• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP METROSEKSUAL PADA MAHASISWA DENGAN PERILAKU KONSUMTIF SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP METROSEKSUAL PADA MAHASISWA DENGAN PERILAKU KONSUMTIF SKRIPSI"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKRIPSI

Diajukan Kepada Program Studi Psikologi

Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-syarat Guna Memperoleh

Derajat Sarjana S1 Psikologi

Oleh : Lina Rindyani

06320120

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2012

(2)

ii

PADA MAHASISWA DENGAN PERILAKU KONSUMTIF

Telah Dipertahankan di depan Dewan Penguji Skripsi Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Untuk

Memenuhi Sebagian Dari Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Pada Tanggal _________________

Oleh : LINA RINDYANI

06320120

Mengesahkan, Program Studi Psikologi

Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia

Ketua

Yulianti Dwi Astuti, S. Psi., M. Soc. Sc.

Dewan Penguji Tanda Tangan

1. Susilo Wibisono, S.Psi. MA. ___________

2. Yulianti Dwi Astuti, S. Psi., M. Soc. Sc. ___________

3. Thobagus Moh. Nu’man, S. Psi., Psikolog. ___________

(3)

iii Nama : Lina Rindyani

No. Mahasiswa : 06320120 Program Studi : Psikologi

Judul Skripsi : Hubungan Antara Gaya Hidup Metroseksual Pada Mahasiswa Dengan Perilaku Konsumtif

Melalui surat ini saya menyatakan bahwa:

1. Selama melakukan penelitian dan pembuatan laporan penelitian skripsi, saya tidak melakukan tindak pelanggaran etika akademik dalam bentuk apapun, seperti penjiplakan, pembuatan skripsi oleh orang lain, atau pelanggaran lain yang bertentangan dengan etika akademik yang dijunjung tinggi Universitas Islam Indonesia. Oleh karena itu, skripsi yang saya buat merupakan karya ilmiah saya sebagai penulis, bukan karya jiplakan atau karya orang lain.

2. Apabila dalam ujian skrispi saya terbukti melanggar etika akademik, maka saya siap menerima sanksi sebagaimana aturan yang berlaku di Universitas Islam Indonesia.

3. Apabila di kemudian hari, setelah saya lulus dari Fakultas Psikologi dan Imu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia ditemukan bukti secara meyakinkan bahwa skripsi ini adalah karya jiplakan atau karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi akademis yang ditetapkan Universitas Islam Indonesia.

Yogyakarta, Agustus2012 Yang Menyatakan Materai

Rp. 6000,-

(4)

iv

Alhamdulillahi Rabbil’alamin

Segala Puji bagi Allah Subhana wa ta’alayang telah memberikan Rahmat, Taufik dan Hidayah-Nya, sehingga karya sederhana ini dapat terselesaikan.

Karya sederhana ini Kupersembahkan untuk:

Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah Nya sepanjang hidupku yang selalu memberikan berkah dan menunjukkan jalan yang benar serta mengingatkan akan kewajiban sebagai hamba untuk selalu bersyukur atas nikmat

dan karunia-Nya.

Terima kasih untuk segala cinta, perhatian, doa dan dukungan dari orang-orang terdekat di hati :

AyahandaMoch. Ridwan dan Ibunda Kanah, S.Pd

Atas segala doa, dukungan, perhatian, semangat dan kasih sayang yang tak terhingga, yang papa dan mama berikan selama ini.

Adikku Moch. Rizky Irawan

Atas semangat, dukungan, kasih sayang dan doa yang dicurahkan.

Semua Keluarga Besar di Indramayu, Jawa Barat, Yogyakarta Terimakasih Atas Doa dan Dukungannya

(5)

v

Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada

Allah, supaya kamu beruntung.

(Q.S. Ali Imran : 200)

“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan

hanya kepada Tuhan-mulah engkau berharap.”

(QS. Al-Insyirah 94 : 5-8)

“Buah dari berani bermimpi adalah kejadian-kejadian menakjubkan dalam perjalanan menggapainya”

(Andrea Hirata)

Tujuan hidup memberi kekuatan jiwa. Jika kita sudah mempunyai tujuan mulia maka kesulitan hidup apa pun yang merintangi pasti akan kita hadapi

(Dadang Kadarusman)

Sudah saatnya kita membiasakan diri untuk memandang keberhasialn yang diraih oleh orang lain secara positif dan motivatif

(Dadang Kadarusman)

(6)

vi

Alhamdulillahi Rabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah Subhana wa ta’ala atas segala petunjuk dan pertolongan-Nya serta rahmat dan ijin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat dan salam selalu tercurah bagi junjungan mulia Nabi Muhammad Salallahu ‘alaihi wassalam beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya semoga mendapatkan tempat yang mulia di sisi-Nya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini banyak pihak yang memberikan bantuan, bimbingan, dukungan dan arahan, di mana tanpa mereka semua karya ini tidak akan berarti. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Sus Budiharto, S.Psi., M.Si., Psi., selaku Dekan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia.

2. Ibu Yulianti Dwi Astuti, S.Psi., M.Soc.Sc, selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia.

3. Ibu Mira Aliza Rachmawati, S.Psi, M.Psi. selaku Dosen Pembimbing Akademik, yang dengan sabar membimbing dan mengarahkan para mahasiswa bimbingannya.

(7)

vii

maupun tidak disengaja. Semoga Allah senantiasa membalas kebaikan bapak dengan yang lebih mulia.

5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia atas setiap ilmu yang telah diberikan kepada penulis dalam menempuh masa perkuliahan sampai saat ini.

6. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia atas segala bantuan dan kerjasamanya dengan penulis selama menjadi mahasiswa.

7. Seluruh Mahasiswa Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya. Terima kasih atas ijin, kesediaan meluangkan waktu, dan bantuan yang diberikan sehingga proses pengambilan data skripsi ini dapat berjalan lancar.

8. Papa Moch. Ridwan dan Mama Kanahtercinta, yang tiada hentinya memberikan doa, cinta, kasih sayang, dukungan serta pengorbanan yang tak terhingga selama ini.

9. Adikku Moch. Rizky Irawanyang telah memberikan semangat, dukungan dan doa selama penulis mengerjakan skripsi, persaingan di antara kita sangat memotivasi penulis.

10. Zefry Princen Prasetya yang telah memberikan semangat, dukungan, serta terima kasih karena telah setia menemani selama ini.

(8)

viii

hidupnya telah kujadikan pelajaran. Terima kasih atas ilmu dan nasehatnya.

13. Adik perempuan kecilku Anne Yuliane Jennifer serta saudara sekaligus sahabat Mario Princen Hindersyah, semangat kalian menginspirasiku.

Terima kasih atas dukungan, waktu, dan sedikit ilmu yang sangat membantu penulis dalam mengerjakan skripsi.

14. Teman SD, SMP, dan SMA di Indramayu, Mega Indah Sari, Shinta Aditya , Norita Prameswari, Vicky Jayanti, Putri Apriliani dan yang lainnya yang tidak mampu disebutkan satu persatu. Terima kasih karena telah menjadi teman yang baik sehingga membuat masa kecil dan remajaku menjadi berwarna.

15. Terimakasih yang spesial untuk teman kos tercinta Kaka, Tika, Rifda, Laras, Ulfa, Alnis, Riska, dan masih banyak lagi. Terimakasih atas semangat, do’a dan dukungannya.

16. Rekan-rekan seperjuangan generasi 6 tahun Dita, Dhea, Nana, Rois, Awin, Qodel, Fahmi, Yudis, Putra, Darmawan, yang lain yang gak kesebut mohon maaf. Semangat kalian inspirasi buat saya, dari kalian orang hebat saya tau bagaimana menjadi hebat.

17. Teman-teman KKN Unit 8, Apriani, Runia, Dessy, Ferdian, Linggar, Hendrik, Pandu, Agus, dan Vito...makasih buat semuanya.

(9)

ix

19. Semua pihak yang telah membantu penulis dengan penuh keikhlasan, yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Pada akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang berkenan menelaah di kemudian hari. Amin.

Yogyakarta, Agustus 2012

Lina Rindyani

(10)

x

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

INTISARI ... xv

ABSTRACT ... xvi

BAB I. .. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 11

C. Manfaat Penelitian ... 11

D. Keaslian Penelitian ... 12

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 14

A. Perilaku Konsumtif ... 14

1. Pengertian Perilaku Konsumtif ... 14

(11)

xi

1. Pengertian Gaya Hidup Metroseksual ... 23

2. IndikatorGaya Hidup Metroseksual ... 24

3. Faktor Penyebab Pria Metroseksual ... 26

C. Dinamika PsikologisGaya Hidup Metroseksual Pada Mahasiswa Dengan Perilaku Konsumtif ... 27

D. Hipotesis ... 31

BAB III. METODE PENELITIAN ... 32

A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian ... 32

1. Variabel Tergantung ... 32

2. Variabel Bebas ... 32

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 32

1. Perilaku Konsumtif ... 32

2. Gaya Hidup Metroseksual ... 33

C. Subjek Penelitian ... 34

D. Metode Pengumpulan Data ... 35

1. Skala Perilaku Konsumtif ... 35

2. Skala Gaya Hidup Metroseksual ... 38

E. Validitas dan Reliabilitas ... 39

F. Metode Analisis Data ... 41

BAB IV. PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN ... 42

(12)

xii

a. Persiapan Administrasi ... 44

b. Persiapan Alat Ukur... 44

B. Laporan Pelaksanaan Penelitian ... 49

C. Hasil Penelitian ... 49

1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 49

2. Deskripsi Data Penelitian ... 50

3. Uji Asumsi ... 53

4. Uji Hipotesis ... 54

D. Pembahasan ... 55

BAB V. PENUTUP ... 59

A. Kesimpulan ... 59

B. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 62

LAMPIRAN A ... 64

LAMPIRAN B ... 72

LAMPIRAN C ... 84

LAMPIRAN D ... 94

LAMPIRAN E ... 117

LAMPIRAN F ... 136

LAMPIRAN G ... 140

(13)

xiii

Tabel 1. Distribusi Butir Skala Perilaku KonsumtifSebelum Uji Coba ... 37

Tabel 2. Distribusi Butir Skala Gaya Hidup Metroseksual Sebelum UjiCoba ... 39

Tabel 3. Distribusi Butir Skala Perilaku Konsumtif Setelah Uji Coba... 46

Tabel 4. Distribusi Butir Skala Gaya Hidup Metroseksual Setelah Uji Coba ..48

Tabel 5. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 50

Tabel 6. Deskripsi Statistik Data Penelitian.. ... 50

Tabel 7. Kriteria Kategori Skala ... 52

Tabel 8. Kategorisasi Variabel Perilaku Konsumtif ... 52

Tabel 9. Kategorisasi Variabel Gaya Hidup Metroseksual ... 53

(14)

xiv Lampiran A.

Lampiran B.

Blue Print Skala Try Out ………..………

Skala Try Out ……...

64 72

Lampiran C. Skala Penelitian ……….………... 84

Lampiran D. Data Try Out Reliabilitas dan Validitas ... 94

Lampiran E. Data Penelitian Uji Asumsi dan Uji Hipotesis …... 117

Lampiran F. Hasil Uji Deskriptif ... 136

Lampiran G. Surat Ijin Penelitian dan Surat Selesai Penelitian...… 140

(15)

xv

Susilo Wibisono

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara gaya hidup metroseksualpada mahasiswa dengan perilaku konsumtif. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara gaya hiup metroseksual pada mahasiswa dengan perilaku konsumtif. Semakin tinggi nilai gaya hidup metroseksual pada mahasiswa, maka semakin tinggi pula nilai perilaku konsumtif.

Begitu pula sebaliknya, semakin rendah nilai gaya hidup metroseksual, maka semakin rendah pula perilaku konsumtif. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang berkuliah di Fakultas Psikologi dan Ilmu sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia, berjenis kelamin laki-laki dengan usia 18 sampai 24 tahun. Perilaku konsumtif diukur dengan skala perilaku konsumtif berdasarkan aspek yang disusun oleh Sumartono (Sumartono, 2002). Adapun aspek yang digunakan dalam skala perilaku konsumtif tersebut meliputimembeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi, membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau kegunaannya), membeli produk untuk mengikuti mode, memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan, membeli produk untuk menjaga simbol status dan pengakuan sosial, membeli produk untuk meningkatkan rasa percaya diri, dan mencoba dari dua merk yang berbeda. Gaya hidup metroseksual diukur dengan skala gaya hidup metroseksual berdasarkan aspek yang disusun oleh (Kartajaya dkk, 2004), adapun aspeknya adalahsuka bersosialisai dalam komunitas-komunitas tertentu (social butterfly), memiliki kesadaran tinggi mengenai kesetaraan gender, memiliki gaya hidup urban dan hedonis, secara intens mengikuti perkembangan fashion, sangat memperhatikan penampilan. Hasil analisis data menunjukkan bahwa koefisien korelasi r= 0,816 dengan p= 0,000 (p < 0,01). Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa ada hubungan positif antara gaya hidup metroseksual dengan perilaku konsumtif, dengan kata lain hipotesis penelitian yang diajukan sebelumnya diterima.

Kata Kunci: Perilaku Konsumtif, Gaya Hidup Metroseksual

(16)

xvi Susilo Wibisono

ABSTRACT

This study aims to determine whether a relationship exists between the metrosexual lifestyle in students with consumptive behavior. The hypothesis proposed in this study is that a positive relationship exists between metrosexual lifestyle on students with consumptive behavior. The higher the value of the metrosexual lifestyle of the students, the higher the value of consumptive behavior.Vice versa, the lower the metrosexual lifestyle, then the lower the consumptive behavior. Subjects in this study were students enrolled in the Social Sciences Faculty of Psychology and Culture, Islamic University of Indonesia.

They are male aged 18 to 24 years. Consumptive behavior measured by the scale of consumer behavior based on aspect compiled by Sumartono (Sumartono, 2002). The aspects that are used in consumptive behavior scale includes buying products in order to maintain the appearance of self and pride, buy the product on the consideration of the price (not on the basis of the benefit or utility), purchase products for the follow mode, use the product for conformity to the model elements that advertise, buy product to keep the symbol of social status and recognition, purchase products to improve self-esteem, and tried from two different brands. Metrosexual lifestyle was measured by a scale based on the metrosexual lifestyle aspects are composed by (Kartajaya et al, 2004), while that aspect is rather socialize in certain communities (social butterfly), has a high awareness about gender equality, have an urban lifestyle and hedonistic, intense follow fashion trends, very concerned about the appearance. The results of data analysis showed that the correlation coefficient r = 0.816 with p = 0.000 (p <0.01).

From these results it can be seen that there is a positive relationship between the metrosexual lifestyle consumptive behavior in other words the research hypothesis proposed previously received.

Keywords: Consumptive Behavior, Metrosexual Lifestyle

(17)

1

A. Latar Belakang Masalah

Pada perkembangan jaman yang serba modern ini, manusia terjebak pada kompleksitas ragam komoditi yang (secara sadar atau tidak) hendak dikonsumsi. Realitas seperti itu semua tidak terlepas dari konstruksi sosial yang dibangun massa di dalam lingkungan manusia itu sendiri, dimana salah satunya yaitu peradaban modern yang tumbuh dari perkembangan umat manusia yang telah menunjukkan kemajuan paling tinggi. Kondisi ini ternyata tidak semuanya memberikan dampak positif, tetapi juga memberikan dampak yang kurang baik dalam kehidupan manusia itu sendiri, seperti berupa perubahan budaya yang salah satunya adalah budaya konsumtif terhadap benda (material culture). Konsumtif dalam hal ini lebih menekankan pada kecenderungan manusia yang ingin mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan semata. Budaya konsumtif bagi beberapa kelompok orang justru akhirnya dijadikan sebagai suatu lifestyle.

Pada kenyatannya, budaya konsumtif cenderng lebih mewabah di negara-negara dunia ketiga seperti negara-negara miskin yang baru akan berkembang dan Indonesia merupakan satu diantaranya. Hal ini berarti bahwa masyarakat negara-negara di dunia ketiga memang cenderung lebih konsumtif dibanding masyarakat di negara-negara maju. Berkembangnya

(18)

budaya konsumtif di negara-negara dunia ketiga ditandai dengan menjamurnya pusat perbelanjaan semacam shopping mall, industry mode, kawasan huni mewah, kecintaan terhadap merk asing, makanan yang serba instan atau fast food, telephon seluler atau hp, dan sebagainya yang membuat masyarakat terkondisikan untuk bergantung terhadap semua fasilitas yang disediakan. Dampak negatif dari perilaku konsumtif saat ini tidak hanya terjadi pada orang dewasa saja, tetapi para remaja sekarang cenderung berperilaku konsumtif.

Perilaku konsumtif merupakan suatu fenomena yang banyak melanda kehidupan masyarakat terutama yang tinggal di perkotaan.

Fenomena ini menarik untuk diteliti mengingat perilaku konsumtif juga banyak melanda kehidupan remaja kota-kota besar yang sebenarnya belum memiliki kemampuan financial untuk memenuhi kebutuhannya. Remaja memang sering dijadikan target pemasar berbagai produk industri, antara lain karena karakteristik mereka yang labil, spesifik dan mudah dipengaruhi sehinggaa akhirnya mendorong munculnya berbagai gejala dalam perilaku membeli yang tidak wajar. Membeli dalam hal ini tidak lagi dilakukan karena produk tersebut memang tidak dibutuhkan, namun membeli dilakukan karena alasan-alasan lain seperti, sekedar mengikuti arus mode, hanya ingin mencoba produk baru, ingin memperoleh pengakuan sosial dan sebagainya.

Idealnya, usia remaja adalah fase dimana mereka dapat menunjukkan dan mengembangkan eksistensi yang dimilikinya.

(19)

Seharusnya para remaja lebih memperhatikan orientasi untuk masa depannya terutama terfokuskan pada bidang pendidikan. Hal ini dinyatakan oleh Eccles, dimana usia remaja merupakan usia kritis karena remaja mulai memikirkan tentang prestasi yang dihasilkannya, dan lebih membuang waktu yang seharusnya mereka gunakan untuk belajar atau kegiatan yang menunjang pendidikan.

Budaya konsumtivisme menimbulkan shopilimia. Dalam psikologi ini dikenal sebagai compulsive buying disorder (penyakit kecanduan belanja). Penderitanya tidak menyadari dirinya terjebak dalam kubangan metamorfosa antara keinginan dan kebutuhan. Ini bisa menyerang siapa saja, tidak terkecuali laki-laki. Mereka yang menjadikan ke-konsumtif- annya sebagai gaya hidup adalah mereka yang secara tidak langsung menganut budaya konsumtivisme, contohnya membeli handphone jenis terbaru, mengikuti trend dan membeli gadget yang sedang up to date (meltri-elia.blogspot.com).

Terdapat beberapa alasan perilaku konsumtif lebih mudah menjangkiti kalangan remaja, salah satunya karena secara psikologis remaja masih ada dalam proses mencari jati diri dan sangat sensitif terhadap pengaruh luar. Menurut Piaget (Ali & Asrori, 2008) secara psikologis remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana individu anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama paling tidak sejajar. Secara emosional, gejala yang

(20)

menandai pertumbuhan usia remaja adalah ketidakstabilan emosi, mudahnya menunjukan sikap emosional yang meluap-luap serta semakin tidak mampu mengendalikan diri (Ali & Asrori, 2008). Secara psikososial terlihat perkembangan remaja pun memandang dan menghadapi hal-hal yang berhubungan dengan peran mereka sebagai konsumen. Maka tidak heran jika kalangan remaja yang memiliki orang tua dengan kelas ekonomi yang cukup berada, terutama di kota-kota besar, mall sudah menjadi rumah kedua. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti mode yang sedang beredar. Padahal mode itu sendiri selalu berubah sehingga para remaja tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Akhirnya, munculah perilaku yang konsumtif.

Jika terjadi perilaku konsumtif pada mahasiswa sebenarnya dapat dimengerti. Hal tersebut terjadi mengingat mahasiswa kebanyakan masih berada pada tahap usia remaja. Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain yang sebaya menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti berbagai atribut yang sedang menjadi tren. Perilaku konsumtif sendiri merupakan perilaku konsumen yang bisa dikatakan berlebihan.

Seperti yang diungkapkan oleh Sumartono (2002) bahwa perilaku konsumtif adalah kecenderungan manusia untuk menggunakan konsumsi tanpa batas dan manusia lebih mementingkan faktor keinginan dari pada kebutuhan.

(21)

Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya merupakan salah satu fakultas yang ada dalam ruang lingkup Universitas Islam Indonesia di Yogyakarta. Berbagai persoalan yang diindikasikan dengan perilaku konsumtif terjadi pada mahasiswa di Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia. Berdasarkan hasil observasi diperoleh data bahwa perilaku konsumtif terjadi juga pada mahasiswa laki- laki di fakultas tersebut, dimana beberapa mahasiswa berpenampilan sangat berbeda dengan mahasiswa lainnya. Mahasiswa ini berpenampilan dandy dan klimis, jika dilihat lebih lanjut hampir seluruh ciri-ciri metroseksual ada pada mahasiswa itu. Berdasarkan hasil observasi peneliti, ditemukan tidak hanya satu atau dua mahasiswa yang berpenampilan metroseksual, tetapi banyak peneliti temui mahasiswa dengan gaya hidup metroseksual. Hasil wawancara dengan beberapa mahasiswa didapatkan data yang mendukung bahwa gaya hidup metroseksual yang dianut oleh mahasiswa membuat mahasiswa berperilaku konsumtif lebih dari biasanya. Seperti yang diungkapkan oleh Herman (Mahasiswa Psikologi, 2012) yang rela membeli produk apa saja demi menunjang penampilan diri dan gengsi. Tidak hanya itu, Herman juga mengaku pernah membeli suatu barang dengan harga yang cukup mahal dengan harapan menimbulkan rasa percaya diri. Berbeda dengan Herman, Tito (Mahasiswa Psikologi, 2012) bahkan rela membeli produk yang sama dengan merek yang berbeda untuk menjaga penampilan dirinya. Tindakan yang dilakukan oleh Tito sudah masuk sebagai perilaku

(22)

konsumtif. Pendapat yang mendukung diungkapkan oleh Sumartono (2002) yang menyatakan bahwa perilaku konsumtif yaitu tindakan menggunakan suatu produk secara tidak tuntas. Artinya belum habis suatu produk dipakai, seseorang telah menggunakan produk jenis yang sama dari merek lain atau membeli barang karena adanya hadiah yang ditawarkan atau membeli produk karena banyak orang yang menggunakan produk tersebut.

Perilaku konsumtif yang dijalani oleh mahasiswa dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menentukan pengambilan keputusan seseorang.

Diantaranya faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. Kebudayaan merupakan faktor penentu keinginan dan perilaku konsumennya dengan anak yang dibesarkan dalam budaya Amerika. Dalam hal ini, budaya yang melekat pada diri seseorang akan mempengaruhi pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

(http//kajiangemanusa.blogspot.Com/2007/04/remajadanperilakukonsumtif .html)

Faktor individu mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku konsumen. Yang termasuk faktor individu adalah gaya hidup, kepribadian atau konsep diri. Gaya hidup seseorang adalah pola hidup seseorang dalam kehidupan sehari-hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat, pendapat, serta ide yang bersangkutan. Gaya hidup mencerminkan sesuatu yang lebih dari kelas sosial. Karena itu, gaya hidup seseorang sangat menentukan seseorang mengambil keputusan perilaku/kegiatan konsumennya,

(23)

sedangkan kepribadian atau konsep diri merupakan pola sifat individu yang dapat menentukan tanggapan cara untuk bertingkah laku, terutama bagaimana tingkah laku dapat dijelaskan oleh orang lain dengan cara yang cukup konsisten.

Faktor sosial juga mempengaruhi perilaku konsumen. Kelompok sosial bisa mempengaruhi gaya hidup seseorang yang berpengaruh pula terhadap perilaku konsumennya. Sudah menjadi sifat manusia yang selalu ingin menyesuaikan diri dengan kelompoknya. Dalam hal ini seseorang bisa mengambil keputusan perilaku konsumennya berdasarkan pilihan kelompok dan status sosial yang disandang.

Faktor lain yang dapat juga mempengaruhi yaitu faktor psikologis.

Dalam faktor ini ada variabel motivasi, persepsi, keyakinan, dan sikap.

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif seseorang disebutkan faktor individu dan sosial termasuk di dalamnya yaitu gaya hidup.

Menurut Kartajaya (2004), definisi gaya hidup metroseksual adalah gaya hidup yang dimiliki pria metroseksual yang pada umumnya hidup di kota besar (metropolis) atau sekitarnya, memiliki uang banyak untuk dibelanjakan, gaya hidup yang mewah dan juga pesolek tulen yang suka merawat dirinya sendiri, serta mengikuti tren busana yang ada, dengan alasan untuk memperbaiki penampilan luarnya. Gaya hidup yang dimiliki oleh pria metroseksual adalah serba teratur, penuh disiplin, penuh standard dan cenderung perfeksionis.

(24)

Menurut Mark Simpson (1993), bahwa yang menjadi ciri khas dari pria metroseksual adalah pria yang berbelanja lebih untuk penampilannya, tinggal di tempat yang mudah dijangkau dari kota metropolis karena terdapat semua toko terbaik, klub, gym, dan penata rambut.

Di Indonesia, istilah pria metroseksual muncul sejak sekitar awal tahun 2000. Dulu, pria yang sangat peduli dan selalu memperhatikan penampilannya dianggap aneh dan bergaya terlalu seperti wanita. Namun, kini bahkan banyak pria yang menghabiskan banyak waktu di gym untuk berolahraga dan menutup hari dengan pergi ke spa untuk sekedar merawat diri di sana. Pria seperti ini lebih bebas dalam mengekspresikan dirinya.

Mereka tidak malu dikonotasikan sebagai “banci”, tapi justru merasa bahwa kebebasan yang termasuk di dalamnya perawatan tubuh adalah sebuah “kejantanan pria zaman sekarang”.

Fenomena metroseksual, memang saat ini tengah mewarnai gaya hidup sebagian masyarakat Indonesia, khususnya laki-laki yang tinggal di perkotaan. Sebuah riset mengungkapkan, kini pria semakin “nyaman”

mengekspresikan sisi-sisi feminin layaknya wanita. Pria meroseksual setuju bahwa berpenampilan menarik merupakan hal yang penting bagi mereka. Pria metroseksual melihat, tidak masalah jika pria melakukan manicure atau facial (Media Indonesia, 28 Maret 2004). Setidaknya itulah wacana yang berkembang akhir-akhir ini. Metroseksual bukanlah penggambaran laki-laki yang keperempuan-perempuanan alias banci atau

(25)

waria, tetapi pria yang mencintai dirinya sendiri untuk menemukan kepuasan tersendiri di dalam dirinya.

Mulanya tren ini hanya menjangkiti para model pria, artis, orang- orang media, eksekutif muda dan pengacara. Tetapi, kini perilaku metroseksual terus merambah ke semua elemen dan lapisan masyarakat, tidak terkecuali mahasiswa. Mahasiswa metroseksual merupakan sebuah fenomena baru yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia. Di Kota Yogyakarta sendiri jika diperhatikan dengan seksama fenomena itu semakin tampak, khususnya di kalangan mahasiswa. Kecintaan fanatik terhadap dirinya sendiri telah merubah gaya hidup dan perilaku dalam kehidupan mereka.

Terlepas dari permasalahan boros dan budaya barat, citra pria perkotaan yang tampil wangi, berwajah tampan dan berbadan padat berisi sekarang menjadi semakin tren. Hal itu diberengi pula dengan banyaknya produsen kosmetika dan alat kecantikan yang melemparkan produknya untuk mengisi segmen pasar pria metroseksual ini. Benua Asia menjadi sasaran empuk. Selain jumlah pasarnya yang luas, kebangkitan ekonomi beberapa tahun silam di Asia menyisakan angkatan baru yang memiliki kemampuan ekonomi lebih baik dari generasi sebelumnya. Mereka inilah termasuk di dalamnya mahasiswa merupakan konsumen potensial dari produk dan metode perbaikan citra yang marak beredar.

(26)

Mahasiswa metroseksual bukanlah tipe orang yang price-sensitive, yang mementingkan faktor harga dalam membeli sesuatu. Karena kebutuhannya banyak, dari face wash, moisturizers, sampai pada minyak wangi, sudah tentu tingkat belanja para mahasiswa metroseksual cukup tinggi. Mahasiswa metroseksual juga tidak ragu-ragu dalam mengeluarkan uang untuk mendapatkan barang yang diinginkannya.

Gaya hidup metroseksual yang dijalani oleh mahasiswa masih terkait erat dengan perilaku konsumtif yang juga dijalani oleh mahasiswa.

Mahasiswa yang menjalani gaya hidup metroseksual membutuhkan hal- hal yang menunjang penampilannya, bisa berupa gadget terbaru, pakaian dengan merek-merek ternama dan lain sebagainya. Hal yang demikian, tentu saja menuntut mahasiswa berperilaku konsumtif agar dapat tetap menjalani gaya hidup demikian. Semakin tinggi gaya hidup metroseksual yang dijalani mahasiswa maka semakin membuat mahasiswa berperilaku konsumtif, sebaliknya semakin rendah atau tidak menjalani gaya hidup metroseksual maka mahasiwa tidak berperilaku konsumtif. Maka rumusan masalah dalam penelitian ini berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas adalah apakah ada hubungan antara gaya hidup metroseksual dengan perilaku konsumtif terutama pada mahasaiswa yang notabene adalah remaja yang masih menggantungkan keuangan kepada orangtuanya.

(27)

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk menguji dan mengetahui apakah ada hubungan antara gaya hidup metroseksual pada mahasiswa dengan perilaku konsumtif di Fakultas Psikologi dan Ilmu sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia.

C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis manfaat dari penelitian ini adalah dapat menambah pengetahuan serta wawasan ilmu psikologi, khususnya psikologi industri, psikologi sosial, dan psikologi perkembangan berkaitan dengan gaya hidup metroseksual pada mahasiswa dan perilaku konsumtif. Selain itu, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dan referensi dalam melakukan penelitian pada bidang yang sama di masa mendatang.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan dapat mengetahui fenomena gaya hidup metroseksual yang terjadi pada kaum laki-laki.

Selain itu juga diharapkan membantu usaha untuk mengatasi fenomena sikap konsumtif yang terjadi pada mahasiswa.

(28)

D. Keaslian Penelitian 1. Keaslian Topik

Penelitian mengenai gaya hidup metroseksual dan perilaku konsumtif, sepanjang pengetahuan penulis masih jarang dilakukan terutama untuk penulisan skripsi. Beberapa tulisan mengenai pria metroseksual yang dikaitkan dengan perilaku konsumtif memang penulis temukan. Misalnya tulisan Wahyu Rahardjo dan Betty Yuliani Silalahi yang berjudul Perilaku Konsumtif pada Pria Metroseksual, Pendekatan dan Strategi untuk Mempengaruhinya. Tulisan ini menitik beratkan pada bagaimana mempengaruhi pria metroseksual dikaitkan dengan perilaku konsumtif yang sudah melekat pada dirinya.

Ada juga penelitian yang berjudul Gaya Hidup Pria Metroseksual, Sebuah Studi tentang Gaya Hidup Pria Metroseksual. Penelitian ini ingin mengetahui kehidupan pria metroseksual secara keseluruhan.

Sedangkan topik yang digunakan dalam penelitian ini adalah

“Hubungan antara gaya hidup metroseksual pada mahasiswa dengan perilaku konsumtif” dengan menggunakan perilaku konsumtif sebagai variabel tergantung dan gaya hidup metroseksual sebagai variabel bebas.

Dalam hal ini ada persamaan variabel dalam penelitian ini, namun belum ada dari penelitian-penelitian tersebut yang menggabungkan gaya hidup metroseksual pada mahasiswa dengan perilaku konsumtif.

(29)

2. Keaslian Teori

Teori dalam penelitian ini mengacu pada teori perilaku konsumtif dari Sumartono (2002), sedangkan untuk teori gaya hidup metroseksual mengacu dari teorinya Kartajaya (2004).

3. Keaslian Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket untuk pengambilan data yang terdiri dari skala yaitu skala perilaku konsumtif dan skala gaya hidup metroseksual. Skala dalam penelitian ini dibuat sendiri oleh peneliti.

4. Keaslian Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah laki-laki sebagai mahasiswa yang berusia 18-24 tahun. Subjek diambil dari mahasiswa di Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta yang memiliki ciri-ciri bergaya hidup metroseksual. Adapun ciri-ciri yang menjadi acuan dalam pengambilan subjek adalah ciri-ciri pria metroseksual secara umum seperti memperhatikan pakaian, gaya rambut, aksesoris, serta ciri lain yang sering tampak.

(30)

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif

Perilaku konsumtif merupakan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan maksimal (Tambunan, 2007). Hal ini menunjukkan adanya suatu tindakan/aktivitas/perilaku dari individu yang bisa diamati.

Perilaku sendiri diartikan sebagai tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan (sikap), tidak saja badan atau ucapan (Tambunan, 2007).

Notoatmodjo (2003) menyatakan perilaku sebagai respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus/rangsangan dari luar. Hal ini berarti perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon. Respon dimaksud pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas manusia itu sendiri seperti berjalan, berbicara, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Sedangkan kata “konsumtif” sering diartikan sama dengan kata “konsumerisme”. Padahal kata yang terakhir mengacu pada segala sesuatu yang berhubungan dengan konsumen. Kata konsumtif sendiri lebih khusus menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal. Memang belum ada definisi yang memuaskan tentang

(31)

kata konsumtif ini. Namun konsumtif biasanya digunakan untuk menunjuk pada perilaku konsumen yang memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produksinya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok (Tambunan, 2007). Kata konsumtif yang dimaksud disini adalah perilaku konsumen yang mencari kepuasan dengan membelanjakan uangnya untuk barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan.

Engel (Mangkunegara, 2002) mengemukakan bahwa perilaku konsumtif adalah tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan-tindakan tersebut. Jadi, perilaku konsumtif tidak terbatas pada golongan ekonomi tertentu. Dapat terjadi pada siapa saja, lelaki, perempuan, tua, muda, kaya, ataupun miskin.

Pendapat lanjut diungkapkan oleh Sumartono (2002) yang mengatakan bahwa perilaku konsumtif merupakan suatu tindakan menggunakan suatu produk secara tidak tuntas. Artinya belum habis suatu produk dipakai, seseorang telah menggunakan produk jenis yang sama dari merek lain atau membeli barang karena adanya hadiah yang ditawarkan atau membeli produk karena banyak orang yang menggunakan produk tersebut, sedangkan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (Sumartono, 2002) mengatakan perilaku konsumtif adalah kecenderungan manusia untuk menggunakan konsumsi tanpa batas dan manusia lebih mementingkan faktor keinginan dari pada kebutuhan.

(32)

Demikian pula, Arsy (2006) mengatakan bahwa konsumtif menjelaskan mengenai keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal. Konsumtif juga biasanya digunakan untuk menunjukan perilaku konsumen yang memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai produksinya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok.

Membeli dan mengkonsumsi barang-barang tanpa batas dan pertimbangan yang rasional ataupun mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan, dimana hal tersebut didorong oleh keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan semata daripada kebutuhan.Sedangkan secara psikologis menimbulkan kecemasan dan rasa tidak aman (Tambunan, 2001).

Berdasarkan uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku konsumtif adalah tindakan sebagai konsumen dalam mendapatkan, menggunakan, dan mengambil keputusan dalam memilih suatu barang yang belum menjadi kebutuhannya serta bukan menjadi prioritas utama, hanya karena ingin mengikuti mode, mencoba produk baru, bahkan hanya untuk memperoleh pengakuan sosial dengan dominasi faktor emosi sehingga menimbulkan perilaku konsumtif. Teori perilaku konsumtif yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teori Sumartono (2002), kemudian dilengkapi dengan beberapa teori tentang perilaku konsumtif lainnya.

(33)

2. Aspek-aspek / Indikator Perilaku Konsumtif

Aspek perilaku konsumtif dikemukakan oleh Sumartono (2002) : a. Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi.

Konsumen kategori ini mempunyai keinginan membeli yang tinggi untuk penampilannya dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut, dan sebagainya dengan tujuan agar selalu berpenampilan yang dapat menarik perhatian orang lain.

b. Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau kegunaannya).

Konsumen cenderung berperilaku yang ditandakan oleh adanya kehidupan mewah sehingga cenderung menggunakan segala hal yang dianggap paling mewah.

c. Membeli produk untuk mengikuti mode.

Konsumen ingin menunjukan bahwa mereka juga dapat mengikuti mode yang sedang beredar. Padahal mode itu sendiri selalu berubah sehingga konsumen tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya.

d. Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan.

Konsumen cenderung meniru perilaku tokoh yang diidolakannnya dalam bentuk menggunakan segala sesuatu yang dapat dipakai tokoh idolanya. Konsumen juga cenderung memakai dan mencoba produk yang ditawarkan bila ia mengidolakan publik figure produk tersebut.

(34)

e. Membeli produk untuk menjaga simbol status dan pengakuan sosial.

Konsumen membeli barang atau produk untuk dapat menunjang sifat eksklusif dengan barang yang mahal dan memberi kesan berasal dari kelas sosial yang lebih tinggi.

f. Membeli produk untuk meningkatkan rasa percaya diri.

Konsumen terdorong untuk mencoba suatu produk karena mereka percaya apa yang dikatakan oleh iklan yaitu dapat menumbuhkan rasa percaya diri. Dengan membeli produk yang mahal mereka anggap dapat mempercantik penampilan fisik, mereka akan menjadi lebih percaya diri.

g. Mencoba dari dua merek yang berbeda.

Konsumen cenderung menggunakan produk sejenis dengan merek yang berbeda.

Berdasarkan penjelasan di atas tentang perilaku konsumtif maka aspek yang digunakan yaitu membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi, membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau kegunaannya), membeli produk untuk mengikuti mode, memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan, membeli produk menjaga simbol status dan pengakuan sosial, membeli produk untuk meningkatkan rasa percaya diri, mencoba dari dua merek berbeda.

(35)

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku konsumtif, yaitu internal dan eksternal.

a. Faktor Internal

Faktor internal ini juga terdiri dari dua aspek, yaitu faktor psikologis dan faktor pribadi.

1) Faktor psikologis, faktor ini juga sangat mempengaruhi seseorang dalam bergaya hidup konsumtif (Kotler,2000), di antaranya:

a). Motivasi, dapat mendorong karena dengan motivasi tinggi untuk membeli suatu produk, barang/jasa maka mereka cenderung akan membeli tanpa menggunakan faktor rasionalnya. Kotler (1995) motif atau dorongan adalah suatu kebutuhan yang dapat mendorong seseorang untuk bertindak.Motivasi seseorang dalam membeli adalah memuaskan dorongan kebutuhan dan keinginan yang diarahkan untuk mengurangi rasa ketegangan.

b). Persepsi, berhubungan erat dengan motivasi. Dengan persepsi yang baik maka motivasi untuk bertindak akan tinggi, dan ini akan menyebabkan orang tersebut bertindak secara rasional.

c). Sikap pendirian dan kepercayaan. Melalui bertindak dan belajar orang akan memperoleh kepercayaan dan pendirian. Dengan kepercayaan pada penjual yang berlebihan dan dengan pendirian yang tidak stabil dapat menyebabkan terjadinya perilaku konsumtif.

(36)

2) Faktor pribadi, menurut Kotler (2000) keputusan untuk membeli sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, yaitu :

a). Usia dan tahap siklus hidup. Orang membeli barang dan jasa yang berbeda sepanjang hidupnya.Usia seseorang mempengaruhi selera seseorang terhadap pakaian, perabot, dan rekreasi (Kotler dan Amstrong, 2001). Usia remaja kecenderungan seseorang untuk berperilaku konsumtif lebih besar daripada orang dewasa.

Tambunan (2001) menambahkan bahwa remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya.

b). Pekerjaan, mempengaruhi pola konsumsinya. Seseorang dengan pekerjaan yang berbeda tentunya akan mmpunyai kebutuhan yang berbeda pula. Hal ini dapat menyebabkan seseorang berperilaku konsumtif untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaannya.

c). Keadaan ekonomi, orang yang mempunyai uang yang cukup akan cenderung lebih senang membelanjakan uangnya membeli barang-barang, sedangkan orang dengan ekonomi rendah akan cenderung lebih hemat.

d). Kepribadian, dapat menentukan pola hidup seseorang, demikian juga perilaku konsumtif pada seseorang dapat dilihat dari tipe kepribadian tersebut.

(37)

e). Jenis kelamin, dapat mempengaruhi kebutuhan membeli, karena remaja putri cenderung lebih konsumtif dibandingkan dengan pria (Tambunan, 2001).

b. Faktor Eksternal/Lingkungan

Perilaku konsumtif dipengaruhi oleh lingkungan di mana seseorang dilahirkan dan dibesarkan.Variabel-variabel yang termasuk dalam faktor eksternal dan mempengaruhi perilaku konsumtif adalah kebudayaan, kelas sosial, kelompok sosial, dan keluarga.

1) Kebudayaan

Budaya dapat didefinisikan sebagai hasil kretivitas manusia dari satu generasi ke generasi berikutnya yang sangat menentukan bentuk perilaku dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat (Mangkunegara, 2002).Kebudayaan merupakan determinan yang paling fundamental dari keinginan dan perilaku seseorang (Kotler, 1995). Pengaruh kebudayaan pada perilaku konsumen dapat tercermin pada cara hidup, kebiasaan, dan tradisi dalam permintaan akan macam-macam barang dan jasa di pasar.

2) Kelas sosial.

Pada dasarnya manusia Indonesia dikelompokkan dalam tiga golongan (Mangkunegara, 2002) yaitu : golongan atas, golongan menengah, dan golongan bawah. Perilaku konsumtif antara kelompok sosial satu dengan kelompok sosial yang lain akan

(38)

berbeda. Dalam hubunganya dengan perilaku konsumtif (Mangkunegara, 2002) mengkarakteristikan antara lain:

a) Kelas sosial golongan atas memiliki kecenderungan membeli barang-barang yang mahal, membeli pada toko yang berkualitas dan lengkap (toko serbaada, supermarket), konservatif dalam konsumsinya, barang-barang yang dibeli cenderung untuk dapat menjadi warisan bagi keluarganya.

b) Kelas sosial golongan menengah cenderung membeli barang untuk menampakan kekayaannya, membeli barang dengan jumlah yang banyak dan kualitasnya cukup memadai. Mereka berkeinginan membeli barang yang mahal dengan sistem kredit. Misalnya membeli kendaraan, rumah mewah, dan perabot rumah tangga.

c) Kelas sosial bawah cenderung membeli barang dengan mementingkan kuantitas daripada kualitasnya. Pada umumnya mereka membeli barang untuk kebutuhan sehari-hari, memanfaatkan penjualan barang-barang yang diobral atau penjualan dengan harga promosi.

Pengelompokan masyarakat di atas dibuat berdasarkan kriteria kekayaan, kekuasaan, kehormatan, dan ilmu pengetahuan.

Unsur pokok dalam pembagian kelas dari masyarakat adalah kedudukan (status) dan peranan.

(39)

3) Keluarga

Keluarga sangat penting dalam perilaku membeli karena keluarga adalah pengaruh konsumsi untuk banyak produk. Peranan setiap anggota keluarga dalam membeli berbeda-beda menurut barang yang akan dibelinya. Selain itu keluarga dapat didefinisikan sebagai suatu unit masyarakat yang terkecil.

Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif adalah faktor internal dan faktor eksternal.

B. Gaya Hidup Metroseksual 1. Pengertian Gaya Hidup Metroseksual

Metroseksual secara etimologi berasal dari kata Yunani yaitu metropolis artinya Ibu kota, plus seksual. Sedangkan secara harfiah metroseksual berasal dari dua kata, yaitu “metro” yang menandakan bahwa tipe pria ini mempunyai gaya hidup urban yang modern, dan “seksual”, yang berasal dari istilah “homoseksual” yang menandakan bahwa tipe pria ini, meskipun biasanya normal, akan tetapi memiliki cita rasa atau selera yang cenderung diasumsikan dengan tipe lelaki gay (Kartajaya, 2004).

Kartajaya dkk (2004) metroseksual yaitu mereka yang memiliki uang untuk dibelanjakan dan tinggal di kota metropolis atau sekitarnya.

Gaya hidup yang dimiliki oleh pria metroseksual adalah serba teratur, penuh disiplin, penuh standar, dan cenderum perfeksionis.

(40)

Sejalan dengan pendapat diatas Iskandar (2005), mendefinisikan pria metroseksual sebagai pria yang suka merawat diri (dandy) dan mengikuti trend terbaru. Pria metroseksual biasanya pergi ke klinik atau salon, butik, fitness centre, kafe atau mall.Pria metroseksual cenderung royal dan menikmati hidup, memiliki penampilan yang cenderung rapi, menawan, stylist dan fashionable. Akan tetapi pria metroseksual tetaplah pria sejati dengan orientasi seks yang normal.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan gaya hidup metroseksual adalah gaya hidup laki-laki yang mempunyai banyak uang dan tinggal di kota besar, sangat memperhatikan penampilan yaitu suka dandan dan memanjakan diri, senang membicarakan sesuatu yang baru di lingkungannya dan terdepan dalam mengikuti mode.

2. Indikator Gaya Hidup Metroseksual

Aspek gaya hidup metroseksual dikemukakan oleh Kartajaya dkk (2004) : a.) Suka bersosialisai dalam komunitas-komunitas tertentu (social

butterfly), karena dengan mereka ikut dalam komunitas-komunitas tertentu akan membuat mereka mempunyai banyak teman dan bertambah pula wawasan mereka.

b.) Memiliki kesadaran tinggi mengenai kesetaraan gender, karena perbedaan jenis kelamin tidak menghalangi seseorang untuk berprofesi dan manusiapun tidak boleh dibedakan berdasarkan gender.

c.) Memiliki gaya hidup urban dan hedonis, menyukai kehidupan yang serba mudah dan sifatnya untuk bersenang-senang.

(41)

d.) Secara intens mengikuti perkembangan fashion di majalah-majalah mode pria, internet, dan lingkungannya agar dapat mengetahui perkembangan fashion terakhir yang mudah diikuti.

e.) Sangat memperhatikan penampilan, umumnya memiliki penampilan yang klimis, dandy, dan melakukan perawatan tubuh.

Aspek lain gaya hidup metroseksual yang diungkapkan Kartajaya (1994), antara lain:

a. hidup dan tinggal di kota besar dimana hal ini berkaitan dengan kesempatan akses informasi, gaya hidup dan pergaulan yang dijalani dan secara jelas akan mempengaruhi hidup mereka;

b. senang bersosialisasi;

c. berasal dari kalangan berada dan memiliki banyak uang karena banyaknya materi yang dibutuhkan sebagai penunjang gaya hidup yang dijalani;

d. memiliki gaya hidup urban dan hedonis;

e. secara intens mengikuti perkembangan fashion di majalah-majalah mode pria agar dapat mengetahui perkembangan fashion yang terkini;

f. pada umumnya memiliki penampilan yang klimis, dandy dan sangat memperhatikan penampilan serta perawatan tubuh;

g. menganggap dirinya sebagai orang yang modern; dan h. menyatakan dirinya sebagai warga dunia yang kosmopolit.

Menurut Hermawan Kartajaya (1994) pria metroseksual adalah pria yang pada umumnya hidup di kota besar, mempunyai pekerjaan yang

(42)

mapan, penghasilan yang cukup besar, gaya hidup yang mewah dan juga pesolek tulen yang suka merawat dirinya sendiri, serta mengikuti tren busana yang ada, dengan alasan untuk memperbaiki penampilan luarnya.

Gaya hidup yang dimiliki oleh pria metroseksual adalah serba teratur, penuh disiplin, penuh standard dan cenderung perfeksionis.

Berdasarkan penjelasan di atas tentang gaya hidup metroseksual maka aspek yang digunakan yaitu suka bersosialisasi dalam komunitas- komunitas tertentu (social butterfly), memiliki kesadaran tinggi mengenai kesetaraan gender, memilih gaya hidup urban dan hedonis, secara intens mengikuti perkembangan fashion, dan sangat memperhatikan penampilan.

3. Faktor Penyebab Pria Metroseksual

Menurut Kartajaya (2004) kemunculan pria metroseksual disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut.

a. Makin banyak wanita yang bekerja.

Kehadiran wanita karier di tempat kerja yang sebelumnya lebih banyak didominasi kaum pria tentu menuntut rekan prianya untuk juga menjaga penampilan, misalnya dengan berbusana rapi, bertubuh bugar, dan berbau harum.

b. Proporsi pekerja kantor yang terus bertambah sehingga membuat pria dituntut tampil menarik. Kita akan lebih tertarik berbisnis dengan seseorang yang berpakaian rapi daripada sebaliknya.

(43)

c. Peranan wanita sebagai pasangan pria metroseksual. Para wanita memperhatikan penampilan pasangannya agar terlihat menarik seperti para wanita tersebut.

d. Kehadiran majalah-majalah pria seperti FHM, Maxim, GQ, Esquire serta Popular dan Male Emporium di Indonesia, yang terus menambah jumlah halaman fashion mereka. Menampilkan gambar-gambar pria dengan tubuh yang ideal dan mengenakan busana dari perancang ternama yang sedang digemari pada saat ini.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi pria bergaya hidup metroseksual yaitu makin banyak wanita bekerja, proporsi pekerja kantor yang terus bertambah, peranan wanita sebagai pasangan pria metroseksual, kehadiran majalah pria- pria.

C. Dinamika Psikologis Gaya Hidup Metroseksual dengan Perilaku Konsumtif

Gaya hidup di Indonesia ini dipicu oleh tawaran yang konsumtif. Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai acara televisi dari pagi sampai malam tak lepas dari tawaran gaya hidup. Iklan merupakan tawaran yang menjajikan kenyamanan hidup, kenikmatan dan kemudahan. Selain televisi, gaya hidup tersebut memang sengaja ditawarkan melaui iklan-iklan pada radio, majalah, internet dan lain-lain. Kehadiran iklan dalam kehidupan masyarakat mampu menggiring seseorang untuk bertindak konsumtif. Iklan merupakan pesan yang menawarkan sebuah produkyang ditujukan untuk mempersuasi

(44)

masyarakat untuk mencoba dan akhirnya membeli produk yang ditawarkan (Sumartono, 2002).

Predikat konsumtif biasanya melekat pada seseorang bila orang tersebut membeli sesuatu di luar kebutuhan yang rasioanal, sebab pembelian tidak lagi didasarkan pada faktor kebutuhan tetapi sudah pada taraf keinginan yang berlebihan (Lina & Rosyid, 1997). Pernyataan ini diperkuat oleh Lubis.

(Sumartono, 2002) mengatakan bahwa perilaku konsumtif adalah suatu perilaku membeli yang tidak lagi didasarkan pada pertimbangan yang rasional karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang tidak rasioanal lagi.

Remaja sebagai salah satu golongan dalam masyarakat, tidak terlepas dari pengaruh konsumtivisme ini, sehingga remaja menjadi sasaran berbagai produk perusahaan (Jatman, 2000). Hal ini diperkuat oleh pendapat Mangkunegara (2005) yang mengatakan bahwa bagi produsen, kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial, karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Disamping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya dan sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja.

Monks, dkk (1995) mengatakan bahwa pada umumnya konsumen remaja mempunyai keinginan membeli yang tinggi, karena pada umumnya remaja mempunyai ciri khas dalam pakaian, berdandan, gaya rambut, tingkah laku, kesenangan musik, dalam pertemuan dan pesta. Remaja selalu ingin berpenampilan yang dapat menarik perhatian orang lain terutama teman

(45)

sebaya, sehingga remaja kebanyakan membelanjakan uangnya untuk keperluan tersebut.

Tambunan (2001) menyatakan bahwa perilaku konsumtif pada remaja dapat dimengerti bila melihat usia remaja sebagai usia peralihan dalam mencari identitas diri, dan apabila perilaku tersebut terjadi pada mahasiswa, itu dikarenakan sebagian besar mahasiswa masih dalam usia remaja.

Pengertian konsumtif diartikan sebagai suatu tindakan memakai produk yang tidak tuntas. Artinya, belum habis satu produk dipakai, sudah menggunakan produk jenis yang sama dengan merek yang berbeda. Salah satu pola hidup konsumtif pada saat ini adalah gila belanja atau shopping.Belanja bukan saja untuk memenuhi kebutuhan, tapi sudah menjadi gaya hidup sendiri bagi kalangan pria metroseksual.Perilaku konsumtif pria metroseksual dikatakan bersifat overt atau terlihat.

Perilaku konsumtif yang sifatnya overt tampak dari perilaku yang begitu jelas dan nyata yang dilakukan oleh individu yang bersangkutan (Peter &

Olson, 2005). Perilaku ini dapat dilihat dari bagaimana mereka berusaha merawat diri dan mempercantik penampilan mereka agar tampak trendy, klimis dan dandy dengan melakukan aktivitas-aktivitas seperti pergi ke salon, butik, gym hingga café-café untuk memenuhi kebutuhan interaksi yang bebas, khas dan melapangkan akses bagi sifat hedonis yang lebih mereka dahulukan dan pentingkan.

Gaya hidup metroseksual saat ini sudah melanda ke semua kalangan, termasuk kalangan mahasiswa. Mahasiswa metroseksual ini merupakan

(46)

sebuah fenomen baru yang terjadi pada kota-kota besar di Indonesia tidak terkecuali Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecintaan yang berlebihan terhadap dirinya sendiri telah merubah gaya hidup dan perilaku dalam kehidupan mahasiswa. Perilaku konsumtif remaja ini dapat menjadi masalah baru apabila perilaku konsumtifnya dikarenakan gaya hidup metroseksual yang dilakukan secara berlebihan. Karena mahasiswa metroseksual cenderung boros dalam menggunakan uangnya dibandingkan mahasiswa pada umunya.Mahasiswa metroseksual juga tidak ragu-ragu dalam mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan barang yang diinginkannya.

Pria metroseksual termasuk di dalamnya mahasiswa metroseksual, umunya berasal dari kalangan menengah ke atas yang rajin merawat diri dan berdandan, serta bergabung dalam komunitas terpandang di masyarakat.

Dalam menghabiskan uang, dapat dilihat bahwa pria metroseksual merupakan kelompok yang memiliki perilaku konsumtif. Dalam memenuhi kepuasannya, kaum ini adalah kelompok yang akan lebih mudah dipengaruhi sehingga perilaku konsumtifnya mudah pula dibentuk. Peter & Olson (2005) menambahkan perilaku konsumtif pria metroseksual akan menjadi ekstrim dalam menikmati gaya hidup dibandingkan pria yang biasa.

(47)

D. Hipotesis

Berdasarkan uraian-uraian di atas, hipotesis penelitian yang diajukan adalah ada hubungan antara gaya hidup metroseksual pada mahasiswadengan perilaku konsumtif. Semakin tinggi gaya hidup metroseksual pada mahasiswa maka semakin tinggi pula perilaku konsumtifnya, semakin rendah gaya hidup metroseksual pada mahasiswa maka semakin rendah pula perilaku konsumtifnya.

(48)

32

1. variabel tergantung (dependent) : Perilaku Konsumtif 2. variabel Bebas (independent) : Gaya Hidup Metroseksual

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Perilaku Konsumtif

Perilaku konsumtif adalah tindakan remaja sebagai konsumen dalam mendapatkan, menggunakan, dan mengambil keputusan dalam memilih suatu barang yang belum menjadi kebutuhannya serta bukan menjadi prioritas utama, hanya karena ingin mengikuti mode, mencoba produk baru, bahkan hanya untuk memperoleh pengakuan sosial dengan dominasi faktor emosi sehingga menimbulkan perilaku konsumtif

Semakin tinggi skor yang didapatkan maka semakin tinggi pula perilaku konsumtifnya, begitupun sebaliknya. Semakin rendah skor yang diperoleh maka semakin rendah pula perilaku konsumtifnya. Adapun aspek yang digunakan dalam skala perilaku konsumtif tersebut meliputi membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi, membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau kegunaannya), membeli produk untuk mengikuti mode, memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan, membeli produk untuk menjaga simbol status dan pengakuan sosial, membeli

(49)

produk untuk meningkatkan rasa percaya diri, mencoba dari dua merk yang berbeda.

2. Gaya Hidup Metroseksual

Gaya hidup metroseksual merupakan gaya hidup laki-laki yang hidup di kota besar dan memiliki karakteristik: a) Sangat memperhatikan penampilan; senang berdandan (chic, wangi, dandy, good looking, mature), peduli dengan perawatan diri, b) memiliki kesadran yang tinggi mengenai konsep kesetaraan gender (gender equality); menyadari tentang pentingnya emansipasi wanita, romantis, penyayang, perhatian, realistis, sangat terbuka terhadap hal-hal baru, easy going, c) fashion oriented;

selalu mengikuti mode terbaru, selalu memperhatikan apa yang dipakai orang lain di sekitarnya, technology enthusiast dan trend enthusiast (sangat gandrung dengan teknologi atau trnd-trend terbaru), selalu yang terdepan dalam peralatan mutakhir dan mode, gaya hidup yang liberal dan kosmopolit karena kemampuannya mengakses informasi tentang berbagai hal dari manapun di seluruh dunia, berpendidikan, d) social butterfly, mereka umumnya menyukai bersosialisasi dalam komunitas tertentu, misalnya komunitas penyuka musik jazz atau rock, komunitas penyuka motor besar, komunitas para lajang, komunitas arisan dan sebagainya.

Gemar membicarakan fenomena baru di lingkungannya, selalu berhubungan satu sama lain dan saling berbagi informasi dengan sesamanya, mereka membentuk komunitas dengan berbagai tujuan

(50)

diantaranya membangun relasi, saling berbagi pengalaman dalam melakukan bisnis, berbagi perasaan dan emosi ajang bertukar pendapat.

Gaya hidup metroseksual ini dinilai dari skor yang didapatkan subjek setelah mengisi skala gaya hidup metroseksual. Semakin tinggi skor yang didapatkan, maka semakin tinggi pula gaya hidup metroseksual yang dilakukan. Begitupula sebaliknya, semakin rendah skor yang didapatkan subjek maka semakin rendah pula gaya hidup metroseksual yang dilakukannya.

C. Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah mahasiswa laki-laki. Mempunyai kriteria suka bersosialisasi dalam komunitas-komunitas tertentu (social butterfly); aktif dalam komunitas atau grup dalam facebook, berkumpul dengan teman-teman di acara pesta tertentu, memiliki kesadaran tinggi mengenai kesetaraan gender; menurut mereka manusia tidak boleh dibedakan berdasarkan gender, setuju jika wanita menjadi pemimpin, setuju apabila wanita berpendidikan tinggi, memilih gaya hidup urban dan hedonis; lebih memilih hidup di kota besar, sering pergi berwisata ke luar kota, secara intens mengikuti perkembangan fashion; sering pergi ke butik-butik pakaian, mencari perkembangan fashion melalui majalah- majalah mode pria, menggunakan pakaian yang sedang trend, dan sangat memperhatikan penampilan; pergi ke salon untuk melakukan perawatan tubuh, rutin olahraga di tempat fitnes, berdandan rapi, wangi, bersih, untuk

(51)

menunjang penampilannya mereka menggunakan pakaian bermerk, karena menurut mereka akan menambah rasa percaya diri.

Berumur 18-24 tahun dan berstatus sebagai mahasiswa Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala. Keuntungan yang diperoleh dengan metode skala adalah merupakan metode yang praktis dalam penelitian, dalam waktu singkat dapat dikumpulkan data yang relatif banyak, dan orang dapat menjawab dengan leluasa sehingga tidak dipengaruhi oleh orang lain (Walgito, 2001). Penelitian ini menggunakan angket yang terdiri dari dua buah skala yaitu skala gaya hidup metroseksual dan skala perilaku konsumtif.

1. Skala perilaku Konsumtif

Skala perilaku konsumtif berfungsi untuk mengungkap tingkat perilaku konsumtif yang dialami oleh subjek penelitian terhadap kondisi konsumsinya. Adapun aspek-aspek yang akan diukur dengan skala ini adalah aspek perilaku konsumtif yang diungkapkan oleh Sumartono (2002), yaitu membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi, membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau kegunaannya), membeli produk untuk mengikuti mode, memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan,

(52)

membeli produk untuk menjaga simbol status dan pengakuan sosial, membeli produk untuk meningkatkan rasa percaya diri, dan mencoba dari dua merk yang berbeda.

Skala perilaku konsumtif dalam penelitian ini, menggunakan empat alternatif jawaban antara lain SS (sangat sesuai) diberi skor empat untuk aitem favorable dan satu untuk aitem unfavorable, S (sesuai) diberi skor tiga untuk aitem favorable dan dua untuk aitem unfavorable, KS (kurang sesuai) diberi skor dua untuk aitem favorable dan tiga untuk aitem unfavorable, dan TS (tidak sesuai) diberi skor satu untuk aitem favorable dan empat untuk aitem unfavorable. Tingkat konsumtif subjek dapat dilihat dari jumlah skor yang didapat subjek dari skala tersebut.

Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi perilaku konsumtif begitu pula sebaliknya.

Jumlah pernyataan dalam skala ini adalah 56 pernyataan, dan pernyataan-pernyataan tersebut disusun sendiri oleh peneliti. Dimana 56 pernyataan tersebut akan dibagi menjadi dua bagian, yaitu 28 pernyataan bersifat favourable dan 28 pernyataan bersifat unfavourable.

(53)

Tabel 1

Distribusi Butir Skala Perilaku Konsumtif sebelum uji coba

Aspek

Butir Favourable Butir Unfavourable

Nomor Butir Jumlah Nomor Butir Jumlah Membeli

produk demi menjaga

penampilan diri dan gengsi.

Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau kegunaannya) Membeli produk untuk mengikuti mode.

Memakai produk karena unsur

konformitas terhadap model yang

mengiklankan.

Membeli produk untuk menjaga simbol status dan pengakuan sosial.

Membeli produk untuk meningkatkan rasa percaya diri.

1, 15, 29, 43

3, 17, 31, 45

5,19, 33, 47

7,21, 35, 49

9, 23, 37, 51

11, 25, 39, 53

4

4

4

4

4

4

14, 28, 42, 56

12, 26, 40, 54

10, 24, 38, 52

8, 22, 36, 50

6, 20, 34, 48

4, 18, 32, 46

4

4

4

4

4

4

(54)

Mencoba dari dua merk berbeda

13, 27, 41, 55 4 2, 16, 0, 44 4

Jumlah Aitem 28 28

2. Skala gaya hidup metroseksual

Skala gaya hidup metroseksual ini disusun sendiri oleh peneliti.

Skala ini disusun berdasarkan klasifikasi gaya hidup metroseksual yang dikemukakan oleh Kartajaya (2004), yang mencakup aspek-aspek suka bersosialisasi dalam komunitas-kmunitas tertentu, memiliki kesadaran tinggi mengenai kesetaraan gender, memilih gaya hidup urban dan hedonis, secara intens mengikuti perkembangan fashion, dan sangat memperhatikan penampilan.

Skala gaya hidup metrosksual dalam penelitian ini, menggunakan empat alternatif jawaban antara lain SS (sangat sesuai) diberi skor empat untuk aitem favorable dan satu untuk aitem unfavorable, S (sesuai) diberi skor tiga untuk aitem favorable dan dua untuk aitem unfavorable, KS (kurang sesuai) diberi skor dua untuk aitem favorable dan tiga untuk aitem unfavorable, dan TS (tidak sesuai) diberi skor satu untuk aitem favorable dan empat untuk aitem unfavorable.

Jumlah pernyataan dalam skala ini adalah 40 pernyataan, dan pernyataan-pernyataan tersebut akan disusun sendiri oleh peneliti.

Dimana 40 pernyataan tersebut akan dibagi menjadi dua bagian, yaitu 20 pernyataan bersifat favorable dan 20 pernyataan bersifat unfavorable.

(55)

Tabel 2

Distribusi Butir Skala Gaya Hidup Metroseksual sebelum uji coba

Aspek

Butir Favourable Butir Unfavourable Nomor

Butir

Jumlah Nomor Butir Jumlah

Suka

bersosialisasi dalam komunitas- komunitas tertentu (social butterfly).

Memiliki

kesadaran tinggi mengenai

kesetaraan gender Memiliki gaya hidup urban dan hedonis.

Secara intens mengikuti perkembangan fashion

Sangat

memperhatikan penampilan.

1, 11, 21, 31

3, 13, 23, 33

5, 15, 25, 35

7, 17, 27, 37

9, 19, 29, 39

4

4

4

4

4

10, 20, 30, 40

8, 18, 28, 38

6, 16, 26, 36

4, 14, 24, 34

2, 12, 22, 32

4

4

4

4

4

Jumlah Aitem 20 20

E. Validitas dan Reliabilitas

Sebelum digunakan pada penelitian yang sebenarnya kedua skala tersebut diujicobakan terlebih dahulu pada sekelompok subjek untuk mengetahui nilai validitas dan reliabilitasnya. Hal tersebut bertujuan untuk membuktikan apakah

(56)

alat ukur tersebut secara tepat dapat mengungkap apa yang ingin diungkap, serta konsisten dalam pengukurannya. Suatu alat ukur yang telah memenuhi standar validitas dan reliabilitas inilah yang nantinya akan digunakan dalam penelitian.

1. Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.Valid tidaknya suatu alat ukur tergantung pada mampu tidaknya alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat (Azwar, 2009).

Validiatas yang digunakan adalah validitas konstrak, yang mana suatu alat ukur dikatakan valid apabila telah cocok dengan konstruksi teoritis yang menjadi dasar pengukuran.Uji validitas dilakukan dengan mengkoreksikan antara skor tiap aitem dengan skor total.

Batas indeks valid yang digunakan sebesar 0,30 atau 0,25, artinya aitem yang mempunyai indeks validitas kurang dari 0,30 atau 0,25 adalah aitem yang gugur dan aitem yang memiliki indeks validitas 0,30 atau 0,25 lebih adalah aitem yang valid, untuk selanjutnya aitem yang valid dapat digunakan dalam penelitian.

2. Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan konsisten atau kepercayaan hasil pengukuran suatu alat ukur. Azwar (2009) mendefinisikan reliabilitas dengan sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan

(57)

pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama selama aspek dalam diri subjek yang diukur belum berubah. Suatu alat ukur mempunyai reliabilitas tinggi apabila alat ukur tersebut stabil dan dapat diandalkan.

Teknik analisis yang digunakan adalah teknik uji reliabilitas alpha yang dikembangkan oleh Cronbach. Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas yang angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya, koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0, maka semakin rendah reliabilitasnya.

F. Metode Analisis data

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif yang termasuk dalam penelitian korelasional, yaitu hubungan antara Gaya Hidup Metroseksual pada Mahasiswa dengan Perilaku konsumtif.

Metode analisis data yang digunakan oleh peneliti adalah analisis statistik. Peneliti menggunakan statistic korelasi Product Moment dari Spearman. Teknik korelasi ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara gaya hidup metroseksual pada mahasiswa dengan perilaku konsumtif. Pengolahan data, peneliti menggunakan SPSS 19.0 for Windows.

Sebelum dilakukan uji korelasi maka dilakukan terlebih dahulu uji asumsi meliputi uji normalitas dan uji linearitas.

Gambar

GRAFIK NORMALITAS

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari program pengabdian masyarakat ini adalah mengenalkan keadaan alam saat ini terutama berkaitan dengan fenomena pemanasan global kepada siswa Sekolah Dasar

Kehendak Kuat yang Dipengaruhi oleh Id, Kehendak kuat yang dipengaruhi oleh id terjadi pada Asrul yang ingin jajan di lapau. Namun, Asrul tidak memiliki uang untuk

[r]

Tanaman yang mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat apabila disilangkan kemungkinan berhasilnya sangat besar (Herawati,2010) .Inventarisasi kekayaan jenis salak

Usahatani budidaya padi sawah di daerah penelitian yaitu Gampong Blang Mee, Pasie Aceh, Aron Tunong dan Gempa Raya terdapat keuntungan yang bervariasi setelah dikurangi

The non-cooperative game approach utilize the Nash Equilibrium method on the payoff matrix (normal form) and the chosen strategy is local government set high limit on number of boat,

Pada latihan ini kita akan membuat sebuah aplikasi Mobile dengan menggunakan GridView, dimana GridView bisa digunakan untuk menampilkan data baik berupa text

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) Tradisi ziarah di makam Pangeran Sambernyowo “ndagan” dengan melakukan tabur bunga, berpuasa, dan berdoa