BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kumis Kucing
Klasifikasi tanaman kumis kucing adalah sebagai berikut: (United States Department of Agriculture, 2020)
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Tracheobionta Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Suku : Labiatae / Lamiaceae Marga : Orthosiphon Benth.
Tanaman kumis kucing merupakan tanaman yang tumbuh tegak, pada bagian buku berakar, tinggi hingga 2m. Batang segi 4 beralur, rambut pendek atau gundul serta rapuh. Bentuk daun bulat lonjong, atau belah ketupat, panjang1 – 10cm dan lebar 7,5mm – 5cm. rambut tipis atau gundul pada urat tepi daun, bintik pada permukaan, panjang tangkai 3cm.
Perbungaan berupa tandan keluar pada ujung cabang, panjang 7 – 29cm, rambut pendek warna ungu berubah putih, gagang rambut jarang serta pendek, panjang 1 - 5mm. Kelopak bunga berkelenjar, arat dan pangkal berambut jarang dan pendek atau gundul di bagian atas. Bunga bibir, mahkota bunga berwarna ungu pucat atau putih, panjang 13 - 27mm, berambut ungu atau putih pendek bagai kumis kucing di bagian atas, panjang tabung 10 - 18mm, panjang bibir 4,5 - 10mm, helai bunga tumpul, bundar. Benang sari lebih panjang dari tabung bunga dan melebihi bibir bunga bagian atas. Bunga geluk berwarna coklat gelap, panjang 1,75 - 2mm.
Terdapat tiga jenis tumbuhan kumis kucing yaitu kumis kucing berbunga biru, berbunga putih dengan batang serta tulang dan tangkai bunga coklat kemerahan, dan yang berbunga putih (Permenkes, 2016). Tanaman kumis kucing dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar II.1. Tanaman Kumis Kucing (Materia Medika Malang, 2020)
2.1.1 Kandungan Zat Aktif
Kandungan kimia pada tanaman kumis kucing ialah flavon, polifenol, protein aktif, glikosida, dan kalium. (Permenkes, 2016)
2.1.2 Khasiat Tanaman Obat
Menurut WHO (World Health Organization), bahwa 80% orang yang tinggal di Negara berkembang umumnya mengkonsumsi obat tradisional untuk memelihara kesehatan mereka. Terutama di Negara tropis seperti Indonesia.
Tanaman kumis kucing telah lama digunakan sebagai obat tradisional.
Secara empiris, masyarakat setempat menggunakan kumis kucing sebagai obat untuk penyakit pada ginjal. Namun, banyak penelitian yang menunjukkan bahwa khasiat kumis kucing sangat luas, seperti hipertensi, hepatitis, penyakit kuning, antioksidan, anti mikroba dan diabetes mellitus.
Khasiat dari tanaman kumis kucing antara lain radang amandel, ayan,nyeri haid, ginjal/empedu/ kencing berbatu, kencing kurang lancar, kencing manis, kencing nanah, rajasinga, pirai sendi, dan hipertensi. (Kemenkes RI, 2011)
2.2 Penggolongan Obat Tradisional
Berdasarkan cara pembuatan, penggunaan, dan tingkat pembuktian khasiat, Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan sebagai jamu, obat herbal terstandar (OHT), dan fitofarmaka. (BPOM, 2004)
2.2.1 Jamu (Empirical Based Herbal Medicine)
Jamu adalah ramuan tradisional yang dikenal secara turun temurun dan digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai pemenuh kebutuhan kesehatan.
Gaya hidup yang kembali pada alam tersebut menyadarkan masyarakat Indonesia akan pentingnya penggunaan obat dengan bahan alami (obat tradisional). (BPOM, 2013)
Jamu merupakan ramuan dari tumbuhan, hewan, mineral, sarian (galenik), atau campuran dari bahan - bahan tersebut. Jamu juga sering kali digunakan sebagai kombinasi pengobatan untuk mengobati penyakit kronis. Keuntungan pengobatan menggunakan tumbuhan obat antara lain, relative aman dikonsumsi, toksisitas rendah, dan tanpa residu. (Biofarmaka, 2013)
2.2.2 Obat Herbal Terstandar (Scientific Based Herbal Medicine)
Obat herbal terstandar ialah sediaan yang terstandardisasi bahan baku nya pada produk jadi, memenuhi persyaratan aman dan mutu, serta klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah / praklinik. (Permenkes, 2016)
Obat herbal terstandar harus aman sesuai persyaratan, klaim khasiat terbukti secara ilmiah/ pra klinik, dan telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang dipakai pada produk jadi memenuhi persyaratan mutu ynag berlaku. Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat verifikasi medium dan tinggi. (BPOM, 2004)
Obat herbal terstandar merupakan obat tradisional yang melalui proses ekstraksi bahan alam. Proses ini membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan berharga mahal, dan memerlukan tenaga kerja yang mendukung.Obat herbal terstanda harus sesuai dengan standar kandungan berkhasiat, standar pengerjaan ekstrak, standar pengerjaan obat tradisional yang higienis, serta uji toksisitas akut hingga kronis. (Anonim, 2009)
2.2.3 Fitofarmaka (Clinical Based Herbal Medicine)
Fitofarmaka merupakan sediaan obat bahan alam yang terbukti keamanan dan khasiatnya secara ilmiah yang diuji secara praklinis menggunakan hewan percobaan dan uji klinis pada manusia serta bahan baku yang telah terstandardisasi. (Wasito, 2011)
Fitofarmaka ialah bentuk sediaan obat tradisional berdasarkan bahan alam dengan proses pembuatan yang terstandar, ditunjang menggunakan uji klinik pada manusia sebagi bukti ilmiah. Uji klinik mampu memastikan para tenaga medis untuk menggunakan obat herbal pada sarana pelayanan kesehatan. (BPOM, 2017)
Sediaan fitofarmaka harus aman, klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/pra klinik, menggunakan bahan baku yang terstandar, dan memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat verifikasi medium dan tinggi. (BPOM, 2004)
a b c
Gambar II.2. Logo obat tradisional a. Jamu, b. Obat Herbal Terstandar, dan c. Fitofarmaka
2.3 Tinjauan Simplisia
Simplisia ialah bahan alam kering yang ditujukan sebagai perngobatan tanpa melalui pengolahan, suhu pengeringan tidak lebih dari 60°C. Serbuk simplisia merupakan sediaan obat tradisional yang terbuat dari simplisia atau campuran ekstrak berupa butiran homogen dengan derajat halus yang sesuai, digunakan dengan cara diseduh dengan air panas. (BPOM, 2019)
Simplisia digolongkan menjadi 3 kategori yaitu simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia mineral (Depkes RI, 1995). Simplisia nabati adalah simplisia dari tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat adalah isi sel yang dikeluarkan dari tanaman.. Simplisia hewani adlah simplisia dari hewan atau zat-zat hewan yang berguna. Simplisia mineral adalah simplisia mineral yang telah atau belum diolah dengan cara tertentu.
2.4 Tinjauan Ekstrak
Ekstrak merupakan hasil ekstraksi zat aktif simplisia nabati atau simplisia hewani dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstrak cair diperoleh dari
simplisia nabati dan mengandung etanol sebagai pelarut atau pengawet. (Depkes RI, 1995)
Faktor yang mempengaruhi ekstrak yakni faktor biologi dan faktor kimia.
Faktor biologi meliputi spesies tumbuhan, lokasi tumbuh, waktu panen, penyimpanan bahan tumbuhan, umur tumbuhan, dan bagian yang digunakan.
Sedangkan faktor kimia meliputi faktor internal (senyawa aktif), dan faktor eksternal (metode ekstraksi, perbandingan ukuran alat, ukuran kekerasan dan kekeringan bahan, pelarut yang digunakan, kandungan logam berat, kandungan pestisida). (Depkes RI, 2000)
Faktor penentu mutu ekstrak, antara lain kesahihan tanaman, genetic, lingkungan, habitat, bahan pendukung pertumbuhan, waktu panen, penangan setelah panen, teknologi ekstraksi, teknologi pengentalan, pengeringan ekstrak, dan penyimpanan ekstrak. (Saifudin et al, 2011)
2.4.1 Metode Ekstraksi
Ekstraksi merupakan sebuah proses pemisahan secara kimia atau fisika suatu bahan padat atau bahan cair dari suatu padatan. Metode ekstraksi menggunakan pelarut dibedakan menjadi dua ialah cara dingin dan cara panas.
Cara dingin dibagi menjadi dua yaitu dengan metode maserasi dan perkolasi.
Sedangkan, cara panas terbagi menjadi lima jenis yaitu metode refluks, soxhlet, digesti, infus, dan dekok. (Depkes RI, 2000)
Metode Maserasi 2.4.1.1
Maserasi merupakan proses ekstraksi simplisia sederhana menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur ruangan (Depkes RI, 2000). Kata maserasi berasal dari bahasa latin yaitu maserace yang brrarti mengairi atau melunakkan. Dasar maserasi adalah melarutnya bahan kandungan simplisia dari sel yang rusak, ynag terbentuk pada saat penghalusan, ekstraksi (difusi) bahan kandungan dari sel yang masih utuh. (Voight, 1994)
Maserasi dilakukan dengan proses perendaman serbuk bahan dalam larutan pengekstrak. Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya mudah ditemukan dan pengerjaannya dilakukan secara sederhana.
Beberapa variasi dari metode maserasi antara lain digesti, maserasi melalui pengadukan kontinyu, remaserasi, maserasi melingkar, dan maserasi melingkar
bertingkat. Digesti merupakan metode maserasi yang menggunakan pemanasan lemah (40-50°C). Maserasi dengan menggunakan pengadukan (Hargono et al., 1986)
Metode Perkolasi 2.4.1.2
Perkolasi merupakan proses melewatkan pelarut pada sampel. Tingkat efektifitas proses ini lebih besar untuk senyawa organik yang sangat mudah larut dalam pengekstrak. (Darwis, 2000)
Perkolasi merupakan proses ekstraksi dengan bahan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada suhu ruangan. Proses tterdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan / penampungan ekstrak), dilakukan secara terus menerus hingga diperoleh perkolat yang jumlahnya 1 - 5kali bahan. (Depkes RI, 2000)
Proses perkolasi dilakukan didalam wadah berbentuk silindirs (perkolator) yang terdapat jalan masuk serta keluar. Masukkan bahan ekstrak secara kontinu secara mengalir lambat melintasi serbuk kasar dalam rentang waktu tertentu.
(Voigt, 1984)
2.5 Tinjauan Granul
Granul terdiri dari gumpalan partikel kecil yang tidak beraturan namun mampu membentuk partikel tunggal yang lebih besar. Ukuran ayakan 4 – 12 mesh. Granul biasanys dikempa menjdi tablet atau pengisi kapsul, tanpa atau dengan bahan tambahan. (Ansel, 2011)
2.5.1 Metode Granulasi
Metode granulasi dilakukan secara basah dan kering. Untuk zat aktif yang berupa ekstrak kental dibuat dengan metode granulasi basah.
2.5.1.1. Metode Granulasi Basah
Granulasi basah merupakan proses campuran antara partikel zat aktif dengan eksipien menjadi partikel yang lebih besar dengan cara menambahkan cairan pengikat dalam jumlah yang tepat sehingga terjadi massa lembab yang dapat digranulasi (Depkes RI, 1995). Metode granulasi basah dibuat untuk mengikat serbuk pada suatu perekat sebagai pengganti pengompakan, mengubah massa lembab menjadi kasar, gumpalan granul dengan melewatkan massa pada
ayakan dengan tujuan granul lebih berkonsolidasi, meningkatkan banyaknya tempat kontak partukel dan meningkatkan luas permukaan untuk memudahkan pengeringan. (Lachman, 1994)
Metode Granulasi Kering 2.5.1.2
Metode granulasi kering dilakukan dengan cara memasukkan massa serbuk diantara mesin rol hidrolik untuk menghasilkan massa kadar yang tipis, selanjutnya diayak atau digiling sampai diperolehnya granul dengan ukuran yang diinginkan. Keuntungan dari granulasi kering adalah tidak diperlukan panas dan kelembaban dalam prosesnya. (Farmakope Indonesia V, 2014)
2.5.2 Mutu Fisik Granul
Tujuan dilakukannya uji kualitas fisik granul ialah untuk memperoleh granul yang sesuai persyaratan agar dapat dicetak. Uji ini meliputi kecepatan alir dan sudut diam, kandungan lengas, kadar fines, kompresibilitas, dan kompaktibilitas.
Kecepatan Alir dan Sudut Diam 2.5.2.1
Kecepatan alir merupakan kemampaun masa kempa memasuki alat pencetak tablet secara merata berdasarkan gaya gravitasi. Massa kempa harus mengalir dengan teratur dan mudah masuk ke dalam ruang cetak tablet.
Teknik pengukuran kecepatan alir salah satunya dengan metode corong.
Metode sudut istirahat ini merupakan metode tidak langsung untuk mengukur kemampuan serbuk mengalir karena kohesi antarpartikel.
Kecepatan alir =
(g/detik) Sudut diam = tg α =
Sudut diam merupakan sudut tetap yang terjadu antara timbunan partike1 bentuk kerucut pada bidang horizontal. Jika sudut diam <300 maka bahan memiliki sifat alir yang baik. Besar kecilnya sudut diam dipengaruhi oleh ukuran, bentuk serta kelembabam massa kempa (Aulton, 2002).
Sudut istirahat dihitung dengan persamaan dibawah ini :
( )
Keterangan0: h = Ketinggian butiran yang membentuk kerucut r = Jari – jari yang diukur dari dasar kerucut = Sudut istirahat (Shah, 2008).
Hasil perhitungan yang valid yaitu timbunann partikel yang membentu kerucut simestris (Shah, 2008). Semakin kecil sudut kemiringannya, maka semakin baik sifat alirnya. (Voight, 1994).
Kandungan Lengas 2.5.2.2
Kandungan lengas merupakan salah satu faktor penentu ketepatan massa granul, stabilitas kimia bahan, dan adamya kontaminasi mikroba. Rendahnya kandungan lengas dapat menyebabkan capping,sedangkan tingginya kandungan lengas menyebabkan picking. Massa granul yang baik mempunyai kandungan lengas 1 - 2%(Aulton, 2002).
Kadar Fines 2.5.2.3
Distribusi ukuran granul guna mengetahui jumlah fines yang ada pada granul. Ukuran partikel pada fines kurang dari mesh 100. Jumlah fines yang baik
<20%(Ansel, 2005). Ukuran partikel granul dapat berpengaruh pada bioavailabilitas, laju disolusi serta penjamin keseragaman kandungan dosis (Ansel, 2011). Alat yang digunakan adalah shieve shaker. Metode ini dilakukan dengan menggetarkan partikel secara mekanik melewati deret pengayak denganukuran yang diketahui dan jumlah serbuk tertinggal atau lewat pada pengayak (Ansel, 2014).
Kompresibilitas 2.5.2.4
Kompresibilitas merupakan pembentukan massa kompak oleh serbuh dengan pemberian tekanan. Alat yang digunakan adalah penekanan hidro1ik.
Serbuk yang membentuk tab1et keras tanpa terjadi capping dianggap kompresibe1.(Siregar et al, 2010)
Kompresibi1itas atau indeks carr’s merupakan ukuran granul yang akan dikompresi. Interaksi antar partike1 berpengaruh pada sifat ruahan dan aliran serbuk, perbandingan antara bobot ruahan (nyata) dan bobot mampat. Bobot
ruahan (nyata) ialah perbandingan antara massa serbuk yang belum dimampatkan dengan vo1ume gelas ukur dan vo1ume pori-pori antarpartike1 granul. Sedangkan bobot mampat adalah tingkat keraaptan granu1 pasca dilakukan pengetukan secara berka1a (Depkes RI, 1995).
Kompaktibilitas 2.5.2.5
Kompaktibilitas ialah kemampuan suatu bahan untuk menghasilkan tablet dengan kekerasan yang cukup. Tujuan dilakukannya uji kompaktibilitas, untuk mengetahui serbuk atau granul yang dikempa mampu membentuk massa kompak atau tidak pasca diberikan tekanan tertentu. Alat yang digunakan adalah penekanan hidrolik. Tablet dikatakan kompaktibel jika tidak terjadi capping atau rusaknya permukaan tablet. (Patel et al., 2006)
2.6 Tinjauan Tablet
Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatannya, tablet digolongkan menjadi tablet cetak dan tablet kempa. Tablet kempa dibuat dengan pemberian tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Sedangkan, tablet cetak dibuat denganmenekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah pada lubang cetakan. Tablet dapat dibuat dalam berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada desain cetakan (Depkes RI, 2014).
Kelebihan sediaan tablet antara lain: dapat menutupi rasa obat tidak menyenangkan, ketepatan dosis serta variabilitas kandungan rendah, biaya murah, sediaan oral yang paling ringan dan kompak, penggunaan mudah, dapat dijadikan produk dengan profil pelepasan khusus, sifat pencampuran kimia dan kompak serta stabilitas mikrobiologi yang baik (Siregar et al., 2010).
Tablet berbeda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancurnya dan cara pemakaiannya serta metode pembuatan tablet (Ansel, 2005).
Bahan tambahan obat berperan penting sebagai agen pelindung dan mampu meningkatkan bioavai1abilitas obat. (Chaudari, 2012).
2.6.1 Bahan Pembawa
Selain zat aktif, pembautan tablet memerlukan bahan tambahan berupa bahan pengisi, pengikat, penghancur,dan lubrikan, serta dapat ditambahkan bahan
perasa (flavoring agent), bahan pewarna yang diizinkan (coloring agent) dan bahan pengaroma (Depkes RI, 1995). Bahan tambahan harus bersifat netra1, tidak berbau, tidak berasa, dan sedapat mungkin tidak berwarna (Voigt, 1984).
Bahan Pengisi 2.6.1.1
Penambahan bahan pengisi bertujuan untuk memperbesar massa tablet yang mengandung zat aktif dalam jumlah sedikit sesuai berat yang dikehendaki dan dapat di kempa dengan baik. Bahan pengisi berfungsi untuk memperbaiki sifat ikatan antara partikel penyusun dan sifat alir, serta bahan yang digunakan harus bersifat netral. (Sheth et al, 1980)
Penambahan bahan pengisi dilakukan bila dosis obat tidak cukup untuk membuat bulk dan memperbaiki daya kohesi. Beberapa kriteria bahan pengisi adalah non-toksik, tersedia dalam jumlah yang cukup, harga relative murah, tidak berkontraindikasi, netral/inert, stabil secara fisika-kimia, bebas mikroba, dan tidak mengganggu warna obat. Bahan pengisi yang sering digunakan yakni laktosa yang dapat dikombinasikan dengan zat aktif sebanyak20 - 25%, tepung jagung, gandum atau kentang. (Lachman dkk, 1994)
Bahan Pengikat 2.6.1.2
Bahan pengikat ditambahkan pada proses granulasi basah sebagai pembentuk granul atau menaikkan kekompakan kohesi pada tablet cetak langsung. Akasia dan tragakan adalah gum alam yang digunakan dalam bentuk larutan 10 - 25%, tunggal atau dikombinasikan. Bahan pengikat lain yang biasa digunakan adalah pasta kanji, gelatin, dan povidon. (Lachman dkk, 1994)
Beberapa bahan pengikat yang biasa dipakai ialah gelatin, metil selulosa, PVP K30, CMC Na, dan HPMC (Niazi, 2009). Diketahui bahwa turunan selulosa seperti CMC Na, Metil Selulosa, dan HPMC memiliki daya ikat yang baik dalam proses granulasi basah (Shokri, 2013). Gelatin sebaga bahan pengikat memiliki daya ikat yang kuat, larut dalam air, dan bersifat stabil (Sugihartini, 2018).
Digunakan bahan pengikat PVP K30 pada penelitian ini,dikarenakan PVP K30 telah banyak digunakan dan menghasilkan sediaan yagn baik. PVP K30 memiliki sifat yang stabil, daya ikat yang tinggi, larut pada air dan etanol, serta mampu membentuk granul yang kompak dan merata. (Rowe et al, 2013)
Penggunaan bahan pengikat yang berlebihan menghasilkan massa terlalu basah dan granul yang keras, sehingga tablet mempunyai waktu hancur yang lama dan sebaliknya. (Voigt, 1984)
Bahan Penghancur 2.6.1.3
Bahan penghancur berfungsi berbalik dengan bahan pengikat tablet serta menahan tekanan saat proses pembuatan tablet. Tablet dapat hancur bila bersentuhan dengan air atau cairan saluran pencernaan. Tablet hancur menjadi granul lalu pecah menjadi partikel-partikel halus dan akhirnya hancur sempurna.
(Gunsel et al, 1970)
Tiga cara penambahan bahan penghancur pada pembuatan tablet secara granulasi, yaitu penambahan internal ialah penambahan bahan penghancur pada proses granu1asi yang bretujuan untuk menghancurkan granu1 menjadi partike1 penyusun granul. Penambahan secara eksternal ialah penambahan bahan penghancur dengna bahan pelican pada granul kering yang telah diayak pra penabletan. Penambahan secara eksternal bertujuan untuk menghancurkan tablet menjadi granul setelah kontak dengan medium air. Kombinasi antara eksternal dan internal ialah sebagian bahan penghancur ditambahkan pada proses granulasi dan sebagian ditambahkan sebelum proses penabletan dengan tujuan tablet dapat hancur menjadi granul pasca kontak dengan medium air. (Aulton, 2002)
Mekanisme aksi bahan penghancur ialah aksi kapiler yaitu pada saat tablet kontak pada cairan, sebab air masuk pada tablet melalui pori yang tebentuk se1ama penabletan. Pengembangan yaitu air dapat lolos dari tablet melalui celah antar partikel atau jembatan hidrofil yang terbentuk oleh bahan penghancur.
Deformasi merupakan masuknya air kedalam tablet ynag memicu partikel kembali ke formasi semula, sehingga tablet hancur dan pecah. Repulsion ialah air yang masuk pada pori-pori tablet mampu menetra1isir muatan listrik yang terjadi saat pengempaan. (Rudnic dan Kottke, 2002)
Lubrikan 2.6.1.4
Lubrikan berfungsi sebagai pengurang gesekan antar dinding tablet dengan dinding ruang cetak (Lachman dkk, 1994). Bahan lubrikan yang biasa digunakan ialah asam stearate, magnesium stearate konsentrasi 0.2 - 2.0%, PEG, kalsium stearate, natrium stearil fumarat. (Agoes, 2006)
Pada pembuatan tablet, bahan lubrikan berfungsi untuk mempercepat aliran granul, mencegah melekatnya granul pada stampel dan cetakan, mengurangi gesekan antar tab1et dan dinding cetekan, serta memberikan penampilan yang baik pada tablet yang telah jadi. (Ansel, 1989)
2.6.2 Mutu Fisik Tablet
Setelah tablet dikompresi, kemudian dilakukan penentuan mutu fisik meliputi kekerasan, kerapuhan, dan waktu hancur tablet.
Kekerasan Tablet 2.6.2.1
Pengujian kekerasan tablet dilakukan untuk mengetahui banyak tekanan yang diberikan pada tablet yang telah dipilih secara acak hingga tablet pecah.
A1at yang digunakan adalah hardness tester. (Mathur et al, 2015). Pengujian kekerasan tablet dilakukan dengan meletakkan tablet pada ujung alat secara vertikal. Pemutaran dilakukan hingga tablet menjadi pecah atau hancur. Skala yang terbaca menunjukkan kekerasan tablet dalam satuan Kg. Kekuatan minimum yang sesuai untuk tablet dalam bidang farmasi adalah 4kg (Ansel, 2014). Apabila hasil kurang dari 4kg, tablet masih dapat diterima asalkan tingkat kerapuhan tablet tidak melebihi batas yang ditetapkan. Namun bila hasil kekerasan tablet lebih dari 10kg, tablet dapat di terima dengan syarat waktu hancur, desintegran, dan disolusi dalam rentang yang stabil. (Rhoihana, 2008)
Kerapuhan Tablet 2.6.2.2
Uji kerapuhan tablet merupakan tolak ukur suatu tablet menahan goncangan saat dimasukkan pada alat uji. Alat yang digunakan adalah Friability tester. Uji kerapuhan tablet dilakukan dengan memutarkan beberapa tablet dalam kecepatan dan waktu tertentu. Penimbangan dilakukan sebelum dan setelah dilakukan pengujian. Tablet yang memenuhi persyaratan >1% , tablet utuh dan tidak pecah. (Mathur et al., 2015)
Kerapuhan tablet berhubungan dengan kekuatan fisik pada permukaan tablet. Kerapuhan dapat dinyatakan sebagai massa yang dilepaskan dari tablet karena adanya beban penguji mekanis. (Voigt, 1994)
F (Kerapuhan) =
x 100 % Keterangan:
W1 = bobot mula – mula dari 10 tablet W2 = bobot setelah pengujian
Waktu Hancur Tablet 2.6.2.3
Tujuan dilakukan uji ini ialah untuk mengetahui kesesuaian batas waktu hancur yang tertera dalam monografi , kecuali dinyatakan lain. Rentang waktu hancur 5 - 30menit. Sediaan dinyatakan hancur sempurna bila tidak ada sediaan yang tertinggal pada kasa alat penguji. (Depkes RI, 2014)
Gambaran dilakukannya uji waktu hancur tablet ialah untuk mengetahui lama waktu yang dibutuhkan tablet untuk hancur secara sempurna pasca dimasukkan dalam organ pencernaan. Alat yang digunakan yaitu Disintegration tester. Pertama-tama, alat diisi dengan media disintegrasi yang berisi 900 ml air pada suhu 37 ± 0,5° C. Persyaratan pada uji waktu hancur tablet pada tablet tidak bersalut <15 menit, kecuali dinyatakan lain. (Depkes RI, 1995)
2.7 Bahan Pembawa Penelitian 2.7.1 Laktosa Monohidrat
Laktosa monohidrat merupakan eksipien yang sering digunakan sebagai filler dan diluent pada tablet. Keuntungan laktosa monohidrat ialah efektivitas biaya, mudah didapat, higroskopis rendah, stabilitas fisik dan kimia yang sangat baik dan juga kelarutannya dalam air baik (Gohel danJogani, 2005).
Laktosa monohidrat merupakan golongan disakarida alami yang diperoleh dari susu, mengandung 1 molekul glukosa dan 1 molekul galaktosa. Laktosa monohidrat mampu diubah sesuai dengan sifat fisiknya. Pemerian dari laktosa monohidrat ialah serbuk putih, mengalir bebas, dan sedikit manis (Depkes RI, 1995). Kelarutan bahan ini adalah mudah larut secara perlahan dalam air dan praktis tidak larut dalam etanol. (Farmakope Indonesia V, 2014)
Gambar II.3. Struktur Kimia Laktosa Monohidrat (HPE, 2009)
2.7.2 PVP K-30
Nama IUPAC yaitu 1-ethenylpyrrolidin-2-one, rumus kimia yaitu C6H9NO. Providon jenis ini memiliki nilai K sebesar 30. Berat molekul providon sekitar ± 50.000. Kegunaan providon ialah sebagai zat pengikat granulasi basah pada proses pembuatan tablet, pembantu pelarutan untuk injeksi, dan meningkatkan laju disolusi serta kelarutan dari suatu zat aktif. Viskositasnya dalam larutan air dan relative terhadap air sehingga dinyatakan dalam nilai K.(Rowe et al., 2009). PVP K-30 merupakan suatu polimer inert yang mudah larut dalam air bekerja menghambat terjadinya pembentukan kristral karena tidak terjadi penggabungan atau agregasi antar partikel-partikel bahan obat sehingga dapat memperbaiki sifat kelarutan di dalam air (Lachman et al, 1994).
Kelarutan pada bahan pengikat ini sangat larut dalam bermacam-macam pelarut organic air, dan dalam cairan lambung serta cairan usus. Apabila dikeringkan, membentuk lapisan tipis yang jernih, mengkilap, dan keras. Sifatnya sangat lengket, namun sifat polimernya dapat dimodifikasi (Lachman, 1994).
Selain itu, PVP K-30 memiliki keuntungan dapat diproses dengan baik dan sifat kempanya sangat baik. (Siregar et al, 2010).
Gambar II.4. Struktur Kimia Polivinilpirolidon (Sigma Aldrich)
2.7.3 Sodium Starch Glycolate
Sodium Starch Glycolate atau primogel memiliki fungsi sebagai disintergran pada tablet dan bersifat sangat higroskopis. Pemerian dari primogel yaitu berwarna putih atau hampir putih; bubuk higroskopis yang mengalir bebas.
(Rowe et al., 2009). Primogel secara umum digunakan pada pembuatan tablet dan stabil digunakan pada proses kempa langsung atau dengan proses granulasi basah.
Konsentrasi sodium starch glycolate yang sering digunakan yaitu 2%-8%, optimal pemakaian dengan konsentrasi 4% namun pada beberapa kasus penggunaan primogel dengan konsentrasi 2% saja sudah cukup. Disintegran terjadi karena adanya air yang mampu mengakibatkan terjadinya ketidakstablikan pada tablet.
Walaupun efektifitas suatu sediaan dapat dipengaruhi oleh disintegrasi, primogel dapat dipengaruhi pula dengan adanya eksipient yang hidrofobik seperti lubrikan, efisiensi dari primogel sebagai disintegran tidak terganggu. Peningkatan tekanan kempa pada tablet juga tidak mempengaruhi waktu disintegrasi. (Rowe et al., 2006)
Gambar II.5. Struktur Kimia Sodium Starch Glycolate (HPE, 2006)
2.7.4 Mg-Stearat
Magnesium stearate merupakan senyawa magnesium yang dicampur dengan asam-asam organik padat oleh lemak. Bahan ini setara dengan MgO dalam rentang 6.8-8.3% (Depkes RI, 2014). Pemerian mg-stearate ialah serbuk putih halus, voluminous, bau khas lemas, mudah melekat pada kulit, dan bebas dari butiran. Kelarutan mg-stearat ialah praktis tidak larut dalam air, etanol 95%, dan eter; sedikit larut dalam benzene panas dan etanol 95% panas. Bahan tambahan ini merupakan serbuk kohesif dan sukar mengalir, serta mempunyai titik lebur 88.5°C. Magnesium stearate secara umum digunakan sebagai lubrikan dengan konsentrasi 0.25-5.0 % b/b. (Rowe et al., 2009)
Gambar II.6. Struktur Kimia Magnesium Stearat (Sigma Aldrich)