• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laju pertumbuhan secara nyata dikaitkan dengan bertambahnya bobot hidup dan ukuran tubuh sebagai refleksi dari kecukupan konsumsi pakan untuk metabolisme tubuh. Pakan yang tidak mencukupi akan memperlambat pertambahan bobot hidup dan memperkecil efisiensi penggunaan ransum (Lebas et al., 1986). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ransum yang diuji sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi PBB mencit (Tabel 6). Pertambahan bobot badan diartikan sebagai kemampuan ternak untuk merubah zat-zat nutrisi yang ada dalam pakan menjadi daging (Tillman et al., 1989). Pada pemberian ransum kontrol (semi purified diet) PBB mencit sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pemberian ransum yang lain yaitu 0,5 g/ekor/hari (Gambar 4). Nilai ini sesuai dengan penelitian Sudono (1981) yang melaporkan bahwa laju pertumbuhan mencit tertinggi dicapai pada saat umur 29 hari, pada jantan dan betina masing-masing 0,55 dan 0,5 gram/ekor/hari.

Tabel 6. Rataan Hasil Pengamatan PBB, Konsumsi, Kecernaan BK dan Kadar Glukosa Darah Mencit Selama Pemeliharaan

Perlakuan PBB (g/e/hari) Konsumsi (g/e/hari) Kecernaan BK (%) Kadar Glukosa Darah (mg/dl) P0 0,50±0,07A 3,28±0,29A 85,22±1,71a 198,00±40,81A P1 0,27±0,05B 2,18±0,23B 79,74±2,17ab 167,50±7,85AB P2 -0,16±0,03D 1,58±0,07C 76,71±3,03b 142,75±5,38BC P3 0,10±0,23C 2,13±0,32B 77,30±5,23b 145,50±7,77BC P4 -0,14±0,11D 2,94±0,23A 77,33±5,51b 125,00±21,53C P5 0,01±0,04CD 2,12±0,27B 78,79±3,93b 147,25±30,84BC Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat

nyata (P<0,01) dengan huruf besar dan perbedaan nyata (P<0,05) dengan huruf kecil

Pada ransum P1 (Gambar 4) diperoleh hasil bahwa penambahan residu fermentasi cairan rumen menyebabkan penurunan PBB ±50% dari PBB mencit yang diberikan perlakuan ransum kontrol. Hal ini terjadi karena diduga terdapat pengaruh dari pengolahan pakan yang menurunkan palatabilitas pakan pada mencit dan menyebabkan PBB menurun. Hal ini didukung dengan pernyataan Mcllroy (1977) bahwa sifat fisik ransum juga akan ditentukan oleh pengolahan yang dilakukan sebelum diberikan pada ternak, sehingga sangat mempengaruhi palatabilitas pakan, selain itu palatabilitas menunjukkan sampai tingkat mana suatu pakan menarik untuk

21 dikonsumsi ternak dan palatabilitas ini dipengaruhi oleh kondisi pakan (rasa, bau, dan warna) serta hewan itu sendiri karena setiap jenis hewan memiliki tipe jenis pakan yang disukai dan berbeda antara hewan yang satu dengan lainnya.

0,5 0,27 ‐0,16 0,1 ‐0,14 0,01 ‐0.2 ‐0.1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 P0 P1 P2 P3 P4 P5 PB B   (g /e /h a ri ) Ransum Perlakuan 

Gambar 4. Pertambahan Bobot Badan Mencit

Perlakuan P2 dan P4 (Gambar 4) menunjukkan adanya penurunan bobot badan. Hal ini terjadi karena masih terdapat pengaruh senyawa DNJ dari ekstrak daun murbei yang menghambat hidrolisis dan metabolisme nutrien dalam tubuh ternak. Hasil ini mendukung pernyataan Hock dan Elstner (2005) bahwa senyawa DNJ bersifat menghambat aktivitas α-glukosidase dalam usus halus secara kompetitif sehingga pemecahan ikatan glikosida substrat (karbohidrat) menjadi monosakarida lebih lambat. Hal ini menyebabkan sel tidak memperoleh energi yang cukup dalam bentuk monosakarida, sehingga terjadi perombakan cadangan glikogen dalam tubuh yang menyebabkan penurunan PBB.

Pemberian ransum yang ditambahkan ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen yaitu P3 dan P5 (Gambar 4) menunjukkan adanya peningkatkan bobot badan mencit meskipun tidak signifikan apabila dibandingkan dengan ransum kontrol. Hal ini terjadi karena senyawa DNJ yang terkandung dalam ekstrak daun murbei telah dipecah saat proses fermentasi, namun tidak semua senyawa DNJ didegradasi oleh proses fermentasi tersebut. Senyawa DNJ bekerja secara spesifik dalam menghambat proses glikogenesis, dalam memecah oligosakarida (Gross et al., 1983). DNJ berperan sebagai penghambat glukosidase yang kompetitif, yaitu

22 berkompetisi dengan substrat melekat pada sisi aktif enzim glukosidase selama proses katalisis berlangsung oleh enzim (Hettkamp et al., 1984). Meskipun ekstrak daun murbei yang diberikan telah difermentasi dengan cairan rumen namun masih memberikan sedikit efek negatif pada PBB, hal ini ditunjukkan dengan peningkatan nilai PBB pada pemberian ransum P3 dan P5 yang masih rendah. Akan tetapi hasil tersebut juga mengindikasikan bahwa senyawa DNJ mampu diminimalkan pengaruhnya dalam sistem pasca rumen yaitu telah terfermentasi dalam sistem rumen, sehingga tetap menghasilkan peningkatan PBB meskipun tidak signifikan. Hal tersebut didukung dengan adanya penelitian Yulistiani (2008) bahwa suplementasi daun murbei sebesar 40% pada ransum domba yang diberikan jerami padi-urea menunjukkan bahwa PBB domba mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut terjadi karena pada suplementasi daun murbei sebesar 40% dengan jerami padi-urea menghasilkan energi dan protein untuk proses fermentasi dalam rumen.

Pencernaan secara hidrolitik melalui bantuan enzim merupakan bagian pencernaan yang utama untuk hewan monogastrik setelah pencernaan secara mekanis di dalam mulut, sehingga adanya senyawa DNJ dalam ransum mencit akan sangat berpengaruh terhadap produktivitas yang ditunjukkan dengan terjadinya penurunan bobot badan mencit. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun murbei tanpa proses fermentasi dengan cairan rumen dalam ransum menyebabkan penurunan bobot badan, sedangkan pemberian ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen menunjukkan adanya peningkatan bobot badan meskipun tidak signifikan seperti pada ransum kontrol. Sehingga dapat diindikasikan bahwa pengaruh negatif senyawa DNJ dari ektrak daun murbei yang diberikan pada mencit dapat dikurangi dengan proses fermentasi. Hal ini menunjukkan bahwa apabila daun murbei dengan kandungan DNJ 0,06% dan 0,12% diberikan pada ternak ruminansia akan memberikan hasil PBB yang baik pula dengan asumsi bahwa senyawa DNJ didegradasi oleh mikroorganisme dalam sistem rumen melalui proses fermentasi sehingga pengaruh negatif DNJ dapat diminimalkan dan tidak mengganggu produktivitas ternak ruminansia. Sebaliknya, pemberian daun murbei pada ternak ruminansia akan menurunkan PBB apabila diasumsikan bahwa DNJ dalam daun murbei tidak didegradasi oleh mikroorganisme dalam sistem rumen sehingga pengaruh negatif DNJ masih mengganggu produktivitas ternak ruminansia.

23

Konsumsi Bahan Kering Ransum

Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi oleh hewan apabila makanan tersebut diberikan secara ad libitum dalam jangka waktu tertentu (Parakkasi, 1999). Tingkat konsumsi pakan dan air minum mencit bervariasi menurut suhu kandang, kelembaban, kualitas pakan, kesehatan dan kadar air pakan. Mencit dewasa memerlukan pakan sebanyak 15gram/100gram bobot badan/hari dengan kadar protein diatas 14% dan air minum 15 ml/100gram bobot badan/hari (Malole dan Pramono, 1989). Hasil analisa statistik menunjukkan beberapa perlakuan pemberian ransum memiliki pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi ransum, yaitu ransum kontrol (semi purified diet) memiliki nilai konsumsi yang baik 3.28 g/e/hari (Gambar 5), sehingga juga mendukung PBB mencit secara baik. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa kelompok mencit yang berjumlah 7 ekor dapat menghabiskan makanan sebanyak 50 gram selama 2 hari. Jadi dalam satu hari 1 ekor mencit makan sebanyak ± 3 gram.

3,28 2,18 1,58 2,13 2,94 2,12 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 P0 P1 P2 P3 P4 P5 K o ns um si   Ransum   (g /e/hari ) Ransum Perlakuan  

Gambar 5. Konsumsi Ransum Mencit

Perlakuan P2 (Gambar 5) menunjukkan nilai konsumsi yang rendah dan hal tersebut sejalan dengan nilai PBB yang menurun. Hasil ini sesuai dengan penelitian Ramdania (2008) yang menyatakan bahwa perlakuan penambahan ekstrak daun murbei sangat nyata (P<0,01) menurunkan tingkat palatabilitas ransum mencit sehingga PBB menurun.

Jumlah konsumsi ransum mencit dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah bobot individu ternak, tipe dan tingkat produksi, jenis makanan atau sifat fisik

24 ransum (bau, rasa dan warna pakan) serta lingkungan (Malole dan Pramono, 1989). Perlakuan P4 (Gambar 5) menunjukkan nilai konsumsi (2,94 g/e/hari) yang tidak berbeda nyata dengan pemberian ransum kontrol (3,28 g/e/hari). Namun, PBB pada perlakuan P4 cenderung menurun, hal ini terjadi karena masih adanya pengaruh negatif senyawa DNJ yang terkandung dalam ekstrak daun murbei yang tidak difermentasi dengan cairan rumen. Menurut Oku et al. (2006) derivat DNJ berupa D- glukosa mampu menghambat α-glukosidase usus dan α-glukosidase pankreas, sehingga DNJ dapat menghambat pembentukan monosakarida. Oleh karena tidak terbentuknya monosakarida dari karbohidrat ransum yang dimakan akibat adanya efek negatif dari senyawa DNJ, maka PBB mencit menurun meskipun jumlah ransum yang dikonsumsi tinggi.

Sifat fisik ransum akan ditentukan oleh pengolahan yang dilakukan sebelum diberikan pada ternak, sehingga sangat mempengaruhi palatabilitas pakan. Suatu jenis pakan belum tentu mempunyai kandungan nutrien yang sesuai dengan kebutuhan hidup ternak, tetapi beberapa ahli palatabilitas menganggap bahwa tingkat palatabilitas pakan lebih penting daripada nilai nutrien pakan tersebut karena pakan dengan nilai nutrien tinggi tidak akan berarti bila tidak disukai oleh ternak (Mcllroy, 1977). Perlakuan P1, P3 dan P5 (Gambar 5) menunjukkan nilai konsumsi yang sejalan dengan PBB meskipun tidak sebesar nilai konsumsi pada perlakuan ransum kontrol. Hal ini terjadi karena adanya pengolahan pakan yang dilakukan sebelumnya dimana dalam penelitian ini ransum P1 diolah tanpa ekstrak daun murbei sehingga bebas senyawa DNJ, sedangkan P3 dan P5 diberikan ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen terlebih dahulu sehingga kandungan senyawa yang bersifat negatif (DNJ) sudah dipecah oleh proses fermentasi dan hanya sedikit memberikan pengaruh terhadap nilai konsumsi ransum mencit. Nilai konsumsi yang diperoleh dari masing-masing perlakuan pada mencit dapat menunjukkan bahwa apabila daun murbei diberikan pada ternak ruminansia akan memberikan efek tingkat konsumsi yang hampir sama, karena nilai konsumsi ternak sangat dipengaruhi oleh palatabilitas ternak itu sendiri baik dari rasa, warna maupun bau pakan yang diberikan. Oleh karena itu, untuk dapat memberikan daun murbei dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan ternak ruminansia perlu diperhatikan kesesuaian antara kualitas pakan yang diberikan dengan kebutuhan ternak.

25

Kecernaan Bahan Kering Ransum

Kecernaan merupakan perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan makanan dalam alat pencernaan. Perubahan tersebut dapat berupa penghalusan bahan makanan menjadi partikel kecil, atau penguraian molekul besar menjadi molekul kecil. Selain itu, pada ruminansia, pakan juga mengalami perombakan sehingga sifat- sifat kimianya berubah secara fermentatif sehingga menjadi senyawa lain yang berbeda dengan zat makanan asalnya. Kecernaan bahan kering juga dapat dipengaruhi oleh kandungan protein pakan, karena setiap sumber protein memiliki kelarutan dan ketahanan degradasi yang berbeda-beda (Sutardi,1980). Kecernaan juga merupakan jumlah pakan yang diserap oleh tubuh hewan atau jumlah pakan yang tidak disekresikan dalam feses (Mcdonald et al., 2002). Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa setiap perlakuan yang diberikan nyata (P<0,05) mempengaruhi kecernaan BK ransum (Tabel 6).

85,22 79,74 76,71 77,3 77,33 78,79 72 74 76 78 80 82 84 86 P0 P1 P2 P3 P4 P5 Kecer n aan   BK   (% ) Ransum Perlakuan 

Gambar 6. Kecernaan Bahan Kering Ransum Mencit

Pada penelitian ini digunakan perhitungan koefisien cerna semu, yaitu memperhitungkan seluruh nutrien yang dikeluarkan dalam feses berasal dari makanan yang dikonsumsi. Perlakuan P0 (Gambar 6) sebagai kontrol memiliki nilai kecernaan BK paling tinggi yang searah dengan nilai konsumsi dan PBB.

Nilai kecernaan dapat menggambarkan kemampuan hewan mencerna suatu pakan, selain itu nilai kecernaan dapat menentukan kualitas pakan yang dikonsumsi oleh hewan (Anggorodi, 1995). Perlakuan P1 (Gambar 6) memiliki nilai kecernaan BK yang menurun 6,4% dari kontrol karena ransum P1 tidak menggunakan ekstrak

26 daun murbei namun ditambahkan residu cairan rumen yang difermentasi untuk mengindikasikan pakan telah dicerna dalam rumen sehingga nilai kecernaan bahan keringnya menurun dengan nilai yang tidak berbeda jauh dari ransum kontrol. Perlakuan P2, P3, P4 dan P5 (Gambar 6) menunjukkan nilai kecernaan BK yang berbeda dengan P0 dan P1. Hal ini terjadi karena ransum P2, P3, P4, dan P5 menggunakan ekstrak daun murbei yang mengandung senyawa DNJ, sehingga terjadi penghambatan hidolisis oligosakarida oleh DNJ yang menghasilkan nilai kecernaan BK pada ransum P2, P3, P4 dan P5 lebih rendah dibandingkan dengan P0 dan P1. Selain itu, nilai kecernaan yang diperoleh juga sangat dipengaruhi oleh metode pengukuran kecernaan bahan kering ransum yang memang cukup sulit karena adanya keterbatasan alat sehingga mempengaruhi nilai kecernaan yang diperoleh.

Secara umum nilai kecernaan BK ransum dengan penambahan ekstrak daun murbei cukup baik, misalnya pada P3 dan P5 yang ekstrak daun murbeinya telah difermentasi dengan cairan rumen menghasilkan nilai kecernaan BK yang sejalan dengan PBB meskipun nilainya menurun 3% dan 1,19% dari P1 . Akan tetapi P2 dan P4 yang ekstrak daun murbeinya tidak difermentasi dengan cairan rumen menghasilkan nilai kecernaan BK yang tidak sejalan dengan PBB, yaitu menurun 3,8% dan 3% dari P1. Pada umumnya apabila pakan dapat dicerna dengan baik, akan berdampak positif untuk produktivitas ternak (seperti peningkatan PBB), namun hal tersebut dapat diduga bahwa adanya senyawa DNJ dalam ransum menghambat metabolisme dan hidrolisis nutrien dalam tubuh ternak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Breitmeier (1997) bahwa senyawa DNJ mampu menghambat hidrolisis oligosakarida menjadi monomer-monomernya.

Hasil ini menunjukkan bahwa apabila daun murbei diberikan pada ternak ruminansia akan mampu meningkatkan nilai kecernaan karena daun murbei mempunyai nilai nutrien yang lengkap dan cukup sesuai untuk memenuhi kebutuhan ternak ruminansia. Selain itu, dari hasil percobaan dengan menggunakan mencit menunjukkan nilai kecernaan yang baik akan mendukung produktivitas yaitu PBB yang baik pula sehingga apabila daun murbei dicerna secara baik pada ternak ruminansia, maka akan menghasilkan nilai produktivitas yang baik pula.

27

Kadar Glukosa Darah

Kadar glukosa normal dalam darah mencit berkisar antara 62-175 mg/dl (Harkness dan Wagner, 1989). Kadar glukosa darah adalah suatu indikator klinis dari kurang atau tidaknya asupan makanan sebagai sumber energi. Faktor yang menentukan kadar glukosa darah adalah keseimbangan antara jumlah glukosa yang masuk dan glukosa yang keluar melalui aliran darah. Hal ini dipengaruhi oleh masuknya makanan, kecepatan masuk ke dalam sel otot, jaringan lemak dan organ lain serta aktivitas sintesis glikogen dari glukosa oleh hati (Ganong, 1999). Perlakuan pemberian jenis ransum P0 dan P1 menghasilkan nilai kadar glukosa darah mencit yang tidak jauh berbeda (Tabel 6), hal tersebut terjadi karena P0 merupakan ransum kontrol dan ransum P1 merupakan campuran P0 dengan cairan rumen yang difermentasi sebagai indikasi ransum terfermentasi dalam sistem rumen. Ransum P1 juga merupakan perlakuan tanpa ekstrak daun murbei sehingga tidak ada efek negatif dari senyawa DNJ yang menurunkan kadar glukosa darah mencit.

198

167,5

142,75

145,5

125

147,25

0

50

100

150

200

250

P0

P1

P2

P3

P4

P5

Kad a r   Gl ukos a   Dar a h   (mg/dl )

Ransum Perlakuan 

Gambar 7. Kadar Glukosa Darah Mencit

Pada perlakuan P2 dan P4 dapat dicermati bahwa kadar glukosa darah mencit yang diberi penambahan ekstrak daun murbei tanpa proses fermentasi dengan cairan rumen rendah (Gambar 7), artinya ransum dengan ekstrak daun murbei tanpa fermentasi dengan cairan rumen nyata menurunkan kadar glukosa darah mencit dibandingkan dengan ransum lainnya. Maka dapat diindikasikan bahwa terdapat

28 penghambatan hidrolisis karbohidrat oleh senyawa DNJ yang terkandung di dalam ekstrak daun murbei sehingga menurunkan kadar glukosa darah pada mencit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arai et al. (1998) bahwa senyawa DNJ dapat menghambat hidrolisis karbohidrat menjadi monosakarida di dalam usus kecil. Rendahnya karbohidrat yang dapat dipecah menjadi monosakarida oleh enzim glukosidase menyebabkan konsentrasi glukosa yang terserap oleh sel juga menurun.

Diketahui bahwa senyawa DNJ pada daun murbei bekerja secara spesifik dalam menghambat proses glikogenesis, dalam memecah oligosakarida (Gross et al., 1983). Kimura et al. (2004) menyatakan bahwa senyawa DNJ diketahui dapat menekan kadar glukosa darah. Hal tersebut berbeda dengan ransum yang ditambahkan ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen yang mampu mengurangi pengaruh negatif senyawa DNJ untuk menurunkan kadar glukosa darah mencit yaitu perlakuan P3 dan P5 (Gambar 7). Indikasi ini terjadi karena senyawa DNJ dari ransum yang mengandung ekstrak daun murbei dengan kandungan DNJ 0,06-0,12% telah mengalami degradasi dalam proses fermentasi namun tidak sepenuhnya senyawa DNJ tersebut terdegradasi oleh proses fermentasi di sistem rumen, sehingga senyawa DNJ yang tersisa dari degradasi tersebut masih memiliki kemungkinan untuk lolos ke sistem pasca rumen dan menghambat pemecahan karbohidrat menjadi monomer-monomernya. Bentuk karbohidrat sederhana (glukosa, galaktosa, fruktosa) yang tidak atau kurang tersedia dalam tubuh akan menyebabkan sel juga mengalami kekurangan glukosa, sehingga kadar glukosa darah menurun. Namun penurunan kadar glukosa darah pada perlakuan pemberian ransum dengan ekstrak daun murbei yang difermentasi dengan cairan rumen yaitu perlakuan pemberian ransum P3 dan P5 tidak serendah kadar glukosa darah pada perlakuan pemberian ransum dengan ekstrak daun murbei tanpa proses fermentasi dengan cairan rumen yaitu pada perlakuan pemberian ransum P2 dan P4. Hasil pengukuran kadar glukosa darah yang diperoleh dari percobaan menggunakan hewan model sistem pasca rumen berupa mencit tersebut mampu mengindikasikan bahwa apabila ternak ruminansia diberikan daun murbei, maka asumsi bahwa DNJ daun murbei yang tidak difermentasi oleh sistem rumen yaitu P2 dan P4 akan menurunkan kadar glukosa darah ternak, sehingga menggambarkan bahwa kadar glukosa darah ternak ruminansia yang diberikan daun murbei akan menurun. Sebaliknya, apabila

29 diasumsikan bahwa DNJ daun murbei telah difermentasi dalam sistem rumen, maka daun murbei yang diberikan pada ternak ruminansia akan menjaga kadar glukosa darah karena pengaruh negatif DNJ untuk menekan kadar glukosa darah telah diminimalkan dengan adanya proses fermentasi dalam sistem rumen.

Dokumen terkait