KELAPA SAWIT
SKRIPSI
DANIA HAIRUNISA 170805098
PROGRAM STUDI S1 BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
KELAPA SAWIT
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Sains
DANIA HAIRUNISA 170805098
PROGRAM STUDI S1 BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
KOMPOSISI KOMUNITAS MAKROFAUNA TANAH YANG AKTIF DI PERMUKAAN TANAH PADA AREAL PERKEBUNAN
KELAPA SAWIT YANG DIBERI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT
SKRIPSI
Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Desember 2021
Dania Hairunisa 170805098
i
ii
KOMPOSISI KOMUNITAS MAKROFAUNA TANAH YANG AKTIF DI PERMUKAAN TANAH PADA AREAL PERKEBUNAN
KELAPA SAWIT YANG DIBERI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT
ABSTRAK
Penelitian ini telah dilakukan untuk mempelajari Komposisi Komunitas Makrofauna Tanah Yang Aktif di Permukaan Tanah Pada Areal Perkebunan Kelapa Sawit yang Diberi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit. Penentuan titik sampling menggunakan Purposive Sampling dimana pengambilan sampel Makrofauna tanah menggunakan metode Pitfall Trap. Hasil penelitian ditemukan 5 kelas, 12 ordo, 32 famili, 52 genus dan 55 spesies Makrofauna tanah. Nilai Kepadatan total Makrofauna tanah pada areal kontrol (Blok I) lebih tinggi dibandingkan dengan areal yang diaplikasikan limbah cair sistem Long bed (Blok II) dan Flat bed (Blok III). Nilai frekuensi kehadiran pada areal kontrol dan areal dengan aplikasi limbah cair sistem Long bed (Blok II) relatif sama yaitu terdapat konstanta Absolut, Konstanta, Assesori dan Aksidental sedangkan nilai frekuensi kehadiran pada areal dengan aplikasi limbah cair sistem Flat bed (Blok III) terdapat Absolut, Konstan dan Aksidental.
Empat spesies Makrofauna tanah yang memiliki nilai KR (≥10%) dan FK (≥25%) dan juga sebagai bioindikator pada lokasi penelitian yaitu Lasioderma serricorne, Oecophylla longinoida, Odontoponera transversa dan Xenogryllus marmoratus.
Komposisi spesies tertinggi pada areal Kontrol, Long bed dan Flat bed yaitu Oecophylla longinoida.
Kata Kunci : Komposisi, Makrofauna Tanah, Perkebunan Kelapa Sawit.
iii
COMPOSITION OF SOIL MACROFAUNA AT THE SOIL SURFACE IN PALM OIL PLANTATION AREA CONTAINING
LIQUID PALM OIL WASTE
ABSTRACT
This research was conducted to study the composition of soil macrofauna at soil surface in palm oil plantation area containing liquid waste palm oil mill.
Sampling points were conducted using purposive sampling and soil macrofauna were collected using pitfall trap method. The results found that macrofauna at the soil surface consisted of 5 classes, 12 orders, 32 families, 52 genera and 55 species.
Total density of soil macrofauna in control area (Block I) was higher than that the area Long bed (Block II) and Flatbed (Block III) wastewater systems that were applied. Frequency of attendance at control area and area with Long bed system applied with liquid waste (Block II) was relatively similar to Absolute constants, Constants, Accessories and Accidental the attendance frequency in areas with Flat bed system liquid waste application (Block III) were Absolute, Constant and accidental. Four species of soil macrofauna with KR (≥10%) and FK (≥25%) were known as bioindicators such as Lasioderma serricorne, Oecophylla longinoida, Odontoponera transversa and Xenogryllus marmoratus. The highest species composition at Control, Long bed and Flat bed areas was dominated by Oecophylla longinoida.
Keywords: Composition, Soil Macrofauna, Palm Oil Plantation.
iv
PENGHARAGAAN
Bismillah hirohman nirohim.
Alhamdullilah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini dengan judul “Komposisi Komunitas Makrofauna Tanah yang Aktif di Permukaan Tanah Pada Areal Perkebunan Kelapa Sawit yang Diberi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit” ini dengan baik.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada Bapak Dr. Drs. Arlen Hanel John M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, waktu serta perhatian kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini dengan baik. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Drs. Nursal M.Si dan Bapak Riyanto Sinaga M.Si selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan kritik dan saran serta masukan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Masitta Tanjung S.Si., M.Si selaku dosen Penasehat Akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan serta saran selama perkuliahan. Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Yurnaliza S.Si.,M.Si selaku ketua serta seluruh staf dosen dan pegawai (Bang Ewin, Kak Winda dan Kak Piya) Departemen Biologi FMIPA USU atas semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama perkuliahan.
Penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik karena adanya bantuan serta dukungan dari beberapa pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Harun dan Ibunda Ariance yang senantiasa tidak berhenti memberikan do’a, kasih sayang, nasehat, motivasi dan dukungan moril maupun materil kepada penulis serta terima kasih kepada adik-adikku tersayang Haniya Afifa dan Faqih Hasibuan yang telah memberikan semangat dan kecerian kepada penulis serta kepada seluruh keluarga besar atas do’a dan dukungan yang telah diberikan selama ini.
v Terima kasih kepada seluruh teman-teman Biologi USU stambuk 2017 (Biochrome) terkhusus Novia Purnamasari yang sudah banyak mengorbankan waktu, pikiran dan tenaga untuk membantu penulis dalam melakukan penulisan skripsi ini, terima kasih kepada teman-teman seperdopingan Chaerul, Luthfia dan Joshua sudah banyak membantu penelitian dan pengerjaan skripsi ini, terima kasih kepada adik- adik 2019 Ebby, Fatimah dan Yulinar sudah banyak meluangkan waktu untuk mendengarkan cerita dan memberikan masukan serta saran kepada penulis, terima kasih kepada adik asuh tersayang Dini Qasri telah memberikan dukungan kepada penulis dan terima kasih kepada teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, tanpa kalian mungkin penelitian dan skripsi ini tidak akan berjalan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis memohon maaf yang sebesar- besarnya apabila terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Akhir kata semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Amin ya Robbal’Alamin.
Medan, Desember 2021
Penulis
vi DAFTAR ISI
Halaman
PENGESAHAN SKRIPSI i
ABSTRAK ii
ABSTRACT iii
PENGHARGAAN iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
DAFTAR SINGKATAN xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Hipotesis
1.5 Manfaat Penelitian
1 3 3 3 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kelapa Sawit 2.2 Fauna Tanah
2.3 Makrofauna Tanah
2.4 Faktor-Faktor Yang Mepengaruhi Keberadaan Makrofauna Tanah
2.5 Komposisi Komunitas
5 6 9 9 11 BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Deskripsi Area
3.3 Alat dan Bahan 3.4 Metode Penelitian 3.5 Cara Kerja
3.5.1 Metode Pitfall Trap
3.5.2 Identifikasi Spesies Makrofauna Tanah 3.6 Pengukuran Sifat Fisik dan Kimia Tanah 3.6.1 Pengukuran Sifat Fisik
3.6.2 Pengukuran Sifat Kimia 3.6.3 Inventarisasi Vegetasi Dasar 3.7 Analisis Data
3.8 Komposisi Komunitas 3.9 Spesies Bioindikator
12 12 14 14 14 14 16 16 16 16 16 17 17 17
vii BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Jenis Makrofauna Tanah yang Aktif Pada Permukaan Tanah
4.2 Kepadatan dan Kepadatan Relatif Makrofauna Tanah yang Aktif Pada Permukaan Tanah
4.3 Frekuensi Kehadiran (Konstansi) Makrofauna Tanah yang Aktif Pada Permukaan Tanah
4.4 Komposisi Spesies Makrofauna Tanah yang Aktif Pada Permukaan Tanah
4.5 Spesies Bioindikator
18 23 27 29 31 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 5.2 Saran
34 35
DAFTAR PUSTAKA 36
LAMPIRAN 39
viii DAFTAR TABEL
Nomor
Tabel Judul Halaman
3.1 Alat yang digunakan untuk mengukur suhu tanah, suhu udara, pH, dan kelembapan udara
16
3.2 Metode pengukuran kadar C-Organik 16
4.1 Makrofauna Tanah yang Aktif Dipermukaan Tanah Pada Areal Perkebunan Kelapa Sawit
19 4.2 Nilai Kepadatan (individu/10m2) dan Kepadatan Relatif (%)
Makrofauna Tanah Yang Aktif Pada Permukaan Tanah
24 4.3 Frekuensi Kehadiran (Konstansi) Makrofauna Tanah Yang
Aktif Pada Permukaan Tanah
27 4.4 Komposisi masing-masing Makrofauna permukaan tanah
pada setiap Blok penelitian
29 4.5 Nilai KR (≥10%) dan FK (≥25%) Sebagai Spesies
Makrofauna Permukaan Tanah pada setiap Blok penelitian
32
ix DAFTAR GAMBAR
Nomor
Gambar Judul Halaman
3.1 Blok Perkebunan Kelapa Sawit (Kontrol) 12
3.2 Blok Perkebunan Kelapa Sawit (Long bed) 13
3.3 Blok Perkebunan Kelapa Sawit (Flat bed) 13
3.4 Areal Land Application dan titik sampling Makrofauna Tanah 15
3.5 Pit Fall Trap 15
x DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Lampiran Judul Halaman
1. Peta lokasi penelitian 39
2. Penentuan blok dan penentuan lokasi sampling 40 3. Lay Out titik pengambilan sampel makrofauna tanah yang
aktif dipermukaan pada Areal Kebun Kelapa Sawit Sistem Long Bed dan Flat Bed
41
4. Nilai Faktor Fisika dan Kimia Tanah Yang Terdapat Pada Blok Penelitian
42
5. Contoh Perhitungan 43
6. Data Jenis dan Jumlah Individu Spesies Makrofauna Tanah yang Didapatkan Pada Areal Kebun Kelapa Sawit Blok I (Areal Kontrol)
44
7. Data Jenis dan Jumlah Individu Spesies Makrofauna Tanah yang Didapatkan Pada Areal Kebun Kelapa Sawit Blok I (Areal Long Bed)
46
8. Data Jenis dan Jumlah Individu Spesies Makrofauna Tanah yang Didapatkan Pada Areal Kebun Kelapa Sawit Blok I (Areal Flat Bed)
47
9. Data Jenis dan Jumlah Vegetasi Dasar yang Ditemukan Pada Blok I (Areal Kontrol)
49 10. Data Jenis dan Jumlah Vegetasi Dasar yang Ditemukan
Pada Blok I (Areal Long Bed)
50 11. Data Jenis dan Jumlah Vegetasi Dasar yang Ditemukan
Pada Blok I (Areal Flat Bed)
50 12. Gambar dan deksripsi spesies makrofauna tanah yang aktif
pada permukaan tanah
51
13. Foto alat 72
14. Foto bahan 76
15. Foto kerja 77
xi DAFTAR SINGKATAN
MSM = Minyak Sawit Mentah PBS = Perkebunan Besar Swasta
PR = Perkebunan Rakyat
PBN = Perkebunan Besar Negara TBS = Tandan Buah Segar
BOD = Biochemical Oxygen Demand
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia tanaman kelapa sawit merupakan tanaman yang memiliki kedudukan dan posisi yang penting dalam sektor ekonomi perkebunan dan pertanian.
Saat ini perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang pesat dalam segi luas lahan dan jumlah produksinya. Keadaan ini disamping semakin meningkatnya permintaan akan Minyak Sawit Mentah (MSM), juga didukung dengan kesuburan tanah (sifat fisik-kimia tanah), dan lingkungan hidup (abiotik dan biotik) yang merupakan tiga faktor optimal dalam penentuan lahan tanaman kelapa sawit (Alfayanti dan Effendi, 2013).
Pada lahan perkebunan, fauna tanah mengambil peranan yang sangat penting dalam memelihara kualitas lingkungan disekitarnya. Dalam pengelolaan lahan dan tanah hendaknya mengikuti kaidah-kaidah yang sesuai untuk meminimalisir penurunan akan keragaman serta kelimpahan fauna tanah di alam. Banyak sebab yang menjadikan fauna tanah terganggu keragaman dan kelimpahannya salah satunya yaitu pengelolaan lahan dan tanah yang tidak sesuai. Jika hal ini terus terjadi dalam jangka panjang maka akan menyebabkan siklus hara alami terganggu dan dapat menurunkan kualitas dan produktivitas pada lahan (Anwar dan Ginting, 2013).
Ditjenbun (2019), menjelaskan bahwa luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2020 tercatat seluas 14.996.010 Ha. Perkebunan kelapa sawit ini didominasi oleh Perkebunan Besar Swasta (PBS) sebesar 55,09% dengan luas areal perkebunan seluas 8.261.301,909 hektar. Sebesar 40,62% dipegang oleh Perkebunan Rakyat (PR) dengan luas areal perkebunan seluas 6.091.319,262 hektar.
Sedangkan Perkebunan Besar Negara (PBN) hanya memegang sebesar 4,29%
dengan luas areal perkebunan seluas 643.328,829 hektar. Selanjutnya dijelaskan bahwa provinsi yang memiliki areal kebun kelapa sawit paling luas adalah provinsi Riau dengan luas areal 2.850.003 Ha.
Luasnya areal perkebunan kelapa sawit selalu diikuti dengan pembangunan Pabrik Minyak Kelapa Sawit yang cukup pesat (Arlen, 1998). Selanjutnya dijelaskan
bahwa setiap pabrik pada umumnya mampu mengolah antara 30-60 ton Tandan Buah Segar (TBS) per jam Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) menjadi Minyak Sawit Mentah (MSM) dihasilkan sisa produksi berupa limbah cair. Dalam setiap ton MSM selalu dihasilkan limbah cair sebanyak 5 ton dengan Biochemical Oxygen Demand (BOD) berkisar antara 20.000-60.000 mg/l. Bertambahnya jumlah pabrik kelapa sawit akan meningkatkan jumlah limbah baik dalam wujud cair, padat maupun gas yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit.
Sebagai upaya menanggulangi limbah cair pabrik kelapa sawit yang begitu banyak, pihak pabrik kelapa sawit menjalin kerjasama dengan masyarakat pemilik perkebunan kelapa sawit memanfaatkan limbah tersebut ke areal kebun untuk pupuk.
Limbah yang diaplikasikan ini terlebih dahulu d iolah secara Ponding Sistem, setelah terjadi penurunan nilai BOD antara 3.000 sampai 5.000 mg/l (Kep. MENLH No. 29 Tahun 2003) limbah cair ini dialirkan ke lahan kebun dengan sistem aplikasi lahan yang bertujuan untuk menambah unsur hara dalam tanah.
Loebis dan Tobing (1989), menjelaskan bahwa kandungan dari limbah cair pabrik kelapa sawit terdiri atas bahan organik yang mengandung unsur hara yang sangat dibutuhkan bagi tanaman, seperti Magnesium (Mg), Fosfor (P), Kalsium (Ca), Nitrogen (N) dan Kalium (K). Berdasarkan hasil penelitian Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), kandungan dari limbah cair dimana BOD berkisar antara 3000-5000 mg/l mengandung mineral serta bahan organik yang menguntungkan bagi tanaman, tanah dan air dalam tanah. Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2014, kegiatan industri yang diperbolehkan harus mengikuti standar dimana beban maksimum BOD = 100 mg/l.
Ideriah et al., (2007) menjelaskan bahwa unsur-unsur hara yang terkandung dalam limbah cair pabrik kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pupuk organik bagi tanaman, karena di dalam limbah cair pabrik kelapa sawit terkandung unsur-unsur hara : Mg (249-271 mg L-1), N (450-590 mg L-1), P (92-104 mg L-1) dan K (1,246-1262 mg L-1).
Adanya upaya pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit ke areal kebun sebagai pupuk tentu akan memberikan pengaruh terhadap keberadaan makrofauna tanah, hal ini sangat menarik untuk dilakukan penelitian, sejalan dengan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 pasal 19 yang menjelaskan bahwa pembuangan
limbah cair ke tanah dapat dilakukan dengan izin menteri berdasarkan hasil penelitian agar tidak menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup (Arlen, 2009).
Sehubungan dengan uraian di atas maka dilakukanlah penelitian tentang
“Komposisi Komunitas Makrofauna Tanah Yang Aktif Di Permukaan Tanah Pada Areal Perkebunan Kelapa Sawit Yang Diberi Pupuk Dengan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit.
1.2 Rumusan Masalah
Adanya perkebunan kelapa sawit milik masyarakat di Dusun Ampean Rotan, Kepenghuluan Kota Parit, Kecamatan Simpang Kanan, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau yang memanfaatkan limbah cair pabrik kelapa sawit PT. Cipta Agro Sejati ke areal kebun yang dialirkan dengan sistem aplikasi lahan (Land Application System), keadaan ini akan berpengaruh terhadap fisik-kimia tanah yang akan mempengaruhi keberadaan makrofauna tanah yang hidup dan aktif di permukaan tanah. Namun demikian sampai saat ini belum diketahui bagaimanakah komposisi komunitas makrofauna tanah yang aktif di permukaan tanah pada areal perkebunan kelapa sawit yang diberi pupuk dengan limbah cair pabrik kelapa sawit.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menganalisis komposisi komunitas dan spesies bioindikator makrofauna tanah yang aktif di permukaan tanah pada areal perkebunan kelapa sawit milik masyarakat yang diberi pupuk dengan limbah cair pabrik kelapa sawit PT. Cipta Agro Sejati, di Dusun Ampean Rotan, Kepenghuluan Kota Parit, Kecamatan Simpang Kanan, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.
1.4 Hipotesis
1) Terdapat perbedaan komposisi komunitas makrofauna tanah diantara ke 3 (tiga) Blok (Areal Kontrol, Long Bed, Flat Bed) penelitian.
2) Terdapat perbedaan sifat fisik–kimia tanah diantara ke 3 (tiga) Blok penelitian.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk :
1) Mengetahui komposisi komunitas dan spesies bioindikator makrofauna tanah yang aktif di permukaan tanah pada areal perkebunan kelapa sawit milik masyarakat yang diberi limbah cair pabrik kelapa sawit PT. Cipta Agro Sejati, di Dusun Ampean Rotan, Kepenghuluan Kota Parit, Kecamatan Simpang Kanan, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.
2) Sebagai informasi dan referensi bagi peneliti selanjutnya dan dapat digunakan sebagai data pendukung bagi pihak yang membutuhkan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman yang termasuk ke dalam kelompok palma (Arecaceae) dan masih berkerabat dekat dengan kelapa dan kelompok pinang-pinagan (palem). Tanaman kelapa sawit diklasifikasikan oleh Jacquin (1763) sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Arecales Famili : Arecaceae Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guineensis Jacq.
Tanaman kelapa sawit memiliki dua spesies yang berasal dari daerah yang berbeda, yaitu kelapa sawit Amerika (Elaeis oleifera) dan kelapa sawit Afrika (Elaeis guineensis) (Dirjenbun, 2019). Kelapa sawit merupakan tumbuhan industri penghasil bahan baku minyak nabati yang sangat berperan penting bagi kehidupan.
Saat ini kelapa sawit memiliki perkembangan yang cukup pesat dibidang perkebunan di Indonesia. Pada perkebunan untuk dapat tumbuh dengan baik hendaknya tanam pada suhu berkisar 24-28oC. Selain itu, ada faktor lain agar hasil dari tanaman budidaya kelapa sawit dapat maksimal yaitu harus memperhatikan sifak kimia dan fisik tanah seperti drainase dan struktur tanah yang baik (Jaco et al., 2015).
Hadi (2004), menjelaskan bahwa di hampir semua jenis tanah tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dan bereproduksi dengan baik, akan tetapi harus diperhatikan kriteria dan syarat-syarat tumbuh tanaman kelapa sawit seperti: kesuburan kimia tanah yang cukup dengan tingkat keasaman (pH) 5,0-6,5, kedalam air tanah 80-150 cm dari permukaan, kemiringan lahan 0-150 dan drainase yang baik. Selanjutnya dijelaskan bahwa tanaman kelapa sawit biasanya dapat tumbuh dan bereproduksi
dengan baik pada daerah yang memiliki cuaca dan iklim tropis salah satunya Indonesia.
2.2 Fauna Tanah
Fauna tanah merupakan salah satu kelompok hewan yang hidup di tanah, baik yang dapat hidup di dalam tanah maupun pada permukaan tanah, dimana sebagian atau seluruh kehidupannya berlangsung di tanah, serta dapat bersatu dan menyesuaikan diri dengan lingkungan di sekitar tanah Wallwork, 1970) dalam Arlen (2020). Kelompok dari fauna yang berada pada tanah sangat beranekaragam jenisnya dan persebran yang cukup luas, mulai dari Protozoa, Rotifera, Nematoda, Annelida, Molluska, Arthropoda sampai vertebrata-vertebrata kecil lainnya. Kelompok fauna tanah yang memiliki peranan yang cukup penting adalah protozoa, nematoda, annelida dan arthropoda.
Murjanto (2011) menjelaskan bahwa fauna tanah memiliki keanekaragaman yang sangat banyak dan melimpah, untuk mengetahui suatu jenis dari fauna tanah dapat dilakukan dengan cara yang paling sederhana, yaitu mengklasifikasikan berdasarkan ukuran tubuh, terlebih pada fauna tanah yang termasuk ke dalam golongan makrofauna tanah karena memiliki ukuran tubuh yang dapat terlihat oleh mata tanpa bantuan alat.
Menurut Suhardjono dan Adisoemarto (1997) fauna tanah adalah kelompok binatang yang berada di dalam tanah yang mana menggantungkan seluruh atau sebagian hidupnya pada tanah karena terdapat sumber pakannya. Handayanto dan Hairiah (2009) menjelaskan bahwa pada ekosistem tanah fauna tanah memiliki peranan yang penting baik dalam sektor perkebunan maupun pertanian, karena proses yang terjadi di dalam tanah tidak terlepas dari peran fauna tanah, seperti perbaikan struktur tanah, perombakan unsur hara, mineralisasi unsur hara dan pencampuran bahan organik dengan tanah.
Fauna tanah dapat dikelompokkan berdasarkan ukuran tubuh, kehadiran, kebiasaan makan, habitat hidupnya, dan cara mempengaruhi sistem tanah sebagai berikut :
1). Berdasarkan ukuran tubuhnya (Wallwork, 1970), fauna tanah dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Mikrofauna, yaitu fauna tanah yang mempunyai ukuran tubuh antara 20-200 µm, contoh : Protozoa tanah
b. Mesofauna, yaitu fauna tanah yang mempunyai ukuran tubuh antara 200 µm sampai 2 mm, contoh : Rotifera, Tardigrada dan mikroarthropoda terutama Acari dan Colleombola.
c. Makrofauna, yaitu fauna tanah yang mempunyai ukuran lebih dari > 2 mm, contoh : Makroarthropoda an Oligochaeta (cacing tanah). Menurut Ruiz et al., (2008) lebih dari 90 % bagian tubuh makrofauna tanah terlihat secara kasat mata.
2). Berdasarkan kehadirannya di dalam tanah Coleman et al., (2004) fauna tanah dikelompokkan sebagai berikut :
a. Transient, yaitu jenis fauna tanah yang pada saat memasuki fase hibernasi, kelompok fauna tanah ini hidup di tanah. Ketika fase hibernasi telah berakhir maka kelompok fauna tanah ini umumnya hidup dan berkembangbiak pada lapisan tanaman-tanaman yang hidup dan segar. Contoh: Ladybird beetle.
b. Temporer, yaitu fauna tanah yang mana siklus hidupnya di dalam tanah, mulai dari fase tersingkat yaitu fase telur hingga sampai berbentuk larva, fauna tanah yang memiliki siklus hidup seperti ini mendapatkan sumber makanan dengan mendekomposisikan sisa-sisa bahan organik seperti serasah yang berada di dalam tanah. Contoh: Tipulsa spp. (Diptera).
c. Periodic, yaitu jenis fauna tanah yang hidupnya hanya di dalam tanah, tetapi pada saat mencapai dewasa fauna tanah ini terkadang hidup pada permukaan tanah. Contoh: Forficula sp. (Dermaptera).
d. Permanen, yaitu jenis fauna tanah yang suka berada di dalam tanah dan menetap serta menghabiskan kehidupannya di dalam tanah secara permanen fauna tanah ini dapat dijumpai pada berbagai macam kedalaman tanah.
Contoh: Batrisodes spp. (Coleoptera).
3). Berdasarkan kebiasaan makannya Wallwork (1970) dalam Arlen (2020) membagi fauna tanah, yaitu :
a. Karnivora, jenis fauna tanah yang mana mencakup semua yang bersifat pemangsa dan parasit. Contohnya: Chilopoda, Diptera, Nematoda dan beberapa jenis fauna tanah Coleoptera.
b. Fitofagus, yaitu jenis fauna tanah yang memakan tumbuhan segar seperti daun, batang dan akar tanaman.
c. Safropagus, yaitu jenis fauna tanah yang mendapatkan makanannya hanya dari bahan organik yang bersumber pada sisa-sisa hewan yang telah mati dan tanaman.
d. Mikrofilik, yaitu jenis fauna tanah mendapatkan sumber makanan dari bakteri, hifa cendawan, spora, lumut kerak, ganggang dan jenis mikroba- mikroba tanah lainnya.
e. Miseolanis, yaitu jenis fauna tanah yang memakan dari lingkungan dengan beranekaragam keadaan pakan, baik dapat memakan hewan segar hingga hewan busuk sampai pemakan tumbuhan.
4). Suin (2012) menjelaskan bahwa fauna tanah dapat dikelompokkan berdasarkan habitat hidupnya di dalam tanah, yaitu :
a. Epigeon, yaitu jenis fauna tanah yang dapat hidup dan berkembangbiak pada lapisan tumbuhan yang berada pada permukaan tanah.
b. Hemiedafon, yaitu jenis fauna tanah yang hanya dapat hidup pada lapisan organik tanah.
c. Eudafon, yaitu jenis fauna tanah yang hanya dapat hidup pada lapisan mineral tanah.
5). Berdasarkan cara mempengaruhi sistem tanah Hole (1981) dalam Arlen (2020) mengelompokkan fauna tanah sebagai berikut :
a. Eksopendonik, yaitu fauna tanah yang dapat mempengaruhi keadaan tanah yang berada dari lapisan luar tanah, dimana terdiri dari fauna tanah yang berukuran besar yang hidupnya tidak berada pada tanah, seperti amphibi, reptilia, aves dan mamalia.
a. Endopendonik, yaitu fauna tanah yang dapat mempengaruhi keadaan tanah yang berada dari lapisan dalam tanah, dimana terdiri dari fauna tanah yang pada umumnya tinggal di dalam tanah dan sangat mempengaruhi keadaan struktur tanah dari dalam, mencakup jelas dari hexapoda, arachnida, crustacea, myriapoda, hirudinea, tardigrada, gastropoda, chaetopoda dan onychopora.
2.3 Makrofauna Tanah
Makrofauna tanah merupakan hewan tanah yang memiliki ukuran panjang tubuh > 2 mm. Menurut Suin (1997), jenis-jenis yang termasuk ke dalam makrofauna tanah yaitu Arthropoda, Annelida, Mollusca dan vertebrata kecil. Kelimpahan jenis makrofauna tanah sangat beragam dan banyak tetapi makrofauna tanah yang paling sering ditemukan berada di tanah yaitu dari kelompok Annelida yaitu cacing tanah serta dari kelompok Arthropoda seperti Arachnida, Chilopoda, Insecta dan Diplopoda. Makrofauna tanah tidak hanya tersebar di dalam tanah tetapi ada jenis makrofauna tanah yang juga tersebar di permukaan tanah atau serasah (Solihin, 2000).
Keanekaragaman hayati yang berperan penting terhadap kesuburan tanah yaitu makrofauna tanah. Makrofauna tanah tidak hanya menjaga kesuburan tanah tetapi juga memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi melalui proses “imobilisasi”, yaitu mengubah bentuk anorganik unsur hara menjadi bentuk organiknya sebagai hasil asimilasi unsur tersebut serta “humifikasi”, yaitu proses pembentukan humus.
Makrofauna tanah juga berperan dalam proses dekomposisi bahan organik, yaitu dalam memberikan fasilitas lingkungan (mikro habitat) dan proses fragmentasi (comminusi). Hal ini memudahkan makrofauna tanah dalam melakukan proses dekomposisi lebih lanjut yang mana dibantu juga oleh kelompok mikrofauna dan mesofauna tanah serta organisme tanah lainnya seperti bakteri dan fungi (Sugiyarto et al., 2002).
Untuk mengetahui tingkat kualitas dari suatu lahan maka biasanya digunakan makrofauna tanah sebagai indikatornya karena makrofauna tanah sangat rentan dan sensitif terhadap perubahan-perubahan penggunaan lahan. Makrofauna tanah juga memerlukan persyaratan tertentu untuk kelangsungan hidupnya (Prasetyo et al., 2016). Menurut Wibowo dan Slamet (2017), faktor utama dalam menentukan keberlangsungan hidup dari suatu makrofauna tanah yaitu kondisi lingkungannya, seperti : cahaya matahari, iklim (suhu dan curah hujan), tanah (suhu tanah, kemasaman, hara dan kelembapan) dan vegetasi (padang rumput dan hutan).
2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberadaan Makrofauna Tanah Faktor lingkungan yang mempengaruhi keberadaan makrofauna tanah pada suatu areal adalah faktor abiotik dan biotik, seperti kondisi-kondisi fisik (Iklim:
curah hujan, intensitas cahaya), Sifat Fisik dan Kimia tanah (temperatur, kelembapan, kadar air, pH dan kadar organik tanah), dan Biota (vegetasi dasar dan fauna tanah lainnya), serta pemanfaatan dan pengelolaan tanah pada lahan perkebunan (Arlen, 2020).
Nusroh (2007) menyatakan bahwa makrofauna tanah sangat menyukai tanah yang lembab oleh karena itu keberadaan vegetasi dasar sangat berperan dalam meningkatkan kelembapan tanah dan dapat menghasilkan serasah. Selain itu, ada juga faktor abiotik antara lain faktor kimia (pH, kadar bahan organik, salinitas dan unsur mineral tanah), dan faktor fisika (struktur tanah dan tekstur tanah).
Faktor lain penentu keberadaan dari makrofauna tanah yaitu kadar bahan organik. Sisa-sisa organisme tanah, hewan dan tumbuh-tumbuhan yang telah teruraikan maupun yang sedang teruraikan termasuk kedalam kadar bahan organik yang berada di tanah (Suin, 2006). Tinggi rendahnya keberadaan makrofauna tanah tergantung dengan kualitas dari bahan organik yang terkandung didalam tanah seperti (polifenol, nisbah C/N dan konsentrasi lignin). Keberadaan makrofauna tanah akan meningkat apabila didalam tanah terkandung N dan P yang tinggi. Tetapi makrofauna tanah akan menunggu lebih lama untuk menyerap bahan organik yang mengandung polifenol terlalu tinggi (Handayanto dan Hairiah, 2009).
Heddy (1994) dan Suin (2012) menyatakan bahwa kebaradaan dan kepadatan makrofauna tanah sangat bergantung terhadap derajat keasaman (pH) tanah karena pH tanah yang terlalu basa dan terlalu asam dapat mengganggu kehidupan dari makrofauna tanah. Tidak semua dari makrofauna tanah yang dapat hidup di keadaan pH yang asam maupun basa. Makrofauna tanah pada umumnya akan hidup dan berkembang biak dengan baik pada pH netral (6-7).
Perbaikan dari struktur tanah tidak terlepas dari adanya komponen ekosistem tanah yaitu makrofauna tanah. Banyak perubahan dari struktur tanah yang telah diperbaiki oleh makrofauna tanah, seperti peningkatan ruang pori, drainase, aerasi, kapasitas penyimpanan air, penurunan berat jenis, pencampuran partikel tanah, perbaikan struktur agregat tanah, penyebaran mikroba dan dekomposisi bahan organik (Anwar dan Ginting, 2013).
2.5 Komposisi Komunitas
Komposisi adalah suatu penyusun dalam populasi organisme dari jumlah individu terbanyak hingga terendah yang sangat berpengaruh pada kelangsungan hidup organisme-organisme yang ada meliputi, sumber dan ketersediaan makanan, habitat serta lingkungan. Sekelompok populasi dari suatu organisme yang memiliki kehidupan bersama dimana berhubungan dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya dan berikatan pada kondisi lingkungan hidupnya adalah pengertian dari komunitas (Suin, 2002). Organisme dapat hidup karena adanya interaksi dan hubungan timbal balik antara satu dan lainnya secara fungsional dalam suatu komunitas. Organisme-organisme yang jarang sekali ditemukan pada suatu lokasi penelitian dapat dilaporkan keseluruhan jenisnya. Organisme yang dikatakan sebagai indikator pada lokasi penelitian apabila komposisi dari organisme yang menyusun komunitas memiliki kisaran toleransi dan kehadiran yang jarang.
Sugiyarto et al., (2002) menjelaskan bahwa fungsi ekosistem pada komposisi komunitas makrofauna yang berada di tanah dapat menunjukkan hubungan yang sangat rumit dan keberadaannya belum banyak diketahui secara pasti. Meskipun telah banyak laporan yang menayatakan bahwa penurunan komposisi komunitas serta perubahan fungsi dan peran makrofauna tanah dapat terjadi dengan faktor yaitu perubahan sistem penggunaan lahan yang tidak sesuai seperti hutan-hutan yang telah dialih fungsikan menjadi lahan perkebunan/pertanian.
Husamah et al., (2017) menjelaskan bahwa komposisi dari suatu komunitas ialah rancangan yang digunakan untuk mengetahui urutan komposisi spesies yang dapat diketahui dari nilai kepadatan komunitas. Ada tiga metode penentu yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan komunitas dari spesies yang ada yaitu seperti kepadatan spesies, tipe interaksi antar spesies dan organisasi fungsional.
Hubungan antar ekosistem dengan komposisi komunitas pada makrofauna tanah sangat mempengaruhi satu sama lain. Perubahan-perubahan laporan yang telah banyak diketahui dan dialih fungsikan menjadi lahan, seperti lahan hutan yang telah berubah menjadi lahan pertanian dan perkebunan sangat berpengaruh terhadap struktur dan komposisi komunitas serta peran dari makrofauna tanah (Sugiyarto, 2000).
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di areal perkebunan kelapa sawit milik masyarakat yang diberi limbah cair pabrik kelapa sawit PT. Cipta Agro Sejati Kabupaten Rokan Hilir sebagai pupuk pada bulan Juni-September 2021. Pelaksanaan identifikasi dan determinasi dilakukan di Laboratorium Ekologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.
3.2 Deskripsi Area
Perkebunan kelapa sawit yang menjadi lokasi penelitian secara administratif terletak di Dusun Ampean Rotan, Desa Kota Parit, Kecamatan Simpang Kanan, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Perkebunan kelapa sawit sebagai lokasi penelitian, yaitu blok I pada areal Kontrol (Gambar 3.1) terletak pada titik koordinat 01°52’250”N 100°25’524”E.
Gambar 3.1 Blok Perkebunan Kelapa Sawit (Kontrol)
Blok II pada areal Long bed (Gambar 3.2) merupakan aliran limbah dari rorak primer (ukuran pjg 2 x lbr 2 x dalam 2 m) ke saluran parit sepanjang ± 200 m yang terletak diantara 2 pokok tanaman kelapa sawit dengan lebar 1 m dan d alam 1 m.
Sistem Long bed biasa dan efektif digunakan untuk kondisi lahan yang relatif datar.
pada titik koordinat 01°52’472”N 100°25’567”E.
Gambar 3.2 Blok Perkebunan Kelapa Sawit (Long bed)
Blok III pada areal Flat bed merupakan aliran limbah dari rorak primer (ukuran pjg 2 x lbr 2 x dalam 2 m) ke saluran parit bertingkat/sekunder yang terletak diantara 2 pokok tanaman kelapa sawit dengan ukuran lebar 1 m, panjang 2 m dan kedalaman 0,6 m (Gambar 3.3) sepanjang ± 200 m. Sistem Flat bed biasa dan efektif digunakan untuk kondisi lahan yang bergelombang dan berbukit pada titik koordinat 01°52’734”N 100°25’518”E.
Gambar 3.3 Blok Perkebunan Kelapa Sawit (Flat bed)
3.3 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini, yaitu parang, cangkul, camera digital, soil tester, pH meter, thermo hygrometer, pinset, saringan, kuas, ember, botol sampel, alat tulis, pacak, plastik terpal, karet gelang, spidol, label tempel, kertas milimeter yang dilaminating, plastik klip, plastik 5 kg, tisu gulung, mikroskop stereo binokuler, dan buku identifikasi, sedangkan bahan yang digunakan, yaitu larutan formalin 4 %, deterjen dan alkohol 70%.
3.4 Metode Penelitian
Penentuan lokasi plot sampling dilakukan dengan metode Purposive Sampling. Setiap plot ditempatkan pada lahan perkebunan sawit ditempat yang dianggap mewakili keberadaan makrofauna tanah. Pengambilan sampel dalam penelitian menggunakan metode Pitfall Trap, yaitu metode perangkap jebak untuk mendapatkan makrofauna tanah yang aktif di permukaan tanah.
3.5 Cara Kerja
3.5.1 Metode Pitfall Trap
Lokasi pengambilan sampel dilakukan pada 3 (tiga) blok, yaitu blok I pada lokasi areal perkebunan kelapa sawit sebagai kontrol (tidak diaplikasi), blok II pada areal perkebunan kelapa sawit yang diaplikasikan dengan limbah cair pabrik kelapa sawit sebagai pupuk dengan sistem Flat bed, dan blok III pada areal perkebunan kelapa sawit yang diaplikasikan dengan limbah cair pabrik kelapa sawit sebagai pupuk dengan sistem Long bed, seperti terlihat pada Gambar 3.4.
Masing-masing blok penelitian dipasang sebanyak 15 perangkap jebak (Pitfall Trap) seperti terlihat pada Gambar 3.5. Dimana penempatannya dilakukan dengan metoda “Purposive Sampling” yang dipasang di pingggiran rorak (jarak dengan rorak 0.5 m). Perangkap yang digunakan berupa ember plastik dengan diameter permukaan ± 16 cm, dasar 8 cm dan tinggi 15 cm. Perangkap diletakkan pada permukaan tanah yang telah dilubangi sesuai dengan besar ember perangkap.
Lalu ke dalam ember di isi formalin 4% sebanyak setengah permukaan ember dan deterjen sebanyak 1 sendok teh, sebagai pelindung perangkap dilakukan pemasangan atap atau terpal plastik dengan tinggi kira kira 30 cm, untuk melindungi perangkap dari air hujan. Pemasangan dilakukan pada pukul 18:00 sore dan diambil pada pukul
06:00 pagi, kemudian dipasang kembali pada pukul 06:00 pagi dan diambil pada pukul 18:00 sore Penelitian ini dilakukan selama 2 hari (siang dan malam) sebagai ulangan.
Makrofauna tanah yang didapat kemudian dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam botol sampel sesuai dengan nomor perangkap dan diawetkan dengan alkohol 70%. Selanjutnya semua sampel Makrofauna tanah di bawa ke Laboratorium Ekologi Program Studi Biologi FMIPA USU untuk dilakukan identifikasi.
System long bed Kontrol System Flat bed
Gambar 3.4 Areal land application dan titik sampling makrofauna tanah
Legenda :
: Tanaman kelapa sawit
: Rorak Primer (Distribusi) ukuran 2 x 2 x 1,5 m : Rorak Sekunder ukuran 1 x 1 x 0,6 m
: Kran air limbah
: Pipa air limbah dari Kolam V atau VI IPAL PT. CAS : Lokasi Sampling Pit Fall Trap untuk Makrofauna Tanah
Gambar 3.5 Pit Fall Trap
3.5.2 Indentifikasi Spesies Makrofauna Tanah
Sampel makrofauna tanah yang dibawa dari lapangan dikelompokkan masing-masing jenisnya sesuai dengan kesamaan ciri-ciri morfologinya. Selanjutnya dilakukan identifikasi dan determinasi dengan memperhatikan morfologi (bentuk luar) tubuhnya dengan menggunakan lup, mikroskop stereo binokuler, camera digital, serta menggunakan beberapa buku acuan identifikasi sebagai berikut: Dindal (1990), Borror (1992), dan Arlen (2020).
3.6 Pengukuran Sifat Fisik Dan Kimia Tanah 3.6.1 Pengukuran Sifat Fisik
Pengukuran suhu tanah, suhu udara, pH, dan kelembapan udara dilakukan langsung di lapangan (in situ) dengan menggunakan alat seperti yang terlihat pada (Tabel 3.1).
Tabel 3.1 Alat yang digunakan untuk mengukur suhu tanah, kelembapan tanah dan pH tanah.
Parameter Satuan Alat yang digunakan
- Suhu tanah oC Soil Thermometer
- Kelembapan tanah % Soil tester
- pH tanah
- Soil tester
3.6.2 Pengukuran Sifat Kimia
Analisis C-organik tanah dilakukan secara eks situ di Laboratorium Penguji Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Utara. Tanah yang telah dibersihkan dari tumbuhan dan fauna yang masih ada dikompositkan, kemudian diambil sebanyak ± 2 kg untuk dianalisis dengan metode berikut:
Tabel 3.2 Metode pengukuran kadar C-Organik
Parameter Satuan Alat yang digunakan
- C-organik % Walkley & Balck
3.6.3 Inventarisasi Vegetasi Dasar
Vegetasi dasar yang terdapat di setiap blok penelitian, terutama yang berada di sekitar plot (pit fall trap) dicatat jenis-jenisnya sebagai data pendukung.
3.7 Analisis Data
Jenis makrofauna tanah di permukaan tanah dan jumlah individu masing- masing jenis yang didapatkan dihitung nilai : Kepadatan populasi (K), Kepadatan Relatif (KR), Frekuensi Kehadiran (FK) untuk mengetahui komposisi komunitas makrofauna tanahnya dengan menggunakan rumus menurut Suin (2002) sebagai berikut :
a. Kepadatan Populasi (K)
Jumlah individu suatu jenis K =
(Jumlah plot x Luas area) b. Kepadatan Relatif (KR)
Kepadatan suatu jenis
KR = X 100 %
Jumlah kepadatan semua jenis c. Frekuensi Kehadiran (FK)
Jumlah plot yang ditempati suatu jenis
FK = X 100 %
Jumlah total plot
Suin (2002), menerangkan nilai FK berdasarkan konstansinya sebagai berikut:
Nilai FK: 0-25% = Konstansinya Aksidental (sangat jarang) Nilai FK: 25-50% = Konstansinya Assesori (jarang)
Nilai FK: 50-75% = Konstansinya Konstan (sering) Nilai FK: >75% = Konstansinya Absolut (sangat sering) 3.8 Komposisi Komunitas
Komposisi komunitas ditentukan dengan cara mengurutkan nilai kepadatan relatif tertinggi hingga yang terendah. Komposisi organisme penyusun komunitas yang menempati suatu daerah dapat ditulis berupa nama jenis penyusunnya, dan biasanya disusun dalam bentuk tabel (Suin, 2002).
3.9 Spesies Bioindikator
Spesies bioindikator ditentukan terhadap makrofauna permukaan tanah yang memiliki nilai KR ≥ 10% dan FK ≥ 25% yang menunjukkan bahwa makrofauna tanah ini karakteristik di dapat di areal tersebut, karena dapat hidup dan berkembang biak dengan baik (Suin, 2002).
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Jenis Makrofauna Tanah Yang Aktif Pada Permukaan Tanah
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada areal kebun kelapa sawit milik masyarakat, baik pada areal kontrol, long bed, dan flat bed didapatkan sebanyak 55 spesies Makrofauna tanah yang aktif di permukaan tanah, yang termasuk kedalam 5 kelas, 12 ordo, 32 famili dan 52 genus (Tabel 4.1). Banyaknya jumlah jenis makrofauna tanah yang didapatkan pada areal kebun kelapa sawit ini menunjukkan bahwa kondisi areal kebun kelapa sawit mendukung untuk kehidupan makrofauna tanah yang aktif di permukaan tanah, seperti untuk tempat berlindung, habitat hidup, dan tempat mencari makan.
Dari ke 3 (tiga) blok penelitian jumlah jenis makrofauna tanah yang aktif di permukaan tanah yang paling banyak didapatkan, yaitu pada blok I (areal Kontrol) sebanyak 36 spesies, yang termasuk kedalam 4 kelas, 8 ordo, 19 famili dan 34 genus, kemudian diikuti pada blok III (areal Flat bed) sebanyak 28 spesies yang termasuk kedalam 4 kelas, 10 ordo, 21 famili dan 28 genus, dan yang paling sedikit pada blok II (areal Long Bed) sebanyak 24 spesies makrofauna tanah yang termasuk kedalam 4 kelas, 9 ordo, 18 famili dan 24 genus.
Banyaknya didapatkan jenis makrofauna tanah yang aktif dipermukaan tanah pada blok I (areal Kontrol) bila dibandingkan dengan areal kebun kelapa sawit yang diaplikasikan dengan limbah cair pabrik kelapa sawit sebagai pupuk dengan sistem Flat Bed (blok III), dan areal sistem Long Bed (blok II), disebabkan karena pada areal kontrol terdapat lebih banyak dan beragam jenis vegetasi dasar (20 spesies) bila dibandingkan dengan blok II (10 spesies) dan blok III (12 spesies). Keadaan ini menunjukkan bahwa keberadaan keragaman jenis vegetasi dasar dapat mendukung keberadaan makrofauna tanah yang aktif dipermukaan tanah dengan baik. Merlim et al., (2005) menyatakan bahwa keberadaan serta kelimpahan jenis makrofauna tanah pada suatu areal sangat ditentukan oleh faktor pendukung, salah satunya disebabkan oleh adanya tanaman penutup yang beranekaragam.
Tabel 4.1. Makrofauna Tanah yang Aktif Dipermukaan Tanah Pada Areal Perkebunan Kelapa Sawit Milik Masyarakat Yang Dialiri Dengan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit PT. Cipta Agro Sejati (CAS)
Filum & Kelas Ordo Famili Genus Spesies Nama
Indonesia
Metode Pit Fall Trap Blok
I II III
I. Arthropoda
1. Ara chnida 1. Ara nea e 1. Cyba eida e 1. Cyba eota 1. Cybaeota shastae* La ba -la ba + + -
2. Ha lonoproctida e 2. Bothriocyrtum 2. Bothriocyrtum californicum* La ba -la ba - + -
3. Linyphiida e 3. Erigone 3. Erigone atra* La ba -la ba + - -
4. Hypselistes 4. Hypselistes florens* La ba -la ba + - +
4. Lycosida e 5. Pa rdosa 5. Pardosa glacialis* La ba -la ba + - -
6. Pardosa pseudoannulata* La ba -la ba + - -
7. Pardosa sumatrana* La ba -la ba + - +
6. Pira tula 8. Piratula sp.* La ba -la ba + + +
5. Oxyopida e 7. Oxyopes 9. Oxyopes salticus* La ba -la ba - + +
6. Pisa urida e 8. Pisa urina 10. Pisaurina mira* La ba -la ba + - -
7. Sa lticida e 9. Meta cyrba 11. Metacyrba taeniola* La ba -la ba + - +
10. Myrma ra chne 12. Myrmarachne formicaria* La ba -la ba - - +
8. Scytodida e 11. Scytodes 13. Scytodes thorarica* La ba -la ba - + +
9. Sica riida e 12. Loxosceles 14. Loxosceles laeta* La ba -la ba + - -
10. Theridida e 13. Stea toda 15. Steatoda grossa* La ba -la ba - + +
11. Zoda riida e 14. Zoda rion 16. Zodarion rubidum* La ba -la ba + - -
2. Chilopoda 2. Scolopendromorpha 1. Scolopendrida e 15. Scolopendra 17. Scolopendra abscura* Lipa n - - +
18. Scolopendra angulata* Lipa n + - -
3. Diplopoda 3. Spirobolida 1. Trigoniulida e 16. Trigoniulus 19. Trigoniulus corallinus*** Ka ki seribu - - +
4. Spirostreptida 1. Spirostreptida e 17. Spirostrepus 20. Spirostrepus sp.*** Keluwing - + -
4. Insecta 5. Bla ttodea 1. Ectobiida e 18. Bla ttella 21. Blattella germanica*** Kecoa + + +
6. Coleoptera 1. Ca ra bida e 19. Ama ra 22. Amara aulica* Kumba ng + - -
2. Dyna stida e 20. Heteronychus 23. Heteronychus arator* Kumba ng - + -
3. Dytiscida e 21. Cybister 24. Cybister lateralimarginicolis* Kumba ng - - +
4. Ptinida e 22. La sioderma 25. Lasioderma serricorne* Kumba ng + + +
5. Sca ra ba eida e 23. Ma la dera 26. Maladera insanabilis*** Kumba ng - - +
Keterangan : Blok 1 = Areal Kontrol ; Blok 2 = Areal Long bed ; Blok 3 = Areal Flat bed ; (+) = Ditemukan ; (-) = Tidak Ditemukan ; * = Predator ; ** = Hama ; *** = Dekomposer.
7. Derma ptera 1. Anisola bidida e 24. Euborellia 27. Euborellia annulipes* Cocopet + + -
2. Forficulida e 25. Forficula 28. Forficula auricularia* Cocopet - - +
3. Spongiphorida e 26. Vosta x 29. Vostax apicedentatus* Cocopet + + -
8. Hemiptera 1. Rhypa rochromida e 27. Froeschneria 30. Froeschneria piligera* Kutu ta na h - - +
9. Hymenoptera 1. Formicida e 28. Anoplolepis 31. Anoplolepis gracilipes* Semut + - -
29. Ca mponotus 32. Camponotus sp.* Semut - + -
30. Odontoma chus 33. Odontomachus brunneus* Semut + - -
31. Odontoponera 34. Odontoponera transversa* Semut + + +
32. Oecophylla 35. Oecophylla longinoida* Semut + + +
10. Isoptera 1. Rhinotermitida e 33. Coptotermes 36. Coptotermes sp.*** Ra ya p + + +
11. Orthoptera 1. Acridida e 34. Chortippus 37. Chortippus brunneus** Bela la ng + - +
35. Chortoicetes 38. Chortoicetes terminifera** Bela la ng + - -
36. Leptysma 39. Leptysma marginicollis** Bela la ng + + -
37. Locusta 40. Locusta migritoria** Bela la ng + - -
38. Oxya 41. Oxya serville** Bela la ng + + +
39. Va la nga 42. Valanga nigricornis** Bela la ng + - +
2. Gryllida e 40. Gryllodes 43. Gryllodes sigillatus** Ja ngkrik + + +
41. Gryllus 44. Gryllus veletis*** Ja ngkrik + + -
42. Ta rbinskiellus 45. Tarbinskiellus portentosus** Ja ngkrik + - -
43. Teleogryllus 46. Teleogryllus commodus** Ja ngkrik - - +
44. Vela rifictorus 47. Velarifictorus micado** Ja ngkrik + - -
45. Xenogryllus 48. Xenogryllus marmoratus** Ja ngkrik + + +
3. Gryllota lpida e 46. Gryllota lpa 49. Gryllotalpa sp.*** Anjing tnh - - +
4. Pa mpha gida e 47. Asiomethis 50. Asiomethis limbatus** Ja ngkrik + + +
5. Tettigoniida e 48. Ana brus 51. Anabrus simplex** Ja ngkrik - - +
49. Conocepha lus 52. Conocephalus sp.** Ja ngkrik - + -
50. Pla tycleis 53. Platycleis grisea** Ja ngkrik + - -
51. Tettigonia 54. Tettigonia caudata** Ja ngkrik + - -
5. Ma la costra ca 12. Isopoda 1. Porcellionida e 52. Porcellionides 55. Porcellionides pruinosus*** Kutu - + -
Jumlah 36 24 28
Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa makrofauna tanah yang aktif dipermukaan hanya didapatkan dari filum Arthropoda. Diantara filum Arthropoda yang paling banyak didapatkan yaitu dari kelas Insekta yang terdiri dari 7 ordo, 17 famili, 34 genus, dan 34 spesies. Selanjutnya diikuti dari kelas Arachnida yang hanya terdiri dari 1 ordo, yaitu Ordo Araneae yang terdiri dari 11 famili, 14 genus, dan 16 spesies.
Kelas Chilopoda yang terdiri dari 1 ordo, 1 famili, 1 genus, dan 2 spesies. Kelas Diplopoda yang terdiri dari 2 ordo, 2 famili, 2 genus, dan 2 spesies. Kelas Malacostraca yang terdiri dari 1 ordo, 1 famili, 1 genus, dan 1 spesies. Banyaknya Filum Arthropoda ditemukan, terutama dari kelas Insekta dan Arachnida yang pada umumnya bersifat predator (31 spesies) menunjukkan bahwa hewan dari kelompok ini memiliki kemampuan adaptasi dan kisaran toleransi yang luas terhadap kondisi lingkungan, disamping itu banyaknya tersedia sumber makanannya berupa fauna tanah lainnya.
Menurut Suin (1989) kelompok Arthropoda seperti Insekta, Arachnida, Chilopoda, dan Diplopoda merupakan kelompok makrofauna tanah yang paling luas persebarannya serta banyak ditemukan hidup di tanah dan sering dijumpai pada permukaan tanah. Lapisan permukaan tanah (top soil), mengandung banyak bahan organik dan humus sehingga Arthropoda tanah sering dijumpai pada lapisan tanah ini, baik sebagai dekomposer, predator, maupun hama.
Suhardojono dan Adisoemarto (1997) menjelaskan bahwa lapisan permukaan tanah memiliki ketebalan yang berkisar antara 0-25 cm sehingga dapat mendukung dalam kehidupan Arthropoda tanah/makrofauna tanah karena memiliki sumber oksigen dan pakan yang cukup. Arlen (2009) menyatakan bahwa kesuburan tanah tidak lepas dari adanya peranan makrofauna tanah dalam mendekomposisi serasah daun, memperbaiki drainase dan aerasi tanah dengan melubangi tanah. Selain itu makrofauna tanah juga berperan dalam menentukan jaring-jaring makanan, keragaman dari makrofauna tanah menyebabkan beragam pula jaring-jaring makanan yang terbentuk.
Spesies dari kelas Insekta yang paling banyak ditemukan pada areal kebun kelapa sawit berasal dari ordo Orthoptera, yaitu jenis jangkrik sebanyak 12 spesies, seperti spesies Gryllodes sigillatus, Gryllus veletis, Tarbinskiellus portentosus, Teleogryllus commodus, Velarifictorus micado, Xenogryllus marmoratus,
Gryllotalpa sp., Asiomethis limbatus, Anabrus simplex, Conocephalus sp., Platycleis grisea dan Tetttigonia caudata, kemudian dari jenis belalang sebanyak 6 spesies, yaitu Chortippus brunneus, Chortoicetes terminifera, Leptysma marginicollis, Locusta migritoria, Oxya servile dan Valanga nigricornis. Banyaknya ordo Orthoptera yang didapatkan pada blok penelitian disebabkan banyaknya keragaman jenis vegetasi dasar, mulai dari rumput liar hingga tanaman obat yang tumbuh di areal perkebunan kelapa sawit sebagai sumber makanan, tempat berlindung dan berkembang biak.
Menurut Suhardjono (2005) ordo Orthoptera, seperti jangkrik dan belalang merupakan serangga yang memakan bagian tumbuhan dan memakan sisa-sisa bangkai serangga lainnya. Serangga ini biasanya memakan tumbuhan jenis rerumputan atau gulma yang sering dijumpai di daerah perkebunan. Selanjutnya dijelaskan bahwa jangkrik dan belalang juga mampu hidup dengan berbagai kondisi lingkungan yang ada baik basah maupun kering.
Oka (2004) menjelaskan bawa semakin beragamnya vegetasi dasar pada suatu komunitas pada umumnya didapatkan keragaman jenis Orthoptera yang membentuk komunitas dan jaring-jaring makanan. Peritik (2010) menyatakan bahwa hewan Orthoptera kebanyakan adalah hewan pemakan tumbuh-tumbuhan (herbivora), pemakan sisa-sisa bahan organik yang membusuk dan sebagian dari hewan ini adalah pemangsa, serta hama-hama yang penting pada tanaman budidaya.
Menurut Boror (2005) salah satu serangga herbivora yang termasuk dalam ordo Orthoptera adalah jengkrik dan belalang yang memiliki jumlah spesies mencapai 20.000 di alam.
Kelas Arachnida dari ordo Araneae merupakan makrofauna tanah yang aktif dipermukaan termasuk dalam urutan kedua terbanyak didapatkan setelah Insekta, yaitu sebanyak 16 spesies, seperti terlihat pada Tabel 4.1. Banyaknya Arachnida yang berperan sebagai predator didapatkan pada areal penelitian karena banyaknya vegetasi dasar sebagai habitat dan tempat mencari makan dengan keberadaan fauna tanah lainnya sebagai sumber makanannya. Nugroho (2018) menjelaskan bahwa laba-laba dalam suatu ekosistem pertanian/perkebunan memiliki peranan yang penting, yaitu sebagai predator terutama memangsa serangga-serangga hama, seperti Coleoptera dan Orthoptera. Selanjutnya Ishak (2015) menyatakan bahwa
kelimpahan serta keanekaragaman jenis laba-laba sangat berkaitan dengan vegetasi dasar yang menutupi sekitaran permukaan tanah. Laba-laba yang berada dipermukaan tanah memiliki kebiasaan untuk bersembunyi serta berpijah pada vegetasi dasar, selain itu vegetasi dasar juga berperan sebagai penyedia sumber makanan dan tempat tinggal.
Makrofauna tanah yang paling sedikit didapatkan pada blok penelitian adalah dari kelas Malacostraca, yaitu 1 (satu) jenis yang didapatkan pada areal kebun dengan sistem Long Bed (blok II) dari spesies Porcellionides pruinosus, sedikitnya jumlah spesies ini didapatkan menunjukkan bahwa areal perkebunan kelapa sawit kurang mendukung bagi kehidupannya, disamping itu juga disebabkan oleh kurang tersedianya sumber makanan yang dibutuhkannya. Ostrovsky (2020) menyatakan bahwa spesies Porcellionides pruinosus biasanya banyak ditemukan di sekitar pemukiman penduduk yang banyak terdapat timbunan kotoran ternak. Selanjutnya Ferreira et al., (2015) menyatakan bahwa Porcellionides pruinosus dapat hidup dengan tingkat kelembapan yang bervariasi dimana sebagian besar lebih menyukai kelembapan diantara 50% sampai 80%. Substrat yang ditempati suatu jenis harus lembap dan kadang menyukai substrat yang kering.
4.2 Kepadatan dan Kepadatan Relatif Makrofauna Tanah Yang Aktif Pada Permukaan Tanah
Hasil analisis data yang telah dilakukan, didapatkan nilai Kepadatan (K) dan Kepadatan Relatif (KR) makrofauna tanah yang aktif pada permukaan tanah sangat bervariasi. Nilai K tertinggi didapatkan pada blok I (Kontrol) dengan nilai total kepadatan sebesar 3.509,57 ind/10m2, kemudian diikuti pada blok III (Flat Bed), yaitu sebesar 2.990,05 ind/10m2, dan nilai K terendah didapatkan pada blok II (Long Bed) yaitu sebesar 2.880,61 ind/10m2, seperti yang terlihat pada Tabel 4.2 berikut:
Tingginya nilai total kepadatan makrofauna tanah yang aktif di permukaan tanah yang terdapat pada areal kebun blok I (areal Kontrol) bila dibandingkan dengan blok III dan blok II disebabkan karena kondisi areal perkebunan kelapa sawit pada blok I ini dapat mendukung kehidupan dan perkembangbiakan makrofauna tanah yang aktif di permukaan tanah lebih baik, dengan tersedianya sumber makanan, tempat berlindung, dan berkembang biak. Keadaan ini mendukung nilai