• Tidak ada hasil yang ditemukan

DETEKSI IMMUNOGLOBULIN M DENGAN ANTIGEN OUTER MEMBRANE PROTEIN (OMP) 50K-Da Salmonella typhi PADA DEMAM TYPOID TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DETEKSI IMMUNOGLOBULIN M DENGAN ANTIGEN OUTER MEMBRANE PROTEIN (OMP) 50K-Da Salmonella typhi PADA DEMAM TYPOID TESIS"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

DETEKSI IMMUNOGLOBULIN M DENGAN ANTIGEN OUTER MEMBRANE PROTEIN (OMP) 50K-Da Salmonella typhi

PADA DEMAM TYPOID

TESIS

HERAWINA ELISYA 1071110011/PK

PROGRAM MAGISTER KLINIK - SPESIALIS PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/

RSUP H. ADAM MALIK MEDAN 2015

(2)

DETEKSI IMMUNOGLOBULIN M DENGAN ANTIGEN OUTER MEMBRANE PROTEIN (OMP) 50K-Da Salmonella typhi

PADA DEMAM TYPOID

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Patologi Klinik/M.Ked (Clin.Path) Pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

HERAWINA ELISYA 1071110011/PK

PROGRAM MAGISTER KLINIK - SPESIALIS PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/

RSUP H. ADAM MALIK MEDAN 2015

(3)

Judul Tesis : Deteksi Immunoglobulin M dengan antigen outer membrane protein 50K-Da Salmonella typhi pada demam typoid Nama Mahasiswa : Herawina Elisya

Nomor Induk Mahasiswa : 1071110011

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Patologi Klinik

Menyetujui Komisi Pembimbing

dr. zulfikar lubis. Sp.PK(K) Pembimbing I

dr. Ricke Loesnihari, MKed (Clin.Path), Sp.PK(K).

Pembimbing II

Disahkan oleh :

Ketua Departemen Patologi Klinik Ketua Program Studi Departemen FK-USU/RSUP H. Adam Malik Patologi Klinik FK-USU/

Medan RSUP H. Adam Malik Medan

Prof. dr. Adi Koesoema Aman, Sp.PK-KH Prof.DR.dr.Ratna Akbari Gani, Sp.PK-KH NIP. 19491011 1979 01 1 001 NIP. 1948711 1979 03 2 001

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 04 Agustus 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Adi Koesoema Aman, Sp.PK-KH Anggota : 1. Prof. DR. dr. Ratna Akbari Ganie, Sp.PK-KH

2. Prof. dr. Herman Hariman, Ph.D, Sp.PK-KH 3. Prof.dr. BurhanuddinNasution, Sp.PK-KN, KGE 4. dr. Zulfikar Lubis. Sp.PK-K 5. dr. Ricke Loesnihari, M.Ked (Clin.Path), Sp.PK-K

Tanggal Lulus : 04 Agustus 2015

...

...

...

...

...

...

(5)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta atas ridha-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tesis saya yang berjudul “Deteksi Immunoglobulin M dengan antigen outer membrane protein (OMP) 50K-Da Salmonella typhi pada demam typoid ” sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan magister di bidang Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Selama saya mengikuti pendidikan sampai saat ini, saya telah banyak menerima bimbingan, petunjuk, bantuan dan pengarahan serta dorongan dari berbagai pihak. Untuk semua itu, izinkan saya menyampaikan rasa hormat dan terima kasih saya yang tidak terhingga kepada:

Yth. Prof. dr. Adi Koesoema Aman, SpPK(KH), sebagai Ketua Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk, pengarahan, bantuan dan dorongan selama dalam pendidikan dan proses penyusunan sampai selesainya tesis ini. Saya mengucapkan terimakasih, kiranya Allah SWT membalas semua kebaikannya.

Yth. Prof. Dr. dr.Ratna Akbari Ganie, SpPK(KH), sebagai Kepala Program Studi Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah bimbingan, arahan dan dorongan dalam pendidikan dan proses penyelesaian tesis ini.

Yth. dr. Zulfikar Lubis, SpPK-K sebagai pembimbing pertama saya yang telah banyak membimbing, meluangkan waktu dan pikirannya setiap saat ,

(6)

memotivasi dan memberikan petunjuk dan memudahkan saya dalam menyelesaikan pembuatan tesis saya ini. semoga Allah membalas semua kebaikannya

Yth. dr. Ricke Loesnihari, Mked (ClinPath), SpPK(K), sebagai Sekretaris Program Studi Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan dan juga sebagai pembimbing kedua saya, rasa terima kasih juga saya sampaikan kepada beliau yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk, arahan, bantuan dan dorongan dalam pendidikan,juga meluangkan waktu semoga Allah membalas semua kebaikannya.

Yth, seluruh guru-guru saya, Prof. Dr. Burhanuddin Nasution Sp.PK- KN, Prof. dr. Herman Hariman, PhD, Sp.PK(K), dr. Ozar Sanuddin Sp.PK dr. Nelly Elfrida Samosir SpPK, dr.Muzahar SpPK-K yang telah banyak memberikan bimbingan, nasehat, arahan dan dukungan selama saya mengikuti pendidikan dan hingga selesainya tesis ini. Dan juga kepada dr. Malayana Rahmita Nst, M.Ked(ClinPath), Sp.PK, dr. Nindia Sugih Arto, M.Ked(ClinPath), Sp.PK dan dr. Ranti Permatasari, Sp.PK yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan pendidikan saya ini.

Yth, Drs. Abdul Jalil Amri A M.Kes ,yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan terutama di bidang statistik selama penelitian sampai selesainya tesis ini.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Rektor Universitas Sumatera Utara, Ka TKPPDS dr Zainuddin Amir Sp.P, dan Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik yang telah memberikan kesempatan dan menerima saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter

(7)

Spesialis Patologi Klinik dan memberikan kemudahan dalam menggunakan fasilitas dan sarana Rumah Sakit dalam menunjang pendidikan keahlian.

Seluruh teman-teman sejawat Pendidikan Magister Bidang Patologi Klinik pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, para analis, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dan kerjasama yang baik selama saya menjalani pendidikan dan proses penyelesaian tesis ini.

Terima kasih setulus-tulusnya kepada kedua orang tua saya ayahanda saya tercinta H. Syahriun Alfen S. ibunda saya tercinta Alm. Hj. Aslina dan ibunda

saya tercinta

Hj. Khuzaimah yang telah membesarkan, mendidik serta memberikan dorongan moril dan materil serta cintanya kepada saya selama ini. Tanpa mereka mungkin saya tidak dapat menjadi seperti ini. Tidak ada satu kata pun yang dapat mewakili perasaan saya atas cinta dan kasih sayang kalian. Terimakasih papa, mama, Semoga kalian diberi kesehatan dan selalu dalam lindungan Allah SWT.

Demikian juga mertua saya Alm. DRS.H.Dimpu Batubara dan Almh.Hj. Zaleha Jamil.

Suami saya tercinta dr. H. Ziad Batubara MPH. yang telah mendampingi saya dengan penuh pengertian, perhatian, kesetiaan, kesabaran, memberikan motivasi dan pengorbanan selama mengikuti pendidikan hingga saya dapat menyelesaikan pendidikan ini, terimakasih atas cinta dan kasih sayang yang telah diberikan. Buat ketiga malaikat kecilku, buah hatiku Fairuza Alziwinindya Batubara, Zialdi Atha rizki Batubara, dan Herzi Aldieza Batubara, terimakasih sayang buat cinta dan kasih sayang yang telah kalian berikan untuk

(8)

mama, memberi semangat dan motivasi kepada mama untuk menyelesaikan pendidikan ini, walau kadang mama tidak dapat membagi waktu yang banyak buat kalian, Semoga Allah swt menjadikan kita keluarga yang paling bahagia.

Kepada saudara-saudara saya yang tercinta: Herry Asdiansyah Okfri Ade Mirna Pris Rezaki ST, Alfriadi Zuliansyah ST. yang telah memberikan dukungan, dorongan dan doa kepada saya selama masa pendidikan.Semoga Allah SWT selalu menyertai mereka.

Kepada sahabat-sahabat saya, teman seiring perjalanan, dr. Achirini , dr.

Arjuna, dr. Yessy Mayke, dr. Ismail Aswin, dr. Dedi Ansyari, dr. M. Daniel terima kasih atas dukungan kalian semua untuk kebersamaan, pengertian, kisah serta masa-masa indah yang pernah kita jalani bersama sebagai teman seangkatan.

Akhir kata, semoga kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Semoga Allah Yang Maha Pengasih senantiasa melimpahkan Rahmat dan BerkatNya kepada kita semua.

Medan, 04 Agustus 2015 Penulis

dr. Herawina Elisya

(9)

DAFTAR ISI

Lembar pengesahan tesis………...…….

Lembar penetapan panitia penguji………...……

Daftar isi...

Daftar singkatan...

Daftar gambar ………...

Daftar tabel...

Daftar lampiran...

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang...

1.2. Rumusan Masalah...

1.3. Hipotesis Penelitian...

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum...

1.4.2. Tujuan Khusus...

1.5. Manfaat Penelitian...

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Salmonella ………...………

2.2. Salmonella Typhi ………...……….

2.2.1. Klasifikasi ………...

2.2.2. Morfologi ……...………...

2.2.3. Struktur Antigen ...

2.2.3.1. Antigen somatik………...………

2.2.3.2. Antigen Flagellar………...…………..

2.2.3.3. Antigen Envelope………...…………

2.2.3.4. Antigen Outer membrane Protein….………...…………

2.3. Demam Typoid.

2.3.1. Defenisi ………...………..

2.3.2. Etiologi ………...………..

i ii iii v vi vii viii

1 6 6

6 7 7

8 9 9 9 10 11 11 12 12

14 14

(10)

2.3.3. Epidemiologi …….………...……….

2.3.4. Patogenesis ………...………

2.3.5. Immunologi demam typoid ………...…...

2.3.6. Gejala klinis ………...….

2.3.7. Diagnosis bakteriologi ………...….

2.3.8. Diagnosis Serologi ………...

2.4 Kerangka Konsep ………...…

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian...

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian...

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian...

3.3.1. Populasi penelitian………...

3.3.2. Sampel penelitian………...………

3.3.3. Kriteria inklusi………...……

3.3.4. Kriteria eksklusi...

3.4. Perkiraan besar sampel………...…..

3.5. Bahan dan cara kerja .………...

3.5.1. Bahan………...…..

3.5.2 pengambilan sampel………...

3.5.3. Pengolahan sampel...

3.5.3.1.Pesmeriksaan typhidot Ig M ...

3.5.3.2.Pemeriksaan Kultur darah………...…

3.5.3.3.Pewarnaan Gram………...

3.5,3,4. Salmonella Shigella Agar………...…..

3.5.3.4. Identifikasi bakteri API 20E…………...…..

3.5.4. Pemantapan kualitas………...…

3.5.4.1. Pemantapan kualitas typhidot IgM……...

3.5.4.2. Pemantapan kualitas Bactec 9050……...…

3.5.4.3. Pemantapan kualitas pewarnaan gram...…

3.5.4.4. Pemantapan kualitas Salmonella Shigella Agar...

3.5.4.5. Pemantapan kualitas API 20E………...…

14 15 17 18 23 25 26

27 27 27 27 27 28 28 28 29 29 29 30 32 32 35 36 38 41 42 42 43 43 43

(11)

3.6. Ethical clearance dan Informed consent…….………...……

3.7. Analisa data………...………...

3.8.Batasan operasional...

3.9. Kerangka Opersional………...…..

BAB IV. HASIL PENELITIAN ...

BAB V. PEMBAHASAN ………...……

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ………...

6.2. Saran ………...….

DAFTAR PUSTAKA ………...…………

LAMPIRAN

43 43 44 45

46

51

57 57

58

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.Mikroskopis Kuman Salmonella Typhi...

Gambar 2.2. Phase perjalan demam pada penderita demam tifoid………..….

Gambar 2.3.Skema pemeriksaan laboratorium pada demam tifoid……...

Gambar 3.1. Prosedur pemeriksaan dengan typhidotIgM………....…..

Gambar 3.2. Hasil tes pada API 20E…………...

16 21 23 32 41

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Klasifikasi Salmonella typhi ………...…...

Tabel 2.2. Patofisiologi terjadinya demam typoid………...…

Tabel 2.3. Sistem Score Nelwan...

Tabel 2.4. Tabel kerangka konsep ………...…

Tabel 3.1. Komposisi media Salmonella Shigella Agar………....

Tabel.3.2. Komposisi SSA ………....……

Tabel 3.3. Kerangka Operasional Penelitian………...…..

Tabel 4.1. Karakteristik dari subjek penelitian………...…..

Tabel 4.2. Karakteristik demam dibandingkan dengan typhidot rapid

IgM dan kultur darah……….

Tabel 4.3. Karakteristik Nelwan score dibandingkan typhidot rapid

IgM dan kultur darah………....…….

Tabel 4.4. Tabel 4.4. Hasil pemeriksaan menggunakan typhidot rapid IgM dibandingkan kultur darah………...

9 17 23 26 37 37 46 48

49

49

50

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Lembar Penjelasan kepada calon subjek penelitian Lampiran 2 : Lembar persetujuan setelah penjelasan

Lampiran 3 : Kuesioner penelitian Lampiran 4 : Persetujuan komite etik Lampiran 5 : Master tabel data penelitian

(15)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

WHO : World Health Organization OMP : Outer membrane protein RISKESDAS : Riset kesehatan dasar

LPS : Lipopolisakarida

ICT : Immunochromatography

API : Analytical profile Index

ONPG : Ortho Nitro Phenyl-βD-Galactopyranosidase ADH : Arginine DiHydrolase

LDC : Lysine DeCarboxylase ODC : Ornitine DeCarboxylase CIT : Citrate utilization H2S : H2S production URE : Urease

TDA : Tryptophane DeAminas IND : Indole production VP : Voges Proskaue GEL : Gelatinase

GLU : Glucose fermentation/oxidation MAN : Mannitol fermentation/oxidation INO : Inositol fermentation/oxidation SOR : Sorbitol fermentation/oxidation RHA : Rhamnose fermentation/oxidation SAC : Sacharose fermentation/oxidation MEL : Melibiose fermentation/oxidation AMY : Amygdalin fermentation/oxidation ARA : Arabinose fermentation/oxidation

(16)

DETEKSI IMMUNOGLOBULIN M DENGAN ANTIGEN OUTER MEMBRANE PROTEIN (OMP) 50K-Da Salmonella typhi

PADA DEMAM TIFOID

Herawina E,(1) Zulfilar Lubis ,(1) Ricke Loesnihari, (1)

1Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP

H. Adam Malik Medan

Latar Belakang : Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan didunia dan secara luas masih banyak ditemukan diberbagai negara berkembang terutama negara yang terletak pada daerah tropis dan subtropis. Besarnya angka pasti kasus demam typoid sangat sulit ditentukan karena penyakit ini dikenal dengan spektum klinis yang sangat luas sehingga diagnosa klinis demam tifoid sulit ditegakkan untuk itu diperlukan pemeriksaan laboratorium, salah satu pemeriksaan serologi adalah typhidot Ig-M yang merupakan suatu pemeriksaan rapid test yang mendeteksi keberadaan antibodi IgM terhadap antigen Outer membrane protein (OMP) 50K-Da Salmonella typhi pada pasien demam typoid.

Objektif : Menilai sensitivitas dan spesifisitas antigen OMP 50K-Da Salmonella typhi pada demam typoid dibandingkan dengan kultur darah.

Metode : Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji diagnostik yang membandingkan rapid test typhidot IgM dengan kultur darah pada pasien dewasa

≥ 18 tahun dengan demam ≥ 38ºc, demam ≥ 3 hari, berdasarkan Nelwan score di RSUP Haji Adam Malik Medan.

Hasil : Subjek penelitian berjumlah 29 orang, dengan menggunakan Typhidot IgM positif 25 orang (86%) dan kultur darah positif 11 orang (38%). Dari hasil pemeriksaan Typhidot IgM terhadap kultur darah didapatkan sensitivitas 100%

dan spesifisistas 22,% serta nilai duga positif 45% dan nilai duga negatif 100%.

Kesimpulan : Dari hasil penelitian didapatkan rapid test Typhidot IgM memiliki sensitivitas yang cukup tinggi dan nilai spesifisitas yg kurang baik, dengan nilai prediksi negatif 100% menunjukan pemeriksaan rapid test Typhidot IgM belum dapat digunakan sebagai uji diagnostic, namun Typhidot IgM dapat digunakan sebagai uji screening awal, artinya typhidot IgM mampu menyingkirkan kasus yang benar-benar bukan demam typoid.

Keyword : Demam typoid, Rapid test Typhidot IgM, Kultur darah

(17)

IMMUNOGLOBULIN M ANTIGEN DETECTION WITH OUTER MEMBRANE PROTEIN (OMP) 50K-DA SALMONELLA TYPHI

ON TYPHOID FEVER

Herawina E, (1), Zulfilar Lubis , (1), Ricke Loesnihari, (1)

(1) Department of Clinical Pathology, Faculty of Medicine,University of North Sumatra / Adam Malik Hospital.

(2) Department of Medicine Division of Tropical Infections, Faculty of MedicineNorth Sumatra University / Adam Malik Hospital

Abstract

Background: Typhoid fever is a systemic infectious disease caused by Salmonella typhi. That is still widely found in the world and many developing countries that are mainly located in the tropical and subtropical. Clinical diagnosis of typhoid fever is difficult because there is no typical clinical manifestation, therefore we need laboratory tests. Typhidot IgM is one of serological examination is a rapid examination with of detecting the presence of antibodies IgM of Outer membrane protein (OMP) 50K-Da antigen in Salmonella typhi.

Objective: To assess the sensitivity and specificity of the IgM antigen examination of Outer membrane protein (OMP) 50K-Da Salmonella typhi with blood culture.

Methods: The method that was used in this study was diagnostic testing to compare rapid examination Typhidot IgM with blood cultures in adult patients ≥ 18 years old, with fever ≥ 38º, fever ≥ 3 days, who were diagnosed with suspected typhoid fever or typhoid fever based on Nelwan score in Haji Adam Malik Hospital.

Results: The number of subjects are 29 people, with 25 positive Typhidot IgM (86%) and 11 positive blood cultures (38%). The examination results of Typhidot IgM towards blood culture showed 100% sensitivity, 22% specificity, 45%

positive predictive value and 100% negative predictive value.

Conclusion:The results of rapid examination Typhidot IgM showed a good sensitivity and a poor specificity, with a negative predictive value of 100% which indicates that rapid examination Typhidot IgM can not be use a diagnostic examination but Typhidot IgM can be use as an initial screening examination this means that Typhidot IgM able to get rid of a case that really is not typoid fever.

Keyword: Typhoid fever, rapid test Typhidot , Blood Cultures.

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan didunia dan secara luas dan ditemukan diberbagai negara berkembang terutama negara-negara yang terletak pada daerah tropis dan subtropis.1,2 Besarnya angka pasti kasus demam tifoid sangat sulit ditentukan karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas.1 Menurut Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 diperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi angka kematian mencapai 600.000 kasus tiap tahun.1 Frekwensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan menjadi 15,4 / 10.000 penduduk. Demam tifoid di Indonesia mempunyai variasi yang berbeda di setiap daerah yang biasanya terkait dengan sanitasi dan kebersihan lingkungan.

Pada daerah pedesaan ditemukan 358 kasus per 100.000 penduduk pertahun, sedangkan pada daerah perkotaan insidennya mencapai 760-810 kasus per 100.000 penduduk pertahun.4 Data dari RISKESDAS tahun 2007 menyatakan bahwa demam tifoid menyababkan 1,6 % kematian penduduk Indonesia untuk semua umur.5 Angka kematian berkisar 10 % yang dapat diturunkan sampai 1 % bila mendapat pengobatan yang adekwat.3

Salmonella typhi merupakan bakteri yang tergolong dalam kuman batang gram negative berflagel, berkapsul, motil tapi tidak berspora bersifat aerob dan

(19)

anaerob fakultatif.6 Basil ini mati dengan pemanasan dengan suhu 60ºc selama 15-20 menit dengan cara pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi.6

Untuk menegakan diagnosis demam tifoid berdasarkan pada gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium.1 Namun demam tifoid sering tidak memberikan gambaran klinik yang khas sehingga sulit untuk menegakkan diagnosis pada awal penyakit.1 Gejala klinis yang timbul sangat bervariasi berupa demam, sakit kepala, lemah, anoreksia, mual, nyeri perut, muntah, gangguan GI motilitas, Insomsia, bradikardi relative, lidah kotor, hepatomegali, splenomegali, melena, dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Untuk itu Nelwan memberikan score terhadap masing- masing gejala tersebut 4,6,7,12.

Sampai saat ini standart baku emas untuk diagnosa pasti demam tifoid ditegakkan apabila ditemukannya kuman salmonella typhi pada biakan darah, urin, feses dan aspirasi sumsum tulang.9 Masalah yang dihadapi adalah pemeriksaan biakan darah memerlukan waktu yang cukup lama kurang lebih 5-7 hari dan dibutuhkan peralatan yang memadai untuk pembiakan kuman.3,9

Salah satu pemeriksaan serologik untuk membantu menegakkan diagnosa demam tifoid adalah pemeriksaan IgM Salmonella typhi yang merupakan suatu uji serologi menggunakan rapid tes yang bertujuan mendeteksi adanya antibodi spesifik IgM menggunakan antigen OMP 50 k-Da S. typhi dengan metode yang lebih cepat, lebih murah, akurat serta memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik. Uji ini tidak mengadakan reaksi silang dengan salmonellosis non tifoid .9,10,11

Outer Membrane Protein merupakan antigen S. typhi, yaitu bagian dinding sel yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel terhadap lingkungan sekitarnya. OMP berfungsi sebagai barier fisik

(20)

yang mengendalikan masuknya zat dan cairan kedalam membran sitoplasma, dan berfungsi sebagai reseptor untuk bakteriofag dan bakteriolisin. OMP ini terdiri dari 2 bagian yaitu protein porin dan protein non porin. Protein porin merupakan komponen utama OMP yang berada diantara 2 lapis lipid pada permukaan S.typhi yang berperan langsung dalam pathogenesis.6 Protein porin ini terdiri atas protein OMP B, OMP C, OMP D, OMP F dan merupakan saluran hidrofilik yang berfungsi untuk difusi solut. Sifatnya resisten terhadap proteolisis dan denaturasi pada suhu 85-100°C. Protein non porin terdiri atas protein OMP A, dan lipoprotein, bersifat sensitif terhadap protease, tetapi fungsinya masih belum diketahui dengan jelas. Beberapa peneliti menemukan antigen OMP S.typhi yang sangat spesifik yaitu antigen protein 50 kDa.11,20,29

Pita 50k-Da secara spesifik hanya dikenali oleh serum tifoid. Pita 5ok-Da ini terletak pada membrane luar merupakan protein alami dan bukan merupakan antigen Vi, H, O dari S.typhi. Antigen 50K-Da ini adalah varian protein Tol C, dimana fungsi OMP ini bersama dengan protein membrane dalam dan protein bridging yang merupakan rangkaian model dari pompa efflux untuk transportasi nutrisi dan agen bakterisida gram negative termasuk Salmonella. Kanal protein ini penting untuk kelangsungan hidup bakteri selama infeksi inang dan meningkatkan virulensi dari bakteri.26,29

Keddy.KH, et all yang melakukan penelitian pada Departemen Disease Reference Unit, International Institute For Communicable Disease of The National Health Laboratory Service Sandringham, South Afrika, Buletin of WHO, 2011 yang membandingakan beberapa rapid tes menggunakan typhidot

(21)

IgM memperoleh sensitifitas 75,0%, spesifisitas 60,7%, PPV 56,7%, NPV78%

sedangkan dengan typhidot Ig G sensitifitas 69,2%, spesifisitas 70,4%,PPV 54,3%

dan NPV 81,8%.13

K. E. Choo, Oppenheimer. J. S, Ismail. B. A, K. H. Ong, Universits sains Malaysia, melakukan penelitian terhadap 109 kasus demam, mengevaluasi validitas typhidot, widal dan kultur typhidot memiliki sensitivitas 95%, NPV 96

% dan spesifisitas 75%.14

Hayat. S. Atif, Shaikh Naila, Shah. S. I, Abbottabad Pakistan tahun 2010 yang melakukan penelitian terhadap 100 pasien yang dicurigai demam tifoid ditemukan 19 orang yang kultur darahnya positif dari 19 orang ini dievaluasi dengan typhidot IgM didapatkan sensitivitas 94,73%, spesifisitas 90%, Negative Predictive Value 97,72% dan Positive Predictive Value 78,26%15

Beig. K. Farzana, Ahmad. F, Ekram. M, Shukla. I. Departement of Pediatrics and Department of Microbiology, JN Medikal collage, Aligarh Muslim University, Aligarh India 2010 yang melakukan penelitian terhadap 145 kasus sangkaan demam tifoid dengan kultur darah yang positif sebanyak 30. Dari 30 subjek yang positif diuji lagi dengan beberapa rapid tes, didapatkan hasil dengan menggunakan rapid test typhidot IgM sensitifitas 90 %, spesifisitas 100 %, Positive Predictive Value 100 % Negative Predictive Value 92,1% dan hasil yang negatif pada kultur darah dengan menggunakan typhidot Ig-M diperoleh sensitifitas, spesifisitas, PPV dan NPV masing masing 88,8%, 100%, 100% dan 79,6%16

Begum. Z. et all melakukan penelitian pada Bangladesh Society Of Medical Mikrobiologi 2009 yang mendapatkan hasil dari 14 orang yang kultur

(22)

darahnya positif ditemukan S. typhi dengan menggunakan typhidot IgM ditemukan sensitifitas, spesifisitas, PPV dan NPV, masing-masing 92,85%, 90,0%, 76,47% dan 97,29% 17.

Siba.V, Howood. F. P, Vanuga. K, Wapling. J, Pada Institute of Medical Research, Goroka, Papua New Guinea and Goroka general Hospital, 2010 yang mengevaluasi beberapa serologi tes, dibandingkan dengan kultur darah, typhidot memperoleh sensitivitas 95,5%, spesifisitas 79,1%, PPV 0,174% dan NPV 99%

kemudian hasil dibandingkan dengan menggunakan kultur dan PCR didapatkan typhidot meiliki sensitivitas 70%, Spesifisitas 80,1%, PPV 25% dan NPV 95,8% 18.

Khoharo khan haji, pada Departemen Of Medicine, Muhammad Medical Collage Hospital Mirfuksas, Sindh Pakistan 2009 dalam penelitiannya terhadap 76 kasus yang kultur darahnya positip dengan menggunakan typhidot diperoleh sebanyak 74 subjek, didapat sensitivitas 96 %, spesifisitas 89% dan PPV 95 %.19

Fakta-fakta dan laporan diatas yang mengemukakan sensitivitas, spesifisitas keunggulan serta keterbatasan rapid tes yang menggunakan antigen OMP 50k-Da dalam mendeteksi antibodi IgG dan IgM sangat bervariasi, belakangan muncul pemeriksaan menggunakan rapid tes typhidot IgM yang hanya mendeteksi antibodi IgM saja dengan metode reverse Immunochromatographi.

Hal inilah yang mendorong keinginan penulis untuk meneliti lebih lanjut menilai sensitivitas, spesifisitas, NKP, NKN dari rapid test typhidot IgM ini yang akan diuji terhadap baku emas demam tifoid yaitu kultur darah.

(23)

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana kemampuan antigen Outer Membran Protein 50k-Da mendeteksi IgM Salmonella typhi untuk menegakkan diagnosa demam tifoid dibandingkan dengan kultur darah.

1.3. Hipotesa Penelitian

Antigen Outer Membrane Protein 50k-Da typhidot IgM memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dalam mendeteksi IgM Salmonella typhi untuk menegakkan diagnosa demam tifoid.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Mengevaluasi nilai diagnostik Antigen Outer Membrane Protein 50k-Da typhidot IgM dalam mendeteksi antibodi IgM Salmonella typhi pada demam tifoid.

1.4.2. Tujuan Khusus

a. Menilai sensitivitas antigen OMP 50k-Da typhidot IgM dalam mendeteksi antibodi IgM Salmonella typhi pada demam tifoid dibandingkan dengan kultur darah.

b. Menilai spesifisitas antigen OMP 50k-Da typhidot IgM dalam mendeteksi antibodi IgM Salmonella typhi pada demam tifoid dibandingkan dengan kultur darah.

(24)

c. Menentukan Nilai duga positip (NDP) antigen OMP 50k-Da typhidot IgM dalam mendeteksi antibodi IgM Salmonella typhi pada demam tifoid dibandingkan dengan kultur darah.

d. Menentukan Nilai duga negative (NDN) antigen OMP 50k-Da typhidot IgM dalam mendeteksi antibodi IgM Salmonella typhi pada demam tifoid dibandingkan dengan kultur darah

1.5. Manfaat Penelitian

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagi dokter tentang adanya serologi tes yang dapat membantu menegakkan diagnosa demam tifoid lebih cepat, akurat dan sederhana sebagai parameter deteksi dini demam tifoid.

(25)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. SALMONELLA

Salmonella pertama ditemukan dan diamati pada penderita demam tifoid pada tahun 1880 oleh Eberth dan dibenarkan oleh Robert Koch dalam kultur bakteri pada tahun 1881. Taksonomi Salmonella sangat komplek karena perkembangan dan penggunaan beberapa nomenklatur yang berbeda selama bertahun-tahun.19,20,21,22

Gambar 2.1. Mikroskopis kuman Salmonella19

(26)

2.2.Salmonella Typhi

2.2.1.Klasifikasi Salmonella typhi

Tabel.2.1. Klassifikasi salmonella typhi21 Klassifikasi

Kingdom : Bacetria

Phylum : Eubacteria

Kelas : Proteobacteria

Ordo : Eubacteriales

Famili : Enterobactericeae

Genus : Salmonella

Spesies : Salmonella enteric

Subspesies : Enteric (1)

Serotipe : Typhi

Dari sekian banyaknya serotip salmonella hanya S.typhi, S.cholera, S.paratyphi A dan S.paratyphi B yang menjadi penyebab infeksi utama pada manusia. Infeksi bakteri ini bersumber dari manusia namun kebanyakan Salmonella menggunakan binatang sebagai reservoir infeksi pada manusia. Dari beberapa jenis Salmonella infeksi S.typhi merupakan infeksi yang paling sering ditemukan.21,22.

2.2.2. Morfologi.

Salmonella typhi merupakan bakteri gram negatif barbentuk batang, tidak membentuk spora, berkapsul, ukuran 1-3,5 µm x 0,5-0,8 µm dengan besar koloni

(27)

rata-rata 24 mm, mempunyai flagel peritrikh sehingga bersifat motil. Mempunyai karakteristik fermentasi terhadap glukosa dan manosa tapi tidak tahan terhadap laktosa atau sukrosa. Bakteri ini bersifat aerob dan fakultatif anaerob. Dinding selnya terdiri atas murein, lipoprotein, fosfolipid, protein, lipopolisakarida dan tersusun sebagai lapisan-lapisan.9,22,23,

Bakteri ini tumbuh dengan baik pada pH 6-8, suhu 15-41ºC dengan suhu pertumbuhan optimal 37ºC, mati dengan pemanasan suhu 54,4ºC selama satu jam dan suhu 60ºC selama 15-20 menit dengan cara pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi. Salmonella dapat hidup dalam tubuh manusia dimana manusia adalah sebagai natural reservoir. Manusia yang terinfeksi S.typhi mengeksresikannya melalui sekret saluran nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang sangat bervariasi. Bakteri yang berada diluar tubuh dapat hidup untuk beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air es, sampah dan debu.3,9,22.

2.2.3. Stuktur Antigen :

Kuman ini memiliki Stuktur antigen yang merupakan hal yang penting dalam menentukan patogenitas kuman. Struktur antigen bakteri ini terdiri dari antigen somatic yang terdiri dari oligosakarida, antigen flagella yang terdiri dari protein dan antigen envelope yang terdiri dari polisakarida. Mempunyai makromolekuler lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapisan luar dari dinding sel dinamakan endotoksin yang dihasilkan dari lisisnya sel bakteri.

Kuman ini juga memiliki antigen Outer membrane protein yang merupakan bagian dinding sel yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel terhadap lingkungan sekitarnya.11,21,22

(28)

2.2.3.1.Antigen O/Ohne (Antigen somatik)

Antigen somatik yang berasal dari dinding sel kuman terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman. Merupakan bagian terpenting dalam menentukan virulensi kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen O menurunkan kepekaan bakteri terhadap protein komplemen, host kationik protein dan interaksi dengan magrofag. Antigen ini bersifat hidofilik, tahan terhadap pemanasan pada suhu 1000C selama 2-5 jam dan tahan terhadap alkohol 96 % dan etanol 96% selama 4 jam pada suhu 37° C tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.21,22,23

2.2.2.2. Antigen H (Antigen Flagella)

Terletak pada flagella, fimbriae atau fili dari kuman, disebut juga flagelin.

Flagel ini terdiri dari badan basal yang melekat pada sitoplasma dinding sel kuman, struktur kimianya berupa protein yang tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol pada suhu 60°C. Antibodi untuk antigen ini adalah IgG yang dapat memunculkan reaksi aglutinasi.,21,22,23

2.2.2.3. Antigen Vi

Antigen Vi merupakan antigen permukaan pada selaput dinding kuman untuk melindungi kuman terhadap fagositosis dan berstruktur kimia protein dengan BM 65 x 103 k-Da.6 Struktur kimia proteinnya dapat digunakan untuk mendeteksi adanya karier. Antigen ini rusak jika diberi pemanasan selama 1 jam pada suhu 60°C dan pada pemberian asam serta fenol1 Pada salmonella antigen ini dikenal juga sebagai virulence antigen..21,22,23

(29)

2.2.3.4. Antigen Outer Membrane Protein

Outer Membrane Protein merupakan antigen S.typhi, yaitu bagian dinding sel yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel terhadap lingkungan sekitarnya. OMP berfungsi sebagai barier fisik yang mengendalikan masuknya zat dan cairan kedalam membran sitoplasma, dan berfungsi sebagai reseptor untuk bakteriofag dan bakteriolisin. OMP ini terdiri dari 2 bagian yaitu protein porin dan protein non porin. Protein porin merupakan komponen utama OMP yang berada diantara 2 lapis lipid pada permukaan S.typhi yang berperan langsung dalam pathogenesis.6 Protein porin ini terdiri atas protein OMP B, OMP C, OMP D, OMP F dan merupakan saluran hidrofilik yang berfungsi untuk difusi solut. Sifatnya resisten terhadap proteolisis dan denaturasi pada suhu 85-100°C. Protein non porin terdiri atas protein OMP A, dan lipoprotein, bersifat sensitif terhadap protease, tetapi fungsinya masih belum diketahui dengan jelas. Beberapa peneliti menemukan antigen OMP S.typhi yang sangat spesifik yaitu antigen protein 50 kDa.11,20,29

Pita 50k-Da secara spesifik hanya dikenali oleh serum tifoid. Pita 5ok-Da ini terletak pada membrane luar merupakan protein alami dan bukan merupakan antigen Vi, H, O dari S.typhi. Antigen 50K-Da ini adalah varian protein Tol C, dimana fungsi OMP ini bersama dengan protein membrane dalam dan protein bridging yang merupakan rangkaian model dari pompa efflux untuk transportasi nutrisi dan agen bakterisida gram negative termasuk Salmonella. Kanal protein ini penting untuk kelangsungan hidup bakteri selama infeksi inang, dan meningkatkan virulensi dari bakteri.26,29

(30)

2.3. Demam tifoid 2.3.1. Definisi

Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi.6 penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.7

2.3.2. Etiologi

Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi, yang dapat hidup dalam tubuh manusia dimana manusia sebagai sumber infeksi utama yaitu penderita demam tifoid dan penderita dalam masa penyembuhan. Penularan demam tifoid sebagian besar berawal dari intake makanan atau air yang terkontaminasi feces.

Transmisi kuman ini berkembang malalui water bone atau food borne yang terjadi akibat seorang kronik karier mengkontaminasi makanan karena penanganan makanan yang kurang sehat dan higienis.1,2,3

2.3.3. Epidemiologi

Besarnya angka pasti kejadian demam tifoid di dunia ini sangat sukar ditentukan, sebab penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Sampai saat ini demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan utama didunia karena terkait dengan penyebarannya melalui kesehatan lingkungan, sanitasi dan sumber air yang tidak higienis diperparah dengan meningkatnya permasalahan kepadatan penduduk.7

Menurut Data Word Health Organization (WHO) tahun 2003 diperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi

(31)

angka kematian mencapai 600.000 kasus tiap tahun.1 Frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan menjadi 15,4/ 10.000 penduduk demam tifoid mempunyai variasi di setiap daerah yang biasanya terkait dengan sanitasi dan kebersihan lingkungan, jarang dijumpai secara epidemis tapi bersifat endemis dan lebih banyak dijumpai di kota-kota besar. Dari telaah kasus demam tifoid di rumah sakit besar di Indonesia menunjukkan angka kesakitan cenderung meningkat setiap tahun dengan rata-rata 500/100000 penduduk dengan perkiraan 0,6-5% angka kematian.3 Data dari RISKESDAS tahun 2007 menyatakan bahwa demam tifoid menyababkan 1,6 % kematian penduduk Indonesia untuk semua umur.5

2.3.4. Patofisiologi

Kuman S.typhi masuk kedalam tubuh manusia melalui mulut bersama makanan dan minuman yang tercemar.27,28 Setelah kuman sampai di lambung tubuh berusaha menghanyutkan kuman keluar dengan usaha pertahanan tubuh non spesifik yaitu oleh kekuatan peristaltik usus dan barier di lambung dengan adanya bakteri an-aerob di usus yang akan merintangi pertumbuhan kuman dengan pembentukan asam lemak rantai pendek sehingga menimbulkan suasana asam.

Ada beberapa faktor yang menentukan apakah kuman dapat melewati barier asam lambung yaitu: banyaknya jumlah kuman yang masuk, virulensi kuman, daya tahan tubuh penderita, status gizi serta kondisi asam lambung.2728

Untuk menimbulkan infeksi diperlukan jumlah kuman sebanyak 105 sampai109 kuman yang tertelan melalui makanan atau minuman.2 Bila kuman berhasil mengatasi mekanisme pertahanan tubuh di lambung, kuman akan tetap hidup dalam asam lambung kemudian akan masuk ke usus halus dan melaluinya

(32)

dengan menembus sel-sel epitel tanpa terlihat kerusakan, kuman akan mencapai kelenjar limfe mesenterial, pembuluh limfe, duktus torasikus lalu masuk ke peredaran darah sehingga terjadilah bekterimia pertama setelah 24-72 jam kuman tertelan dan ini tanpa disertai gejala, karena jumlah kuman yang masuk belum cukup banyak untuk dapat menimbulkan gejala, kuman akan segera tertangkap oleh RES terutama pada organ hati dan sumsum tulang 28,30. Organ yang pertama kali diserang adalah usus, limpa dan kandung empedu. Dari kandung empedu kuman akan menuju usus halus menimbulkan reaksi peradangan dengan infiltrasi sel-sel mononuklear terutama folikel limfoid pada plaque payeri. Kuman kemudian didalam sel retikuloendotelial akan berkembang biak.28,31

Apabila populasi kuman intrasel mencapai tahap kritis, sel-sel retikuloendotelial atau magrofag akan melepaskan kembali kuman- kuman masuk kedalam peredaran darah dan terjadilah bakterimia kedua selama beberapa hari sampai dengan beberapa minggu, saat ini baru timbul gejala klinis. Kuman yang berada di dalam kandung empedu akan menginfeksi usus kembali artinya kuman S.typhi akan masuk kembali kedalam usus untuk kedua kalinya setelah bakterimia

pertama dan jumlah kuman yang masuk kedalam usus kali ini jauh lebih besar dibandingkan pada awal infeksi.

Di dalam usus kuman S. typhi ini menimbulkan kelainan lokal, mula-mula kuman yang terlokalisir di plaque payeri pada ileum bagian bawah akan menembus mukosa lewat sel M, yaitu suatu sel khusus yang terletak diatas plaque payeri sehingga kuman menimbulkan respon inflamasi yang menyebabkan terjadinya ulserasi dan perdarahan usus. Selanjutnya jika respon imunitas selular mulai timbul, makrofag menjadi aktif dan mampu memusnahkan S.typhi intra sel

(33)

terjadilah respon inflamasi yang cepat dengan pelepasan mediator-mediator dalam jumlah besar yang mengakibatkan kerusakan jaringan usus dan perforasi.28 Kuman S.typhi dapat melapaskan endotoksin, yaitu suatu kompleks lipopolisakarida yang

selanjutnya akan merangsang pelepasan pirogen endogen dari dalam leukosit, sel limpa, sel kupffer hati, magrofag, sel polimorfonuklear dan monosit. Pirogen ini akan mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus sehingga menimbulkan gejala demam. Selanjutnya lipopolisakarida yang bertanggung jawab menimbulkan leukopeni dan hiperplasi sel-sel retikuloendotelial juga meningkatnya kemotaktik dan metabolisme sel fagosit.

2.3.5. Immunologi demam tifoid

Mekanisme tubuh terhadap penyakit infeksi umumnya adalah mekanisme pertahanan tubuh terhadap masuknya kuman S.typhi yang dapat timbul segera, diawali oleh mekanisme imunologik non spesifik dan selanjutnya diikuti dengan mekanisme pertahanan imunologik spesifik yang terdiridari respon imunitas humoral dan selular.31 Asam lambung merupakan sistim pertahanan yang non spesifik, merupakan salah satu barier utama yang dapat mematikan mayoritas kuman penyebab infeksi saluran cerna. Apabila terjadi Penurunan PH asam lambung, lebih banyak kuman yang dapat mencapai usus halus 30,31,32

Pertahanan imunologik spesifik biasanya menyangkut antibodi, limfosit B dan limfosit T serta komplemen yang terbagi atas imunitas seluler dan imunitas humoral.32 Respon imunitas seluler sangat penting dalam penyembuhan penyakit demam tifoid yang merupakan interaksi antara sel limfosit T dan fagosit mononuclear untuk membunuh mikroorganisme yang tidak dapat diatasi oleh

(34)

mekanisme mikrobisidal humoral dan fagosit polimorfonuklear. Adanya antigen kuman akan merangsang limfosit T untuk membentuk faktor aktivasi magrofag, sehingga akan berkumpul pada tempat terjadinya invasi kuman32

Limfosit B berperan dalam timbulnya respon imunitas humoral. Akibat stimulasi antigen kuman, sel ini akan berubah menjadi sel plasma dan mensintesa immunoglobulin31,34 Imunoglobulin IgG dan IgM adalah imunoglobulin yang dibentuk paling banyak.31,32,34,35 Peningkatan titer terjadi mulai minggu pertama kemudian meningkat pada minggu berikutnya, sedangkan IgA meningkat pada minggu kedua.34,35 IgM adalah antibodi pertama yang dibentuk dalam respon imun, karena itu kadar IgM yang tinggi merupakan petunjuk adanya infeksi dini.32,

(35)

Tabel.2.2. Patofisiologi terjadinya demam tifoid Kuman S.typhi masuk ke saluran cerna

Sebagian dimusnahkan asam lambung Sebagia masuk ke usus halus

Ileumterminalis (limfoi plague payeri )

Sebagian hidup menetap Sebagian menembus lamina propria

Perdarahan Masuk ke Aliran Limfe

Perforas Masuk ke kelenjar limfe mesenterial

Peritonitis Masuk & menembus Aliran darah

Nyeri tekan Bersarang di hati dan limpa

Hepatomegali, Splenomegali

Gangguan rasa nyaman,nyeri Infeksi S.typhi, Endotoksin

Zat pirogen dilepas leukosit pada

jaringan meradang

Demam tifoid

(36)

2.3.6. Gejala Klinis

Gambaran klinis demam tifoid sangat bervarisi mulai demam dengan gejala klinis yang ringan sampai dengan gejala klinis yang berat yang disertai dengan komplikasi. Masa inkubasi demam tifoid adalah 5-40 hari dengan rata- rata antara 10 sampai 14 hari.20,23 Gambaran klinis demam tifoid ini juga bervariasi berdasarkan daerah atau negara serta menurut waktu artinya gambaran klinis dapat berbeda pada saat sekarang ini dengan gambaran klinis demam tifoid pada masa lampau, terjadi juga perbedaan gambaran klinis pada negara maju dengan negara berkembang3. Variasi gejala ini disebabkan faktor galur Salmonella, status nutrisi dan imunologik pejamu serta lama sakit dirumahnya.19,36

a. Demam

Demam bersifat febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh beraangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga19 Penampilan demam pada kasus demam tifoid mempunyai istilah khusus yaitu step laddestep ladder temperature chart yang ditandai dengan demam timbul insidius, kemudian naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama, setelah itu demam akan bertahan tinggi dan pada minggu ke-4 demam turun secara perlahan, kecuali bila terjadi fokus infeksi seperti kolesistitis, abses jaringan lunak maka demam akan menetap.36

(37)

Gambar 2.2. Phase perjalan demam pada penderita demam tifoid 45

b. Gangguan pada saluran pencernaan

Pada demam tifoid bau mulut/nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah. Lidah ditutupi selaput putih kotor di bagian tengahnya dengan ujung dan tepi lidahnya kemerahan dan tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan konstipasi akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare. Pada beberapa kasus dijumpai gejala nausea, anoreksia, malaise, nyeri perut dan radang tenggorokan.17,19

c. Gangguan kesadaran

Pada Umumnya terdapat gangguan kesadaran yang kebanyakan berupa penurunan kesadaran ringan, sering didapatkan apatis dengan kesadaran seperti berkabut. Pada kasus yang berat biasanya dijumpai somnolen dan koma atau gejala psychosis. Pada penderita dengan toksik gejala delirium lebih menonjol.37 d. Hepatosplenomegali

Hati atau limpa ditemukan membesar, hati terasa kenyal dan nyeri tekan.3

(38)

e. Bradikardi relative dan gejala lain.

Bradikardi relative ditandai dengan peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan frekwensi nadi dengan patokan bahwa setiap kenaikan suhu 1ºc tidak diikuti peningkatan frekwensi nadi 8 denyut dalam 1 menit. Gejala lain yang ditemukan adalah Rose Spot diregio abdomen atas dan epitaksis.3

Karena sulitnya diagnosis klinis demam tifoid ditegakkan, Nelwan mengajukan sistem score yang memasukkan gejala-gejala yang sering ditemukan pada demam tifoid.11

Tabel 2.3. Sistim Nelwan score berdasarkan gejala klinis.

Gejala klinis dan symptom Skore

Demam < 1 minggu 1

Sakit Kepala 1

Lemah 1

Mual 1

Anorexia 1

Nyeri perut 1

Muntah 1

Gangguan GI motilitas 1

Insomnia 1

Hepatomegali 1

Spelenomegaly 1

Demam> 1 minggu 2

Bradicardia Relatif 2

Lidah Tifoid 2

Melena 2

Gangguan kesadaran 2

2.3.7. Diagnosis Bakteriologi /Pembiakan kuman.

Tujuan pembiakan kuman adalah untuk mencari kuman penyebab terjadinya infeksi. Metode diagnosis bakteriologi merupakan metode yang paling spesifik dan lebih dari 90% penderita yang tidak diobati kultur darahnya positif dalam minggu pertama. Metode ini masih menjadi gold standart dalam

(39)

menegakkan diagnosa demam tifoid. Penegakan diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S.typhi terdapat pada biakan darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum dan rose spot. Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid. Kegagalan untuk mengisolasi organisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor, keterbatasan media laboratorium, penggunaan antibiotik, volume spesimen, waktu pengumpulan, pasien dengan riwayat demam selama 7 sampai 10 hari menjadi lebih mungkin memiliki kultur darah positif.9

Kultur darah positif paling tinggi pada minggu pertama perjalanan penyakit, kultur positif berkisar antara 70-90 % kemudian menurun mencapai 10- 30 % dalam perjalanan penyakit berikutnya hingga pada akhir minggu ketiga dapat ditemukan 50% dan setelah minggu keempat jarang ditemukan.1,9 Sensitivitas kultur darah bergantung kepada apakah penderita sudah diberi antibiotik, volume darah yang diambil dan rasio darah dengan media kultur yang dipakai3,9. Kultur feces dapat ditemukan pada penderita selama sakit, meningkat pada minggu pertama 10-15% tetapi lebih sering ditemukan pada minggu kedua dan ketiga 75 % dan turun secara perlahan.40 Kultur feces yang positif pada daerah endemik tidak membantu menegakkan diagnosa tetapi dapat mendukung diagnosis bila disertai dengan gejala klinis, karena kemungkinan penderita merupakan fecal-carier. Sedangkan pada daerah non endemik kultur feces yang positif dapat merupakan diagnostik demam tifoid.39 Kultur tinja dan kultur urin meningkat yaitu 85% positif pada minggu ke ketiga dan 25% positif pada minggu keempat. Organisme dalam tinja masih dapat ditemukan selama tiga bulan dari

(40)

90% penderita dan kira-kira 3% penderita tetap mengeluarkan S.typhi dalam tinjanya untuk jangka waktu yang lama.12

Kultur aspirat sumsum tulang memberikan hasil positif yang tinggi mencapai 80–95% kasus. Aspirat sumsum tulang mempunyai nilai diagnostik yang tinggi dan dapat mengisolasi kuman dengan hasil yang lebih baik daripada biakan darah, feces dan urin. Pada kasus yang telah mendapat terapi antibiotik hasil kultur menjadi berkurang tetapi dengan kultur aspirat sumsum tulang masih positif, ini dikarenakan antibiotik yang diberikan sukar untuk dapat mencapai sumsum tulang.9,10 Namun prosedur yang digunakan ini sangat invasif dan tidak digunakan dalam praktek sehari-hari. Aspirasi duodenum juga telah terbukti sangat memuaskan sebagai tes diagnostik tetapi belum diterima secara luas karena toleransi yang kurang baik pada aspirasi duodenum, terutama pada anak-anak, dan volume yg dibutuhkan untuk kultur aspirat sumsum tulang hanya sekitar 0.5-1 mL.9,10

2.3.8. Diagnosis serologi

Saat ini telah banyak tersedia bermacam-macam pemeriksaan serologi yang dipakai untuk membantu menegakkan diagnosa demam tifoid. Pemeriksaan serologis dapat mempermudah menegakkan diagnosis dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S.typhi maupun mendeteksi antigen itu sendiri.

(41)

Gambar 2.3.Skema pemeriksaan laboratorium pada demam tifoid.24

(42)

2.4. KERANGKA KONSEP

Salmonella typhi

Bakterimia

Darah (kultur) Serum (IgM)

Usus halus Plagues payeri

Jumlah kuman ,

Virulensi Asam lambung Kondisi Os

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Disain Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik observational dengan metode Uji diagnostik 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP Haji Adam Malik Medan. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2014 sampai dengan Februari 2015. Penelitian dihentikan bila jumlah sampel minimal tercapai atau waktu pengambilan sampel telah mencapai tiga bulan.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1.Populasi penelitian

Populasi penelitian ini adalah pasien dengan gejala klinis berdasarkan Nelwan score yang datang ke FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan.

3.3.2.Sampel penelitian

Sampel yang diambil adalah sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.3.3. Kriteria Inklusi a. Demam ≥ 38 oC b. Demam > 3 hari

c. Laki-laki dan perempuan dewasa usia ≥ 18 tahun d. Gejala klinis berdasarkan Nelwan score

e. Bersedia ikut dalam penelitian

(44)

3.3.4.Kriteria Eksklusi a.Demam < 38oC b.Demam < 3 hari

c.Demam yang diketahui penyebabnya non tifoid 3.4. Perkiraan Besar Sampel

Untuk uji diagnostik digunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesa dengan populasi tunggal :

Z ( 1- ) = derivate baku alpha, untuk α = 0,05 1,96 Z (1-β) = derivate baku beta, untuk β = 0,10 1,282 Po = proporsi penderita demam tifoid = 0,00154

Po-Pa = selisih proporsi yang bermakna, ditetapkan sebesar = 0.1

Pa = perkiraan proporsi demam tiphoid pada saat penelitian = 0,1015

Jadi jumlah sampel yang dihitung berdasarkan rumus dia atas:

= 21 orang

Dengan menggunakan rumus diatas maka diperlukan sampel minimal sebanyak 21 orang.

3.5. Bahan dan Cara Kerja.

3.5.1.Bahan

Sampel yang diperlukan dalam penelitian ini adalah serum untuk pemeriksaan serologi dan darah untuk pemeriksaan kultur.

(45)

3.5.2.Pengambilan Sampel

a. Menjelaskan kepada pasien bahwa tes ini digunakan untuk menentukan penyebab penyakit .

b. Melakukan pengambilan sampel dengan menilai kriteria inklusi dan eksklusi .

c. Pengambilan darah pasien sebanyak 7 ml, 2ml untuk pemeriksaan serologi dan 5 ml untuk kultur.

cara pengambilan sampel.32,35

a. Gunakan sarung tangan, menentukan letak pengambilan dan palpasi untuk memastikanpembuluhvena (vena mediana cubiti)

b. Melakukan tindakan aseptik pada kulit menggunakan povidon Iodine 10% dari tengah memutar ke tepi, lalu dibiarkan 1 – 2 menit kemudian dihapus dengan alkohol 70%, biarkan kering secara alami dan jangan ditiup dan jangan menyentuh lagi daerah yang sudah disterilkan, terutama ketika mencari letak vena yang akan dipungsi.

c. Ambil darah vena dengan menggunakan spuit masukkan darah 5 ml ke dalam botol media, goyang memutar diatas meja datar agar tercampur rata, kemudian masukkan 2 ml darah ke dalam tabung tanpa anticoagulant untuk pemeriksaan serologi.

d. Botol Media dan tabung diberi identitas: nama pasien, jenis kelamin, umur, jam dan tanggal pengambilan, no rekam medik, jenis spesimen.

e. Segera kirim ke laboratorium, bila terpaksa ditunda maka disimpan pada suhu kamar.

(46)

3.5.3. Pengolahan sampel

3.5.3.1. Pemeriksaan Serologi typhidot rapid IgM41.

Pemeriksaan serologi dengan menggunakan typhidot rapid IgM dengan prinsip reverse Immunochromatografi untuk mendeteksi keberadaan antibodi IgM melalui antigen spesifik yang berasal dari OMP dinding sel bakteri S.typhi dengan berat molekul 50k-Da. Antigen S.typhi seberat 50 K-Da ini terdapat pada strip nitroselulosa.

Isi tes strip membrane:

a) Kontrol line: Rabbit Anti- Goat IgG 0,01-0,02µg b) Tes line: Salmonella typhi antigen 2 ± 0,2µg

c) Gold conjugate: Goat anti-human IgM-gold cooloi (provided as dried bio- Chemical reagent on individual tes strip membrane) 5 ±1µg

Isi Assay buffer:

a) Sodium Chloride (Nacl) < 1%

b) Di-Sodium Hydrogen Phosphate (Na2HPO4) < 0,2%

c) Sodium Azide (NaN3) ≤ 0,1%

d) Tween 20, ≤ 0,5% dan Bovine Serum Albumin, ≤1%

Prosedur kerja dengan menggunakan typhidot rapid IgM :

1. Darah tanpa antikoagulan dibiarkan membeku pada suhu ruangan, selanjutnya disentrifus dengan alat sentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit.

(47)

2. Keluarkan tes buffer dan sampel dibiarkan pada suhu ruangan sebelum digunakan, buka kantong dan keluarkan tes, letakkan di tempat yang bersih, kering dan datar.

3. Teteskan 30µL serum kedalam lubang 1 (well persegi) biarakan sampel mengalir sampai pada daerah “A”(merupakan garis kontrol)

4. Tambahkan 3 tetes buffer pada lubang 2 (well oval )

5. Tarik plastik (clear tab) tambahkan 1 tetes buffer pada lubang 1(well persegi)

6. Baca hasil untuk serum/plasma dalam 10 menit

Gambar 3.1. Prosedur pemeriksaan serologi rapid tes typhidot IgM 41

Interpretasi hasil :

Negatif : Hanya terbentuk garis kontrol (A) Positif : Terbentuk dua garis (garis “B” dan “A”) Invalid : Tidak terbentuk garis kontrol (A)

(48)

3.5.3.2.Pemeriksaan dengan Kultur darah

Kultur darah dilakukan untuk mendeteksi infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri yang tujuannya adalah mencari penyebab dari bakteri dengan cara mengkultur secara aerob dan anaerob. Prinsipnya adalah bakteri akan tumbuh apabila berada pada lingkungan yang menguntungkannya dan bila tersedia nutrisi yang adekuat. Suhu optimal untuk pertumbuhan kuman ini umumnya 37 0 C.

Kultur darah dengan inkubator Bactec 9050

Prinsip kerja :

a. Botol media ditutup dengan rapat dengan karet sehingga cairan media tidak mudah tumpah, transportasi media lebih mudah dan kontaminasi lebih kecil dibandingkan dengan media konvensional.

b. Botol media dapat dikocok sempurna sehingga pembentukan bekuan darah dalam media dapat dicegah

c. Pada waktu inkubasi, botol darah diagitasi terus menerus. Hal ini merangsang maksimal pertumbuhan kuman dalam dalam media (botol media diputar terus menerus selama inkubasi.)

d. Media mengandung zat yang dapat menetralisir efek antimikroba sehingga pertumbuhan tidak terhambat oleh antibiotik yang sudah didapat pasien (resin yang mampu menghambat efek antibotik) dengan menggunakan teknologi kolorimetrik dan fluoresensi.

e. Pengawasan pertumbuhan kuman dilakukan dengan memantau kadar CO2 hasil metabolisme kuman. Bila kadar CO2 hasil metabolisme melampaui

(49)

ambang batas tertentu atau penurunan jumlah O2di dalam vial, sistem menyatakan hasil biakan positif. Pada dasar botol media bactec terdapat indikator kadar CO2 yang memancarkan Flouresensi, apabila kadar CO2 melampaui ambang batas.

f. Prinsip deteksi adalah Peningkatan linier dan peningkatan kecepatan fluoresensi.

Tiap vial botol Bactec berisi :

a) 25 ml Enriched soybean –Casein Digest broth (TSB) b) 0,05% Sodium Polyanetholesulfonate (SPS)

c) Cationic and Non – ionic Adsorbing Resin d) Carbon dioxide (CO2)

e) Oxigen (O2)

f) Sensor untuk deteksi fluorescence

g) Penyimpanan dengan suhu 2-25 derajat Celcius.

Cara kerja kultur Inkubator Bactec :

a) Darah 5 ml langsung dimasukkan ke dalam vial botol Bactec dengan menggunakan disposable injeksi. Campur sampel dengan media Bactec secara merata

b) Tekan home rotor key di samping layar, buka pintu pada alat, tekan tanda botol pada layer, Barcode scanner (scan botol), masukkan botol ditempat yang ditentukan pada layer, tekan tanda ”OK” dan Tutup pintu dengan rapat.

(50)

c) Sampel diinkubasi dalam alat incubator Bactec selama 24 jam pada suhu 370 C. Perubahan warna menjadi kuning pada dasar tabung menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri dalam specimen. Pada layar menjadi warna kuning dan gambar botol menjadi warna biru.

d) Botol dikeluarkan dari incubator Bactec lakukan pewarnaan gram dan specimen diinokulasikan kedalam media Salmonella Shigella agar (SSA) selama 24 jam pada suhu 37ºC.

e) Amati pertumbuhan koloni pada permukaan media SSA lakukan pewarnaan gram, dan identifikasi bakteri dengan API 20 E.

3.5.3.3. Pewarnaan Gram23,49

Pewarnaan Gram dilakukan untuk identifikasi bakteri untuk melihat bentuk dan warna dari bakteri yang ada, dilakukan setelah kultur untuk memastikan representasi dari bahan sampel berdasarkan bakteri, sel leukosit, maupun sel epitel yang ada. Tujuannya untuk membedakan bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Prinsipnya adalah reaksi pewarnaan gram berdasarkan pada perbedaan susunan kimia dinding sel bakteri. Dinding sel bakteri gram (+) memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal sedang gram (-) lapisan peptidoglikan yang sangat tipis yang dikelilingi oleh membran luar.

Bakteri menyerap zat warna kristal violet, dengan penguatan lugol gram positif akan mengikat warna ungu meskipun sudah ditambahkan alkohol dan safranin sedangkan gram negatif akan melepaskan warna ungu dengan penambahan alkohol dan mengikat safranin jadi merah.

(51)

Cara kerja :

a) Buat hapusan diatas kaca objek kemudian difiksasi diatas nyala api b) Letakkan sediaan diatas rak pewarnaan

c) Tuang larutaan kristal violet diatas sediaan diamkan selama 1 menit d) Cuci dengan air mengalir, tuangi dengan larutan lugol, didiamkan

selama 1 menit kemudian larutan tersebut dibuang e) Beri larutan alkohol 95% selama 15 detik

f) Cuci dengan air, lalu tuangi sediaan dengan larutan safranin sebanyak 1 tetes, diamkan selama 30 detik

g) Cuci dengan air dan keringkan diudara

h) Lihat dibawah mikroskop dengan menggunakan pembesaran 100x.

i) Bentuk basil warna merah.49

3.5.3.4. Media kultur Salmonella Shigella Agar (SSA)

Salmonella Shigella agar adalah medium padat untuk isolasi Enterobacteria pathogen. Medium ini adalah medium selektif dan diferensial yang banyak digunakan dalam bakteriologi sanitasi mengisolasi salmonella dan shigella dari darah. Bakteri gram positif akan dihambat dengan campuran garam empedu. Pada media ini koloni kuman berbentuk bulat, kecil dan tidak berwarna.

(52)

Tabel. 3.1. Komposisi SSA

Bahan Ukuran (gram)

Beef Extract 5,0

Lactose 10,0

Sodium Citrate 8,5

Ferric Citrate 10,0

Neutral Red 0,0025

Polypeptone 5,0

Bile Salt 8,5

Sodium Thiosulfate 8,5

Agar 13,5

Brilliant Green 0,330 mg

Prosedur pembuatan SSA

a) Sebanyak 60,0 gram medium disuspensikan ke dalam 1 liter aqudes atau deionize.

b) Kadang-kadang sejumlah kecil bias hadir sedimen yang harus dilarutkan kembali sehingga pada saat pamansan harus diaduk-aduk.

c) Medium dipanaskan sampai mendidih agar tercampur dengan sempurna selama 1 menit

d) Masukan ke dalam tabung atau botol untuk disterilisasi didalam autoklaf selama 15 menit, pada suhu 121ºC, tekanan 1-2 atm, tunggu hingga agar dingin sekitarsuhu 45ºC.

(53)

e) Tuangkan ke dalam cawan petri atau tabung reaksi untuk kultur miringInokulasi mikroorganisme ke dalam cawan dan inkubasi.

Cara kerja SSA :

a) Ambil swab kultur.

b) Kemudian lakukan penanaman kuman dengan melakukan goresan secara zig zag.

c) Kemudian ditutup dan masukkan kedalam incubator pada suhu 37OC, dengan posisi tutup dibawah.

d) Biarkan selama 24 jam.

e) Jika tumbuh (koloni kecil, tidak berwarna / transparan ) lanjutkan dengan pewarnaan Gram kembali dan dilanjutkan Identifikasi kuman dengan API 20 E.

(54)

3.6.3.5. Tehnik Identifikasi bakteri dengan API 20 E (BiomerieuxR SA FRANCE).

API 20 E (Analytical Profile Index) adalah identifikasi bakteri berdasarkan pemeriksaan biokimia.

Tiap strips API 20 E berisi :

0.85% sterile saline.

Nitrate A

Nitrate B - Mineral oil Zinc dust

Kovacs Reagent Voges - Proskauer Reagents

Ferric Chloride H2O2 Oxidase Reagent OF Dextrose Motility Medium Prosedur kerja API 20 E

a) Ambil tiga sampai lima Koloni yang tumbuh pada media Salmonella Shigella dengan ose dan masukkan kedalam tabung yang berisi cairan NaCl 0,9% (± 5 ml ) Bandingkan suspensi kuman dengan standart kekeruhan Mc Farlan 0,5

disimpan pada suhu 2-8

°C

disimpan pada suhu 2-8

°C

IDof non- Enterobacteriaceae

(55)

b) Bandingkan warna dalam tabung tersebut dengan tabung warna standart Mc Farland (nilai kekeruhannya) .

c) Dengan menggunakan pipet isi semua tabung dengan suspensi bakteri hanya pada bagian tabungnya saja (jangan mengisi penuh mulut tabung), kecuali untuk tes Cit, VP dan GEL, pengisian dilakukan pada keduanya (tabung dan mulut tabung)

d) Pada uji tes ADH, LDC, ODC, H2S dan URE, teteskan tabung tersebut dengan mineral oil

e) Tutup box inkubasi dengan penutupnya dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam

f). Nilai perobahan warna yang terjadi pada API 20E dengan mengunakan soft ware API Lab Plus

Ada 20 parameter yang diperiksa pada API 20E, yaitu : a) ONPG (Ortho Nitro Phenyl-βD-Galactopyranosidase)

b) ADH (Arginine DiHydrolase)

c) LDC (Lysine DeCarboxylase)

d) ODC (Ornitine DeCarboxylase)

e) CIT (Citrate utilization)

f) H2S (H2S production)

g) URE (Urease)

h) TDA (Tryptophane DeAminase)

Gambar

Gambar 2.2. Phase perjalan demam pada penderita demam tifoid  45
Gambar 2.3.Skema pemeriksaan laboratorium pada demam tifoid. 24
Gambar 3.1. Prosedur pemeriksaan serologi rapid tes typhidot IgM   41

Referensi

Dokumen terkait

DENGAN MENGGUNAKAN CLASSIFICATION SHIFTING : PENGUJIAN CORE EARNINGS DAN EXTRAORDINARY ITEMS.. (STUDI EMPIRIS DI

Oleh karena itu puisi digital akan lebih dimaknai unsur bahasanya (kata) dibandingkan dengan keseluruhan karya kolaborasinya, maksudnya teks diamaknai terlebih

Dalam pengembangan perencanaan dan pembuatan perangkat lunak khusunya Aplikasi Registrasi Taekwondo Indonesia Racata Club masih menggunakan pencatatan menggunakan buku oleh karena

3) Pembuktian kualifikasi untuk menilai pengalaman sejenis yang sesuai dengan pekerjaan yang akan dikompetisikan dilakukan dengan melihat dokumen kontrak asli dan

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dalam meningkatkan strategi pemasaran bagi pihak perusahaan handphone Samsung Galaxy S4 berbasis Android

Setelah proses kliping Berita Nasional, Regional dan Kota Cimahi dipindahkan ke komputer, lalu penulis mendistribusikan ke bagian terkait seperti : Asisten

kecil Adanya bidang yang memisahkan ruang Adanya ruang lain sebagai perantara Kesimpulan Dapat digunakan pada ruang-ruang yang mempunyai hubungan erat Dapat digunakan pada