• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II STUDI PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II STUDI PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Vaksin

Vaksin merupakan suatu produk biologik yang terbuat dari kuman, komponen kuman, atau racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan dan berguna untuk merangsang kekebalan tubuh seseorang(8). Vaksin diberikan dalam bentuk cair, baik dengan suntikan, oral, atau melalui rute intranasal.

Secara teori penyakit menular dapat dicegah dengan vaksin, namun hal tersebut terbatas pada mekanisme dari sistem kekebalan yang terlibat dan sifat dari respon imun yang sangat bervariasi terhadap setiap organisme penyebab penyakit(9). Dua faktor yang berkontribusi terhadap kemampuan vaksin untuk mengontrol atau menghilangkan penyakit adalah efektivitas vaksin itu sendiri dan tingkat pencapaian cakupan vaksin oleh sasaran setelah pemberian vaksin(9).

Proporsi sistem kekebalan tubuh individu pada populasi dalam mencegah penyakit dari penyebaran dikenal sebagai ambang kekebalan kawanan. Setiap penyakit memiliki nilai ambang kekebalan kawanan berbeda-beda. Semakin mudah penyakit menular, maka semakin tinggi nilai ambang kekebalannya. Semakin tinggi nilai ambang batas, maka semakin besar cakupan vaksinasi dan efektivitas vaksin yang diperlukan untuk mengganggu penularan penyakit(9).

2.1.1.1 Penggolongan Vaksin

1) Vaksin live Attenuated (Vaksin Hidup)

Vaksin yang berasal dari patogen hidup yang dilemahkan. Vaksin live attenuated bersifat labil dan mudah mengalami kerusakan apabila terkena panas dan sinar. Vaksin live attenuated memiliki keuntungan yaitu dapat menghasilkan respon antibodi yang baik karena berasal dari seluler yang kuat dan dapat memberikan perlindungan jangka panjang(10). Contoh vaksin live attenuated adalah(10):

a. Vaksin dari virus hidup yang dilemahkan : campak, gondok, polio, demam kuning dan vaksin rubella (MMR)

b. Vaksin dari bakteri hidup yang dilemahkan : vaksin BCG, demam tifoid oral.

(2)

2) Vaksin Inactivated

Vaksin inactivated merupakan vaksin yang dilemahkan dengan cara membunuh mikroba penyebab penyakit dengan bahan kimia (biasanya formalin), panas, atau radiasi dalam suatu media kultur. Vaksin inactivated bersifat lebih stabil dan lebih aman dari vaksin hidup. Hal ini dikarenakan mikroba yang telah mati tidak akan dapat bermutasi kembali ke keadaan dimana mereka dapat menyebabkan penyakit(11)(12). Contoh vaksin inactivated adalah(12):

a. Vaksin inaktif dari seluruh sel virus : polio, hepatitis A, dan rabies b. Vaksin inaktif dari seluruh bakteri : pertusis, tipus dan kolera c. Toksoid : difteri dan tetanus.

d. Polisakarida murni : pneomukokus dan meningokokus.

3) Subunit Vaccine

Vaksin ini menggunakan bagian yang sangat spesifik dari antigen antibodi atau sel T dalam mengenali dan mengikat mikroba. Vaksin subunit memiliki efek samping yang lebih rendah karena hanya berisi antigen penting(11).

4) Recombinant Vaccines

Vaksin rekombinan merupakan vaksin yang diproduksi dari teknologi rekayasa genetik(12). Contoh vaksin rekombinan adalah : vaksin Hepatitis B dan vaksin tifoid.

2.1.1.2 Suhu dan Lama Penyimpanan Vaksin

Untuk memastikan potensi vaksin tetap optimal, maka diperlukan perhatian khusus pada penyimpanan vaksin mulai dari produsen hingga ke pengguna akhir di fasilitas pelayanan kesehatan. Kondisi yang direkomendasikan untuk menyimpan vaksin yang akan digunakan dalam program imunisasi dapat ditunjukkan pada tabel 2.1 tentang suhu dan lama penyimpanan vaksin di setiap tingkatannya. Tabel tersebut menunjukkan bahwa di tingkat nasional (primer), di tingkat regional (provinsi), dan di tingkat kabupaten/kota vaksin OPV harus terus disimpan pada antara suhu -15⁰C hingga -25⁰C. Vaksin DPT, TT, DT, BCG, campak, dan DPT-HB di semua tingkat fasilitas kesehatan disimpan pada suhu antara 2⁰C hingga 8⁰C. Vaksin campak dalam bentuk beku-kering (lyophilized) bersifat cukup stabil pada suhu antara 2°C hingga 8°C sedangkan vaksin BCG beku-kering (lyophilized) stabil pada suhu 0°C sampai

(3)

8°C(13). World Health Organization (WHO) merekomendasikan vaksin beku-kering (campak dan BCG) disimpan dan didistribusikan pada suhu 2°C hingga 8°C(14).

Tabel 2.1 Tabel Suhu dan Lama Penyimpanan Vaksin(15)(16)

Jenis Vaksin

Pusat/Bio

Farma Provinsi Kab/Kota

Pusk/Pustu, RS dan unit lain

Bidan di Desa (khusus

HB < 7 hari) Masa Simpan

6 bulan

2 bulan + 1 bulan cadangan

1 bulan + 1 bulan cadangan

1 bulan + 1 minggu cadangan

1 bulan + 1 minggu cadangan OPV Freezer : suhu -15⁰C s/d -25⁰C

Suhu Ruangan DPT

+2⁰C s/d +8⁰C TT

DT BCG Campak DPT-HB

Terkait masa simpan vaksin di setiap tingkatan juga dapat dilihat pada tabel di atas, diketahui bahwa maksimum waktu penyimpanan vaksin di tingkat primer yang disarankan oleh WHO adalah selama 6 bulan. Standar PMK No. 42 tahun 2013 juga menjelaskan maksimum stok vaksin di tingkat provinsi adalah 2 bulan kebutuhan ditambah 1 bulan cadangan, tingkat kabupaten/kota 1 bulan kebutuhan ditambah 1 bulan cadangan, dan di puskesmas selama 1 bulan kebutuhan ditambah dengan 1 minggu cadangan.

2.1.1.3 Imunisasi

Imunisasi merupakan suatu tindakan untuk dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh seseorang secara aktif terhadap adanya suatu penyakit(16). Berdasarkan sifat penyelenggaraannya, imunisasi dibedakan menjadi dua yaitu(16) :

a. Imunisasi Wajib

Imunisasi wajib merupakan imunisasi yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan untuk wajib diberikan kepada setiap individu sesuai kebutuhannya sehingga nantinya dapat melindungi masyarakat dari penyakit menular.

(4)

Imunisasi wajib terdiri dari : 1) Imunisasi Rutin

Imunisasi rutin merupakan salah satu dari kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara terus menerus sesuai dengan jadwal. Imunisasi rutin dibedakan menjadi :

a) Imunisasi Dasar, yaitu imunisasi yang diberikan pada bayi berusia >1 tahun.

Tabel 2.2 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar(16) :

Umur Jenis Imunisasi

0 bulan Hepatitis B0

1 bulan BCG, Polio 1

2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2 3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3 4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4

9 bulan Campak

b) Imunisasi Lanjutan, yaitu imunisasi yang bertujuan untuk melengkapi imunisasi dasar yang sebelumnya diberikan pada saat bayi. Imunisasi lanjutan dapat diberikan kepada :

i. Anak di bawah usia tiga tahun (batita)

Tabel 2.3 Jadwal Imunisasi Lanjutan pada Batita(16) :

Umur Jenis Imunisasi

18 bulan DPT-HB-Hib

24 bulan Campak

ii. Anak di usia sekolah dasar

Tabel 2.4 Jadwal Imunisasi Lanjutan pada Anak Usia Sekolah Dasar(16): Sasaran Jenis Imunisasi

Kelas 1 SD Campak, DT

Kelas 2 SD DT

Kelas 3 SD DT

(5)

iii. Wanita Usia Subur (WUS)

Imunisasi yang diberikan pada WUS adalah Tetanus Toxoid (TT).

Tabel 2.5 Imunisasi Lanjutan Pada Wanita Usia Subur(16) : Status

Imunisasi

Interval Minimal Pemberian

Masa Perlindungan

T1 - -

T2 4 minggu setelah T1 3 tahun

T3 6 bulan setelah T2 5 tahun

T4 1 tahun setelah T3 10 tahun

T5 1 tahun setelah T4 lebih dari 25 tahun 2) Imunisasi Tambahan

Imunisasi tambahan merupakan imunisasi yang diberikan untuk suatu kelompok individu dengan umur tertentu yang memiliki risiko tinggi untuk terpapar suatu penyakit tertentu yang didasarkan pada kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu. Yang tergolong dalam imunisasi tambahan antaralain(16) :

a) Backlog fighting

Backlog fighting merupakan suatu upaya untuk melangkapi imunisasi pada anak usia dibawah tiga tahun. Backlog fighting diprioritaskan untuk dilaksanakan di desa selama 2 tahun berturut-turut, namun tidak sampai mencapai Universal Child Immunization (UCI).

b) Crash program

Crash program merupakan suatu upaya yang ditujukan untuk wilayah yang memerlukan pananganan secara cepat untuk mencegah terjadinya KLB (Kejadian Luar Biasa). Kriteria pemilihan daerah yang akan dilakukan crash program adalah:

i. Angka kematian bayi akibat PD3I tinggi.

ii. Infrastruktur (tenaga, sarana, dana) kurang.

iii. Desa yang selama 3 tahun berturut-turut tidak mencapai UCI.

c) PIN (Pekan Imunisasi Nasional)

Pekan Imunisasi Nasional merupakan suatu kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara serentak di suatu negara dalam waktu yang singkat tanpa memandang status imunisasi sebelumnya.

(6)

3) Imunisasi Khusus

Imunisasi khusus merupakan imunisasi yang diberikan untuk melindungi seseorang dari penyakit tertentu pada situasi tertentu, misalnya persiapan perjalanan menuju negara endemis penyakit(16).

b. Imunisasi Pilihan

Imunisasi pilihan merupakan imunisasi yang tidak tergolong dalam imunisasi wajib, namun penting diberikan bagi bayi, anak, dan dewasa di Indonesia mengingat beban penyakit dari masing-masing penyakit. Contoh imunisasi pilihan antaralain vaksin MMR (Measles, Mumps, Rubella), Haemophilllus influenzae tipe b (Hib), vaksin tifoid, Vaksin Hepatitis A, vaksin influenza(16).

2.1.2 Vaccine Cold Chain

Rantai dingin vaksin (Vaccine Cold Chain) merupakan suatu upaya untuk mempertahankan vaksin tetap berada dalam kondisi yang optimal selama proses transportasi, penyimpanan, dan penanganan vaksin mulai dari produsen hingga berakhir ke administrasi kepada pasien(4).

Tiga hal penting dalam Vaccine Cold Chain adalah (4): 2.1.2.1 Personalia

Tenaga teknis pengelola vaksin yang terlibat dalam penanganan produk pada rantai dingin diharuskan memiliki tanggungjawab serta mengikuti pelatihan secara sistematis dan berkala untuk dapat menjamin mutu vaksin. Beberapa pelatihan yang diberikan meliputi(17):

1) Pengetahuan tentang Peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2) Ketentuan tentuan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB).

3) Prosedur tertulis yang diberikan oleh produsen vaksin.

4) Memonitoring suhu secara berkala dan mendokumentasikannya secara terperinci.

5) Memahami tentang masalah kegawatdaruratan dan masalah keselamatan.

Pelatihan juga diberikan kepada pengemudi yang bertanggung jawab dalam mendistribusikan produk rantai dingin(17).

Keputusan Menteri Kesehatan No. 1611 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Imunisasi menyebutkan bahwa kualifikasi untuk pengelola vaksin

(7)

dan cold chain di tingkat Kabupaten/Kota adalah tenaga dengan pendidikan minimal SLTA dan telah mendapatkan pelatihan mengenai cold chain.

2.1.2.2 Sarana dan Prasarana

Peralatan yang digunakan haruslah dipilih dengan cermat, digunakan dengan benar, dipelihara secara teratur, serta dipantau secara konsisten untuk dapat mempertahankan suhu selama penyimpanan dan pendistribusian vaksin agar tetap sesuai dengan yang direkomendasikan(18).

1. Lemari es and Freezers.

Penyimpanan vaksin sebaiknya menggunakan lemari es atau freezer dalam unit yang terpisah. Jika menggunakan kombinasi unit lemari es dan freezer, maka sebaiknya memilih lemari es dan freezer yang memiliki pintu eksternal terpisah serta memiliki kontrol ganda (lemari es dan freezer dikendalikan secara terpisah), atau hanya memilih satu kompartemen unit saja yang akan digunakan sebagai penyimpanan vaksin(19). Persyaratan lemari es dan freezer yang baik untuk penyimpanan produk rantai dingin adalah(17)(20) :

a) Berukuran cukup untuk penyimpanan persediaan vaksin selama satu periode.

b) Mampu untuk mempertahankan suhu sesuai dengan prosedur.

c) Dilengkapi dengan sistem pemantauan suhu selama 24 jam dan dilengkapi dengan sensor. Hal ini digunakan untuk mendeteksi adanya perbedaan suhu yang ekstrim pada lokasi penyimpanan produk rantai dingin.

d) Dilengkapi dengan generator otomatis atau generator manual yang dijaga oleh personil khusus selama 24 jam.

e) Dilengkapi dengan alarm yang dapat mendeteksi jika terjadi penyimpangan suhu.

f) Dilengkapi dengan pintu yang dapat ditutup rapat dan dikunci.

Dua macam bentuk pintu lemari es atau freezer yaitu(16): a) Bentuk pintu buka dari depan (front opening)

Bentuk pintu buka dari depan seperti ini banyak digunakan dalam rumah tangga untuk meyimpan makanan, minuman, buah-buahan atau sayuran.

(8)

Bentuk pintu seperti ini tidak dianjurkan untuk penyimpanan vaksin, dikarenakan volume penyimpanan yang terbatas dan suhu yang tidak stabil.

b) Bentuk pintu buka keatas (top opening)

Bentuk lemari es top opening salah satunya adalah ILR (Ice Lined Refrigerator). Ice Lined Refrigerator merupakan freezer yang dimodifikasi menjadi lemari es dengan suhu bagian dalam 2⁰C hingga 8⁰C.

Tabel 2.6. Perbedaan Bentuk Pintu Front Opening dengan Top Opening(16): Bentuk pintu front opening Bentuk pintu top opening

Suhu tidak stabil Suhu lebih stabil

Jika pada pintu lemari es front opening dibuka, maka suhu dingin akan mengalir dari atas dan turun ke bawah kemudian keluar

Jika pada pintu lemari es top opening dibuka, maka suhu dingin akan mengalir dari atas kemudian turun ke bawah dan tertampung

Suhu tidak dapat bertahan lama jika terjadi pemadaman listrik.

Suhu dapat bertahan lama jika terjadi pemadaman listrik.

Hanya mampu menampung jumlah vaksin yang sedikit.

Dapat menampung jumlah vaksin yang lebih banyak.

Susunan vaksin menjadi mudah dan vaksin terlihat jelas dari samping depan

Penyusunan vaksin agak sulit karena vaksin bertumpuk dan tidak jelas dilihat dari atas

2. Thermomether Maksimum-minimum

Suhu vaksin di dalam lemari es dan freezer harus dipantau terus menerus, dan dianjurkan untuk menggunakan thermomether yang memiliki batas maksimum minimum sehingga dapat mengidentifikasi ketika suhu berada di luar range dari yang direkomendasikan. Thermomether maksimum-minimum harus dikalibrasi setiap tahun untuk mengkonfirmasi pembacaan yang akurat(21).

(9)

Bentuk thermomether maksimum-minimum dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.1 Thermometer Maksimum-minimum(4) 3. Cold box

Cold box merupakan tempat untuk menyimpan vaksin sementara atau untuk membawa vaksin. Cold box memiliki volume kotor 40 liter dan 70 liter.

Cold box memiliki 2 macam bentuk yaitu yang terbuat dari plastik atau dari kardus dengan insulasi poliuretan(16). Bentuk cold box dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.2 Cold box(17) 4. Vaccine carrier

Vaccine carrier merupakan alat untuk mengirim atau membawa vaksin dari puskesmas ke posyandu atau ke tempat pelayanan imunisasi lainnya, yang dapat mempertahankan suhu 2⁰C hingga 8⁰C(16).

(10)

Bentuk vaccine carrier dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.3 Vaccine carrier(17) 5. Cold pack

Kotak dingin beku (cold pack) merupakan wadah plastik berbentuk segi empat yang diisi dengan air yang dibekukan dalam freezer dengan suhu -15⁰C hingga -25⁰C selama minimal 24 jam(16). Bentuk cold pack dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.4 Cold pack(4) 6. Cool pack

Kotak dingin cair (cool pack) merupakan wadah plastik berbentuk segi empat yang diisi dengan air kemudian didinginkan dalam lemari es dengan suhu 2⁰C hingga 8⁰C selama minimal 24 jam(16).

(11)

Bentuk cool pack dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.5 Cool pack(17)

7. Freeze Tag

Freeze Tag merupakan alat pemantau paparan dingin yang akan menunjukkan tanda silang (X) di monitor apabila terjadi paparan suhu <0oC selama lebih dari 60 menit. Bentuk freeze tag dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.6 Freeze Tag

8. Freeze Watch

Freeze watch merupakan indikator suhu yang terdiri dari kartu putih dengan botol kecil cairan merah yang tertutup dalam casing plastik. Cairan merah dalam botol akan disemburkan keluar mengenai kertas putih apabila suhu penyimpanan berada di bawah 0⁰C(17).

(12)

Bentuk freeze watch dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.7 Freeze Watch

2.1.2.3 Manajemen Vaccine Cold Chain

Sistem manajemen logistik rantai dingin vaksin akan tercipta dengan baik apabila memiliki perencanaan yang tepat, pengadaan yang baik, penyimpanan yang sesuai serta distribusi yang memenuhi ketentuan dan persyaratan yang berlaku(1). Tahapan pengelolaan vaksin adalah sebagai berikut:

1) Perencanaan Kebutuhan Vaksin(8)

Perencanaan kebutuhan vaksin merupakan kegiatan menentukan jumlah vaksin dan periode pengadaan vaksin berdasarkan perhitungan kebutuhan yang berasal dari unit pelayanan imunisasi (Puskesmas).

2) Pengadaan vaksin

Pengadaan vaksin merupakan kegiatan untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan vaksin, sehingga dapat memenuhi persediaan kebutuhan vaksin dalam periode tertentu dan terpenuhinya kriteria tepat jumlah, tepat jenis, tepat mutu, tepat waktu dan efisien(2). PT.Bio Farma merupakan produsen vaksin satu- satunya di Indonesia, sedangkan untuk vaksin yang berasal dari luar negeri (impor) harus memiliki lisensi lolos uji dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)(8).

3) Penerimaan Vaksin

Penerimaan vaksin merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi (nama), jumlah, mutu, dan harga yang tertera dalam surat pengantar barang dengan kondisi fisik yang diterima, serta pemeriksaan nomor batch, tanggal kedaluarsa, dan kondisi Vaccine Vial Monitor (VVM)(17).Penerima

(13)

harus segera menyimpan vaksin di unit penyimpanan dengan persyaratan suhu yang sesuai segera setelah proses penerimaan vaksin selesai dilakukan(19).

4) Penyimpanan Vaksin

Penyimpanan vaksin harus mampu menjamin kualitas dan keamanan vaksin sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi serta penggolongan vaksin berdasarkan suhunya(19). Persyaratan penyimpanan vaksin antaralain :

a) Vaksin disimpan pada rak lemari es atau freezer (bukan di pintu atau di laci rak bawah lemari es).

b) Mengurangi kemungkinan lamanya pintu terbuka selama pengambilan vaksin. Hal ini dapat disiasati dengan menggunakan nampan kecil untuk mempercepat pengambilan vaksin dalam lemari es.

c) Jangan menyimpan makanan atau minuman di lemari es atau freezer yang sama dengan tempat penyimpanan vaksin.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi potensi atau daya antigen vaksin terkait penyimpanannya, yaitu :

a) Pengaruh suhu terhadap penyimpanan vaksin

Setiap lemari es atau freezer yang digunakan untuk menyimpan vaksin harus mampu mempertahankan kisaran suhu yang telah ditentukan(18). Suhu unit penyimpanan pada lemari es, harus dipertahankan pada suhu 2°C hingga 8°C. Sedangkan suhu unit penyimpanan freezer harus dipertahankan pada suhu -15°C hingga -25°C(19).

Upaya untuk membantu mempertahankan suhu penyimpanan vaksin pada saat terjadi pemadaman listrik adalah dengan menempatkan botol air di kulkas atau botol air beku (paket gel) di freezer(18). Botol air dapat ditempatkan di pintu kulkas, rak paling atas, atau dapat juga di lantai bawah bagian dalam kulkas. Botol air yang digunakan untuk membantu memepertahankan suhu penyimpanan vaksin sebaiknya diberikan label atau penanda yang bertuliskan "Jangan di minum”(18).

(14)

b) Pengaruh panas terhadap penyimpanan vaksin

Meskipun semua vaksin sensitif terhadap panas, namun ada beberapa vaksin lebih sensitif terhadap panas. Vaksin polio oral merupakan yang paling sensitif terhadap panas dibandingkan dengan vaksin tetanus toksoid. Berikut adalah urutan vaksin berdasarkan sensitifitas terhadap panas :

Gambar 2.8 Urutan Vaksin Berdasarkan Sensitifitas Terhadap Panas(22)

Vaksin campak dalam bentuk beku-kering (lyophilized) bersifat cukup stabil, yaitu pada suhu 2°C hingga 8°C akan dapat mempertahankan potensinya minimum selama lebih dari dua tahun, pada suhu 20°C hingga 25°C akan dapat mempertahankan potensinya setidaknya satu bulan, pada suhu 37°C akan dapat mempertahankan potensinya selama satu minggu dan pada suhu 41°C hanya dapat mempertahankan potensinya dalam waktu dua hari(13). Vaksin BCG beku-kering (lyophilized) stabil pada suhu 0°C sampai 8°C(13). World Health Organization (WHO) merekomendasikan vaksin beku- kering (campak, demam kuning, Hib dan BCG) disimpan dan didistribusikan pada suhu 2°C hingga 8°C(14).

Vaksin campak dan BCG yang telah mengalami rekonstitusi, penyimpanannya tidak harus dibekukan karena pengencer (diluent) untuk setiap vaksin tidak boleh dibekukan. Sehingga penyimpanannya direkomendasikan pada suhu 2°C hingga 8°C(14)(22). Rekonstitusi merupakan pencampuran vaksin beku-kering dengan pengencer vaksin untuk dikembalikan ke bentuk yang dapat digunakan.

Indikator Vaccine Vial Monitor (VVM) dapat membantu petugas vaksin untuk mengetahui seberapa besar vaksin tersebut terpapar panas.

Sehingga dapat meyakinkan petugas vaksin dalam memberikan vaksin yang aman kepada sasaran. Vaccine Vial Monitor merupakan indikator suhu berupa

(15)

stiker kecil yang tertempel pada botol vaksin, yang akan menunjukkan apakah vaksin tersebut telah terkena panas yang berlebihan dari waktu ke waktu atau apakah ada kemungkinan vaksin tersebut telah rusak(23). Bentuk VVM yaitu berupa lingkaran warna berdiameter minimum 7.0 mm dengan persegi warna ukuran 2.0 x 2.0 mm yang diposisikan di tengah lingkaran(24).

Gambar 2.9 Bentuk Vaccine Vial Monitoring(25) Berikut adalah lokasi VVM dari berbagai macam jenis vaksin :

Gambar 2.10 Lokasi Vaccine Vial Monitoring(25)

c) Pengaruh cahaya terhadap penyimpanan vaksin

Menurut WHO, beberapa vaksin sangat sensitif terhadap cahaya dan akan kehilangan potensi apabila terpapar oleh cahaya tersebut. Vaksin yang sensitif terhadap cahaya antaralain BCG, campak-rubella, campak-gondong- rubela dan rubella. Upaya yang dilakukan untuk melindungi vaksin tersebut dari kerusakan adalah dengan menempatkan vaksin kedalam botol kaca gelap(22).

5) Distribusi Vaksin

Distribusi vaksin merupakan rangkaian kegiatan untuk menyalurkan atau menyerahkan vaksin dari tempat penyimpanan sampai ke unit pelayanan dengan

(16)

tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. Prosedur distribusi vaksin dari Kabupaten/Kota ke Puskesmas yaitu(16)(4):

a) Dilakukan atas dasar permintaan resmi dari puskesmas dengan mempertimbangkan stok maksimum dan daya tampung penyimpanan vaksin

b) Menggunakan cold box atau vaksin carrier yang disertai dengan cool pack.

c) Disertai dengan dokumen pengiriman berupa Surat Bukti Barang Keluar (SBBK) dan Vaccine Arrival Report (VAR)

d) Setiap cold box atau vaksin carrier disertai dengan alat pemantau suhu yang terkalibrasi

e) Vaksin tidak ditempatkan di bagasi kendaraan

f) Vaksin disampaikan langsung ke petugas fasilitas kesehatan

g) Segera membongkar dan menempatkan vaksin ke unit penyimpanan yang tepat, begitu tiba di unit pelayanan

2.1.3 Indikator Kualitas Pengelolaan Vaksin

Kualitas pengelolaan vaksin yang baik ditandai dengan tidak terjadinya vaksin kadaluarsa, suhu penyimpanan yang tetap terjaga, dan tidak terjadinya kekosongan vaksin(2).

1) Vaksin Kadaluarsa

Untuk meminimalakan kemungkinan banyaknya vaksin yang kadaluarsa maka dapat diterapkan prinsip First Expired date First Out (FEFO), yaitu penyusunan vaksin dimana vaksin yang memiliki masa kadaluarsa lebih awal akan ditempatkan paling depan atau berdasarkan prinsip First In First Out (FIFO), yaitu penyusunan vaksin yang diterima lebih awal harus digunakan lebih awal(26). Berikut adalah rumus menghitung prosentase vaksin yang kadaluarsa(26).

Semakin besar prosentase vaksin yang rusak/kadaluarsa maka menandakan kurangnya pengamatan mutu dalam penyimpanan vaksin(26).

prosentase vaksin kadaluarsa = Jumlah item vaksin yang kadaluarsa

Jumlah item vaksin yang tersedia x 100%

(17)

2) Kesesuaian Suhu Penyimpanan Vaksin

Kesesuaian suhu penyimpanan vaksin merupakan gambaran penyimpanan vaksin yang disesuaikan dengan prosedur yang telah ditetapkan.

Semakin besar prosentase kesesuaian penyimpanan vaksin menandakan semakin baiknya kualitas pengelolaan vaksinnya dan mutu vaksin itu sendiri.

3) Waktu Kekosongan Vaksin

Keterlambatan pasokan vaksin disaat persediaan vaksin di gudang farmasi tidak mencukupi maka akan dapat mengakibatkan terjadinya kekosongan vaksin.

Kekosongan vaksin dapat diminimalakan dengan melakukan pengiriman vaksin secara teratur dan dalam jumlah yang cukup. Berikut adalah rumus menghitung prosentase rata-rata waktu kekosongan vaksin(26).

.

2.1.4 Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta

Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta bertanggung jawab dalam penyediaan unit logistik imunisasi di wilayah Kotamadya(7). Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta membawahi 18 puskesmas di 14 kecamatan yang berbeda.

Visi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta yaitu dapat menjadi fasilitator, motivator, regulator dan pemberi pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau.

Misi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta yaitu :

a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan menuju masyarakat sehat dan mandiri

b. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau c. Meningkatkan fungsi regulasi kesehatan dan sumber daya kesehatan d. Meningkatkan sistem informasi kesehatan berbasis data yang akurat e. Meningkatkan jejaring kerja antara masyarakat, pemerintah, swasta f. Meningkatkan ketersediaan farmasi dan alat kesehatan.

prosentase kesesuaian suhu penyimpanan vaksin =

Jumlah item vaksin yang disimpan dlm suhu yg sesuai

Jumlah item vaksin yang tersedia x 100%

prosentase rata-rata waktu kekosngan vaksin = jumlah hari kekosongan vaksin

dlm periode pengamatan

jumlah hari pengamatan x total jenis vaksin x 100%

(18)

Berdasarkan Peraturan Walikota Yogyakarta No. 12 tahun 2012 tentang fungsi, rincian tugas dan tata kerja Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta menyebutkan susunan organisasi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, terdiri dari :

a. Kepala Dinas

b. Sekretariat, terdiri dari :

1) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian 2) Sub Bagian Keuangan

3) Sub Bagian Administrasi Data dan Pelaporan c. Bidang Pelayanan Kesehatan Masyarakat, terdiri dari :

1) Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar 2) Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi

d. Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, terdiri dari : 1) Seksi Pengendalian Penyakit

2) Seksi Penyehatan Lingkungan

e. Bidang Promosi, Pengembangan dan Sistem Informasi Kesehatan, terdiri dari:

1) Seksi Promosi dan Pengembangan Kesehatan 2) Seksi Surveilans dan Sistem Informasi Kesehatan

f. Bidang Regulasi dan Pengelolaan Sumberdaya Manusia Kesehatan, terdiri dari:

1) Seksi Regulasi Kesehatan

2) Seksi Pengelolaan Sumberdaya Manusia Kesehatan g. Unit Pelaksana Teknis

h. Kelompok Jabatan Fungsional

2.2 Keterangan Empiris

Penelitian ini menggambarkan kesesuaian sistem cold chain vaksin di Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dengan pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik tahun 2012 dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 42 tahun 2013, serta untuk menggambarkan kualitas pengelolaan vaksin di Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta berdasarkan indikator prosentase vaksin yang kadaluwarsa, prosentase kesesuaian suhu penyimpanan vaksin dan prosentase rata-rata waktu kekosongan vaksin.

(19)

2.3 Kerangka Teori Penelitian

Kesesuaian Sistem Cold Chain vaksin dengan pedoman yaitu :

1. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.

HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik 2. Peraturan Menteri Kesehatan No. 42 Tahun 2013

tentang Penyelenggaraan Imunisasi

Sistem Cold Chain

Vaksin di Dinkes Kabupaten/Kota

Indikator Kualitas Pengelolaan vaksin : 1. Prosentase vaksin rusak/kadaluarsa 2. Prosentase kesesuaian suhu penyimpanan

vaksin

3. Prosentase rata-rata waktu kekosongan vaksin

Pusat/Biofarma

Sistem Cold Chain Vaksin di Dinkes

Provinsi

Unit Pelayanan

(Puskesmas)

Gambar

Tabel 2.1 Tabel Suhu dan Lama Penyimpanan Vaksin (15)(16)
Tabel 2.2 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar (16)  :
Tabel 2.5 Imunisasi Lanjutan Pada Wanita Usia Subur (16)  :  Status  Imunisasi  Interval Minimal Pemberian   Masa   Perlindungan   T1  -  -
Tabel 2.6. Perbedaan Bentuk Pintu Front Opening dengan Top Opening (16) :  Bentuk pintu front opening  Bentuk pintu top opening
+7

Referensi

Dokumen terkait

hingga menghasilkan suatu informasi kesehatan bumil baik bersifat individu maupun agregat de- ngan hanya satu kali entry. Informasi kesehatan bisa digunakan untuk: skrining

Hasil analisis statistik nilai TPC pada ikan tongkol yang dijual di Kota Kupang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari ketiga lokasi penjualan, dengan

Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa nilai TBA dangke yang tidak diberi madu dan yang diberi madu jenis A memiliki nilai TBA yang tidak berbeda nyata dan lebih rendah

Otot ekor mencapai ujung ekor, merupakan perpanjangan dari dorsal, berbentuk lurus dengan ujung lancip, dorsal fin dimulai dari batas antara tubuh dan ekor,

Cara keluarga membawa anggota keluarga yang sakit ke tempat pelayanan

Sebaliknya jika sebuah segmen dibuat selalu gelap, atau tidak sefasa dengan common, maka segmen ini dapat dihubungkan dengan rangkaian inverter yang mendapat masukan

Berdasarkan kerangka pemikiran yang dapat diturunkan dengan menyatakan (XI) yaitu Visibility (jumlah dan tingkat menonjolan berita), (X2) yaitu Audience Salience

Berdasarkan hasil wawancara ke lapangan pada tanggal 20 Desember 2009, di SMP N I Kalibagor dengan guru Bahasa Indonesia, dapat diketahui pembelajaran menulis narasi dari teks