1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemiskinan ialah sebuah keadaan dimana seorang individu atau kelompok masyarakat tidak mampu untuk mendapatkan kebutuhan dasar, misalnya saja tidak mampu untuk mengeyam pendidikan sampai 12 tahun, mendapat fasilitas kesehatan yang memadai, serta mendapatkan kecukupan ekonomi untuk hidup (Riyadi, 2018).
Uraian perihal masalah kemiskinan saat ini sudah meluas, hal ini diakibatkan oleh banyaknya faktor baru yang muncul. Kemiskinan bukan lagi tentang aspek ekonomi saja, tetapi aspek lain seperti politik, sosial, pendidikan, serta kesehatan sudah menjadi tolak ukur masalah kemiskinan. Menurut UNDP (Bhinadi,2017) Kemiskinan ialah ketidakmampuan untuk memperluas pilihan pilihan hidup, antara lain dengan memasukkan penilaian tidak adanya partisipasi dalam pengambilan kebijakan publik sebagai salah satu indikator kemiskinan. 1Singkatnya kemiskinan dapat dijelaskan sebagai suatu standar kehidupan yang rendah serta kekurangan dalam materi pada sekelompok masyarakat. Kemiskinan menjadi masalah yang kronis berkaitan dengan masalah kesenjangan dan penganguran yang dapat menimbulkan permasalahan sosial.
Bersamaan dengan konsep otonomi daerah yang berlangsung di Indonesia, sehingga pemerintah daerah dituntut untuk bergerak menyelesaikan masalah kemiskinan yang ada di daerah nya masing-masing. Alasan paling dekat dengan masyarakat serta paham dengan kondisi sosial serta potensi di wilayah masing masing lah yang dirasa dapat membantu memecahkan masalah kemiskinan ini.
Kabupaten Trenggalek yang terletak di pesisir selatan Jawa Timur yang mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan, juga melakukan upaya penangulangan masalah kemiskinan. Meskipun Kabupaten Trenggalek bukan Kabupaten termiskin di Jawa timur, namun Kabupaten Trenggalek masih
1 Riyadi, Slamet. “Implementasi Program Gertak Sebagai Upaya Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Trenggalek.” Universitas Dr. Soetomo Surabaya. 2018
2
sangat jauh tertinggal di bandingkan Kabupaten/Kota lainnya, dengan jumlah penduduk miskin di Kabupaten Trenggalek sebesar 81,030 ribu jiwa di tahun 2020.
Kemiskinan bukan hanya sekedar jumlah dan presentase penduduk miskin melainkan ada hal lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Angka kemiskinan di Kabupaten Trenggalek yang tergolong tinggi, dan disisi lain pemerintah daerah memiliki keterbatasan dana dalam Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Belum lagi ketika dalam mengakses pelayanan, warga miskin harus dipaksa mendatangi banyak dinas untuk melengkapi data-data yang dibutuhkan. Dalam hal tersebut perlu adanya unit pelayanan terpadu untuk kemiskinan, selain juga untuk memastikan orang-orang yang mengharapkan bantuan adalah benar-benar miskin. Karena seperti di Kabupaten Trenggalek ini, banyaknya warga miskin yang belum terakomodir dalam basis data terpadu maka pemerintah menerbitkanSurat Keterangan Tidak Mampu (SKTM), yang akhirnya menjadi sangat serampangan dan menyebabkan pemborosan dana. Karena Pemerintah juga memiliki keterbatasan dana APBD sehingga penanganan dampak sosial dan kemiskinan tidak tertangani dengan cepat, Sehingga Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk penanggulangan kemiskinan dengan dibentuknya Program Gerakan Tengok Bawah Masalah Kemikinan (GERTAK) atau yang biasa di sebut sebagai posko Gertak yang diharapkan mampu menangulangi angka kemiskinan di Kabupaten Trenggalek.
Menurut Dhewye (2020), Gerakan Tengok Bawah Masalah Kemiskinan atau disebut GERTAK hadir sebagai program andalan Kab. Trenggalek untuk menuntaskan masalah kemiskinan. Adanya GERTAK ini diharapkan benar benar bisa mencapaii tujuan gerakan pengentasan kemiskinan, dengan mengandalkan kekhas an pada GERTAK yaitu melalui tiga sedekah: a) sedekah informasi, b) sedekah partisipasi, c) sedekah rezeki. Menurut Riyadi (2018), program GERTAK ialah program andalan Bupati dan wakil Bupati Trenggalek, Emil Elestianto Dardak dan Wakil Bupati, Moch. Nur Arifin dalam menyelesaikan setiap masalah sosial
3
melalui penggunaan dana non APBD. Program yang diluncurkan pada 2016 lalu tersebut berawal dari permasalahan kemiskinan dan keterbatasan dana APBD yang dihadapi oleh Kabupaten Trenggalek namun disatu.
Program Gertak ini dari awal peluncurannya membuahkan hasil yang positif dengan pengurangan jumlah penduduk miskin yang ada di Kabupaten Trenggalek.
Dari tahun 2017 sampai pada tahun 2019 angka kemiskinan di Trenggalek menurun. Dengan mengandeng Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) di tahun 2017 mampu mengumpulkan dana sebesar Dua Ratus juta perbulan dan peningkatan di tahun 2018 menjadi Dua Ratus Lima Puluh juta per bulannya. Penggunaan dana ini banyak untuk pelayanan kesehatan bagi yang urgnent, selain itu juga mendaftarkan dan membayarkan premi asuransi kesehatan bagi masyarakat miskin yang belum dijangkau oleh Kartu Indonesia sehat (KIS), bedah Rumah warga miskin, kemudian juga adanya Pembinaan Ekonomi Mayarakat.
Kegiatan yang berjalan dikekola dengan transparan, profesional bisa diakses dengan mudah oleh masyarakat. Keberhasilan lain yang di capai oleh Program Gertak bahkan mendapat penghargaan Emas Good Practice Award-Otonomi Award (OA) 2018 yang diadakan oleh Jawa Pos Institude of Pro Otonomi (JPIP) dan Pemprov Jatim. Dalam hal Kinerja Pemerintah Kabupaten/kota di Jatim yang memiliki Inovasi program kerja sejalan dengan tema Otonomi Award. Namun, sangat disayangkan pada tahun 2020 terjadi kenaikan persentase penduduk miskin hingga level 11,62 persen (81,03 ribu orang). Kenaikan pada tahun 2020 mencapai 0,64 persen poin.
4
Tabel 1. 1 Jumlah dan Persentase penduduk Miskin di Kabupaten Trenggalek tahun 2010-2020
Tahun
Garis Kemiskinan
(Rp./Kapita/Bulan
Jumlah Penduduk dibawah Garis
Kemiskinan
Presentase Penduduk
Miskin
2013 243.665 92,420 jiwa 13,50 %
2014 250.666 90,040 jiwa 13,10 %
2015 260.133 92,170 jiwa 13,39 %
2016 275.426 91,490 jiwa 13,24 %
2017 288.779 89,770 jiwa 12,96 %
2018 308.644 83,500 jiwa 12,02 %
2019 323.787 76,440 jiwa 10,98 %
2020 340.915 81,030 jiwa 11,62 %
Sumber : Susenas 2013-2020
Menurut Roudlotul Jannah dan Hany Fanida (2020) total penduduk miskin yang dikategorikan berdasarkan pengeluaran per kapita per bulannya berada di bawah garis kemiskinan di Kabupaten Trenggalek tahun 2020 sebesar 81,06 ribu orang atau 11,62 persen. Padahal sebelumnya di tahun 2019 hanya 76,44 ribu orang atau sekitar 10,98 persen. Kemudian untuk Garis Kemiskinan ditahun 2020 juga meningkat yaitu Rp.340.915,-perkapita/bulan. Padahal ditahun 2019 hanya Rp. 323.787,- perkapita/bulan. Peningkatan garis kemiskinan ini mengandung arti bahwa ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin melebar jika dibandingakan dengan periode sebelumnya, salah satu penyebabnya yaitu
5
dikarenakan dampak dari covid-19 yang sangat mempengaruhi terutama pada perekonomian masyarakat2.
Peningkatan jumlah penduduk miskin terjadi lantaran pandemi menyebabkan banyak kegiatan perekonomian tidak bisa berjalan seperti biasa sehingga pendapatan pun tertekan. Apalagi pada masyarakat yang sebelumnya sudah masuk pada garis kemiskinan ataupun yang nyaris masuk garis bahkan yang berada di atas sedikit garis kemiskinan, mereka ini semua masuk dalam kelompok yang rentan.
Bagi kelompok yang rentan ini jika mengalami sedikit goncangan saja maka semuanya bisa terjerumus dalam bawah garis angka kemiskinan.
Seperti yang kita ketahuai bahwa Covid-19 memberi dampak pada perekonomian dimana pengeluaran semakin bertambah namun pendapatan yang semakin berkurang terutama pada masyarakat yang hanya mengandalkan hasil pendapatan dari berdagang, bahkan banyak pekerja yang diberhentikan akibat dari Covid-19. Meskupun pemerintah sudah menyiapkan bantuan langsung tunai kepada para masyarakat yang terdampak covid-19, namun bantuan yang di peroleh belum secara merata dan masih belum bisa mengatasi permasalahan kemiskinan, selain itu angka pengangguran juga turut meningkat. Penduduk banyak yang tidak bisa bekerja dan memperoleh penghasilan untuk kebutuhan sehari-hari.
Semakin sulitnya masyarakat dalam mencari Pekerjaan, banyaknya pengangguran maka pemerintah kabupaten Trenggalek mengeluarkan program dibawah naungan GERTAK untuk membina masyarakat guna menciptakan lapangan pekerjaannya sendiri melalui program Jadi Pengusaha Mandiri (JAPRI) dengan harapan bahwa masyarakat kabupaten Trenggalek dapat menciptakan lapangan pekerjaannya sendiri. Program Jadi Pengusaha Mandiri Merupakan
2Roudlotul Jannah, R. I. Z. K. I., and E. V. A.Hany Fanida. “Efektivitas Pelayanan Gerakan Tengok Bawah Masalah Kemikinan (GERTAK)di Kabupaten Trenggalek.” Publika 8.2 (2020).
6
program dibawah naungan program Gerakan tengok bawah masalah kemiskinan (GERTAK)
Dalam pelaksanaannya program Gertak mempunyai 5 strategi Implementasi dalam penanggulangan kemiskinan yang ada di Kabupaten Trenggalek, berikut 5 Strategi yang tertuang dalam program GERTAK (Gerakan Tengok Bawah Masalah Kemiskinan) yaitu Golden Standar Klasifikasi, Mekanisme mutasi, Unit layanan Terpadu, Bina Ekonomi Rakyat, serta Evaluasi dan Redifinisi. Untuk meningkatkan sektor ekonomi kerakyatan, masyarakat miskin mendapat kesempatan terhadap berbagai sumber permodalan dan peluang usaha tanpa di bebani dengan persyarakatan yang menyulitkan serta memberikan kesempatan masyarakat miskin melakukan mobilitas sosial ekonomi secara vertikal melalui program Anty Poverty Program (APP), JAPRI (Jadi Pengusaha Mandiri), KEPEL (Kelompok Peningkatan Ekonomi Lokal), Kredit Gangsar,Pengembangan pertanian Terpadu, Program Bedah rumah tidak layak huni atau RTLH yang diharapkan dapat berkontribusi terhadap penurunan angka kemiskinan di Kabupaten Trenggalek.
Bersamaan dengan hadirnya Program GERTAK yang dibentuk dengan berlandaskan UU NO.9 tahun 2015 tentang pemerintah daerah serta dibentuk menurut peraturan daerah no. 4 tahun 2018 tentang rencana pembangunan jangka menengah daerah atau RPJMD Kabupaten Trenggalek tahun 2016-2021 maka lahirlah satu Program di dalam lingkup GERTAK yakni jadi pengusaha Mandiri.
Program Jadi Pengusaha Mandiri (JAPRI) ini merupakan salah satu program yang diwadahi oleh GERTAK dengan menekankan pada pelatihan kepada masyarakat yakni usia 18-30 tahun yang berasal dari keluarga tidak mampu tetapi memiliki pola pikir untuk berkembang ( Masyarakat Produktif ). Pelatihan yang dilakukan untuk program JAPRI merupakan pelatihan dan loka karya kewirausahaan.
Pemerintah Kabupaten Trenggalek melaksanakan program JAPRI dengan cita- cita pemerintah ialah menciptakan 2000 pengusaha perempuan setiap tahunnya (Pemkab Trenggalek, 2021). Pada tahun 2018 Program JAPRI berhasil melaksanakan pelatihan kewirausaan dalam berbagai bidang.
7
Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang di atas, maka disini peneliti memutuskan untuk mengangkat kasus mengenai bagaimana evaluasi implementasi program JAPRI (Jadi Usaha Mandiri) dalam pengentasan kemiskinan di Kabupaten Trenggalek.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana Evaluasi Implementsi Program JAPRI dalam pengentasan kemiskinan di Kabupaten Trenggalek tahun 2020?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana evaluasi implementasi program JAPRI pada pembinaan Mayarakat dalam pengentasan kemiskinan di Kabupaten Trenggalek
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan manfaat bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan permasalahan ini. Antara lain :
1. Manfaat Teoritis
Dari penelitian ini diharapkan bisa menjadi sebuah rujukan pengetahuan bagi setiap pihak terkait. Dari penelitian ini jua diharapkan dapat meningkatkan ilmu pengetahuan serta wawasan terkait dengan Evaluasi Kebijakan Program JAPRI Dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Trenggalek Kusunya pada Pembinaan ekonomi Rakyat.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Posko Gertak diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan ataupun pertimbangan dalam rangka menetapkan strategi dan prioritas penanggulangan kemiskinan dalam program Gertak.
b. Bagi Pemerintah Kabupaten Trenggalek dapat memanfaatkan pengetahuan ini untuk meningkatkan efektifitas pengelolaan dan pelaksanaan program JAPRI pada pengentasan kemiskinan di Kabupaten Trenggalek.
8 3. Manfaat Akademis
a. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana strata satu (S1) Program studi Ilmu Pemerintahan
b. Menjadi referensi bahan bacaan bagi penelitian selanjutnya terutama penelitian tentang Program Pengentasan Kemiskinan.
1.5 Definisi Konseptual 1. Evaluasi
Evaluasi merupakan suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk mengumpulkan, mendeskripsikan, menginterpretasikan, dan menyajikan informasi tentang suatu program untuk dapat digunakan sebagai dasar membuat keputusan, menyusun kebijakan maupun menyusun program selanjutnya (Widoyo,2012;6).
Evaluasi juga merupakan suatu riset untuk mengumpulkan , menganalisis dan menyajikan informasi yang bermanfaat mengenai objek evaluasi, selanjutnya dipergunakan untuk mengambil keputusan mengenai objek evaluasi tersebut (Wirawan, 2017:7). Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah proses sistematis yang bertujun untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan informasi yang bermanfaat yang dimiliki tolak ukur dan hasil dari evaluasi tersebut dapat digunakan untuk membuat kebijakan.
Dalam tulisan ini nantinya, penulis akan menggunakan teori evaluasi kebijakan Wiliam N.Dunn (1999). Evaluasi berkaitan dengan mendapatkan data valid dan juga sebuah kebermanfaatan dari hasil kbijakan. Sebuah evaluasi mampu memberi data yang falid serta bisa dipercaya untuk mengukur sebuah berjalannya suatu program kegiatan atau kebijakan. Wiliam N Duun mengambarkan Kriteria evaluasi kebijakan publik seperti :
a. Efektifitas, menjelaskan tentang keberhasilan dari suatu program apakah sudah mencapai tujuan yang diinginkan.
9
b. Efisiensi, menjelaskan tentang berapa banyak usaha yang diperlukan untuk mencapai hasil yang di inginkan.
c. Kecakupan, menjelaskan tentang seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan untuk memecahkan masalah.
d. Pemerataan, menjelaskan mengenai apakah biaya didistribusikan dengan merata kepada kelompok-kelompok tertent.
e. Responsivitas, menjelaskan tentang apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan atau nilai-nilai kelompok tertentu.
f. Ketepatan, menjelaskan apakah hasil atau tujuan dari program yang diinginkan benar-benar berguna atau bernilai.
2. Program Gertak
Usaha untuk menyelesaikan masalah kemiskinan yang ada di Kabupaten Trenggalek dengan program GERTAK (Gerakan Tengok Bawah Masalah Kemiskinan) yang diharapkan bisa menuntaskan masalah kemiskinan serta menurunkan angka kemiskinan yang terjadi pada Kabupaten Trenggalek. Pembeda program Gertak dari program sebelumnya untuk mengetaskan masalah kemiskinan terletak pada muatan program Gertak yang mengusung konsep 3 sedekah yaitu sedekah informasi,sedekah partisipasi, sedekah rezeki.
Program Gertak memiliki strategi pelaksanaan ialah , pertama Golden Standart serta pengategorian kemiskinan. Pada tahapan ini pemerintah hendak memberikan standart ataupun membuat pengategorian untuk masyarakat miskin yang dirasa mempunyai hak menerima tunjangan ataupun bantuan lainnya . Kedua yakni sistem mutasi , dimana tahapan ini data masyarakat miskin hendak diupdate setiap 3 bulan sekali maka pemerintah mampu mengalirkan bantuan dengan pas sasaran. Ketiga ialah pada unit pelayanan terpadu ini diharap bisa menjadi rujukan semua pelayanan untuk menyelsaikan masalah kemiskinan masyarakat terkait. Keempat adalah Bina Ekonomi Rakyat, bagi masyarakat yang masuk dalam usia produktif akan dibina melalui pelatihan usaha . Kelima adalah Redifinisi dan Evaluasi, dilakukan setelah program berjalan semua dan
10
BAPPEDALITBANG dituntut melakukan penilaian serta melakukan koordinasi dengan TKPK yang lain. Jika setiap langkah sudah dilakukan secara maksimal dan setiap lembaga dalam program ini melakukan sinergisitas antara satu dengan yang lain dengan baik serta setiap komponen masyarakat terjalin dengan baik pula, maka tujuan program GERTAK akan bisa tercapai.
3. Program JAPRI
Bersamaan dengan program GERTAK yang dibentuk dengan berlandaskan UU No. 9 tahun 2015 Tentang pemerintah daerah, serta dibentuk menurut perarturan Daerah no 4 tahun 2018 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Trenggalek tanun 2016-2021 maka lahirlah satu program didalam lingkup GERTAK yakni Jadi Pengusaha Mandiri (JAPRI). Program Jadi Pengusaha Mandiri ini merupakan salah satu program yang diwadahi oleh GERTAK dengan menekankan pada pelatihan kepada masyarakat kususnya perempuan muda dari keluarga tidak mampu dengan rentan usia 18-30 tetapi memeliki pola pikir untuk berkembang (Masyarakat Produktif). Pelatihan yang dilakukan JAPRI merupakan pelatihan lokakarya kewirausahaan, mereka dibekali ilmu tentang cara berwirausaha kemudian diberikan pendampingan pembinaan kepada peserta atau masyarakat sesuai bidang yang sesuai dengan yang mereka inginkan. Dalam pendanaan program Jadi pengusaha Mandiri ini seluruhnya ditanggung oleh USAID yaitu badan pembangunan internasional Amerika serikat yang bertanggung jawab atas bantuan untuk bidang ekonomi, pembangunan, dan kemanusiaan untuk negara-nregara lain di dunia.
4. Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan ketidakmampuan ekonomi seorang individu dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan hidupnya.
Ketidakmampuan ekonomi ini tentunya imbas dari sedikitnya pendapatn yang didapat, dan dapat mempengaruhi setiap individu untuk mengenyam pendidikan sampai selesai serta mendapat fasilitas kesehatan yang memadai. Selain itu juga tempat tinggal yang layak juga termasuk dalam tolak ukur kesejahteraan masyarakat. Sehingga dari pengetian ini maka seorang yang masuk dalam kategori
11
miskin jika dia memperoleh pendapatan yang rendah dari rata – rata pendapatan yang sudah ditetapkan, oleh karena itu dia tidak bisa mendapat kesempatan untuk mensejhterakan dirinya (Suryawati,2004).
Suryawati (2004) mengartikan kemiskinan sebagai ketidaksanggupan seorang individu untuk memenuhi kebutuhan pokok dan akhirnya kesulitan untuk melangsungkan kehidupannya dan menyebabkan kurang bisa memenuhi standar kualitas hidup pada umumnya. Dari definisi ini sehingga kemiskinan diartikan sebagai sebuah kondisi ketidkmampuan pendpatan untuk bisa memenuhi sejumlah kebutuhan pokok serta kebutuhan lainnya yang dapat menjamin terpenuhinya standar kualitas hidup individu.
Beberapa faktor yang dinilai sebagai menyebabkan kemiskinan menurut Kartasasmita (Rahmawati,2006)yang pertama yaitu rendahnya taraf pendidikan yang mengakibatkan kemampuan dalam pengembangan diri terbatas dan menyebabkan sempitnya lapangan pekerjaan serta membatasi kemampuan untuk mencari dan memanfaatkan peluang. Kedua, rendahnya derajad kesehatan seperti taraf kesehatan dan gizi rendah yang kemudian akan mengakibatkan rendahnya daya tahan fisik, daya fikir dan prakasa. Ketiga, terbatasnya lapangan kerja diakibatkan karena minimnya pendidikan dan kesehatan yang rendah yang menyebakan sulit mendapat pekerjaan. Keempat, kondisi keterisolasian yang dimana banyak penduduk secara ekonomi tidak bisa berbuat apa-apa karena berada di daerah terpencil dan terisolasi sehingga sulit menjangkau pelayanan pendidkan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya.
5. Pengentasan Kemiskinan
Awan, et.al (2011:7) berpendapat bahwa pengentasan kemiskinan merupakan salah satu tantangan dunia yang paling penting, dan sektor swasta diusulkan memainkan peran penting dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi, lapangan kerja dan pilihan pembelian yang diperlukan untuk pengurangan kemiskinan yang signifikan. Kemiskinan sangat berkorelasi dengan banyak aspek negatif terukur dari standar hidup dan oleh karena itu pengurangan kemiskinan dapat berdampak positif pada kehidupan jutaan orang di seluruh dunia. Pengentasan kemiskinan adalah bagian penting untuk memastikan masa depan yang
12
berkelanjutan dan menciptakan dunia yang adil di mana perang melawan perubahan iklim menjadi prioritas bagi semua. Pengentasan kemiskinan juga melibatkan peningkatan kondisi kehidupan orang-orang yang sudah miskin. Meskipun kemiskinan merupakan fenomena multidimensi, tingkat kemiskinan seringkali diukur dengan menggunakan dimensi ekonomi berdasarkan pendapatan dan konsumsi. Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) juga menekankan pada pendekatan kapabilitas untuk pengukuran kemiskinan.
Awan, et.al (2011:9) juga menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi menghasilkan pendapatan yang dibutuhkan untuk memperluas program pengentasan kemiskinan sambil memungkinkan pemerintah untuk membelanjakan kebutuhan dasar orang miskin termasuk perawatan kesehatan, pendidikan, dan perumahan. Strategi pengentasan kemiskinan dapat dikategorikan menjadi empat jenis, yaitu pembiayaan mikro berbasis organisasi masyarakat, kapabilitas dan jaminan sosial, berbasis pasar, dan tata kelola yang baik. Keuangan mikro, yang ditujukan untuk mengangkat orang miskin keluar dari kemiskinan, merupakan strategi pengentasan kemiskinan yang utama. Setelah menyebar dengan cepat dan luas selama beberapa dekade terakhir, saat ini telah beroperasi di beberapa negara berkembang di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Banyak peneliti dan pembuat kebijakan percaya bahwa akses keuangan mikro di negara berkembang memberdayakan orang miskin (terutama wanita) sambil mendukung kegiatan yang menghasilkan pendapatan, mendorong semangat kewirausahaan, dan mengurangi kerentanan.
13 1.6 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah bagian dari penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel. Sebagai alat pengukur sebuah indikator dalam peneitian, atau biasa dikatakan sebagai petunjuk dalam melaksanakan penelitian. Berikut definisi operasional dari penelitian yang akan di bahas mengenai Evaluasi Program Gertak Sebagai Program Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Trenggalek Tahun 2020, degan mengunakan beberapa Indikator dalam Teori Evaluasi Kebijakan menurut Wiliam, N.
Dunn(1999) dalam nugroho (2014) (Nugroho R. 2014. Public Policy)
1. Evaluasi Program Gertak dalam pengentasan kemiskinan di Kabupaten Trenggalek :
a) Efektivitas Program JAPRI di Kabupaten Trenggalek
b) Efisiensi Pelaksanaan Program JAPRI di Kabupaten Trenggalek c) Kecukupan Program JAPRI dalam memecahkan masalah
kemiskinan di Kabupaten Trenggalek
d) Pemerataan Bantuan yang diberikan oleh pelatihan JAPRI e) Responsivitas program JAPRI dalam kepuasan peserta pelatihan f) Pencapaian hasil dari program JAPRI di Kabupaten Trenggalek 1.7 Metode Penelitian
Metode yang dikenakan oleh peneliti ialah Kualitatif. Dipilihnya metode kualitatif karena dirasa tepat pada masalah yang diangkat dalam penelitian ini.
Penelitian kualitatif dipahami sebagai proses menyelidiki sesuatu permasalahan sosial didasarkan pada penciptaan gambar holistic lengkap yang disusun menggunakan kata-kata untuk melaporkan suatu pangangan informasi dengan rinci serta disusun dengan latar alamiah (Ulber,2009)
1.7.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipakai pada penelitian ini sesuai dengan judul yang diangkat yaitu “Evaluasi Implementasi Program Gertak Sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Trenggalek” ini ialah dengan pendekatan kualitatif yang sifatnya deskriptif. Dipilihnya jeniis penelitian ini sesuai dengan tujuan yang peneliti paparkan sebelumnya serta diharapkan dapat memberikan sebuah gambaran terhadap berbagai kegiatan yang dilakukan pada penelitian ini.
Selain itu alasan yang menguatkan penulis menggunakan metode penelitian yang
14
bersifat deskriptif ialah untuk bisa mendeskripsikan bagaimana Evaluasi Program Gertak dapat mengentaskan kemiskinan di Kabupaten Trenggalek.
1.7.2 Sumber Data
Data merupakan informasi yang didapatkan kemudian diolah oleh peneliti sehingga bisa dapat dijadikan untuk pengambilan keputusan dari masalah yang sedang diangkat. Seumber data sendiri merupakan darimana data itu diperoleh.
Sumber data yang digunakan oleh peneliti terbagi menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder:
a. Sumber Data Primer
Diambil dari subyek sumber data primer atau sumber utama dilapangan.
Metode untuk mengumpulkan data primer ini dengan cara yang pasif yaitu dengan observasi sementara, kemudian untuk pengumpulan data primer dengan cara yang aktif melalui wawancara. Pada penelitian ini yang menjadi sumber data primer penelitian adalah:
1. Ibu Endang selaku FO (field Officer) JAPRI 2. Ibu Ratna selaku FO (field Officer) JAPRI
3. Bapak Bangkit selaku bagian operasional posko GERTAK 4. Bapak Agus Selaku Kasubag Perekonomian SEKDA Trenggalek 5. Mbk Yanti Selaku Masyarakat Yang mengikuti Pelatihan
6. Mbak Yuli Selaku Masyarakat Yang mengikuti Pelatihan 7. Mbak Upik Selaku Masyarat yang mengikuti pelatihan 8. Pak Sis Selaku Kasi Kesejahteraan Desa Sukorejo
b. Sumber Data Sekunder
Merupakan perolehan data dari sumber selain sumber utama atau disebut juga sumber sekunder. Misalnya sumber data sekunder ini berasal dari buku, jurnal, surat kabar, serta dokumen-dokumen resmi yang dimiliki oleh obyek penelitian. Untuk penelitian ini sendiri sumber data sekunder yang digunakan adalah beberapa buku-buku teori dan jurnal yang sesuai dengan masalah yang diangkat, selanjutnya yang menjadi data sekundernya adalah
15
Jurnal GERTAK 2019 dan 2020, Dokumen USAID JAPRI, Berita-berita tentang JAPRI. Jurnal terkait JAPRI
1.7.3 Teknik Pengumpulan Data
Menurut Gunawan (2013), teknik pengumpulan data yang dipakai ialah teknik pengumpulan data sekunder dengan jenis data berupa data sekundernya yaitu jurnal, buku, media cetak maupun elektronik, artikel, website resmi pemerintahan, serta dokumen yang terkait objek penelitian.
a. Observasi
Observasi adalah proses pengumpulan data melalui membangun interaksi sosial antara peneliti dengan informan yang sudah ditetapkan sebelumnya untuk mengamati objek penelitian yang ada dilapangan. Observasi ini dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan keseluruhan dari peristiwa yang terjadi, dari cara ini diharpkan bisa mendapatkan informasi dilapangan. (Lexy J,2010)
b. Wawancara
Wawancara adalah komunikasi dua arah deengan tujuan untuk mendafatkan informasi tertentu, komunikasi ini dilkukan oleh dua orang yaitu yang menjadi pewawancara atau yang mengajuan pertanyaan serta seorang narasumber. Peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan bersifat terbuka kepada informan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan Program Gertak dalam pengentasan Kemiskinan di Trenggalek.
Peneliti tidak membatasi jawaban yang diberikan oleh informan sehingga informasi yang didapatkan lengkap dan mendalam. Wawancara diharapkan akan memperoleh data primer yang berkaitan dengan penelitian, yang dapat menjadi gambaran yang lebih jelas guna mempermudah dan menganalisis data selanjutnya (Denita Octavia Sidabukke, 2018) .
c. Dokumentasi
Dokumtasi ialah sebuah catatan dari suatu peristiwa yang telah terjadi sebelumnya. Dokumentasi merupakan cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis terutama berupa arsi-arsip, gambar, atau karya
16
monumental. Selain itu dokumentasi akan membantu menguatkan hasil observasi dan wawancara agar lebih terpercaya keakuratannya (Sugiono,2008)
1.7.4 Teknik Analisis Data
Gunawan (2013), menyebutkan bahawa sebuah penelitian kualitatif bisa diolah dengan melakukan tiga langkah. Langkah pertama ialah tahapan pengumpulan data yang akan diteliti. Selanjutnya pada langkah kedua adalah tahap reduksi atau langkah untuk memilah data sehingga didapatkan data cocok untuk masalah yang sedang diteliti. Langkah yang terakhi ialah proses penyajian data.
Dilangkah ini data sudah didapatkan dengan uraian mengenai masalah yang diangkat serta hubungannya dengan setiap obyek yang terlibat. Dilangkah terakhir ini akan didapatkan suatu kesimpulan setelah dilakukan penjabaran data terhadap data yang sudah tersaji asebelumnya, dari inilah peneliti bisa menarik kesimpulan dari data tersebut.