1
ANALISIS PROFIL VERTIKAL SUHU DAN ANGIN SELAMA SIKLON TROPIS BAKUNG DI BEBERAPA STASIUN
METEOROLOGI INDONESIA
Yunita1,2 Achmad Zakir1,2
1Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta
2Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta Email: [email protected]
Abstrak
Salah satu siklon tropis yang terbentuk di area pemantauan TCWC Jakarta adalah Siklon Tropis Bakung yang terjadi pada Desember 2014. Analisa yang dilakukan dalam kajian ini yakni analisa terhadap Lapse rate, Indeks stabilitas, Vertical Wind Shear dan analisa Hodograf pada stasiun meteorologi terdekat dengan siklon tropis. Hasil analisis menunjukkan bahwa lapse rate di semua stasiun berkisar antara 5 – 6oC/km yang berarti menunjukkan atmosfer bersifat labil bersyarat. Sedangkan vertical wind shear menunjukkan indikasi lemah di semua stasiun kecuali stasiun meteorologi Soekarno-Hatta. Di samping itu, hasil analisis hodograph menunjukkan bahwa wilayah Serang mendapatkan dampak atmosfer labil.
Kelabilan atmosfer tersebut dipengaruhi oleh adanya belokan angin dan konvergensi.
Kata Kunci: Siklon Tropis Bakung, Dampak, Profil Vertikal
Abstract
A tropical cyclone that grew in the monitoring area of TCWC Jakarta was Tropical Cyclone Bakung that occurred in December 2014. Analysis of this study carried out the analysis of Lapse rate, Stability Index, Vertical Wind Shear and Hodograph on the
meteorological station near the tropical cyclone
. The analysis showed that the lapse rate in all the stations ranged between 5 - 6oC/km which means the atmosphere is conditionally unstable. While the vertical wind shear is weak at all stations except the Soekarno-Hatta meteorological station. In addition, the results of the hodograph analysis indicate that Serang gets unstable atmospheric.The atmospheric instability is affected by the wind bends and convergence.
Keywords: Bakung Tropical Cyclone, Impact, Vertical Profile
I. PENDAHULUAN
Wilayah Indonesia merupakan wilayah bebas dari jejak siklon tropis akibat gaya coriolis di sekitar ekuator semakin kecil bahkan hampir nol. Indonesia termasuk dalam wilayah tropis yang mempunyai karakteristik cuaca yang unik dibandingkan dengan cuaca di sekitar subtropis maupun kutub, contohnya adalah siklon tropis tidak akan melintas kawasan Indonesia namun keberadaan siklon
tropis di sekitar wilayah Indonesia akan mempengaruhi pola cuacanya (Zakir dkk, 2010). Pola cuaca yang dipengaruhi antara lain angin kencang, gelombang tinggi, dan peningkatan curah hujan di sekitar tempat tumbuhnya siklon tropis. Salah satu siklon tropis yang terbentuk di dekat wilayah Indonesia pada tahun 2014 adalah siklon tropis Bakung yang tumbuh di Samudera Hindia bagian selatan pada 11 Desember 2014.
2 Siklon tropis Bakung merupakan siklon
tropis ketiga yang tumbuh di wilayah tanggung jawab pemantauan Indonesia yakni yang pertama siklon tropis Durga, yang kedua siklon tropis Aggrek dan yang ketiga siklon tropis Bakung. Ketiga siklon tersebut tumbuh di wilayah perairan Indonesia sekitar perairan barat daya Sumatera.
Beberapa penelitian tentang sikon tropis di Indonesia mengkaji tentang dampak siklon tropis terhadap perubahan cuaca di wilayah Indonesia dari pengamatan udara permukaan.
Namun, penelitian tentang siklon tropis terhadap perubahan cuaca di Indonesia ditinjau dari pengamatan udara atas masih kurang.
Oleh karena itu, dalam penulisan ini akan dikaji profil vertikal suhu dan angin di beberapa stasiun meteorologi Indonesia yang terdekat dengan posisi Siklon Tropis Bakung serta menganalisis dampaknya terhadap curah hujan di beberapa stasiun meteorologi tersebut.
Adapun tujuan dari penulisan jurnal ini antara lain adalah untuk mengetahui profil vertikal suhu udara, angin dan stabilitas saat terjadi siklon tropis Bakung pada beberapa stasiun meteorology di sekitarnya.
II. METODE PENELITIAN
Dalam menganalisis profil vertikal suhu dan angin saat kejadian siklon tropis Bakung digunakan data pengamatan udara atas di beberapa stasiun meteorology. Tidak semua stasiun meteorologi melakukan pengamatan radiosonde. Oleh karena itu, data radiosonde diambil dari stasiun sebagai berikut:
a. Stasiun Meteorologi Padang / Tabing b. Stasiun Meteorologi Pangkal Pinang c. Stasiun Meteorologi Soekarno-Hatta
Adapun untuk stasiun yang tidak melakukan pengamatan radiosonde maka digunakan data pilot balon. Data pilot balon diambil dari stasiun antara lain:
a. Stasiun Meteorologi Bengkulu / Padangkemiling
b. Stasiun Meteorologi Palembang / Talangbetutu
c. Stasiun Meteorologi Lampung / Beranti d. Stasiun Meteorologi Serang
Rentang data yang akan dianalisis pada penelitian ini adalah pada lima hari sebelum kejadian, saat kejadian, dan tiga hari setelah kejadian yakni tanggal 6 Desember 2014 sampai 16 Desember 2014.
Analisa data udara atas dalam kajian ini menggunakan software RAOB 5.7 yang dapat menyajikan diagram skew T log P dan hodograf. Adapun analisa dilakukan terhadap lapse rate. Lapse rate ( ) adalah perubahan suhu (T) terhadap ketinggian (Z), secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
(1) Untuk mendapatkan nilai CAPE kita dapat menghitungnya dengan menggunakan rumus dibawah ini (Modul AWS).:
(2)
Tv parcel merupakan suhu virtual parsel, Tv env merupakan suhu virtual lingkungan dan merupakan gaya gravitasi. CAPE dihitung dari luasan nilai positif dari level CCL yang dilambangkan dengan zf sampai lapisan keseimbangan (EL) yang dilambangkan dengan zn.
Vertical wind shear dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
(3)
Dimana VWS2-1 merupakan vertical wind shear antara lapisan atas (2) dan lapisan bawah (1), u merupakan komponen angin zonal, v merupakan angin meridional dan z adalah ketinggian.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kejadian siklon tropis Bakung terjadi pada tanggal 11 hingga 13 Desember 2014. Berikut disajikan tabel perkembangan siklon tropis Bakung.
3
Tabel 1. Siklon Tropis Bakung
LAT LON TIME WIND (Kts) STAT
-9.1 94.2 12/11/18Z 35 TROPICAL STORM
-9.6 92.8 12/12/06Z 40 TROPICAL STORM
-10.2 91.4 12/12/18Z 40 TROPICAL STORM
-9.1 89.6 12/13/06Z 35 TROPICAL STORM
Dari Tabel 1. diketahui bahwa siklon tropis Bakung terbentuk di kawasan perairan Samudera Hindia. Siklon tropis Bakung ini hanya berlagsung selama tiga (3) hari dengan status sebagai Tropical Storm (badai tropis) dengan intensitas kecepatan angin berkisar antara 35 sampai dengan 40 knots. Sedangkan dari Gambar 4.1 terlihat bahwa siklon tropis Bakung bergerak ke arah Barat – Barat Daya.
a. Perubahan Suhu Udara Vertikal
Analisa perubahan suhu vertikal ini dilakukan terhadap stasiun meteorologi Soekarno-Hatta, stasiun meteorologi Padang dan stasiun meteorologi Pangkal Pinang. Analisa suhu udara vertikal berkaitan dengan perubahan suhu udara di stasiun pengamatan terhadap ketinggian dengan melihat penurunan suhu terhadap ketinggian (lapse rate) selama kejadian siklon tropis berlangsung.
(a)
(b)
(c)
Gambar 1. Lapse rate (a) Stasiun Meteorologi Soekarno-Hatta, (b) Stasiun Meteorologi Padang, (c) Stasiun Meteorologi Pangkal Pinang
Besarnya nilai lapse rate berkaitan dengan mendinginnya suhu lingkungan dengan cepat.
Sebaliknya, nilai lapse rate yang kecil menunjukkan mendinginnya suhu lingkungan dengan lambat.
Nilai penurunan suhu terhadap ketinggian (lapse rate) stasiun meteorologi Soekarno- Hatta pada hari kejadian siklon tropis yakni tanggal 11 sampai 13 Desember 2014 pada jam 00 UTC mengalami peningkatan dari hari sebelumnya dan kemudian menurun seiring berakhirnya siklon tropis. Nilai lapse rate pada saat kejadian siklon tropis berkisar sebesar 5,3 - 5,5 oC/km. Nilai lapse rate tersebut menunjukkan bahwa selama kejadian siklon tropis suhu lingkungan di stasiun meteorologi Soekarno-Hatta menurun 5,3 - 5,5 oC setiap ketinggian satu kilometer. Sedangkan pengamatan lapse rate pada jam 12 UTC di awal kejadian siklon tropis mengalami peningkatan dan selanjutnya menurun. Dengan
4,80 5,00 5,20 5,40 5,60 5,80 6,00 6,20
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 LAPSE RATE STAMET PADANG
(oC/Km)
JAM 00 JAM 12 TANGGAL
4,80 5,00 5,20 5,40 5,60 5,80
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 LAPSE RATE STAMET PANGKAL
PINANG (oC/Km)
JAM 00 JAM 12 TANGGAL
4,50 5,00 5,50 6,00 6,50
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 LAPSE RATE STAMET SOETTA (oC/km)
JAM 00 JAM 12 TANGGAL
4 demikian bila dibandingkan dengan nilai lapse
rate adiabatik basah dan lapse rate adiabatik kering maka kondisi atmosfer di sekitar wilayah Soekarno-Hatta mengalami kondisi labil bersyarat. Kondisi labil bersyarat ini menunjukkan adanya potensi pertumbuhan awan konvektif.
Pada analisis penurunan suhu terhadap ketinggian (lapse rate) stasiun meteorologi Padang pada hari kejadian siklon tropis yakni tanggal 11 sampai 13 Desember 2014 jam 00 UTC dan jam 12 UTC rata-rata lapse rate cenderung mengalami penurunan dari hari sebelum kejadian. Nilai lapse rate pada saat kejadian siklon tropis sebesar 5,5 oC/km yang berarti suhu lingkungan di stasiun meteorologi Padang menurun 5,5 oC setiap ketinggian satu kilometer. Dengan demikian bila dibandingkan dengan nilai lapse rate adiabatik basah dan lapse rate adiabatik kering maka kondisi atmosfer di sekitar wilayah Padang mengalami kondisi labil bersyarat. Kondisi labil bersyarat ini menunjukkan adanya potensi pertumbuhan awan konvektif.
Disamping itu, lapse rate stasiun meteorologi Pangkal Pinang pada jam pengamatan 00 UTC nilai lapse rate mengalami peningkatan dari hari sebelumnya.
Nilai lapse rate pada hari kejadian berkisar antara 5,0 – 5,5 oC/km yang menunjukkan bahwa selama kejadian siklon tropis suhu lingkungan di stasiun meteorologi Pangkal Pinang menurun 5,0 - 5,5 oC setiap ketinggian satu kilometer. Sedangkan pada pengamatan jam 12 UTC lapse rate mengalami penurunan dari hari sebelumnya. Dengan demikian bila dibandingkan dengan nilai lapse rate adiabatik basah lapse rate adiabatik kering maka kondisi atmosfer di sekitar wilayah Padang mengalami kondisi labil bersyarat. Kondisi labil bersyarat ini menunjukkan adanya potensi pertumbuhan awan konvektif.
Selain lapse rate, nilai indeks sabilitas juga dapat digunakan sebagai pendukung dalam menentukan keadaan atmosfer setempat.
(a)
(b)
Gambar 2. Indeks stabilitas stasiun meteorologi jam 00 UTC (a) Lifted index
(b) K Index
Dari nilai Lifted Index (LI), kondisi atmosfer pada stasiun meteorologi Soekarno- Hatta pada saat kejadian siklon tropis Bakung lebih labil dan memicu cuaca buruk dari hari sebelum dan sesudahnya. Sedangkan dari nilai K index sebelum hingga sesudah kejadian siklon tropis menunjukkan nilai lebih dari 30 yang menandakan kemungkinan terjadi badai.
Berbanding terbalik dengan stasiun meteorologi Soekarno-Hatta, kondisi atmosfer stasiun meteorologi Padang berdasarkan nilai LI pada sebelum dan sesudah kejadian lebih labil daripada saat kejadian. Sedangkan berdasarkan nilai K index kondisi atmosfer di stasiun meteorologi Padang pada sebelum hingga sesudah kejadian siklon tropis menunnjukkan nilai lebih dari 30 yang menandakan kondisi atmosfer labil dan kemungkinan terjadi badai.
Pada stasiun meteorologi Pangkal Pinang secara keseluruhan nilai LI menunjukkan kondisi atmosfer labil. Sedangkan, dari analisa
30 32 34 36 38 40 42
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
K-Index
Cengkareng Pangkal Pinang Padang TANGGAL
-6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Lifted Index
Cengkareng Pangkal Pinang Padang TANGGAL
5 nilai K index sebelum hingga sesudah kejadian
siklon tropis menunjukkan nilai lebih dari 30 yang menandakan terjadinya badai.
Labilitas atmosfer juga dapat didukung dari proses konveksi. Proses konveksi dapat dilihat dari nilai CAPE.
(a)
(b)
(c)
Gambar 3. CAPE (a) Stasiun Meteorologi Soekarno-Hatta, (b) Stasiun Meteorologi Padang, (c) Stasiun Meteorologi Pangkal Pinang
Pada grafik CAPE di atas menjelaskan bahwa pada pengamatan CAPE pagi hari di stasiun meteorologi Soekarno-Hatta mengindikasikan adanya proses konveksi yang menguat pada hari kejadian siklon tropis Bakung. Namun bila dibandingkan dengan pengamatan CAPE pada malam hari, nilai CAPE pada malam hari lebih tinggi dibandingkan pada malam hari.
Pengamatan CAPE pada pagi hari di stasiun meteorologi Padang menunjukkan nilai CAPE yang kurang dari 1000 J/kg. Hal ini mengindikasikan adanya proses konveksi yang rendah. Sedangkan pada pengamatan CAPE di malam hari, nilai CAPE lebih besar dan menunjukkan adanya proses konveksi yang kuat.
Nilai CAPE pada pengamatan jam 00 UTC di stasiun meteorologi Pangkal Pinang cenderung rendah. Sedangkan pada pengamatan jam 12 UTC, nilai CAPE sebelum kejadian cenderung tinggi, pada saat kejadian nilai CAPE menurun dan setelah kejadian cenderung meningkat.
b. Analisa Perubahan Angin Vertikal
Analisa perubahan angin vertikal ini dilihat dari Low Level Wind Shear (LLWS) dan Upper Level Wind Shear (ULWS). LLWS diukur dari permukaan sampai 700 mb sedangkan ULWS diukur dari 500 mb sampai 200 mb.(a)
0,000 0,001 0,002 0,003 0,004 0,005
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 VWS (s-1) SOETTA
JAM 00 JAM 12
TANGGAL 0
500 1000 1500 2000 2500 3000
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 CAPE (J/kg) STAMET SOETTA
JAM 00 JAM 12 TANGGAL
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 CAPE (J/kg) STAMET PADANG
JAM 00 JAM 12
TANGGAL
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 CAPE (J/kg) STAMET PANGKAL PINANG
JAM 00 JAM 12 TANGGAL
6 (b)
(c)
Gambar 4. Vertical Wind Shear (a) Stasiun Meteorologi Soekarno-Hatta, (b) Stasiun Meteorologi Padang, (c) Stasiun Meteorologi Pangkal Pinang
Dari analisa VWS stasiun meteorologi Soekarno-Hatta menunjukkan pada hari kejadian tanggal 12 Desember 2014 siklon tropis Bakung meningkat dengan skala VWS sedang pada pengamatan jam 00 UTC setelah itu menurun dengan skala VWS lemah. Pada pengamatan jam 12 UTC, VWS terindikasi lemah.
Pada pengamatan VWS untuk stasiun meteorologi Padang menunjukkan bahwa nilai VWS terindikasi lemah. Namun, pada hari kejadian siklon tropis Bakung nilai VWS meningkat dari pada hari sebelum dan sesudahnya.
Pengamatan VWS pada stasiun meteorologi Pangkal Pinang jam 00 UTC dikategorikan lemah. Sedangkan, pada pengamatan jam 12 UTC, sebelum kejadian nilai VWS cenderung kuat. Namun, pada saat dan setelah kejadian VWS cenderung lemah.
Hasil pengamatan hodograf pada stasiun yang hanya melakukan pengamatan pibal disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 2. Tabel Pengamatan Hodograf
STASIUN
SEBELUM KEJAIDAN
SAAT KEJADIAN
SETELAH KEJADIAN
BENGKULU STABIL STABIL STABIL
LAMPUNG LABIL STABIL STABIL
PALEMBANG LABIL STABIL LABIL
SERANG LABIL LABIL STABIL
Kondisi atmosfer di beberapa stasiun meteorologi yang melakukan pengamatan pibal menunjukkan bahwa berdasarkan analisis hodograf pada saat kejadian siklon tropis Bakung kondisi atmosfer labil hanya terjadi pada stasiun meteorologi Serang. Kondisi labil pada saat kejadian menunjukkan adanya cuaca buruk.
Selain itu, berdasarkan kondisi regionalnya adanya belokan angin dan konvergensi di atas Selat Sunda dan mengarah ke atas pulau Jawa ini mempengaruhi cuaca dan kestabilan atmosfer. Sehingga berdasarkan analisis profil suhu dan angin vertikal, kondisi atmosfer labil di stasiun meteorologi Soekarno-Hatta dan Serang juga didukung oleh adanya belokan angin dan konvergensi tersebut.
IV. KESIMPULAN
1. Perubahan suhu udara terhadap ketinggian (lapse rate) di semua stasiun pengamatan pada sebelum, saat dan sesudah kejadian siklon berkisar antara 5 - 6
oC/km. Hasil analisis CAPE dan KI menunjukan sebelum, saat dan sesudah ada siklon umumnya kuat, sementara intensitas LI umumnya lemah sebelum
0,000 0,001 0,002 0,003 0,004 0,005
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 VWS (s-1) PADANG
JAM 00 JAM 12 TANGGAL
0,0000 0,0010 0,0020 0,0030 0,0040 0,0050 0,0060 0,0070
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 VWS (s-1) PANGKAL PINANG
JAM 00 JAM 12 TANGGAL
7
ada siklon kuat pada saat dan sesudah
siklon. Berdasarkan analisis tersebut diketahui bahwa kondisi labil terjadi di stasiun meteorologi Soekarno-Hatta.
2. Perubahan arah dan kecepatan angin secara vertikal atau vertical wind shear untuk semua stasiun meteorologi menunjukkan indikasi lemah, baik sebelum, saat maupun sesudah kejadian siklon tropis kecuali stasiun meteorologi Soekarno-Hatta yang nilai meningkat pada saat kejadian. Dari analisis hodograf diperoleh bahwa hanya atmosfer di atas stasiun meteorologi Serang yang terindikasi labil.
3. Berdasarkan peta angin streamline kondisi atmosfer labil di stasiun meteorolgi Soekarno-Hatta dan Serang disebabkan oleh adanya belokan angin dan konvergensi di atas wilayah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Aldrian, E., 2008, Meteorologi Laut Indonesia, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta.
Anonim,1979, The Use of Skew T, Log P Diagram in Analysis and Forecasting, Air Weather Service, Illinois, 62225-5008.
Anonim, 2013, Principles of Convection II : Using Hodograph,
www.meted.ucar.edu/mesoprim/hodograf/
diakses tanggal 1 Februari 2015.
Chaudari, H. S., Sawaisarje, G. K., Ranalkar, M. R., Sen, P. N., 2010, Thundersotrms Over a Tropical Indian Station, Minicoy:
Role of Vertical Wind Shear, Journal Earth System Sciences 119 No. 5, Indian Academy of Sciences.
Donn, W. L., 1951, Meteorology With Marine Applications, Second Edition, McGraw Hill Book Company, Inc.
Kalalo, R. Y., 2013, Kajian Suhu Konvektif, Luasan Daerah Positif dan CAPE Dalam Pembentukan Awan Konvektif di Stasiun Meteorologi Merauke, Meteorologi,
Akademi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Tangerang Selatan.
Palmen, E., 1948, On the Formation and Structure of Tropical Hurricanes, University of Chicago.
Prawirowardoyo, S., 1996, Meteorologi, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Jawa Barat.
Riehl, H., 1978, Introduction to the Atmosphere, Third Edition, McGraw-Hill Kogakusa, Ltd.
Weisman, M. L., Klemp, J. B., 1982, The Dependence of Numerically-Simulated Convective Storms On Vertical Wind Shear And Buoyancy, American Meteorologycal Society.
Winarso, P. A., 2012, Meteorologi Tropis, Akademi Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.
Zakir, A., Sulistya, W., dan Khotimah, M. K., 2010, Perspektif Operasional Cuaca Tropis, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta.