• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH KRIMINOLOGI TEORI STRUKTUR SOSIAL (SOCIAL STRUCTURE THEORY)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "MAKALAH KRIMINOLOGI TEORI STRUKTUR SOSIAL (SOCIAL STRUCTURE THEORY)"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH KRIMINOLOGI

TEORI STRUKTUR SOSIAL (SOCIAL STRUCTURE THEORY)

Dosen Pengampu:

Dr. Rehnalemken Ginting, S.H., M.H.

Disusun Oleh:

Anastasia Dhea Widyastuti (E0020050) Rinjani Avivah Ayusiwi Haryanto (E0020383)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2021

(2)

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

BAB I ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan ... 2

BAB II ... 3

A. Pengertian Teori Struktur Sosial ... 3

B. Prinsip-Prinsip Teori Struktur Sosial ... 4

C. Jenis-Jenis Teori Struktur Sosial ... 5

1. Social Disorganization Theory (Teori Disorganisasi Sosial) ... 5

2. Strain Theory (Teori Ketegangan) ... 8

3. Culture Conflict Theory atau Teori Penyimpangan Budaya ... 12

D. Implikasi Kebijakan Teori Struktur Sosial ... 15

E. Contoh Kasus ... 16

BAB III... 22

A. Kesimpulan ... 22

B. Saran ... 22

DAFTAR PUSTAKA ... 24

(3)

ii

KATA PENGANTAR

Terima kasih kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini guna pemenuhan tugas kelompok mata kuliah Kriminologi dengan judul “Teori Struktur Sosial (Social Structure Theory).”

Kami menyadari, bahwa dalam penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan doa, saran, dan kritik sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna karena terbatasnya pengalamanan serta pengetahuan yang kami miliki.

Oleh karena itu, kami menerima segala bentuk saran serta masuka bahkan kritik dari pihak-pihak lain, dengan harapan makalah ini dapat membantu proses belajar.

Kami berharap agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan.

Surakarta, 22 April 2021

Penulis

(4)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ada pepatah lama yang menyatakan bahwa, “kita dapat mengeluarkan penjahat dari lingkungan yang buruk, tetapi kita tidak dapat mengeluarkan lingkungan yang buruk dari penjahat.” Hal tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa lingkungan sosial, sangat berpengaruh terhadap tingkah laku atau baik buruk seseorang, terutama yang berhubungan dengan tindak kejahatan.

Meskipun tidak sepenuhnya dapat dibuktikan, banyak orang yang berpendapat bahwa pengaruh negatif dari lingkungan sosial, terutama seperti kemiskinan, kurangnya pendidikan, keluarga yang berantakan, lingkungan masyarakat yang tidak teratur, diskriminasi sosial yang terjadi secara terus-menerus, dan sosialisasi ke dalam nilai-nilai yang tidak produktif, menjadi suatu wadah bagi seseorang untuk dapat terjerumus dalam kehidupan kejahatan.

Pengaruh sosial yang negatif tersebut sangatlah berpengaruh pada seseorang, bahkan beberapa pendapat mengatakan walaupun keadaan seseorang berubah, pengaruh negatif dari lingkungan setempat akan terus aktif. Inti dari perspektif atau sudut pandang dari teori struktur sosial adalah, gagasan bahwa kejahatan adalah suatu fenomena sosial dan inti dari setiap pemahaman tentang kejahatan adalah peran yang dimainkan oleh masyarakat, institusi sosial, dan proses sosial dalam pengembangan dan pengendaliannya.

(5)

2 B. Rumusan Masalah

Setelah menyusun latar belakang, maka penulis dapat menemukan latar belakang beberapa masalah yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Apa pengertian dari Teori Struktur Sosial?

b. Apa aja prinsip dari Teori Struktur Sosial?

c. Apa saja jenis dan pengertian dari masing-masing Teori Struktur Sosial?

d. Bagaimana contoh kasus yang terkait dengan Teori Struktur Sosial yang ada di Indonesia?

C. Tujuan

Dari rumusan masalah yang telah disusun, maka penulis memiliki tujuan, yaitu sebagai berikut:

a. Mengetahui pengertian dari Teori Struktur Sosial;

b. Mengetahui prinsip dari Teori Struktur Sosial;

c. Mengetahui jenis dan penjelasan dari setiap Teori Struktur Sosial; dan d. Menganalisis contoh kasus terkait Teori Struktur Sosial yang ada di

Indonesia.

(6)

3 BAB II

ISI

A. Pengertian Teori Struktur Sosial

Pada dasarnya Social Structure Theory atau Teori Struktur Sosial menjelaskan kejahatan atau kriminalitas dengan memperhatikan pada pengaturan atau struktur ekonomi dan sosial dalam masyarakat. Teori ini melihat berbagai pengaturan baik formal maupun nonformal antara kelompok-kelompok sosial, yaitu struktur masyarakat sebagai akar dari penyebab kejahatan atau penyimpangan. Teori struktur sosial memprediksi bahwa aspek negatif dari struktur masyarakat, seperti disorganisasi dalam keluarga, kemiskinan atau ketimpangan pendapatan dalam pengaturan ekonomi masyarakat, dan kurangnya keberhasilan dalam proses pendidikan ini lah yang menghasilkan perilaku kriminal.

Meskipun berbagai jenis teori struktur sosial telah diajukan untuk menjelaskan kejahatan, keseluruhan teori tersebut memiliki satu kesamaan, yaitu pengaturan dalam struktur masyarakat mempengaruhi atau berkontribusi pada status sosial dan ekonomi rendah dari kelompok yang dapat diidentifikasi sebagai penyebab signifikan terjadinya kejahatan. Ahli teori struktur sosial melihat bahwa anggota kelompok yang secara sosial dan ekonomi kurang beruntung, lebih mungkin untuk melakukan kejahatan, dan mereka melihat adanya pencabutan hak ekonomi dan sosial sebagai penyebab dasar dari kejahatan. Selain itu, kemiskinan, kurangnya pendidikan, tidak adanya keterampilan yang dapat dijual, dan nilai-nilai subkultur yang mendukung untuk tindak kejahatan semuanya dianggap didasarkan pada kondisi sosial di sekitar, dan keseluruhannya menjadi dasar-dasar kausal dari teori struktur sosial.

Pengaruh dari lingkungan, sosialisasi, dan pola perilaku yang diterima, keseluruhannya digunakan oleh teori struktur sosial untuk menggambarkan penjahat sebagai produk atau hasil dari lingkungan

(7)

4

sosialnya. Meskipun kriminalitas diakui sebagai suatu bentuk perilaku yang diperoleh dari lingkungan sosial, hal itu digambarkan sebagai hasil akhir dari ketidaksetaraan sosial, rasisme, dan respon karena kehilangan hak dalam pengaturan sosial. Demikian pula struktur sosial, sejauh tidak adil dan relatif tidak dapat diubah, diyakini dapat melanggengkan kondisi yang menyebabkan kejahatan. Akibatnya, dilihat dari perspektif struktur sosial, kejahatan sebagian besar dilihat sebagai fenomena kelas bawah, sedangkan untuk kelas menengah dan atas umumnya diabaikan sebagai suatu hal yang kurang serius dan kurang berbahaya.

Teori Struktur Sosial menekankan bahwa kemiskinan, kurangnya pendidikan, tidak adanya keterampilan yang dapat dipasarkan, dan nilai- nilai subculture yang menyimpang sebagai penyebab mendasar dari kejahatan. Teori ini yang menggambarkan kejahatan sebagai hasil dari posisi individu dalam struktur masyarakat dan fokus pada kondisi sosial dan ekonomi kehidupan.

B. Prinsip-Prinsip Teori Struktur Sosial

a. Kelompok-kelompok sosial, lembaga-lembaga sosial, tatanan masyarakat, dan peran-peran sosial semuanya memberikan fokus yang tepat untuk studi kriminologis.

b. Dinamika kelompok, organisasi kelompok, dan hubungan subkelompok membentuk hubungan kausal dari mana kejahatan berkembang.

c. Struktur masyarakat dan tingkat relatif organisasi atau disorganisasi merupakan faktor penting yang berkontribusi terhadap perilaku kriminal.

d. Meskipun mungkin tidak mungkin untuk memprediksi perilaku spesifik dari individu tertentu, perkiraan statistik karakteristik kelompok dimungkinkan. Oleh karena itu, probabilitas bahwa anggota kelompok tertentu akan terlibat dalam jenis kejahatan tertentu dapat diperkirakan.

(8)

5 C. Jenis-Jenis Teori Struktur Sosial

Ada beberapa jenis Teori Struktur Sosial. Namun, terdapat tiga teori utama, di antaranya Social Disorganization Theory atau Teori Disorganisasi Sosial, Strain Theory atau Teori Ketegangan, dan Culture Conflict Theory. Keseluruhan teori tersebut memiliki beberapa elemen yang sama.

1. Social Disorganization Theory (Teori Disorganisasi Sosial)

Teori ketidakstabilan sosial menggambarkan perubahan sosial, konflik, dan kurangnya kesepakatan sebagai penyebab kejahatan dan penyimpangan di lingkungan sekitar. Teori ini terkait dengan kriminologi ekologi. Ekologi adalah istilah yang diambil dari biologi yang berarti menggambarkan hubungan timbal balik antara organisme hidup dan lingkungannya. Ilmu sosial menggunakan istilah ekologi untuk menggambarkan hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan fisik serta budaya tempat mereka hidup.

W.I. Thomas dan Florian Znaniecki dalam “The Polish Peasant in Europe and America” menggambarkan masalah yang dihadapi oleh imigran Polandia pada awal tahun 1900-an. Saat itu kejahatan meningkat di antara orang-orang terlantar dan berhipotesis bahwa penyebabnya adalah disorganisasi sosial karena ketidakmampuan imigran dalam mentransplantasikan norma dan nilai dari budaya asalnya ke dalam budaya baru.

Robert Park dan Ernert Burgess (Natural Urban Areas) mengembangkan lebih lanjut studi tentang disorganisasi sosial dari Thomas dan Znaniecki dengan ekologi sosial. Gerakan ekologi sosial tersebut meminjam istilah dalam ilmu Biologi tentang interaksi organisme dengan lingkungannya. Sedangkan dalam kaitannya dengan ilmu Sosial, ekologi sosial merupakan upaya untuk menghubungkan struktur dan organisasi setiap komunitas manusia dengan interkasi dalam lingkungannya. Park dan Burgess meneliti

(9)

6

daerah untuk menjelaskan tingginya angka kejahatan. Keduanya mengembangkan pemikiran tentang Natural Urban Areas yang terdiri atas zona-zona kosentrasi yang memanjang keluar dari distrik pusat bisnis di tengah kota, sampai ke pinggiran kota.

a. Zona I, berada di pusat, disebut dengan the Loop (lingkaran atau putaran), berisi bisnis ritel dan manufaktur ringan;

b. Zona II, merupakan zona transisi, rumah bagi kelompok imigran miskin, dan ditandai dengan rumah dan pabrik yang rusak serta bangunan yang ditinggalkan. Menurut Park dan Burgess serta para sosiolog Chicago lainnya, zona ini lah yang diyakini sebagai sumber dari macam-macam patologi kejahatan.

c. Zona III, dihuni oleh kelas pekerja, berisi kelompok imigran kedua yang lolos dari kondisi kemiskinan Zona II;

d. Zona IV, ditempati oleh warga kelas menengah dengan rumah keluarga tunggal; dan

e. Zona V, berada di pinggiran, disebut dengan zona komuter.

Clifford Shaw dan Henru McKay (Cullural Transmition), dari Park dan Burgess, Shaw dan McKay memutuskan untuk menggunakan model tersebut untuk meneliti secara empiris hubungan

(10)

7

antara angka kejahatan dengan zona-zona yang berbeda. Hasil dari penelitian tersebut menjelaskan bahwa angka kejahatan berbeda-beda sepanjang kota dengan arena dengan permasalahan tinggi yang memiliki angka kejahatan tinggi, kebanyakan delinquency terjadi di daerah yang dekat dengan disktrik pusat dan berkurang apabila semakin jauh dari pusat, tanpa melihat suatu bentuk populasi beberapa daerah memiliki angka delinquency yang konstan, daerah dengan tingkat delinquency tinggi ditandai dengan banyak imigran, dan dalam suatu daerah dengan delinquency tinggi terdapat penerimaan nilai non- konvensional yang berdampingan dengan norma konvensional yang dianut oleh daerah tersebut.

Faktor Penyebab Ketidakstabilan Sosial Menurut kajian Kesan Kitaran Ekonomi Terhadap Peningkatan Kadar Indeks Jenayah di Malaysia (Azam Sulaiman, 2011), menyebutkan beberapa faktor penyebab ketidakstabilan sosial antara lain:

a) Menurunnya nilai sosial

Lunturnya nilai sosial seiring kemajuan zaman menimbulkan dampak negatif seperti individualisme, egoisme, dan sopan santun. Tentunya hal-hal tersebut mendorong timbulnya perilaku kejahatan.

b) Hubungan masyarakat sekitar yang menurun

Hubungan masyarakat yang renggang menimbulkan perilaku kejahatan karena sikap saling membantu, kepedulian, dan kerja sama tidak terwujud.

c) Meningkatnya biaya hidup dan pengangguran

Kemajuan pembangunan ekonomi berdampak kepada taraf hidup dan biaya hidup masyarakat. Masyarakat yang tidak mampu memenuhi kebutuhan terdesak untuk bertindak segala cara seperti mencuri, begal, penipuan, merampok, dan sebagainya.

d) Tenaga kerja asing

(11)

8

Dampak negatif dari masuknya tenaga kerja asing adalah berkurangnya lapangan pekerjaan, dari hal tersebut timbul pengangguran yang tinggi, monopoli perdagangan, barang- barang illegal, budaya asing yang memicu terjadinya kejahatan.

e) Penyalahgunaan narkoba

Pengguna narkoba cenderung bertindak kriminal karena pada saat tertentu di mana pengguna telah sangat bergantung pada narkoba, maka pengguna tersebut dapat melakukan apapun untuk mendapatkan narkoba dengan cara kriminalitas sekalipun.

f) Kenakalan remaja

Kenakalan remaja yang disebabkan pergaulan bebas, lingkungan yang buruk, dan orang tua yang tidak mendidik medorong timbulnya kejahatan.

Pada teori disorganisasi sosial tersebut, terdapat kritik, antara lain:

1. Terlalu tergantung pada data resmi yang sangat mungkin mencerminkan ketidaksesuaian polisi pada lingkungan kumuh;

2. Terlalu terfokus pada bagaimana pola-pola kejahatan ditransmisikan, bukan pada bagaimana hal tersebut dimulai pertama kali;

3. Tidak dapat menjelaskan mengapa delinquency berhenti dan tidak menjadi kejahatan bergitu mereka beranjak besar;

4. Mengapa banyak orang di area yang “social disorganized”

tidak melakukan perbuatan jahat;

5. Tidak menerangkan delinquency di kalangan kelas menengah.

2. Strain Theory (Teori Ketegangan)

Robert K. Merton pada tahun 1938, mengaitkan masalah kejahatan dengan anomie (yang dalam bahasa Prancis berarti

(12)

9

“ketidakberaturan”) yang dikembangkan oleh Emile Durkheim. Akan tetapi, konsep Merton tentang anomie sedikit berbeda. Menurut Merton, masalah yang sebenarnya tidak diciptakan oleh sudden social change (perubahan sosial yang cepat) tetapi karena social structure (struktur sosial) yang menawarkan tujuan yang sama dengan sarana yang tidak merata. Kekurangpaduan apa yang diminta oleh budaya (kesuksesan) dengan apa yang diperbolehkan oleh struktur (yang mecegahnya), dapat menruntuhkan norma karena tidak lagi efektif untuk membatasi tingkah laku. Jadi, penyebab dari kejahatan mernurut strain theory sendiri, yaitu:

1. Kegagalan mencapai tujuan, kegagalan untuk mencapai apa yang diinginkan akan mendorong tindakan kriminal yaitu menghalalkan segala cara agar dapat mencapai tujuan tersebut;

2. Perbedaan antara harapan dan pencapaian, dimana seseorang tersebut mempunyai harapan yang tinggi terhadap apa yang diinginkan namun hasil atau pencapaiannya jauh berbeda dari harapannya sehingga mereka kecewa dan mendorong untuk melakukan tindak kejahatan;

3. Kehilangan sesuatu, yaitu hilangnya orang tersayang, penceraian, atau berpindah ke lingkungan yang baru, sehingga membuat individu tersebut mendapatkan pengganti dengan membalas dendam atas kehilangan tersebut; dan

4. Menunjukkan tindakan negatif, seperti konflik keluarga, putus sekolah, penganiayaan, dan sebagainya.

Konsep Merton menekankan pentingnya dua unsur di setiap masyarakat, yaitu (1) cultural aspiration atau culture goal dan (2) institutionalised means atau accepted ways. Kedua unsur tersebut dapat terintegrasi apabila suatu masyarakat stabil, dengan kata lain sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan berharga bagi mereka, haruslah ada bagi setiap individunya. Strain theory ini berasumsi bahwa setiap orang taat hukum, tetapi saat berada di bawah

(13)

10

tekanan besar, mereka akan melakukan kejahatan. Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan besar antara tujuan dan sarana yang ada.

Berikut ini adalah asas dari Strain theory, antara lain:

1. Kemiskinan, kemiskinan telah menyebabkan individu yang menyimpang mempunyai peluang kejahatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari;

2. Mempertahankan norma dan aturan konvensional, sebagian masyarakat cenderung mematuhi dan menganggap eksis peraturan konvensional dimana terkadang peraturan adat ada yang bertentangan dengan hukum nasional;

3. Ketegangan, individu yang mempunyai keinginan yang tinggi tetapi tidak memiliki peluang untuk mencapai kejayaan akan menimbulkan perasaan kecewa;

4. Pembentukan kelompok, remaja yang tidak memiliki nilai luhur akan membentuk kelompok yang cenderung kriminal seperti vandalisme, gangster, dan lain-lain;

5. Kejahatan dan kesalahan, kejahatan dan kesalahan merupakan perbuatan yang tidak diperbolehkan atau ilegal; dan

6. Pekerjaan terlarang, pekerjaan terlarang seperti pengedar narkoba, pembunuh bayaran, dan penjual barang curian merupakan perbuatan yang tidak diperbolehkan atau ilegal.

Merton juga mengembangkan modes of adaprions sebagai pemecahan bagi anggota masyarakat untuk dapat menghadapi strain (ketegangan). Merton mengungkapkan ada empat mode adaptasi menyimpang, antara lain:

1. Conformity (kesesuaian) adalah masyarakat menerima tujuan yang telah ditetapkan oleh anggota masyarakat kepada dirinya dan menerima cara yang diberikan untuk mencapai suatu tujuan;

2. Innovation (inovasi), adalah cara individu menerima tujuan dalam suatu masyarakat, tetapi menolak cara biasa yang digunakan oleh masyarakat untuk mencapai tujuan tersebut;

(14)

11

3. Ritualism (ritualis), merupakan cara untuk menolak tujuan adat akan tetapi masih menerima cara yang yang diberikan untuk mencapai tujuan;

4. Retreatism adalah proses yang terjadi apabila nilai-nilai yang berlaku tidak dapat dicapai melalui cara yang telah melembaga, tetapi warga masyarakat mempunyai kepercayaan yang mendalam sehingga mereka tidak mau menyimpang dari kaidah yang telah melembaga; dan

5. Rebellion (pemberontakan), merupakan tindakan yang tidak hanya menolak tujuan dan cara yang dicapai individu-individu ini menggantikan tujuan dan cara yang ada dengan tujuan mereka sendiri.

Versi lain dari anomie yang dikembangkan oleh Merton telah diajukan oleh Steven F. Messner dan Richard Rosenfeld, yaitu Relative Deprivation atau Deprivasi Relatif. Deprivasi relatif mengacu kepada kesenjangan ekonomi dan sosial di antara kelas atas dan kelas bawah yang tinggal berdekatan. Terdapat dua jenis deprivasi relative, yaitu pribadi dan kelompok. Deprivasi relatif pribadi merupakan karakteristik individu yang merasa kekurangan dibandingkan dengan orang lain. Orang yang mengalami deprivasi relatif pribadi cenderung merasa terisolasi secara sosial dan stress secara pribadi. Sedangkan deprivasi kelompok merupakan rasa ketidak adilan yang dimilki oleh anggota kelompok yang sama.

Pada tahun 1992, teori ketegangan kembali dirumuskan oleh Robert Agnew dan lainnya yang membentuknya menjadi perspektif komprehensif yang disebut General Strain Theory (GST) atau teori ketegangan umum. GST melihat perilaku yang melanggar hukum sebagai mekanisme yang memungkinkan mereka yang terlibat di dalamnya untuk mengatasi masalah sosio-emosional yang ditimbulkan oleh hubungan sosial yang bersifat negatif. Pada tahun 2002, Agnew kembali melakukan studi untuk menyempurnakan GST dengan

(15)

12

menjelaskan mengapa individu lebih mungkin untuk bereaksi terhadap ketegangan. Agnew mengemukakan bahwa faktor biologis tertentu memungkinkan beberapa individu rentan terhadap efek ketenangan dalam hidup mereka. Kritik terhadap strain theory, antara lain:

1. Terlalu berkonsentrasi pada kejahatan di tingkat bawah secara hierarki ekonomi, teori ini melalaikan kejahatan yang dilakukan oleh kalangan menengah dan atas;

2. Bagaimana mungkin suatu masyarakat yang bersifat heterogen seperti Amerika Serikat memiliki tujuan-tujuan yang disepakati setiap orang?; dan

3. Banyak juga orang-orang di masyarakat lain di luar Amerika Serikat yang mempunyai sarana terbatas dalam mencapai tujuan-tujuan material tetapi mempunyai angka kejahatan yang rendah, contohnya dua negara berkembang dan negara industri Jepang dan Swiss.

3. Culture Conflict Theory atau Teori Penyimpangan Budaya

Teori ini menjelaskan bahwa akar penyebab dari kriminalitas atau kejahatan disebabkan benturan nilai antara kelompok-kelompok budaya karena adanya perbedaan mengenai tingkah laku yang dianggap pantas dalam kehidupan sosial. Teori ini paling jelas ditemukan dalam tulisan Thorsten Sellin dalam bukunya “Culture Conflict and Crime” pada tahun 1938. Sellin mengemukakan bahwa akar penyebab kejahatan dapat ditemukan dalam nilai-nilai yang berbeda dalam hal perilaku yang pantas. Conduct norms (norma- norma yang mengatur kehidupan kita sehari-hari) merupakan aturan- aturan yang merefleksikan sikap-sikap dari kelompok-kelompok yang ada. Tujuan dari norma tersebut adalah untuk membatasi tingkah laku yang dianggap normal atau pantas dan tingkah laku yang dianggap tidak normal atau tidak pantas. Jadi, menurut Sellin, setiap kelompok

(16)

13

memiliki conduct norms-nya masing-masing. Menurut penjelasan tersebut, perbedaan utama antara seorang kriminal dengan seorang non-kriminal adalah bahwa masing-masing menganut perangkat conduct norms yang berbeda.

Sellin membedakan dua jenis konlfik budaya, yaitu konflik primer dan sekunder. Konflik primer terjadi ketika norma-norma dari dua budaya bertentangan (clash), pertentangan tersebut dapat terjadi di perbatasan antara area-area yang berdekatan, apabila norma dari satu kelompok budaya meluas hingga mencangkup wilayah dari kelompok budaya lainnya, atau apabila anggota dari satu kelompok berpindah ke budaya lain. Sedangkan konflik sekunder muncul jika Konflik sekunder tersebut terjadi ketika satu masyarakat homogen menjadi masyarakat yang kompleks dimana sejumlah kelompok sosial berkembang secara konstanatu budaya berkembang menjadi budaya yang berbeda-beda, masing-masing memiliki perangkat conduct norms-nya sendiri.

Hal mendasar dari gagasan konflik budaya adalah gagasan tentang subculture (subkultur). Subkultur adalah satu subdivisi di dalam budaya dominan yang memiliki norma-norma, keyakinan-keyakinan, dan nilai-nilainya sendiri. Subkultur biasanya ada ketika orang-orang dalam keadaan serupa mendapati dirinya terpisah dari mainstream (arus terbesar) masyarakat dan mengikatkan diri untuk saling mendukung. Teori mengenai subkultur ini muncul sebagai respon atas permasalahan khusus yang tidak dihadapi oleh anggota budaya dominan.

Karya kriminolog yang sering dikaitkan dengan perspektif subcultural adalah Albert Cohen, yang berfokus pada delinquent subculture. Cohen menggabungkan dan mengembangkan strain theory dan differential association untuk menjelaskan bagaimana delinquent subculture meningkat dan mengapa hal tersebut memiliki karakter yang khusus. Cohen mengklaim, bahwa anak-anak dari latar

(17)

14

belakang yang kurang mampu dianggap mudah beralih ke kenakalan karena mereka mengalami frustasi ketika dinilai oleh orang dewasa dan orang lain menurut standar dan tujuan dari kelas menengah yang tidak mungkin mereka capai. Ketika para pemuda mengalami keterasingan, sehingga mereka mencapai solusi kolektif dan independen yang menciptakan delinquent subculture.

Terdapat kritik dalam teori yang dikemukakan oleh Cohen tersebut, antara lain:

1. Teorinya tidak menjelaskan mengapa kebanyakan delinquent pada akhirnya menjadi orang yang taat hukum meskipun kedudukan mereka dalam struktur kelas relatif tetap;

2. Tidak jelas apakah anak-anak muda itu didorong oleh kekuatan motivasi serius atau hanya keluar ke jalanan untuk mencari kesenangan; dan

3. Jika subculture delinquent akibat dari praktek mengukur anak- anak kelas bawah dengan menggunakan alat ukur kelas menengah, lalu bagaimana orang akan menerangkan delinquency kelas menengah?

Pada tahun 1958, Walter B. Miller berusaha untuk merinci nilai- nilai yang mendorong anggota subkultur kelas bawah ke dalam suatu delinquent. Miller menggambarkan budaya kelas bawah sebagai tradisi berpola yang telah lama mapan dengan integrasinya sendiri.

Miller juga menguraikan apa yang disebutnya sebagai focal concerns (nilai-nilai kunci) dari subculture delinquent, yaitu masalah, ketangguhan, kecerdasan, kegembiraan, nasib, dan otonomi.

Pada tahun 1960, Richard A. Cloward dan Lloyd E. Ohlin menerbitkan “Delinquency and Opportunity.” Cloward dan Ohlin memfokuskan perhatiannya pada analisis substantif terhadap delinquent subculture, mereka meyakini bahwa opportunity theory mereka (gabungan dari cultural transmission dan strain theory) menawarkan suatu general framework untuk mengkaji kejahatan dan

(18)

15

delinquency. Asumsi bahwa conventional means disebarkan secara tidak merata di antara kelas-kelas sosio-ekonomi, bahwa kurangnya sarana-sarana itu menyebabkan frustasi bagi kalangan anak-anak kelas bawah, dan bahwa tingkah laku kriminal dipelajari dan dialirkan secara budaya. Jelasnya, sebagaimana kesempatan tidak tersebar secara merata dalam dunia konvensional, maka kesempatan untuk meraih tujuan juga tidak terdistribusi secara merata di dunia kriminal.

Beberapa subkultur jelas mengandung kekerasan dan dibangun di sekitar nilai yang mengandung aktivitas kekerasan (violence subculture). Pada tahun 1967, Franco Ferracuti dan Marvin Wolfgan menerbitkan karya mereka “The Subculture of Violence: Toward an Integrated Theory of Criminology.” Ferracuti dan Wolfang berkonsentrasi pada violence crime, menurut keduanya di beberapa subkultur, norma dan tingkah laku ditentukan oleh sistem nilai yang menuntut penggunaan kekerasan secara terang-terangan. Tesis utama dari Ferracuti dan Wolfgang adalah bahwa kekerasan adalah bentuk adaptasi yang dipelajari terhadap keadaan kehidupan tertentu yang bermasalah dan bahwa pembelajaran menjadi kekerasan terjadi dalam konteks lingkungan subkultur yang menekankan keunggulan kekerasan dibandingkan bentuk adaptasi lainnya.

D. Implikasi Kebijakan Teori Struktur Sosial

Pada tahun 1930-an, Clifford Shaw, dalam upaya mempraktikkan teorinya dan untuk mengurangi kenakalan di lingkungan transisi, mendirian Chicago Area Project. Shaw menganalisis permasalahan yang dialami oleh warga dalam lingkungan tertentu, bahwa delinquents pada dasarnya adalah anak-anak normal yang melakukan kegiatan ilegal pada usia dini. Chicago Area Project berusaha untuk mengurangi disorganisasi sosial di lingkungan kumuh melalui pembentukan komite dalam sebuah komunitas yang terdiri dari penduduk lokal daripada pekerja profesional.

(19)

16

Proyek tersebut memiliki tiga tujuan umum, yaitu meningkatkan penampilan fisik lingkungan kelas bawah, memberikan kesempatan rekreasi bagi kaum muda, dam melibatkan anggota proyek secara langsung dalam kehidupan kaum muda bermasalah melalui mediasi. Meskipun tidak ada program penilaian yang efektif untuk mengevaluasi Chicago Area Project selama masa program, pada tahun 1984 RAND Corporation menerbitkan tinjauan program tersebut selama 50 tahun dan mengatakan bahwa program tersebut efektif dalam mengurangi tingkat kenakalan remaja.

Mobilization for Youth (hasil program dari differential opportunity dari Cloward dan Ohlin) memberikan contoh tentang implikasi perlakukan teori struktur sosial yang berusaha tidak hanya untuk memberikan peluang baru, tetapi juga melalui tindakan sosial secara langsung untuk mengubah tatanan fundamental masyarakat dan dengan demikian dapat mengatasi akar penyebab kejahatan. Mobilization for Youth akhirnya dibubarkan di tengah protes yang mengatakan bahwa mandat dari Komite Presiden adalah untuk mengurangi kenakalan, bukan untuk mereformasi masyarakat perkotaan atau untuk mencoba teori sosiologis tentang pemuda Amerika.

The War on Poverty yang dideklarasikan oleh pemerintahan Kennedy dan Johnson selama tahun 1960-an dan program kesejahteraan federal dan negara bagian berikutnya yang memberikan bantuan pendapatan telah dikutip sebagai contoh program yang setidaknya memiliki potensi untuk mengurangi tingkat kejahatan dengan mendistribusikan kembali kekayaan masyarakat di Amerika. Namun, program tersebut mendapat kecaman karena melanggengkan ketidak adilan dan membebankan kepada warga negara secara finansial untuk mendanai program tersebut.

E. Contoh Kasus

1. Disorganization Theory (Teori Disorganisasi)

“Perampokan Sadis di Pulomas”

(20)

17

Perampok sadis beraksi di Pulomas, Jakarta Timur. Mereka menyatroni rumah Dodi Triono (59) dan menyekap orang-orang hingga tewas kehabisan nafas. Pada Senin, 26 Desember, Ramlan Butarbutar turun dari mobil Suzuki Ertiga, masuk ke rumah Dodi melalui pintu teralis yang tak dikunci. Lalu, Ramlan menyekap orang-orang seisi rumah. Terlihat dari CCTV, mereka mengumpulkan orang-orang di ruang tengah, sambil mengintimidasi dengan pistol dan golok, kemudian menggiring mereka ke kamar mandi 1,5x2 meter. Datanglah Dodi beberapa saat kemudian saat para perampok selesai menggasak barang- barang berharga. Dodi kemudian dimasukkan para perampok ke kamar mandi itu. Erwin Situmorang membantu Ramlan dalam proses penyekapan ini. Keran air dalam kamar mandi dinyalakan, kunci dibuang, gerendel pintu dirusak. Maka terkuncilah 11 orang di dalam kamar sempit itu. Pada Selasa , 27 Desember, kerabat bernama Sheila Putri menyambangi rumah Dodi dengan curiga karena mendengar suara minta tolong. Dia kemudian melapor ke Pos Polisi Kayuputih. Satpam dan polisi kemudian datang ke rumah Dodi dan berusaha keras membuka pintu kamar mandi itu.

Sekuriti bernama Lutfi (28) kemudian mendobrak pintu itu. 11 orang itu akhirnya dikeluarkan dari ruang sempit dan pengap.

Namun sayang, enam di antara mereka sudah tak bernyawa karena kehabisan oksigen.

Tidak lama berselang, yakni pada 29 Desember 2016, polisi berhasil menangkap tiga orang pelaku. Sementara satu lainnya yang bernama Ius Pane masih buron. Ius berhasil ditangkap di Medan, Sumatera Utara, pada Minggu 1 Januari 2017.

Dua tersangka pertama yang diamankan polisi adalah Ramlan Butarbutar dan Erwin Situmorang di sebuah kontrakan di Gang Kalong, RT 08 RW 02, Bojong, Rawalumbu, Bekasi, Rabu (28/12/2016). Malam harinya, polisi menangkap Alfins Bernius

(21)

18

Sinaga di kawasan Bekasi juga. Ramlan disebut polisi sebagai pimpinan dari komplotan perampok tersebut dan juga otak dari perampokan dan pembunuhan itu. Ia tewas akibat kehabisan darah setelah ditembak polisi saat penangkapan. Ketiga pelaku yang masih hidup kemudian dijerat dengan pasal berlapis, yaitu Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan juncto Pasal 365 KUHP tentang Pencurian dan Pasal 333 KUHP tentang Penyekapan dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

Disorganisasi sosial yang menggambarkan perubahan sosial, konflik, dan kurangnya kesepakatan sosial sebagai akar penyebab kejahatan dan penyimpangan. Disorganisasi sosial terkait erat dengan sekolah kriminologi ekologi. Dimana, individu tidak dapat menyesuaikan dirinya dari lingkungan lama kepada lingkungan baru. Dapat disimpulkan dari kasus tersebut bahwa keempat tersangka merupakan suku batak yang berasal dari sumatera utara, sedangkan tempat terjadinya pidana yaitu Jakarta Timur. Hal tersebut menunjukkan bahwa mereka tidak dapat menyesuaikan dengan lingkungan yang baru untuk bertahan dan kekurangan dalam bidang ekonomi sehingga terdorong untuk melakukan tindak pidana perampokan tersebut. Disorganisasi sosial adalah proses melemahnya nilai dan norma dalam suatu masyarakat akibat terjadinya perubahan. Pada kasus tersebut jelas ditunjukkan bahwa tindakan mereka seperti merampok, menyekap, dan membunuh tidak sesuai dengan norma yang berlaku.

Disorganisasi sosial muncul di lingkungan perkotaan seperti yang dapat dilihat kasus tersebut terjadi di lingkungan perumahan elit.

Ketimpangan sosial memicu munculnya rasa kecemburuan sosial dalam masyarakat. Demi mengikuti arus globalisasi, beberapa orang akan melakuakan apapun demi mencapai keinginannya, termasuk melakukan tindakan kriminal.Perampokan adalah salah satu tindakan yang mungkin terjadi akibat adanya kesenjangan

(22)

19

sosial. Perilaku menyimpang tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan karena tuntutan globalisasi.

2. Strain Theory (Teori Ketegangan)

“Miris Remaja Mencuri untuk Biaya Hidup, KPAI Minta Pemda Bantaeng Entaskan Kemiskinan”

Warga jalan Pemuda, Bantaeng ditangkap pada 29 Agustus 2019 karena melakukan pencurian di SD Negeri 5 Lembang Cina Bantaeng pada Februari 2019 lalu. Bersama rekannya, AS mencuri 2 unit laptop, 1 unit kamera, dan uang tunai senilai 7 juta rupiah yang mengakibatkan kerugian materil bagi sekolah senilai 18 juta rupiah.

Mirisnya, remaja yang putus sekolah ini diketahui mencuri karena faktor ekonomu, yakni untuk memenuhi biaya hidupnya sehari-hari. Informasi dari Humas Polres Bantaeng, pelaku terancam dikenakan Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan ke-5 KUHP dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara.

Teori Strain berasumsi bahwa setiap orang taat hukum, tetapi saat berada di bawah tekanan besar, mereka akan melakukan kejahatan. Begitu pula kasus di atas, remaja yang putus sekolah ini diketahui terdorong melakukan tindak pidana mencuri karena faktor ekonomi, yakni untuk memenuhi biaya hidupnya sehari-hari.

Berdasarkan teori yang diungkapkan oleh Merton, modes of adaprions sebagai pemecahan bagi anggota masyarakat untuk dapat menghadapi strain (ketegangan). Kasus di atas merupakan Innovation atau inovasi yaitu menerima tujuan yang dilembagakan oleh masyarakat tetapi dengan cara yang cenderung tidak benar.

Pada kasus diatas, dia telah mencapai tujuan yaitu kemakmuran dan kecukupan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari namun dengan cara yang tidak benar yaitu mencuri. Salah satu penyebab ketegangan juga disebutkan oleh Merton yaitu kegagalan

(23)

20

mencapai tujuan, sedangkan pada kasus diatas seharusnya tujuan dari remaja tersebut yaitu lulus selalu mendapatkan pekerjaan namun pada faktanya dia putus sekolah dan dan sulit mendapatkan pekerjaan. Selain itu, disebutkan bahwa teori strain disebabkan oleh tindakan negatif seperti putus sekolah sehingga menunjukkan bahwa kasus tersebut berkaitan dengan teori strain.

3. Culture Conflict Theory (Teori Penyimpangan Budaya)

“Cambuk Perempuan non-Muslim, Pusat diminta Tegus Aceh”

Pelaksaan hukuman cambuk terhadap seorang perempuan non-Muslim berusia 60 tahun, terjadi di Takengon, Aceh pada Selasa 12 April 2016. Perempuan tersebut dicambuk hampir 30 kali di hadapan ratusan warga karena menjual minuman beralkohol.

Lies Marcoes, selaku pengamat Islam di Aceh mengungkapkan bahwa pemberlakukan Qanun itu primodial dan hanya berlaku untuk masyarakat Islam. Oleh karena itu, Lies mengatakan bahwa Aceh telah melakukan pelanggaran terhadap implemtasi hukum nasional dan meminta kepada pusat untuk menegur Aceh.

Dengan adanya aturan dalam Qanun bagi yang beragama non-Muslim, maka menunjukkan hukum positif tidak berlaku di sana, jadi hal tersebut merupakan suatu pergeseran dalam penerapan hukum islam. Dimana dalam penerapan hukum islam, seharusnya terbatas bagi orang-orang Muslim saja. Qanun sendiri merupakan aturan pidana Islam yang diterapkan oleh pemerintah Aceh. Semenjak diberlakukannya aturan tersebut para pengiat hak asasi manusia juga mengkritik materi Qanun yang diberlakukan pula untuk penganut agama non-Muslim karena dinilai diskriminatif.

(24)

21

Pada teori konflik budaya menjelaskan bahwa akar penyebab dari kriminalitas atau kejahatan disebabkan benturan nilai antara kelompok-kelompok budaya karena adanya perbedaan mengenai tingkah laku yang dianggap pantas dalam kehidupan sosial. Pada kasus di atas kelompok satu dengan lainnya sudah bersinggungan, dimana seharusnya Hukum Islam hanya berlaku pada masyarakat muslim. Merujuk pada pasal 18B ayat (2) UUD 1945, Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan hukum nasional. Sehingga, hukum cambuk tersebut telah mempermalukan dan tidak manusiawi.

Namun, dilihat perspektif hukum, perempuan tersebut juga sudah melanggar hukum nasional yaitu pada Pasal 300 ayat 1 KUHP,

“pihak yang sengaja menjual atau memberikan minuman memabukan kepada orang telah kelihatan mabuk, sengaja membuat mabuk orang di bawah 16 tahun dan memaksa mengkonsumsi miras diancam pidana penjara paling lama enam tahun.”. Oleh karena itu, bila hukuman cambuk dianggap tidak sesuai dengan hukum nasional, perempuan tersebut seharusnya dapat dihukum dengan hukum nasional saja.

(25)

22 BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah dijelaskan mengenai Teori Struktur Sosial di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Teori Struktur Sosial mengeksplorasi hubuangan antara individu, kelompok, dan institusi sosial dan memberikan hipotesis bahwa kejahatan merupakan hasil dari proses sosial, sebagai konsekuensi alami dari aspek struktur sosial atau sebagai hasil dari perjuangan kelas ekonomi. Teori Struktur Sosial mengkaji pengaturan kelembagaan dalam masyarakat dan interaksi antar individu, kelompok, maupun lembaga sosial yang mempengaruhi sosialisasi dan berdampak pada perilaku sosial.

Selain itu, ada beberapa jenis Teori Struktur Sosial, di antaranya disorganization theory, strain theory, dan culture conflict theory yang keseluruhnya memiliki kesamaan, yaitu menyortoti pengaturan dalam masyarakat yang berkontribusi pada status sosial ekonomi rendah dari suatu kelompok, misalnya kemiskinan, kurangnya pendidikan, tidak adanya keterampilan yang dapat dijual, dan nilai-nilai subkultural yang menyimpang sebagai penyebab kejahatan. Selain itu dalam Teori Struktur Sosial, anggota kelompok kelas bawah atau yang kurang beruntung secara sosial dan ekonomi dianggap lebih mungkin melakukan kejahatan.

B. Saran

Dari penjelasan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dapat dipersempit kembali pengertian dari Teori Struktur Sosial, bahwa teori tersebut memandang kejahatan atau kriminalitas disebabkan adanya ketidakberuntungan anggota kelompok kelas bawah (kemiskinan,

(26)

23

kurangnya pendidikan, dll). Namun, hal tersebut tidak dapat disamaratakan, perilaku atau tindak kejahatan haruslah dilihat dari beberapa aspek. Tidak hanya dari segi struktur sosial yang hanya menyoroti kelas bawah sebagai penyebab kejahatan. Akan tetapi, diperlukan suatu studi atau penelitian yang juga mengungkapkan kejahatan dalam kalangan kelas mengah hingga kalangan kelas atas.

(27)

24

DAFTAR PUSTAKA

Ali, B. (2019, Februari 21). Kriminologi: Social Structure Theory (Teori Struktur Sosial). Retrieved from sribd.com:

https://www.scribd.com/document/400163511/Kriminologi-Social- Structure-Theory-teori-struktur-sosial

Damarjati, D. (2016). Kronologi Lengkap Perampokan Sadis Pulomas.

detikNews.

Hidayat, R. (2016). Cambuk Perempuan non-Muslim, Pusat Diminta Tegur Aceh.

BBC News Indonesia.

Jasra. (2019). Miris Remaja Mencuri untuk Biaya Hidup, KPAI Minta Pemda Bantaeng Entaskan Kemiskinan. Rakyatku.com.

Schmalleger, F. (2006). Criminology Today an Integrative Intriduction. Upper Saddle River, N.J.: Pearson Prentice Hell.

Topo Santoso, E. A. (2020). Kriminologi. Depok: Rajawali Pers.

Referensi

Dokumen terkait

Produk yang kami buat adalah makanan khas nusantara yaitu sate ayam khas ambal..

Judul Skripsi :Upaya Meningkatkan Keaktifan Siswa dan Keterampilan Membaca Pemahaman Aksara Jawa melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament

Pembuangan kotoran ternak sembarangan dapat menyebabkan pencemaran pada air, tanah dan udara (bau), serta memberikan dampak pada kualitas lingkungan, kualitas hidup

Upaya penyiapan tenaga kerja yang terampil sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan industri, didekati melalui kebijakan “link and match” adalah

Penelitian ini didukung oleh Prayitno (1995) yang menerangkan bahwa apabila setiap nilai dari ARR, PBP, NPV, IRR, dan PI yang diperoleh sesuai dengan syarat-syarat kelayakan

Dengan menggunakan metode penelitian historis faktual tokoh Rabi’ah al-Adawiyah, maka penulis akan menggumpulkan, menyeleksi, menginterpretasi, memberikan interpretasi

Pada penelitian ini menemukan hari bebas parasit dari pengobatan AAQ yaitu pada hari kedua (H2) dari penderita dengan densitas parasit >1.000-10.000 tidak

Sebenarnya masing-masing sumber tidak menganjurkan tindakan aborsi tersebut, tetapi apabila secara Hukum dan Medis masih memberikan toleransi dalam hal aborsi, Alkitab secara