KAJIAN BIAYA EKSTERNAL FASILITAS NUKLIR REAKTOR DAYA
EKSPERIMENTAL AKIBAT SEBARAN EFLUEN RADIONUKLIDA DI
SUNGAI CISADANE
Sufiana Solihat1, Abimanyu Bondan WS2
1,2 Pusat Kajian Sistem Energi Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional,
Jl. Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Indonesia email: [email protected]
ABSTRAK
KAJIAN BIAYA EKSTERNAL FASILITAS NUKLIR REAKTOR DAYA EKSPERIMENTAL AKIBAT SEBARAN EFLUEN RADIONUKLIDA DI SUNGAI CISADANE. Kajian ekonomi untuk menghitung biaya kerugian dari dampak kesehatan yang mungkin terjadi akibat lepasan yang berasal dari fasilitas nuklir Reaktor Daya Eksperimental (RDE) di Sungai Cisadane telah dilakukan. Tujuan kajian adalah untuk mengetahui biaya eksternal dari operasi normal RDE, yang rencananya akan dibangun di kawasan Pusat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPIPTEK) Serpong yang dampaknya dikhususkan pada radionuklida yang tersebar melalui badan air. Biaya eksternal yang dihitung adalah biaya kerugian dari dampak kesehatan yang difokuskan pada risiko kanker dan penyakit turunan spesifik yang diterima oleh masyarakat di sekitar RDE akibat ingesti radionuklida dari konsumsi produk pangan yang memanfaatkan air Sungai Cisadane. Metode yang digunakan adalah membuat model instalasi RDE dengan menggunakan perangkat lunak SIMPACTS. Hasil perhitungan SIMPACTS berupa dosis kolektif dan kemudian dikonversi menjadi biaya kerugian dari risiko kanker fatal dan non-fatal, serta penyakit turunan akibat penyebaran radionuklida tersebut. Hasil kajian menunjukkan nilai biaya eksternal yang sangat kecil, diantaranya untuk risiko kanker fatal sebesar 0,00003317 US$/tahun, untuk risiko kanker non-fatal sebesar 0,00008666 US$/tahun, dan untuk risiko penyakit turunan spesifik sebesar 0,0002171 US$/tahun. Berdasarkan nilai kerugian tersebut, dapat diketahui bahwa RDE secara signifikan tidak menimbulkan kerugian akibat dampak kesehatan
Kata kunci: RDE, biaya eksternal, kanker, radionuklida, SIMPACT. ABSTRACT
STUDY OF EXTERNAL COST FOR EXPERIMENTAL POWER REACTOR NUCLEAR FACILITY DUE TO RADIONUCLIDE EFFLUENT DISCHARGE IN CISADANE RIVER. An economic study for calculating the cost of losses from possible health impacts resulting from releases derived from the experimental power reactor (RDE) has been exist. The purpose of this study is to find out external costs of normal RDE operations are planned to be built in PUSPIPTEK Serpong area whose impact is devoted to radionuclides scattered through water bodies. The calculated external costs are the costs of losses from the health impacts for the area around the RDE. The health impact is focused on the risk of cancer and specific hereditary impact received by populations around the RDE due to radionuclide ingestion from consumption of food products utilizing Cisadane River water. The method used is to create an RDE installation model using SIMPACTS software. The results of the calculation of SIMPACTS are collective doses and then converted to the cost of losses from fatal and non-fatal cancer risk, and also hereditary diseases due to the spread of the radionuclides. The final results show the small value of external costs for fatal cancer risk of 0,00003317 US $/year, for non-fatal cancer risk of 0,00008666 US $/year, and for specific disease-specific risk of 0,0002171 US $/year. Based on the value of such losses, it can be seen that the RDE significantly does not cause harm due to health impact.
Keyword: RDE, external cost, cancer, radionuclide, SIMPACTS.
PENDAHULUAN
fasilitas nuklir. Kekhawatiran tersebut mengakibatkan penolakan di berbagai daerah, terutama yang daerahnya akan dibangun PLTN. Oleh karena itu, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) memprakarsai pembangunan Reaktor Daya Eksperimental (RDE) yang bertujuan mendemonstrasikan PLTN kecil yang beroperasi secara aman [1], dengan sangat memperhatikan aspek lingkungan terutama tentang pencemaran air yang termaktub pada peraturan daerah dan peraturan pemerintah terkait.
RDE merupakan jenis reaktor nuklir Generasi IV yang merupakan pengembangan dari generasi-generasi sebelumnya, diantaranya dalam aspek keberlanjutan, ekonomi, keselamatan dan keandalan, serta pencegahan pemanfaatan senjata nuklir dan proteksi fisik. Keunggulan dari reaktor nuklir Generasi IV diantaranya penggunaan bahan bakar yang lebih efektif dan minim pengelolaan limbah nuklir jangka pendek maupun jangka panjang [2]. Limbah yang tersimpan juga mempunyai reaktivitas yang semakin menurun dan aman di
spent fuel [3]. Secara teknologi, RDE memiliki kesamaan dengan reaktor jenis High Temperature Reactor yang dikembangkan oleh Cina, yang bernama HTR-10. Reaktor ini
menghasilkan daya 10 MW, dengan menggunakan bahan bakar jenis pebble bed dan bermoderator grafit. Baik RDE mupun HTR-10 dirancang dengan mengadaptasi teknologi reaktor pendahulunya yang berasal dari Jerman, menggunakan pendingin gas helium bertekanan 3 MPa dengan temperatur masuk dan keluar masing-masing 250 dan 700°C [4]. Analisis inventory RDE menunjukkan bahwa aktivitas radionuklida RDE lebih kecil dari batas dosis yang diijinkan badan pengawas [5].
Menurut Nuclear Energy Agency (NEA) (2003), biaya eksternal adalah biaya yang ditanggung oleh masyarakat secara keseluruhan, bukan oleh konsumen barang, produk, atau jasa, yang mencegah mekanisme pasar beroperasi secara efisien melalui harga yang memadai, sehingga dapat merugikan optimalisasi ekonomi, sosial dan lingkungan [6]. Penghitungan biaya eksternal dari suatu teknologi pembangkit listrik merupakan hal yang penting. Hal ini karena pada umumnya pembangunan pembangkit listrik dapat memakan waktu yang cukup lama dan memiliki pengaruh tertentu, yang dapat menimbulkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan pertumbuhan ekonomi [7].
Nilai biaya eksternal dapat diperoleh dengan mempertimbangkan kejadian dampak kesehatan masyarakat berdasarkan besarnya dosis yang diterima, serta biaya untuk kejadian dampak kesehatan tersebut. European Commission melalui ExternE Project telah melakukan pendekatan untuk menghitung biaya eksternal dari pembangkit listrik. Pendekatan tersebut dikenal dengan EcoSense Model, yang mengintegrasikan perhitungan dosis kolektif berdasarkan analisis jalur dampak dengan mempertimbangkan fungsi respon dosis. Analisis jalur dampak merupakan pendekatan bottom-up, dimana benefit dan biaya lingkungan diestimasi melalui suatu jalur dari sumber emisi, baik melalui perubahan kualitas udara, tanah, maupun air, terhadap dampak fisik sebelum dinyatakan dalam bentuk biaya moneter [8]. Pendekatan inilah yang diadopsi oleh SIMPACTS sebagai perangkat lunak yang dirilis secara resmi oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) dan telah digunakan oleh negara-negara anggota untuk kepentingan penelitian dan pengembangan untuk menghitung biaya eksternal dari operasi rutin suatu pembangkit listrik pada kondisi normal. Selain itu juga, SIMPACTS biasa digunakan untuk kajian-kajian mengenai biaya eksternal pembangkit listrik, baik pembangkit listrik berbahan bakar fosil, nuklir, maupun pembangkit listrik tenaga air [9].
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pegawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) Nomor 7 Tahun 2013 mengenai Nilai Batas Radioaktivitas Lingkungan, jalur perpindahan radionuklida di badan air (sungai) digambarkan dalam skema (Gambar 1).
Pada kajian ini dilakukan pemodelan instalasi RDE dengan SIMPACTS untuk mengetahui biaya eksternal dari operasi normal RDE yang rencananya akan dibangun di kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPIPTEK) Serpong. Biaya yang dihitung khusus memperhitungkan dampak lepasan radionuklida yang terlepas ke badan air dan masuk ke dalam tubuh melalui ingesti produk pangan yang memanfaatkan air sungai, seperti ditunjukan pada alur proses transport radionuklida hingga masuk ke dalam tubuh yang ditampilkan pada Gambar 1. Badan air yang menjadi media lepasan radionuklida adalah Sungai Cisadane yang berada dekat dengan lokasi tapak RDE.
Gambar 1. Jalur perpindahan radionuklida di badan air/sungai [10]
METODOLOGI
Perhitungan biaya eksternal dari fasilitas nuklir RDE akibat potensi sebaran radionuklida ke badan air dalam penelitian ini dilakukan di Kantor Pusat BATAN dengan menggunakan perangkat lunak SIMPACTS. Tahapan yang dilakukan antara lain penentuan wilayah terkena dampak, pengumpulan dan pengolahan data, serta menjalankan program SIMPACTS.
Penentuan Wilayah Terkena Dampak
Sumber pencemar diasumsikan berasal dari operasi rutin RDE yang beraktivitas secara normal yang akan dibangun di kawasan PUSPIPTEK yang terletak di Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Lingkup wilayah yang dikaji dibatasi hanya untuk wilayah Kecamatan Setu, beserta aliran Sungai Cisadane yang membatasi daerah tersebut. Selain akan adanya fasilitas RDE, di daerah telitian juga terdapat fasilitas nuklir yang telah ada sebelumnya berupa reaktor serba guna yang masih termasuk aman di bawah dosis yang ditentukan [11]. Analisis Peta wilayah kajian dapat dilihat pada Gambar 2.
Kecamatan Setu [12], merupakan informasi penting sebagai masukan awal pada program SIMPACTS, yang akan digunakan pada pemodelan sebaran radionuklida untuk perhitungan konsentrasi pencemar pada titik pemanfaatan air sungai. Tampilan program SIMPACTS pada tahap pengisian data masukan awal program, ditampilkan pada Gambar 3.
Gambar 3 Tampilan program SIMPACTS: badan air dan pemanfaatannya Pengumpulan Data, Asumsi, dan Pengolahan Data
Data sekunder mengenai nilai tertinggi lepasan efluen cair Reaktor Serba Guna G.A. Siwabessy berdasarkan LET RDE Aspek Dispersi digunakan. Lepasan yang berasal dari deposisi radionuklida yang terlepas ke udara diabaikan karena nilainya yang sangat kecil dibandingkan daratan dan besarnya pengaruh pengenceran akibat debit aliran sungai yang cukup besar. Lepasan efluen cair dari RDE diasumsikan memiliki debit 30 m3/jam. Data
aktivitas radionuklida yang terlepas ke badan air sungai Cisadane berdasarkan LET RDE yang ditunjukan pada data di Aspek Dispersi ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Radionuklida yang terlepas ke badan air [12] No Jenis Radionuklida Aktivitas (Bq/detik)
1 Cs-134 1,75989 x 10-9
2 Cs-137 6,69077 x 10-9
3 I-131 5,99315 x 10-4
Dari data masukan tersebut, dihitung konsentrasi radionuklida yang memasuki badan air dengan persamaan berikut:
(1)
dimana,
Ci : konsentrasi radionuklida i dalam air yang tidak tersaring (Bq/m3)
Ci0 : konsentrasi radionuklida i yang bermuara ke sungai (Bq/m3)
Qi : discharge rate rata-rata tahunan untuk radionuklida i (Bq/detik)
F : laju alir dari efluen cair (m3/detik).
Selain itu, digunakan data masukan mengenai jarak pemanfaatan air dan parameter sungai yang menjadi media sebaran pencemar. Berdasarkan hasil pengamatan, jarak dari titik masuknya lepasan efluen cair RDE ke titik pemanfaatan air sungai untuk tangkapan irigasi pertanian dan perikanan, masing-masing sejauh 1270 m dan 1000 m. Selanjutnya, berdasarkan LET RDE Aspek Dispersi mengenai parameter sungai, dinyatakan bahwa lebar, kedalaman aliran, dan debit aliran air Sungai Cisadane tahunan terendah selama 30 tahun terakhir masing-masing sebesar 58,23 m; 0,91 m; dan 24,9 m3/detik. Konsentrasi sedimen
tersuspensi di dalam air Sungai Cisadane adalah 0,057 g/L [12]. Berdasarkan hasil kajian dalam LET RDE Aspek Hidrologi, dinyatakan bahwa sifat batuan dasar di daerah aliran Sungai Cisadane secara umum merupakan jenis batuan sedimen, dengan jenis tanah lempung, dan air sadah [13].
Data-data tersebut menjadi data masukan untuk program SIMPACTS, dan selanjutnya dilakukan pengolahan data secara otomatis oleh program tersebut. Adapun persamaan yang digunakan dalam perhitungannya adalah sebagai berikut:
(3) dimana,
Ar : indeks pencampuran parsial
B : lebar minimum sungai rata-rata dalam 30 tahun terakhir (m) D : kedalaman minimum sungai rata-rata dalam 30 tahun terakhir (m)
x : jarak antara titik masuknya efluen ke sungai dengan titik pemanfaatan air sungai (m) q : debit sungai rata-rata (m3/detik)
λI : konstanta peluruhan radioaktif untuk radionuklida i (s-1)
u : laju alir air sungai (m/s)
pr : koefisien pencampuran parsial untuk sungai
Perhitungan Dosis
Pada perhitungan dosis, perlu diketahui mengenai reseptor dan pemanfaatan air yang dilakukan. Pada kajian ini, yang bertindak sebagai reseptor (penerima dampak) adalah penduduk di wilayah Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan, yang berjumlah 65.742 orang [14]. Data tingkat konsumsi pangan rata-rata untuk setiap orang per tahun berdasarkan statistik konsumsi pangan dan statistik sumber daya laut dan pesisir tahun 2017, sebagaimana ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Data konsumsi pangan reseptor [15][16] Pangan yang dikonsumsi Jumlah Tanaman biji-bijian, sayuran dan buah 174,18 kg
Susu 3,51 L
Daging 7,71 kg
Ikan segar 41,11 kg
Profil irigasi diasumsikan mengikuti nilai default yang telah disediakan dalam SIMPACTS, diantaranya durasi waktu irigasi dalam setahun selama 250 hari, jumlah hari untuk irigasi aktual sebanyak 200 hari, kuantitas air yang digunakan dalam sehari sebanyak 50 L/m2.hari, dan fraksi tahunan hewan mengkonsumsi vegetasi padang rumput segar
sebesar 0,8.
Adapun persamaan yang digunakan dalam program SIMPACTS untuk perhitungan dosis adalah sebagai berikut:
(4) (5) (6) (7) (8) dimana,
CRipxy : tingkat kontaminasi produk p oleh radionuklida di wilayah paparan (Bq/kg)
flxixy : total flux deposisi radionuklida i di wilayah paparan (Bq/m2.detik)
fip : koefisien transfer radionuklida i untuk produk p yang terintegrasi lebih dari 100.000
tahun (Bq/kg.Bq.m2.detik)
ACipxying : aktivitas kumulatif untuk produk pangan p yang terkontaminasi radionuklida I di
wilayah dampak (Bq/tahun)
fiprem : fraksi radioaktif nuklida i yang tersisa dalam produk p pada saat dikonsumsi (%)
fped : fraksi produk pertanian p yang dapat dikonsumsi (%)
prdpxy : produksi tahunan produk pangan p di wilayah dampak (ton/tahun)
Eipxying : dosis total dari produksi produk pangan p yang terkontaminasi radionuklida I di
wilayah dampak (Sv/tahun)
EDEiing : dosis ekivalen efektif selama 50 tahun dari konsumsi pangan yang terkontaminasi
Eping : total dosis kolektif untuk seluruh penduduk local dari produksi produk pangan p
(man Sv)
ex : prosentase produksi produk pangan p yang diekspor dan tidak dikonsumsi secara local (%)
Eing : total dosis kolektif untuk seluruh penduduk local dari konsumsi semua produk local
dan produk pangan yang terkontaminasi (man Sv) ρxy : kepadatan penduduk di wilayah paparan (orang/km2)
Perhitungan Nilai Ekonomi
Tabel 3 Faktor resiko kejadian dampak kesehatan dan nilai ekonomi spesifiknya [17]–[19] Dampak Faktor resiko spesifik
(cases per man Sv)
Nilai ekonomi spesifik (US$ constant prices of year 2000) Kanker fatal
Kanker non-fatal Efek turunan spesifik
0,05 0,12 0,01 772,11 840,52 25271,60
Data input dampak diantaranya kanker fatal, kanker non-fatal, dan penyakit turunan dalam Tabel 3 dimasukkan ke dalam perhitungan, mengikuti default yang bersumber dari rekomendasi ICRP [17]–[19]. Persamaan yang digunakan dalam program SIMPACTS untuk perkiraan kejadian dampak kesehatan manusia dan evaluasi ekonomi adalah sebagai berikut:
(9) (10) dimana,
: Total kejadian dampak kesehatan (kasus/tahun)
: Total dosis efektif kolektif pada seluruh penduduk local (man Sv) : Faktor resiko untuk dampak kesehatan (kasus/man Sv)
: Biaya eksternal tahunan dari dampak kesehatan (US$/tahun) : Total kejadian dampak kesehatan (kasus/tahun)
: Biaya untuk suatu kejadian dampak kesehatan (US$/kasus)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada perhitungan tahap pertama menggunakan SIMPACTS telah diperoleh nilai konsentrasi radionuklida dalam air yang dikonsumsi oleh masyarakat pada titik pemanfaatan air sungai untuk kebutuhan sehari-hari. Persentase penduduk pengguna air Sungai Cisadane untuk irigasi pertanian terdapat di tiga kelurahan, diantaranya Kelurahan Kranggan mencapai 93,90%, Muncul 29,86%, dan Setu 0,71%. Selain itu, penduduk di ketiga kelurahan tersebut juga memanfaatkan air sungai untuk keperluan perikanan dengan persentase penggunaan air sungai di Kelurahan Kranggan mencapai 95,73%, Muncul 27,15%, dan Setu 0,71% [12].
Menurut Sandell (2004), radionuklida Ag-110m, Cs-134, dan Cs-137 merupakan lepasan penting yang berasal dari teras reaktor pada kondisi operasi normal, sebagaimana yang terjadi pada Gas Turbine-Modular Helium Reactor (GT-MHR) dan Pebble Bed Modular
Reactor (PBMR). Selain itu, radionuklida yang terakumulasi di dalam pendingin primer
selama operasi normal, khususnya I-131, menjadi sumber utama untuk postulasi kecelakaan [4]. Berdasarkan Laporan Evaluasi Tapak RDE Aspek Dispersi, lepasan radionuklida dari operasi rutin RDE pada kondisi normal diperkirakan terdiri dari beberapa jenis, diantaranya Cs-134, Cs-137, dan I-131 [12]. Hasil perhitungan konsentrasi radionuklida dalam air yang digunakan untuk irigasi dan perikanan ditampilkan pada Tabel 4.
Proses perjalanan radionuklida melalui air permukaan/sungai mengalami serangkaian proses fisika dan kimia yang mempengaruhi perpindahan pergerakannya dari titik lepasan. Proses-proses tersebut diantaranya dispersi secara adveksi dan turbulan, proses adsorpsi dan desorpsi sedimen, proses lain seperti peluruhan radionuklida, serta mekanisme yang terjadi di sungai akan menurunkan konsentrasi pencemar di dalam air.
Tabel 4 Konsentrasi radionuklida dalam air yang dikonsumsi Radionuklida Konsentrasi (Bq/m3) Baku Mutu [10] (Bq/m3) Tangkapan air
untuk irigasi Perikanan
Cs-134 2,387 x 10-10 2,610 x 10-10 1,7 x 102
Cs-137 9,075 x 10-10 9,921 x 10-10 2,5 x 102
I-131 8,107 x 10-5 8,868 x 10-5 6,4 x 103
Berdasarkan hasil perhitungan konsentrasi pada Tabel 4, terlihat bahwa konsentrasi radionuklida yang terdapat dalam air yang digunakan untuk perikanan, sedikit lebih besar dibanding konsentrasi radionuklida di titik tangkapan air untuk irigasi. Nilai konsentrasi radionuklida di titik pemanfaatan air sungai tersebut, baik pada titik tangkapan air untuk irigasi maupun perikanan, masih jauh di bawah nilai batas radioaktivitas lingkungan yang tercantum dalam Peraturan Kepala BAPETEN Nomor 7 tahun 2013 tentang Nilai Batas Radioaktivitas Lingkungan menetapkan Baku Tingkat Radioaktivitas di Lingkungan.
Tahap kedua perhitungan dengan SIMPACTS telah dilakukan untuk mengetahui nilai dosis kolektif masyarakat dari konsumsi produk pangan yang diperkirakan telah terkontaminasi radionuklida akibat pemanfaatan air Sungai Cisadane. Dosis kolektif efektif yang diterima masyarakat selama satu tahun ditampilkan pada Tabel 5.
Tabel 5 Dosis kolektif
Jalur paparan dosis Dosis (man Sv/tahun) Tanaman biji-bijian,
sayur, dan buah 5,386 x 10
-7
Susu 4,213 x 10-8
Daging 6,743 x 10-8
Ikan segar 2,110 x 10-7
Total dosis kolektif 8,592 x 10-7
Nilai total dosis kolektif yang ditampilkan pada Tabel 4 merupakan nilai total dosis untuk seluruh penduduk lokal (reseptor) akibat konsumsi produk pangan yang terkontaminasi radionuklida. Dalam kasus ini, penduduk lokal yang dimaksud adalah seluruh warga Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan. Dari hasil perhitungan tersebut, dapat diketahui nilai dosis efektif yang diterima setiap orang yakni sebesar 1.307 x 10-8 mSv/tahun,
dengan asumsi bahwa setiap orang mendapatkan dosis yang sama. Peraturan Kepala BAPETEN Nomor 4 Tahun 2013 tentang Proteksi dan Keselamatan Radiasi dalam Pemanfaatan Tenaga Nuklir menetapkan bahwa nilai batas dosis untuk anggota masyarakat sebesar 1 mSv/tahun [20]. Jika dibandingkan dengan nilai batas dosis tersebut, nilai dosis masyarakat yang mengkonsumsi produk pangan yang memanfaatkan air Sungai Cisadane jauh lebih kecil.
Dampak kesehatan yang dapat terjadi setelah terpapar radiasi pengion diatur oleh mekanisme biologis yang berbeda dan telah dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu efek deterministik dan efek stokastik. Efek deterministik adalah efek yang langsung terlihat dan hanya muncul jika dosis radiasinya melebihi suatu batas tertentu. Selain itu, dapat juga terjadi dalam jangka waktu yang agak lama setelah terkena radiasi, dan umumnya tidak berakibat fatal, misalnya katarak atau kerusakan kulit yang dapat terjadi dalam waktu beberapa minggu setelah terkena dosis 5 Sv atau lebih. Efek stokastik adalah efek radiasi yang tidak langsung terlihat, akibat paparan radiasi berdosis rendah dalam jangka waktu yang lama, sehingga menyebabkan sel-sel tubuh mengalami kerusakan dalam jangka waktu yang sangat lama, mungkin berpuluh-puluh tahun kemudian. Contoh penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah kanker, dan tidak menutup kemungkinan terjadi penyakit serius tertentu yang dapat menyerang turunan dari orang yang terpapar dosis radiasi jangka panjang tersebut [21]. Dalam studi ini, dampak kesehatan difokuskan pada efek stokastik, dimana penyakit yang diperhitungkan diantaranya kanker fatal dan non-fatal, dan penyakit
Tabel 6 Dampak kesehatan dan biaya kerugian Dampak kesehatan Kejadian dampak
(kasus/tahun)
Biaya kerugian (US$/tahun) Kanker fatal 4,296 x 10-8 3,317 x 10-5
Kanker non-fatal 1,031 x 10-7 8,666 x 10-5
Penyakit turunan spesifik 8,592 x 10-9 2,171 x 10-4
Total dampak 1,547 x 10-7 3,370 x 10-4
Hasil tersebut menunjukkan kejadian penyakit dan biaya yang harus ditanggung masyarakat Kecamatan Setu. Dosis kolektif untuk masyarakat tersebut digunakan untuk menghitung perkiraan jumlah dampak kesehatan. Metode ini menggunakan faktor risiko yang direkomendasikan oleh ICRP, dengan dampak yang terjadi diestimasi dengan mengaplikasikan Dose Response Function (DRF)/fungsi respon dosis [22]. DRF menggambarkan hubungan antara tingkat dosis terhadap dampak, yang dalam kajian mengenai dampak kesehatan diasumsikan terjadi hubungan yang linier antara tingkat dosis dan dampak negatifnya terhadap kesehatan [1]. Hasil perhitungan jumlah kejadian penyakit turunan sepuluh kali lebih kecil dari jumlah kejadian kanker non-fatal, dan lima kali lebih kecil dari jumlah kejadian kanker fatal, ditunjukkan pada Tabel 6.
Selanjutnya tahap terakhir yakni menerjemahkan jumlah kejadian dampak kesehatan dalam nilai ekonomi, yang dikumpulkan dalam suatu satuan yang umum digunakan dengan cara mengalikan jumlah kejadian dampak dengan satuan biaya dampak tersebut. Satuan biaya pada program SIMPACTS telah tersedia dalam bentuk US $ dengan menggunakan standar nilai uang Uni Eropa. Konversi satuan biaya ke nilai mata uang Indonesia dilakukan dengan membandingkan daya beli Indonesia terhadap Uni Eropa. Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh, terlihat bahwa biaya kerugian akibat dampak penyakit turunan spesifik menunjukkan angka lebih besar dibanding biaya kerugian akibat dampak kesehatan lain. Nilai dari penyakit turunan jauh lebih kompleks karena hal ini tidak terjadi selama umur hidup orang yang terpapar. Efek akan terjadi selama beberapa generasi setelah paparan terjadi. Biaya dampak kesehatan biasanya memperhitungkan biaya pengobatan, upah dan kerugian yang dihasilkan, serta kemampuan individu untuk membayar pencegahan dampak tersebut [1].
Nilai biaya eksternal tersebut merupakan perkiraan biaya kerugian yang harus ditanggung masyarakat dan lingkungan dari operasi normal RDE, yang mana lepasan radionuklidanya khusus yang tersebar melalui Sungai Cisadane dan masuk ke dalam tubuh melalui jalur ingesti. Jalur paparan pencemar yang berdampak pada kesehatan masyarakat akibat lepasan radionuklida selain melalui ingesti juga dapat terjadi melalui imersi dan paparan eksternal radionuklida, serta inhalasi radionuklida yang tersebar di udara. Oleh dari itu, perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai perhitungan biaya eksternal RDE dari jalur paparan lainnya itu.
KESIMPULAN
Berdasarkan perhitungan biaya eksternal dari operasi rutin fasilitas nuklir RDE di Kawasan PUSPIPTEK Serpong akibat sebaran efluen radionuklida di Sungai Cisadane, diperoleh nilai biaya kerugian yang sangat kecil, yaitu akibat dampak kanker fatal sebesar 0,00003317 US$/tahun, kanker non-fatal sebesar 0,00008666 US$/tahun, dan dampak penyakit turunan sebesar 0,0002171 US$/tahun. Nilai biaya ini dihitung berdasarkan kejadian dampak kesehatan dari dosis yang diterima masyarakat, yang berdasarkan perhitungan SIMPACTS berada jauh di bawah baku mutu yang ditetapkan. Biaya eksternal tersebut merupakan biaya yang tidak diperhitungkan dalam perencanaan dan operasional RDE, dan harus ditanggung masyarakat sebagai reseptor.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kepala Bidang Kajian Infrastruktur, Ir. Sriyana, M.T., yang telah memeriksa makalah dan Dr. Suparman yang telah mendukung peningkatan kompetensi SDM melalui pelatihan E-learning SIMPACTS IAEA.
DAFTAR PUSTAKA
[1] S. Solihat and W. L. Widodo, “Perkiraan Biaya Eksternal dari Fasilitas Nuklir RDE Menggunakan Software SIMPACTS,” in Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Energi Nuklir, 2017.
[2] Y. D. Anggoro, D. Dewi, A. T. Yuliyanto, and M. Prapatan, “Kajian Perkembangan PLTN Generasi IV,” J. Pengemb. Energi Nukl., vol. 15, pp. 69–79, 2013.
[3] I. Husnayani and P. M. Udiyani, “Radionuclide Characteristics of RDE Spent Fuels,” J.
Teknol. Reakt. Nukl. Tri Dasa Mega, vol. 20, no. 2, p. 69, 2018.
[4] L. Sandell, “A Review of Radionuclide Release from HTGR Cores During Normal Operation,” Palo Alto, 2004.
[5] S. Kuntjoro and P. M. Udiyani, “Analisis Inventori Reaktor Daya Eksperimental Jenis Reaktor Gas Temperatur Tinggi,” Urania, vol. 22, no. 1, pp. 53–64, 2016.
[6] Nuclear Energy Agency (NEA), “Nuclear Electricity Generation: What Are the External Costs?,” Paris, 2003.
[7] H. Chen, B.-J. Tang, H. Liao, and Y.-M. Wei, “A multi-period power generation planning model incorporating the non-carbon external costs: A case study of China,”
Appl. Energy, vol. 183, pp. 1333–1345, 2016.
[8] European Commission, “External costs: Research results on socio-environmental damages due to electricity and transport,” Brussels, 2003.
[9] F. Mayasari, “Perhitungan Biaya Eksternal Pembangkit Listrik Tenaga Uap Studi Kasus: PLTU Paiton,” Universitas Indonesia, 2012.
[10] BAPETEN, Perka BAPETEN No.7 Tahun 2013: Nilai Batas Radioaktivitas
Lingkungan. Indonesia: BAPETEN, 2013.
[11] P. M. Udiyani, “Perhitungan Dispersi Zat Radioaktif Reaktor RSG-GAS pada Kondisi Operasi Normal pada Daya 30MW,” in PPI-PDIPTN 2006, 2006, pp. 50–59.
[12] Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), “Laporan Evaluasi Tapak Reaktor Daya Eksperimental Kawasan PUSPIPTEK Serpong Aspek Dispersi,” Jakarta, 2016. [13] Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), “Laporan Evaluasi Tapak Reaktor Daya
Eksperimental Kawasan PUSPIPTEK Serpong Aspek Hidrologi,” Jakarta, 2016. [14] BPS Kota Tangerang Selatan, “Kecamatan Setu Dalam Angka 2016.” BPS Kota
Tangerang Selatan, Tangerang Selatan, 2016.
[15] Pusat Data dan Informasi Pertanian, “Statistik Konsumsi Pangan Tahun 2017,” Jakarta, 2017.
[16] Badan Pusat Statistik, “Statistik Sumber Daya Laut dan Pesisir 2018,” Jakarta, 2018. [17] J. I. Levy, J. D. Spengler, D. Hlinka, D. Sullivan, and D. Moon, “Using CALPUFF to
evaluate the impacts of power plant emissions in Illinois: Model sensitivity and implications,” Atmos. Environ., vol. 36, pp. 1063–1075, 2002.
[18] G. Katata et al., “Detailed source term estimation of the atmospheric release for the Fukushima Daiichi Nuclear Power Station accident by coupling simulations of an atmospheric dispersion model with an improved deposition scheme and oceanic dispersion model,” Atmos. Chem. Phys., vol. 15, pp. 1029–1070, 2015.
[19] A. Hainoun, A. Almoustafa, and M. Seif Aldin, “Estimating the health damage costs of syrian electricity generation system using impact pathway approach,” Energy, vol. 35, pp. 628–638, 2010.
[20] BAPETEN, Perka BAPETEN No.4 Tahun 2013: Proteksi dan Keselamatan Radiasi
dalam Pemanfaatan Tenaga Nuklir. Indonesia: BAPETEN, 2013, pp. 1–29.
[21] European Commission, “Externalities of Energy: Nuclear,” Brussels, 1995.
[22] ICRP, “ICRP 103: The 2007 Recommendations of the International Commission on Radiological Protection,” 2007.
DISKUSI/TANYA JAWAB: 1. PERTANYAAN
Mengenai presentasi luasan daerah terdampak di Kecamatan Setu, apakah memang seluas itu atau hanya di daearah Cisadane? Karena hal yang dihighlight adalah dosis akibat lepasan di sungai Cisadane.
Kecamatan Setu karena merupakan lokasi rencana dibangunnya RDE, sehingga diperkirakan masyarakat di daerah tersebut terkena dampaknya karena lokasinya yang berdekatan. Maka dari itu, agar perhitungan lebih terfokus, maka data yang digunakan yakni data-data yang berlaku di Kecamatan Setu.