1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Selama beberapa tahun perkembangan bisnis asuransi di Indonesia menunjukkan angka kemajuan yang cukup baik. Perusahaan yang bergerak dibidang asuransi menunjukkan geliat pertumbuhan di dalam usaha yang mana semakin banyak masyarakat yang menggunakan layanan asuransi di dalam kehidupan mereka. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 246 menyebutkan bahwa Asuransi atau Pertanggungan adalah Perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu keadaan evenemen (peristiwa tidak pasti).
Kesadaran masyarakat akan pentingnya sebuah perlindungan atas berbagai macam risiko yang bisa terjadi menimpa diri mereka sewaktu-waktu tanpa diketahui kapan waktunya menjadi salah satu penyebab tingginya jumlah pengguna asuransi. Kesadaran tersebut tentunya memberikan peluang yang besar bagi penyedia layanan asuransi bagi masyarakat untuk mendapatkan keuntungan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per tanggal 31 Desember 2015 mencatat bahwa terdapat 137 perusahaan yang bergerak dibidang asuransi yang terdiri dari 76 perusahaan asuransi umum, 50 perusahaan asuransi jiwa, 6 perusahaan reasuransi, 3 perusahaan asuransi wajib dan 2 perusahaan asuransi sosial. Jumlah tersebut akan terus naik seiring pertumbuhan geliat bisnis asuranis yang semakin menjanjikan di Indonesia sebagaimana peryataan Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik OJK Anto Prabowo yang mengungkapkan bahwa perkembangan industri asuransi hingga Mei 2018 masih signifikan dengan perolehan premi asuransi jiwa dan asuransi umum/reasuransi masing-masing tumbuh tinggi sebesar 31,49% dan 19,28% ditahun 2018.
Sesuai dengan perkembangan zaman dan persaingan bisnis akan kebutuhan konsumen, asuransi juga mengalami perkembangan yang cepat dan semakin inovatif setiap harinya. Selain meningkatkan pelayanan kepada para nasabahnya dari berbagai sektor, perusahaan asuransi juga berusaha untuk melakukan berbagai macam usaha untuk bisa tetap memperluas dan memajukan bisnis yang mereka jalankan selama ini dengan merambah ke berbagai sektor produk dengan menjangkau kebutuhan masyarakat di masa depan, dimana semakin inovatif suatu produk maka jangkauan pasar yang bisa diolah dan dijadikan sebagai sasaran penjualan produk yang mereka miliki akan semakin tinggi.
Saat ini, produk asuransi tidak hanya terbatas pada jenis asuransi proteksi nasabah saja sebagaimana yang paling banyak digunakan oleh masyarakat luas. Asuransi tidak hanya berfokus pada manajemen risiko atau proteksi terhadap hal-hal yang tidak diinginkan, melainkan dapat memperoleh manfaat lainnya sebagai model pengelolaan investasi. Salah satu bentuk munculnya inovasi bisnis dari industri asuransi adalah munculnya bisnis asuransi unit link yang termasuk jenis asuransi non tradisional. Menurut Aidil Akbar Madjid seorang perencana keuangan yang juga menjabat Ketua Umum Independent Financial Planner Club (IFPC) menjelaskan bahwa asuransi unit link adalah jenis asuransi yang mengkombinasikan asuransi permanen (whole life) dengan produk investasi. Unit link ini merupakan asuransi dua kantong yaitu kantong untuk proteksi dan kantung investasi. Uang premi yang dibayarkan sebagian digunakan untuk membayar proteksi dan sebagian lagi ditempatkan pada reksadana dalam bentuk unit link.
PT. X merupakan salah satu perusahaan asuransi jiwa yang terdaftar di OJK dan telah menerapkan proses bisnis unit link. Perusahaan tersebut terus berusaha mencari peluang inovasi bisnis asuransi melalui unit link kepada masyarakat untuk menjangkau potensi nasabah yang belum terjangkau di Indonesia. Togar Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI)
dalam auditorium Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebutkan sampai tahun 2018 baru 6,6% penduduk Indonesia yang memiliki polis asuransi sehingga otomatis peluang bisnis industri asuransi jiwa memiliki potensi hingga 93,4% masyarakat Indonesia yang belum terjangkau asuransi.
Tantangan dari adanya potensi bisnis yang ingin dicapai perusahaan asuransi tentunya tidak terlepas dari kompetensi sumber daya manusia di dalamnya terutama yang berprofesi sebagai tenaga penjual. Seorang tenaga penjual selain mempunyai selling skill juga harus memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap produk yang sedang dipasarkan karena akan membuat klien percaya pada produk tersebut. Kepercayaan inilah yang dapat menjadi kunci utama dalam penjualan ketika seseorang klien telah percaya pada suatu produk, maka akan lebih mudah untuk melakukan action selanjutnya, yaitu persetujuan untuk melakukan pembelian.
Perkembangan bisnis asuransi dari setiap layanan dan inovasi produk tentunya terus diimbangi dengan skill sumber daya manusia agar mampu diterima di masyarakat umum. PT. X sebagai salah satu pebisnis asuransi jiwa melalui produk unit link tidak hanya mempunyai tenaga penjual yang hanya focus untuk menjual produk sebagaimana yang umum dikalangan asuransi tradisional.
PT. X melalui profesi Advisor Finance (AF) tidak hanya bertindak sebagai action marketer kepada klien semata, melainkan menjadi seorang planner yang diharapkan mampu memberikan edukasi kepada masyarakat umum mengenai bagaimana mengelola keuangannya dengan tetap memberikan penjabaran tentang kebutuhan-kebutuhan hidup termasuk manfaat akan proteksi diri. Advisor Finance (AF) dapat memberikan edukasi dari semua aspek secara multidemensional yang saling terkait dan berperan terhadap pengelolaan keuangan dan proteksi diri jangka panjang. Profesi mereka dalam bisnis asuransi mirip seperti dokter dalam bidang finansial, dimana mereka akan mengumpulkan data-data, menganalisa dan memberikan saran perencanaannya.
Kompetensi dari seorang Advisor Finance (AF) tidak cukup apabila sebatas menjadi seorang planner bagi klien apabila tidak mampu sampai membuat kesepakatan persetujuan antara perusahaan dengan nasabah. Output dari Advisor Finance (AF) terletak dari seberapa banyak kesepakatan penjualan yang berhasil mereka buat untuk mendapatkan premi berdasarkan target yang sudah ditentukan oleh PT. X.
Menurut Subekti (2003:141) persetujuan asuransi atau pertanggungan yang di dalamnya termasuk persetujuan untung-untungan (Kansovereenkomst) karena disitu dikatakan bahwa hasil dari pelaksanaan persetujuan berupa untung atau rugi bergantung pada peristiwa yang belum tentu akan terjadi. Di sisi lain banyaknya produk yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi dengan kebijakan masing-masing memunculkan banyak pilihan dan juga pertimbangan yang bisa diambil oleh nasabah yang akan menggunakan asuransi tersebut. Hal ini tentunya menciptakan aroma persaingan antara perusahaan penyedia layanan asuransi sehingga PT. X terus berusahaa melalui inovasi produk dan pengembangan kapasitas sumber daya manusia (Advisor Finance) yang dimiliki mencoba bersaing untuk eksistensi dan kemajuan sebuah perusahaan.
Tabel 1.1 Target dan Realisasi MTE, OTE Regional 7 Januari – Juni 2019
NAMA
Target MTE Target OTE Real.
MTE Jan-Jun 19 Real. OTE Jan-Jun 19 Case APE Rider Case APE Rider
A 4 Rp. 48.000.000 2 5 Rp. 60.000.000 2 1 0 B 4 Rp. 48.000.000 2 5 Rp. 60.000.000 2 1 1 C 4 Rp. 48.000.000 2 5 Rp. 60.000.000 2 1 1 D 4 Rp. 48.000.000 2 5 Rp. 60.000.000 2 2 0 E 4 Rp. 48.000.000 2 5 Rp. 60.000.000 2 2 1
NAMA
Target MTE Target OTE Real.
MTE Jan-Jun 19 Real. OTE Jan-Jun 19 Case APE Rider Case APE Rider
F 4 Rp. 48.000.000 2 5 Rp. 60.000.000 2 2 1 G 4 Rp. 48.000.000 2 5 Rp. 60.000.000 2 3 3 H 4 Rp. 48.000.000 2 5 Rp. 60.000.000 2 3 0 I 4 Rp. 48.000.000 2 5 Rp. 60.000.000 2 3 3 J 4 Rp. 48.000.000 2 5 Rp. 60.000.000 2 3 2 K 4 Rp. 48.000.000 2 5 Rp. 60.000.000 2 3 2 L 4 Rp. 48.000.000 2 5 Rp. 60.000.000 2 4 2 M 4 Rp. 48.000.000 2 5 Rp. 60.000.000 2 4 3 N 4 Rp. 48.000.000 2 5 Rp. 60.000.000 2 6 3 O 4 Rp. 48.000.000 2 5 Rp. 60.000.000 2 6 4 P 4 Rp. 48.000.000 2 5 Rp. 60.000.000 2 6 6 Q 4 Rp. 48.000.000 2 5 Rp. 60.000.000 2 6 6
Sumber : KPI Januari-Juni 2019 PT.X
Berdasarkan Tabel 1.1 tersebut dijelaskan bahwa Advisor Finance mempunyai 2 jenis target yang menjadi acuan yaitu Target MTE (Target Wajib) dan kemudian Target OTE (Target Lanjutan).
Dari keseluruhan total 17 Advisor Finance (AF) di bulan Januari – Juni 2019 pencapaian realisai MTE rata-rata 55%. Sedangkan apabila dikaji berdasarkan target individu maka sebanyak 3 orang dengan pencapaian 16,6%, 3 orang 33,3%, 5 orang 50%, 2 orang 66,6 % dan ada 4 orang yang 100% atau 6 kali berturut-turut mencapai target MTE. Kemudian apabila dilihat dari perhitungan OTE maka dari 17 Advisor Finance bulan Januari – Juni 2019
rata-rata pencapaian 37,2% dengan rincian 3 orang 0 % (tidak pernah mencapai OTE), 4 orang 16,6%, 3 orang 33,3%, 4 orang 50%, 1 orang 66,6% dan 2 orang 100%.
Dari tabel 1.1 tersebut menunjukkan bahwa sumber daya manusia yang bekerja sebagai Advisor Finance (AF) Regional 7 di PT. X masih mengalami permasalahan dalam pencapaian realisasi target kinerja, apabila dilihat dari harapan rata-rata pencapaian 75% MTE dari periode januari-juni 2019, maka hanya ada 4 Advisor Finance yang mencapai diatas itu dengan pencapaian sempurna, sedangkan 14 Advisor Finance (AF) lainya masih di bawah 75%. Berdasarkan informasi dari manager Advisor Finance Regional 7 menjelaskan bahwa ke 17 Advisor Finance (AF) tersebut terdiri dari berbagai latar belakang jurusan yang variatif, seperti ekonomi, managemen, hukum, perikanan, sosiologi, antropologi dan lain sebagainya. Tidak ada jaminan individu yang berlatar belakang pendidikan ekonomi lebih menguasai dan memperoleh kinerja yang bagus, justru beberapa jurusan yang dianggap tidak berkorelasi mempunyai performa lebih baik sehingga perlu dikaji secara mendalam mengenai permasalahan yang menyebabkan Advisor Finance (AF) belum mencapai target melalui mekanisme pemetaan dan pengembangan model kompetensi sumber daya manusia.
Kompetensi sangat berkaitan dengan pencapaian kinerja seorang karyawan. Kompetensi merupakan karakteristik yang mendasar bagi seorang individu yang berkaitan dengan kinerja yang efektif dalam suatu pekerjaan yang dilakukan (Spencer dan Spencer, 1993:9). Seseorang dikatakan berkompeten dalam suatu pekerjaan jika memenuhi kriteria tertentu yang ditetapkan sebagai standar, baik dari segi pengetahuan, keterampilan maupun sikap. Kompetensi dapat dihubungkan dengan kinerja dalam sebuah hubungan sebab akibat yang menunjukkan bahwa tujuan, perangai, konsep diri, dan kompetensi pengetahuan yang kemudian memprakirakan kinerja dan hasil akhir.
Pengaruh kompetensi seseorang terhadap kinerja sangat besar, sebagaimana pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Emmyah (2009)
menunjukkan bahwa pengaruh kompetensi terhadap kinerja pegawai Politeknik Negeri Ujung Pandang sebesar 72,2%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi kompetensi pegawai maka akan semakin tinggi pula kinerjanya. Kompetensi dikalangan karyawan suatu perusahaan menjadi syarat mutlak bagi karyawan dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, terutama pada Advisor Finance yang secara khusus menjadi marketing planner dalam menjual dan menawarkan produk di PT. X. Selain itu, Advisor Finance menjadi ujung tombak dari tarcapainya target perusahaan. Oleh karena itu peningkatan kompetensi dalam sebuah perusahaan dapat dilakukan dengan pemetaan kompetensi yang telah dimiliki oleh masing – masing karyawan sebagai upaya untuk peningkatan kinerja.
Pemetaan kompetensi merupakan platform yang bertujuan untuk membandingkan keterampilan yang ada sekarang dan yang diinginkan serta kompetensi individu yang diperlukan untuk melakukan tugas secara efektif dan efisien. Peta kompetensi sering disebut sebagai profil kompetensi atau profil keterampilan. Selain itu pemetaan kompetensi juga diharapkan sebagai cara dalam mengukur kekuatan dan kelemahan dari suatu pekerja atau perusahaan terutama dalam melihat hubungan target dan realisasi sehingga sangat penting untuk membuat peta kompetensi untuk mengidentifikasi keterampilan atau kekuatan setiap karyawan, sekaligus untuk mengetahui bagaimana kelebihan setiap karyawan dikombinasikan untuk mendapatkan kualitas yang terbaik dalam bekerja. Pemetaan kompetensi yang didapat diharapkan dapat menjadi dasar dalam upaya pengembangan sumber daya manusia melalui mekanisme pengembangan model kompetensi.
Pengembangan model kompetensi tersebut diperlukan sebagai bentuk upaya responsif yang tidak hanya mengkaji secara naratif namun memberikan upaya-upaya pengembangan yang ditujukan kepada Advisor Finance (AF) terutama dalam pemenuhan target dan realisasi perusahaan. Kompetensi yang telah dimiliki Advisor Finance (AF) seperti kompetensi terkait pengetahuan
produk dan keterampilan komunikasi yang didapatkan secara tidak langsung saat mengikuti pelatihan dasar wajib Advisor Finance (AF) kemudian dilakukan analisis kembali dengan melakukan pendekatan yang lebih luas dengan menentukan setting objective Advisor Finance (AF) dan kompetensi yang harus dimiliki sebagai tindak lanjut dari hasil evalusi pemetaan kompetensi. Analisis tersebut kemudian diharapkan dapat menghasilkan indikator dan kriteria baru yang dibutuhkan individu agar dapat bekerja secara optimal sebagai Advisor Finance (AF).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka rumusan masalah yang diambil adalah sebagai berikut :
“Bagaimana pengembangan model kompetensi Advisor Finance (AF) Regional 7 PT. X ?”
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari adanya penelitian ini adalah untuk menganalisa sekaligus menyusun pengembangan model kompetensi Advisor Finance (AF) Regional 7 di PT. X.
1.3 Manfaat Penelitian 1.3.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan konsep dan pengembangan sumber daya manusia yang berdasarkan pada pengembangan model kompetensi pada institusi perusahaan.
1.3.2 Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsi literatur yang bermanfaat bagi perusahaan pada umumnya maupun pada PT. X dalam melihat dan mengambil kebijakan terkait sumber daya manusia yang
didalamnya dapat menentukan standart kompetensi dan upaya-upaya pengembangan sumber daya manusia yang dibutuhkan.