DERAJAT HADIS MENIKAH BERKALI-KALI AGAR KAYA
Pertanyaan:
Bagaimana derajat hadis tentang sahabat Rasulullah ﷺ yang miskin lalu disuruh menikah berkali-kali sehingga hidupnya berkecukupan?
(Abu Hanifah di Makassar) Jawaban:
Perlu dipahami bahwa kisah sahabat Rasulullah ﷺ yang mengadukan kemiskinannya kepada Rasulullah ﷺ lalu Rasulullah ﷺ memberikan solusi baginya dengan menikah sampai empat kali, sehingga hidupnya berkecukupan, ini bukan sebuah hadis. Kisah ini bisa dihukumi sebagai kisah yang tidak ada sumbernya (laa ashla lahu), karena tidak ada sanadnya yang menjadi sandaran periwayatan, bahkan tidak terdapat dalam kitab-kitab hadis karya para ulama.
Kami hanya mendapatkan beberapa hadis yang dari segi kandungannya atau maknanya, ada sedikit kemiripan dengan pertanyaan di atas. Berikut ini kami tuliskan hadis-hadis tersebut dengan penjelasan derajat hadisnya.
Hadis yang diriwayatkan oleh al-Tsa’labi (w. 427H) dalam 1.
tafsirnya (al-Kasyfu wa al-Bayan ‘an Tafsir al-Quran, dengan sanad) dan juga Fakhruddin al-Razi (w. 606 H) dalam tafsirnya (al-Tafsir al-Kabir, tanpa sanad), ketika menjelaskan Q.S. al-Nur : 32:[1]
َﻚﻴَﻠﻋ :لﺎَﻘَﻓ َﺔﺟﺎﺤْﻟا ﻪﻴَﻟا ﺎَﺸَﻓ ﷺ ِﺒﱠﻨﻟا َﺗا ﻼﺟر ﱠنا َنﻼﺠﻋ ﻦﺑا ﻦﻋ
ﻪﻴَﻟا ﺎَﺸَﻓ ﷺ ِﺒﱠﻨﻟا َﺪﻌﺑ ﻪْﻨﻋ ﻪﻟا ﺿر ٍﺮﺑ ِﺑا َﻟا ﻞﺟر ﺎَﺷو ،ةءﺎﺒْﻟﺎِﺑ
ِﺑا َﺪﻌﺑ ﻪْﻨﻋ ﻪﻟا ﺿر ﺮﻤﻋ َﻟا ﻞﺟر ءﺎﺟو ،ةءﺎﺒْﻟﺎِﺑ َﻚﻴَﻠﻋ :لﺎَﻘَﻓ َﺔﺟﺎﺤْﻟا
ْنا :ﻪَﻧﺎﺤﺒﺳ ﻪَﻟﻮَﻗ ُﺪﻳِﺮﻳ ﻞﻛ ،ةءﺎﺒْﻟﺎِﺑ َﻚﻴَﻠﻋ :لﺎَﻘَﻓ َﺔﺟﺎﺤْﻟا ﻪﻴَﻟا ﺎَﺸَﻓ ٍﺮﺑ
ﻪﻠﻀَﻓ ﻦﻣ ﻪﻟا ﻢِﻬﻨْﻐﻳ ءاﺮَﻘُﻓ اﻮُﻧﻮﻳ.
Dari Ibnu ‘Ajlan, bahwa seorang lelaki datang kepada Nabi ﷺ mengeluhkan kebutuhannya, maka Nabi ﷺ bersabda, ‘”Hendaklah engkau menikah.” Seorang lelaki (yang lain) juga pernah datang kepada Abu Bakr al-Siddiq, sepeninggal Nabi ﷺ, mengeluhkan kebutuhannya, lalu Abu Bakr berkata, “Hendaklah engkau menikah.” Ada juga seorang lelaki datang kepada Umar sepeninggal Abu Bakr, mengeluhkan kebutuhannya, lalu Umar berkata, “Hendaklah engkau menikah.” Semua -perkataan mereka- merujuk pada firman Allah subhanah “(jika mereka miskin Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia- Nya)”.
Derajat hadis:
Hadis ini dha’if, karena dalam sanadnya ada Muhammad bin Hasan bin Bisyr dan Sufyan bin Musa al-Saffar. Keduanya tidak ada keterangan para ulama tentang jarh atau ta’dil-nya, sehingga kredibilitasnya tidak jelas.
Muhammad Nashiruddin al-Albani (w. 1420 H) juga menghukumi periwayatan Muhammad bin ‘Ajlan dari Nabi ﷺ adalah mu’dhal, terindikasi ada dua perawi yang jatuh dalam sanad periwayatannya, karena Muhammad bin ‘Ajlan adalah shighar al-Tabi’in (tabiin junior), wafat di tahun 148 H (lihat Taqrib al-Tahzib, Ibnu Hajar al-Asqalani, Cet.
Dar al-Rasyid 1/496, lihat juga Silsilah al-Ahadis dha’ifah wa al-Maudhu’ah wa asaruha al-Sayyi’ fil ummah, Cet. Dar al-Ma’arif, 7/409).
Hadis yang diriwayatkan oleh al-Khathib al-Baghdadi (w. 463 H) 2.
dalam kitabnya (tarikh Baghdad, Cet. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1/382):[2]
ْنا هﺮﻣﺎَﻓ ،َﺔَﻗﺎَﻔْﻟا ﻪﻴَﻟا ﻮْﺸﻳ ﷺ ِﺒﱠﻨﻟا َﻟا ﻞﺟر ءﺎﺟ :لﺎَﻗ ٍﺮِﺑﺎﺟ ﻦﻋ
جوﺰَﺘﻳ
Dari Jabir dia berkata, “Pernah datang seorang lelaki kepada Nabi ﷺ mengadukan kebutuhannya maka Nabi memerintahkannya untuk
menikah.”
Derajat hadis:
Hadis ini dha’if, karena dalam sanadnya ada Sa’id bin Muhammad maula bani Hasyim, seorang perawi yang Majhul al-Hal (maksimal hanya dua murid yang meriwayatkan darinya), sehingga tidak dapat dilacak kredibilitasnya dalam meriwayatkan hadis.
Hadis yang diriwayatkan oleh al-Tsa’labi (w. 427 H) dalam 3.
tafsirnya (al-Kasyfu wa al-Bayan ‘an Tafsir al-Quran, Cet. Dar IhyaTuras, 7/95) dan al-Dailami (w. 509 H) dalam kitabnya (al- Firdaus bi Ma’tsuril khithab, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1/88):
3[3] حﺎّﻨﻟﺎِﺑ قْزِﺮﻟا اﻮﺴﻤَﺘْﻟا :ﷺ ﻪﻟا لﻮﺳر لﺎَﻗ :لﺎَﻗ ٍسﺎﺒﻋ ﻦﺑا ﻦﻋ
Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, ” Carilah rezeki dengan menikah.”
Derajat hadis:
Hadis ini adalah hadis yang dha’if. Dalam sanadnya, ada Muslim bin Khalid, seorang perawi yang disebutkan oleh Ibnu Hajar, “Jujur namun banyak kesalahannya saat meriwayatkan hadis.”
(Lihat: Silsilah al-Ahadis dha’ifah wa al-Maudhu’ah wa asaruha al-Sayyi’ fil ummah, Cet. Dar al-Ma’arif , 5/509)
Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (w. 235 H) dalam 4.
Musannaf-nya (al-Mushannaf fil Ahadis wa al-Atsar, Maktabah al- Rusyd, 3/453), dan juga Abu Dawud (w. 275 H) dan al-Hakim (w.
405 H) dalam kitabnya al-Mustadrak ‘ala al-Sahihain, Dar. al- Kutub al-Ilmiyah, 2/174) dalam Marasil-nya (Al-Marasil, Muassasah al-Risalah, 1/180):[4]
ﻦﻬﱠﻧﺎَﻓ ءﺎﺴّﻨﻟا اﻮﺟوﺰَﺗ :ﷺ ﻪﻟا لﻮﺳر لﺎَﻗ :لﺎَﻗ ِﺮﻴﺑﺰﻟا ﻦﺑ َةوﺮﻋ ﻦﻋ
ِلﺎﻤْﻟﺎِﺑ ﻢَﻨﻴﺗﺎﻳ
Dari Urwah bin Zubair, dia berkata, “Rasulullah bersabda, ‘Nikahilah oleh kalian wanita-wanita, karena mereka bisa menjadi sebab datangnya harta’.”
Derajat Hadis:
Hadis ini dha’if, karena termasuk dalam hadis mursal. Urwah bin Zubair (w. 94 H) adalah seorang tabi’in yang meriwayatkan dari Nabi ﷺ secara langsung, sehingga terindikasi ada seorang perawi yang tidak disebutkan antara tabiin dan Nabi ﷺ.
Adapun riwayat al-Hakim yang menyebutkan periwayatan marfu’ dari jalur Hisyam bin ‘Urwah, dari ‘Urwah bin Zubair, dari ‘Aisyah, jalur periwayatan ini lemah. Muhammad Nashiruddin al-Albani (w. 1420 H) berkata, “Abu al-Saib bersama perawi tsiqah lainnya sepakat dalam periwayatan mursal (tidak menyebutkan Aisyah).”
(Lihat: Silsilah al-Ahadis dha’ifah wa al-Maudhu’ah wa asaruha al-Sayyi’ fil ummah, Cet. Dar al-Ma’arif , 7/409)
Namun demikian, ada dalil-dalil lain yang menunjukkan bahwa menikah merupakan salah satu jalan untuk membuka pintu-pintu rezeki. Berikut ini dalil-dalil tersebut dengan penjelasan singkatnya.
Firman Allah dalam QS. al-Nur : 32, 1.
ءاﺮَﻘُﻓ اﻮُﻧﻮﻳ ْنا ﻢﺋﺎﻣاو ﻢﻛِدﺎﺒﻋ ﻦﻣ ﻦﻴﺤﻟﺎﺼﻟاو ﻢْﻨﻣ ﻣﺎﻳا اﻮﺤْﻧاو
ﻢﻴﻠﻋ ﻊﺳاو ﻪﻟاو ﻪﻠﻀَﻓ ﻦﻣ ﻪﻟا ﻢِﻬﻨْﻐﻳ
“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan, jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), Maha mengetahui.”
Syekh Abd al-Rahman al-Sa’di menjelaskan tafsir ayat ini bahwa makna (ﻪﻠﻀَﻓ ﻦﻣ ﻪﻟا ﻢِﻬﻨْﻐﻳ) tidak hanya bermakna bertambahnya kekayaan materi
duniawi saja, akan tetapi kecukupan yang dijanjikan Allah bagi orang yang menikah adalah kecukupan dalam agama dan dunia.
Hajat setiap manusia terhadap dunia pasti berbeda-beda, Allah yang Maha tahu, memberikan kecukupan bagi hamba-Nya sesuai dengan mashlahatnya.
Ada yang diberikan kecukupan pasca pernikahan dengan bertambah nominal materi duniawinya, sehingga dengan itu dia bisa berinfak bukan hanya infak wajib bagi keluarganya, tetapi juga dia bisa berbagi kepada manusia yang lain.
Ada yang diberikan kecukupan dengan pernikahannya dalam bentuk berkah dalam hartanya walaupun sedikit. Berkah itu bisa dalam bentuk kesehatan yang Allah karuniakan bagi segenap anggota keluarganya.
Kalaupun salah satu dari mereka sakit, ia tidak membutuhkan biaya besar dalam pengobatannya.
Ada juga yang diberikan kecukupan melalui pernikahannya dalam bentuk mandiri dalam mengelola hartanya walaupun sedikit. Di saat keluarga lain dicoba dengan tanggungan mereka yang bertumpuk-tumpuk, seperti menanggung biaya hidup orang tua dan mertua sekaligus, orang yang dicukupkan Allah diberikan kemudahan dalam mengelola hartanya yang sedikit sehingga bisa menabung untuk masa depan keluarganya.
Hadis Rasulullah ﷺ yang terdapat dalam Musnad Ahmad, Sunan 2.
Tirmizi, Sunan al-Nasa’i dan sunan Ibnu Majah dengan sanad yang hasan,
:ﻢﻬُﻧﻮﻋ ﻪﻟا َﻠﻋ ﻖﺣ ٌﺔَﺛََﺛ :ﷺ ﻪﻟا لﻮﺳر لﺎَﻗ :لﺎَﻗ َةﺮﻳﺮﻫ ِﺑا ﻦﻋ
ُﺪﻳِﺮﻳ يِﺬﱠﻟا ﺢﻛﺎﱠﻨﻟاو ،ءادﻻا ُﺪﻳِﺮﻳ يِﺬﱠﻟا ﺐَﺗﺎﻤﻟاو ،ﻪﻟا ﻞﻴِﺒﺳ ﻓ ُﺪﻫﺎﺠﻤﻟا
فﺎَﻔﻌﻟا
“Ada tiga golongan manusia yang berhak mendapatkan pertolongan Allah: orang yang berjuang di jalan Allah, hamba sahaya yang berniat akan menebus dirinya, dan orang yang nikah dengan niat menjaga kehormatannya.”
Hadis ini menjelaskan bahwa nikah dalam Islam merupakan ibadah yang sangat tinggi nilainya. Banyak mashlahat dan kebaikan yang didapatkan dari pernikahan. Di antara bentuk kebaikan itu adalah orang yang nikah dengan tujuan menjaga kehormatannya akan ditolong oleh Allah.
Pertolongan itu Allah berikan, karena nikah dapat menjaga syahwat seorang hamba dan mengontrol nafsunya dari perkara yang diharamkan oleh Allah. Dengan demikian, jiwanya lebih tentram dalam ibadah, dan dia bisa melahirkan keturunan-keturunan yang giat menghambakan diri kepada Rabb-nya.
Perkataan sahabat Nabi yang menganjurkan pernikahan, karena 3.
nikah adalah sebab kecukupan dalam hidup, yaitu:
:َﻟﺎﻌَﺗ ﻪﻟا لﻮُﻘﻳ ،حﺎّﻨﻟا ﻓ َﻨﻐﻟا اﻮﺴﻤَﺘْﻟا :لﺎَﻗ ٍدﻮﻌﺴﻣ ﻦﺑ ﻪﻟا ِﺪﺒﻋ ﻦﻋ
ﻪﻠﻀَﻓ ﻦﻣ ﻪﻟا ﻢِﻬﻨْﻐﻳ ءاﺮَﻘُﻓ اﻮُﻧﻮﻳ ْنا.
Dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata, “Carilah kecukupan dengan nikah, karena Allah telah berfirman, ‘Jika mereka miskin Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya’.” (Lihat: Jami’ al- Bayan fi tafsir al-Quran, karya Ibnu Jarir al-Thabari, Cet. Mu’assasah al- Risalah, juz 19, halaman 166)
ِﺮْﻘَﻔﻟا ْﻔَﻨﻟ ﺐﺒﺳ حﺎّﻨﻟا ﱠنا ﻢﻫﺮﺒْﺧا :لﺎَﻗ ٍدﻮﻌﺴﻣ ﻦﺑ ﻪﻟا ِﺪﺒﻋ ﻦﻋ
Dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata, “Allah memberitahu kepada mereka (wali-wali nikah) bahwa nikah adalah sebab hilangnya kefaqiran.”
(Lihat: Zad al-Masir fi ‘ilm al-Tafsir, karya Ibnu al-Jauzi, Cet. Dar al-Kitab al-‘Arabi, Juz 3, halaman 292)
ﺎﻣ ﻢَﻟ ﺰِﺠْﻨﻳ حﺎّﻨﻟا ﻦﻣ ﻪِﺑ ﻢﻛﺮﻣا ﺎﻤﻴﻓ ﻪﻟا اﻮﻌﻴﻃا :لﺎَﻗ ٍﺮﺑ ِﺑا ﻦﻋ
َﻨﻐْﻟا ﻦﻣ ﻢﻛَﺪﻋو
Dari Abu Bakr al-Shiddiq, dia berkata, “Taatilah Allah dalam perintah-Nya kepada kalian untuk menikah, niscaya Allah akan menunaikan janji-Nya untuk mencukupi kebeutuhan kalian.”
(Lihat: al-Tafsir al-Kabir Tafsir Mafatih al-Ghaib, karya Fakhruddin al-Razi, cet. Dar Ihya Turas, jilid 23, halaman 371)
ةءﺎﺒْﻟﺎِﺑ َﻨﻐﻟا ﺐُﻠْﻄﻳ ﻻ ﻞﺟﺮﻟ ﺖﺒِﺠﻋ :لﺎَﻗ ﻪﱠﻧا ِبﺎّﻄَﺨﻟا ﻦﺑ ﺮﻤﻋ ﻦﻋ
Dari Umar bin Khathab, dia berkata, “Aku heran kepada orang yang tidak mencari kecukupan dengan menikah.”
(Lihat: Kasyful Khafa wa Muzilul Ilbas ‘amma Isytahara minal Ahadis ‘ala alsinati al-Nas, karya Isma’il bin Muhammad al-Ajluni al-Jarahi, Cet.
Maktabah al-Qudsi, 1/178)
ﻢﻠﻋأ و ﻠﻋأ ﻟﺎﻌﺗ ﻪﻟاو
Footnote:
[1] Sanad Al-Tsa’labi seperti dibawah ini :
ﺎَﻨَﺛﱠﺪﺣ :لﺎَﻗ ٍﺮْﺸِﺑ ﻦﺑ ﻦﺴﺤْﻟا ﻦﺑ ُﺪﻤﺤﻣ ﺎَﻨَﺛﱠﺪﺣ :لﺎَﻗ ﻪﻳﻮﺠْﻨَﻓ ﻦﺑا ﻧﺮﺒْﺧاو ﺎَﻨَﺛﱠﺪﺣ :لﺎَﻗ ﺔﺼﻴﺼﻤْﻟﺎِﺑ رﺎﱠﻔﺼﻟا ﺳﻮﻣ ﻦﺑ َنﺎﻴْﻔﺳ ﻦﺑا ُﺪﻤﺤﻣ ﻒﺳﻮﻳ ﻮﺑا
ﻦﺑا ﻦﻋ يِدروارﱠﺪﻟا ِﺰﻳِﺰﻌﻟا ُﺪﺒﻋ ﺎَﻨَﺛﱠﺪﺣ :لَﺎﻗ ﺢﺻﺎَﻧ ﻦﺑ ُﺪﻤﺣا ﻪﻟا ِﺪﺒﻋ ﻮﺑا
ﻪِﺑ َنﻼﺠﻋ
Ibnu Fanjawaih : tsiqah shaduq
Muhammad bin Hasan bin Bisyr bin Saqlan: tidak ada keterangan dalam jarh atau ta’dil-nya
Abu Yusuf Sufyan bin Musa al-Saffar: tidak ada keterangan Abu Abdillah Ahmad bin Nashih: tsiqah
Abdul Aziz al-Darawardi: tsiqah
Muhammad bin ‘Ajlan al-Madani : tsiqah
[2] Sanad al-Khatib al-Baghdadi seperti berikut ini :
ﺎَﻧﺎﺒَﻧ :لﺎَﻗ ﻊﻧﺎَﻗ ﻦﺑ ﻗﺎﺒﻟا ُﺪﺒﻋ ﺎَﻧﺎﺒَﻧ :لﺎَﻗ ُنﺎﱠﻄَﻘﻟا ﻦﻴﺴﺤْﻟا ﻦﺑا ﺎَﻧﺮﺒْﺧا
:لﺎَﻗ ِرِﺬْﻨﻤْﻟا ﻦﺑ ﻢﻴﻫاﺮﺑا ﺎَﻧﺎﺒَﻧ :لﺎَﻗ يِﺬﻣﺮّﺘﻟا ٍﺮﺼَﻧ ﻦﺑا َﺪﻤﺣا ﻦﺑ ُﺪﻤﺤﻣ
ﻦﻋ ِرِﺪْﻨﻤْﻟا ﻦﺑ ُﺪﻤﺤﻣ ﺎﻧﺄﺒﻧ لﺎَﻗ ﻢﺷﺎﻫ ﻨﺑ َﻟﻮﻣ ٍﺪﻤﺤﻣ ﻦﺑ ُﺪﻴﻌﺳ ﺎَﻧﺎﺒَﻧ
جوﺰَﺘﻳ ْنا هﺮﻣﺎَﻓ ،َﺔَﻗﺎَﻔْﻟا ﻪﻴَﻟا ﻮْﺸﻳ ﷺ ِﺒﱠﻨﻟا َﻟا ﻞﺟر ءﺎﺟ :لﺎَﻗ ٍﺮِﺑﺎﺟ
Muhammad bin Husain al-Qathan: tsiqah Abdul Baqi bin Qani’: shaduq hasanul hadis Muhammad bin Ahmad al-Tirmizi: tsiqah mutqin Ibrahim bin al-Munzir: shaduq
Said bin Muhammad bin al-Miswar bin Ibrahim maula bani Hasyim : majhul al-hal
Muhammad bin al-Munkadir: tsiqah Jabir bin Abdillah: shahabi
[3] Sanad Al-Tsa’labi seperti berikut ini :
ﺎَﻨَﺛﱠﺪﺣ :لﺎَﻗ ﻪﻳوﺮﺼَﻧ ﻦﺑ َﺪﻤﺣا ﻦﺑ ﻠﻋ ﺎَﻨَﺛﱠﺪﺣ :لَﺎﻗ ﻪﻳﻮﺠْﻨَﻓ ﻦﺑا ﻧﺮﺒْﺧا
ﻢﻴﻫاﺮﺑا ﺎَﻨﺛّﺪﺣ :لﺎَﻗ َﺔﻋرُز ﻮﺑا ﻨَﺛﱠﺪﺣ :لﺎَﻗ ٍﺐﻫو ﻦﺑ ِﺪﻤﺤﻣ ﻦِﺑ ﻪﻟا ُﺪﺒﻋ
ﺢﻟﺎﺻ ِﺑا ﻦﺑ ِﺪﻴﻌﺳ ﻦﻋ ٍﺪﻟَﺎﺧ ﻦﺑ ﻢﻠﺴﻣ ﺎَﻧﺮﺒْﺧا :لﺎَﻗ ءاﺮَﻔﻟا ﺳﻮﻣ ﻦﺑ
حﺎّﻨﻟﺎِﺑ قْزِﺮﻟا اﻮﺴﻤَﺘْﻟا» : ﷺ ﻪﻟا لﻮﺳر لﺎَﻗ :لَﺎﻗ ٍسﱠﺎﺒﻋ ﻦﺑا ﻦﻋ»
[4] Sanad Ibnu Abi syaibah seerti berikut ini :
ﷺ ﻪﻟا لﻮﺳر لﺎَﻗ :لﺎَﻗ ﻪﻴِﺑا ﻦﻋ َةوﺮﻋ ﻦﺑ مﺎَﺸﻫ ﻦﻋ َﺔﻣﺎﺳا ﺑا ﻦﻋ
ِلﺎﻤْﻟﺎِﺑ ﻢَﻨﻴﺗﺎﻳ ﻦﻬﱠﻧﺎَﻓ ءﺎﺴّﻨﻟا اﻮﺟوﺰَﺗ))
Sanad al-Hakim seperti berikut ini :