SURABAYA
SKRIPSI
Oleh
ST. Alfi’ah
NIM. C02211104
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Ekonomi Syariah ( Muamalah) Surabaya
SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu
Oleh :
ST. Alfi’ah
NIM. C02211104
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah ( Muamalah)
Pengelolaan Zakat terhadap Legalitas dan Pengelolaan Lembaga Amil Zakat di Yayasan Yatim Mandiri Surabaya”. The problems of this research is: 1. How the legality of amil zakat institution in Surabaya Yatim Mandiri instution. 2. How the analysis of UU no. 23 of 2011 and regulation No. 14 of 2014 concerning the management of zakat.
The methode is collected of data have use interview and documentation technical. Then use analysis of idea system inductive to get conclution use analysis of UU no. 23 of 2011 and regulation No. 14 of 2014 concerning the management of zakat.
From this research, first, abaout legality of Yatim Mandiri institution not yet true based UU no. 23 of 2011 and regulation No. 14 of 2014 concerning the management of zakat. The point of UU and regulation number 18 and 57, 58, 59 have mean that if amil zakat institution must have permitted as LAZ institution in Departement of religi. Second, the system of management amil zakat intitution is true based UU no. 23 of 2011 and regulation No. 14 of 2014 concerning the management of zakat. The management of zakat in Yatim Mandiri has doing with konsumtif and productif. Konsumtif to mustahik that can not full of primary need. Productif to give trying activity and modal to busniss.
“Tinjauan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 dan PP No. 14 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Zakat terhadap Legalitas dan Pengelolaan Lembaga Amil Zakat di
Yayasan Yatim Mandiri Surabaya”. Penelitian ini untuk menjawab pertanyaan
bagaimana legalitas dan pengelolaan lembaga amil zakat di yayasan Yatim Mandiri Surabaya dan bagaimana tinjauan undang-undang No. 23 tahun 2011 dan PP No. 14 tahun 2014 tentang pengelolaan zakat terhadap legalitas dan pengelolaan lembaga amil zakat di yayasan Yatim Mandiri Surabaya.
Data penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara, dokumentasi, kemudian dianalisis menggunakan pola pikir induktif untuk mendapatkan kesimpulan yang dianalisis dengan menggunakan Undang-Undang No. 23 tahun 2011 dan PP No. 14 tahun 2014 tentang pengelolaan zakat.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa Pertama, mengenai legalisasi yayasan Yatim Mandiri Surabaya memang belum sesuai aturan UU No. 23 tahun 2011 dan PP No. 14 tahun 2014. UU pasal 18 dan PP pasal 57, 58, 59 ini menjelaskan bahwa lembaga amil zakat (LAZ) harus mendapatkan izin Menteri keagamaan atau pejabat yang ditunjuk Menteri. Yayasan Yatim Mandiri belum mendapat izin sebagai lembaga LAZ di Kementerian Agama dan saat ini masih diproses. Kedua, sistem pengelolaan lembaga amil zakat yayasan Yatim Mandiri telah sesuai dengan UU No. 23 tahun 2011 dan PP No. 14 tahun 2014 tentang pelaksnaan pengelolaan zakat. Pengelolaan zakat Yatim Mandiri dilakukan dengan cara konsumtif dan produktif. Konsumtif untuk mustahik yang belum bisa mencukupi kebutuhan dasarnya dan produktif untuk memberikan bantuan pelatihan dan pengembangan usaha guna meningkatkan ekonomi mustahik.
A. Latar Belakang
Peraturan zakat terbaru di Indonesia terdapat dalam UU No. 23 Tahun
2011 tentang Pengelolaan Zakat dan PP No. 14 Tahun 2014 tentang
Pelaksanaan Pengelolaan Zakat. Sebelum Indonesia membuat aturan tentang
zakat, zakat sudah dijelaskan dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Diantara
firman Allah tentang zakat yaitu surah at-Taubah ayat 103:
kamu membersihkan dan menyucikan mereka... “.1
Dari ayat tersebut dijelaskan bahwa menunaikan zakat adalah kewajiban
umat Islam. Zakat dapat mensucikan jiwa dari penyakit kikir dan bakhil. Ia
juga melatih seorang Mukmin untuk bersifat pemberi dandermawan. Mereka
dilatih untuk tidak menahan diri dari mengeluarkan zakat, melainkan mereka
dilatih untuk ikut andil dalam menunaikan kewajiban sosial, yakni kewajiban
untuk mengangkat (kemakmuran) negara dengan cara memberikan harta
kepada fakir miskin, ketika dibutuhkan atau dengan mempersiapkan tentara,
membendung musuh, atau menolong fakir miskin dengan kadar yang cukup.2
1Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemah, ( Bandung : J-Art, 2004), 204.
Dalam istilah ekonomi zakat merupakan tindakan pemindahan kekayaan
dari golongan kaya kepada golongan tidak punya. Transfer kekayaan berarti
transfer sumber-sumber ekonomi. Umpamanya seseorang menerima zakat
untuk berkonsumsi atau berproduksi, dengan demikian zakat walaupun pada
dasarnya merupakan ibadah kepada Allah, bisa mempunyai arti ekonomi.3
Di Indonesia mayoritas penduduknya muslim, zakat menjadi dimensi
yang potensial untuk dikelola dan dikembangkan. Dengan begitu untuk
mempermudah mendayagunakan hasil zakat terbentuk organisasi pengelola
zakat yaitu: Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat ( LAZ).4
Kedua organisasi ini memiliki prinsip manajemen yang sama mencakup
perencanaan, pengumpulan, pendayagunaan, dan pengendalian.
UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat merupakan hasil
amandemen dari UU No. 38 Tahun 1999. UU tersebut dibuat untuk
mempermudah dalam mendayagunakan hasil zakat. Sebab zakat sangat
potensial untuk dikembangkan dan dikelola sesuai syariat Islam. Zakat
menjadi rukun Islam dan mempunyai nilai fundamental dalam peranan untuk
kesejahteraan masyarakat.
Dengan adanya amandemen undang-undang tersebut menunjukkan
bahwa pemerintah memperhatikan potensi zakat penting untuk dikekola
dengan baik dan struktural. Pemerintah selanjutnya menerbitkan PP No. 14
Tahun 2014 tentang Pelaksanaaan UU No. 23 Tahun 2011 tentang
3Muhammad Ridwan Mas’ud, Zakat dan Kemiskinan “Instrumen Pemberdayaan Ekonomi”, (Yogyakarta; UII Press Yogyakarta, 2005), 42.
Pengelolaan Zakat. Niat baik pemerintah memperbarui undang-undang
tersebut berkontribusi dalam perbaikan manajemen dan sistem pengelolaan
zakat.
Substansi dari beberapa pasal yang ada dalam UU No. 23 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Zakat menimbulkan banyak interpretasi dari
beberapa kalangan. Menurut pemerintah substansi UU No. 23 Tahun 2011
dan PP No. 14 tahun 2014 tentang Pengelolaan Zakat, lembaga-lembaga
pengelola zakat harus diperkuat, independen oleh pemerintah dan berada
dalam pengawasan sepenuhnya oleh pemerintah. Bukan berarti pemerintah
ingin mengambilalih pengelolaan zakat yang dilakukan oleh lembaga amil
zakat atau masyarakat, pemerintah bertujuan memberikan payung hukum,
melindungi, dan memperbaiki tata kelolola zakat kepada semua elemen
lembaga dan masyarakat.
Pihak lembaga amil zakat menginterpretasikan hasil revisi UU zakat
tersebut, telah menghambat kinerja serta peran lembaga-lembaga zakat yang
telah ada. Hal ini disebabkan substansi yang terkandung dalam UU zakat
tersebut menyatakan bahwa: “…setiap Lembaga Amil Zakat yang ingin
mendapatkan izin untuk menyalurkan, mendistribusikan dan
mendayagunakan zakat setidaknya harus terdaftar sebagai organisasi
kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah dan
sosial”.5
Yayasan Yatim Mandiri merupakan lembaga pengelola zakat, infak,
sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya yang sudah lama dipercaya
masyarakat. Yatim Mandiri mempunyai program atau hasil kinerja yang
terbukti membawa kesejahteraan para yatim di panti asuhan. Banyak cabang
di beberapa kecamatan dan kabupaten yang tersebar di Indonesia khususnya
paling banyak ada 11 cabang di Jawa timur. Dengan adanya UU dan PP
terbaru yang mengatur tentang pengelolaan zakat terlebih pada pasal yang
mewajibkan yayasan Yatim Mandiri sebagai Lembaga Amil Zakat harus
terdaftar di Kementrian Agama, maka akan membawa dampak perubahan
manajemen yayasan.
Sejauh ini sejak UU No. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat
diundangkan, banyak Lembaga Amil Zakat yang merasa keberatan dengan
perizinan baru. Namun, UU sudah ditetapkan dan masyarakat atau lembaga
yang berkaitan wajib mentaati. Jika masih ada LAZ yang tidak mengurus
perijinan baru maka berdasarkan UU tersebut pemerintah berhak
memberikan sanksi. Fakta di lapangan pemerintah belum memberikan sanksi
terhadap lembaga yang belum mengurus perijinan.
Disusul Peraturan Pemerintah (PP) No. 14 Tahun 2014 yang
ditandatangi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 14
Februari 2014 menurut Nanang Q. el-Ghazal (Marketing Director
LAZISMU) juga bertentangan dengan Undang-Undang (UU) No. 23 Tahun
2011 tentang Pengelolaan Zakat. Selain bertentangan, Peraturan Pemerintah
beberapa pasal yang ada. Salah satu contoh pasal yang bertentangan dengan
UU No. 23 Tahun 2011 adalah pasal 62 & 63 tentang pembentukan
perwakilan LAZ (Lembaga Amil Zakat) yang dibatasi hanya ditingkat
provinsi untuk LAZ skala Nasional dan ditingkat kabupaten/kota untuk LAZ
skala Provinsi. Sedang LAZ skala kabupaten/kota tidak ada perwakilan.6
Pasal-pasal tersebut jelas bertentangan dengan UU No. 23 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Zakat pasal 2f yang berpegang pada azas terintegrasi, di
mana di dalam penjelasan terkait pasal 2 tersebut dinyatakan bahwa
pengelolaan zakat dilaksanakan secara hirarkis dalam upaya meningkatkan
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Pasal 62 dan 63 PP
Nomor 14/2014 ini juga bertentangan dengan persyaratan pendirian lembaga
amil zakat (LAZ) yang salah satunya harus terdaftar sebagai organisasi
kemasyarakatan Islam. Kita semua mengetahui bahwa hirarki atau struktur
organisasi ormas ada dari tingkat pusat hingga tingkat paling bawah yaitu
kelurahan.
Walau tidak dimaksudkan untuk mensubordinasi eksistensi Lembaga
zakat, keberadaan lembaga amil zakat (LAZ) yang dibentuk masyarakat
sebagaimana dituangkan dalam pasal 17 UU Nomor 23/2011 bertujuan
membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat. Tentunya tujuan “membantu” ini tidak akan berjalan
dengan baik jika kelembagaan LAZ Nasional dibatasi hanya di tingkat
provinsi.
Dengan pembatasan pembentukan perwakilan lembaga amil zakat
(LAZ) juga bertentangan dengan Pasal 26 UU No. 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat yang menyatakan bahwa pendistribusian zakat dilakukan
berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan,
keadilan, dan kewilayahan. Sedangkan ketidakkonsistenan PP Nomor
14/2014 ini salah satunya ditunjukkan dalam pasal 66 yang menyatakan
bahwa “Dalam hal di suatu komunitas dan wilayah tertentu belum
terjangkau oleh BAZNAS dan LAZ, kegiatan Pengelolaan Zakat dapat
dilakukan oleh perkumpulan orang, perseorangan tokoh umat Islam (alim
ulama), atau pengurus/takmir masjid/musala sebagai amil zakat”.
Salah satu Lembaga Amil Zakat (LAZ) di Surabaya yang dalam hal ini
yayasan Yatim Mandiri, lembaga swasta yang bergerak bidang wakaf, infak,
zakat, dan sedekah khususnya jika harus mengurus perijinan yang telah
ditentukan sesuai UU terbaru tersebut maka akan memberatkan karena
harus merubah struktur ulang dan dibatasi dengan perijinan yang berliku.
Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas maka penulis
akan mengkaji lebih dalam bentuk skripsi dengan judul “Tinjauan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 dan PP Nomor 14 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Zakat Terhadap Legalitas dan Pengelolaan Lembaga Amil
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat diperoleh identifikasi masalahnya
adalah sebagai berikut:
1. Legalitas Lembaga Amil Zakat (LAZ).
2. Ketaatan lembaga amil zakat terhadap UU No. 13 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
3. Tinjauan UU No. 23 Tahun 2011/ PP No. 14 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Zakat pada lembaga amil zakat.
4. Macam-macam organisasi pengelolaan zakat.
5. Dampak ketidaktaatan lembaga amil zakat.
6. Manajemen pengelolaan zakat.
7. Persyaratan pendirian lembaga amil zakat.
Berdasarkan identifikasi masalah dan kemampuan penulis dalam
mengidentifikasi masalah, maka dalam penelitian ini akan dilakukan
pembatasan masalah sebagai berikut:
1. Legalitas dan pengelolaan lembaga amil zakat di Yayasan Yatim Mandiri Surabaya.
2. Tinjauan UU No. 23 Tahun 2011 dan PP No. 14 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Zakat terhadap legalitas dan pengelolaan lembaga amil
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana legalitas dan pengelolaan lembaga amil zakat di Yayasan
Yatim Mandiri Surabaya?
2. Bagaimana tinjauan UU No. 23 Tahun 2011 dan PP No. 14 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Zakat terhadap legalitas dan pengelolaan lembaga
amil zakat di Yayasan Yatim Mandiri Surabaya?
D. Kajian Pustaka
Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Zainul Lutfi,7 dengan judul ”
Sistem Pengelolaan Zakat Sebelum dan Sesudah ditetapkan UU RI No.
38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat” untuk menjawab pertanyaan
bagaimana sistem pengelolaan zakat sebelum ditetapkan UU RI No. 38
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dan bagaimana sistem pengelolaan
zakat sesudah ditetapkan UU RI No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan
Zakat. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah pengelolaan zakat
sebelum ditetapkan UU No.38/1999 belum ditangani secara serius dan
pengelolaaanya belum melembaga, pengelolaan hanya terbatas pengumpulan
zakat fitrah dan infak dari anggota KORPRI dan sesudah ditetapkanya UU
No. 38/1999 pengelolaan zakat di BAZ Surabaya menunjukkan lumayan baik
meskipun secara terinci belum menunjukkan hasil yang memuaskan.
7Ahmad Zainul Lutfi, “Sistem Pengelolaan Zakat Sebelum dan Sesudah ditetapkan UU RI NO
Penelitian yang dilakukan oleh Apriwinda Intan Puspitasari,8 dengan
judul ”Implementasi UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat
oleh BAZ (Badan Amil Zakat) di Kabupaten Ngawi”. Penelitian ini untuk
menjawab pertanyaan bagaimana pengelolaan zakat oleh BAZ dan
bagaimana implementasi UU No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan
Zakat. Kemudian menggunakan analisis data kualitatif dengan pendekatan
deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah pengumpulan zakat dilakukan
dengan cara membentuk UPZ (Unit Pengumpulan Zakat) yang berada di
masing-masing instansi/kantor/dinas, Desa, Kecamatan di seluruh
Kabupaten Ngawi dan pendistribusian zakat dilakukan dengan dua cara
yaitu konsumtif dan produktif.
Penelitian yang dilakukan oleh M. Wildan Humaidi,9 dengan judul “
Pengelolaan Zakat dalam Pasal 18 Ayat 2 UU No. 23 Tahun 2011 (Studi
Respon Lembaga Pengelola Zakat di Kota Yogyakarta)”. Penelitian ini
untuk menjawab bagaimana problem dan respon lembaga pengelola zakat
yang ada di kota Yogyakarta atas lahirnya pasal 18 ayat 2 dalam UU No. 23
Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Hasilnya terdapat perbedaan respon
dari berbagai lembaga amil zakat, Rumah Zakat menolak UU tersebut,
Dompet Dhuafa dan LAZIZMU menerima sebagian dan menolak sebagian,
dan LAZ Masjid Syuhada dan Masjid Jogokariyan menerima UU tersebut.
8Apriwinda Intan Puspitasari, “Implementasi UU No 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat
oleh BAZ (Badan Amil Zakat) di Kabupaten Ngawi”, (Skrips--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2010), v.
9 M. Wildan Maidi, “Pengelolaan Zakat dalam Pasal 18 Ayat 2 UU No. 23 Tahun 2011(Studi
Respon Lembaga Pengelola Zakat di Kota Yogyakarta)”, dalam http;//digilib.uin.suka.ac.id/7754,
Penelitian yang dilakukan oleh Trie Anis Rosyidah dkk.,10 yang
berjudul “Implementasi UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat
terhadap Legalitas Lembaga Amil Zakat ( Studi di beberapa lembaga amil
zakat di Malang)” untuk menjawab pertanyaan bagaimana implementasi UU
No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat terhadap Legalits Lembaga
Amil Zakat ( Studi di beberapa lembaga amil zakat di Malang. Hasinya UU
tersebut belum tersosialisasi penuh sehingga masyarakat ragu bahwa UU
tersebut sudah diterapkan dikarenakan terdapat pasal yang tidak sesuai
kondisi masyarakat serta menghambat legalitas LAZ dalam mengelola zakat.
Penelitian terdahulu menjabarkan tentang sistem pengelolan zakat
sebelum dan sesudah ditetapkan UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
zakat, sistem pengelolaan zakat di BAZ (Badan Amil Zakat), dan legalitas
lembaga amil zakat. Sedangkan penelitian ini membahas aspek legalitas
dan pengelolaan Lembaga Amil Zakat berdasarkan UU No. 38/2011 dan PP
No.14/2014 tentang pengelolaan zakat. Sama membahas legalitas dan sistem
pengelolaan zakat namun penelitian ini lebih menitik beratkan tinjauan
terhadap UU terbaru yaitu UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat beserta setelah adanya PP No. 14 Tahun 2014 yang mengatur
pelaksanaan UU tersebut dan pengelolaan lembaga amil zakat.
10Trie Anis Rosyidah dkk., “Implementasi UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat terhadap Legalitas Lembaga Amil Zakat ( Studi di beberapa lembaga amil zakat di Malang)”,
E. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui legalitas dan pengelolaan lembaga amil zakat di
yayasan Yatim Mandiri Surabaya.
2. Untuk mengetahui hasil tinjauan undang-undang nomor 23 tahun 2011
tentang pengelolaan zakat dan PP nomor 14 tahun 2014 terhadap
legalitas dan pengelolaan lembaga amil zakat di yayasan Yatim Mandiri
Surabaya.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
1. Teoritis
a. Sebagai sarana untuk memahami pengaruh legalitas oleh lembaga
amil zakat, khususnya dalam proses kinerja pengelolaan zakat.
b. Sebagai alat dalam mengimplementasikan teori-teori yang diperoleh
selama kuliah.
c. Bahan referensi dalam meninjau undang-undang yang diterapkan
pada lembaga amil zakat.
2. Praktis
a. Memberikan pandangan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan
penelitian yang lebih komprehensif tentang legalisasi dan
pengelolaan lembaga amil zakat.
b. Penelitian ini juga diharapkan berguna bagi UIN Sunan Ampel
khususnya Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi
Syari’ah (Muamalah).
c. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang
berguna bagi pemerintah dan lembaga amil zakat dalam mengambil
kebijakan.
G. Definisi Operasional
Penelitian ini berjudul “Tinjauan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2011 dan PP Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Zakat terhadap
Legalisasi dan Pengelolaan Lembaga Amil Zakat di Yayasan Yatim Mandiri
Surabaya”. Beberapa istilah yang perlu mendapatkan penjelasan dari judul
tersebut adalah:
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011: Ketentuan Peraturan yang disusun oleh pemerintah yang disahkan oleh DPR dan unsur-unsur
terkait,11 tentang pengelolaan zakat.
2. PP Nomor 14 Tahun 2014 : Peraturan Perundang-undangan di Indonesia yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang
sebagaimana mestinya.12
3. Legalitas: berdasarkan kamus KBBI artinya pengesahan (menurut undang-undang atau hukum).13
11 Windy Novia, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia ( Surabaya : Kashiko Surabaya, 2001), 595. 12 Alqhaderi Aliffianiko, “Peraturan Pemerintah (Indonesia)”, http;//Id.m. wikipedia.org/Wiki/ Peraturan_Pemerintah_(Indonesia). Html, diakses 10 oktober 2014.
4. Pengelolaan Zakat: kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian
serta pendayagunaan zakat (pasal 1 angka 1 undang-undang nomor 23
tahun 2011 tentang pengelolaan zakat).14
5. Lembaga Amil Zakat : Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disebut LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas
membantu pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.15
Lembaga amil zakat yang dipakai objek penelitian ini adalah yayasan
Yatim Mandiri Surabaya.
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan
diskriptif, yakni penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan
masalah yang ada sekarang berdasarkan data, menganalisis, dan
mendiskripsikannya. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subyek penelitian secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah.16
14 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, 2. 15 Ibid.
Penelitian deskriptif menurut Suharsimi Arikunto adalah penelitian
yang dimaksudkan untuk mengetahui informasi mengenai status gejala
yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian
dilakukan. Fenomena disajikan secara apa adanya hasil penelitiannya
diuraikan secara jelas dan gamblang tanpa manipulasi. Oleh karena itu,
penelitian ini tidak adanya suatu hipotesis tetapi adalah pertanyaan
penelitian.17
2. Sumber Data
Data yang perlu dihimpun untuk penelitian ini adalah data terkait
legalisasi dan pengelolaan lembaga amil zakat yayasan Yatim Mandiri,
dan juga data mengenai UU dan PP tentang legalitas dan pengelolaan
zakat. Untuk menggali kelengkapan data tersebut, maka diperlukan
sumber-sumber data sebagai berikut:
a. Sumber primer : data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di
lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau orang yang
memerlukannya.18 Data ini diambil dengan melakukan wawancara
dengan bapak Heny Setiawan selaku HRD yayasan Yatim Mandiri di
Surabaya, Ibu Ita devisi research and devolopment dan Bapak
Sumarno ketua yayasan Yatim Mandiri.
b. Sumber sekunder : data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang
yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada baik
dari perpustakaan atau dari laporan-laporn peneliti terdahulu.19Data
ini didapatkan dari dokumen-dokumen laporan penghimpunan zakat
oleh lembaga amil zakat (LAZ) yayasan Yatim Mandiri Surabaya dan
buku pedoman pengelolaan zakat serta peraturan yang berkaitan serta
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 dan PP Nomor 14 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Zakat. Adapun beberapa buku tersebut
diantaranya:
1) Metologi Penelitian Hukum; Dr. Masruhan.
2) Zakat dalam Perekonomian Modern; Dr. K.H. Didin Hafidhuddin,
M.Sc.
3) Zakat dalam Perspektif Fiqh, Sosial dan Ekonomi; Prof. Dr. H.
Ismail Nawawi, MPA, M.Si.
4) Zakat Kajian Berbagai Mazhab; Dr. Wahbah al-Zuh}ayly.
5) Manajemen Zakat Modern; Hj. Umrotul Khasanah, M.Si.
6) Zakat dan Kemiskinan” Instrumen Pemberdayaan Ekonomi
Umat”; Muhammad Ridwan Mas’ud.
3. Teknik Pengumpulan Data
Secara lebih detail teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Wawancara
Wawancara atau interview yaitu pengumpulan data dengan
cara mengadakan wawancara kepada responden yang didasarkan atas
tujuan penelitian yang ada. Di samping memerlukan waktu yang
cukup lama untuk mengumpulkan data, peneliti harus memikirkan
tentang pelaksanaannya.20 Dalam penelitian ini, wawancara
dilakukan dengan cara wawancara langsung baik secara struktur
maupun bebas dengan pihak Yayasan Yatim Mandri di Surabaya
yaitu bapak Heny Setiawan, Ibu Ita, dan Bapak Sumarno.
b. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang tidak
langsung ditujukan pada subyek penelitian, namun melalui
dokumen.21 Penggalian data ini dengan cara menelaah
dokumen-dokumen yang berhubungan dengan legalitas dan pengelolaan
lembaga amil zakat di yayasan Yatim Mandiri Surabaya.
4. Teknik Analisis Data
Menurut Patton sebagaimana dikutip oleh Lexi J. Moleong
mengartikan analisis data sebagai” proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian
dasar.22
Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kualitataif maka teknik
menganalisisnya deskriptif analitis. Penelitian ini berorientasi
memecahkan masalah dengan melakukan pengukuran variabel independen
dan dependen, kemudian menganalisa data yang terkumpul untuk mencari
20Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek, (PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1998), 117.
hubungan antara variabel.23 Data yang terkumpul diproses dengan rinci
menjadi uraian dasar, dianalisis berdasarkan Undang-Undang dan teori zakat dan sesuai data yang dipeoroleh. Pola pikir yang digunakan adalah
dengan metode induktif, yaitu metode berpikir yang menarik kesimpulan dari prinsip khusus, kemudian diterapkan sesuatu yang bersifat khusus.24 Dari pemaparan di atas penelitian diarahkan untuk mencoba
mengungkapkan bagaimana tinjauan UU No. 23/2011 dan PP No. 14/2014
tentang pengelolaan zakat terhadap legalitas dan pengelolaan lembaga
amil zakat kususnya di yayasan Yatim Mandiri yang akan dipaparkan
secara sederhana namun mendalam dan langsung pada aspek yang
diteliti.
I. Sistematika Pembahasan
Penulisan skripsi ini dibagi dalam beberapa bab yang terdiri dari lima
bab, yaitu:
Bab pertama pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah,
identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
kegunaan hasil penelitian, kajian pustaka, definisi operasional, metode
penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab dua merupakan landasan teori, yang berisi legalitas dan pengelolaan
lembaga amail zakat menurut UU No. 23 tahun 2011 dan PP No. 14 tahun
2014 tentang Pengelolaan Zakat. Bab ini memuat beberapa sub bab. Sub
bab pertama sejarah lahirnya UU No. 23 tahun 2011 dan PP No. 14 tahun
2014 tentang Pengelolaan Zakat. Sub bab kedua penjelasan UU No. 23 tahun
2011 dan PP No. 14 tahun 2014 tentang Pengelolaan Zakat meliputi
pengelolaan zakat, pengumpulan dan pendayagunaan zakat, dan persyaratan
pendirian lembaga amil zakat. Sub bab ketiga hakikat zakat, mustahik
zakat, dan hikmah zakat.
Bab tiga berisi deskripsi data yang berkaitan dengan pengelolaan zakat
oleh yayasan Yatim Mandiri. Terdiri dari beberapa sub bab yaitu: sejarah
Yatim Mandiri, visi misi, program-program, struktur organisasi, struktur
kepengurusan, legalitas lembaga amil zakat Yayasan Yatim Mandiri,
pengumpulan, pendayagunaan, pendistribusian dan pelaporan zakat oleh
lembaga amil zakat yayasan Yatim Mandiri.
Bab empat membahas dan menganalisis hasil-hasil yang didapat dari
data. Bab ini berisi tinjauan undang-undang nomor 23 tahun 2011 dan PP
no. 14 tahun 2014 tentang Pengelolaan Zakat terhadap legalitas dan
pengelolaan lembaga amil zakat di yayasan Yatim Mandiri Surabaya.
Meliputi analisis terhadap legalitas yayasan Yatim Mandiri, analisis
pembentukan lembaga amil zakat, analisis terhadap pengelolaan lembaga
amil zakat yayasan Yatim Mandiri Surabaya. Kemudian dijabarkan secara
terperinci hasil-hasil analisis yang didapat dari pengolahan data.
Bab lima merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari hasil
Khususnya dalam tujuan pengelolaan zakat yang ideal sehingga dapat
meningkatkan dayaguna pengelolaan zakat secara maksimal, khususnya
TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT
A. Sejarah Lahirnya UU No. 23 Tahun 2011 dan PP No. 14 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Zakat
Pengelolaan zakat pada masa penjajahan dan kemerdekaan memberikan
gambaran buram akan fungsi zakat di Indonesia. Antara komunitas muslim
dengan hasil zakat tidak memberikan gambaran seimbang. Pada masa orde
baru, kekhawatiran terhadap Islam ideologis memaksa pemerintah untuk
tidak terlibat dalam urusan zakat. Bahkan secara struktural, pemerintah tidak
secara tegas memberikan dukungan secara legal formal.
Zakat sering dikumpulkan masih dengan cara konvensional dan musiman.
Namun dimulainya sistem demokrasi setelah jatuhnya Presiden Soeharto
pada tahun 1998, UU Zakat No. 38 Tahun 1998, adalah awal dari terbukanya
keterlibatan publik secara aktif. Peran lembaga zakat, bersama dengan
struktur negara telah memfasilitasi pengaturan zakat dengan lembaga-
lembaga khusus yang dilindungi oleh UU. Namun, UU zakat No. 38 tahun
1998 tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat
sehingga perlu diganti dengan UU zakat no. 23 tahun 2011 tentang
Namun lahirnya UU Zakat No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat belum menjawab permasalahan pengelolaan zakat karena UU No
23/2011 tentang Pengelolaan Zakat hanya penambahan pasal – pasal dari UU
no. 38/1999 yaitu :
1. Terdapat penambahan ayat, penjabaran definisi yang terkait dengan
pengelolaan zakat.
2. Pasal 5 ayat (1), untuk melaksanakan pengelolaan zakat, pemerintah
membentuk BAZNAS.
3. Pasal 7 ayat (1), dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6, BAZNAS menyelenggarakan fungsi:
a. Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat;
b. Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian,dan pendayagunaan zakat;
c. Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat; dan
d. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.
4. Pasal 17, untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk
LAZ.
5. Pasal 18, penjelasan mengenai : Ayat 1, pembentukan LAZ wajib
mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri. Ayat 2,
izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan apabila
a. terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola
bidang pendidikan, dakwah, dan sosial;
b. berbentuk lembaga berbadan hukum;
c. mendapat rekomendasi dari BAZNAS;
d. memiliki pengawas syariat;
e. memiliki kemampuan teknis, administratif dan keuangan untuk
melaksanakan kegiatannya;
f. bersifat nirlaba;
g. memiliki program untuk
mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat; dan
h. bersedia diaudit syariah dan diaudit keuangan secara berkala.
6. Pasal 38, setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil
zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan
zakat tanpa izin pejabat yang berwenang.
7. Setiap orang dan dengan sengaja melawan hukum melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau didenda paling banyak
Rp 50.000.000,00.
Kemudian untuk mengatur lebih jelas pelaksanaan undang-undang
nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat serta mengatur lebih
PP nomor 14 tahun 2014 tentang pelaksanaan undang-undang nomor 23
tahun 2011 tentang pengelolaan zakat.1
B. Penjelasan UU No. 23 Tahun 2011 dan PP No. 14 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Zakat
1. Pengelolaaan Zakat
Zakat merupakan salah satu instrumen dalam mengentas kemiskinan.
Zakat juga sumber dana yang dipercaya dan harus dikelola agar tepat
sasaran. Pengelolaan zakat sebagaimana tertuang dalam pasal 1
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 adalah kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengkoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian,
dan pendayagunaan zakat. Pasal 2 pengelolaan zakat berasaskan:
a. Shari@’at al-Isla@m;
b. Amanah;
c. Kemanfaatan;
d. Keadilan;
e. Kepastian hukum;
f. Terintegrasi; dan
g. Akuntabilitas.
Terdapat beberapa unsur dalam pengelolaan zakat yaitu:2
a. Jenis-jenis zakat.
1 Trie Anis Rosyidah dkk.,‛ Sejarah uu no. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat‛, dalam
http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/Jimfeb/article/view/188, diakses 4 Nopember 2014.
b. Dana zakat.
c. Orang-orang yang wajib membayar zakat (muzaki).
d. orang-orang yang berhak menerima zakat (mustahik).
e. Orang-orang atau kumpulan orang yang mengelola zakat).
f. Fungsi pengelolaan, pendayagunaan dan pertanggungjawaban dana
zakat.
Pasal 3 pengelolaan zakat bertujuan: meningkatkan efektifitas dan
efesiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat dan meningkatkan manfaat
zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan
kemiskinan.3
2. Pengumpulan, Pendistribusian, Pendayagunaan, dan Pelaporan Zakat UU
No. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat:4
a. Pengumpulan
Pasal 21 Ayat (1) dalam rangka pengumpulan zakat, muzaki
melakukan penghitungan sendiri atas kewajiban zakatnya; Ayat (2)
dalam hal tidak dapat menghitung sendiri kewajiban zakatnya,
muzaki dapat meminta bantuan BAZNAZ. Pasal 22 zakat yang
dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari
penghasilan kena pajak. Pasal 23 ayat (1) BAZNAS atau LAZ wajib
memberikan bukti setoran zakat kepada setiap muzaki; ayat (2) bukti
setoran zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai
pengurang penghasilan kena pajak. Pasal 24 lingkup kewenangan
pengumpulan zakat oleh BAZNAS, BAZNAS Provinsi, dan
BAZNAS kabupaten/kota diatur dengan Peraturan Pemerintah.
b. Pendistribusian
Pasal 25 zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai
syariat Islam. Pasal 26 pendistribusian zakat, sebagaimana dimaksud
dalam pasal 25 dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan
memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan.
c. Pendayagunaan
Pasal 27 ayat (1) zakat dapat didayagunakan untuk usaha
produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan
kualitas umat; ayat (2) pendayagunaan zakat untuk usaha produktif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan
dasar mustahik terpenuhi, dan ayat (3) ketentuan lebih lanjut
mengenai pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
d. Pelaporan
Pasal 29 ayat (1) BAZNAS kabupaten/kota wajib menyampaikan
pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial
keagamaan lainnya kepada BAZNAS provinsi dan pemerintah
daerah secara berkala; ayat (2) BAZNAS provinsi wajib
menyampaikan laporan zakat, infak, sedekah dan dana keagamaan
lainnya kepada BAZNAS dan pemerintah daerah secara berkala;
zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya kepada
BAZNAS dan pemerintah daerah secara berkala; ayat (4) BAZNAS
wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak,
sedekah dan dana keagamaan lainnya kepada Menteri secara berkala;
ayat (5) laporan neraca tahunan BAZNAS diumumkan melalui
media cetak atau media elektronik; ayat (6) ketentuan lebih lanjut
mengenai pelaporan BAZNAS kabupaten/kota, BAZNAS provinsi,
LAZ, dan BAZNAS diatur dengan Peraturan Pemerintah.
3. Persyaratan Pendirian Lembaga Amil Zakat
a. Persyaratan Organisasi Pengelola Zakat
Organisasi pengelola zakat di Indonesia ada dua. Pertama, Badan
Amil Zakat (BAZ) merupakan organisasi pengelola zakat yang
dibentuk oleh pemerintah yang pembentukannya sesuai mekanisme
yang diatur dalam Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji No.
D/291 Tahun 2000 dan PP No. 14 Tahun 2014 tentang pelaksanaan
zakat. Kedua, Lembaga Amil Zakat (LAZ) merupakan organisasi
pengelola zakat yang dibentuk sepenuhnya atas prakarsa masyarakat
dan merupakan badan hukum tersendiri, serta dikukuhkan pemerintah.
PP No. 14 tahun 2014, Pasal 56 yang berisi untuk membantu
BAZNAZ dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ. Pasal 57,
mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri setelah
memenuhi persyaratan:
1) Terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang
mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial, atau lembaga
berbadan hukum;
2) Mendapat rekomendasi dari BAZNAZ;
3) Memiliki pengawas syariat;
4) Memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan untuk
melaksanakan kegiatannya;
5) Bersifat nirlaba;
6) Memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi
kesejahteraan umat; dan
7) Bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.
Yusuf al-Qard}awi dalam bukunya, Fiqh al-Zakat,5 menyatakan
bahwa seseorang yang ditunjuk sebagai amil zakat atau pengelola
zakat, harus memiliki persyaratan sebagai berikut:
1) Beragama Islam. Zakat adalah salah satu urusan utama kaum
muslimin yang termasuk rukun Islam, karena itu sudah saatnya
apabila urusan penting kaum muslimin.
2) Mukallaf yaitu orang dewasa yang sehat akal pikirannya yang
siap menerima tanggung jawab mengurus urusan umat.
3) Memiliki sifat amanah atau jujur.
4) Sifat ini sangat penting karena berkaitan dengan kepercayaan
umat. Artinya para muzakki akan dengan rela menyerahkan
zakatnya melalui lembaga pengelola zakat, jika lembaga ini
memang patut dan layak dipercaya. Keamanahan ini diwujudkan
dalam bentuk transparansi (keterbukaan) dalam menyampaikan
laporan pertanggungjawaban secara berkala dan juga ketepatan
penyalurannya sejalan dengan ketentuan syariah. Di dalam
Al-Qur’an dikisahkan sifat utama Nabi Yusuf a.s. yang mendapatkan
kepercayaan menjadi bendaharawan negara Mesir, yang saat itu
Mesir terlanda musim paceklik sebagai akibat kemarau yang
panjang. Beliau berhasil membangun kembali kesejahteraan
masyarakat, karena kemampuannya menjaga amanah. Firman
Allah dalam surah Yusuf ayat 55:
Artinya: Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan".6
Demikian pula sifat keamanahan yang sangat menonjol dari
para petugas zakat di zaman Rasulullah saw. Dan pada zaman
khalifah al-rasyidin yang empat, menyebabkan baitul-maal
tempat menampung zakat selalu penuh terisi dengan harta zakat,
6
kemudian segera disalurkan kepada orang yang berhak
menerimanya.
5) Mengerti dan memahami hukum-hukum zakat yang menyebabkan
ia mampu melakukan sosialisasi segala sesuatu yang berkaitan
dengan zakat kepada masyarakat. Dengan pengetahuan tentang
zakat yang relatif memadai, para amil zakat diharapkan terbebas
dari kesalahan dan kekeliruan yang diakibatkan dari
kebodohannya pada masalah zakat tersebut. Pengetahuan yang
memadai tentang zakat inipun akan mengundang kepercayaan
dari masyarakat.
6) Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas dengan
sebaik-baiknya. Amanah dan jujur merupakan syarat yang sangat
penting, akan tetapi juga harus ditunjang oleh kemampuan dalam
melaksanakan tugas. Perpaduan antara amanah dan kemampuan
inilah yang akan menghasilkan kinerja optimal.
7) Syarat yang tidak kalah pentingnya, hemat penulis, adalah
kesungguhan amil zakat dalam melaksanakan tugasnya. Amil
zakat yang baik adalah amil zakat yang full-time dalam
melaksanakan tugasnya, tidak asal-asalan dan tidak pula
sambilan. Banyaknya amil zakat yang sambilan dalam masyarakat
kita menyebabkan amil zakat tersebut pasif dan hanya menunggu
kedatangan muzakki untuk membayarkan zakatnya atau infaknya.
Amil-amil yang serius, sungguh-sungguh dan menjadikan
pekerjaan amil zakat sebagai pilihan hidupnya. Insya Allah, jika
ditekuni akan menyebabkan amil zakat tersebut menjadi besar
dan dipercaya oleh masyarakat.
Syarat-syarat amil seperti diungkapkan Quraish Shihab yaitu:7
1) Muslim. Imam Ahmad tidak menetapkannya sebagai syarat
dengan alasan kata al-‘amili@n ‘alaiha bersifat umum, sehingga
mencakup Muslimin dan Kafir.
2) Akil baligh dan terpercaya.
3) Mengetahui hukum-hukum menyangkut zakat.
4) Mampu melaksanakan tugas-tugas yang dibebankannya.
b. Mekanisme perizinan
Mengenai mekanisme perizinan pendirian lembaga amil zakat di
atur dalam PP No. 14 tahun 2014 Pasal 58, 59, 60.
1) Izin yang dimaksud dalam pasal 58 adalah:
a) Izin pembentukan LAZ sebagaimana dimaksud dalam pasal 57
dilakukan dengan mengajukan permohonan tertulis;
b) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan oleh pimpinan organisasi kemasyarakatan Islam
dengan melampirkan:
c) Anggaran dasar organisasi;
d) Surat keterangan terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan
dari kementrian di bidang dalam negeri;
e) Surat keputusan pengesahan sebagai badan hukum dari
kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum dan hak asasi manusia;
f) Surat rekomendasi dari BAZNAZ;
g) Susunan dan pernyataan kesediaan sebagai pengawas syariat;
h) Surat pernyataan bersedia diaudit syariat dan keuangan secara
berkala; dan
i) Program pendayagunaan zakat bagi kesejahteraan umat.
2) Mekanisme izin pasal 59
a) Izin pembentukan LAZ yang diajukan oleh organisasi
kemasyarakatan Islam berskala nasional diberikan oleh
Menteri.
b) Izin pembentukan LAZ yang diajukan oleh organisasi
masyarakat Islam berskala provinsi diberikan oleh direktur
jendral yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang zakat
pada kementrian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang agama.
c) Izin pembentukan LAZ yang diajukan oleh organisasi
kemasyarakatan Islam berskala kabupaten/ kota diberikan oleh
kepala kantor wilayah kementrian agama provinsi.
a) Menteri, direktur jenderal yang mempunyai tugas dan fungsi
di bidang zakat pada kementrian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang agama, atau kepala kantor
wilayah kementrian agama provinsi sebagaimana dimaksud
dalam pasal 59 berwenang mengabulkan atau menolak
permohonan izin pembentukan LAZ.
b) Dalam hal permohonan pembentukan LAZ memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 57, Menteri,
direktur jenderal yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang
zakat pada kementrian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang agama, atau kepala kantor wilayah
kementrian agama provinsi menerbitkan izin pembemntukan
LAZ.
c) Dalam hal permohonan pembentukan LAZ tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pasal 57, Menteri, direktur
jenderal yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang zakat
pada kementrian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang agama, atau kepala kantor wilayah
kementrian agama provinsi menolak permohonan izin
pembentukan LAZ disertai dengan alasan.
Proses penyelesaian pemberian izin pembentukan LAZ
dilakukan dalam jangka waktu paling lama lima belas hari kerja
terhitung sejak tanggal permohonan tertulis diterima.8
c. Pembentukan Perwakilan LAZ
Pembentukan perwakilan LAZ diatur dalam PP No. 14 tahun
2014 pasal 62,63, 64, dan 65.
1) Pasal 62 berisi:
a) LAZ berskala nasional dapat membuka perwakilan;
b) Pembukaan perwakilan LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) hanya dapat dilakukan disetiap provinsi untuk satu
perwakilan.
c) Pembukaan perwakilan LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), harus mendapat izin dari kepala kantor wilayah
kementrian agama provinsi.
d) Izin pembukaan perwakilan LAZ sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dilakukan dengan mengajukan permohonan tertulis.
e) Permohonan tertulis sebagaiman dimaksud pada ayat (4)
diajukan oleh pimpinan LAZ kepada kepala kantor wilayah
kementrian agama provinsi dengan melampirkan:
1) Izin pembentukan LAZ dari menteri;
2) Rekomendasi dari BAZNAZ provinsi;
3) Data muzaki dan mustahik;
4) Program pendayagunaan zakat bagi kesejahteraan umat.
2) Pasal 63 berisi:
a) LAZ berskala provinsi hanya dapat membuka 1 (satu)
perwakilan di setiap kabupaten/kota.
b) Pembukaan perwakilan LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus mendapat izin dari kepala kantor kementrian agama
kabupaten/kota.
c) Izin pembukaan perwakilan LAZ sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan dengan mengajukan permohonan tertulis.
d) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diajukan oleh pimpinan LAZ kepada kepala kantor kementrian
agama kabupaten/kota dengan melampirkan;
a) Izin pembentukan LAZ dari direktur jenderal yang
mempunyai tugas dan fungsi di bidang zakat pada
kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di
bidang agama;
b) Rekomendasi dari BAZNAZ kabupaten/kota;
c) Data muzaki dan mustahik; dan
d) Program pendayagunaan zakat bagi kesejahteraan umat.
3) Pasal 64 berisi:
a) Kepala kantor wilayah kementrian agama provinsi atau kepala
kantor kementrian agama kabupaten/kota mengabulkan
memenuhi persyaratan dengan menerbitkan izin pembukaan
perwakilan LAZ.
b) Dimaksud dalam pasal 62 dan 63 tidak memenuhi persyaratan,
kepala kantor wilayah kementrian agama provinsi atau kepala
kantor kementrian agama kanupaten/kota menolak
permohonan pembukaan perwakilan LAZ disertai dengan
alasan.
4) Pasal 65
Proses penyelesaian izin pembukaan perwakilan dilakukan
dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja
terhitung sejak tanggal permohonan tertulis diterima.9
C. Lembaga Amil Zakat
Pasal 1 UU No. 23 tahun 2011 Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya
disebut LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas
membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Pasal 17
menjelaskan bahwa untuk membantu BAZNAZ dalam pelaksanaan
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat
membentuk LAZ.
Dana zakat (termasuk infak, Sedekah, wakaf dan sejenisnya) berpotensi
besar untuk dioptimalkan manfaatnya. Organisasi amil zakat berperan
membantu pemerintah dalam mengatasi berbagai problem sosial ekonomi
masyarakat. Peran para amil zakat selaku pengemban amanah pengelolaan
dana zakat. Jika amil zakat baik dalam sikap dan cara kerjanya maka bukan
mustahil delapan asnaf mustahik akan menjadi baik. Tapi jika amil zakat
tidak baik, sulit diharapkan delapan asnaf mustahik akan menjadi baik. Di
sinilah letak krusial lembaga amil zakat.10
Pemerintah mendorong peran serta masyarakat untuk membentuk
lembaga amil zakat yang sepenuhnya diurus atas prakarsa masyarakat
sendiri, dan secara resmi diakui pemerintah. Mereka ini memenuhi
syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Agama No. 581
Tahun 1999, bahwa perintah mengukuhkan, membina dan melindungi
lembaga amil zakat dengan syarat memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Berbadan hukum
2. Memiliki data muzakki dan mustahik
3. Memiliki program kerja
4. Memiliki pembukuan
5. Bersedia untuk diaudit.11
Pengelola dari lembaga amil zakat adalah amil. Kata amil yang berasal
dari kata ‚yam‘alu ‘a@mila‛ yang bisa diterjemahkan dengan‛ yang berbuat,
melakukan, pelayan‛.12 Amil juga bisa diartikan sebagai orang yang
mengumpulakan dan mengupayakan zakat, juru tulisnya, dan yang
10 Umrotul Khasanah, Manajemen Zakat Modern..., 76. 11 ibid., 77.
12Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Yogyakarta: Pondok Pesantren
baginya.13 Menurut Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah, definisi amil adalah
orang-orang yang ditugaskan oleh imam, kepala pemerintahan atau
wakilnya, untuk mengumpulkan zakat, jadi pemungut zakat, termasuk
penyimpan, penggembala-penggembala ternak dan yang mengurus
administrasinya.14
M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mis}bah menerangkan bahwa amil
zakat adalah pengelola-pengelolanya yakni yang mengumpulkan zakat,
mencari dan menetapkan siapa yang wajar menerima lalu membagikannya.
Jadi yang jelas amil zakat adalah yang melakukan pengelolaan terhadap
zakat, baik mengumpulkan, menentukan siapa yang berhak, mencari mereka
yang berhak, maupun membagi dan mengantarkannya kepada mereka.15
Amil diatur dalam surah At-Taubah ayat 60:
fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.16
13Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, (Jakarta: Gema Insani
Press,1999), 622.
14Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid 3, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1985), 91.
15M. Quraish Shihab, Tafsir al- Mis}bah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), 629.
Yang berhak menerima zakat Ialah: 1. orang fakir: orang yang Amat
sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi
penghidupannya. 2. orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya
dan dalam Keadaan kekurangan. 3. Pengurus zakat: orang yang diberi tugas
untuk mengumpulkan dan membagikan zakat. 4. Muallaf: orang kafir yang
ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya
masih lemah. 5. memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan
Muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir. 6. orang berhutang: orang yang
berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup
membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan
umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu
membayarnya. 7. pada jalan Allah (sabilillah): Yaitu untuk keperluan
pertahanan Islam dan kaum muslimin. di antara mufasirin ada yang
berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan
umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain. 8. orang yang
sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan
dalam perjalanannya.
Berdasarkan ayat tersebut kata ‚ al-‘a@mili@na ‘alaiha@ ‛ atau para petugas
yang diangkat oleh yang berwewenang untuk mengumpulkan zakat atau
mengurus lembaga dan oraganisasi pengelolaan zakat. Ayat tersebut
dijadikan dalil untuk menegaskan keberadaan amil zakat adalah mutlak.
Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.17
Kalimat “ ” yaitu firman Allah dengan bentuk
perintah/amar untuk mengambil zakat dari kekayaan mereka. Makna
perintah/amar di sini berarti keharusan. Sebab itu amil/petugas zakat
harus ada dulu, harus diadakan dan dibentuk oleh yang berwewenang
yaitu Umara@ ’.18
D. Unsur- Unsur dalam Zakat
Munculnya lembaga-lembaga amil yang tumbuh bagaikan cendawan di
musim hujan, pada satu sisi, menampilkan sebuah harapan akan tertolongnya
kesulitan hidup kaum dhuafa dan pada sisi lain terselesaikannya masalah
kemiskinan dan pengangguran. Namun harapan ini akan tinggal harapan
apabila lembaga amil zakat tidak memiliki orientasi dalam pemanfaatan
dana zakat yang tersedia. 19
1. Hakikat Zakat
17 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah..., 210.
Secara bahasa zakat berarti tumbuh dan bertambah.20 Adapun zakat
menurut syara’, berarti hak yang wajib (dikeluarkan dari) harta. Madzhab
Maliki mendefinisikannya dengan,‛ mengeluarkan sebagian yang khusus
dari harta yang khusus pula yang telah mencapai nis}ab (batas kuantitas
yang mewajibkan zakat) kepada orang-orang yang berhak menerimanya
(mustahiknya). Dengan catatan, kepemilikan itu penuh dan mencapai
h}awl (setahun), bukan barang tambang dan bukan pertanian.‛21
Madzhab Hanafi mendefinisikan zakat dengan ‚ menjadikan sebagian
harta yang khusus dari harta yang khusus sebagai milik orang yang
khusus, yang ditentukan oleh syariat karena Allah‛. Kata ‚menjadikan
sebagaian harta sebagai milik‛ (tamli@k) dalam definisi di atas
dimaksudkan sebagai penghindaran dari kata ibahah (pembolehan).22
Menurut madzhab Syafi’i, zakat adalah sebuah ungkapan untuk
keluarnya harta atau tubuh sesuai dengan cara khusus. Sedangkan
menurut madzhab Hanbali, zakat ialah hak yang wajib (dikeluarkan) dari
harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula. Yang dimaksud
kelompok khusus adalah delapan kelompok dalam surah at-Taubah ayat
60 seperti yang sudah disebutkan di atas.
2. Mustahik Zakat
20 Wahbat al-Zuh}ayli@@@@, Zakat Kaijan berbagai Madzhab, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008),
82.
Menurut Madzhab Hanafi mustahik zakat terdiri atas:23
a. Fakir
Orang yang mempunyai harta kurang dari nishab atau
mempunyai senishab atau lebih tetapi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhannya.
b. Miskin
Orang yang tidak mempunyai harta sedikitpun.
c. Amil
Orang yang ditunjuk untuk mengambil dan mengurus zakat.
d. Muallaf
Mereka tidak diberi zakat lagi, sejak masa khalifah pertama.
e. Hamba
Hamba yang telah dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh
menebus dirinya baik dengan uang maupun dengan harta lainnya.
f. Gharim
Orang yang mempunyai hutang, sedang hitungan hartanya di luar
hutang, tidak sampai senishab, dia diberi zakat untuk membayar
hutangnya.
g. Sabillah
Bala tentara untuk berperang pada jalan Allah SWT.
h. Ibnu Sabil (musafir)
23 Ismail Nawawi, Zakat dalam Perspektif Fiqh, Sosial dan Ekonomi. (Surabaya: Putra Media
Orang yang dalam perjalanan, yang kehabisan bekal, orang ini
diberi zakat sekedarnya hajatnya.
3. Hikmah Zakat
a. Sebagai perwujudan iman kepada Allah SWT, mensyukuri
nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan memiliki rasa kemanusiaan
yang tinggi, menghilangkan sifat kikir dan rakus, menumbuhkan
ketenangan hidup, sekaligus mengembangkan harta yang dimiliki.
b. Menolong, membantu dan membina kaum d}u‘afa@’ (orang yang lemah
secara ekonomi) maupun mustahik lainnya ke arah kehidupannya
yang lebih baik dan lebih sejahtera.
c. Sebagai sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana
yang dibutuhkan oleh ummat Islam.
d. Untuk mewujudkan keseimbangan dalam kepemilikan dan distribusi
harta, sehingga diharapkan akan lahir masyarakat makmur dan saling
mencintai (marh}ammah) di atas prinsip ukhuwah Islamiyah dan
taka@ful ijtima@‘i.
e. Menyebarkan dan memasyarakatkan etika bisnis yang baik dan benar.
f. Menghilangkan kebencian, iri, dan dengki dari orang-orang
sekitarnya kepada yang hidup berkecukupan, apalagi kaya raya serta
hidup dalam kemewahan. Sementara, mereka tidak memiliki apa-apa,
sedang tidak ada uluran tangan dari orang kaya kepadanya.
g. Dapat menyucikan diri dari dosa, memurnikan jiwa (tazkiyatun nafs),
kemanusiaan, dan mengikis sifat bakhil atau kikir serta serakah.
Dengan begitu, suasana ketenangan batin karena terbebas dari
tuntutan Allah SWT dan kewajiban kemasyarakatan, akan selalu
melingkupi hati.
h. Menjadi unsur penting dalam mewujudkan keseimbangan dalam
distribusi harta (social distribution), dan keseimbangan tanggung
jawab individu dalam masyarakat.
i. Zakat adalah ibadah mâliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi
sosial ekonomi atau pemerataan karunia Allah SWT dan merupakan
perwujudan solidaritas sosial, rasa kemanusiaan, pembuktian
persaudaraan Islam, pengikat persatuan umat dan bangsa, sebagai
pengikat batin antara golongan kaya dengan golongan miskin dan
sebagai penimbun jurang yang menjadi pemisah antara golongan yang
kuat dengan yang lemah.
j. Mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera, di mana hubungan
seseorang dengan yang lainnya menjadi rukun, damai, dan harmonis
yang akhirnya dapat menciptakan situasi yang aman, tenteram lahir
batin.
k. Menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam yang berdiri
atas prinsip-prinsip: umatan wa@h}idah (umat yang bersatu),
ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam), dan taka@ful ijtima@‘i
(sama-sama bertanggung jawab). 24
24Qultum media, ‚Keistemawaan, hikmah, dan keutamaan zakat‛, dalam http://
BAB III
LEGALITAS DAN PENGELOLAAN LEMBAGA AMIL ZAKAT YAYASAN YATIM MANDIRI SURABAYA
A. Profil Yayasan Yatim Mandiri Surabaya
1. Sejarah
Yayasan Yatim Mandiri merupakan sebuah lembaga sosial
masyarakat yang memfokuskan pada penghimpunan dan pengelolaan
dana ZISWA ( zakat, infaq, shodaqoh dan wakaf) serta dana lainnya
yang halal dan legal, dari perorangan, kelompok, perusahaan/ lembaga
umat Islam dan menyalurkannya secara lebih profesional dengan
menitikberatkan program untuk kemandirian anak yatim sebagai
penyaluran program unggulan.1
1 Yayasan Yatim Mandiri, “ Mari Mandirikan Mereka”, (Surabaya, 25 April 2014), 1. 2Departemen Agama RI,
Artinya: Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).3
Keprihatinan atas perkembangan panti-panti asuhan Islam Ketidak
merataan perkembangan diantara panti-panti asuhan Islam. Belum
adanya kesamaan visi antar panti asuhan Islam dalam menargetkan
tujuan pembinaan anak-anak asuhnya. Adanya tiga masalah pokok yang
pada umummya dihadapi oleh panti asuhan Islam, yaitu:4
1. Perlunya peningkatan pendidikan agama dan akhlak yang menjadi ciri
pokok label keislamannya.
2. Kurangnya bimbingan psikologi baik bagi anak asuh maupun
pengasuhnya.
3. Perlunya penambahan pendidikan ketrampilan yang dapat
menghantarkan anak untuk dapat mandiri saat purna asuh ( SMU).
Yayasan Yatim Mandiri memulai kiprahnya sejak Maret 1994 di
Surabaya dihadapan notaris Trining Ariswati, SH., kemudian mengalami
pembaharuan dan tercatat dihadapan notaris Maya Ekasari Budiningsih,
3Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah...
, 612.
SH, dengan nomor 12 tahun 2008. lembaga yang awalnya bernama
YP3IS ini, semakin menguatkan eksistensinya sebagai lembaga zakat.
Legalitas untuk melakukan ekspansi semakin kuat ketika lembaga ini
telah mendapat pengesahan dari DEPKUMHAM RI dengan nomer
AHU-2413.AH.01.02.2008 dan mempunyai NPWP nomer : 02. 840. 224.
6. 609. 000.
Lima belas tahun sudah Yayasan Yatim Mandiri berdiri menjadi
jembatan harmoni antara para muzaki dan mustahik, menyambungkan
empati dalam simpul pelayanan gratis hingga pemberdayaan untuk anak
yatim. Atas rahmat Allah Yang Maha Kuasa, didukung simpati sahabat
yatim sekalian, Yayasan Yatim Mandiri telah hadir di 11 jaringan kantor
kota besar di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kota besar yang sudah
terdapat kantor operasional Yayasan Yatim Mandiri antara lain,
Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Malang, Kediri, Jember, Tuban, Pasuruan,
Semarang, Mojokerto dan Madiun. Insya Allah mulai tahun 2009
Yayasan Yatim Mandiri akan hadir di Jakarta dan kota-kota besar
lainnya di seluruh pelosok Indonesia.
Sebagai bentuk profesionalitas dan keamanahan, Yayasan Yatim
Mandiri mengembangkan Lembaga Pusat Pendidikan dan Pelatihan
(PUSDIKLAT) yang peruntukannya khusus untuk anak-anak yatim
purna asuh (anak lulus SMU) dengan biaya GRATIS / Nol rupiah.
Lembaga pusdiklat yatim ini bernama MEC (Mandiri Enterpreneur
interpreneur pada diri anak-anak yatim yang menjadi binaannya. Di
samping itu Yayasan Yatim Mandiri juga mempunyai Ruang Usaha
anak yatim dengan nama MITRA MANDIRI, sebagai tempat untuk
aplikasi bisnis anak-anak yatim dari berbagai kota di Indonesia yang
menjadi binaan.
Hingga Januari 2009, tercatat 46.942 donatur bergabung, didukung
111 amil dengan fungsi mulai dari back office, tenaga fundraising,
hingga personil suport system program. Dengan program unggulan
Yayasan Yatim Mandiri mampu memberikan subsidi Bantuan Dana
Pendidikan ( BDP) anak yatim dan sudah terlaksana sebanyak 17
periode. Mulai tahun 1994 sampai Desember 2008.
Yayasan Yatim Mandiri telah memberikan multimanfaat khususnya
kepada anak-anak yatim yang sudah menjadi binaan, di semua kantor
sekretariat Yayasan Yatim Mandiri.5
2. Visi dan Misi
Visi
Menjadi lembaga terpercaya dalam membangun kemandirian yatim.
Misi
a. Membangun nilai-nilai kemandirian yatim.
b. Meningkatkan pertisipasi masyarakat dan dukungan sumber daya
untuk kemandirian yatim.
c. Meningkatkan capacity building organisasi.6
3. Program-Program
Adapun program-program yatim mandiri adalah:7
a. Pendidikan
Program pemberdayaan di bidang pendidikan. Di antaranya
meliputi:
1) Beasiswa Operasional Pendidikan (BOP)
Dengan memberikan bantuan beasiswa bagi pendidikan
anak yatim untuk bersekolah dan meraih cita-citanya.
2) SMP- SMA Insan Cendikia Mandiri Boarding School (ICMBS)
Sekolah ini dibangun khusus untuk anak yatim 60% dan
40% lainnya boleh diisi anak luar. Sekolah berbasis
internasional ini dilengkapi fasilitas yang memadai untuk
mendukung proses belajar dan mengajar.
3) Duta Guru
Memberikan bantuan guru untuk memberikan pembinaan
keislaman dalam membantu belajar anak-anak yatim di panti
asuhan tertentu.
4) Guru Exelent Yatim Sukses ( GENIUS)
Memberikan guru bagi anak-anak yatim khususnya pada
pendampingan dalam belajar pelajaran ilmu umum seperti
6 Ibid., 4.