• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS OLEH PRAWIRA BUNTARA PUTRA NIM:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS OLEH PRAWIRA BUNTARA PUTRA NIM:"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

PENDERITA MENINGIOMA DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2017-2018

TESIS

OLEH

PRAWIRA BUNTARA PUTRA NIM: 167041155

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BEDAH SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

(2)

INDEX PROLIFERASI Ki-67 LABELLING INDEX PADA PENDERITA MENINGIOMA DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2017-

2018

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Kedokteran Bedah Saraf Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

Oleh

dr. Prawira Buntara Putra 167041155

DEPARTEMEN ILMU BEDAH SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul hubungan ekspresi matrix metalloproteinase- 9 (mmp-9) dengan index proliferasi ki-67 labelling index pada penderita meningioma di rsup h. Adam malik medan tahun 2017-2018 yang merupakan salah satu tugas akhir dalam menyelesaikan program pendidikan S2 Magister Kedokteran Klinik USU.

Saya ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan tesis ini, terutama kepada:

1. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kemudahan dalam penggunaan fasilitas belajar.

2. Prof. Dr. dr. Ridha Dharmajaya., Sp.BS(K) sebagai Kepala Departemen dan dosen pembimbing I atas bimbingannya dan senantiasa mendorong agar tesis ini dapat terselesaikan tepat waktu.

3. Prof. dr. Adril Arsyad Hakim, Sp.S, Sp.BS(K) sebagai dosen pembimbing II dan guru yang telah banyak memberikan masukan keilmuan bedah saraf, khususnya dalam penyusunan tesis ini.

4. Dr. dr. Arlinda Sari Wahyuni, MKes sebagai pembimbing metodologi penelitian

5. Prof. Dr. dr. Iskandar Japardi Sp.BS(K); Prof. dr. Abdul Gofar Sastrodiningrat, Sp.BS(K); Dr. dr. Rr. Suzy Indharty, M.Kes, Sp.BS(K); dr. M. Ihsan Z. Tala, Sp.BS(K); dr. Mahyudanil, Sp.BS(K), dr. Sabri Sp.BS(K); dr. M. Deni Nst Sp.BS(K), dr.

Abdurrahman Mouza, M.Ked(Surg), Sp.BS; dr. Andre M. P.S, M.Ked(Surg), Sp.BS; dr. Steven Tandean, M.Ked(Surg), Sp.BS atas dukungan dan ilmunya dalam pendidikan magister ini.

6. Keluarga tercinta yang sentiasa berdoa, mengingatkan dan memberikan dukungan motivasi dan materi sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini.

7. Senior, teman dan junior residen bedah saraf FK USU, keluarga besar Green Brain FK USU yang banyak membantu, terutama dalam memberikan semangat agar kita dapat menyelesaikan tesis dan pendidikan magister ini tepat waktu.

Akhir kata, saya berharap agar tesis ini dapat berguna bagi masyarakat pada umumnya dan khususnya bagi keilmuan bedah saraf global. Terima kasih.

Medan, November 2019 Penulis,

Prawira Buntara Putra NIM. 167041155

(11)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Meningioma merupakan tumor otak jinak pada jaringan pembungkus otak atau meningens. Meningioma tumbuh dari sel arachnoid cap yang berasal dari arachnoid villi atau lapisan tengah meningens. Tumor otak primer yang paling sering didiagnosa adalah meningioma yaitu sebesar 33,8% dari seluruh tumor otak primer. Di Amerika Serikat, insiden meningioma yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan patologi diperkirakan sebesar 97,5 per 100.000 jiwa. Namun jumlah ini diperkirakan lebih rendah dari yang sebenarnya karena adanya sebagian meningioma yang tidak dioperasi. Sedangkan di Inggris, insiden meningioma diperkirakan sebesar 5,3 per 100.000 jiwa dan tetap stabil selama 12 tahun ini (Wiemels, 2010; Cea-Soriano, 2012).

Beberapa faktor resiko terjadinya meningioma adalah usia, radiasi, genetik dan hormonal. Insiden meningioma meningkat seiring pertambahan usia dengan puncak pada usia 70 hingga 80 tahun. Tumor ini sangat jarang terjadi pada anak- anak. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa paparan radiasi merupakan resiko terjadinya meningioma. Hal ini disebabkan oleh kerusakan gen pengatur siklus sel Ki-Ras dan Gen ERCC2. Penggunaan telepon genggam tidak menunjukkan peningkatan insiden terjadinya meningioma. Mayoritas meningioma bersifat sporadis yaitu terjadi tanpa adanya riwayat tumor otak pada keluarga lainnya.

(12)

Meningioma yang terjadi akibat warisan genetik sangat sedikit dan jarang, misalnya mutasi gen NF2 pada kromosom 22 (Barnholtz-Sloan, 2007).

Meningioma sendiri merupakan tumor yang memiliki sifat pertumbuhan yang lambat, namun beberapa meningioma menunjukkan sifat malignan seperti invasi ke parenkim otak, infiltrasi dura dan invasi dari tulang tengkorak. Faktor yang mempengaruhi invasi dari tumor masih menjadi perbincangan yang hangat, termasuk histologi tumor, lokasi, jenis operasi, temuan intraoperatif, kemampuan proliferatif, kelainan kromosom dan sitokin (Okada et al. 2004).

Malignansi dari meningioma bergantung dari kemampuan sel tumor untuk melewati barier histologis dari membran basal, invasi stroma interstitial ke jaringan sekitar, proliferasi sel yang cepat, serta pelepasan dari faktor pertumbuhan dari tumor. studi awal menunjukkan enzim-enzim seperti cysteine protease, metalloproteinase (MMP) dan serine protease berhubungan erat dengan pertumbuhan dan invasi dari tumor (Tummalapalli et al. 2007).

Tumorigenesis adalah proses yang kompleks yang melibatkan kejadian proteolisis intra dan ekstraselular. sel tumor dihalangi oleh berbagai barier fisiologis yang harus dilewati untuk terjadinya invasi. MMP-9 berhubungan erat dengan degradasi dari matriks ekstraselular serta invasi dari sel tumor. Penelitian menunjukkan hubungan signifikan antara tingginya kadar MMP-9 pada terjadinya meningioma yang malignan (Tummalapalli et al. 2007).

Penelitian terbaru menunjukan bahwa pertumbuhan dari meningioma dipengaruhi oleh beberapa protein reseptor, seperti reseptor Epidermal Growth Factor, Granulin, Platelet Derived Growth Factor, Vascular Endothelial Growth Factor, Insulin Growth Factor, Fibroblast Growth factor dan hormon progesteron

(13)

dan estrogen. Mekanisme peningkatan proliferasi sel-sel meningioma berbeda- beda bergantung pada jenis reseptor yang dirangsang. Salah satu proses peningkatan proliferasi yaitu melalui perangsangan sintesa DNA di nukleus sel meningen (Ragel, 2003).

Antigen Ki-67 yang ditemukan oleh Scholzer dan Geldes di tahun 1980 merupakan antigen yang dijumpai pada setiap siklus sel aktif (G1, S, G2 dan M) namun tidak ditemukan pada sel yang sedang beristirahat (G0). Ekspresi dari protein Ki-67 berasosiasi dengan aktifitas proliferatif dari populasi sel intrinsik di tumor malignan, sehingga memungkinkan penggunaannya sebagai penanda dari agresifitas tumor. Jumlah penelitian yang menunjukkan Ki-67 dapat menjadi faktor penting untuk grading dari tumor dan evaluasi prognostik makin bertambah. Hal ini menunjukkan bahwa pewarnaan imunohistokimia Ki-67 adalah metode yang efektif untuk menilai prognosis dari berbagai jenis tumor. (Li et al.

2014).

Hubungan ekspresi MMP-9 yang merupakan marker dari invasi sel tumor dengan proliferasi sel yang diukur dengan ekspresi Ki-67 menarik untuk diteliti karena masih terdapat kontroversi. Penelitian serupa mengenai hubungan antara ekspresi MMP-9 dengan proliferasi sel belum ditemukan di Indonesia khususnya Sumatera Utara. Pengetahuan mengenai sifat meningioma ini dapat berimplikasi dalam penentuan prognosa dan penanganan meningioma ke depannya.

1.2 Rumusan Masalah

Adakah hubungan antara ekspresi MMP-9 dengan tingkat proliferasi sel yang dinilai dengan pewarnaan Ki-67 pada penderita meningioma.

(14)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui hubungan antara ekspresi MMP-9 dengan tingkat proliferasi sel yang dinilai dengan pewarnaan Ki-67 pada penderita meningioma.

1.3.2 Tujuan khusus

a. Mengetahui gambaran ekspresi MMP-9 pada penderita meningioma di RSUP. H. Adam Malik Medan

b. Mengetahui tingkat proliferasi sel dengan pewarnaan Ki-67 pada pasien meningioma.

1.4 Manfaat Peneltian

1.4.1 Aplikasi Penelitian

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan perlu tidaknya pemeriksaan MMP-9 pada jaringan meningioma untuk menentukan terapi dan prognosis.

1.4.2 Ilmu Pengetahuan

Memberikan masukan bagi penelitian lebih lanjut yang nantinya dapat berguna bagi penatalaksanaan pasien dengan meningioma secara medikamentosa yaitu obat yang menghambat ekspresi MMP-9.

(15)

1.4.3 Pelayanan Kesehatan

Menunjang perbaikan penatalaksanaan pada pasien dengan meningioma yang nantinya dapat memperbaiki prognosis.

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Meningioma

2.1.1. Pengertian Meningioma

Istilah meningioma pertama kali dipopulerkan oleh Harvey Cushing pada tahun 1922. Meningioma merupakan tumor jinak ekstra- aksial atau tumor yang terjadi di luar jaringan parenkim otak yaitu berasal dari meninges otak. Meningioma tumbuh dari sel-sel pembungkus arachnoid atau arachnoid cap cells dan sering diasosiasikan dengan villi arachnoid yang berada di sinus vena dural. Sel – sel yang berasal dari lapisan luar arachnoid mater dan arachnoid villi ini menunjukkan kemiripan sitologis yang menonjol dengan sel tumor meningioma (Al- Hadidy, 2010).

Meningioma umumnya bersifat jinak dan pertumbuhannya lambat . Namun dalam beberapa kasus meningioma juga menunjukkan perilaku agresif, seperti invasi ke otak, duramater, tumbuh berdekatan dengan tulang dan berisiko rekurensi (Shayanfar, 2010).

2.1.2. Epidemiologi dan Kejadian Meningioma

Meningioma diperkirakan sekitar 15-30% dari seluruh tumor primer intrakranial pada orang dewasa. Menurut data yang diperoleh dari Central Brain Tumor Registry of the United States (CBTRUS), meningioma menyumbang 33.8% dari seluruh kasus tumor otak primer dan sistem saraf pusat yang dilaporkan di Amerika Serikat antara tahun 2006-2008. Angka ini mengalami peningkatan dari 33.6% pada tahun 2002-2006 sehingga menempatkan meningioma sebagai tumor otak primer yang paling sering terdiagnosis pada orang dewasa. Insiden meningioma yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan patologi diperkirakan sebesar 97,5 per 100.000 jiwa. Namun jumlah ini diperkirakan lebih rendah dari yang sebenarnya karena adanya sebagian meningioma yang tidak dioperasi.

(17)

Sedangkan di Inggris, insiden meningioma diperkirakan sebesar 5,3 per 100.000 jiwa dan tetap stabil selama 12 tahun ini (Wiemels, 2010; Cea- Soriano, 2012).

Insiden meningioma dipengaruhi beberapa hal seperti usia, jenis kelamin dan ras. Insiden meningioma meningkat seiring dengan pertambahan usia dan mencapai puncak pada dekade keempat hingga dekade keenam. Sedangkan pada anak-anak hanya sekitar 2% dari seluruh kejadian meningioma. Jenis kelamin juga memengaruhi prevalensi dari meningioma, yaitu dua kali lipat lebih tinggi pada wanita dibandingkan dengan pria Jumlah kasus meningioma juga ditemukan sedikit lebih tinggi pada ras kulit hitam non hispanik atau ras Afrika-Amerika. (Wiemels, 2010; Rockhill, 2007).

Gambar 2.1 Insiden meningioma pada pria dan wanita sesuai usia (Wielmels, 2010)

2.1.3. Etiologi/Penyebab dan Faktor Resiko Meningioma

Penyebab pasti meningioma belum diketahui namun dari beberapa penelitian, didapatkan teori bahwa kelainan kromosom berperan

(18)

meyebabkan timbulnya meningioma. Delesi dan inaktivasi lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2) pada kromosom 22 dipercaya menjadi faktor predominan pada meningioma sporadik. NF2 merupakan gen supresor tumor pada 22Q12, ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik.

(Wiemels, 2010)

Beberapa faktor resiko terjadinya meningioma antara lain:

a. Radiasi Ionisasi

Radiasi ionisasi merupakan salah satu faktor resiko yang telah terbukti menyebabkan tumor otak. Penelitian-penelitian yang mendukung hubungan antara paparan radiasi dan meningioma sejak bertahun-tahun telah banyak jumlahnya. Proses neoplastik dan perkembangan tumor akibat paparan radiasi disebabkan oleh perubahan produksi base-pair dan kerusakan DNA yang belum diperbaiki sebelum replikasi DNA. Penelitian pada orang yang selamat dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki menemukan bahwa terjadi peningkatan insiden meningioma yang signifikan (Calvocoressi & Claus, 2010).

Pengobatan dengan menggunakan paparan radiasi juga meningkatkan resiko terjadinya meningioma. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terapi radiasi untuk leukemia limfoblastik dan tinea kapitis memperlihatkan adanya peningkatan resiko terjadinya meningioma terutama dosis radiasi melebihi 30 Gy. Selain itu, paparan radiasi untuk kepentingan diagnosis juga meningkatkan resiko terjadinya meningioma.

Salah satunya adalah penelitian Claus et al (2012) yang membuktikan adanya peningkatan resiko yang signifikan terjadinya meningioma setelah mendapatkan dental X-ray lebih dari enam kali antara usia 15 hingga 40 tahun (Calvocoressi & Claus, 2010; Claus, 2012).

Beberapa ciri-ciri untuk membedakan meningioma spontan dengan akibat paparan radiasi adalah usia muda saat didiagnosis, periode latensi yang pendek, lesi multipel, rekurensi yang relatif tinggi, dan kecenderungan meningioma jenis atipikal dan anaplastik (Calvocoressi &

Claus, 2010).

(19)

b. Penggunaan Telepon Genggam

Radiasi yang dihasilkan oleh telepon genggam adalah energi radiofrequency (RF) yang tidak menyebabkan ionisasi molekul dan atom.

Energi RF berpotensi menimbulkan panas dan menyebabkan kerusakan jaringan, namun pengaruhnya terhadap kesehatan masih belum diketahui secara pasti. Penelitian metaanalisis yang dilakukan oleh Lahkola et al (2005) menemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara penggunaan insiden meningioma.Penelitian metaanalisis lain yang lebih besar yaitu penelitian INTERPHONE yang dilakukan pada 13 negara juga memberikan laporan bahwa tidak dijumpai hubungan antara penggunaan telepon genggam dan insiden meningioma (Wiemels, 2010; Barnholtz- Sloan, 2007; Calvocoressi & Claus, 2010).

c. Cedera Kepala

Sejak masa Harvey Cushing, Cedera kepala merupakan salah satu resiko terjadinya meningioma, meskipun hasil peneltian-penelitian tidak konsisten. Penelitian kohort pada penderita cedera kepala dan fraktur tulang kepala menunjukkan adanya hubungan dengan terjadinya meningioma secara signifikan. Penelitian ole Phillips et al (2002) juga menemukan hasil bahwa adanya hubungan antara cedera kepala dengan resiko terjadinya meningioma, terutama riwayat cedera pada usia 10 hingga 19 tahun. Resiko meningioma berdasarkan banyaknya kejadian cedera kepala dan bukan dari tingkat keparahannya (Wiemels, 2010;

Phillips, 2002).

d. Genetik

Umumnya meningioma merupakan tumor sporadik yaitu tumor yang timbul pada pasien yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan penderita tumor otak jenis apapun. Sindroma genetik turunan yang memicu perkembangan meningioma hanya beberapa dan jarang. Meningioma sering dijumpai pada penderita dengan Neurofibromatosis type 2 (NF2), yaitu Kelainan gen autosomal dominan yang jarang dan disebabkan oleh

(20)

mutasi germline pada kromosom 22q12 (insiden di US: 1 per 30.000- 40.000 jiwa). Selain itu, pada meningioma sporadik dijumpai hilangnya kromosom, seperti 1p, 6q, 10, 14q dan 18q atau tambahan kromosom seperti 1q, 9q, 12q, 15q, 17q dan 20q (Evans, 2005; Smith, 2011).

Penelitian lain mengenai hubungan antara kelainan genetik spesifik dengan resiko terjadinya meningioma termasuk pada perbaikkan DNA, regulasi siklus sel, detoksifikasi dan jalur metabolisme hormon. Penelitian terbaru fokus pada variasi gen CYP450 dan GST, yaitu gen yang terlibat dalam metabolisme dan detoksifikasi karsinogen endogen dan eksogen.

Namun belum dijumpai hubungan yang signifikan antara resiko terjadinya meningioma dan variasi gen GST atau CYP450. Penelitian lain yang berfokus pada gen supresor tumor TP53 juga tidak menunjukkan hubungan yang signifikan (Lai, 2005; Malmer, 2005; Choy, 2011).

e. Hormonal

Predominan meningioma pada wanita dibandingkan dengan laki-laki memberi dugaan adanya pengaruh ekspresi hormon seks.Terdapat laporan adanya pengaruh ukuran tumor dengan kehamilan, siklus menstruasi, dan menopause. Penelitian-penelitian pada pengguna hormon eksogen seperti kontrasepsi oral dan terapi hormon pengganti dengan resiko timbulnya meningioma memberikan hasil yang kontroversial. Penelitian-penelitian pada paparan hormon endogen memperlihatkan bahwa resiko meningioma berhubungan dengan status menopause, paritas, dan usia pertama saat menstruasi, tetapi masih menjadi kontroversi (Wiemels, 2010; Barnholtz- Sloan, 2007; Taghipour, 2007).

(21)

2.1.4. Pembagian Meningioma

Meningioma dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi tumor, pola pertumbuhan dan histopatologi. Berdasarkan lokasi tumor dan urutan paling sering adalah konveksitas, parasagital, tuberkulum sella, falks, sphenoid rigde, cerebellopontine angle, frontal base, petroclival, fosa posterior, tentorium, middle fossa, intraventricular dan foramen magnum.

Meningioma juga dapat timbul secara ekstrakranial walaupun sangat jarang, yaitu pada medula spinalis, orbita , cavum nasi, glandula parotis, mediastinum dan paru-paru (Al-Mefty, 2005; Chou, 1991).

Gambar 2.2. Variasi lokasi timbulnya meningioma (Al-Mefty, 2005)

Pola pertumbuhan meningioma terbagi dalam bentuk massa (en masse) dan pertumbuhan memanjang seperti karpet (en plaque). Bentuk en masse adalah meningioma globular klasik sedangkan bentuk en plaque adalah tumor dengan adanya abnormalitas tulang dan perlekatan dura yang luas (Talacchi, 2011). Pembagian meningioma secara histopatologi

(22)

berdasarkan WHO 2016 terdiri dari 3 grading dengan resiko rekuren yang meningkat seiring dengan pertambahan grading (Fischer & Bronkikel, 2012).

Beberapa subtipe meningioma antara lain:

Grade I:

− Meningothelial meningioma

− Fibrous (fibroblastic) meningioma

− Transitional (mixed) meningioma

− Psammomatous meningioma

− Angiomatous meningioma

− Mycrocystic meningioma

− Lymphoplasmacyte-rich meningioma

− Metaplastic meningioma

− Secretory meningioma Grade II:

− Atypical meningioma

− Clear cell meningioma

− Chordoid meningioma Grade III:

− Rhabdoid meningioma

− Papillary meningioma

− Anaplastic (malignant) meningioma

2.1.5. Mitosis Pada Meningioma

Mitosis pada meningioma diperkirakan distimulus oleh beberapa jenis protein growth factors. Beberapa jenis growth factors yang berpengaruh reseptor Epidermal Growth Factor (EGF), Granulin, Platelet Derived Growth Factor (PDGF), Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), Insulin Growth Factor (IGF), Fibroblast Growth factor (FGF), hormon progesteron dan estrogen. Hormon EGF adalah hormon polipeptida yang bekerja melalui aktivasi reseptor EGF dan stimulus proliferasi yang bervariasi baik secara in vivo dan in vitro. Reseptor EGF

(23)

merupakan glikoprotein yang terletak ekstraselular. Reseptor ini diperkirakan memiliki peranan dalam regulasi pembelahan sel dan pertumbuhan tumor. Ekspresi berlebihan dari reseptor EGF telah terbukti menstimulasi angiogenesis, proliferasi metastase, dan kelangsungan hidup sel (Ragel, 2003; Wernicke, 2010).

Peptida lain yang diperkirakan berperan dalam perbaikan jaringan dan tumorigenesis adalah granulin. Granulin merupakan suatu peptida dari leukosit yang berfungsi dalam mediasi siklus progresi dan kematian sel epitel dan mesenkim. Pada penelitian Choong ditemukan bahwa kadar granulin berhubungan dengan ukuran tumor dan perkembagan edema peritumoral dari meningioma intrakranial. Penemuan ini menunjukkan bahwa adanya kemungkinan granulin mempengaruhi pertumbuhan meningioma seperti pada glioma (Choong, 2010).

Peptida lain yang mempengaruhi pertumbuhan sel adalah FGF yaitu berperan dalam proliferasi sel, apoptosis dan angiogenesis.

Mekanisme pemicu mitosis dari FGF adalah aktivasi dari beberapa kaskade cytoplasmic serine/ threonine kinase termasuk kaskade p44/42 MAPK/ERK dan jaras PI3K-Akt-PRAS40-mTOR dan STAT3..

Mekanisme ini mempengaruhi proliferasi sel dan apoptosis dari banyak tumor ganas solid termasuk meningioma. Namun ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan kegunaan kemoterapi terhadap reseptor ini dan regulasinya dalam pertumbuhan meningioma (Johnson, 2010).

Telah diketahui bahwa IGF-II berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan normal fetus. Pada penelitian ditemukan adanya hubungan antara ekspresi IGF-II dengan agresivitas dari pertumbuhan meningioma, namun masih memerlukan penelitian lebih lanjut (Nordqvist, 1997).

Protein dan mRNA dari PDGF-B diekspresikan secara luas oleh jaringan meningioma secara luas, namun peranan fungsionalnya belum dapat dijelaskan secara mendetail (Shamah, 1997). VEGF berfungsi memediasi angiogenesis pada tumor otak. Penelitian menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara ekspresi VEGF dan neovaskularisasi pada meningioma.

(24)

Pada prinsipnya VEGF diatur oleh faktor transkripsi hypoxia inducible factor-1 (HIF-1). Tampak bahwa HIF-1 dan VEGF meningkat pada emboli meningioma.56 Data memberi kesan bahwa VEGF memiliki fungsi lain selain angiogenesis pada meningioma, seperti merangsang pertumbuhan tumor. PDGF-B dihipotesakan memicu produksi VEGF dalama meningkatkan proliferasi pembuluh darah dan pertumbuhan tumor (fister, 2012).

2.1.6. Penanganan Meningioma

Penatalaksanaan pada meningioma dapat berupa embolisasi, pembedahan, radiosurgery, dan radiasi. Terdapat dua tujuan utama dari pembedahan yaitu paliatif dan reseksi tumor. Pembedahan merupakan terapi utama pada penatalaksanaan semua jenis meningioma. Tujuan dari reseksi meningioma adalah menentukan diagnosis definitif, mengurangi efek massa, dan meringankan gejala-gejala. Reseksi harus dilakukan sebersih mungkin agar memberikan hasil yang lebih baik. Sebaiknya reseksi yang dilakukan meliputi jaringan tumor, batas duramater sekitar tumor, dan tulang kranium apabila terlibat. Reseksi tumor pada skull base sering kali subtotal karena lokasi dan perlekatan dengan pembuluh darah (Modha & Gutin, 2005).

Angiografi preoperatif dapat menggambarkan suplai pembuluh darah terhadap tumor dan memperlihatkan pembungkusan pembuluh darah. Selain itu, angiografi dapat memfasilitasi embolisasi preoperatif.

Beberapa jenis meningioma terutama malignan umumnya memiliki vaskularisasi yang tinggi, sehingga embolisasi preoperatif mempermudah tindakan reseksi tumor. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya darah yang hilang secara signifikan saat reseksi. Embolisasi preoperatif dilakukan pada tumor yang berukuran kurang dari 6 cm dan dengan pertimbangan keuntungan dibandingkan dengan resiko dari embolisasi (Dowd, 2003;

Levacic et al; 2012).

(25)

Tabel 2.1. Tingkat rekurensi Setelah reseksi berdasarkan kriteria Simpson (Modha & Gutin, 2005)

Simpson Grade

Completeness of Resection 10-year Recurrence Grade I complete removal including resection of

underlying bone and associated dura 9%

Grade II complete removal + coagulation of dural

attachment 19%

Grade III complete removal w/o resection of dura or

coagulation 29%

Grade IV subtotal resection 40%

Berdasarkan tabel di atas diperlihakan bahwa reseksi meningioma total hingga Simpson grade 1 juga menunjukkan resiko terjadinya rekurensi hingga 9%. Faktor-faktor yang secara signifikan berpengaruh pada rekurensi meliputi reseksi inkomplit, jenis histologis atipikal dan malignan berdasarkan klasifikasi WHO, adanya penonjolan nukleolar, adanya mitosis lebih dari dua per 10 high-power fields dan gambaran menyangat kontras yang heterogen pada Ct-scan kepala (Al-Hadidy, 2007).

Walaupun meningioma merupakan tumor yang tumbuh lambat dan memiliki tingkat mitosis yang rendah, radioterapi memberikan manfaat secara klinis yang telah dilaporkan pada banyak serial kasus yaitu baik regresi ataupun berhentinya pertumbuhan tumor. Manfaat radioterapi masih menjadi perdebatan, Radioterapi disarankan sebagai terapi adjuvan pada reseksi inkomplit, tumor rekuren dan atau grade tinggi, serta sebagai terapi utama pada beberapa kasus seperti meningioma saraf optik dan beberapa tumor yang tidak dapat direseksi (Al-Hadidy, 2007; Minniti, 2009).

Modalitas lain pada terapi meningioma adalah stereostatic radiosurgery. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa stereostatic radiosurgery memberikan hasil yang efektif dalam mengontrol pertumbuhan tumor secara lokal dengan resiko komplikasi yang kecil.

(26)

Stereostatic radiosurgery umumnya dilakukan pada tumor jinak berukuran kecil atau yang tidak dapat dioperasi dan pada tumor residual atau rekuren setelah operasi. Terapi ini disarankan pada meningioma berukuran dibawah 3 cm yang melibatkan skull base dan sinus kavernosus dengan tujuan mencegah progresi tumor (Al-Hadidy, 2007; Minniti, 2009).

2.2. Matriks Metalloproteinase (MMP)

Matriks metalloproteinase pertama kali diidentifikasi pada vertebra oleh Jerome Gross dan Charles M. Lapiere pada tahun 1962 yang meneliti degradasi kolagen triple-helical selama metamorfosis kecebong (Krizkova et al, 2010).

Matriks metalloproteinase (MMP), cysteine proteinases, aspartic proteinases dan serine proteinase merupakan enzim proteolisis yang terlibat dalam degradasi matriks ekstraseluler (Amalinei et. al., 2010).

MMP merupakan famili zinc dependent endopeptidase, kumpulan besar enzim yang bertanggung jawab terhadap remodelling jaringan dan degradasi berbagai komponen dari matriks ekstraseluler, termasuk kolagen, elastin, gelatin, matriks glikoprotein dan proteoglikan (Verma & Hansch, 2007).

Saat ini, terdapat lebih dari 26 anggota keluarga MMP dan semuanya dapat dikelompokkan berdasarkan strukturnya (Amalinei et. al., 2010). Struktur MMP secara garis besar terdiri dari : 1) sinyal peptida yang mengarahkan MMP untuk mensekresi atau jalur insersi membran plasma; 2) prodomain; 3) katalitik domain berikatan dengan zinc; 4) domain hemopexin yang menjadi perantara interaksi dengan substrat dan enzim spesifik; 5) regio hinge yang berhubungan dengan katalitik dan domain hemopexin (Dufour et al, 2010).

(27)

Gambar 2.3. Struktur MMP (Gill & Parks, 2011)

MMP secara garis besar terbagi menurut spesifisitas substrat, persamaan rangkaian dan organisasi domain, dibagi menjadi enam grup, yaitu: Kolagenase, Gelatinase, Stromelysin, Matrilysin, Membrane-type MMPs Transmembrane, MMP lainnya (Amalinei, Caruntu & Balan, 2007)

Tabel 2.2 Grup MMP (Amalinei, Caruntu & Balan, 2007).

(28)

Antara kondisi fisiologis dan patologis, ekspresi MMP akan cepat terangsang ketika remodeling jaringan diperlukan (Decock et. al., 2008).

MMP mempunyai peranan pada embriogenesis dan kondisi fisiologis lainnya seperti proliferasi, motilitas sel, remodeling, penyembuhan luka dan proses reproduksi seperti ovulasi, implantasi embrio, proliferasi endometrium, involusi uterus, payudara serta prostat (Amalinei, Caruntu & Balan, 2007).

MMP diekskresikan oleh bermacam connective tissue dan sel proinflamasi termasuk fibroblast, osteoblas, sel endotelial, makrofag, neutrofil dan limfosit (Verma & Hansch, 2007). Ekspresi aktivasi MMP dapat dikontrol pada tingkat transkripsi gen oleh aktivasi proenzim dan inhibitor spesifik dan non spesifik.

Kebanyakan MMP disekresi sebagai proenzim laten (inactive zymogen) yang mengalami pemecahan proteolisis di amino-terminal domain saat aktivasi (Amalinei, Caruntu & Balan, 2007). Secara kolektif, kesemua famili MMP dapat mendegradasi semua komponen matriks ektraseluler dan membran basalis epitel.

Masing-masing komponen matriks ekstraseluler dapat dipecah oleh kelompok MMP atau MMP yang spesifik (Quan et al, 2011).

Ekspresi MMP yang tidak terkontrol mempunyai keterkaitan dengan patogenesis rheumatoid arthritis, invasi tumor dan metastasis (Moore & Croccker, 2012).

MMP berperan pada beberapa proses patofisiologi yang kompleks, antara lain :

- Destruksi jaringan, misalnya pada invasi dan metastasis kanker, reumatoid artritis, osteoartritis, ulkus dekubitus, ulser gastrikus,ulserasi kornea, penyakit periodontal, kerusakan otak dan penyakit neuroinflamasi.

- Fibrosis, misalnya pada sirosis hepatis, fibrosis paru, otosklerosis, aterosklerosis, dan multiple sclerosis.

- Kelemahan matriks, misalnya pada kardiomiopati dilatasi, aneurisma aorta dan epidermiolisis bulosa (Amalinei et. al., 2010).

Dari keseluruhan jenis MMP yang pernah ditemukan sampai sekarang ini, jenis Gelatinase dalam hal ini MMP-2 dan MMP-9 merupakan enzim utama untuk

(29)

mendegradasi kolagen tipe IV,V, VII, X, XI dan XIV, gelatin, elastin, proteoglycan core protein, myelin basic protein, fibronektin, fibrilin-1dan prekursor TNF-α dan IL-1b dan mampu memecah kolagen tipe I, komponen utama yang membentuk struktur molekul stroma (Brown & Murray, 2015).

Gambar 2.4. Struktur domain gelatinase. (Vasala, 2008)

MMP-2 dan MMP-9 adalah jenis enzim sering diteliti dan dipelajari karena sangat berhubungan dalam pertumbuhan dan perkembangan sel kanker. Ekspresi MMP-2 dan MMP-9 mempunyai peranan dalam karakter invasi sel melalui kemampuannya untuk mendegradasi kolagen tipe IV yang merupakan komponen utama membran basal (Brown & Murray, 2015).

Peranan MMP dilakukan dengan regulasi sitokin, growth factor, dan cell adhesion molecules. MMP-3, MMP-7, MMP-9 dan MMP-19 melepaskan IGF (insulin-like growth factor) yang menstimulasi proliferasi tumor. Permukaan yang telah berikatan dengan MMP-9 akan mengaktifkan TGF- β yang berperan dalam invasi tumor dan angiogenesis. MMP-2, MMP-3, MMP-7, MMP-9, MMP- 12, MMP-13 dan MMP-20 melepas angiostatin selain itu MMP-3, MMP-7, MMP-9 dan MMP-19 juga melepas VEGF yang menstimulasi angiogenesis tumor (Brown

& Murray, 2015).

2.3. Matriks Metalloproteinase dalam Proses Keganasan

Karakteristik dasar dari kanker adalah kemampuannya untuk menginvasi jaringan sekitarnya dan metastasis regional dan jauh. Penelitian dasar kanker pada umumnya ditujukan kepada mutasi sel kanker yang menyebabkan gain-of- function onkogen atau loss-of-function tumor supressor gen. Namun, matriks ekstraseluler tumor, sel stromal pada tumor juga berperan penting terhadap progresi dari tumor (Brown & Murray, 2015). Matriks ekstraseluler merupakan

(30)

barrier utama yang harus dilewati sel kanker untuk menimbulkan suatu metastasis.

Sel kanker awalnya harus melewati membran basal epitel, kemudian sel kanker menginvasi ke stroma di sekitarnya. Setelah itu, sel kanker akan memasuki pembuluh darah atau limfatik dan ekstravasasi ke organ jauh untuk membuat proliferasi tumor yang baru (Deryugina, 2015). Proses metastasis ini didukung dengan munculnya dan sekresi beberapa enzim proteolisis yang akan mendegradasi beberapa komponen matriks ekstraseluler (Tahergorabi & Khazaei, 2012). Degradasi ini akan membentuk lubang kecil pada membran basal sekitar pembuluh darah sehingga terjadi ekstravasasi dan invasi sel tumor (Brown &

Murray, 2015). MMP, famili zinc dependent endopeptidase, merupakan protease utama yang berperan dalam migrasi sel tumor, penyebaran, invasi jaringan dan metastasis. Disamping itu, terjadinya malignansi juga berhubungan dengan angiogenesis yang memudahkan terjadinya pertumbuhan tumor, memudahkan penyebaran melalui hematogen. MMP mempunyai peranan terjadinya angiogenesis melalui pelepasan dan aktivasi proangiogenik potensial atau melakukan degradasi terhadap inhibitor angiogenesis. Aktivitas MMP juga berhubungan dengan mekanisme sel kanker terhindar dari respon sistem imun.

Beberapa MMP termasuk MMP-9 mampu menekan proliferasi limfosit T dengan merusak sinyal IL-2Rα (Krizkov et al, 2011).

MMP memfasilitasi proses invasi dan metastasis dengan mendegradasi komponen matriks ekstraseluler. Selain itu juga memperantarai aktivasi faktor pertumbuhan, menekan apoptosis sel tumor, dan merusak perkembangann gradien kemokin respon imun host serta pelepasan faktor angiogenesis (Brown & Murray, 2015).

Gambar 2.5. MMP pada progresi tumor (Vasala, 2008)

(31)

Peningkatan aktivitas MMP telah dideteksi dan menunjukkan hubungan dengan invasi dan metastasis beberapa kanker termasuk ovarium, paru, payudara, kolorektal dan kanker sel serviks (Brown & Murray, 2015).

Marguiles et. al. (1992) sebagai pelopor yang menduga bahwa kanker kandung kemih berhubungan dengan peningkatan aktivitas kolagenase.

Selanjutnya, Davies et. al. (1993) melaporkan ekspresi pro MMP-9 dan pro MMP- 2 mempunyai hubungan dengan derajat tumor kandung kemih. Selain itu, ia juga melaporkan bahwa kadar MMP-9 lebih tinggi pada kanker kandung kemih dibandingkan dengan kontrol. Penelitian Angulo et. al. (2011) dengan studi kasus kontrol pada 11 kontrol dan 31 kasus kanker kandung kemih diperoleh kadar mRNA MMP-9 dan MMP-2 pada darah tepi lebih tinggi pada kasus dibandingkan kontrol (p<0.05) dan juga melaporkan bahwa MMP-9 dan MMP-2 mempunyai hubungan dengan stadium klinis (p<0.05).

Berdasarkan studi terhadap 54 pasien dengan karsinoma sel skuamosa kepala dan leher didapatkan kadar MMP 1, MMP-2, MMP-3, MMP-7, MMP-9 dan MMP 13 dan lebih tinggi pada jaringan tumor dibandingkan dengan mukosa normal. Selain itu juga diperoleh hubungan yang signifikan kadar MMP-9 dengan pembesaran kelenjar limfe (p<0.001) (Pornchai, Rhys-Evans & Eccles, 2001).

Delektorskaya et. al. (2007) dengan studi kasus kontrol terhadap kanker kolorektal dengan 92 sampel dengan metastasis jauh (kasus) dan 73 sampel tanpa metastasis jauh (kontrol) didapatkan overekspresi MMP-9 (61.9%) dan MMP-2 (46.7%) pada kasus dengan p=0.001. Ekspresi MMP-9 di sel kanker mempunyai hubungan signifikan dengan prognosis (p=0.032).

Ahmed & Mohammed (2011) melakukan studi potong lintang pada 40 sampel jaringan adenokarsinoma kolorektal dan memperoleh adanya perbedaan yang signifikan antara ekspresi MMP-2 dan MMP-9 in situ mRNA antara jaringan tumor dengan batas reseksi potongan jaringan tersebut (p<0.001 dan p<0.001).

Selain itu, mereka juga melaporkan adanya peningkatan ekspresi MMP-2 dan MMP-9 pada tumor yang menginvasi submukosa sampai ke propria muskularis dibandingkan dengan tumor yang menginvasi di serosa (p<0.05 dan p<0.05) yang

(32)

menunjukkan adanya perbedaan ekspresi MMP-2 dan MMP-9 pada kedalaman invasi tumor.

Pada analisa hibridisasi in situ menunjukkan adanya ekspresi mRNA MMP-2 dan MMP-9 pada sel tumor adenokarsinoma dan sel stroma, terutama yang berdekatan dengan sel kanker. Hal ini mencerminkan dugaan bahwa induksi ekspresi MMP-2 dan MMP-9 pada sel adenokarsinoma kolorektal distimulus oleh sel stroma. Hal ini mendukung laporan sebelumnya yang menunjukkan ekspresi MMP diregulasi oleh interaksi tumor-stroma. Sel stroma (fibroblas, sel inflamasi dan sel endotelial) mensekresi berbagai tipe MMP sebagai respon terhadap sitokin, kemokin, extracellular matrix metalloproteinase inducers (EMMPRIN) yang disekresikan dari sel tumor (sel tumor menggunakan MMP yang dihasilkan untuk merusak membran basal, menginvasi jaringan yang terdekat dan metastasis organ jauh) (Ahmed & Mohammed, 2011).

Sel tumor juga dapat merangsang sel penjamu di sekitar stroma untuk mensekresi enzim MMP atau sebaliknya (Pornchai, Rhys-Evans & Eccles, 2001).

Aktivitas MMP diatur pada tiga tahap yaitu transkripsi, aktivasi zimogen prekursor dan inhibisi oleh inhibitor terutama tissue inhibitors of metalloproteinases (TIMPs) dan proteinase inhibitor nonspesifik. TIMPs diekspresi awalnya oleh sel tumor dan berperan dalam sebagai regulator mekanisme aktivasi stroma MMP (Amalinei, Caruntu & Balan, 2007; Ahmed &

Mohammed, 2011). TIMP terdiri dari empat anggota dan berperan kuat dalam mengatur mekanisme aktivasi dan fungsi MMP. TIMP-1 dapat menghambat kolagenase MMP-3 dan gelatinase. TIMP-2 mengikat MMP-2 dan juga menghambat aktivitas MMP-1, MMP-3, MMP-7 dan MMP-9. Keseimbangan lokal antara enzim MMP dan inhibitornya merupakan faktor yang sangat penting dalam invasi dan metastasis tumor (Pornchai, Rhys-Evans & Eccles, 2001).

Penelitian Kurahara et al (1999) terhadap 57 spesimen karsinoma sel skuamosa oral diperoleh kadar TIMP-1 pada spesimen jaringan tumor lebih tinggi pada kasus nonmetastasis dibandingkan kasus metastasis. Pada kasus dengan kadar MMP yang tinggi dan kadar TIMP yang rendah berpotensial untuk terjadi metastasis.

(33)

Jalur Mitogen-activated protein kinase (MAPK) dikenal berpartisipasi pada beberapa kaskade dalam pertumbuhan sel, apoptosis, diferensiasi dan metastasis.

Extracellular signal regulating kinase (ERK1/2) dan c-Jun Nterminal kinase (JNK), merupakan MAPK mamalia yang utama berperan dalam migrasi sel dan induksi proteinase, yang menjadi dasar proses metastasis. ERK1/2 dan JNK berperan dalam mengatur ekspresi MMP. Selain itu, Pl3K/Akt dan sinyal MAPK juga berperan dalam regulasi ekspresi MMP melalui faktor transkripsi termasuk NF-κB. NF-κB disimpan dalam bentuk inaktif di sitoplasma oleh inhibitor κB (IκB). NF-κB dilepas dari IκBα dan bertranslokasi dari sitoplasma ke nukleus, yang berikatan dengan target gen yang selanjutnya memfasilitasi proliferasi sel, angiogenesis, dan metastasis. Dengan demikian, penghambatan P13K/Akt dan jalur MAPK termasuk NF-κB merupakan target potensial pengembangan strategi terapi tumor (Brown et al, 2015).

Tahapan MMP dalam proses keganasan yaitu sebagai berikut:

• MMP membantu pembentukan microenvironment yang mendukung bagi pertumbuhan tumor yang diperkirakan terjadi melalui pelepasan growth factor matriks ekstraseluler.

• MMP membantu proses angiogenesis tumor dan peningkatan kemampuan sel tumor untuk bermigrasi dan menginvasi stroma disekitarnya.

• MMP berperan dalam proses angiogenesis pada lokasi metastasis sehingga mendukung kelangsungan hidup sel tumor metastasis.

• MMP berperan dalam kerusakan membran basalis dinding pembuluh darah, sehingga memudahkan masuknya sel tumor kedalam sirkulasi darah (intravasasi) dan keluar dari sirkulasi darah (ekstravasasi).

• MMP kemudian berperan juga dalam modifikasi microenvironment baru di tempat metastasis. Hal ini akan membantu proses pertumbuhan sel tumor metastasis di lingkungan barunya.

(34)

Gambar 2.6. Peranan MMP pada kanker (Rao, 2003)

2.4. Indeks Proliferasi

Indeks proliferasi biasanya diukur dengan MIB-1 antibodi yang akan mengikat antigen Ki-67. Ki-67 diekspresikan pada sel yang sedang berproliferasi melalui siklus sel. Labeling index (LI) adalah persentase dari nukleus sel tumor yang imunoreaktif. Pengambilan sampel tumor merupakan sumber kesalahan dalam menentukan LI karena tumor memiliki heterogenitas histologi dengan perbedaan regional dari proliferasi sel. Daerah tumor yang paling ganas secara histologis merupakan pilihan yang biasanya digunakan untuk analisis LI (Korhonen, 2012; Akyildiz, 2010).

Peningkatan Ki-67 berhubungan dengan grade histologi yang lebih tinggi dan peningkatan resiko rekuren pada meningioma. LI rata-rata pada meningioma jinak sebesar 3%, untuk meningioma atipikal sebesar 8% dan untuk meningioma malignan sebesar 17%. Kebanyakan penelitian melaporkan indeks proliferasi yang lebih tinggi pada meningioma rekuren dibandingkan dengan yang non-rekuren.

Meningioma dengan indeks MIB-1 sebesar 4% atau lebih secara signifikan memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk rekuren. KI-67 juga telah dilaporkan lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita dan pada meningioma

(35)

dengan edema di MRI. KI-67 lebih rendah pada meningioma dengan kalsifikasi.

Meningioma yang berhubungan dengan NF-2 memiliki LI yang lebih tinggi dibandingkan yang sporadik dan hal ini mencerminkan sifat yang lebih agresif dari meningima ini (Korhonen, 2012; Akyildiz, 2010).

(36)

BAB 3

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Teori

3.2 Kerangka Konsep

Overekspresi matriks metaloproteinase 9

Peningkatan mitosis

meningioma(dengan pemeriksaan KI- 67)

Reseptor Tyrosine Kinase

PLCG Ras

RAF PKC

MEK

ERK

Progresi Siklus Sel

Transkripsi MMP-9

MMP-9 mRNA Degradasi

Proliferasi

Grading Histopatologi Ki-67

(37)

3.3 Hipotesis

Terdapat hubungan antara overekspresi matriks metaloproteinase 9 (MMP- 9) dengan tingkat proliferasi sel yang dinilai dengan pewarnaan Ki-67 pada penderita meningioma.

3.4. Definisi Operasional 3.4.1. Definisi

a. Matriks Metalloproteinase 9

 Tidak overekspresi dari matriks metaloproteinase 9 bila skor imunoreaktif yang didapat dari penjumlahan dari skor luas dan skor intensitas nilainya 0-3 (Kato et al, 2014)

 Overekspresi dari matriks metaloproteinase 9 bila skor imunoreaktif yang didapat dari penjumlahan dari skor luas dan skor intensitas nilainya 4-6 (Kato et al, 2014)

b. Ki-67

 Pewarnaan Ki-67 negatif adalah apabila pada gambaran mikroskopis jaringan tumor tidak menyerap warna sama sekali (Kim, 2007).

 Pewarnaan Ki-67 Positif adalah apabila pada gambaran mikroskopis terdapat >1 mitosis/ 10 lapangan pandang besar jaringan tumor yang menyerap warna (Kim, 2007).

3.4.2. Cara Kerja

Seluruh spesimen blok parafin meningioma yang sebelumnya telah dilakukan pewarnaan dasar hematoxylin-eosin dan dikonfirmasi sebagai suatu meningioma dari Januari 2017 – Desember 2018 dikumpulkan dan dilakukan pencatatan data-data pasien yang diperoleh dari rekam medik pasien dan asesmen departemen bedah saraf. Data yang dicatat meliputi jenis kelamin, usia, grade WHO, dan jenis histopatologi.

Proses pewarnaan memakan waktu selama ±270 menit.Awalnya blok parafin dari spesimen meningioma dipotong dengan microtome dengan ketebalan 0,3 micron, kemudian slide hasil potongan microtome dipanaskan pada hotplate dengan suhu 60 0C selama 60 menit. Dilakukan dehidrasi dengan alkohol absolut

(38)

80% / 70% selama 2 menit kemudian slide dibilas dengan air mengalir (keran) selama 2 menit. Slide Penelitian kemudian dibilas lagi dengan aquades selama 5 menit. Slide dimasukan kedalam TRS yang sudah dihangatkan. Setelah itu slide didinginkan selama 20 menit. Slide dibilas lagi dengan wash buffer (WB)/PBS-T selama 5 menit, kemudian bloking dengan DAKO FLEX Peroxidase selama 5 menit. Bilas dengan wash buffer (WB)/PBS-T selama 5 menit. Pewarnaan dengan antibodi primer (MMP-9 dan Ki-67) selama 20-60 menit. Slide dibilas dengan wash buffer (WB)/PBS-T selama 5 menit dan DAKO FLEX HRP selama 20 menit.

dibilas dengan wash buffer (WB)/PBS-T selama 5 menit dan DAKO FLEX DAB + SUBSTRAT selama 5 menit. Pembilasan dengan air mengalir (keran) selama 5 menit dan pewarnaan dengan hematoxylin selama 2 menit. Lalu dibilas dengan air mengalir (keran) selama 5 menit dan dilakukan dehidrasi dengan alkohol 70%, 80% dan absolut selama 2 menit. pembilasan dengan xylene 2 kali selama 2 menit, dilakukan mounting medium dan coverslip. Slide diamati dibawah mikroskop.

3.4.3. Alat Ukur

Slide yang telah diwarnai dengan reagensia diamati menggunakan mikroskop olympus dan dinilai oleh spesialis patologi anatomi yang berkompeten.

3.4.4. Reagensia

Pemeriksaan IHC MMP-9 menggunakan reagen Thermo Scientific. Sedangkan pemeriksaan IHC Ki-67 menggunakan reagen Monoclonal Mouse Anti-Human Ki-67 Antigen yang diproduksi BOND.

(39)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Desain

Penelitian ini menggunakan metode penelitian observasional bersifat analitik cross sectional pada pasien yang telah terdiagnosis sebagai penderita meningioma di RSUP HAM perioda Januari 2017 - Desember 2018.

4.2. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Departemen Bedah Saraf RSUP. H. Adam Malik Medan dan laboratorium patologi anatomi RSUP. H. Adam Malik Medan, dilaksanakan mulai bulan September– Oktober 2019.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi target adalah penderita meningioma. Populasi terjangkau adalah penderita meningioma yang menjalani operasi pengangkatan tumor di RSUP.H.

Adam Malik Medan.

4.3.2. Sampel

Penelitian ini menggunakan spesimen parafin blok dari pasien-pasien meningioma intrakranial dan spinal yang telah menjalani operasi pengangkatan tumor di RSUP. H. Adam Malik Medan dari Januari 2017 – Desember 2018, dengan hasil pemeriksaan histopatologi jaringan sesuai dengan gambaran meningioma. Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling dengan jumlah sampel sebanyak 33 sampel.

4.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 4.4.1. Kriteria Inklusi

- Penderita meningioma intrakranial dan spinal yang telah dioperasi dengan hasil histopatologi yang sesuai dengan gambaran meningioma (Parafin blok).

(40)

- Usia diatas 17 tahun.

4.4.2. Kriteria Eksklusi

- Berdasarkan data rekam medik, dijumpai penyakit sistemik lain seperti penyakit paru obstruktif kronis, artritis, arterosklerosis, penyakit ginjal tubulointestisial

- Menderita tumor lain pada bagian tubuhnya

4.5. Persetujuan / Informed Consent

Penelitian ini telah mendapat persetujuan untuk penggunaan blok parafin meningioma oleh bagian patologi anatomi RSUP HAM.

4.6. Etika Penelitian

Penelitian ini telah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP H. Adam Malik.

4.7. Alur Penelitian

Seluruh spesimen blok parafin meningioma yang sebelumnya telah dilakukan pewarnaan dasar hematoxylin-eosin dan dikonfirmasi sebagai suatu meningioma dilakukan pewarnaan imunohistokimia MMP-9 dan Ki-67. Setelah dilakukan pewarnaan, dihitung overekspresi dari MMP-9 dan labelling index (LI) dari pewarnaan Ki-67.

(41)

Gambar 4.1. Bagan alur penelitian

4.8. Identifikasi Variabel

Variabel bebas Skala

Pewarnaan histokimia MMP-9 Ordinal

Variabel tergantung Skala

Pewarnaan histokimia Ki-67 Ordinal

4.9. Rencana Pengolahan dan Analisa Data

Variabel kategori dianalisis dalam bentuk frekuensi dan persentase yang disajikan baik dalam bentuk tabel maupun grafik. Data medis dan demografis dianalisa secara komputerisasi dengan uji statistik Chi square dengan batas kemaknaan p<0,05. Data diolah dengan program komputer SPSS. Pemilihan analisa statistik dengan uji chi square didasarkan pada skala kategorik pada kedua variabel.

Pasien dengan meningioma intrakranial dan spinal berdasarkan rekam medis

(n=37)

Pasien dengan meningioma intrakranial dan spinal yang memenuhi kriteria (n=33)

Pewarnaan MMP-9 Pewarnaan Ki-67

Overekspresi Tidak Overekspresi Positive Staining Negative Staining Pasien berusia < 17 tahun

(1 sampel) Parafin blok hilang (1

sampel)

Parafin blok tidak layak pakai (2 sampel)

(42)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Sampel penelitian diambil dari bulan Januari 2017 hingga Desember 2018.

Penelitian ini memperoleh 33 spesimen dari pasien-pasien meningioma intrakranial dan spinal yang telah menjalani operasi pengangkatan tumor di RSUP. H. Adam Malik Medan. Diagnosis meningioma berdasarkan konfirmasi hasil pemeriksaan histopatologi jaringan yang sesuai dengan gambaran meningioma. Spesimen meningioma yang telah berbentuk blok parafin tersebut dilakukan pewarnaan imunohistokimia Ki-67 labelling index dan MMP-9. Hasil lengkap data penderita dapat dilihat pada lampiran.

5.1.1 Distribusi Jenis Kelamin

Pendataan sampel penelitian yang telah dikumpulkan menunjukan bahwa pembagian penderita meningioma berdasarkan jenis kelamin yaitu perempuan sebanyak 23 orang (69,7%) dan laki-laki 10 orang (30,3%). Tabel tersebut menunjukan bahwa penderita meningioma wanita lebih banyak dibandingkan daripada laki-laki dengan perbandingan 2:1.

Tabel 5.1. Distribusi berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin n %

Laki-Laki 10 30,3

Perempuan 23 69,7

Total 33 100.0

(43)

5.1.2. Distribusi Usia

Analisis sampel penelitian ini berdasarkan usia memberikan nilai mean sebesar 42,45 (SD 8,63) tahun dengan rentang usia 21 tahun hingga usia 69 tahun. Nilai mediannya adalah 42 tahun.

Pada penelitian ini dilakukan klasifikasi usia terhadap sampel yang dikumpulkan per 10 tahun. Pada tabel kelompok usia diperoleh bahwa angka kejadian meningioma terbanyak pada kelompok usia 40 – 49 tahun yaitu sebesar 18 kasus (54,5%). Sedangkan frekuensi kejadian paling sedikit ditemukan pada kelompok usia 60-69 yaitu 1 kasus (3%)

Tabel 5.2. Analisis deskriptif berdasarkan usia

Kelompok Usia n %

20 – 29 2 6,1

30 – 39 8 24,2

40 – 49 18 54,5

50 – 59 4 12,2

60 – 69 1 3,0

Total 33 100.0

Nilai

Mean 42,45

Median 42,00

Std. Deviation 8,628

Minimum 21

Maximum 69

(44)

5.1.3. Distribusi Berdasarkan Grade WHO

Pembagian klasifikasi meningioma berdasarkan grade WHO menunjukan bahwa frekuensi terbanyak adalah meningioma grade I yaitu sebanyak 24 (84,8%) kasus. Kemudian diikuti oleh grade II sebanyak 4 kasus (12,1%) dan grade III sebanyak 1 kasus (3%).

Tabel 5.3. Distribusi Berdasarkan Grade Tumor

Grade WHO n %

I 24 84,8

II 4 12,1

III 1 3,0

Total 33 100.0

5.1.4. Distribusi Berdasarkan Jenis Histopatologi Tumor

Pembagian klasifikasi meningioma berdasarkan jenis histopatologi tumor frekuensi terbanyak adalah meningothelial meningioma sebesar 15 (45,4%) kasus, diikuti oleh fibrous meningioma sebanyak 6 (18,2%) kasus, transisional meningioma 4 (12,1%) kasus, dan yang paling jarang adalah anaplastic, atypical, angiomatous dan choroid meningioma sebesar 1 (3%) kasus.

(45)

Tabel 5.4. Distribusi Berdasarkan Jenis Histopatologi Tumor

Jenis Histopatologi n %

Meningothelial 15 45,5

Fibrous 6 18,2

Transisional 4 12,1

Clear Cell 2 6,1

Psamomatous 2 6,1

Atypical 1 3,0

Anaplastic 1 3,0

Angiomatous 1 3,0

Choroid 1 3,0

Total 33 100.0

5.1.5. Distribusi Gender Berdasarkan Klasifikasi Meningioma

Jumlah meningioma grade I dijumpai lebih banyak pada populasi wanita dibandingkan pria. Distribusi jenis kelamin terbagi merata pada meningioma grade II dan pada jenis kelamin wanita dijumpai 1 sampel dengan meningioma grade III.

Tabel 5.5. Distribusi Gender terhadap klasifikasi meningioma

Gender Meningioma

grade I

Meningioma Grade II

Meningioma grade III

Pria 8 2 0

Wanita 20 2 1

Total 28 4 1

5.1.6. Distribusi Ekspresi Pewarnaan Imunohistokimia MMP-9 Berdasarkan Klasifikasi meningioma

Jumlah mitosis yang diukur berdasarkan klasifikasi meningioma didapati bahwa mayoritas meningioma grade 1 tidak dijumpai overekspresi MMP-9 yaitu

(46)

sebesar 15 sampel. Ekspresi MMP-9 terbagi merata pada meningioma grade 2. Pada meningioma grade III dijumpai adanya overekspresi MMP-9.

Tabel 5.6. Distribusi MMP-9 terhadap klasifikasi meningioma

MMP-9 Meningioma

grade I

Meningioma Grade II

Meningioma grade III

Positif 13 2 1

Negatif 15 2 0

Total 28 4 1

5.1.7. Distribusi Labelling Index (LI) Pewarnaan Imunohistokimia Ki-67 Berdasarkan Klasifikasi meningioma

Jumlah yang didapat berdasarkan klasifikasi meningioma didapati bahwa Labelling index pada meningioma grade I yang negatif sebesar 18 sampel, dan positif sebesar 10 sampel. Dan Labelling index Ki-67 pada meningioma grade II dijumpai positif seluruhnya. Pada meningioma grade III tidak dijumpai ekspresi positif dari Labelling Index Ki-67.

Tabel 5.7. Distribusi LI Ki-67 terhadap klasifikasi meningioma

Ki-67 Meningioma

grade I

Meningioma Grade II

Meningioma grade III

Positif 10 4 0

Negatif 18 0 1

Total 28 4 1

5.1.8. Distribusi Ekspresi Pewarnaan Imunohistokimia MMP-9 dan Labelling index (LI) Ki-67

Berdasarkan table dibawah, dilakukan analisis hubungan antara SI pewarnaan MMP-9 dengan LI Ki-67 secara komputerisasi dengan uji statistik Chi square dengan batas kemaknaan p <0,05. Hasil analisis Chi square secara komputerisasi diperoleh p= 0,393. Hal Ini menunjukan bahwa tidak terdapat

(47)

hubungan yang signifikan antara overekspresi MMP-9 dengan LI Ki-67. Tabel Cross tabulation analisa data tersebut ditampilkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.8. Cross tabulation MMP-9 dengan Ki-67

KI-67 Total

p*

Positif (n%)

Negatif (n%) MMP-9 Positif

(n%)

8 (24,2)

8

(24,2) 16

0,393

Negatif

(n%)

6 (18,1)

11

(33,3) 17

Total 14 19 33

*chi square

5.2. Pembahasan

Meningioma merupakan tumor otak yang berasal dari arachnoid cap cell yang sering ditemukan dan diperkirakan mencakup sebesar 30% dari seluruh tumor otak primer. Meningioma umumnya bersifat jinak dan pertumbuhannya lambat. Namun dalam beberapa kasus meningioma juga menunjukkan perilaku agresif, seperti invasi ke otak, duramater, tumbuh berdekatan dengan tulang dan berisiko rekurensi. Reseksi total pada kasus meningioma meningkatkan angka harapan hidup dan memperbaiki prognosis pasien dengan kasus tersebut. Namun pada meningioma dengan grade tinggi, letaknya sulit dicapai atau ukuran yang terlalu besar, reseksi total tidak memungkinkan sehingga diperlukan modalitas lain untuk mencegah dan mengurangi kemungkinan kembalinya tumor. Salah modalitas yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian obat-obatan terhadap ekspresi gen yang mempengaruhi pertumbuhan tumor. Penelitian saat ini banyak mencurigai faktor hormonal terhadap kejadian tumor karena didapati insiden meningioma dua kali lebih sering pada wanita dibandingkan laki-laki. Selain faktor hormonal, penelitian menunjukkan ekspresi dari matriks metalloproteinase (MMP) juga memiliki efek terhadap kelangsungan hidup sel tumor. MMP merupakan famili zinc dependent endopeptidase, kumpulan besar enzim yang

(48)

bertanggung jawab terhadap remodelling jaringan dan degradasi berbagai komponen dari matriks ekstraseluler, termasuk kolagen, elastin, gelatin, matriks glikoprotein dan proteoglikan (Verma & Hansch, 2007).

MMP mendukung pembentukan microenviroment yang mendukung pertumbuhan tumor melalui pelepasan growth factor matriks ekstraselular serta mendukung terjadinya angiogenesis tumor. Secara kolektif, kesemua famili MMP dapat mendegradasi semua komponen matriks ektraseluler dan membran basalis epitel. Masing-masing komponen matriks ekstraseluler dapat dipecah oleh kelompok MMP atau MMP yang spesifik.

Kebanyakan MMP disekresi sebagai proenzim laten (inactive zymogen) yang mengalami pemecahan proteolisis di amino-terminal domain saat aktivasi.

Ekspresi aktivasi MMP dapat dikontrol pada tingkat transkripsi gen oleh aktivasi proenzim dan inhibitor spesifik dan non spesifik (Amalinei, Caruntu & Balan, 2007).

Indeks proliferasi biasanya diukur dengan MIB-1 antibodi yang akan mengikat antigen Ki-67. Ki-67 diekspresikan pada sel yang sedang berproliferasi melalui siklus sel. Berdasarkan landasan teori yang ada, maka peneliti penelitian untuk membuktikan adanya hubungan overekspresi MMP-9 dengan mitosis yang dinilai dengan ki-67 (Wiemels, 2010; Rao, 2003).

Dari hasil penelitian ini, diperoleh bahwa meningioma dijumpai lebih banyak pada kelompok jenis kelamin wanita yaitu sebesar 69,7% dibandingkan dengan kelompok laki-laki hanya sebesar 30,3%. Penelitian ini memperoleh perbadingan kejadian meningioma sekitar 2:1 antara jenis kelamin wanita dengan laki-laki.

Begitu halnya dengan penelitian-penelitian epidemiologi yang menunjukan bahwa meningioma lebih sering terjadi pada kelompok jenis kelamin wanita daripada laki-laki dengan perbandingan sebesar 2:1. Penelitian ini menunjukan bahwa terdapat persamaan insiden meningioma yang lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki (Wiemels, 2010; Wohrer, 2013). Penyebab terjadinya predominasi jenis kelamin wanita pada kasus meningioma masih menjadi perdebatan dan kontroversi. Beberapa peneliti mengungkapkan adanya pengaruh faktor hormonal pada kejadian kasus meningioma. Penelitian yang mencari hubungan penggunaan hormon eksogen seperti kontrasepsi oral dan terapi hormon

(49)

pengganti dan endogen seperti status menopause, paritas, dan usia pertama saat menstruasi terhadap terjadinya meningioma sudah banyak dilakukan tetapi masih menjadi kontroversi kontroversi (Wiemels, 2010; Barnholtz-Sloan, 2007;

Taghipour, 2007).

Pada penelitian ini dijumpai kejadian meningioma paling banyak pada kelompok usia 40-49 tahun, yaitu sebesar 18 orang dengan persentase sebesar 54,5 %. Berdasarkan penelitian lainnya, insiden meningioma meningkat sejalan dengan pertambahan usia dimana puncak insidensi dijumpai pada usia antara 40- 60 tahun. Maka penelitian ini menunjukkan hal yang sama dengan teori yang ada dimana puncak insidensi usia penderita meningioma adalah pada kelompok usia 40-49 tahun. Meningioma sendiri merupakan tumor otak yang didapat dan pertumbuhannya sendiri bersifat lambat. Hal ini menyebabkan puncak insidensi dari meningioma sering terjadi pada dekade ke 4-6 karena tumor otak akan menimbulkan gejala apabila sudah menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan membuat penderita tumor otak mencari bantuan ke tenaga medis (Al-Hadidy, 2007).

Pada penelitian ini ditemukan bahwa meningioma grade I berdasarkan klasifikasi WHO merupakan jenis meningioma yang terbanyak dijumpai yaitu sebesar 84,8% dari total sampel yang diteliti, diikuti dengan grade II sebesar 12,1% dan grade III sebanyak 3%. Dan Jenis histopatologi yang paling banyak adalah jenis meningothelial sebanyak 15 pasien (45,5%), Fibrous sebanyak 6 pasien (18,2%) dan transisional sebesar 4 pasien (12,1%) . Grading system dari WHO ini berkorelasi dengan kapasitas proliferasi dari tumor. Berdasarkan literatur yang ada, meningioma grade I merupakan jenis yang paling banyak ditemukan di Amerika dan Inggris dengan perkiraan antara 90-95%. Berdasarkan jenis histopatologi ditemukan bahwa meningioma subtipe meningothelial, fibrous dan transisional merupakan jenis yang paling umum dijumpai. Hal ini menunjukan adanya persamaan insiden jenis meningioma pada penelitian ini (Korhonen, 2012; Wiemels, 2010).

Pada pewarnaan Ki-67 dijumpai bahwa dominan ekspresi ki-67 yang negatif pada meningioma grade I (18 sampel) dibandingkan ekspresi positif (10 sampel). Seluruh sampel meningioma grade II dijumpai ekspresi positif terhadap

(50)

ki-67. Uniknya, sampel meningioma dengan grade III malah memiliki ekspresi negatif terhadap ki-67. Berdasarkan kriteria WHO bahwa meningioma grade I memiliki mitosis yang rendah atau tidak dijumpai mitosis, sedangkan meningioma grade III memiliki mitosis lebih dari 20 sel/ lapangan pandang besar. Pada penelitian Akyildiz (2010) yang meneliti hubungan karakteristik histopatologi meningioma dengan pewarnaan Ki-67 dijumpai bahwa terdapat pewarnaan yang positif hingga 13 mitosis/ 10 LPB. Hal ini menunjukan bahwa pada sebagian kecil meningioma grade I juga memunyai tingkat mitosis yang tinggi, namun memiliki gambaran histologi yang jinak. Sedangkan pada meningioma grade II dan III ditemukan mitosis yang rendah yaitu hanya sebesar 2%. Ekspresi negatif ki-67 pada meningioma grade III penelitian ini mungkin disebabkan oleh karena kesalahan dari pengambilan sampel. Pengambilan sampel tumor merupakan sumber kesalahan dalam menentukan LI karena tumor memiliki heterogenitas histologi dengan perbedaan regional dari proliferasi sel. Daerah tumor yang paling ganas secara histologis merupakan pilihan yang biasanya digunakan untuk analisis LI (Korhonen, 2012; Akyildiz, 2010).

Penelitian ini mendapatkan hasil ekspresi MMP-9 pada meningioma grade I yang negatif sebesar 15 sampel, dan yang positif sebesar 13 sampel. Ekspresi MMP-9 berimbang pada meningioma grade II dengan jumlah masing-masing kelompok sebesar 2 sampel dan dijumpai ekspresi positif pada meningioma grade III. Penelitian oleh Sandberg di tahun 2001 menunjukkan bahwa semakin tinggi grade dari meningioma, maka ekspresi dari MMP-9 juga cenderung positif. Hal yang sama dijumpai pada penelitian oleh Okada di tahun 2004 dimana ekspresi MMP-9 yang positif dijumpai pada 85,7% sampel meningioma dengan grade tinggi. Pada penelitian ini, ekspresi positif MMP-9 dijumpai pada grup meningioma grade III dimana sesuai dengan teori bahwa semakin tinggi grade meningioma maka cenderung dijumpai ekspresi postiif dari MMP-9, namun jumlah sampel meningioma grade III yang hanya satu tentu dapat menyebabkan bias nya penilaian tersebut (Sandberg,2001; Okada, 2004).

Pada penelitian ini dilakukan analisa hubungan antara overekspresi dari MMP-9 dengan LI Ki-67 secara komputerisasi dengan uji statistik Chi square dengan batas kemaknaan p <0,05. Hasil analisa Chi square secara komputerisasi

(51)

memperoleh hasil p= 0,393. Hal Ini menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara overekspresi dari MMP-9 dengan LI Ki-67. Hal ini tentu tidak sesuai dengan hipotesis awal yang diajukan oleh penulis. Penelitian sandberg mengungkapkan bahwa ekspresi MMP-9 yang tinggi berkorelasi dengan kepadatan sel, mitosis dan nekrosis pada tumor meningioma. Hal ini mungkin desebabkan karena sampel pada peneltian ini tidak memiliki perbandingan jumlah yang sama antara grade I, II, dan III karena insiden meningioma grade II dan III sangat sedikit. Selain itu, peneliti juga tidak mampu menghomogenkan sampel penelitian dari faktor-faktor mitosis lainnya seperti Insulin Growth Factor (IGF), Fibroblast Growth Factor (FGF), Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), Platelet Derified Growth Factor (PDGF) dan reseptor estrogen. Namun hasil peneltian ini tidak menunjukkan perbedaan dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya. Untuk itu, disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan perbandingan jumlah yang sama pada meningioma grade I, II, dan III dan meneliti variabel-variabel lainnya seperti IGF, FGF, VEGF, PDGF dan reseptor estrogen sehingga mendapatkan bias yang lebih minimal dan faktor cofounding yang lebih sedikit. Selain itu, dapat dilakukan juga penelitian yang menyeragamkan faktor penyakit lain yang dapat menyebabkan terjadinya overekspresi MMP-9 seperti metastasis kanker, reumatoid artritis, osteoartritis, ulkus dekubitus, ulser gastrikus,ulserasi kornea, penyakit periodontal, kerusakan otak dan penyakit neuroinflamasi. Penelitian yang sudah dilakukan hanya berpegang pada rekam medis dan tidak memeriksa lebih lanjut penyakit tersebut pada objek pasien yang ada.

(52)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Pada penelitian ini ditemukan 33 kasus meningioma di RSUP. H. Adam Malik Medan dalam kurun waktu penelitian yaitu dua tahun dengan Usia rata-rata 42,45 (SD 8,62) tahun dan mayoritas ditemukan pada jenis kelamin perempuan dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 2:1. Berdasarkan klasifikasi grading menurut kriteria WHO maka yang paling sering ditemukan adalah benign 24/33 (84,8%), atypical 4/333 (12,1%) dan anaplastic 1/33 (3%). Sedangkan insidensi yang paling sering berdasarkan jenis histopatologinya maka meningothelial meningioma merupakan jenis histopatologi yang paling banyak 15/33 (45,5%).

Dari keseluruhan spesimen sampel, dijumpai meningioma grade III memiliki ekspresi positif terhadap MMP-9, namun distribusi hampir merata dijumpai pada meningioma grade I dan II. Indeks mitosis yang dihitung dengan Li Ki-67 menunjukkan hasil yang negatif pada meningioma grade III. Perhitungan hubungan antara ekspresi MMP-9 dan LI Ki-67 secara komputerisasi dengan uji statistik Chi square (p <0,05) memperoleh p= 0,393. Hal Ini menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara ekspresi MMP-9 dengan LI Ki-67.

6.2. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan sampel meningioma yang lebih besar sehingga akan mendapatkan derajat tumor merata, sehingga mengurangi bias dari hasil ekspresi MMP-9 dan Ki-67 pada meningioma. Pada penelitian ini terlihat distribusi derajat tumor lebih banyak dijumpai pada grade I sehingga faktor bias tidak dapat dihindarkan. Penelitian selanjutnya juga dapat menseragamkan penelitian pada grading tertentu sehingga menghindari faktor bias pada penelitian

2. Perlu dilakukan penelitian dengan menghomogenkan faktor mitosis lain seperti IGF, FGF, VEGF, PDGF dan reseptor estrogen. Hal ini disebabkan oleh karena faktor mitosis lainnya dapat menyebabkan bias dalam ekspresi Ki-

(53)

67 yang merupakan penanda mitosis dan menjadi cofounding factor yang mengurangi kekuatan dari penelitan.

3. Perlu dilakukan penelitian yang dapat menghindarkan faktor yang dapat mempengaruhi ekspresi dari MMP-9 seperti metastasis kanker, reumatoid artritis, osteoartritis, ulkus dekubitus, ulser gastrikus,ulserasi kornea, penyakit periodontal, kerusakan otak dan penyakit neuroinflamasi. Pada penelitian ini, eksklusi penyakit tersebut hanya dari rekam medis namun tidak dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mencari penyakit tersebut.

Gambar

Gambar 2.1 Insiden meningioma pada pria dan wanita sesuai usia  (Wielmels, 2010)
Gambar 2.2. Variasi lokasi timbulnya meningioma (Al-Mefty, 2005)
Tabel 2.1. Tingkat rekurensi Setelah reseksi berdasarkan kriteria Simpson  (Modha &amp; Gutin, 2005)
Gambar 2.3. Struktur MMP (Gill &amp; Parks, 2011)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh citra perusahaan, relationship marketing dan kepercayaan pada niat beli ulang yang dimoderasi oleh komunikasi

Sosialisasi terhadap pemilih komunitas Gerakan Rakyat Berdaulat Sumatera Utara mampu meningkatkan kesadaran politik akan pentingnya memahami hak dan kewajiban warga

Dalam permainan bebas anak boleh memilih sendiri kegiatan yang diinginkannya serta alat-alat yang ingin digunakannya. Bermain bebas merupakan bentuk bermain aktif, baik

A. AICHR dibentuk dengan enam tujuan utama, yaitu : 1) Mempromosikan serta melindungi HAM dan hak kebebasan bangsa ASEAN. 2) Menjunjung hak bangsa ASEAN untuk hidup secara

Matos merupakan bahan additive yang berfungsi untuk memadatkan (solidifikasi) dan menstabilkan (stabilizer) tanah secara fisik-kimia, bahan ini berupa serbuk

Pada lokasi piksel gelap tersebut ditentukan nilai reflektansi minimum pada band 4 (near infrared, yang cenderung diserap secara sempurna oleh perairan), kemudian nilai

Segala puji bagi Allah SWT karena atas rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini dengan judul “Pengaruh Pemberian

Pusat Statistik dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Kepulauan