• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIAPAN IMPLEMENTASI PERATURAN PRESIDEN NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG BEBAS VISA KUNJUNGAN PADA LAYANAN BEBAS VISA (STUDI KASUS: KESIAPAN WASDAKIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KESIAPAN IMPLEMENTASI PERATURAN PRESIDEN NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG BEBAS VISA KUNJUNGAN PADA LAYANAN BEBAS VISA (STUDI KASUS: KESIAPAN WASDAKIM"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

KESIAPAN IMPLEMENTASI

PERATURAN PRESIDEN NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG BEBAS VISA KUNJUNGAN

PADA LAYANAN BEBAS VISA (STUDI KASUS: KESIAPAN WASDAKIM

DALAM PENEGAKAN HUKUM)

(4)
(5)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA

Pasal 1

(1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 113

(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

(6)

Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan HAM RI

2016

KESIAPAN IMPLEMENTASI

PERATURAN PRESIDEN NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG BEBAS VISA KUNJUNGAN

PADA LAYANAN BEBAS VISA (STUDI KASUS: KESIAPAN WASDAKIM

DALAM PENEGAKAN HUKUM)

(7)

KESIAPAN IMPLEMENTASI

PERATURAN PRESIDEN NOMOR 21 TAHUN 2016

TENTANG BEBAS VISA KUNJUNGAN PADA LAYANAN BEBAS VISA (STUDI KASUS: KESIAPAN WASDAKIM

DALAM PENEGAKAN HUKUM) copyright©

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI

Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 4-5 Kuningan, Jakarta Selatan Website: www.balitbangham.go.id

Penulis:

Dr. Hidayat

Cetakan Pertama - November 2016 Penata Letak: Kusprihantoro Desain Sampul: Kusprihantoro

Sumber Foto Cover: farmasetika.com, salamransel.com.

ISBN: 978-602-6952- ...

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang.

Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Pemegang Hak Cipta

Pracetak oleh:

Tim Pohon Cahaya Dicetak oleh:

Percetakan Pohon Cahaya

(8)

ABSTRAK

Mengantisipasi dari semakin banyak dan lamanya orang asing tersebut berdiam di Indonesia, kiranya diperlukan tata cara pengawasan keimigrasian sebagai salah satu cara untuk mengawasi orang asing datang dan keluar wilayah Indonesia, sebab pada hakikatnya tidak semua orang asing dapat masuk dan melakukan kegiatan diwilayah Indonesia. Oleh karenanya diterbitkanlah Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016 tentang Bebas Visa Kunjungan. Namun pada implementasi terdapat beberapa per- masalahan. Penelitian ini bertujuan untuk pertama, untuk melihat kesiapan Wasdakim dalam penegakan hukum Layanan Bebas Visa;

kedua, menganalisis kendala-kendala Wasdakim dalam penegakan hukum Layanan Bebas Visa. Hasil penelitian mendeskripsikan bahwa pertama, secara umum Direktorat Keimigrasian telah siap untuk menjalankan amanat dari Perpres tersebut melalui sosialisasi hingga ke kabupaten, serta melakukan penindakan dan pengawasan terhadap WNA yang melanggar. Kedua, kendala-kendala yang dihadapi yaitu terletak pada struktur organisasi dalam tugas dan fungsi intelejen, kurangnya PNBP Keimigrasian, jumlah wisatawan mancanegara yang tidak terlihat signifikan penambahannya serta pengawasan terhadap WNA yang melanggar karena faktor luas wilayah di masing-masing provinsi.

Kata Kunci: Implementasi Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016, Kesiapan Wasdakim, Penegakan Hukum.

(9)
(10)

KATA SAMBUTAN

Terobosan Pemerintah dalam memberikan bebas visa kunjungan kepada 169 negara, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016 tentang Bebas Visa Kunjungan pada dasarnya telah mendapat respon positif oleh Negara-Negara yang terdaftar dalam peraturan tersebut. Selain itu Peraturan tersebut bertujuan untuk meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara ke Indonesia yang ditargetkan sebesar 20 juta wisatawan pada tahun 2019.

Sejatinya, pemberian Bebas Visa Kunjungan atau yang biasa disebut free visa didasarkan oleh asas timbal balik dan asas manfaat.

Asas yang dimaksud ialah Asas Resiprokalitas (timbal balik), dimana pemberian kebijakan didasari oleh apa yang diberikan negara lain kepada kita serta manfaat apa yang kita dapatkan dengan adanya kebijakan tersebut, sehingga permasalahan yang muncul adalah ketika asas tersebut telah dilupakan dalam pengambilan kebijakan pemberian free visa, hal ini terbukti dengan pemberian bebas visa terhadap negara-negara yang tidak memberikan timbal balik yang positif terhadap negara kita. Seperti halnya Haiti atau Puerto Rico, Indonesia memberikan bebas visa bagi warga negaranya, akan tetapi mereka tidak memberikan bebas visa bagi Warga Negara Indonesia, hal ini merupakan sesuatu yang harus diperhatikan. Fenomena seperti ini seakan mengurangi bargaining power Indonesia di mata dunia, bagaimana tidak Indonesia seakan seperti membuka pintu selebar-lebarnya bagi WNA melalui bebas visanya secara cuma-

(11)

Cuma, namun WNI tidak mendapatkan akses yang sama oleh negara-negara yang telah terdaftar sesuai dengan Perpres tersebut.

Bertolak dari fenomena sebelumnya, Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan HAM telah melakukan penelitian mandiri isu HAM Aktual tentang Kesiapan Implementasi Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016 tentang Bebas Visa Kunjungan pada Layanan Bebas Visa 169 Negara (Studi Kasus: Peran Wasdakim dalam Penegakan Hukum). Penelitian ini mengangkat dua (2) permasalahan utama yaitu pertama, Bagaimanakah kesiapan Wasdakim dalam penegakan hukum layanan bebas visa; dan kedua, Bagaimanakah kendala-kendala Wasdakim dalam penegakan hukum pada Layanan Bebas Visa.

Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada peneliti yang telah bekerja dengan optimal serta seluruh pihak yang telah membantu sehingga kegiatan penelitian ini dapat berjalan dengan baik. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi guna perbaikan di waktu yang akan datang.

Jakarta, Oktober 2016

Kepala Badan

Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia,

Y. AMBEG PARAMARTA, S.H., M.Si NIP. 19650322 198703 1 002

(12)

KATA PENGANTAR

Pada tahun 2016 ini Indonesia bisa dipastikan akan menjadi tujuan destinasi wisata utama bagi banyak negara. Hal yang demikian dapat dipahami karena Pemerintah baru saja menambah daftar negara untuk kategori bebas visa kunjungan ke Indonesia melalui Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016 tentang Bebas Visa Kunjungan kepada 169 Negara di seluruh dunia. Akan tetapi hal yang demikian perlu mendapat perhatian khusus mengingat Negara kita akan dikunjungi oleh berbagai Warga Negara Asing yang memiliki dampak positif dan negatif baik langsung dan tidak langsung kepada Warga Negara Indonesia. Kasus-kasus seperti makin maraknya peredaran narkoba masuk ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan segala cara serta masuknya puluhan atau ratusan atau ribuan buruh dari China, merupakan dua contoh kasus dimana salah satu penyebab utamanya dikarenakan adanya kebijakan bebas visa kunjungan kepada 169 negara. Selain itu perlunya kesiapan lembaga pengawas serta penindakan hukum bagi WNA yang melanggar perlu mendapat perhatian khusus oleh Pemerintah dan masyarakat dengan diberlakukannya Perpres tersebut.

Pada dasarnya penelitian ini memuat pendahuluan, tinjauan pustaka, hasil penelitian beserta penutup yang dilakukan di dua (2) Provinsi yaitu DKI Jakarta, dan Bali dengan melakukan wawancara mendalam dengan berbagai pihak terkait serta studi literatur terhadap berbagai dokumen pendukung. Informasi yang didapat

(13)

Badan Penelitian Dan Pengembangan Hukum Dan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

x

selama pengumpulan data selanjutnya dianalisis untuk menjawab perumusan masalah yang dituangkan dalam Bab Pendahuluan.

Hasilnya akan dipaparkan pada hasil pengolahan data dan analisis.

Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah berkontribusi untuk membantu pelaksanaan kegiatan penelitian ini. Kami juga menyadari bahwa kegiatan penelitian ini masih memiliki berbagai kekurangan yang kiranya dapat disempurnakan dalam kegiatan yang akan datang.

Akhirnya ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM, Kementerian Hukum dan HAM R.I. yang telah memberikan kepercayaan kepada peneliti untuk melaksanakan kegiatan penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini memberikan manfaat bagi semua yang berkepentingan.

Jakarta, Oktober 2016 Kepala Pusat

Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia

RR. RISMA INDRIYANI, S.H., M.Hum.

NIP. 19601027 198703 2 001

(14)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... v

KATA SAMBUTAN ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang1 ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat ... 6

D. Ruang Lingkup ... 6

E. Metodologi Penelitian ... 6

F. Kajian Teoritik ... 9

G. Orisinalitas Penelitian ... 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 23

A. Keimigrasian Dalam Sistem Hukum Indonesia .... 23

B. Fungsi Keimigrasian ... 27

C. Hukum Keimigrasian Indonesia dalam Sistem 33 Hukum Nasional ... 37

D. Bebas Visa Kunjungan ... 37

(15)

Badan Penelitian Dan Pengembangan Hukum Dan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

xii

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 41 A. Kesiapan dan Kendala Kebijakan Wasdakim

dalam Penegakan Hukum Layanan Bebas Visa

di Provinsi DKI Jakarta ... 41 B. Kesiapan dan Kendala Kebijakan Wasdakim

dalam Penegakan Hukum Layanan Bebas Visa

di Provinsi Bali ... 49 C. Hasil Analisis ... 58 1. Kesiapan Wasdakim dalam

Penegakan Hukum Layanan Bebas Visa ... 58 2. Kendala-kendala Wasdakim dalam

Penegakan Hukum Layanan Bebas Visa ... 62

BAB IV PENUTUP ... 65 A. Kesimpulan ... 65 B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Data Perlintasan Bebas Visa Kunjungan Singkat ... 42 Tabel 2 Perbandingan Jumlah Penumpang Pengguna

Visa On Arrival dan Bebas Visa ... 43 Tabel 3 Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Bali

Tabel 4 Jumlah BVKS dan VKSK melalui TPI

Bandara Ngurah Rai Tahun 2015 ... 52 Tabel 5 Jumlah BVKS dan VKSK melalui TPI

Bandara Ngurah Rai Periode Agustus Tahun 2015 ... 53 Tabel 6 Matriks Perbandingan Kesiapan

Implementasi Kebijakan ... 59 Tabel 7 Kendala Pelaksanaan Bebas Visa Kunjungan ... 62

(17)
(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak dijalur perlintasan laut internasional yang dihubungkan oleh dua samudra yaitu Samudra Pasifik dan Samudra Hindia serta diantara dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia. Oleh karena itu dengan kondisi geografis yang demikian Indonesia merupakan tempat yang strategis bagi jalur perlintasan pelayaran dan perdagangan internasional. Di samping letak geografis yang sangat menguntungkan, dalam hal per­

ubahan musim jika negara lain mengenal empat musim sedangkan negara Indonesia hanya mengenal dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan, hal yang demikian sangat berpengaruh terhadap kesuburan alamnya sehingga Indonesia juga memiliki kekayaan dari sumber daya alam yang melimpah dan mempunyai nilai ekonomi serta keindahan panorama yang menjadi daya tarik tersendiri bagi setiap orang. Berdasarkan hal tersebut maka tidak heran jika Indonesia menjadi salah satu tujuan destinasi dunia yang banyak di kunjungi oleh orang asing.

Mengantisipasi dari semakin banyak serta lamanya orang asing tersebut berdiam di Indonesia, kiranya diperlukan tata cara pengawasan keimigrasian sebagai salah satu cara untuk mengawasi orang asing datang dan keluar wilayah Indonesia, sebab pada hakikatnya tidak semua orang asing dapat masuk dan melakukan

(19)

Badan Penelitian Dan Pengembangan Hukum Dan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

2

kegiatan diwilayah Indonesia. Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 No. 52/ tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5216) menyatakan bahwa “orang asing adalah orang yang bukan warga negara indonesia”. Lebih lanjut hal yang demikian dipertegas melalui prinsip keimigrasian salah satunya adalah “Selective Policy” (kebijakan selektif) yang menyatakan bahwa hanya orang asing yang dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat, bangsa dan negara Indonesia, tidak mem- bahayakan keamanan dan ketertiban serta tidak bermusuhan baik terhadap rakyat maupun Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia lah yang dapat diterima atau masuk ke wilayah Indonesia.

Fenomena menarik terkait hal sebelumnya adalah ketika Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 21 Tahun 2016 tentang Bebas Visa Kunjungan, pada tanggal 2 Maret 2016 lalu. Di dalam Perpres tersebut mengatur sebanyak 169 negara bebas visa kunjungan ke Tanah Air, namun dalam Perpres tersebut ditegaskan bahwa bebas visa kunjungan memiliki batas waktu selama 30 hari dan tidak dapat diperpanjang masa berlakunya serta tidak dapat dialihstatuskan menjadi izin tinggal sebagaimana termaktub dalam

Pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa

Penerima Bebas Visa Kunjungan diberikan izin tinggal kunjungan untuk waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari,

Kemudian pada ayat (2) :

Izin tinggal kunjungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diperpanjang masa berlakunya atau dialih­

statuskan menjadi izin tinggal lainnya.

(20)

Adapun tujuan dari kebijakan bebas visa kunjungan adalah untuk menarik minat turis mancanegara lebih banyak lagi sehingga dapat mendongkrak penerimaan negara dari sektor pariwisata.

Pemerintah telah menetapkan target untuk menarik 20 juta turis asing per tahun sampai 2019 sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi terbesar di Asia Tenggara.Tahun lalu saja, 9.730.000 wisatawan mengunjungi Indonesia.1 Sepanjang tahun lalu, pemerintah Indonesia telah memperluas daftar bebas visa kunjungan ke 90 negara dari sebelumnya hanya 15 negara bebas visa. Selain itu, Bebas Visa kunjungan yang diberikan kepada Penerima Bebas Visa Kunjungan diharapkan selalu memperhatikan asas timbal balik dan asas manfaat, dan tidak diberikan atas kunjungan dalam rangka jurnalistik.2 Dengan berlakunya Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016 ini, mengakibatkan Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2015 sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2015 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.3

Fasilitas bebas visa kunjungan yang diberikan diharapkan dapat mendongkrak kunjungan wisatawan mancanegara guna memenuhi target 20 juta kunjungan pada 2020 mendatang. Dalam keadaan tertentu yang berkaitan dengan keamaan negara dan kesehatan masyarakat, tegas Perpres No. 21 Tahun 2016 itu, Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia, dapat menghentikan sementara bebas Visa kunjungan untuk negara, pemerintahan wilayah administratif khusus suatu negara, atau entitas tertentu.

1 Dikutip dari http://www.warta5.com/2016/03/18/ini-cara-gaet-wisatawan-169- negara-bebas-visa-masuk-indonesia/ (diakses pada 6 Juni 2016).

2 Dikutip dari http://news.analisadaily.com/read/wisatawan-169-negara-resmi-bebas- visa-kunjungan/222983/2016/03/18 (diakses pada 6 Juni 2016).

3 Dikutip dari http://www.beritasatu.com/dunia/355488-169-negara-bebas-visa- kunjungan-ke-indonesia.html9 (diakses pada 6 Juni 2016).

(21)

Berikut ini adalah daftar negara penerima bebas visa adalah sebagai berikut: Australia, Antigua & Barbuda, Armenia, Albania, Andora, Bahama, Bangladesh, Barbados, Belize, Benin, Bhutan, Bolivia, Bosnia & Herzegovina, Bostwana, Brasil, Burkina Faso, Burundi, Chad, Cile, Ekuador, El Savador, Gabon, Gambia, Georgia, Grenada, Guatemala, Guyana, Haiti, Honduras, Hongkong (SAR), Jamaika, dan Kenya. Selanjutnya ada Kepulauan Marshall, Kepulauan Solomon, Kiribati, Komoro, Kuba, Lesotho, Makau (SAR), Madagaskar, Makedonia, Mauritius, Mauritania, Malawi, Mali, Maroko, dan Mongolia, Mozambik, Moldova, Namibia, Nepal, Nikaragua, Palestina, Palau, Pantai Gading, Paraguay, Peru, Puerto Rico, Republik Dominika, Rwanda, dan Saint Kitis dan Navis,Saint Lucia, Saint Vincent dan Grenadis, Samoa, Sao Tome dan Principe, Serbia, Sri Lanka, Swaziland, Tajikistan, Tahta Suci Vatikan, Tanjung Verde, Togo, Tonga, Trinidad dan Tobago, Turkmenistan, Tuvalu, Uganda, Ukraina, Uruguay, Uzbekiztan, Vanuatu, Zambia, dan Zimbabwe.

Kemudian, ada Afrika Selatan, Aljazair, Amerika Serikat, Angola, Argentina, Austria, Azerbaijan, Bahrain, Belanda, Belarusia, Belgia, Bulgaria, Ceko, Denmark, Dominika, Estonia, Fiji, Finlandia, Ghana, Hongaria, India, Inggris, Irlandia, Islandia, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Kazakhstan, Kirgistan, Kroasia, Korea Selatan, Kuwait, Latvia, Lebanon, Liechtenstein, Lituania, Luksemburg, Maladewa, Malta, Meksiko, Mesir, Monako, Norwegia, Oman, Panama, Papua Niugini, Perancis, Polandia, Portugal, Qatar, Republik Rakyat China, Romania, Rusia, San Marino, Arab Saudi, Selandia Baru, Seychelles, Siprus, Slowakia, Slovenia, Spanyol, Suriname, Swedia, Swiss, Taiwan, Tanzania, Timor Leste, Tunisia, Turki, Uni Emirat Arab, Vatikan, Venezuela, Jordania, dan Yunani.

(22)

Akan tetapi kebijakan yang telah dibuat Pemerintah Indonesia tersebut juga menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, salah satu pendapat yang kontra adalah Effendi Simbolon (Anggota DPR RI) yang menyatakan bahwa mayoritas negara yang mendapatkan fasilitas tersebut adalah negara yang masyarakatnya tidak memiliki tradisi keluar negeri untuk berlibur, dan dalam rapat dengan Kementerian Luar Negeri beberapa waktu lalu untuk merekomendasikan kebijakan bebas visa 169 negara tersebut dibatalkan. 4

Dari latar belakang tersebut diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Kesiapan Implementasi Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Bebas Visa Kunjungan Pada Layanan Bebas Visa (Studi Kasus: Kesiapan Wasdakim dalam Penegakan Hukum).

B. Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang yang telah diuraikan se- belumnya, maka dapat dikemukakan dua (2) permasalahan pokok yaitu:

1. Bagaimanakah kesiapan Wasdakim dalam penegakan hukum Layanan Bebas Visa?

2. Bagaimanakah kendala-kendala Wasdakim dalam pe- negakan hukum pada Layanan Bebas Visa?

4 Dikutip dari http://www.umm.ac.id/id/nasional-umm-6360-kebijakan-bebas-visa- jokowi-untung-atau-rugi.html (diakses pada 6 Juni 2016).

(23)

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Untuk melihat kesiapan Wasdakim dalam penegakan hukum Layanan Bebas Visa; dan

2. Untuk menganalisis kendala-kendala Wasdakim dalam pe- negakk an hukum Layanan Bebas Visa.

Manfaat Penelitian ini diharapkan akan mempunyai manfaat sebagai berikut: Memberikan masukan kepada Kementerian Hukum dan HAM dalam hal ini Direktorat Jenderal Imigrasi untuk melihat kesiapan dalam implementasi Perpres 21 Tahun 2016 tentang Layanan Bebas Visa, utamanya dari sisi implementasi kebijakan dan penegakan hukum.

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penelitian ini isu aktual ini dibatasi pada 2 (dua) lokasi penelitian yaitu DKI Jakarta dan Bali, dengan melihat kesiapan dalam Implementasi Perpres 21 Tahun 2016 tentang Bebas Visa Kunjungan. Alasan pemilihan lokasi sebagai berikut:

a. DKI Jakarta:

b. Bali:

E. Metode Penelitian

1. Pendekatan

Penelitian ini bersifat dekriptif-analisis dengan pendekatan kualitatif, yang mana berupaya memperoleh gambaran mengenai kesiapan dalam pelaksanaan implementasi

(24)

Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016 tentang Bebas Visa Kunjungan serta kendala-kendalanya yang dihadapi dilapangan.

2. Teknik Pengumpulan Data

Peneliti menggunakan berbagai teknik pengumpulan data, antara lain:

a. Studi Kepustakaan. Studi kepustakaan untuk meng- himpun data sekunder melalui kajian peraturan, literatur, dan dokumen terkait.

b. Wawancara. Untuk mengumpulkan data primer ke- siapan dalam rangka Implementasi Perpres 21 Tahun 2016 maka akan dilakukan wawancara langsung dengan informan sehingga informasi yang diperoleh benar-benar sesuai dengan kondisi sekarang dan dapat dipertanggungjawabkan. Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah disiapkan sehingga pendalaman informasi lebih terfokus.

Adapun Informan dalam penelitian ini lebih difokus- kan pada kalangan Direktorat Jenderal Imigrasi dan Kanwil Bali antara lain: Direktur Wasdakim, Direktur Lantaskim, Kepala Divisi Imigrasi Kanwil Bali, Kepala Kantor Imigrasi Denpasar, Kepala Kantor Imigrasi Ngurah Rai.

c. Lokasi Penelitian : Penelitian akan dilakukan di DKI dan Bali, selain itu dilakukan wawancara dengan lokasi yang ada di Indonesia. Lokasi Bali diambil sampel mengingat Bali adalah tujuan utama Pariwisata di Indonesia.

(25)

Pulau Bali masih menjadi pilihan utama wisatawan mancanegara untuk berlibur di Indonesia, dan hal itu tercermin dari jumlah kunjungan turis asing melalui Bandara Ngurah Rai maupun perjalanan lewat laut cukup menggembirakan. Jumlah turis asing ke Bali saat ini rata-rata 300 ribu orang per bulan. Promosi wisata yang digelar pemerintah bersama komponen pariwisata diyakini dapat meningkatkan jumlah wisatawan.

Kedatangan turis asing ke Bali pada awal 2015, masing didominasi Australia yang mencapai 85.102 orang atau sebesar 28,22 persen. Diikuti Tiongkok (51.949), Jepang (17.946), dan Korea Selatan (15.140).5 Dengan melihat lokasi penelitian di Bali kemudian akan dibandingkan ketika pemberlakukan Perpres 21 Tahun 2016 tentang Layanan Bebas Visa, apakah dengan adanya Perpres tersebut terjadi lonjakan jumlah wisatawan atau tidak.

3. Teknik Analisis Data

Dari data dan informasi yang didapatkan selanjutnya dilakukan analisis kualitatif, yakni mendeskripsikan hasil data lapangan yang diperoleh melalui data primer, kemudian mereduksi segala informasi yang diperoleh untuk memfokuskan pada masalah utama yakni penerapan Perpres 21 tahun 2016.

5 Dikutip dari http://www.antaranews.com/berita/481248/kunjungan-wisatawan- asing-ke-bali-meningkat (diakses pada 6 Juni 2016)

(26)

F. Kajian Teoretik

1. Teori Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Rangkaian implementasi kebijakan dapat diamati dengan jelas yaitu dimulai dari program, ke proyek dan ke kegiatan. Model tersebut mengadaptasi mekanisme yang lazim dalam manajemen, khususnya manajemen sektor publik. Kebijakan diturunkan berupa program program yang kemudian diturunkan menjadi proyek-proyek, dan akhirnya berwujud pada kegiatan-kegiatan, baik yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat maupun kerjasama pemerintah dengan masyarakat.

Van Meter dan Van Horn (dalam Budi Winarno, 2008:146- 147):

Implementasi kebijakan publik sebagai tindakan­

tindakan dalam keputusan­keputusan sebelumnya.

Tin dakan­tindakan ini mencakup usaha­usaha untuk mengubah keputusan­keputusan menjadi tindakan­

tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha­usaha untuk men capai perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan­keputusan kebijakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuantujuan yang telah ditetapkan.

(27)

Adapun makna implementasi menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul Sabatier (1979) sebagaimana dikutip dalam buku Solihin Abdul Wahab (2008: 65), mengatakan bahwa:

Implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan yakni kejadian­kejadian dan kegiatan­

kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman­

pedoman kebijaksanaan Negara yang mencakup baik usaha­usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian­kejadian.

Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat diasumsikan bahwa implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan- tujuan dan sasaran­sasaran ditetapkan atau diidentifikasi oleh keputusan-keputusan kebijakan. Jadi implementasi merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh berbagai aktor sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan-tujuan atau sasaran- sasaran kebijakan itu sendiri.

Terdapat beberapa teori dari beberapa ahli mengenai implementasi kebijakan, yaitu:

1. Teori George C. Edward

Edward III (dalam Subarsono, 2011: 90-92) berpandangan bahwa implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu:

a. Komunikasi, yaitu keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor

(28)

mengetahui apa yang harus dilakukan, dimana yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group), sehingga akan mengurangi distorsi implementasi;

b. Sumberdaya, meskipun isi kebijakan telah

dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, maka implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, misalnya kompetensi implementor dan sumber daya finansial.

c. Disposisi, adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka implementor tersebut dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.

d. Struktur Birokrasi, Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Aspek dari struktur organisasi adalah Standard Operating Procedure (SOP) dan fragmentasi. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan

(29)

pengawasan dan menimbulkan red­tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks, yang menjadikan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

Menurut pandangan Edwards (dalam Budi Winarno, 2008: 181) sumber­sumber yang penting meliputi, staff yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk menerjemahkan usul-usul di atas kertas guna melaksanakan pelayanan- pelayanan publik. Struktur Birokrasi menurut Edwards terdapat dua karakteristik utama, yakni Standard Operating Procedures (SOP) yaitu:

SOP atau prosedur­prosedur kerja ukuran­ukuran dasar berkembang sebagai tanggapan internal terhadap waktu yang terbatas dan sumber­sumber dari para pelaksana serta keinginan untuk ke­

seragaman dalam bekerjanya organisasiorganisasi yang kompleks dan tersebar luas. Sedangkan fragmentasi berasal dari tekanan­tekanan diluar unit­unit birokrasi, seperti komite­komite legislatif, kelompok­kelompok kepentingan pejabat­pejabat eksekutif, konstitusi negara dan sifat kebijakan yang mempengaruhi organisasi birokrasi pemerintah.

2. Teori Merilee S. Grindle

Keberhasilan implementasi menurut Merilee S. Grindle (dalam Subarsono, 2011: 93) dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation).

Variabel tersebut mencakup: sejauhmana kepentingan

(30)

kelompok sasaran atau target group termuat dalam isi kebijakan, jenis manfaat yang diterima oleh target group, sejauhmana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan, apakah letak sebuah program sudah tepat, apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci, dan apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai.

Sedangkan Wibawa (dalam Samodra Wibawa dkk, 1994: 22-23) mengemukakan model Grindle ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditrans- formasikan, barulah implementasi kebijakan dilaku- kan. Keberhasilannya ditentukan oleh derajat im- ple mentability dari kebijakan tersebut. Isi kebijakan ter sebut mencakup hal-hal berikut:

a. Jenis manfaat yang akan dihasilkan;

b. Derajat perubahan yang diinginkan;

c. Kedudukan pembuat kebijakan;

d. (Siapa) pelaksana program; dan e. Sumber daya yang dihasilkan

Sementara itu, konteks implementasinya adalah:

a. Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat;

b. Karakteristik lembaga dan penguasa;

c. Kepatuhan dan daya tanggap.

Keunikan dari model Grindle terletak pada pemahaman- nya yang komprehensif akan konteks kebijakan,

(31)

khususnya yang menyangkut dengan implementor, penerima implementasi, dan arena konflik yang mungkin terjadi di antara para aktor implementasi, serta kondisi-kondisi sumber daya implementasi yang diperlukan.

3. Teori Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier Menurut Mazmanian dan Sabatier (dalam Subarsono, 2011: 94) ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yakni karakteristik dari masalah (tractability of the problems), karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of statute to structure implementation) dan variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation).

4. Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn Menurut Meter dan Horn (dalam Subarsono, 2011:

99) ada lima variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni standar dan sasaran kebijakan, sumberdaya, komunikasi antarorganisasi dan penguat- an aktivitas, karakteristik agen pelaksana dan kondisi sosial, ekonomi dan politik. Menurut pandangan Edward III (Budi Winarno, 2008: 175-177) proses komunikasi kebijakan dipengaruhi tiga hal penting, yaitu:

a. Faktor pertama yang berpengaruh terhadap komunikasi kebijakan adalah transmisi. Sebelum pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan, ia harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaannya telah dikeluarkan;

(32)

b. Faktor kedua adalah kejelasan, jika kebijakan­

kebijakan diimplementasikan sebagaimana yang diinginkan, maka petunjuk­petunjuk pelaksanaan tidak hanya harus diterima oleh para pelaksana kebijakan, tetapi juga komunikasi kebijakan tersebut harus jelas. Seringkali instruksi­intruksi yang diteruskan kepada pelaksana kabur dan tidak menetapkan kapan dan bagaimana suatu program dilaksanakan.

c. Faktor ketiga adalah konsistensi, jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka

perintahperintah pelaksaan harus konsisten dan jelas. Walaupun perintah­perintah yang disampaikan kepada pelaksana kebijakan jelas, tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah tersebut tidak akan memudahkan para pelaksana kebijakan menjalankan tugasnya dengan baik.

5. Teori Penegakan Hukum

Hakikatnya penegakan hukum mewujudkan nilai- nilai atau kaedah-kaedah yang memuat keadilan dan kebenaran, penegakan hukum bukan hanya menjadi tugas dari para penegak hukum yang sudah di kenal secara konvensional, tetapi menjadi tugas dari setiap orang. Meskipun demikian, dalam kaitannya dengan hukum publik pemerintah yang bertanggung jawab.

Penegakan hukum dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Ditinjau dari sudut subyeknya:

Dalam arti luas, proses penegakkan hukum

(33)

melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normative atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, penegakkan hukum hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya.

2. Ditinjau dari sudut obyeknya, yaitu dari segi hukumnya:

Dalam arti luas, penegakkan hukum yang mencakup pada nilai-nilai keadilan yang di dalamnya terkandung bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang ada dalam bermasyarakat. Dalam arti sempit, penegakkan hukum itu hanya menyangkut penegakkan peraturan yang formal dan tertulis.

Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Jadi penegakan hukum pada hakikatnya adalah proses perwujudan ide- ide. Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

(34)

Penegakan hukum merupakan usaha untuk me- wujudkan ide-ide dan konsep-konsep hukum yang diharapakan rakyat menjadi kenyataan. Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal.6 Joseph Goldstein membedakan penegakan hukum pidana menjadi 3 (tiga) bagian yaitu:

1. Total enforcement, yakni ruang lingkup penegakan hukum pidana sebagaimana yang dirumuskan oleh hukum pidana substantif (subtantive law of crime). Penegakan hukum pidana secara total ini tidak mungkin dilakukan sebab para penegak hukum dibatasi secara ketat oleh hukum acara pidana yang antara lain mencakup aturan­

aturan penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan pemeriksaan pendahuluan.

Disamping itu mungkin terjadi hukum pidana substantif sendiri memberikan batasan­batasan.

Misalnya dibutuhkan aduan terlebih dahulu sebagai syarat penuntutan pada delik­delik aduan (klacht delicten);

2. Full enforcement, setelah ruang lingkup penegakan hukum pidana yang bersifat total tersebut

dikurangi area of no enforcement dalam penegakan hukum ini para penegak hukum diharapkan

penegakan hukum secara maksimal; dan 3. Actual enforcement, menurut Joseph Goldstein

full enforcement ini dianggap tidak memberikan harapan yaang realisitis, sebab adanya

6 Shant L Dellyana, Konsep Penegakan Hukum, (Yogyakarta: Liberty, 1988), hlm. 37.

(35)

keterbatasan­keterbatasan dalam bentuk waktu, personil, alat­alat investigasi, dana dan sebagainya, yang kesemuanya mengakibatkan keharusan dilakukannya discretion dan sisanya inilah yang disebut dengan actual enforcement.

Sebagai suatu proses yang bersifat sistemik, maka penegakan hukum pidana menampakkan diri sebagai penerapan hukum pidana (criminal law application) yang melibatkan pelbagai sub sistem struktural berupa aparat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan. Termasuk didalamnya tentu saja lembaga penasehat hukum. Dalam hal ini penerapan hukum haruslah dipandang dari 3 (tiga) dimensi:

1. Penerapan hukum dipandang sebagai sistem normatif (normative system) yaitu penerapan keseluruhan aturan hukum yang menggambarkan nilai-nilai sosial yang didukung oleh sanksi pidana;

2. Penerapan hukum dipandang sebagai sistem administratif (administrative system) yang mencakup interaksi antara pelbagai aparatur penegak hukum yang merupakan sub sistem peradilan diatas; dan

3. Penerapan hukum pidana merupakan sistem sosial (social system), dalam arti bahwa dalam mendefinisikan tindak pidana harus pula diperhitungkan pelbagai perspektif pemikiran yang ada dalam lapisan masyarakat.

(36)

G. Orisinalitas Penelitian

Orisinalitas Penelitian yang biasa disebut state of the art merupakan keaslian dari penulisan terkait dengan Kebijakan Bebas Visa yang ditulis sendiri oleh peneliti (researcher). Ketika penulis mengambil judul ini, maka hal yang penting dilakukan untuk melihat orisinalitas penelitian ini dengan membandingkan dengan penelitian terdahulu untuk melihat posisi penelitian sekarang.

Adapun beberapa penelitian terdahulu terkait dengan judul diatas antara lain:

No. Nama Judul Rumusan Masalah

1. Ahmad Jazuli

(Pusat Pengkajiandan Pengembangan Kebijakan)

Upaya Jajaran Keimigrasian dalam

Implementasi Fokus : Perpres 104 Tahun 2015

1. Bagaimana upaya yang dilakukan jajaran keimigrasian dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut?

2. Apakah manfaat bagi jajaran

keimigrasian dalam mengimplementasikan kebijakan bebas visa?

3. Apakah kendala- kendala yang dihadapi dalam rangka

implementasi kebijakan bebas visa?

(37)

Persamaan antara penelitian diatas dengan penelitian penulis

1. Penelitian diatas sama-sama mengkaji mengenai Bebas Visa Kunjungan

Perbedaan antara penelitian diatas dengan penelitian penulis

1. Yang membedakan penelitian diatas dengan pada penelitian penulis fokus pada Perpres 21 Tahun 2016 tentang Bebas Visa Kunjungan 169 Negara.

2. Pada penelitian Agus Jazuli menggunakan mix metode (kualitatf dan kuantitatif).

2. Okky Chahyo Nugroho (Pusat

Penelitian dan Pengembang- an HAM)

Implementasi Projusticia Terhadap Pengawasan Orang Asing

1. Bagaimana penerapan penegakan hukum terhadap pengawasan orang asing apabila terjadi pelanggaran dikaitkan dengan terbentuknya Tim Pengawasan Orang Asing dan dikaitkan dengan HAM?

2. Kendala apa yang dihadapi dalam penerapan penegakan hukum terhadap pengawasan orang asing?

Persamaan antara penelitian diatas dengan penelitian penulis

1. Meneliti tentang Kesiapan

pemerintah dalam penerapan Pro Justicia;

2. Metode Penelitian yang digunakan kualitatif.

(38)

Perbedaan antara penelitian diatas dengan penelitian penulis

1. Keluaran akan diteruskan kepada TIM Pora;

2.Kebijakan akan berguna untuk penerapan Pro Justisia.

(39)
(40)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Keimigrasian Dalam Sistem Hukum Indonesia

Pengertian Imigrasi Imigrasi berasal dari kata migrate atau kata benda migration (bahasa inggris) , yang berarti “go from one country or place of residence to settle in another” (the new webster handy college dictionary), 7 jadi suatu imigrasi adalah perpindahan secara geografis, baik perorangan maupun secara berkelompok dari suatu tempat atau negara asal ke tempat atau negara lain dengan tujuan untuk menetap. Sekalipun pada mulanya imigrasi berarti perpindahan orang atau kelompok orang dari tempat asal ke tempat baru untuk tujuan menetap, namun dewasa ini mempunyai arti yang lebih luas. Mengacu pada lalu lintas orang antar negara, baik bersifat permanen maupun temporer.8 Perkembangan kemajuan teknologi transportasi dan komunikasi yang makin cepat dan kompleks, semakin memungkinkan hubungan antar negara dalam jangkauan waktu yang relatif singkat.

Keimigrasian di Indonesia, pemeriksaan keimigrasian telah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Pada saat itu, terdapat Badan Pemerintahan Kolonial Belanda bernama Immigratie Dienst yang

7 Himpunan Peraturan Tentang Keimigrasian dan Peraturan Pelaksanaannya, (Jakarta: PT.Tamita Utama, 2012), hlm. 122.

8 Ajad Sudrajat Havid, Formalitas Keimigrasian, (Direktorat Jenderal Imigrasi Departemen Hukum dan HAM, 2008), hlm. 175.

(41)

bertugas menangani masalah keimigrasian unutk seluruh kawasan Hindia Belanda. Sejak Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, namun baru pada tanggal 26 Januari 1950 Immigratie Dients ditimbang diterimakan dari H. Breekland kepada Kepala Jawatan Imigrasi dari tangan Pemerintah Belanda ke tangan Pemerintah Indonesia tetapi yang lebih penting adalah peralihan tersebut merupakan titik mula dari era baru dalam politik hukum keimigrasi- an yang bersifat terbuka (open door policy) untuk kepentingan pemerintah kolonial, menjadi politik hukum keimigrasian yang bersifat selektif didasarkan pada kepentingan nasional Indonesia.

Dengan ditetapkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian merupakan sebagai dasar hukum pelaksanaan hukum Keimigrasian di Indonesia, hingga pada tanggal 5 Mei 2011, ditetapkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian sebagai perubahan baru bagi hukum Keimigrasian di Indonesia dalam pelaksanaannya di era globalisasi dengan perubahan zaman yang sangat pesat sehingga menuntut adanya landasan hukum yang baru dalam pelaksanaan kinerja Imigrasi dalam pelaksanaan di wilayah Nasional maupun Internasional.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, dalam pasal 1 ayat 1 menyebutkan : Keimigrasian adalah hal ihwal orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya kedaulatan Negara”.

Dengan menggunakan pendekatan Gramatikal (tata bahasa) dan pendekatan semantik (Ilmu tentang arti kata). Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kata hal diartikan sebagai keadaaan, peristiwa, kejadian (sesuatu yang terjadi). Sementara itu ihwal diartikan hal, perihal. Dengan demikian, hal ihwal diartikan sebagai berbagai keadaan, peristiwa, kejadian. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa

(42)

Indonesia, kata lalu lintas diartikan sebagai hubungan antara suatu tempat dan tempat lain, hili-mudik, bolak-balik.9 Dengan demikian, berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian terdapat 2 (dua) unsur pengaturan yang penting, yaitu :

a. Pengaturan tentang berbagai hal mengenai lalu lintas orang yang masuk, keluar dan tinggal dari dan dalam wilayah Negara Republik Indonesia.

b. Pengaturan tentang berbagai pengawasan tidak hanya orang asing saja, namun juga warga Negara Indonesia di wilayah Indonesia, guna tegaknya kedaulatan negara.

Unsur pertama, pengaturan lalu lintas keluar masuk wilayah Indonesia. Berdasarkan hukum internasional pengaturan hal ini merupakan hak dan wewenang suatu negara serta merupakan salah satu perwujudan dan kedaulatan sebagai Negara hukum yang berdasarkan pancasila dan Undang-undang Republik Indonesia dasar 1945, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang keimigrasian 17 membedakan antara emigrasi dan imigrasi.

Selanjutnya, berdasarkan pasal 1 ayat 12 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 pengaturan lalu lintas keluar masuknya wilayah Indonesia ditetapkan harus melewati Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) yaitu di Pelabuhan Laut, Bandar Udara, Pos Lintas Batas, atau tempat lain sebagai tempat masuk dan keluar wilayah Indonesia.

Pelanggaran atas ketentuan ini dikategorikan sebagai tindakan memasuki wilayah Negara Indonesia secara tidak sah, artinya setiap lalu-lintas keluar masuk wilayah tidak melalui Tempat Pemeriksaan

9 Kamus Besar Bahasa Indonesia,( Jakarta: Balai Pustaka, 2001).

(43)

Badan Penelitian Dan Pengembangan Hukum Dan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

26

Imigrasi, merupakan tindakan yang dapat dikenakan pidana dan hal tersebut ditetapkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian pasal 113. Unsur kedua dari pengertian Keimigrasian yaitu pengawasan orang asing di wilayah Indonesia. Dalam rangka ini “pengawasan” adalah keseluruhan proses kegiatan untuk mengontrol atau mengawasi apakah proses pelaksanaan tugas telah sesuai dengan rencana atau aturan yang ditentukan.10 Maka pengertian pengawasan orang asing adalah seluruh rangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mengontrol masuk dan keluarnya wilayah Indonesia melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi serta keberadaan orang asing di Indonesia telah atau tidak sesuai maksud dan tujuan orang asing tersebut masuk ke Indonesia dengan visa yang diberikan sesuai dengan ketentuan Keimigrasian yang berlaku.

Pengawasan orang asing meliputi masuk dan keluarnya orang asing dan dari wilayah Indonesia, dan keberadaan serta kegiatan orang asing di wilayah Indonesia. Pengawasan orang asing sebagai suatu rangkaian kegiatan pada dasarnya telah dimulai dan dilakukan oleh perwakilan Republik Indonesia diluar negeri ketika menerima permohonan pengajuan visa. Pengawasan selanjutnya dilaksana- kan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi ketika Pejabat Imigrasi dengan kewenangannya yang otonom memutuskan menolak atau memberikan izin tinggal yang sesuai dengan visa yang dimilikinya sesuai dengan maksud dan tujuan orang asing tersebut masuk ke Indonesia, selanjutnya pengawasan beralih ke Kantor Imigrasi yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal warga asing tersebut guna mengawasi lebih lanjut kegiatan yang dilakukan. Dari

10 Iman Santoso, Perspektif Imigrasi dalam Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan Nasional, (Jakarta: UI-Press,2004), hlm. 20.

(44)

keseluruhan prosedur Keimigrasian yang ditetapkan, perlu dipahami bahwa operasionalisasinya dilaksanakan berdasarkan politik Hukum Keimigrasian yang bersifat selektif.

B. Fungsi Keimigrasian

Dari uraian mengenai pengertian umum, dapat dinyatakan juga bahwa pada hakikatnya Keimigrasian merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam pemberian pelayanan dan penegakan hukum serta pengaman terhadap lalu lintas masuk serta keluar orang ke dalam wilayah Republik Indonesia, serta pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya kedaulatan negara. Dari pernyataan tersebut, maka secara operasional peran Keimigrasian dapat diartikan dalam konsep 4 (empat) fungsi Keimigrasian. Dimana konsep ini menyatakan bahwa sistem Keimigrasian, baik ditinjau dari budaya hukum keimigrasian, materi hukum (Peraturan Hukum) keimigrasian, lembaga, aparatur, mekanisme hukum keimigrasian, sarana dan prasarana hukum keimigrasian dalam operasionalisasinya harus selalu mengandung 4 (empat) fungsi keimigrasian yaitu:

a. Fungsi Pelayanan Keimigrasian

Salah satu fungsi keimigrasian adalah fungsi penyelenggara- an pemerintahan atau administrasi negara yang men- cerminkan aspek pelayanan. Dari aspek itu imigrasi dituntut untuk memberikan pelayanan prima di bidang keimigrasian, baik kepada Warga Negara Indonesia (WNI) atau Warga Negara Asing (WNA). Pelayanan bagi Warga Negara Indonesia terdiri dari:

(45)

Badan Penelitian Dan Pengembangan Hukum Dan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

28

1. Pemberian Surat Perjalanan Republik Indonesia (SPRI), dan PLB;

2. Pemberian Tanda Masuk dan Tanda Keluar Pelayanan bagi Warga Negara Asing terdiri dari :

a. Pemberian Dokumen Keimigrasian (Dokim) berupa: Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS), Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP), Kemudahan Khusus Keimigrasian (DAHSUSKIM) bagi Awak alat angkut.

b. Perpanjangan Izin Tinggal berupa : Visa

Kunjungan Satu Kali Perjalanan, Visa Kunjungan Saat Kedatangan.

c. Perpanjangan Dokim meliputi Perpanjangan KITAS, KITAP, DAHSUSKIM.

d. Pemberian Izin Masuk Kembali, Izin Bertolak, Tanda Masuk dan Tanda Keluar.

b. Fungsi Penegakan Hukum

Dalam pelaksanaan tugas Keimigrasian, keseluruhan aturan Hukum Keimigrasian itu ditegakkan kepada setiap orang yang berada di dalam wilayah negara hukum Negara Republik Indonesia baik itu Warga Negara Indonesia atau WNA. Penegakan hukum keimigrasian terhadap warga Negara Indonesia ditujukan pada permasalahan:

1. Pemalsuan Identitas;

2. Pertanggungjawaban Sponsor;

3. Kepemilikan Paspor Ganda;

4. Keterlibatan dalam pelaksanaan pelanggaran aturan Keimigrasian Penegakan Hukum Keimigrasian kepada Warga Negara Asing ditujukan pada permasalahan:

(46)

a. Pemalsuan Identitas Warga Negara Asing (WNA);

b. Pendaftaran Orang Asing (POA) dan Pemberian Buku Pengawasan Orang Asing (BPOA);

c. Penyalahgunaan Izin Tinggal;

d. Masuk secara tidak sah (Illegal Entry) atau Tinggal secara tidak sah (Illegal Stay);

e. Pemantauan atau Razia;dan

f. Kerawanan Keimigrasian secara Geografis dalam perlintasan.

Secara operasional fungsi penegakan hukum yang dilak- sanakan oleh imigrasi Indonesia juga mencakup pe- nolakan pemberian tanda masuk, tanda keluar pada tempat pemeriksaan imigrasi, pemberian izin tinggal keimigrasian dan tindakan keimigrasian. Semua itu merupakan bentuk penegakan hukum yang bersifat administratif. Sementara itu, dalam hal penegakan hukum yang bersifat Pro Justitia yaitu kewenangan penyidikan tercakup tugas penyidikan dalam mencakup pelanggaran keimigrasian (pemanggilan, penangkapan, penahanan, pemeriksaan, penggeledahan, penyitaan), pemberkasaan perkara, serta pengajuan berkas perkara ke penuntut umum yang nantinya dalam proses pelaksanaan tersebut imigrasi melakukan koordinasi dengan beberapa instansi terkait seperti Kepolisian, Pengadilan Negeri, dan Kejaksaan.

c. Fungsi Keamanan Negara

Imigrasi berfungsi secara penjaga pintu gerbang negara.

Dikatakan demikian karena Imigrasi merupakan institusi pertama dan terakhir yang menyaring kedatangan dan keberangkatan orang asing ke wilayah Republik Indonesia.

(47)

Badan Penelitian Dan Pengembangan Hukum Dan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

30

Pelaksanaan fungsi keamanan yang ditujukan kepada warga negara Indonesia dijabarkan melalui tindakan pencegahan ke luar negeri bagi warga negara Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepala Badan Narkotika Nasional, atau pimpinan Kementerian/lembaga yang memiliki kewenangan pencegahan11. Sedangkan dalam pelaksanaan penangkalan bagi warga negara Indonesia dikarenakan tidak sesuai dengan prinsip dan kebiasaan Internasional yang menyatakan seorang warga negara tidak boleh dilarang masuk ke negaranya sendiri12. Pelaksanaan fungsi keamanan yang ditujukan kepada Warga Negara Asing (WNA) adalah:

1. Melakukan seleksi terhadap setiap maksud kedatangan orang asing melalui pemeriksaan permohonan Visa;

2. Melakukan kerjasama dengan aparatur keamanan negara lainnya khususnya di dalam memberikan supervise perihal penegakan Hukum Keimigrasian;

3. Melakukan operasi Intelijen Keimigrasian bagi ke- penting an Negara;

4. Melakukan pencegahan dan penangkalan yaitu larangan bagi seseorang untuk meninggalkan wilayah Indonesia dalam jangka waktu tertentu dan/atau larangan untuk memasuki wilayah Indonesia dalam waktu tertentu.

11 Pasal 91 ayat 3 Undang – undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian 12 Alenia 13 Penjelasan atas Undang – undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang

Keimigrasian

(48)

d. Fungsi Fasilitator Pembangunan Kesejahteraan Masyarakat

Dampak era globalisasi telah mempengaruhi system per- ekonomian negara Republik Indonesia dan untuk meng- antisipasinya diperlukan perubahan peraturan per- undangan-undangan, baik di bidang ekonomi industri, perdagangan, transportasi, ketenagakerjaan, maupun per- aturan di bidang lalu lintas orang dan barang.

Perubahan tersebut diperlukan untuk meningkatkan intensitas hubungan Negara Republik Indonesia dengan dunia Internasional yang mempunyai dampak sangat besar terhadap pelaksanaan fungsi dan tugas keimigrasian.

Penyederhanaan prosedur Keimigrasian bagi investor asing yang menanamkan modalnya di Indonesia perlu dilakukan antara lain memberika kemudahan izin tinggal tetap bagi para penanam modal yang telah memenuhi syarat tertentu sehingga diharapkan akan tercipta investasi yang menyenangkan dan dalam hal itu akan lebih menarik minat investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Dalam melaksanakan kegiatan tersebut, harus diingat bahwa di era sekarang ini aspek hubungan kemanusian yang selama ini bersifat nasional berkembang menjadi bersifat Internasional, terutama di bidang perekonomian demi kesejahteraan. Untuk mengantisipasinya, perlu menata atau mengubah peraturan perundang-undangan, secara sinergi baik di bidang ekonomi, industri, perdagangan, transportasi, ketenagakerjaan, maupun peraturan di bidang lalu lintas orang dan barang yang dapat menfasilitasi pertumbuhan ekonomi. Perubahan itu diperlukan guna meningkatkan

(49)

Badan Penelitian Dan Pengembangan Hukum Dan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

32

intensitas hubungan negara Republik Indonesia dengan dunia internasional yang mempunyai dampak sangat besar pada pelaksanaan fungsi dan tugas pokok keimigrasian serta menghindari adanya tumpang tindih peraturan. Di dalam perkembangan 4 (empat) fungsi imigrasi merupakan pergeseran dari perubahan Trifungsi Imigrasi sebelumnya yang dituntut adanya perubahan yang disampaikan oleh Yusril Ihza Mahendra yaitu :

Trifungsi Imigrasi yang merupakan ideology atau pandangan hidup bagi setiap kebijakan dan pelayanan Keimigrasian harus diubah karena perubahan zaman.

Paradgima konsepsi keamanan saat ini mulai bergeser, semula menggunakan pendekatan kewilayahan (territory) yang hanya meliputi keamanan nasional (national security) berubah menjadi pendekatan yang komprehensif selain keamanan nasional juga keamanan warga masyarakat (human security) dengan menggunakan pendekatan hukum. Mendukung konsepsi tersebut, saya hanya memberi pesan agar insane Imigrasi mengubah cara pandang mengenai konsep keamanan yang semula hanya sebagai alat kekuasaan, agar menjadi aparatur yang dapat memberikan kepastian hukum, mampu melaksanakan penegakan hukum dan dapat memberikan perlindungan kepada masyarakat. Bertitik tolak dari berbagai tantangan itu, sudah waktunya kita membuka cakrawala berpikir yang semula hanya dalam cara pandang ke dalam (inward looking) menjadi cara pandang ke luar (outward looking) dan mulai mencoba untuk mengubah paradigma Trifungsi Imigrasi yang pada mulanya sebagai pelayan masyarakat, penegak hukum, dan sekuriti agar diubah menjadi Trifungsi Imigrasi baru yaitu sebagai pelayan masyarakat, penegakan hukum dan fasilitator pembangunan ekonomi.

(50)

Hal tersebut yang menjadi salah satu pemikiran perubahan Trifungsi Imigrasi berdasarkan perkembangan jaman dan era globaliasai sekarang ini menjadi 4 (empat) fungsi Imigrasi dengan ditambah fungsi fasilitator Pembangunan Kesejahteraan Masyarakat .

C. Hukum Keimigrasian Indonesia dalam Sistem Hukum Nasional.

Dalam ilmu hukum terdapat beberapa ilmu hukum positif sebagai induk, yaitu ilmu hukum kepidanaan, ilmu keperdataan, ilmu hukum kenegaraan dan ilmu hukum Internasional.13 Sejalan dengan perkembangan zaman telah tumbuh pula berbagai cabang ilmu hukum sebagai disiplin hukum baru, seperti hukum adminsitrasi negara, hukum agrarian, hukum pajak, hukum lingkungan, hukum ekonomi, dan hukum keimigrasian. Jika dikaitkan dengan ilmu hukum kenegaraan, khususnya merupakan cabang ilmu dari hukum adminsitrasi negara. Hal itu terlihat dari fungsi keimigrasian yang dilaksanakannya yaitu fungsi penyelenggaraan pemerintahan atau administrasi negara (bestuur) dan pelayanan masyarakat (public dienst), bukan pembentukan Undang-undang (wetgever) dan bukan juga fungsi peradilan (rechtspraak). Dengan demikian, keimigrasian dapat dilihat dalam perspektif hukum adminstrasi negara.

Sesungguhya, masalah keimigrasian justru merupakan sebagian kebijakan arogan administrasi negara yang melaksanakan kegiatan pemerintahan (administrasi negara). Kebijakan yang dimaksud adalah gambaran dari perbuatan hukum pemerintah (overheads handeling). Contoh, kewenangan imigrasi untuk menangkal dan

13 A. Ridwan Halim, Flora Liman P, Persoalan Praktis Filsafat Hukum dalam Himpunan Distingsi, (Jakarta; UKI 2002), hlm. 22.

(51)

Badan Penelitian Dan Pengembangan Hukum Dan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

34

mencegah orang yang hendak masuk atau keluar wilayah Indonesia.

Dalam ilmu pengetahuan hukum dikenal istilah pembidangan hukum yang secara khusus terbagi menurut fungsi pengaturannya.

Pembidangan hukum tersebut dalam prakteknya dapat dijabarkan sebagai berikut14 :

Bidang Hukum Materiil, terdiri atas:

a. Hukum negara yang mencakup: Hukum tata negara, dan Hukum administrasi Negara;

b. Hukum perdata yang mencakup hukum pribadi,hukum benda,hukum perjanjian, hukum keluarga, hukum waris, hukum objek immaterial, dan hokum penyelewengan perdata dan sikap tindak lain; dan

c. Hukum pidana.

Bidang Hukum Formil

a. Hukum tata negara formil atau hukum acara tata negara;

b. Hukum administrasi negara formil atau hukum acara administrasi negara;

c. Hukum perdata formil atau hukum acara perdata; dan d. Hukum pidana formil atau hukum acara pidana.

e. Bidang Hukum Hubungan Antar Tata Hukum (HATAH), khusus mengatur penyelesaian perkara yang mengandung pertemuan antara 2 (dua) atau lebih sistem hukum (HATAH intern dan HATAH ekstern).

Luas lingkup keimigrasian tidak lagi hanya mencakup peng- aturan, penyelenggaraan masuk-keluar orang dari dan ke dalam

14 Ibid.

(52)

wilayah Indonesia, serta pengawasn orang asing yang berada di wilayah Indonesia, tetapi telah bertalian juga dengan pencegahan orang keluar wilayah Indonesia dan penangkalan orang masuk wilayah Indonesia demi kepentingan umum, penyidikan atas dugaan terjadinya tindak pidana keimigrasian. Maka, dapat dikatakan bahwa fungsi keimigrasian merupakan fungsi penyelenggaraan adminsitrasi negara atau penyelenggaraan administrasi pemerintahan (besteur) . Oleh karena itu, sebagai bagian dari penyelenggaraan kekuasaan eksekutif, yaitu fungsi administrasi negara dan pemerintah, makan hukum keimigrasian dapat dikatakan merupakan bagian dari bidang hukum administrasi negara15.

Hukum administrasi negara mengatur tata cara menjalankan pemerintahan atau administrasi negara serta mengatur hubungan antara aparatur administrasi negara dan masyarakat yang mencakup 2 (dua) hal pokok. Pertama, mengatur tata cara administrasi negara (diperkenankan atau diwajibkan) yang mencampuri kehidupan masyarakat, seperti tata cara berpergian ke luar negeri, pemberian izin masuk ke dalam negeri, dan Izin bertempat tinggal di Indonesia.

Kedua mengatur tata cara melindungi masyarakat dari pelanggaran hak warga negara ataupun dari bahaya yang ditimbulkan atau berkaitan dengan orang asing. Berhubungan hukum keimigrasian harus mengikuti dan tunduk pada asas-asas dan kaidah hukum administrasi negara umum (algemen administratiefrecht) terdapat 2 (dua) asas umum yang harus diterapkan dalam setiap implementasi peran keimigrasian yaitu:

a. Asas-asas umum penyelenggaraan administrasi yang baik (general principles of good administration) yang mencakup

15 Bagir Manan, Hukum Keimigrasian dalam Sistem Hukum Nasional, disampaikan dalam Rapat Kerja Nasional Keimigrasian, 14 Januari 2000, hlm. 7.

(53)

Badan Penelitian Dan Pengembangan Hukum Dan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

36

asas persamaan perlakuan, asas dapat dipercaya, asas kepastian hukum, asas motivasi yang benar, asas larangan melampaui wewenang, asas tidak sewenang wenang, asas keseimbangan dan asas keterbukaan. Oleh karena itu setiap tindakan yang bertentangan dengan asas penyelenggaraan pemerintahan yang baik dapat dijadikan dasar tuntutan bagi koreksi dan pelaksanaan kewajiban hukum aparatur keimigrasian atau ganti rugi sudah tidak mungkin lagi dipulihkan. Setiap keputusan yang bertentangan dengan asas penyelenggaraan pemerintahan yang baik dapat dijadikan dasar tuntutan atau pembatalan, disertai ganti rugi;

b. Asas legalitas, yaitu setiap tindakan pejabat administrasi negara dilaksanakan menurut ukuran hukum yang berlaku mencakup ukuran kewenangan, ukuran isi tindakan atau isi keputusan, ukuran tata cara melakukan tindakan atau membuat keputusan, sebab tindakan atau keputusan yang bertentangan dengan asas legalitas dapat mengakibatkan tindakan atau keputusan yang bersangkutan batal demi hukum.

Dalam perspektif yang lebih besar lagi, dapat dikatakan bahwa hukum keimigrasian merupakan bagian dari hukum ekonomi. Dalam perspektif pembangunan nasional, hukum mempunyai peranan yang penting bagi keberhasilan pembangunan ekonomi, sebab melalui hukum, selain ditetapkan hak dan kewajiban, proses serta kelembagaan dari setiap kegiatan interkasi ekonomi juga diberikan kepastian mengenai subjek dan objek hukum dalam setiap kegiatan ekonomi. Karena semakin banyak peraturan yang mengatur bidang perekonomian dengan menggunakan kaidah hukum administrasi negara ini, terbentuklah bidang hukum baru yang disebut hukum ekonomi dalam arti sempit yang diberi nama droit economique. Hal

(54)

yang membuktikan bahwa kaidah hukum keimigrasian merupakan bagian dari hukum ekonomi dalam arti sempit adalah ketika kepemilikan hak orang asing atas satuan rumah susun (apartemen dan kondominium) di Indonesia hanya diberikan apabila orang asing tersebut adalah pemegang KITAS (Kartu Izin Tinggal Terbatas).

KITAS ini merupakan produk administrasi negara yang berasal dari kaidah keimigrasian. Demikian pula dengan pemberian izin tinggal keimigrasian, seperti izin kunjungan, izin tinggal terbatas, ataupun izin tinggal tetap yang dikaitkan dengan invenstasi pekerjaan, aktivitas perdagangan dan pembicaraan transaksti bisnis.

D. Bebas Visa Kunjungan

Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang mengatur tentang masuk dan keluar wilayah indonesia, dimana setiap orang yang masuk atau ke luar wilayah Indonesia wajib memiliki Dokumen perjalanan yang sah dan masih berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Undang-undang Keimigrasian.

Surat perjalanan atau yang lebih dikenal dengan paspor adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dari suatu negara yang memuat identitas pemegangnya dan berlaku untuk melakukan perjalanan antar negara. Pasal 38 Undang-undang No.6 Tahun 2011 menyebutkan visa kunjungan diberikan kepada orang asing yang akan melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia dalam rangka kunjungan tugas pemerintahan, pendidikan, sosial budaya, pariwisata, bisnis, keluarga, jurnalistik, atau singgah untuk meneruskan perjalanan ke negara lain adapun Jenis-jenis Visa Kunjungan, antara lain:

(55)

Badan Penelitian Dan Pengembangan Hukum Dan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

38

1. Visa kunjungan saat kedatangan : Diberikan selama 30 (tiga puluh) hari dan dapat diperpanjang untuk 30 hari namun tidak dapat dialih statuskan;

2. Bebas Visa Kunjungan Singkat : Jenis visa ini diberikan selama 30 (tiga puluh) hari dan tidak dapat diperpanjang maupun dialihstatuskan;dan

3. Visa Kunjungan Beberapa Kali Perjalanan: Jenis visa ini tidak dapat diperpanjang maupun dialihstatuskan. Diberikan kepada orang asing yang akan melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia berlaku untuk 1 (satu) tahun dengan setiap kali kunjungan tidak boleh lebih dari 60 (enam puluh) hari.

Pelanggaran mengenai visa kunjungan yang tentunya harus disikapi oleh pemerintah khususya divisi keimigrasian kanwil Hukum dan HAM Bali. Berdasarkan Undang–undang Keimigrasian, Divisi keimigrasian memiliki kewenang untuk menangani pelanggaran keimigrasian tersebut. Bahwa akibat hukum terhadap penyalahgunaan visa kunjungan bagi warga negara asing yang bekerja di Bali dapat dikenakan tindakan keimigrasian sesuai dengan Pasal 75 ayat (1) Undang – undang Keimigrasian dimana pejabat imigrasi berwenang melakukan tindakan administratif keimigrasian terhadap orang asing yang berada diwilayah Indonesia yang melakukan kegiatan berbahaya dan patut diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum atau tidak menghormati atau tidak menaati Peraturan Perundang-undangan.

Adapun beberapa macam tindakan administratif keimigrasian yang dapat ditempuh oleh deivisi keimigrasian sebagaimana diatur dalam Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang Keimigrasian, tindakan administratif, keimigrasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa :

(56)

a. Pencatuman dalam daftar pencegahan atau penangkalan;

b. Pembatasan, perubahan, atau pembatalan izin tinggal;

c. Larangan untuk berada di satu atau beberapa tempat tertentu di wilayah Indonesia;

d. Keharusan untuk bertempat tinggal di suatu tempat tertentu di wilayah Indonesia;

e. Pengguanaan biaya beban; dan/atau

f. Deportasi dari wilayah Indonesia Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori pengawasan.

(57)

Referensi

Dokumen terkait

PROSES PERMINTAAN BAHAN BAKU PASTRY KITCHEN PADA STORE REQUISITION DI HOTEL NEW

PEMERINTAH KOTA BANJAR..

PEMERINTAH KOTA BANJAR..

Keputusan Panitia Pengadaan Nomor : Kep/16/VII/2016/PAN tanggal 22 Juli 2016 tentang Penetapan Penyedia Pengadaan pekerjaan konstruksi pembangunan gudang bekum type

Dalam rangka meningkatkan kemampuan penggunaan Sistem Informasi Manajemen Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (SIMLITABMAS) di perguruan tinggi dalam unggah dan

penanaman kebiasaan yang cenderung menjadi simtom gangguan obsesi kompulsi yang dilakukan oleh keluarga besar Ani membuat Ani terus melakukannya, bahkan Ani menjadi

Apabila sampai dengan batas waktu yang telah ditetapkan sebagaimana tersebut diatas, saudara tidak dapat hadir atau tidak dapat menunjukkan dokumen asli untuk melakukan

Berdasarkan hasil Evaluasi Administrasi, Teknis dan Biaya, kami Kelompok Kerja Jasa Konsultansi Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Kabupaten Lamandau mengumumkan