• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORITIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KERANGKA TEORITIS"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KERANGKA TEORITIS

2.1. Rumah Sakit

2.1.1. Definisi dan Fungsi Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit didefinisikan sebagai institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Organisasi Rumah Sakit disusun dengan tujuan untuk mencapai visi dan misi menjalankan tata kelola rumah sakit yang baik (Good Hospital Governance) dan tata kelola klinis yang baik (Good Clinical Governance). Tata kelola klinis yang baik (Good Clinical Governance) adalah penerapan fungsi manajemen klinis yang meliputi kepemimpinan klinik, audit klinis, data klinis, risiko klinis berbasis bukti, peningkatan kinerja, pengelolaan keluhan, mekanisme monitor hasil pelayanan, pengembangan profesional, dan akreditasi rumah sakit.

Rumah Sakit Umum mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan. Menurut UU No. 44 tahun 2009, fungsi rumah sakit adalah :

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan seuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

(2)

c. Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahan bidang kesehatan.

Sebagai bagian dari sistem pelayanan publik, pelayanan kesehatan di suatu daerah harus memenuhi kriteria Availability, Appropriateness, Continuity- Sustainability, Acceptability, Affordable, Efficient dan Quality 1.

2.1.2. Klasifikasi Rumah Sakit

Berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI No.983/Menkes/SK/XI/1992, rumah sakit dapat diklasifikasikan menjadi2 :

1. Berdasarkan kepemilikan, yakni rumah sakit pemerintah (pusat, provinsi, dan kabupaten), rumah sakit BUMN (ABRI), dan rumah sakit yang modalnya dimiliki swasta (BUMS) ataupun luar negri (PMA).

2. Berdasarkan Jenis Pelayanan, yakni :

a. Rumah Sakit Umum yaitu rumah sakit yang melayani semua bentuk pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuannya yang bersifat dasar, spesialistik, dan subspesialistik.

b. Rumah Sakit Khusus yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan berdasarkan jenis pelayanan tertentu.

1 A.A.Gde Muninjaya : Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Jakarta, hlm 24

2 A.A.Gde Muninjaya: Manajemen Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.Edisi Kedua.2004, hlm 221

(3)

3. Berdasarkan Kelas, rumah sakit dibedakan menjadi (Kepmenkes No. 51 Menkes/SK/11/1979 dan Permenkes No.340 tentang Klasifikasi Rumah Sakit):

a. Rumah sakit umum kelas A, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik luas.

b. Rumah sakit umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik minimal sebelas spesialistik dan subspesialistik terbatas.

c. Rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.

d. Rumah sakit umum kelas D, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar.

2.1.3. Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital by Law)

Dalam rangka melindungi penyelenggaraan rumah sakit, tenaga kesehatan dan melindungi pasien maka rumah sakit perlu mempunyai peraturan internal rumah sakit yang biasa disebut hospital by laws. Peraturan tersebut meliputi aturan-aturan berkaitan dengan pelayanan kesehatan, ketenagaan, administrasi dan manajemen. Bentuk peraturan internal rumah sakit (HBL) yang merupakan materi muatan pengaturan dapat meliputi antara lain: Tata tertib rawat inap pasien, identitas pasien, hak dan kewajiban pasien, dokter dan rumah sakit, informed consent, rekam medik, visum et repertum, wajib simpan rahasia kedokteran, komete medik, panitia etik kedokteran, panitia etika rumah sakit, hak akses dokter

(4)

terhadap fasilitas rumah sakit, persyaratan kerja, jaminan keselamatan dan kesehatan, kontrak kerja dengan tenaga kesehatan dan rekanan.

Bentuk dari Hospital by laws dapat merupakan Peraturan Rumah Sakit, Standar Operating Procedure (SOP), Surat Keputusan, Surat Penugasan, Pengumuman, Pemberitahuan dan Perjanjian (MOU). Peraturan internal rumah sakit (HBL) antara rumah sakit satu dengan yang lainnya tidak harus sama materi muatannya, hal tersebut tergantung pada: sejarahnya, pendiriannya, kepemilikannya, situasi dan kondisi yang ada pada rumah sakit tersebut. Namun demikian peraturan internal rumah sakit tidak boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya seperti Keputusan Menteri, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah dan Undang-undang. Dalam bidang kesehatan pengaturan tersebut harus selaras dengan Undang-undang nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan peraturan pelaksanaannya.

2.2. Instalasi Rawat Inap

Instalasi rawat inap merupakan unit pelayanan non struktural yang menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan kegiatan pelayanan rawat inap.

Pelayanan rawat inap adalah suatu kelompok pelayanan kesehatan yang terdapat di rumah sakit yng merupakan gabungan dari beberapa fungsi pelayanan. Kategori pasien yang masuk rawat inap adalah pasien yang perlu perawatan intensif atau observasi ketat karena penyakitnya3.

3 Sutopo Patria Jati : Beberapa Konsep Dasar tentang Manajemen Rumah Sakit, 2009

(5)

2.2.1. Kualitas Pelayanan Rawat Inap

Menurut Jacobalis (1990) kualitas pelayanan kesehatan di ruang rawat inap rumah sakit dapat diuraikan dari beberapa aspek, diantaranya adalah:

b) Penampilan keprofesian menyangkut pengetahuan, sikap dan perilaku c) Efisiensi dan efektifitas, menyangkut pemanfaatan sumber daya d) Keselamatan Pasien, menyangkut keselamatan dan keamanan pasien

e) Kepuasan Pasien, menyangkut kepuasan fisik, mental, dan sosial terhadap lingkungan rumah sakit, kebersihan, kenyamanan, kecepatan pelayanan, keramahan, perhatian, biaya yang diperlukan dan sebagainya.

Menurut Adji Muslihuddin (1996), Mutu asuhan pelayanan rawat inap dikatakan baik apabila:

a) Memberikan rasa tentram kepada pasiennya yang biasanya orang sakit.

b) Menyediakan pelayanan yang profesional.

Dari kedua aspek ini dapat diartikan sebagai berikut:

a) Petugas harus mampu melayani dengan cepat

b) Penanganan pertama dari perawat dan dokter profesional harus mampu membuat kepercayaan pada pasien.

c) Ruangan yang bersih dan nyaman,

d) Peralatan yang memadai dengan operator yang profesional memberikan nilai tambah.

2.2.2. Pelayanan Tenaga Medis dan Paramedis

Tenaga medis merupakan unsur yang berpengaruh besar dalam menentukan kualitas pelayanan yang diberikan. Fungsi utamanya adalah

(6)

memberikan pelayanan medik kepada pasien dengan mutu sebaik-baiknya, menggunakan tata cara dan teknik berdasarkan ilmu kedokteran dan etik yang berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan kepada pasien dan rumah sakit.

Donabedian (1980), mengatakan bahwa perilaku dokter dalam aspek teknis manajemen, manajemen lingkungan sosial, manajemen psikologi manajemen kontinuitas, koordinasi kesehatan dan penyakit harus mencakup beberapa hal : a. Ketepatan diagnosis

b. Ketepatan dan kecukupan terapi

c. Catatan dan dokumen pasien yang lengkap

d. Koordinasi perawatan secara kontinuitas bagi semua anggota keluarga.

Pelayanan perawatan di rumah sakit merupakan bagian integral dari pelayanan rumah sakit secara menyeluruh, yang sekaligus merupakan tolok ukur keberhasilan pencapaian tujuan rumah sakit, bahkan sering menjadi faktor penentu citra rumah sakit di mata masyarakat. Keperawatan sebagai suatu profesi di rumah sakit yang cukup potensial dalam menyelenggarakan upaya mutu, karena selain jumlahnya yang dominan juga pelayanannya menggunakan pendekatan metode pemecahan masalah secara ilmiah melalui proses keperawatan.

2.2.3. Penyediaan Sarana Medik, Non Medik, dan Obat obatan

Standar peralatan yang harus dimiliki oleh rumah sakit sebagai penunjang untuk melakukan diagnosis, pengobatan, perawatan dan sebagainya tergantung dari tipe rumah sakit. Dalam rumah sakit, obat merupakan sarana yang mutlak diperlukan, bagian farmasi bertanggung jawab. atas pengawasan dan kualitas obat.

(7)

Persediaan obat harus cukup, penyimpanan efektif, diperhatikan tanggal kadaluarsanya, dan sebagainya.

2.3. Rekam Medik

Rekam medik adalah kompilasi dari fakta-fakta yang relevan berkaitan dengan riwayat kesehatan pasien dari dulu hingga sekarang, diagnosis, pengobatan dan hasil akhir dari setiap perawatan4. Para profesional rekam medik harus memastikan bahwa semua yang diisi relevan dengan fakta yang ada dan bukan rekayasa.

Tujuan utama dari rekam medik adalah untuk memberikan informasi yang akuran mengenai sejarah kesehatan pasien, dimulai dari masa lalu hingga saat ini, pengobatan yang telah diberikan dan kejadian-kejadian pada pasien selama masa perawatan. Rekam medik berisi banyak informasi yang berguna untuk banyak pihak. Para pengguna rekam medik dibagi menjadi 2 jenis yakni personal dan impersonal.

a. Personal yaitu rekam medik digunakan untuk penggunaan pribadi pasien b. Impersonal yaitu rekam medik digunakan untuk studi penelitian atau uji klinis.

Informasi yang terkandung di dalam rekam medik memberikan kegunaan tersendiri untuk masing-masing pihak. Adapun nilai rekam medik bagi pihak tersebut adalah :

a. Bagi pasien, menyediakan bukti asuhan keperawatan, merupakan data untuk pengobatan selanjutnya dan memberikan perlindungan hukum dalam kasus- kasus tertentu.

4 A.V.Srinivasan, Managing a Modern Hospital 2nd Edition, SAGE Publication, Ltd, 2008,India, hlm.203

(8)

b. Bagi fasilitas layanan kesehatan, memiliki data untuk pekerja tenaga medis, bukti untuk tagihan pembayaran, mengevaluasi sumber daya, mengevaluasi mutu pelayanan, dan membantu dalam membuat perencanaan dan pemasaran.

c. Bagi pemberi pelayanan, menyediakan informasi untuk membantu seluruh tenaga medis, membantu dokter dalam menyediakan data perawatan dan sebagai data untuk penelitian.

2.4. Standar Pelayanan Instalasi Rawat Inap

2.4.1. Standar Pelayanan Minimal Departemen Kesehatan RI

Standar pelayanan minimal (Kepmenkes 129 Tahun 2008) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Selain itu juga merupakan spesifikasi teknis tentang tolak ukur pelayanan minimum yang diberikan oleh Badan Layanan Umum. Dengan disusunnya SPM diharapkan dapat membantu pelaksanaan penerapan Standar Pelayanan Minimal di rumah sakit.

SPM ini dapat dijadikan acuan bagi pengelola rumah sakit dan unsur terkait dalam melaksanakan perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan setiap jenis pelayanan.

Pelaksanaan pelayanan di instalasi rawat inap berkaitan dengan pelayanan medis dan penunjang klinis meliputi rekam medis dan kegiatan pemeliharaan sarana. Dengan pelayanan rekam medis dan pemeliharaan sarana yang baik, pasien di rawat inap akan merasa puas dan nyaman dalam proses penyembuhannya. Adapun SPM untuk jenis layanan rawat inap, rekam medis dan pemeliharaan sarana berdasarkan ketentuan Depkes adalah sebagai berikut.

(9)

Tabel 2.1. Standar Pelayanan Minimal Menurut Departemen Kesehatan

No Jenis Layanan Indikator Standar

1 Rawat Inap

Pemberi Pelayanan a. Dokter Spesialis

b.Perawat min.pendidikan D3

Dokter penanggung jawab pasien 100 %

Ketersediaan Pelayanan Dasar Anak, Penyakit Dalam, Kebidanan, Bedah

Jam visite dokter spesialis 08.00-14.00 setiap hari kerja

Kejadian infeksi pasca operasi ≤1,5 %

Kejadian infeksi pasca nasokomial ≤1,5 % Tidak ada pasien jatuh yang berakibat

cacat/meninggal

100 %

Kematian pasien > 48 jam ≤ 0.24%

Kejadian pulang paksa/atas permintaan sendiri (PAPS)

≤ 5 %

Kepuasan Pelanggan ≥ 90 %

Rawat Inap pasien TBC

a. Penegakan diagnosis TB melalui pemeriksaan mikroskopis TB

b. Terlaksana kegiatan pencatatan dan pelaporan TB di RS

a. ≥ 60 % b. ≥ 60 %

2 Rekam Medik

Kelengkapan pengisian rekam medik 24

jam setelah selesai pelayanan 100 %

Kelengkapan informed concent setelah

mendapatkan informasi yang jelas 100 %

Waktu penyediaan dokumen rekam medik

pelayanan rawat inap ≤ 15 menit

3

Pelayanan pemeliharaan sarana rumah

sakit

Kecepatan waktu menanggapi kerusakan ≤ 80 %

Ketepatan waktu pemeliharaan alat 100 %

Peralatan terkalibrasi tepat waktu sesuai

dengan ketentuan 100 %

Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan No. 129/Menkes/SK/II/ Tentang Standar Pelayanan Minimal Tahun 2008

Selain menentukan SPM, Depkes juga menentukan indikator pelayanan rumah sakit yang dapat dipakai untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator tersebut terbagi untuk masing-masing unit. Indikator untuk unit rawat inap antara lain :

1. BOR (Bed Occupancy Ratio) adalah persentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu.

2. AVLOS (Average Length of Stay) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien.

(10)

3. TOI (Turn Over Interval) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya.

4. BTO (Bed Turn Over) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu.

5. NDR (Net Death Rate) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar.

6. GDR (Gross Death Rate) adalah angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita keluar.

Dari masing-masing indikator Depkes menentukan nilai standar ideal yang yang dibuat berdasarkan standar yang telah dibuat oleh Huffman, yakni :

Tabel. 2.2. Indikator Rawat Inap Menurut Departemen Kesehatan

Indikator Standar Ideal (Huffman)

Standar Ideal Menurut Depkes BOR (Bed Occupancy Ratio) > 75-85 % 60-85%

BTO (Bed Turn Over) 30 kali 40-50 kali LOS (Length of Stay) 3-12 hari 6-9 hari TOI (Turn Over Interval) 1-3 hari 1-3 hari

NDR (Net Death Rate) ≤ 25 ‰ ≤ 25 ‰

GDR (Gross Death Rate) ≤ 45 ‰ ≤ 45 ‰

Sumber : Statistik Rumah Sakit, Ery Rustiyanto, Graha Ilmu, 2010

2.4.2. Standar Pelayanan Indonesian Health Quality Network (IHQN)

Indonesian Health Quality Network (IHQN) diresmikan pada tanggal 30 Juni 2005. Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu semakin berkembang sehingga berbagai inisiatif dan upaya dilakukan oleh praktisi, peneliti, pengambil kebijakan, pendidik dan konsultan untuk menunjang mutu dunia kesehatan dalam meningkatkan mutu pelayanan. IHQN memiliki visi

“menjadi jejaring utama dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan di

(11)

Indonesia melalui kerjasama ditingkat nasional dan internasional”. Dan misi

“menyediakan jaringan kerja sama dalam mewujudkan mutu pelayanan kesehatan yang aman dan efisien”. Dalam menjalankan kegiatannya sebagai pembuat kebijakan guna mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu, aman, dan efisien, IHQN membuat beberapa indikator dan variabel seperti berikut.

Tabel 2.3. Indikator Riset Fasilitas IHQN

Layanan Indikator

Rawat Inap Visite dokter spesialis

Kejadian infeksi pasca operasi Kejadian infeksi nosokomial

Tidak ada pasien jatuh yang berakibat cacat/meninggal Kejadian pulang paksa/atas permintaan sendiri

Penegakan diagnosis TB melalui pemeriksaan mikroskopis TB Terlaksananya kegiatan pencatatan dan pelaporan TB di RS Kesesuaian pelayanan dengan SOP

Angka pasien dekubitus

Angka kejadian infeksi jarum infus Medication error dan tindak lanjutnya Pre-operative death rate

Kelengkapan dokumen keperawatan Evaluasi mutu

Rekam Medik (RM) Adanya tenaga RM sebagai penyelenggara dan pengolah data Adanya master data pasien

Adanya rekam medis ibu dan bayi yang terpisah Adanya RM yang terpisah antara aktif dan non aktif Adanya backup data pasien dalam server

Adanya penyelenggara RM elektronik (RME) Adanya standar barcode dan labelling

Adanya sistem data capture RME

Penyelenggaraan audit kualitatif dan kuantitatif Adanya standar penyimpanan dan pemusnahan RM Ketersediaan buku pedoman penyelenggaraan RM Ketersediaan, kecukupan dan kualifikasi tenaga RM Kecukupan fasilitas dan peralatan RM

Kelengkapan dan ketepatan pengisian RM

Pengembangan (pelatihan dan pendidikan) staf RM Penyampaian laporan secara berkala

Kelengkapan informed consent setelah mendapatkan informasi Waktu penyediaan dokumen RM pelayanan rawat inap

Evaluasi mutu

Pemeliharaan Sarana Kecepatan waktu menanggapi kerusakan alat Ketepatan waktu pemeliharaan alat

Peralatan terkalibrasi tepat waktu sesuai dengan ketentuan Sumber : www.ihqn.or.id

(12)

2.5. Mutu

Mutu adalah keseluruhan karakteristik barang/jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan konsumen, baik kebutuhan yang dinyatakan maupun kebutuhan yang tersirat5. Menurut beberapa pakar, definisi terhadap mutu adalah sebagai berikut 6 :

1. Mutu adalah “Fitness for Use”, atau kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya (J.M.Juran).

2. Mutu adalah kesesuaian terhadap kebutuhan yang meliputi availability, delivery, reliability, maintainability dan cost effectiveness (Philip B. Crosby).

3. Mutu harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan mendatang (Deming, 1982)

Dalam pelaksanaan konsep mutu, mutu dipengaruhi oleh beberapa faktor- faktor yang fundamental yang dikenal dengan 9M, yakni men, money, materials, machines and menchanization, modern information methods, markets, management, motivation dan Mounting Product Requirement.

Berdasarkan penelitian Zeithaml, Berry dan Parasuraman dimensi mutu secara umum yang diterapkan pada perusahaan jasa dikelompokkan menjadi 78 : 1. Realibility (keandalan) yakni berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk

memberikan layanan yang akurat dan konsisten dengan yang telah dijanjikan.

2. Responsiveness (daya tanggap) yaitu kesediaan dan kemampuan karyawan untuk membantu pelanggan, merespon permintaan, dan menyediakan pelayanan yang cepat dan tepat.

5 Imbalo.S.Pohan : Jaminan Mutu Layanan Kesehatan, Jakarta, hlm 12

6 Iskandar Indranata : Pendekatan Kualitatif untuk Pengendalian Kualitas, Jakarta, hlm 35

7 Fandy Tjiptono & Anastasia Diana, : Total Quality Management, Yogyakart, hlm 27

8 Fandy Tjiptono & Gregorius Chandra : Service,Quality & Satisfaction,Yogyakarta, hlm 133

(13)

3. Assurance (jaminan) mencakup pengetahuan dan keramah-tamahan karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya.

4. Empaty (empati); meliputi pemahaman pemberian perhatian secara individual kepada pelanggan, kemudahan dalam melakukan komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan dan masalah pelanggan.

5. Tangible (berwujud); meliputi penampilan fisik dari fasilitas, peralatan, karyawan dan alat-alat komunikasi.

Dimensi-dimensi mutu pelayanan harus diramu dengan baik, meskipun hal itu tidak semudah yang dibayangkan. Dapat saja terjadi kesenjangan antara organisasi dan pelanggan, karena perbedaan persepsi mereka tentang wujud pelayanan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Parasuraman et.al mengenai costumer perceived quality pada empat industri jasa, teridentifikasikan lima gap yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa seperti yang terlihat pada Gambar 2.1, yaitu :

1. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen.

Pada kenyataannya pihak menajemen tidak selalu dapat memahami apa yang menjadi keinginan pelanggannya secara tepat. Akibatnya tidak tahu bagaimana mendesain jasa tersebut.

2. Gap antara persepsi manajemen dan penjabaran jasa.

Dalam hal ini manajemen mampu memahami apa yang diinginkan pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun standar kinerja tertentu yang jelas. Hal ini dapat terjadi karena tiga faktor, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen

(14)

terhadap kualitas jasa, kekurangan sumber daya, dan karena adanya kelebihan permintaan.

3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa.

Ada beberapa penyebab gap ini, misalnya karyawan kurang terlatih, beban kerja melampaui batas, tidak dapat memenuhi standar kinerja, dan tidak mau memenuhi standar kinerja yang ditetapkan.

4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal.

Sering kali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan yang dibuat oleh organisasi. Resiko yang dihadapi organisasi adalah apabila janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi.

5. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan.

Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja organisasi dengan cara yang berlainan, atau bisa juga keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut.

Personal Needs Words of Mouth

Communication Past Experience

Expected Service

Preceived Service

Service Delivery (including pre and post contact)

External Communication to Consumers

Translation of perceptions into service quality

spesification

Management perceptions of consumer expeditions Costumer

Provider GAP 1

GAP 5

GAP 3

GAP 2

GAP 4

Gambar 2.1. Model Kualitas Jasa

(15)

2.6. Mutu Pelayanan Kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata dan penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi9. Menurut Kemenkes RI, mutu pelayanan kesehatan meliputi kinerja yang menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, tidak saja yang dapat menimbulkan kepuasan bagi pasien sesuai dengan kepuasan rata-rata penduduk tetapi juga sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan 10. Adapun faktor-faktor yang menentukan mutu pelayanan kesehatan adalah kelayakan, kesiapan, kesinambungan, efektivitas, kemanjuran, efisiensi, penghormatan dan perhatian, keamanan dan ketepatan waktu.

Pandangan terhadap mutu layanan kesehatan memiliki perspektif yang berbeda bagi setiap komponen, perbedan tersebut dapat terlihat sebagai berikut 11 : a. Perspektif Pasien, adalah layanan yang dapat memenuhi kebutuhan yang

dibutuhkan dan diselenggarakan dengan sopan, tepat waktu dan tanggap.

b. Perspektif Pemberi Layanan Kesehatan (provider), adalah ketersediaan peralatan, prosedur kerja, kebebasan profesi dalam setiap melakukan layanan kesehatan sesuai dengan teknologi kesehatan mutakhir dan bagaimana keluaran (outcome) atau hasil layanan kesehatan itu.

c. Perspektif Penyandang Dana, adalah suatu layanan yang efisien dan efektif.

d. Perspektif Pemilik Sarana Layanan Kesehatan, adalah layanan yang menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan dengan tarif pelayanan masih terjangkau.

9 Azrul Azwar : Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, Jakarta, hlm 30

10 A.A.Gde Muninjaya : Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Jakarta, hlm 19

11 Imbalo.S.Pohan., Op.cit, hlm 13

(16)

e. Perspektif Administrator Layanan Kesehatan, adalah layanan yang bermutu jika mampu menyusun prioritas dan dapat menyediakan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan pasien/masyarakat.

2.7. Indikator Mutu Pelayanan Kesehatan

Indikator adalah suatu perangkat yang dapat digunakan dalam pemantauan suatu proses tertentu12. Indikator layanan kesehatan adalah suatu ukuran penatalaksanaan pasien atau keluaran dari layanan kesehatan Indikator dibuat untuk memantau bagian kritis dari layanan kesehatan13. Indikator yang secara umum dapat dibedakan atas 2 jenis, yakni14 :

1. Indikator persyaratan minimal, menunjukkan pada ukuran terpenuhi atau tidaknya standar masukan, lingkungan atau proses.

Indikator ini dapat dibagi lagi menjadi 3, yaitu :

a. Indikator Masukan, ukuran terpenuhi atau tidaknya standar masukan seperti ukuran tenaga pelaksana, sarana serta dana yang tersedia di dalam suatu organisasi kesehatan.

b. Indikator Lingkungan, ukuran terpenuhi atau tidaknya standar lingkungan seperti ukuran kebijakan, organisasi serta manajemen yang dianut oleh organisasi kesehatan.

c. Indikator Proses, ukuran terpenuhi atau tidaknya standar proses.

2. Indikator Penampilan Minimal, menunjuk pada ukuran terpenuhi atau tidaknya standar penampilan minimal pelayanan kesehatan yang

12 Imbalo.S.Pohan, Ibid, hlm 212

13 Imbalo.S.Pohan, Ibid, hlm 232

14 Azrul Azwar, Op.cit, hlm 50

(17)

diselenggarakan. Indikator penampilan minimal ini disebut dengan indikator keluaran (output/outcome).

Masing-masing indikator memiliki fungsi pengukuran yang berbeda, jika yang ingin diukur adalah faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan (penyebab) maka yang dipergunakan adalah indikator persyaratan minimal. Tetapi jika yang diukur adalah mutu pelayanan kesehatan (akibat) maka yang dipergunakan adalah indikator keluaran (penampilan). Secara sederhana kedudukan dan peranan kedua indikator digambarkan dalam bagan berikut.

Indikator Lingkungan

Indikator Masukan

Indikator Proses

Indikator Keluaran

Penyebab Masalah Mutu Pelayanan

Kesehatan

Masalah Mutu Pelayanan Kesehatan

Gambar 2.2. Kedudukan dan Peranan Indikator

2.8. Manajemen Mutu

2.8.1. Manajemen Mutu Layanan Kesehatan

Manajemen Mutu (Quality Management) adalah seluruh aktivitas kegiatan fungsi manajemen dari kebijakan, tugas dan tanggung jawab yang dituangkan dalam bentuk perencanaan mutu (quality planning), jaminan mutu (quality assurance), kendali mutu (quality control), dan peningkatan mutu (quality improvement) dalam satu sistem mutu1516.

15 Dody Firmanda, Op.cit, hlm 4

(18)

a. Perencanaan Mutu (Quality Planning)

Perencanaan mutu (quality planning) dilakukan dengan mengidentifikasi standar kualitas yang relevan terhadap objek dan menentukan bagaimana cara memuaskan konsumen. Standar dilihat sebagai target eksplisit yang harus dipenuhi atau definisi kuantitatif yang menyatakan persyaratan. Standar berhubungan dekat dengan spesifikasi. Standar mengarahkan bagaimana proses dapat terselesaikan sedangkan spesifikasi merupakan target dari kinerja. Metrik merupakan pengukuran untuk menentukan tingkat kesesuaian dengan spesifikasi. Standar mengarahkan objek ke dalam implementasi untuk mencapai kesuksesan proses. Banyak standarisasi yang biasa digunakan seperti ISO, Malcolm Baldridge Award, Keputusan Menteri Kesehatan, Indonesian Health Quality Network (IHQN) dan lain sebagainya.

b. Jaminan Mutu (Quality Assurance)

Jaminan kualitas (Quality Assurance) adalah suatu kegiatan sistematis untuk memastikan bahwa proyek akan mempekerjakan semua proses dengan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Mengembangkan kegiatan jaminan kualitas dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1) Pilih standar yang relevan atau spesifikasi.

2) Menggunakan definisi operasional, menentukan kegiatan yang akan diteliti, mengumpulkan data dan membandingkan hasil pada rencana.

3) Mengembangkan dan menerapkan metrik 4) Menentukan dan menyediakan sumber daya.

5) Menetapkan tanggung jawab untuk suatu entitas tertentu.

16 Kenneth.H.Rose, Project Quality Management (Why,What and How), J.Ross Publishing,USA 2005 p.41

(19)

6) Merakit kegiatan menjadi rencana jaminan kualitas.

Adanya jaminan Mutu (Quality Assurance), memberikan manfaat terhadap pihak-pihak yang terlibat (Heriandi, 2007), yakni :

- Bagi rumah sakit, QA yang baik membuat rumah sakit mampu untuk bersaing dan tetap eksis di lingkungan bisnisnya.

- Bagi pelanggan, QA dapat dijadikan sebagai faktor untuk memilih RS yang bermutu dan baik.

- Bagi praktisi medis, dengan adanya QA para praktisi medis dituntut untuk semakin teliti, telaten, dan hati–hati dalam menjaga mutu pelayanannya.

- Bagi pemerintah sendiri, adanya QA dapat menjadikan standar dalam memutuskan salah benarnya suatu kasus yang terjadi di Rumah sakit c. Pengendalian Mutu (Quality Control)

Pengendalian kualitas ialah keseluruhan cara yang digunakan untuk menetapkan dan mencapai standar mutu atau dapat dikatakan bahwa pengawasan mutu adalah suatu sistem yang terdiri atas pengujian, analisis, dan tindakan yang harus diambil yang berguna untuk mengendalikan mutu suatu produk sehinggga mencapai standar yang diinginkan (Kaoru Ishikawa:1985).

d. Peningkatan Mutu (Quality Improvement)

Peningkatan mutu adalah suatu metodologi yang berawal dari pengumpulan dan analisis data kualitas, serta menentukan dan menginterpretasikan pengukuran-pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam suatu sistem industri, untuk meningkatkan kualitas produk, guna memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

(20)

2.8.2. Alat Manajemen Mutu (Quality Management Tools)

Mutu merupakan tanggung jawab dari setiap anggota organisasi yang terlibat dalam suatu proses pelayanan. Dalam penerapannya, diperlukan manajerial yang baik dalam perencanaan, jaminan, pengendalian dan perbaikan.

Tools of quality adalah alat bantu yang bermanfaat untuk memetakan lingkup persoalan, menyusun data dalam diagram-diagram agar lebih mudah untuk dipahami, menelusuri berbagai kemungkinan penyebab persoalan dan memperjelas kenyataan atau fenomena yang otentik dalam suatu persoalan.

Selanjutnya analisa yang dihasilkan dapat membantu organisasi dalam pengambilan keputusan yang tepat sesuai sasaran dan strategi organisasi. 7 Tools of Quality dan 7 New Tools of Quality merupakan kumpulan alat-alat yang dipakai dalam manajemen kualitas yang biasanya digunakan bagi yang menerapkan metodologi 7 Steps of Quality Improvement.

The New Seven Tools dibuat untuk memperbaiki kekurangan yang ada pada Seven Tools versi sebelumnya. Perbedaan keduanya adalah jika 7 tools lebih ke eksplorasi kuantitatif (statistik) sedangkan 7 new tools lebih ke eksplorasi kualitatif. Eksplorasi kuantitatif oleh 7 tools mencakup: Check Sheet, Histogram, Grafik, Scatter Diagram, Pareto Diagram, Fish Bone Diagram dan Control Chart.

Sedangkan ekslorasi kualitatif oleh 7 Alat Manajemen (7 New Tools):

Interrelationship Diagram, Affinity Diagram, Tree Diagram, Matrix Diagram, Matrix Data Analysis, Arrow Diagram dan PDPC (Process Decision Program Chart).

Evolusi teori kualitas dan praktek telah menciptakan sejumlah alat yang dapat diterapkan untuk mengelola kualitas. Alat-alat tersebut dapat dipadukan

(21)

untuk mengangkat permasalahan dan memberikan solusi dari permasalahan yang ada pada manajemen mutu. Untuk memahami pelaksanaan manajemen mutu maka diperlukan pemahaman terhadap data dan proses. Langkah-langkah analisis terbagi ke dalam lima kategori yang juga menggunakan beberapa kombinasi tools dari 7 tools dan 7 new tools, yakni 1718:

1. Pengumpulan data, data dapat dikumpulkan melalui Check Sheet.

2. Memahami data, empat alat yang membantu untuk memahami data, adalah : a. Grafik, tujuannya untuk mengatur, meringkas, dan menampilkan data,

biasanya dari waktu ke waktu.

b. Histogram, merupakan salah satu alat bantu statistik untuk menyajikan data dalam jumlah besar sehingga dapat dianalisa distribusinya

c. Grafik Pareto, pareto dibuat untuk menemukan atau mengetahui masalah atau penyebab utama dalam penyelesaian masalah dan porsi masalah utama tersebut terhadap keseluruhan masalah.

d. Diagram pencar (Scatter Diagram), digunakan untuk melihat hubungan antara sepasang, sekolompok data atau dua variabel untuk mengetahui jenis korelasinya dan juga tingkat hubungannya.

3. Memahami proses

Memahami data sangat penting namun hal tersebut hanya langkah awal dari proyek manajemen kualitas. Data merupakan suara dari proses. Ketika proses berjalan maka hasil akan terekspresikan melalui data. Untuk memahami manajemen mutu, data tidaklah cukup sehingga perlu dilakukan pemahaman proses. Tiga alat bantu untuk memahami proses antara lain :

17 Kenneth.H.Rose , Ibid, hlm 92

18 Iskandar Indranata, Ibid, hlm 208

(22)

a. Flow Chart, mengidentifikasi urutan peristiwa dalam suatu proses.

b. Run Chart, sebuah grafik yang digunakan untuk mengamati kinerja proses dari waktu ke waktu.

c. Control Chart, adalah alat untuk memantau, mengendalikan, dan meningkatkan proses dari waktu ke waktu. Peta kendali digunakan untuk memperlihatkan variasi di dalam kualitas keluaran

4. Analisis proses

Setelah mencapai pemahaman tentang data dan proses, maka tahapan kemudian adalah menganalisis proses dan memecahkan masalah. Pemahaman proses tertentu bukan merupakan dasar yang cukup untuk mengambil tindakan. Tindakan tanpa analisis terbatas pada preseden, percobaan intuisi, dan kesalahan, atau menebak. Analisis diperlukan untuk menentukan aspek- aspek interaksi sistem proses dan hubungan sebab-akibat. Alat bantu untuk menganalisis proses ini antara lain :

a. Cause and Effect Diagram, diagram sebab akibat adalah diagram yang disusun dari garis-garis dan simbol yang dirancang untuk menunjukkan hubungan antara penyebab dan akibat dari suatu masalah. Untuk setiap akibat, bisa terdiri dari banyak penyebab.

(23)

b. Pillar Diagram, diagram pilar adalah kombinasi dari diagram sebab dan akibat dan alat kualitas lainnya, dengan mengaitkan digraf. Diagram ini menunjukkan hubungan antara himpunan penyebab dan hasil. Sebuah digraf keterkaitan digunakan untuk menentukan hubungan di antara semua elemen kontribusi dari suatu sistem. Tujuan dari diagram pilar ini adalah untuk mengidentifikasi akar penyebab yang terkait dengan beberapa hasil.

5. Pemecahan masalah

Mengumpulkan, pemahaman dan menganalisis data, serta menganalisis proses merupakan tahapan yang penting sebagai langkah persiapan untuk mengambil tindakan. Empat alat bantu kualitas dalam memecahkan masalah antara lain : a. Force Field Analysis, merupakan suatu diagram yang menunjukkan

analisis terhadap perhitungan kekuatan-kekuatan (positif) dan kelemahan- kelemahan (negatif) yang dijumpai untuk mencapai sasaran perbaikan proses terus menerus (continuous improvement).

b. Klasifikasi Masalah Kualitas.

c. Brainstorming, merupaka aktivitas yang efektif dan efisien untuk mengeluarkan ide-ide baru untuk pemecahan masalah.

(24)

d. Affinity Diagram, diagram gabungan yang sering menggunakan hasil brainstorming untuk mengorganisasikan informasi sehingga mudah dipahami untuk mengadakan perbaikan proses.

e. Nominal Group Technique and Multivoting, nominal Group Technique adalah sebuah cara untuk menentukan prioritas masalah yang diinginkan.

6. Membuat rencana penanggulangan masalah

Tujuan dari langkah ini adalah memberikan arah dan jenis aktifitas yang akan dilaksanakan dalam rangka penanggulangan masalah dengan cara menetapkan rencana tindakan, menetapkan proses pelaksanaan penanggulangan, menentukan personil, fasilitas, waktu dan tempat.

2.8.3. Strategi Kaizen

Kaizen adalah suatu filosofi dari Jepang yang memfokuskan diri pada pengembangan dan penyempurnaan secara terus menerus atau berkesinambungan, Kai=change Zen=for the better sehingga memiliki arti perubahan kearah yang lebih baik. Kaizen melibatkan pemodal, karyawan dan manajer semua lini dalam perusahaan untuk pengembangan perusahaan ke arah yang lebih baik. Kaizen berarti berhadapan dengan penyebab permasalahan dan pencegahannya.

Strategi kaizen meliputi pandangan terhadap fungsi tugas; pandangan terhadap konsep perbaikan; hubungan proses dan hasil, siklus Plan – Do – Check - Act (PDCA) = Rencanakan – Kerjakan – Periksa – Tindak lanjut dan siklus Standardize – Do – Check - Act (SDCA) = Standarisasi – Kerjakan – Periksa – Tindak lanjut; mengutamakan kualitas; berbicara dengan data yang akurat dan pentingnya posisi konsumen. Kunci Sukses penerapan Kaizen ada pada penerapan

(25)

prinsip-prinsipnya. Dalam hal pemenuhan kepuasan pelanggan, Menurut Wellington kaizen memiliki beberapa prinsip yaitu fokus pada pelanggan, melakukan perbaikan terus-menerus, mengakui masalah secara terbuka, mendorong keterbukaan, menciptakan tim kerja, mengelola proyek melalui tim lintas fungsional, mengembangkan proses hubungan yang tepat, mengembangkan disiplin pribadi, memberikan informasi kepada setiap karyawan, membuat setiap karyawan menjadi mampu19.

Kaizen merupakan aktivitas harian yang pada prinsipnya memiliki dasar berorientasi pada proses dan hasil, berpikir secara sistematis pada seluruh proses dan tidak menyalahkan, tetapi terus belajar dari kesalahan yang terjadi. Dampak positif dari penerapan metode perbaikan dengan konsep Kaizen antara lain : 1. Setiap orang akan mampu menemukan masalah dengan cepat.

2. Setiap orang akan perhatian dan menekankan pada tahap perencanaan.

3. Mendukung cara berfikir yang berorientasi proses.

4. Setiap orang konsentrasi pada masalah yang lebih penting dan mendesak untuk diselesaikan.

5. Setiap orang akan berpartisipasi dalam membangun sistem yang baru.

2.8.4. Kaizen dan Manajemen

Manajemen dalam konteks kaizen, mempunyai dua fungsi utama yaitu pemeliharaan dan penyempurnaan atau perbaikan. Pemeliharaan didefinisikan dengan kegiatan untuk memelihara teknologi, sistem manajerial, standar operasional yang ada, dan menjaga standar tersebut melalui pelatihan serta

19 Patricia Wellington, Kaizen Strategies for Customer Care, 1998

(26)

disiplin. Dalam fungsi pemeliharaan, manajemen mengerjakan semua tugasnya sehingga semua orang dapat memenuhi prosedur pengoperasian standar.

Sedangkan perbaikan diartikan sebagai kegiatan yang berkaitan dengan meningkatkan atau menyempurnakan standar yang ada.

Manajemen harus menetapkan kebijakan, peraturan, petunjuk dan prosedur untuk semua kegiatan, kemudian mengawasinya agar semua orang menerapkannya. Dalam setiap bisnis, karyawan bekerja menurut standar yang telah ada, baik yang tertulis maupun yang tidak, yang dibebankan oleh manajemen.

Kaizen secara umum sangat sederhana, cepat dan mudah diterapkan di semua sektor industri, langsung menuju permasalahan, fokus pada major issue, teamworking, dan melewati semua batasan birokrasi dari manager hingga karyawan. Selain itu, dengan kaizen maka tujuan utama bisnis proses dapat diarahkan. Kaizen hanya bisa dijalankan dalam 3 prinsip yakni (1) concern pada proses dan hasil (tidak pada hasil saja), (2) Berpikir sistematis dan global, serta (3) tidak menuduh atau menyalahkan, karena tuduhan hanya dapat menyebabkan waste. Agar filosofi kaizen ini dapat berjalan dengan baik sebaiknya diterapkan pada seluruh level organisasi, mulai dari manajemen puncak hingga karyawan terendah.

Gambar

Tabel 2.1. Standar Pelayanan Minimal Menurut Departemen Kesehatan
Tabel 2.3. Indikator Riset Fasilitas IHQN
Gambar 2.1. Model Kualitas Jasa

Referensi

Dokumen terkait

Jerapah yang ada sekarang adalah jerapah yang berleher panjang, sedangkan menurut teori Evolusi, dahulu nenek moyang jerapah bervariasi ada yang berleher panjang, ada yang

Dari berbagai pendapat dan pandangan di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan keadilan prosedural adalah keadilan pada proses pembuatan dan

Kemudian ada juga, RDMS (relational Database Management System) atau dalam bahasa indonesia sistem manajemen basis data relasional adalah suatu program sistem

Bagi daerah tertentu karena secara geografis tidak memungkinkan dan sangat jauh letaknya dan belum ada dokter ahli forensik maupun jauh dari laboratorium forensik

Jurusan Teknik Elektro FT UM PROPOSAL-TE Halaman 1 dari 11 Dokumen ini dan informasi yang dimilikinya adalah milik Jurusan Teknik Elektro FT UM dan bersifat rahasia.. Dilarang

pada tanah mineral mempunyai nilai bulk density yang lebih rendah.. dibandingkan tanah dibawahnya.nilai bulk density tanah mineral

respon sangat positif terhadap modul Fisika berbasis PBL; (3) secara statistik, pada interval kepercayaan 95% (taraf signifikansi 0,05), dapat disimpulkan bahwa

Rumah Perawatan Psiko-Neuro-Geriatri atau yang lebih dikenal dengan “Puri Saras” adalah klinik kesehatan yang bergerak dalam bidang layanan kesehatan jiwa, mulai beroperasi sejak