PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MURBEI YANG
DIFERMENTASI DENGAN CAIRAN RUMEN
DALAM PAKAN MENCIT (Mus musculus)
SEBAGAI HEWAN MODEL SISTEM
PASCA RUMEN
SKRIPSI CHRISTINA LINI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
CHRISTINA LINI D24050410 Tahun 2009. Pemberian Ekstrak Daun Murbei yang Difermentasi dengan Cairan Rumen Dalam Pakan Mencit (Mus musculus) Sebagai Hewan Model Sistem Pasca Rumen. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr.Ir. Komang G. Wiryawan Pembimbing Anggota : Ir. Syahriani Syahrir, M. Si.
Daun murbei merupakan salah satu sumber bahan pakan yang berpotensi cukup tinggi untuk meningkatkan produktivitas ternak karena memiliki kandungan nutrien yang baik, namun daun murbei juga mengandung senyawa 1-Deoxynojirimycin (DNJ). Senyawa DNJ merupakan senyawa yang dapat menghambat hidrolisis karbohidrat non struktural. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen dalam pakan mencit (Mus musculus) sebagai hewan model sistem pasca rumen.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2008. Sebagai hewan percobaan digunakan 24 ekor mencit jantan dengan umur 60 hari dan bobot badan 30,81±4,98 gram. Pemeliharaan mencit dilakukan selama 24 hari (3 hari masa adaptasi dan 21 hari masa koleksi data). Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap yang terdiri dari enam perlakuan (P0 = Ransum kontrol (semi purified diet), P1 = P0 + residu fermentasi cairan rumen, P2 = P1 + ekstrak daun murbei (0,06% DNJ), P3 = P1 + ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen (0,06% DNJ), P4 = P1 + ekstrak daun murbei (0,12% DNJ), P5 = P1 + ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen (0,12% DNJ)) dan empat kali ulangan. Tiap unit percobaan terdiri dari 1 ekor mencit. Peubah yang diamati antara lain konsumsi ransum, kecernaan bahan kering ransum, petambahan bobot badan, dan kadar glukosa darah.
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (Analysis of Variance) dan uji lanjut menggunakan uji jarak Duncan (Steel dan Torrie, 1991). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian ransum dengan ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen (0,06% - 0,12%) mampu mengurangi pengaruh negatif senyawa DNJ terhadap penghambatan hidrolisis karbohidrat dalam tubuh ternak, sehingga kecernaan meningkat (P<0,05) dan menunjang peningkatan konsumsi, PBB, serta kadar glukosa darah mencit (P<0,01) lebih baik daripada pemberian ransum yang ditambahkan dengan ekstrak daun murbei yang tidak difermentasi dengan cairan rumen. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh negatif senyawa DNJ pada sistem pasca rumen sudah menurun meskipun nilai peubah dari perlakuan yang diujikan tidak sebaik ransum kontrol.
ABSTRACT
Utilization of Fermented Mulberry Leaves Extract in Mice (Mus musculus) Feed as Animal Model for Post Ruminal System
C. Lini., K. G. Wiryawanand S. Syahrir
The objective of this experiment was to study the effect of fermented mulberry leaves extract utilization in mice feed as animal model for post ruminal system. This experiment used a completely randomized design, with 6 treatments and 4 replications. The treatments were P0 (semi purified diet), P1 (P0 + fermented rumen liquid residue), P2 (P1 + mulberry leaves extract 0.06% DNJ), P3 (P1 + fermented mulberry leaves extract 0.06% DNJ), P4 (P1 + mulberry leaves extract 0.12% DNJ), and P5 (P1 + fermented mulberry leaves extract 0.12% DNJ). The experiment was conducted for 24 days with 3 days adaptation periods. Variables observed were feed consumption, feed digestibility, daily body weight gain and blood glucose. The data were analyzed by Analysis of Variance, and differences among treatments were examined with Duncan’s Multiple Range Test. The results showed that the addition of mulberry leaves extract significantly (P<0.01) reduced daily body weight gain, consumption, and blood glucose, reduce feed digestibility (P<0.05) compared to control, but fermented mulberry leaves extract could reduce the negative effect of DNJ. Daily body weight gain of mice given 0.06% and 0.12% fermented mulberry leaves extract was significantly (P<0.01) higher than those mice given the same concentration of non fermented mulberry leaves extract (0.10 vs – 0.16 gram/day) and (0.01 vs – 0.14 gram/day). It is concluded that DNJ in mulberry leaves extract is not fully degraded in the rumen, and it still has negative effect to the variables measured.
PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MURBEI YANG
DIFERMENTASI DENGAN CAIRAN RUMEN
DALAM PAKAN MENCIT (Mus musculus)
SEBAGAI HEWAN MODEL SISTEM
PASCA RUMEN
CHRISTINA LINI D24050410
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Januari 1987 di Bojonegoro, Jawa Timur. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Marsudi dan Ibu Djaminah.
Pendidikan dasar Penulis diselesaikan di SDN PACUL III Bojonegoro pada tahun 1999. Pendidikan lanjutan tingkat menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SMPN 1 Bojonegoro, dan pendidikan lanjutan tingkat atas diselesaikan pada tahun 2005 di SMUN 2 Bojonegoro, Jawa Timur. Pada tahun 2005 Penulis diterima untuk menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor dan diterima sebagai mahasiswa
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI).
PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MURBEI YANG
DIFERMENTASI DENGAN CAIRAN RUMEN
DALAM PAKAN MENCIT (Mus musculus)
SEBAGAI HEWAN MODEL SISTEM
PASCA RUMEN
Oleh
CHRISTINA LINI D24050410
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 17 April 2009
Pembimbing Utama
Dr.Ir. Komang G. Wiryawan NIP. 131 671 601
Pembimbing Anggota
Ir. Syahriani Syahrir, M.Si. NIP. 131 902 623
Dekan
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji dan syukur hanyalah milik Allah SWT karena atas segala rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemberian Ekstrak Daun Murbei yang Difermentasi dengan Cairan Rumen Dalam Pakan Mencit (Mus musculus) Sebagai Hewan Model Sistem Pasca Rumen” yang ditulis berdasarkan hasil penelitian pada bulan Mei sampai dengan Juni 2008 di Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen dalam pakan mencit (Mus musculus) sebagai hewan model sistem pasca rumen.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia
peternakan dan dapat bermanfaat bagi Penulis khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya.
Bogor, April 2009
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... ABSTRACT... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... ii iii v vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xi xii PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 2
TINJAUAN PUSTAKA ... 3
Murbei (Morus sp.) ... 3
Ekstrak Daun Murbei... Senyawa 1-Deoxynojirimycin... 6 6 Mencit (Mus musculus)... 8
Konsumsi Ransum... 9
Pertambahan Bobot Badan... 11
Kecernaan Bahan Kering Ransum... 11
Glukosa Darah... 12
METODE ... 14
Lokasi dan Waktu ... 14
Materi ... Kandang dan Hewan Percobaan... Ransum... Metode ... Pembuatan Tepung Daun Murbei... Pembuatan Ekstrak Daun Murbei... Fermentasi In-Vitro Ekstrak Daun Murbei... Pembuatan Cairan Rumen Fermentasi... Perlakuan Penelitian dan Pemeliharaan Ternak………... Rancangan Percobaan………... 14 14 14 15 15 15 15 17 17 18 Peubah yang Diamati ... 18
Analisis Data... 19 HASIL DAN PEMBAHASAN ...
Pertambahan Bobot Badan...
ix Konsumsi Bahan Kering Ransum... Kecernaan Bahan Kering Ransum... Kadar Glukosa Darah... KESIMPULAN DAN SARAN... Kesimpulan... Saran... UCAPAN TERIMAKASIH...
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 1. Komposisi Nutrien Lima Jenis Daun Murbei (%)... 4 2. Perbandingan Komposisi Nutrien Daun Murbei Muda dan Tua ... 5 3. Nilai Fisiologi Mencit (Mus musculus)... 4. Susunan Ransum Semi Purified Diet... 5. Komposisi Pembuatan Larutan Buffer...
8 14 16 6. Rataan Hasil Pengamatan PBB, Konsumsi, Kecernaan BK dan Kadar
PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MURBEI YANG
DIFERMENTASI DENGAN CAIRAN RUMEN
DALAM PAKAN MENCIT (Mus musculus)
SEBAGAI HEWAN MODEL SISTEM
PASCA RUMEN
SKRIPSI CHRISTINA LINI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
CHRISTINA LINI D24050410 Tahun 2009. Pemberian Ekstrak Daun Murbei yang Difermentasi dengan Cairan Rumen Dalam Pakan Mencit (Mus musculus) Sebagai Hewan Model Sistem Pasca Rumen. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr.Ir. Komang G. Wiryawan Pembimbing Anggota : Ir. Syahriani Syahrir, M. Si.
Daun murbei merupakan salah satu sumber bahan pakan yang berpotensi cukup tinggi untuk meningkatkan produktivitas ternak karena memiliki kandungan nutrien yang baik, namun daun murbei juga mengandung senyawa 1-Deoxynojirimycin (DNJ). Senyawa DNJ merupakan senyawa yang dapat menghambat hidrolisis karbohidrat non struktural. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen dalam pakan mencit (Mus musculus) sebagai hewan model sistem pasca rumen.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2008. Sebagai hewan percobaan digunakan 24 ekor mencit jantan dengan umur 60 hari dan bobot badan 30,81±4,98 gram. Pemeliharaan mencit dilakukan selama 24 hari (3 hari masa adaptasi dan 21 hari masa koleksi data). Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap yang terdiri dari enam perlakuan (P0 = Ransum kontrol (semi purified diet), P1 = P0 + residu fermentasi cairan rumen, P2 = P1 + ekstrak daun murbei (0,06% DNJ), P3 = P1 + ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen (0,06% DNJ), P4 = P1 + ekstrak daun murbei (0,12% DNJ), P5 = P1 + ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen (0,12% DNJ)) dan empat kali ulangan. Tiap unit percobaan terdiri dari 1 ekor mencit. Peubah yang diamati antara lain konsumsi ransum, kecernaan bahan kering ransum, petambahan bobot badan, dan kadar glukosa darah.
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (Analysis of Variance) dan uji lanjut menggunakan uji jarak Duncan (Steel dan Torrie, 1991). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian ransum dengan ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen (0,06% - 0,12%) mampu mengurangi pengaruh negatif senyawa DNJ terhadap penghambatan hidrolisis karbohidrat dalam tubuh ternak, sehingga kecernaan meningkat (P<0,05) dan menunjang peningkatan konsumsi, PBB, serta kadar glukosa darah mencit (P<0,01) lebih baik daripada pemberian ransum yang ditambahkan dengan ekstrak daun murbei yang tidak difermentasi dengan cairan rumen. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh negatif senyawa DNJ pada sistem pasca rumen sudah menurun meskipun nilai peubah dari perlakuan yang diujikan tidak sebaik ransum kontrol.
ABSTRACT
Utilization of Fermented Mulberry Leaves Extract in Mice (Mus musculus) Feed as Animal Model for Post Ruminal System
C. Lini., K. G. Wiryawanand S. Syahrir
The objective of this experiment was to study the effect of fermented mulberry leaves extract utilization in mice feed as animal model for post ruminal system. This experiment used a completely randomized design, with 6 treatments and 4 replications. The treatments were P0 (semi purified diet), P1 (P0 + fermented rumen liquid residue), P2 (P1 + mulberry leaves extract 0.06% DNJ), P3 (P1 + fermented mulberry leaves extract 0.06% DNJ), P4 (P1 + mulberry leaves extract 0.12% DNJ), and P5 (P1 + fermented mulberry leaves extract 0.12% DNJ). The experiment was conducted for 24 days with 3 days adaptation periods. Variables observed were feed consumption, feed digestibility, daily body weight gain and blood glucose. The data were analyzed by Analysis of Variance, and differences among treatments were examined with Duncan’s Multiple Range Test. The results showed that the addition of mulberry leaves extract significantly (P<0.01) reduced daily body weight gain, consumption, and blood glucose, reduce feed digestibility (P<0.05) compared to control, but fermented mulberry leaves extract could reduce the negative effect of DNJ. Daily body weight gain of mice given 0.06% and 0.12% fermented mulberry leaves extract was significantly (P<0.01) higher than those mice given the same concentration of non fermented mulberry leaves extract (0.10 vs – 0.16 gram/day) and (0.01 vs – 0.14 gram/day). It is concluded that DNJ in mulberry leaves extract is not fully degraded in the rumen, and it still has negative effect to the variables measured.
PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MURBEI YANG
DIFERMENTASI DENGAN CAIRAN RUMEN
DALAM PAKAN MENCIT (Mus musculus)
SEBAGAI HEWAN MODEL SISTEM
PASCA RUMEN
CHRISTINA LINI D24050410
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Januari 1987 di Bojonegoro, Jawa Timur. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Marsudi dan Ibu Djaminah.
Pendidikan dasar Penulis diselesaikan di SDN PACUL III Bojonegoro pada tahun 1999. Pendidikan lanjutan tingkat menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SMPN 1 Bojonegoro, dan pendidikan lanjutan tingkat atas diselesaikan pada tahun 2005 di SMUN 2 Bojonegoro, Jawa Timur. Pada tahun 2005 Penulis diterima untuk menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor dan diterima sebagai mahasiswa
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI).
PEMBERIAN EKSTRAK DAUN MURBEI YANG
DIFERMENTASI DENGAN CAIRAN RUMEN
DALAM PAKAN MENCIT (Mus musculus)
SEBAGAI HEWAN MODEL SISTEM
PASCA RUMEN
Oleh
CHRISTINA LINI D24050410
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 17 April 2009
Pembimbing Utama
Dr.Ir. Komang G. Wiryawan NIP. 131 671 601
Pembimbing Anggota
Ir. Syahriani Syahrir, M.Si. NIP. 131 902 623
Dekan
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji dan syukur hanyalah milik Allah SWT karena atas segala rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemberian Ekstrak Daun Murbei yang Difermentasi dengan Cairan Rumen Dalam Pakan Mencit (Mus musculus) Sebagai Hewan Model Sistem Pasca Rumen” yang ditulis berdasarkan hasil penelitian pada bulan Mei sampai dengan Juni 2008 di Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen dalam pakan mencit (Mus musculus) sebagai hewan model sistem pasca rumen.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia
peternakan dan dapat bermanfaat bagi Penulis khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya.
Bogor, April 2009
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... ABSTRACT... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... ii iii v vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xi xii PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 2
TINJAUAN PUSTAKA ... 3
Murbei (Morus sp.) ... 3
Ekstrak Daun Murbei... Senyawa 1-Deoxynojirimycin... 6 6 Mencit (Mus musculus)... 8
Konsumsi Ransum... 9
Pertambahan Bobot Badan... 11
Kecernaan Bahan Kering Ransum... 11
Glukosa Darah... 12
METODE ... 14
Lokasi dan Waktu ... 14
Materi ... Kandang dan Hewan Percobaan... Ransum... Metode ... Pembuatan Tepung Daun Murbei... Pembuatan Ekstrak Daun Murbei... Fermentasi In-Vitro Ekstrak Daun Murbei... Pembuatan Cairan Rumen Fermentasi... Perlakuan Penelitian dan Pemeliharaan Ternak………... Rancangan Percobaan………... 14 14 14 15 15 15 15 17 17 18 Peubah yang Diamati ... 18
Analisis Data... 19 HASIL DAN PEMBAHASAN ...
Pertambahan Bobot Badan...
ix Konsumsi Bahan Kering Ransum... Kecernaan Bahan Kering Ransum... Kadar Glukosa Darah... KESIMPULAN DAN SARAN... Kesimpulan... Saran... UCAPAN TERIMAKASIH...
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 1. Komposisi Nutrien Lima Jenis Daun Murbei (%)... 4 2. Perbandingan Komposisi Nutrien Daun Murbei Muda dan Tua ... 5 3. Nilai Fisiologi Mencit (Mus musculus)... 4. Susunan Ransum Semi Purified Diet... 5. Komposisi Pembuatan Larutan Buffer...
8 14 16 6. Rataan Hasil Pengamatan PBB, Konsumsi, Kecernaan BK dan Kadar
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman 1. Daun Murbei...
2. Pembuatan Ekstrak Daun Murbei... 3. Struktur Bangun 1 – Deoxynojirimicin... 4. Pertambahan Bobot Badan Mencit... 5. Konsumsi Ransum Mencit... 6. Kecernaan Bahan Kering Ransum... 7. Kadar Glukosa Darah Mencit...
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman 1. Komposisi Nutrien Tepung dan Ekstrak Daun Murbei...
2. Klasifikasi Karbohidrat... 3. Sidik RagamPertambahan Bobot Badan (PBB)... 4. Uji Lanjut Duncan Pertambahan Bobot Badan (PBB)………. 5. Sidik Ragam Konsumsi Ransum Mencit ………... 6. Uji Lanjut Duncan Konsumsi Ransum Mencit .……… 7. Sidik Ragam Kecernaan Bahan Kering Ransum Mencit.……….. 8. Uji Lanjut Duncan Kecernaan Bahan Kering Ransum Mencit………. 9. Sidik Ragam Kadar Glukosa Darah Mencit……….. 10.Uji Lanjut Duncan Kadar Glukosa Darah Mencit……….
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ternak merupakan salah satu bagian yang penting dalam pemenuhan kebutuhan hidup manusia, yaitu memenuhi kebutuhan pangan terutama sebagai sumber protein hewani. Untuk menghasilkan ternak yang efisien diperlukan pemeliharaan ternak yang baik dengan memenuhi kebutuhan pakan, terutama nutrien yang terkandung dalam pakan yang diberikan. Pakan yang baik adalah pakan yang mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan reproduksi ternak. Jumlah pakan yang diberikan kepada ternak harus sesuai dengan kebutuhan,
memiliki kualitas yang baik dan ketersediaannya kontinyu sehingga mampu menunjang produktivitas ternak.
Potensi pakan sebagai penunjang kebutuhan hidup ternak sangat tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian mengenai sumber daya pakan yang berpotensi untuk menjadi sumber bahan pakan, antara lain sumber bahan pakan yang berasal dari tanaman. Tanaman yang memiliki potensi sebagai sumber bahan pakan adalah tanaman yang memiliki potensi produksi yang baik, kualitas tinggi dan kemampuan adaptasi tumbuh yang baik pada suatu wilayah tertentu. Daun murbei merupakan salah satu sumber bahan pakan yang berpotensi cukup tinggi untuk meningkatkan produktivitas ternak karena memiliki kandungan nutrien yang baik. Tanaman murbei juga memiliki potensi produksi yang tinggi yaitu mencapai 22 ton BK/ha/tahun (Samsijah, 1992). Potensi produksi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan leguminosa lain seperti gamal (Gliricidia sepium) dengan potensi produksi sebesar 7-9 ton BK/ha/tahun (Horne et al., 1994). Tanaman murbei juga dapat tumbuh dengan adaptasi lokasi pada suhu, pH tanah, dan ketinggian dari permukaan laut yang bervariasi. Oleh karena itu, tanaman ini mudah untuk dikembangbiakkan (Sunanto 1997).
Beberapa hasil penelitian memberikan informasi bahwa terdapat senyawa aktif daun murbei yaitu senyawa 1-Deoxynojirimycin(DNJ). Senyawa ini ditemukan pada tanaman murbei sebanyak 0,24% (Oku et al., 2006). Senyawa DNJ berpotensi
2 Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan DNJ sebesar 0,12% dalam ransum diketahui menurunkan bobot badan mencit. Hal ini kemungkinan terjadi karena senyawa DNJ mengganggu hidrolisis karbohidrat non struktural. Oleh karena itu, agar dapat memanfaatkan daun murbei sebagai sumber pakan ruminansia secara optimal diperlukan kajian awal yaitu dengan mengamati kemungkinan adanya dampak dari lolosnya senyawa DNJ ke dalam sistem pasca rumen.
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Murbei (Morus sp.)
Murbei termasuk genus Morus dari family Moraceae. Murbei pada dasarnya
mempunyai bunga kelamin tunggal, meskipun kadang-kadang juga berkelamin
rangkap (Atmosoedarjo et al., 2000). Menurut Sunanto (1997) murbei berasal dari
Cina dan mempunyai klasifikasi sebagai berikut :
Divisio : Spermatophyta
Sub-divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Urticalis
Famili : Moreceae
Genus : Morus
Species : Morus sp.
Gambar 1. Daun murbei
Tanaman murbei berbentuk semak (perdu) yang tingginya sekitar 5-6 m,
dapat juga berbentuk pohon yang tingginya dapat mencapai 20-25 m. Curah hujan
yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman murbei antara 635-2500 mm per tahun
dengan suhu optimal antara 23,9 0C dan 26,6 0C, tetapi umumnya tanaman murbei
dapat tumbuh baik dengan suhu minimum 13 0C dan suhu maksimum 38 0C.
Adaptasi tumbuh tanaman murbei relatif baik. Tanaman ini dapat tumbuh pada lokasi
dengan variasi suhu, pH tanah, dan ketinggian dari permukaan laut yang sangat
besar. Menurut FAO (2002) daun murbei dapat dipanen sepanjang tahun, hanya
mengalami penurunan produksi sekitar 7 ton BK/ha dari produksi normal saat irigasi
baik yaitu 25 ton BK/ha. Produksi optimal daun murbei dicapai pada suhu 24-28 0C
4 ketinggian dari permukaan laut mulai 1000 m. Oleh karena itu, tanaman ini mudah
dikembangkan untuk kebutuhan lain, seperti sebagai sumber pakan ternak. Tanaman
murbei juga sangat baik digunakan untuk mencegah erosi.
Komposisi kimia dari lima jenis daun murbei menurut Samsijah (1992) dapat
dilihat pada Tabel 1. Diantara semua jenis tersebut Morus alba merupakan jenis
murbei yang banyak digunakan karena kandungan nutrisinya yang baik. Daun
murbei memiliki palatabilitas yang cukup tinggi, dapat digunakan sebagai pakan
hewan herbivora dan monogastrik serta bahan obat-obatan, selain itu daun murbei
tidak teridentifikasi adanya kandungan senyawa antinutrisi.
Tabel 1. Komposisi Nutrien Lima Jenis Daun Murbei (%)
Nutrien Jenis Murbei
Morus alba
Morus Nigra
Morus multicaulis
Morus cathayana
Morus australis
Bahan Kering 15,72 16,83 22,89 20,45 16,11
Protein Kasar 20,15 20,06 15,51 18,53 19,44
Serat Kasar 13,27 16,19 12,55 12,89 12,82
Lemak Kasar 3,62 3,63 3,64 3,69 4,10
Abu 10,58 10,77 14,46 14,84 10,63
Karbohidrat 39,20 35,94 42,84 38,43 41,80
Kalsium 2,79 3,02 10,97 11,62 2,43
Fosfor 0,44 0,31 0,30 0,36 0,45
Sumber : Samsijah (1992)
Potensi produksi daun murbei mencapai 22 ton BK/ha/tahun (Samsijah,
1992). Potensi produksi tersebut lebih tinggi dibanding dengan leguminosa lain
seperti gamal (Gliricidia sepium) dengan potensi produksi sebesar 7-9 ton
BK/ha/tahun (Horne et al., 1994).
Ekastuti (1996) menyatakan bahwa kandungan mineral dan kalsium antara
Morus alba, Morus cathayana, dan Morus multicaulis tidak jauh berbeda seperti
yang terlihat pada Tabel 2. Umumnya kandungan kalsium daun muda lebih rendah
daripada daun tua, sedangkan kandungan pospor daun muda relatif lebih besar
5 Tabel 2. Perbandingan Komposisi Nutrien Daun Murbei Muda dan Tua
Jenis Daun Kadar Air PK LK SK BETN Abu Energi
(Kal/g) (%) Morus alba Daun muda Daun tua 69,89 69,50 22,59 22,10 4,10 6,09 10,21 10,57 53,26 46,81 9,83 14,43 4522 4241 Morus cathayana Daun muda Daun tua 73,69 70,78 19,09 16,39 3,71 5,46 8,45 16,80 59,53 47,61 9,22 14,08 4408 4248 Morus multicaulis Daun muda Daun tua 74,64 75,13 21,99 19,66 3,70 5,09 12,56 16,86 51,85 44,32 9,9 14,05 4519 3541
Sumber : Ekastuti (1996)
Ket : PK = Protein Kasar, LK = Lemak Kasar, SK =Serat Kasar, BETN = Bahan Ekstrak Tanpa N. Kecuali kadar air semua variabel dinyatakan dalam bahan kering
Daun murbei mengandung ecdisterone, inkosterone, lupeol, β-sitosterol, ritin,
moracatein, isoquersetin, scopoletin, scopolin, α-heksenal, β-heksenal, cis-β
-heksenol, cis-β-heksenol, cis-t-heksenol, benzaldehid, eugenol, linalool, benzil
alkohol, butilamin, trigonelin, cholin, adenin, asam amino, vitamin A, vitamin B,
vitamin C, karoten, asam fumarat, asam folat, asam formiltetrahidrofoli, mioinositol,
logam seng dan tembaga. Daun murbei memiliki efek farmakologi dapat
menurunkan tekanan darah anjing percobaan bila diberikan secara intravena dengan
tekanan 1 ml/kg berat badan. Dalam bentuk ramuan, daun murbei banyak digunakan
untuk memperlancar gas dari saluran pencernaan (karmunatif), memperlancar
pengeluaran keringat (diaforetik), memperlancar pengeluaran air kencing (diuretik),
menurunkan panas badan (antipiretik), meningkatkan kemampuan melihat dan
menurunkan tekanan darah (Mursito, 2001).
Penelitian yang dilakukan oleh Ezpinosa (1996) menyatakan bahwa
komposisi nutrien dalam bahan kering daun murbei cukup tinggi (PK 23%)
dibandingkan dengan tanaman makanan ternak lain seperti rumput gajah (PK 8,2%)
maupun konsentrat (PK 17,7%) serta daun murbei mempunyai tingkat energi
6 pakan ternak monogastrik sampai 20% menggantikan penggunaan konsentrat.
Pemberian tepung daun murbei sebanyak 15% pada babi mampu meningkatkan
pertambahan bobot badan menjadi 740 g/hari dari 680 g/hari dengan pemberian
konsentrat saja (Sanchez, 1994).
Ekstrak Daun Murbei
Ekstrak daun murbei merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk
mengetahui kadar DNJ yang terkandung dalam daun murbei. Dalam pembuatan
ekstrak daun murbei perlu dilakukan beberapa langkah pembuatan agar dihasilkan
ekstrak daun murbei yang baik. Adapun metode pembuatan ekstrak daun murbei
menurut Oku et al. (2006) sebagai berikut :
Daun Murbei dikeringkan
Digiling
Sebanyak 5 kg dimasukkan ke dalam 25 liter etanol (50%). Dilakukan maserasi I
dengan merendam selama 6 jam (tiap 1 jam dikocok selama 5 menit)
Dibiarkan sampai 24 jam → disaring (menggunakan kain dalam pembuatan tahu)
Hasil filtrasi disimpan Pada Ampas dilakukan maserasi lagi
Hasil filtrasi kedua disimpan → dievaporasi (mesin ekstraktor selama 48 jam)
Ekstrak daun murbei (5 liter)
Gambar 2. Pembuatan Ekstrak Daun Murbei
Senyawa 1-Deoxynojirimycin
Senyawa deoxynojirimycins (DNJ) merupakan kumpulan stereokimia dari
monosakarida yang memiliki potensi menghambat ceramid glukosyltransferase dan
(α, β) glukosidase secara spesifik (Mellor, 2002). Menurut Oku et al. (2006) derivat
DNJ berupa D-glukosa mampu menghambat α-glukosidase usus dan α-glukosidase
pankreas, sehingga DNJ dapat menghambat hidrolisis oligosakarida. Komponen
penghambat tersebut tersebar dalam daun dan akar murbei. Pertama kali
deoxynojirimycin diisolasi dari akar tanaman murbei pada tahun 1976 dan diberi
7 0.24% (Oku et al., 2006) dan diketahui dapat menekan kadar glukosa darah,
sehingga dapat mencegah diabetes (Kimura et al., 2004). Senyawa DNJ bekerja
secara spesifik dalam menghambat proses glikogenesis, dalam memecah
oligosakarida (Gross et al., 1983). DNJ berperan sebagai penghambat glukosidase
yang kompetitif, yaitu berkompetisi dengan substrat melekat pada sisi aktif enzim
glukosidase selama proses katalisis berlangsung oleh enzim (Hettkamp et al., 1984).
Struktur bangun senyawa 1-DNJ (C6H13NO4) dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Struktur Bangun 1-Deoxynojirimycin
Daun murbei (Morus alba, L) telah digunakan sebagai obat tradisional,
sebagai anti penyakit diabetes dan anti hyperglycemic. Komponen daun murbei
seperti DNJ, α-arylbenzofuran alkaloid menghambat aktivitas α-glukosidase dalam
usus kecil dan juga mencegah hidrolisis disakarida (Yatsunami et al., 2003). Hock
dan Elstner (2005) menyatakan bahwa senyawa DNJ bersifat menghambat aktivitas α-glukosidase dalam usus halus secara kompetitif sehingga pemecahan ikatan glikosida substrat (karbohidrat) menjadi monosakarida lebih lambat. Hal ini
menyebabkan sel tidak memperoleh energi yang cukup dalam bentuk monosakarida,
sehingga terjadi perombakan cadangan glikogen dalam tubuh yang menyebabkan
penurunan PBB. Arai et al. (1998) juga menyatakan bahwa senyawa DNJ dapat
menghambat hidrolisis karbohidrat menjadi monosakarida di dalam usus kecil.
Rendahnya karbohidrat yang dapat dipecah menjadi monosakarida oleh enzim
glukosidase menyebabkan konsentrasi glukosa yang terserap oleh sel juga menurun.
Kemudian Breitmeier (1997) menambahkan bahwa senyawa DNJ mampu
menghambat hidrolisis oligosakarida menjadi monomer-monomernya. CH2OH CH3
OH OH
8
Mencit (Mus musculus)
Mencit adalah hewan percobaan yang memiliki ukuran paling kecil
dibandingkan dengan hewan percobaan yang lain. Mencit juga merupakan hewan
yang banyak digunakan dalam penelitian dan diagnosa karena mampu hidup pada
berbagai iklim dari iklim dingin maupun panas dan dapat hidup terus menerus dalam
kandang (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Sistem taksonomi mencit menurut
Ballanger (1999) adalah sebagai berikut :
Kelas : Mamalia Ordo : Rodensia Sub Ordo : Sciurognathi Famili : Muridae Sub famili : Murinae Genus : Mus
Spesies : Mus Musculus
Menurut Malole dan Pramono (1989), mencit adalah hewan pengerat yang
cepat berkembangbiak, mudah dipelihara, varietas genetiknya cukup besar serta sifat
anatomis dan fisiologisnya terkarakteristik dengan baik. Nilai fisiologis mencit
[image:30.595.101.513.459.673.2]menurut Harkness dan Wagner (1989) dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai Fisiologi Mencit (Mus musculus)
Keterangan Nilai
Berat Lahir 0,5-1 g
Berat Badan Dewasa Jantan
Betina
20-40 g 18-35 g
Harapan Hidup 1-2 tahun, dapat mencapai 3 tahun
Denyut Jantung 600-650 kali/menit
Temperatur Tubuh 36,5-380C
Mulai Dikawinkan Jantan
Betina
50 hari 50-60 hari
Jumlah Respirasi 94-163/menit
Konsumsi Oksigen 2,38-4,48 ml/g/jam
Volume Darah 76-80 mg/kg
Glukosa Dalam Darah 62-175 mg/dl (Sumber : Harkness dan Wagner, 1989)
Mencit yang digunakan di laboratorium umumnya ditempatkan pada kotak
yang terbuat dari plastik dan diberikan alas kandang secukupnya (Harkness dan
9 gergaji, apabila digunakan serbuk gergaji maka harus bebas dari debu dan apabila
yang digunakan sekam padi maka harus diperhatikan kebersihannya agar tidak
terkontaminasi urin dan feses (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Dalam penelitian ilmu faal atau fisiologi yang menggunakan mencit atau
tikus, darah banyak digunakan sebagai parameter. Menurut Smith dan
Mangkoewidjojo (1988) cara pengambilan darah pada mencit dapat dilakukan
dengan 5 cara, yaitu :
1. Jika volume darah yang diperlukan sedikit, darah dapat diperoleh dengan
memotong ujung ekor atau dari vena ekor tetapi cara ini agak sukar karena
vena cukup kecil, dapat juga dengan cara memotong jari kaki mencit tetapi cara
ini harus dilakukan dengan keadaan kandang yang bersih dan steril.
2. Jika dibutuhkan volume darah yang banyak, darah dapat diambil dari sinus
orbialis dengan membius mencit terlebih dahulu.
3. Mencit dapat dibunuh dengan dekapitasi dan darah dapat ditampung, dekapitasi
dengan gunting yang sangat tajam. Darah yang diperoleh cenderung
terkontaminasi oleh kuman dan bulu serta benda asing lainnya.
4. Darah mencit langsung diambil dari jantung. Cara ini sukar karena memerlukan
banyak waktu dan kemungkinan darah menggumpal di dalam jarum.
5. Darah dapat diambil dari vena jugularis didaerah leher.
Konsumsi Ransum
Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi oleh hewan
apabila makanan tersebut diberikan ad libitum dalam jangka waktu tertentu
(Parakkasi, 1999). Makanan merupakan sebagian dari lingkungan yang dapat
mempengaruhi kondisi mencit. Konsumsi pakan dapat mempengaruhi potensial
genetik untuk pertumbuhan dan daya tahan hidup. Makanan yang diberikan pada
mencit sebaiknya tetap kualitasnya, sebab perubahan kualitas pakan yang diberikan
akan menyebabakan mencit kehilangan bobot badan dan ketegaran tubuh. Kebutuhan
zat makanan mencit dalam kisaran kecil, seperti kebutuhan akan protein kasar
20-25% , kadar lemak 10-12%, kadar pati 44-55%, kadar serat kasar maximal 4%, dan
kadar abu 5-6% (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Beberapa faktor yang
10 adalah bobot individu ternak, tipe dan tingkat produksi, jenis makanan atau sifat fisik
ransum dan lingkungan.
Pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam pembiakan dan
pemeliharaan mencit, terutama kandungan dalam pakan tesebut. Pakan mencit
labolatorium tersedia dalam bentuk pelet, dengan berbagai macam bentuk dan
ukuran, atau dalam bentuk tepung yang diberikan dalam jumlah tanpa batas (ad
libitum) untuk dikonsumsi. Kelompok mencit yang berjumlah 7 ekor dapat
menghabiskan makanan sebanyak 50 gram selama 2 hari. Jadi dalam satu hari 1 ekor
mencit makan sebanyak ± 3 gram. Pakan dapat diletakkan diatas jaring kawat yang
ditempatkan yang pada tutup kandang atau dengan cara pemberian pakan dengan
wadah kecil, misalnya kaleng, tetapi perlu diperhatikan dengan cara ini akan cepat
kotor oleh feses dan urine yang tercampur, sehingga pakan banyak yang rusak dan
harus dibuang (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Palatabilitas menunjukkan sampai tingkat mana suatu pakan menarik untuk
dikonsumsi ternak dan palatabilitas ini dipengaruhi oleh kondisi pakan (rasa, bau,
dan warna) serta hewan itu sendiri karena setiap jenis hewan memiliki tipe jenis
pakan yang disukai dan berbeda antara hewan yang satu dengan lainnya. Sifat fisik
ransum juga akan ditentukan oleh pengolahan yang dilakukan sebelum diberikan
pada ternak, sehingga sangat mempengaruhi palatabilitas pakan. Suatu jenis pakan
belum tentu mempunyai kandungan nutrien yang sesuai dengan kebutuhan hidup
ternak, tetapi beberapa ahli palatabilitas menganggap bahwa tingkat palatabilitas
pakan lebih penting daripada nilai nutrien pakan tersebut karena pakan dengan nilai
nutrien tinggi tidak akan berarti bila tidak disukai oleh ternak (Mcllroy, 1977).
Mencit labolatorium tidak boleh hidup dalam keadaan tanpa air minum tetapi
harus tersedia. Minum dapat diberikan dengan botol air atau dengan sistem pengairan
otomatis, sistem apapun yang digunakan yang terpenting adalah terhindar dari
kebocoran (Harkness dan Wagner, 1989). Tingkat konsumsi pakan dan air minum
bervariasi menurut suhu kandang, kelembaban, kualitas pakan, kesehatan dan kadar
air pakan. Mencit dewasa memerlukan pakan sebanyak 15gram/100gram bobot
badan/hari dengan kadar protein diatas 14% dan air minum 15 ml/100gram bobot
11
Pertambahan Bobot Badan
Salah satu kriteria untuk mengukur pertumbuhan adalah dengan pertambahan
bobot badan. Pertambahan bobot badan diartikan sebagai kemampuan ternak untuk
merubah zat-zat nutrisi yang ada dalam pakan menjadi daging (Tillman et al., 1989)
Pertumbuhan biasanya diukur dengan bertambahnya bobot hidup yang
diiringi dengan perubahan ukuran tubuh. Pertumbuhan terjadi melalui pertambahan
sel yang dimulai setelah konsepsi hingga tercapainya dewasa tubuh. Kurva
petumbuhan berbentuk sigmoid jika didukung oleh pakan dan kondisi optimum
(Anggorodi, 1979). Laju pertumbuhan adalah rataan pertambahan bobot persatuan
waktu. Laju pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor eksternal berupa nutrisi dan faktor
internal berupa pewarisan sifat dan sekresi hormonal (Bogart, 1997).
Laju pertumbuhan secara nyata dikaitkan dengan bertambahnya bobot hidup
dan ukuran tubuh sebagai refleksi dari kecukupan konsumsi pakan untuk
metabolisme tubuh. Pakan yang tidak cukup akan memperlambat pertambahan bobot
hidup dan memperkecil efisiensi penggunaan ransum (Lebas et al., 1986).
Selanjutnya Sudono (1981) dalam penelitiannya melaporkan laju pertumbuhan
mencit tertinggi dicapai pada saat umur 29 hari, pada jantan dan betina
masing-masing 0,55 dan 0,5 gram/hari. Nafiu (1996) dalam penelitiannya laju pertumbuhan
tertinggi dicapai pada umur 5 minggu yaitu sebesar 0,77 gram/hari tanpa
membedakan jenis kelamin. Kemudian Smith dan Mangkoewidjojo (1988)
menyatakan bahwa kecepatan tumbuh rata-rata untuk seekor mencit adalah 1
gram/ekor/hari.
Kecernaan Bahan Kering Ransum
Kecernaan merupakan perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan
makanan dalam alat pencernaan. Perubahan tersebut dapat berupa penghalusan bahan
makanan menjadi partikel kecil, atau penguraian molekul besar menjadi molekul
kecil. Pada ruminansia, pakan juga mengalami perombakan sehingga sifat-sifat
kimianya berubah secara fermentatif menjadi senyawa lain yang berbeda dengan zat
makanan asalnya. McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa kecernaan suatu pakan
sangat tepat didefinisikan sebagai bagian dari pakan yang tidak dieksresikan di dalam
feses dan oleh karena itu diasumsikan bagian tersebut diserap oleh hewan. Nilai
12 itu nilai kecernaan dapat menentukan kualitas pakan yang dikonsumsi oleh hewan.
Kecernaan biasanya dinyatakan dalam persen dari bahan kering, apabila bagian ini
dinyatakan sebagai persen terhadap konsumsi maka disebut koofisien cerna
(Anggorodi, 1995).
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai kecernaan yaitu pakan, ternak,
dan lingkungan. Perlakuan terhadap pakan (pengolahan, penyimpanan, cara
pemberian), jenis, jumlah dan komposisi pakan yang diberikan pada ternak juga
merupakan faktor yang mempengaruhi nilai kecernaan. Umur ternak, kemampuan
mikroba rumen mencerna pakan, jenis hewan sampai dengan variasi hewan turut
menentukan nilai kecernaan. Kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap nilai
kecernaan adalah derajat keasaman (pH), suhu dan udara baik itu secara aerob atau
anaerob (Anggorodi, 1995). Van Soest (1982) menambahkan beberapa faktor lain
yang mempengaruhi kecernaan pakan diantaranya bagian total pakan yang dapat
larut, lignifikasi dari serat, dan komposisi bahan kimia pakan. Bahan pakan yang
mengandung serat kasar tinggi akan menurunkan nilai kecernaan zat-zat makanan
lainnya karena untuk mencerna serat kasar diperlukan banyak energi (Lubis, 1963).
Kecernaan bahan kering juga dapat dipengaruhi oleh kandungan protein pakan,
karena setiap sumber protein memiliki kelarutan dan ketahanan degradasi yang
berbeda-beda (Sutardi,1980).
Glukosa Darah
Kadar glukosa darah normal dalam darah mencit berkisar antara 62-175
mg/dl (Harkness dan Wagner, 1989). Bila simpanan karbohidrat tubuh berkurang di
bawah normal, cukup banyak glukosa dapat terbentuk dan asam amino dari gugus
gliserol lemak, proses ini disebut glukogenesis. Hampir 60% asam amino dalam
protein tubuh dapat diubah menjadi karbohidrat sedangkan sisanya (40%)
mempunyai konfigurasi kimia yang menyulitkan perubahan tersebut (Guyton dan
Hall, 1996).
Kadar glukosa darah adalah suatu indikator klinis dari kurang atau tidaknya
asupan makanan sebagai sumber energi. Faktor yang menentukan kadar glukosa
darah adalah keseimbangan antara jumlah glukosa yang masuk dan glukosa yang
keluar melalui aliran darah. Hal ini dipengaruhi oleh masuknya makanan, kecepatan
13 glikogen dari glukosa oleh hati. Lima persen dari glukosa yang dikonsumsi langsung
dikonversi menjadi glikogen didalam hati dan 30-40% dikonversi menjadi lemak,
sisanya dimetabolisme didalam otot dan jaringan lainnya (Ganong, 1999). Bila tidak
tersedia karbohidrat yang cukup untuk sel, adenohipofisis mulai meningkatkan
jumlah sekresi kortikotropin. Kortikotropin akan merangsang korteks adrenal untuk
menghasilkan sejumlah besar hormon glukokortikoid terutama kortisol. Sebaliknya,
kortisol akan segera mengalami deaminasi dalam hati dan menghasilkan zat yang
ideal untuk diubah menjadi glukosa (Guyton dan Hall, 1996). Berikut mekanisme
pengaturan glukosa darah :
a. Fungsi hati sebagai buffer glukosa, yaitu : apabila glukosa darah meningkat
setelah makan ke konsentrasi yang sangat tinggi maka kecepatan sekresi insulin
meningkat. Sebanyak dua pertiga glukosa diabsorbsi oleh usus dan segera
disimpan didalam hati dalam bentuk glikogen, bila konsentrasi glukosa darah
rendah dan kecepatan sekresi turun, maka hati melepaskan glukosa kembali ke
dalam darah.
b. Fungsi insulin dan glukagon sebagai umpan balik terpisah dan sangat penting
untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah yang normal.
c. Pada keadaan hipoglikemia efek glukosa darah yang rendah pada hipothalamus
akan merangsang susunan syarat simpatis. Sebaliknya, epinefrin yang
disekresikan oleh kelenjar adrenal menyebabkan pelepasan glukosa lebih lanjut
ke hati, hal ini untuk mengatasi hipoglikemia berat.
d. Hormon pertumbuhan dan kortisol disekresikan dalam respon terhadap
hipoglikimia yang berkepanjangan, yang akan menurunkan kecepatan
penggunaan glukosa oleh bagian terbesar sel-sel tubuh (Guyton dan Hall,
1996).
Menurut Ganong (1999) kadar glukosa darah plasma ditentukan oleh
keseimbangan antara jumlah glukosa yang masuk ke dalam aliran darah dan jumlah
yang meninggalkannya. Penentu utama masuknya glukosa ke dalam aliran darah :
a. Jumlah zat makanan yang masuk.
b. Kecepatan pemasukan ke dalam sel otot, jaringan adipose dan organ-organ lain.
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei sampai dengan Juni 2008 di
Laboratorium Biologi Hewan dan Kandang Pemeliharaan Pusat Penelitian
Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor.
Materi
Kandang dan Hewan Percobaan
Sebagai hewan percobaan digunakan 24 ekor mencit (Mus musculus) jantan
dengan umur 60 hari dan bobot badan 30,81±4,98 gram sebagai hewan model sistem
pasca rumen. Mencit dipelihara di dalam kandang individu berukuran 40 x 30 x 10
cm3 yang menggunakan sekam padi sebagai litter. Kandang tersebut dilengkapi
tempat pakan (wadah) dan tempat air minum dari botol kaca bervolume 100 ml.
Ransum
Ransum yang diberikan pada mencit berupa semi purified diet yang dibuat
berdasarkan Jordan et al. (2003) (Tabel 4). Perbandingan pemberian ekstrak daun
murbei pada perlakuan adalah 0,06% DNJ (setara dengan 25% kandungan daun
murbei dalam ransum) dan 0,12% DNJ (setara dengan 50% kandungan daun murbei
dalam ransum). Konversi yang diperoleh adalah 100 ml ekstrak daun murbei sama
dengan 12,42 g (setelah dipanaskan sampai berbentuk pasta selama 6 jam dengan
[image:36.595.102.502.558.726.2]suhu 80 0C).
Tabel 4. Susunan Ransum Semi Purified Diet
Bahan Pakan Jumlah (%)
Glukosa 38 Pati 20 Casein 23
Minyak Jagung 1
Selulosa 6
Lemak Sapi 3
Rape Seed Oil 1
15
Metode
Pembuatan Tepung Daun Murbei
Daun murbei segar dilayukan sampai kering udara, kemudian dioven pada
suhu 60 0C selama 24 jam. Setelah diperoleh bahan keringnya, daun murbei digiling
hingga menjadi tepung halus.
Pembuatan Ekstrak Daun Murbei
Disiapkan daun murbei yang sudah dikeringkan dan digiling halus sebanyak
5 kg, kemudian dimasukkan ke dalam ember dan ditambahkan etanol 50% sebanyak
25 L. Dilakukan maserasi I dengan merendam selama 6 jam (setiap 1 jam dikocok
selama 5 menit). Ember ditutup dan disimpan pada suhu kamar selama 24 jam
kemudian disaring untuk filtratnya disimpan dan ampasnya dimaserasi kembali
(maserasi II) dengan etanol 50% sebanyak 25 L. Hasil filtrasi I dan II dievaporasi
dalam rotary evaporator selama 48 jam sehingga ekstrak daun murbei dihasilkan
sebanyak ± 5 L.
Fermentasi In-Vitro Ekstrak Daun Murbei 1. Preparasi medium
Disiapkan 5 g trypticase, 1000 ml aquadest dan 0,25 ml larutan mineral
mikro. Bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dan diaduk
sampai seluruh bahan larut. Selanjutnya ditambahkan 500 ml larutan penyangga
rumen, 500 ml larutan mineral makro, 2,5 ml larutan resazurine dan 100 ml larutan
pereduksi. Medium dimasukkan ke dalam water bath pada suhu 390C sambil dialiri
sedikit gas CO2 dan diaduk dengan magnetik stirrer. Kondisi reduksi medium
diamati dengan indikator perubahan warna dari biru ke pink lalu menjadi tidak
berwarna (medium tereduksi dengan sempurna). Setelah itu disiapkan 5 tabung
erlenmeyer yang telah berisi masing-masing 1 g maltosa ditambah dengan ekstrak
16 Tabel 5. Komposisi Pembuatan Larutan Buffer
No. Larutan Jumlah
1. Larutan Mineral Makro
CaCl2.2H2O
MnCl2.4H2O
CoCl2.6H2O
FeCl2.6H2O
Aquades
13,2 gram
10,0 gram
1,0 gram
8,0 gram
sampai volume mencapai 100 ml
2. Larutan penyangga rumen
NH4HCO3
NaHCO3
Aquades
4,0 gram
35,0 gram
sampai volume mencapai 1000 ml
3. Larutan Mineral Makro
Na2HPO4
KH2PO4
MgSO4.7H2O
Aquades
5,7 gram
6,2 gram
0,6 gram
sampai volume mencapai 1000 ml
4. Larutan Pereduksi
NaOH
Na2S.9H2O
Aquades
4,0 ml
0,625 gram
95 ml
5. Larutan Rezasurin 0,1% (w/v)
Trypticase
HCl 6 N
Pepsin, NF Toluen 6. 7. 8. 9.
Sumber : Tilley dan Terry, 1963 dalam Close dan Menke, 1986.
2. Inkubasi
Dilakukan koleksi cairan rumen dari 2 ekor ternak yang berbeda, kemudian
cairan rumen disaring menggunakan 3 lapisan kain kasa ke dalam termos yang
17 bagian medium yang telah dibuat ± 2000 ml, ditempatkan dalam water bath pada
suhu 390C sambil terus dialirkan gas CO2 dan diaduk dengan menggunakan magnetik
stirrer. Kemudian diambil masing-masing 500 ml medium yang telah bercampur
dengan cairan rumen dan dimasukkan ke dalam 5 tabung erlenmeyer yang telah
berisi 1 g maltosa yaitu tabung perlakuan P1, P2, P3, P4 dan P5. Untuk ekstrak daun
murbei perlakuan P3 dan P5 dimasukkan sesaat setelah tabung erlenmeyer berisi 1 g
maltosa, sedangkan penambahan ekstrak daun murbei perlakuan P2 dan P4
dimasukkan setelah proses fermentasi. Selanjutnya tabung erlenmeyer ditutup
dengan sumbat karet berventilasi dan ditempatkan pada water bath, kemudian
diinkubasi pada suhu 390C selama 6 jam.
Pembuatan Cairan Rumen Fermentasi
Setelah 6 jam diinkubasi, labu erlenmeyer dikeluarkan dan masing-masing
cairan dituang ke dalam cetakan atau wadah yang telah diberikan label sesuai
perlakuan yang akan diuji untuk dievaporasi ke dalam oven 800C selama 6 jam yang
bertujuan untuk mengurangi kadar airnya. Kemudian hasilnya dicampurkan ke
dalam ransum semi purified diet sesuai dengan perlakuan.
Perlakuan Penelitian dan Pemeliharaan Ternak
Susunan ransum perlakuan yang diberikan pada hewan percobaan (mencit)
adalah sebagai berikut :
P0 = Ransum kontrol (semi purified diet)
P1 = P0 + residu fermentasi cairan rumen
P2 = P1 + ekstrak daun murbei (0,06% DNJ)
P3 = P1 + ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen (0,06% DNJ)
P4 = P1 + ekstrak daun murbei (0,12% DNJ)
P5 = P1 + ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen (0,12% DNJ)
Pemeliharaan mencit dilakukan selama 24 hari (3 hari masa adaptasi dan 21
hari masa koleksi data). Ransum yang diberikan ditimbang seminggu sekali
sebanyak 50 g untuk setiap ekor mencit dan dimasukkan ke dalam kantong untuk
persediaan satu minggu. Pemberian ransum ke dalam tempat pakan dilakukan 2 kali
sehari (pagi dan sore). Ransum dalam kantong dan wadah serta yang tercecer
18 dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 24 jam untuk digunakan dalam
perhitungan bahan kering ransum.
Air minum yang diberikan berupa air mineral yang dimasukkan ke dalam
botol kaca berukuran 100 ml dan diganti setiap 3 hari sekali. Sekam padi sebagai
litter (alas kandang mencit) ditimbang (± 250 g) dan dioven 600C selama 24 jam agar
sekam benar-benar steril, dan sekam diganti setelah masa adaptasi berlangsung.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
yang terdiri dari enam perlakuan dan empat kali ulangan. Setiap unit percobaan
terdiri dari 1 ekor mencit. Model matematik yang digunakan adalah sebagai berikut
(Steel dan Torrie, 1991) :
Yij = µ + τi + εij
Keterangan :
Yij = nilai pengamatan untuk perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = rataan umum τi = efek perlakuan ke-i
εij = pengaruh galat pada satuan percobaan ke-i yang memperoleh perlakuanke-j
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini antara lain konsumsi bahan kering
ransum, kecernaan bahan kering ransum, petambahan bobot badan, dan kadar
glukosa darah.
1. Konsumsi Bahan Kering Ransum
Konsumsi bahan kering ransum dihitung dengan mengurangi jumlah ransum
yang diberikan dengan jumlah ransum yang tersisa dalam sekam. Sisa pakan dihitung
dengan cara, sekam yang telah digunakan selama pemeliharaan dikeringkan dalam
oven 600C selama 24 jam dan dilakukan pengambilan feses. Sisa pakan yang
tertinggal dalam sekam diperoleh dengan mengurangi berat sekam setelah dipakai
19
2.Kecernaan Bahan Kering Ransum
Kecernaan ransum dihitung dengan kecernaan bahan kering semu
berdasarkan Mcdonald et al. (2002) yaitu :
Konsumsi Bahan Kering Ransum – Bahan Kering Feses x 100%
Konsumsi Bahan Kering Ransum
Nilai bahan kering feses diperoleh dengan cara, sekam yang telah digunakan
selama pemeliharaan dikeringkan dalam oven 600C selama 24 jam kemudian
dilakukan pengambilan feses. Berat feses yang diperoleh merupakan berat bahan
kering feses yang akan dihitung untuk nilai kecernaan bahan kering ransum.
3.Pertambahan Bobot Badan
Penimbangan bobot badan dilakukan pada awal dan akhir perlakuan.
Pertambahan bobot badan dihitung dengan mengurangi bobot badan akhir dengan
bobot badan awal dibagi lama pemeliharaan (hari).
4. Kadar Glukosa Darah
Kadar glukosa darah dihitung pada akhir penelitian dengan cara mengambil
sampel darah hewan percobaan dari bagian jantung menggunakan spoit (1ml) dan
diteteskan pada strip glukosa. Selanjutnya strip glukosa dimasukkan ke dalam
glucose test (Smith dan Mangkoewijoyo, 1988). Pengukuran kadar glukosa darah
dilakukan dengan menggunakan alat Accu-check Active produksi Roche (Jerman).
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (Analysis of
Variance) dan dilanjutkan dengan uji jarak Duncan berdasarkan Steel dan Torrie
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertambahan Bobot Badan
Laju pertumbuhan secara nyata dikaitkan dengan bertambahnya bobot hidup
dan ukuran tubuh sebagai refleksi dari kecukupan konsumsi pakan untuk
metabolisme tubuh. Pakan yang tidak mencukupi akan memperlambat pertambahan
bobot hidup dan memperkecil efisiensi penggunaan ransum (Lebas et al., 1986).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ransum yang diuji sangat nyata (P<0,01)
mempengaruhi PBB mencit (Tabel 6). Pertambahan bobot badan diartikan sebagai
kemampuan ternak untuk merubah zat-zat nutrisi yang ada dalam pakan menjadi
daging (Tillman et al., 1989). Pada pemberian ransum kontrol (semi purified diet)
PBB mencit sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan
pemberian ransum yang lain yaitu 0,5 g/ekor/hari (Gambar 4). Nilai ini sesuai
dengan penelitian Sudono (1981) yang melaporkan bahwa laju pertumbuhan mencit
tertinggi dicapai pada saat umur 29 hari, pada jantan dan betina masing-masing 0,55
[image:42.595.100.515.444.558.2]dan 0,5 gram/ekor/hari.
Tabel 6. Rataan Hasil Pengamatan PBB, Konsumsi, Kecernaan BK dan Kadar Glukosa Darah Mencit Selama Pemeliharaan
Perlakuan PBB (g/e/hari) Konsumsi (g/e/hari)
Kecernaan BK (%)
Kadar Glukosa Darah (mg/dl) P0 0,50±0,07A 3,28±0,29A 85,22±1,71a 198,00±40,81A P1 0,27±0,05B 2,18±0,23B 79,74±2,17ab 167,50±7,85AB P2 -0,16±0,03D 1,58±0,07C 76,71±3,03b 142,75±5,38BC P3 0,10±0,23C 2,13±0,32B 77,30±5,23b 145,50±7,77BC P4 -0,14±0,11D 2,94±0,23A 77,33±5,51b 125,00±21,53C P5 0,01±0,04CD 2,12±0,27B 78,79±3,93b 147,25±30,84BC Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat
nyata (P<0,01) dengan huruf besar dan perbedaan nyata (P<0,05) dengan huruf kecil
Pada ransum P1 (Gambar 4) diperoleh hasil bahwa penambahan residu
fermentasi cairan rumen menyebabkan penurunan PBB ±50% dari PBB mencit yang
diberikan perlakuan ransum kontrol. Hal ini terjadi karena diduga terdapat pengaruh
dari pengolahan pakan yang menurunkan palatabilitas pakan pada mencit dan
menyebabkan PBB menurun. Hal ini didukung dengan pernyataan Mcllroy (1977)
bahwa sifat fisik ransum juga akan ditentukan oleh pengolahan yang dilakukan
sebelum diberikan pada ternak, sehingga sangat mempengaruhi palatabilitas pakan,
21 dikonsumsi ternak dan palatabilitas ini dipengaruhi oleh kondisi pakan (rasa, bau,
dan warna) serta hewan itu sendiri karena setiap jenis hewan memiliki tipe jenis
pakan yang disukai dan berbeda antara hewan yang satu dengan lainnya.
0,5 0,27 ‐0,16 0,1 ‐0,14 0,01 ‐0.2 ‐0.1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
P0 P1 P2 P3 P4 P5
PB B (g /e /h a ri )
[image:43.595.112.489.165.365.2]Ransum Perlakuan
Gambar 4. Pertambahan Bobot Badan Mencit
Perlakuan P2 dan P4 (Gambar 4) menunjukkan adanya penurunan bobot
badan. Hal ini terjadi karena masih terdapat pengaruh senyawa DNJ dari ekstrak
daun murbei yang menghambat hidrolisis dan metabolisme nutrien dalam tubuh
ternak. Hasil ini mendukung pernyataan Hock dan Elstner (2005) bahwa senyawa
DNJ bersifat menghambat aktivitas α-glukosidase dalam usus halus secara kompetitif
sehingga pemecahan ikatan glikosida substrat (karbohidrat) menjadi monosakarida
lebih lambat. Hal ini menyebabkan sel tidak memperoleh energi yang cukup dalam
bentuk monosakarida, sehingga terjadi perombakan cadangan glikogen dalam tubuh
yang menyebabkan penurunan PBB.
Pemberian ransum yang ditambahkan ekstrak daun murbei yang difermentasi
dengan cairan rumen yaitu P3 dan P5 (Gambar 4) menunjukkan adanya peningkatkan
bobot badan mencit meskipun tidak signifikan apabila dibandingkan dengan ransum
kontrol. Hal ini terjadi karena senyawa DNJ yang terkandung dalam ekstrak daun
murbei telah dipecah saat proses fermentasi, namun tidak semua senyawa DNJ
didegradasi oleh proses fermentasi tersebut. Senyawa DNJ bekerja secara spesifik
dalam menghambat proses glikogenesis, dalam memecah oligosakarida (Gross et al.,
22 berkompetisi dengan substrat melekat pada sisi aktif enzim glukosidase selama
proses katalisis berlangsung oleh enzim (Hettkamp et al., 1984). Meskipun ekstrak
daun murbei yang diberikan telah difermentasi dengan cairan rumen namun masih
memberikan sedikit efek negatif pada PBB, hal ini ditunjukkan dengan peningkatan
nilai PBB pada pemberian ransum P3 dan P5 yang masih rendah. Akan tetapi hasil
tersebut juga mengindikasikan bahwa senyawa DNJ mampu diminimalkan
pengaruhnya dalam sistem pasca rumen yaitu telah terfermentasi dalam sistem
rumen, sehingga tetap menghasilkan peningkatan PBB meskipun tidak signifikan.
Hal tersebut didukung dengan adanya penelitian Yulistiani (2008) bahwa
suplementasi daun murbei sebesar 40% pada ransum domba yang diberikan jerami
padi-urea menunjukkan bahwa PBB domba mengalami peningkatan. Peningkatan
tersebut terjadi karena pada suplementasi daun murbei sebesar 40% dengan jerami
padi-urea menghasilkan energi dan protein untuk proses fermentasi dalam rumen.
Pencernaan secara hidrolitik melalui bantuan enzim merupakan bagian
pencernaan yang utama untuk hewan monogastrik setelah pencernaan secara mekanis
di dalam mulut, sehingga adanya senyawa DNJ dalam ransum mencit akan sangat
berpengaruh terhadap produktivitas yang ditunjukkan dengan terjadinya penurunan
bobot badan mencit. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun
murbei tanpa proses fermentasi dengan cairan rumen dalam ransum menyebabkan
penurunan bobot badan, sedangkan pemberian ekstrak daun murbei yang
difermentasi dengan cairan rumen menunjukkan adanya peningkatan bobot badan
meskipun tidak signifikan seperti pada ransum kontrol. Sehingga dapat diindikasikan
bahwa pengaruh negatif senyawa DNJ dari ektrak daun murbei yang diberikan pada
mencit dapat dikurangi dengan proses fermentasi. Hal ini menunjukkan bahwa
apabila daun murbei dengan kandungan DNJ 0,06% dan 0,12% diberikan pada
ternak ruminansia akan memberikan hasil PBB yang baik pula dengan asumsi bahwa
senyawa DNJ didegradasi oleh mikroorganisme dalam sistem rumen melalui proses
fermentasi sehingga pengaruh negatif DNJ dapat diminimalkan dan tidak
mengganggu produktivitas ternak ruminansia. Sebaliknya, pemberian daun murbei
pada ternak ruminansia akan menurunkan PBB apabila diasumsikan bahwa DNJ
dalam daun murbei tidak didegradasi oleh mikroorganisme dalam sistem rumen
23
Konsumsi Bahan Kering Ransum
Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi oleh hewan
apabila makanan tersebut diberikan secara ad libitum dalam jangka waktu tertentu
(Parakkasi, 1999). Tingkat konsumsi pakan dan air minum mencit bervariasi menurut
suhu kandang, kelembaban, kualitas pakan, kesehatan dan kadar air pakan. Mencit
dewasa memerlukan pakan sebanyak 15gram/100gram bobot badan/hari dengan
kadar protein diatas 14% dan air minum 15 ml/100gram bobot badan/hari (Malole
dan Pramono, 1989). Hasil analisa statistik menunjukkan beberapa perlakuan
pemberian ransum memiliki pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi
ransum, yaitu ransum kontrol (semi purified diet) memiliki nilai konsumsi yang baik
3.28 g/e/hari (Gambar 5), sehingga juga mendukung PBB mencit secara baik. Smith
dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa kelompok mencit yang berjumlah 7
ekor dapat menghabiskan makanan sebanyak 50 gram selama 2 hari. Jadi dalam satu
hari 1 ekor mencit makan sebanyak ± 3 gram.
3,28 2,18 1,58 2,13 2,94 2,12 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
P0 P1 P2 P3 P4 P5
K o ns um si Ransum (g /e/hari )
[image:45.595.134.481.393.543.2]Ransum Perlakuan
Gambar 5. Konsumsi Ransum Mencit
Perlakuan P2 (Gambar 5) menunjukkan nilai konsumsi yang rendah dan hal
tersebut sejalan dengan nilai PBB yang menurun. Hasil ini sesuai dengan penelitian
Ramdania (2008) yang menyatakan bahwa perlakuan penambahan ekstrak daun
murbei sangat nyata (P<0,01) menurunkan tingkat palatabilitas ransum mencit
sehingga PBB menurun.
Jumlah konsumsi ransum mencit dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
24 ransum (bau, rasa dan warna pakan) serta lingkungan (Malole dan Pramono, 1989).
Perlakuan P4 (Gambar 5) menunjukkan nilai konsumsi (2,94 g/e/hari) yang tidak
berbeda nyata dengan pemberian ransum kontrol (3,28 g/e/hari). Namun, PBB pada
perlakuan P4 cenderung menurun, hal ini terjadi karena masih adanya pengaruh
negatif senyawa DNJ yang terkandung dalam ekstrak daun murbei yang tidak
difermentasi dengan cairan rumen. Menurut Oku et al. (2006) derivat DNJ berupa
D-glukosa mampu menghambat α-glukosidase usus dan α-glukosidase pankreas,
sehingga DNJ dapat menghambat pembentukan monosakarida. Oleh karena tidak
terbentuknya monosakarida dari karbohidrat ransum yang dimakan akibat adanya
efek negatif dari senyawa DNJ, maka PBB mencit menurun meskipun jumlah
ransum yang dikonsumsi tinggi.
Sifat fisik ransum akan ditentukan oleh pengolahan yang dilakukan
sebelum diberikan pada ternak, sehingga sangat mempengaruhi palatabilitas pakan.
Suatu jenis pakan belum tentu mempunyai kandungan nutrien yang sesuai dengan
kebutuhan hidup ternak, tetapi beberapa ahli palatabilitas menganggap bahwa tingkat
palatabilitas pakan lebih penting daripada nilai nutrien pakan tersebut karena pakan
dengan nilai nutrien tinggi tidak akan berarti bila tidak disukai oleh ternak (Mcllroy,
1977). Perlakuan P1, P3 dan P5 (Gambar 5) menunjukkan nilai konsumsi yang
sejalan dengan PBB meskipun tidak sebesar nilai konsumsi pada perlakuan ransum
kontrol. Hal ini terjadi karena adanya pengolahan pakan yang dilakukan sebelumnya
dimana dalam penelitian ini ransum P1 diolah tanpa ekstrak daun murbei sehingga
bebas senyawa DNJ, sedangkan P3 dan P5 diberikan ekstrak daun murbei yang
difermentasi dengan cairan rumen terlebih dahulu sehingga kandungan senyawa yang
bersifat negatif (DNJ) sudah dipecah oleh proses fermentasi dan hanya sedikit
memberikan pengaruh terhadap nilai konsumsi ransum mencit. Nilai konsumsi yang
diperoleh dari masing-masing perlakuan pada mencit dapat menunjukkan bahwa
apabila daun murbei diberikan pada ternak ruminansia akan memberikan efek tingkat
konsumsi yang hampir sama, karena nilai konsumsi ternak sangat dipengaruhi oleh
palatabilitas ternak itu sendiri baik dari rasa, warna maupun bau pakan yang
diberikan. Oleh karena itu, untuk dapat memberikan daun murbei dalam jumlah yang
sesuai dengan kebutuhan ternak ruminansia perlu diperhatikan kesesuaian antara
25
Kecernaan Bahan Kering Ransum
Kecernaan merupakan perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan
makanan dalam alat pencernaan. Perubahan tersebut dapat berupa penghalusan bahan
makanan menjadi partikel kecil, atau penguraian molekul besar menjadi molekul
kecil. Selain itu, pada ruminansia, pakan juga mengalami perombakan sehingga
sifat-sifat kimianya berubah secara fermentatif sehingga menjadi senyawa lain yang
berbeda dengan zat makanan asalnya. Kecernaan bahan kering juga dapat
dipengaruhi oleh kandungan protein pakan, karena setiap sumber protein memiliki
kelarutan dan ketahanan degradasi yang berbeda-beda (Sutardi,1980). Kecernaan
juga merupakan jumlah pakan yang diserap oleh tubuh hewan atau jumlah pakan
yang tidak disekresikan dalam feses (Mcdonald et al., 2002). Hasil Penelitian ini
menunjukkan bahwa setiap perlakuan yang diberikan nyata (P<0,05) mempengaruhi
kecernaan BK ransum (Tabel 6).
85,22
79,74
76,71 77,3 77,33
78,79 72 74 76 78 80 82 84 86
P0 P1 P2 P3 P4 P5
Kecer n aan BK (% )
[image:47.595.146.489.367.547.2]Ransum Perlakuan
Gambar 6. Kecernaan Bahan Kering Ransum Mencit
Pada penelitian ini digunakan perhitungan koefisien cerna semu, yaitu
memperhitungkan seluruh nutrien yang dikeluarkan dalam feses berasal dari
makanan yang dikonsumsi. Perlakuan P0 (Gambar 6) sebagai kontrol memiliki nilai
kecernaan BK paling tinggi yang searah dengan nilai konsumsi dan PBB.
Nilai kecernaan dapat menggambarkan kemampuan hewan mencerna suatu
pakan, selain itu nilai kecernaan dapat menentukan kualitas pakan yang dikonsumsi
oleh hewan (Anggorodi, 1995). Perlakuan P1 (Gambar 6) memiliki nilai kecernaan
26 daun murbei namun ditambahkan residu cairan rumen yang difermentasi untuk
mengindikasikan pakan telah dicerna dalam rumen sehingga nilai kecernaan bahan
keringnya menurun dengan nilai yang tidak berbeda jauh dari ransum kontrol.
Perlakuan P2, P3, P4 dan P5 (Gambar 6) menunjukkan nilai kecernaan BK yang
berbeda dengan P0 dan P1. Hal ini terjadi karena ransum P2, P3, P4, dan P5
menggunakan ekstrak daun murbei yang mengandung senyawa DNJ, sehingga
terjadi penghambatan hidolisis oligosakarida oleh DNJ yang menghasilkan nilai
kecernaan BK pada ransum P2, P3, P4 dan P5 lebih rendah dibandingkan dengan P0
dan P1. Selain itu, nilai kecernaan yang diperoleh juga sangat dipengaruhi oleh
metode pengukuran kecernaan bahan kering ransum yang memang cukup sulit
karena adanya keterbatasan alat sehingga mempengaruhi nilai kecernaan yang
diperoleh.
Secara umum nilai kecernaan BK ransum dengan penambahan ekstrak daun
murbei cukup baik, misalnya pada P3 dan P5 yang ekstrak daun murbeinya telah
difermentasi dengan cairan rumen menghasilkan nilai kecernaan BK yang sejalan
dengan PBB meskipun nilainya menurun 3% dan 1,19% dari P1 . Akan tetapi P2 dan
P4 yang ekstrak daun murbeinya tidak difermentasi dengan cairan rumen
menghasilkan nilai kecernaan BK yang tidak sejalan dengan PBB, yaitu menurun
3,8% dan 3% dari P1. Pada umumnya apabila pakan dapat dicerna dengan baik, akan
berdampak positif untuk produktivitas ternak (seperti peningkatan PBB), namun hal
tersebut dapat diduga bahwa adanya senyawa DNJ dalam ransum menghambat
metabolisme dan hidrolisis nutrien dalam tubuh ternak. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Breitmeier (1997) bahwa senyawa DNJ mampu menghambat hidrolisis
oligosakarida menjadi monomer-monomernya.
Hasil ini menunjukkan bahwa apabila daun murbei diberikan pada ternak
ruminansia akan mampu meningkatkan nilai kecernaan karena daun murbei
mempunyai nilai nutrien yang lengkap dan cukup sesuai untuk memenuhi kebutuhan
ternak ruminansia. Selain itu, dari hasil percobaan dengan menggunakan mencit
menunjukkan nilai kecernaan yang baik akan mendukung produktivitas yaitu PBB
yang baik pula sehingga apabila daun murbei dicerna secara baik pada ternak
27
Kadar Glukosa Darah
Kadar glukosa normal dalam darah mencit berkisar antara 62-175 mg/dl
(Harkness dan Wagner, 1989). Kadar glukosa darah adalah suatu indikator klinis dari
kurang atau tidaknya asupan makanan sebagai sumber energi. Faktor yang
menentukan kadar glukosa darah adalah keseimbangan antara jumlah glukosa yang
masuk dan glukosa yang keluar melalui aliran darah. Hal ini dipengaruhi oleh
masuknya makanan, kecepatan masuk ke dalam sel otot, jaringan lemak dan organ
lain serta aktivitas sintesis glikogen dari glukosa oleh hati (Ganong, 1999). Perlakuan
pemberian jenis ransum P0 dan P1 menghasilkan nilai kadar glukosa darah mencit
yang tidak jauh berbeda (Tabel 6), hal tersebut terjadi karena P0 merupakan ransum
kontrol dan ransum P1 merupakan campuran P0 dengan cairan rumen yang
difermentasi sebagai indikasi ransum terfermentasi dalam sistem rumen. Ransum P1
juga merupakan perlakuan tanpa ekstrak daun murbei sehingga tidak ada efek negatif
dari senyawa DNJ yang menurunkan kadar glukosa darah mencit.
198
167,5
142,75
145,5
125
147,25
0
50
100
150
200
250
P0
P1
P2
P3
P4
P5