor Nitrogen

A.Kadar Lemak

Metode ekstraksi Soxhlet

1. Labu ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 110o dalam waktu 1 jam. Kemudian didiinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang bobot labu tersebut (X1)

2. Sampel ditimbang sebanyak 3-5 gram (A), dan dimasukkan ke dalam selongsong tabung filter dan dimasukkan ke dalam soxhlet dan pemberat diletakkan di atasnya.

3. N-hexan 100-150 ml dimasukkan ke dalam soxhlet sampai selongsong terendam dan sisa N-hexan dimasukkan ke dalam labu.

4. Labu yang telah dihubungkan dengan soxhlet dipanaskan di atas water bath

sampai cairan yang merendam sampel dalam soxhlet berwarna bening. 5. Labu dilepaskan dan tetap dipanaskan hingga N-hexan menguap.

6. Labu dan lemak yang tersisa dipanaskan dalam oven selama 60 menit, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X2).

Metode Folch

1. Sampel ditimbang sebanyak 2-3 gram (A) dan dimasukkan ke dalam gelas

homogenize dan ditambahkan larutan kloroform / methanol (20xA) , sebagian

disisakan untuk membilas pada saat penyaringan.

2. Sampel dihomogenizer selama 5 menit setelah itu disaring dengan vacuum

(27)

13

3. Sampel yang telah disaring tersebut dimasukkan dalamlabu pemisah yang telah diberi larutan MgCl2 0.03 N(0.2xC), kemudian dikocok dengan kuat

minimal selama 1 menit kemudian ditutup dengan aluminium foil dan didiamkan selama 1 malam.

4. Labu silinder dioven terlebih dahulu pada suhu 110oC selama 1 jam, didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang (X1).

5. Lapisan bawah yang terdapat dalam labu pemisah disaring ke dalam labu silinder kemudian dievaporator sampai kering. Sisa kloroform / methanol yang terdapat dalam labu ditiup dengan menggunakan vacuum.

6. Setelah sisa klorofom/methanol dalam labu habis, labu dimasukkan kedalam oven selama 1 jam, didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang (X2)

Kadar Lemak (%) = X2–X1x 100%

A B.Kadar Air

1. Cawan dipanaskan dalam oven pada suhu 100oC selama 1 jam dan kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X1)

2. Bahan ditimbang 2-3 gram (A)

3. Cawan dan bahan dipanaskan dalam oven pada suhu 110oC selama 4-6 jam kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X2).

Kadar Air (%) = (X1+A)-X2 x 100%

A C.Kadar Abu

1. Cawan dipanaskan dalam oven pada suhu 100oC selama 1 jam dan kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X1)

2. Bahan ditimbang 2-3 gram (A)

3. Cawan dan bahan dipanaskan dalam tanur pada suhu 600oC sampai menjadi abu kemudian dimasukkan kedalam oven selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X2).

Kadar Abu (%) = X2–X1x 100%

A D.Kadar Serat Kasar

1. Kertas filter dipanaskan dalam oven selama 1 jam pada suhu 110oC setelah itu didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang (X1)

2. Sampel ditimbang sebanyak 0.5 gram (A) dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250 ml

3. H2SO4 0.3 N sebanyak 50 ml ditambahkan ke dalam Erlenmeyer kemudian

dipanaskan di atas pembakar Bunsen selama 30 menit. Setelah itu NaOH 1.5 N sebanyak 25 ml ditambahkan ke dalam Erlenmeyer dan dipanaskan kembali selama 30 menit.

4. Larutan dan bahan yang telah dipanaskan kemudian disaring dalam corong Buchner dan dihubungkan pada vacuum pump untuk mempercepat filtrasi. 5. Larutan dan bahan yang ada pada corong Buchner kemudian dibilas secara

berturut-turut dengan 50 ml air panas, 50 ml H2SO4 0.3 N, 50 ml air panas, dan

25 ml aseton.

(28)

14

7. Setelah itu dipanaskan dalam tanur 600oC hingga berwarna putih atau menjadi abu (± 4 jam). Kemudian dimasukkan dalam oven 105-110oC selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X3).

Kadar Serat Kasar (%) = (X2– X1– X3) x 100%

A

Lampiran 3 ANOVA dan uji Duncan biomassa (g) ikan bawal

Jumlah kuadrat df Kuadrat tengah F Sig. Antar perlakuan 26299,858 4 6574,965 3,301 0,057 Dalam perlakuan 19919,000 10 1991,900

Total 46218,859 14

Rata-rata untuk tiap kelompok pada homogenus yang diperlihatkan

Lampiran 4 ANOVA dan uji Duncan Laju pertumbuhan harian (g/hari) ikan bawal

Rata-rata untuk tiap kelompok pada homogenus yang diperlihatkan

Lampiran 5 ANOVA dan uji Duncan jumlah konsumsi pakan (g) ikan bawal

Jumlah kuadrat df Kuadrat tengah F Sig. Antar perlakuan 394,689 4 96,672 1,101 0,408 Dalam perlakuan 896,240 10 89,624

(29)

15

0% 3 792,0000

20% 3 792,6667

Sig. 0,132

Rata-rata untuk tiap kelompok pada homogenous diperlihatkan

Lampiran 6 ANOVA dan uji Duncan Efisiensi pakan (%) ikan bawal

Jumlah kuadrat df Kuadrat tengah F Sig. Antar perlakuan 373,816 4 93,454 3,180 0,063 Dalam perlakuan 293,869 10 29,387

Total 667,685 14

Rata-rata untuk tiap kelompok pada homogenous diperlihatkan

Lampiran 7 ANOVA dan uji Duncan retensi protein (%) ikan bawal

Jumlah kuadrat df Kuadrat tengah F Sig. Antar perlakuan 86,668 4 21,667 1,703 0,225 Dalam perlakuan 127,239 10 12,724

Total 213,907 14

Rata-rata untuk tiap kelompok pada homogenous diperlihatkan

Lampiran 8 ANOVA dan uji Duncan retensi lemak (%) ikan bawal

Jumlah kuadrat df Kuadrat tengah F Sig. Antar perlakuan 4561,703 4 1140,426 3,718 0,042 Dalam perlakuan 3067,326 10 306,733

(30)

16

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung, pada tanggal 24 Oktober 1989 yang dilahirkan dari Ayah bernama Kamaludin dan Ibu bernama Widaningsih. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dengan kakak bernama Farida Camali Zenal, Zeni Fitri Rizkiah dan Adik bernama Shinta Amor Wati. Pada tahun 2009 setelah menyelesaikan studinya di SMA Negeri 1 Ciwidey, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Gambar

Gambar 1  Biomassa awal dan akhir ikan bawal dengan perlakuan TBK 0%, 10%,

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Laporan Akuntabilitas Kinerja KPK Tahun 2014 terdapat beberapa upaya KPK dalam penanganan kasus TPK SDA dan kasus Tindak Pidana Korupsi Sumber Daya Alam yang

Setelah dilakukan Join Planning session dengan para Telco Operator maupun Tower Provider atas pelaporan data BTS maupun menaranya di kabupaten Sampang, terdapat 130

&lt; α maka Ho ditolak dan menerima Ha, dengan Ha adanya pengaruh yang signifikan dari penerapan model pembelajaran VCT tipe analisis nilai dalam meningkatkan nilai

Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa underreported counts terjadi pada data jumlah tindak kejahatan terhadap anak, dimana taksiran rata-rata ( i ) memiliki nilai yang

The Croatian commentator made fewer remarks regard- ing statistical data; however, such information was also given by the Croatian technical analyst.. Twenty-fi ve percent of

Salah satu sumber energi alternatif yang telah dikembangkan adalah panel surya.Panel surya adalah energi yang didapat dengan mengubah energi panas surya melalui peralatan tertentu

ikan ini sangat cepat berkembangbiak. Selain ikan sepaf siarn, jenis ikan rawa lainnya 1,ang juga ditemukan dalam jumlah banyak adalah ikan. betoak {Anabas

Dalam penelitian ini sanksi perpajakan diukur dengan menggunakan penilaian dari responden mengenai menurut saya wajib pajak akan diberi sanksi jika terlambat atau