• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Obesitas

1. Definisi

Obesitas merupakan suatu kondisi dimana terdapatnya penimbunan lemak berlebihan yang diperlukan untuk fungsi tubuh manusia (Harmanto, 2006). Obesitas disebabkan oleh ketidakseimbangan antara asupan dan pengeluaran energi. Asupan energi yang relatif berlebihan dapat dihasilkan dari makan terlalu banyak lemak (Gibney, 2005).

Obesitas adalah peningkatan total lemak tubuh, yaitu kelebihan berat badan >20% pada pria dan >25% pada wanita akibat obesitas. Seseorang yang dinyatakan obesitas dengan massa sel lemak yang berlebihan dan tidak semata-mata didasarkan pada berat badan karena seseorang dengan massa otot yang besar dapat dianggap kelebihan berat badan tanpa proliferasi sel.

Lebih lanjut, obesitas fisiologis didefinisikan sebagai akumulasi lemak yang abnormal atau berlebihan di jaringan adiposa. Obesitas adalah gangguan kompleks regulasi nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh serangkaian faktor biologis tertentu (Belliana, 2012).

2. Faktor-faktor obesitas

Ada beberapa faktor yang dapat membuat seseorang menjadi gemuk, antara lain genetik, lingkungan, psikologis, dan lain-lain (Zullies, 2010).

(2)

a. Faktor biologis

seperti kecepatan metabolisme dan jumlah minimum energi yang dibutuhkan seseorang memainkan peran penting dalam mengatur berat badan. Beberapa orang secara alami menggunakan lebih banyak kalori untuk melakukan fungsi tubuh (Harmanto, 2006).

b. Faktor genetik.

Obesitas sering memiliki kecenderungan genetik. Faktanya, bukan hanya masalah genetik, seringkali keluarga dengan pola makan dan gaya hidup “lemah” dapat berkontribusi pada peningkatan angka obesitas. Misalnya, orang tua memberi makan anak-anak mereka, bahkan menciptakan kondisi bagi mereka untuk makan makanan yang lezat dan berlemak. Tentu saja hal ini akan mempengaruhi pertumbuhan dan berat badan bayi (Zullies, 2010).

c. Gaya hidup modern

Dengan konsumsi kalori yang tinggi dan pengurangan aktivitas fisik, berperan penting dalam timbulnya obesitas. Restoran cepat saji menawarkan berbagai macam makanan dan minuman kemasan. Selain kepraktisan, makanan ini juga tinggi lemak, gula dan kalori(Harmanto, 2006).

d. Ketidakaktifan dan penggunaan alat

untuk mempermudah pekerjaan, seperti remote control, menyebabkan penumpukan lemak di dalam tubuh (Harmanto, 2006).

Faktor psikologis dapat mempengaruhi kebiasaan makan seseorang.

Beberapa orang makan lebih banyak untuk mengatasi suasana hati

(3)

Negatif seperti kesedihan, depresi, atau kemarahan. Orang lain mungkin memiliki gangguan makan seperti ketidakmampuan untuk mengendalikan hasrat (ngidam) bahkan setelah makan penuh, atau kebiasaan "mengemil" yang sulit dihentikan

.

3. Metode Pengukuran Obesitas

Salah satu cara untuk mengukur berat badan normal seseorang adalah dengan menggunakan Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh yaitu dengan rumus (Sukasah , 2007)

Keterangan:

IMT = Indeks Massa Tubuh BB = Berat Badan (kg) TB = Tinggi Badan (m)

Cara lain untuk menilai obesitas adalah dengan mengukur lingkar pinggang (LP). Menurut kriteria Asia-Pasifik, pria dengan LP 90 cm dan wanita dengan LP 80 cm diklasifikasikan sebagai obesitas. Skrining obesitas juga dapat dilakukan dengan mengukur persentase lemak tubuh secara tidak langsung. Obesitas adalah suatu kondisi dimana terdapat kelebihan jaringan lemak dalam tubuh. Dalam keadaan normal, persentase lemak tubuh pada pria sekitar 15-20%, sedangkan pada wanita sekitar 25- 30%. Rumus untuk mengukur persentase lemak tubuh adalah sebagai berikut:

IMT = Berat Badan (Tinggi Badan)2

(4)

Dimana Jenis kelamin: Laki-laki = 1; Wanita = 0. Menurut rumus di atas, seseorang dikatakan obesitas jika persentase lemak tubuh pada pria >

25 n pada wanita > 33%(Belliana, 2012) 4. Klasifikasi Obesitas

Menurut definisi WHO, obesitas adalah penumpukan lemak yang tidak normal yang dapat membahayakan kesehatan. Menurut klasifikasi indeks massa tubuh (IMT), seseorang dianggap obesitas jika BMI lebih besar dari 30 kg/m2 (Sukasah, 2007). Secara umum, seorang berusia 35 tahun dinyatakan obesitas jika memiliki IMT ≥27. Untuk lansia Pada usia

<34 , BMI 25, termasuk obesitas, dilaporkan. Biasanya, BMI 30 atau lebih menunjukkan obesitas sedang hingga berat (Zullies, 2010)

5. Patofisiologi

Lemak akan disimpan di dalam tubuh jika total energi yang masuk melalui makanan dan minuman jauh lebih besar daripada energi yang digunakan oleh tubuh. Ketidakseimbangan energi disebabkan oleh terlalu banyak asupan energi atau berkurangnya penggunaan energi tubuh untuk metabolisme, termoregulasi, dan aktivitas fisik (Sukasah , 2007).

Lemak tubuh dewasa =

(1,20 x IMT) + (0,23 x Usia) – (10,8 x Jenis Kelamin) – 5,4

(5)

Obesitas mengubah pengaturan metabolisme energi melalui dua cara, yaitu obesitas menyebabkan resistensi leptin dan meningkatkan resistensi insulin. leptin merupakan suatu hormon yang terkait dengan gen obesitas. Leptin berperan di hipotalamus untuk mengatur lemak tubuh (mengurangi lemak tubuh), kemampuan untuk membakar lemak untuk energi dan rasa kenyang (rasa setelah cukup makan).

Pada pasien obesitas terjadi peningkatan kadar leptin tetapi fungsinya terhambat. Peningkatan kadar leptin ini juga diiringi oleh meningkatnya kadar insulin, hal ini membuat para peneliti percaya bahwa resistensi leptin adalah salah satunya. Leptin juga berhubungan dengan hormon stress kortisol.Kelebihan berat badan secara pasti dapat terjadi peningkatan kronis kadar kortisol, dimana Jaringan lemak merangsang produksi hormon kortisol dan kadar kortisol yang tinggi menyebabkan penambahan berat badan cara meningkatkan nafsu makan. Ini merupakan lingkaran setan. Kadar kortisol memiliki fungsi utama yang berkaitan dengan peningkatan kadar gula darah dengan mengorbankan jaringan otot.

Para ilmuwan juga percaya bahwa hormon kortisol merupakan faktor kunci dalam menghalangi aksi hormon leptin (Whitney, 2009).

B. Obstructive Sleep Apnea

OSA adalah gangguan sleep apnea yang paling umum ketika tidak ada aliran udara meskipun ada upaya untuk ventilasi, yang ditandai dengan kontraksi otot. pernapasan (diafragma). OSA adalah keadaan apnea (suatu kondisi di mana tidak ada aliran udara sama sekali dari hidung atau mulut

(6)

selama 10 detik) dan hipopnea (suatu kondisi di mana terjadi penurunan 10- 70% aliran udara dibandingkan orang normal selama 10 detik sehingga menyebabkan penurunan saturasi oksigen) Hal ini menyebabkan penyumbatan aliran udara ke paru-paru. Peristiwa apnea terjadi dalam 10560 detik dan OSA ekstrem dapat berulang setiap 30 detik (Antariksa, 2010).

1. Faktor- faktor risko terjadinya OSA (Antariksa, 2010) a. Terdapat tiga faktor risiko yang diketahui

1) Umur, dimana prevalensi dan derajat OSA meningkat sesuai dengan bertambahnya umur.

2) Jenis kelamin. Resiko laki-laki untuk menderita OSA adalah 2 kali lebih tinggi dibandingkan perempuan sampain monopouse

3) Ukuran dan bentuk jalan napas:

a) Struktur kroniofasial (palatum yang bercelah, retroposisi mandibular)

b) Microglossia ( lidah yang besar), pembesaran adenotonsillar c) Macrognathia (rahang yang kecil)

d) Trakea yang kecil ( jalan napas yang sempit)

Faktor risiko penyakit, seperti kegagalan kontrol pernapasan yang dihubungkan dengan :

1) Emfisema dan asma

2) Penyakit neuromuscular (polio, myasthenia gravis, dll) 3) Obstruksi (sumbatan) nasal

Risiko gaya hidup : 1) Merokok

(7)

2) Obesitas, dimana 30-60% pasien OSA adalah orang yang berbadan gemuk

1. Patofisiologi OSA

Menurut (Saragih, 2007) faring adalah struktur yang sangat lentur. Pada saat inspirasi, otot-otot dilator faring berkontraksi 50 mili- detik sebelum kontraksi otot pernafasan (otot dinding dada dan diafragma) sehingga lumen faring tidak kolaps Saat tidur, aktivitas otot dilator faring relatif berkurang (relaksasi) sehingga lumen faring cenderung menyempit saat inspirasi. Hal ini terjadi hanya pada sebagian orang yang berhubungan dengan ukuran faring dan faktor-faktor yang mengurangi dimensi statis lumen faring sehingga menjadi lebih sempit atau menutup pada waktu tidur. Faktor yang paling berperan adalah obesitas, pembesaran tonsil, posisi relatif rahang atas dan bawah. Suara mendengkur timbul akibat turbulensi aliran udara pada saluran napas atas akibat sumbatan. Tempat terjadinya sumbatan biasanya di pangkal lidah atau palatum. Sumbatan terjadi akibat kegagalan otot-otot dilator saluran napas atas dalam menstabilkan jalan napas pada waktu tidur saat otot-otot faring berelaksasi, sehingga lidah dan palatu jatuh ke belakang dan terjadi obstruktif (sumbatan).

Obstruksi mengakibatkan aposisi dengan dinding faring posterior yang menyebabkan oklusi nasofaring dan orofaring. Oklusi ini meyebabkan berhentinya aliran udara meskipun pernapasan masih berlangsung sehingga timbul apnea, asfiksia sampai proses terbangun yang singkat dari tidur tidur dan terjadi perbaikan patensi saluran napas atas

(8)

sehingga aliran udara dapat diteruskan kembali. Dengan perbaikan asfiksia, penderita tidur kembali sampai kejadian berikutnya terulang kembali. Saluran napas atas kolaps jika tekanan faring negatif selama inspirasi melebihi kekuatan stabilisasi otot dilator dan abduktor saluran napas atas (Antariksa, 2010).

OSA ditandai dengan menyempitnya secara total atau sebagian (sumbatan) dari saluran udara bagian atas selama tidur. Peristiwa ini dapat terjadi secara berulang dan menyebabkan pengurangan atau penghentian aliran udara, sehingga terjadi desaturasi oksigen (hipoksemia) selama tidur. Karena sesak penderita akan terbangun singkat tan`pa terjaga (mikro-arousals). Makro-arousals dan desaturasi oksigen dianggap bertanggung jawab untuk kantuk yang berlebihan disiang hari, kelelahan, kehilangan fleksibilitas mental, konsentrasi menjadi tidak fokus yang sering dialami oleh pasien OSA (Mazza, 2005).

Gambar 2.1 Saluran napas atas normal dibandingkan dengan penderita mendengkur ( Antariksa, 2010)

(9)

2. Pengukuran Risiko Menderita OSA

Skrining OSA dapat dilakukan dengan kuesioner Berlin yang bertujuan untuk menjaring pasien dengan risiko tinggi OSA. Kuesioner ini terdiri dari 3 bagian. (Antariksa, 2010). Menurut (Belliana, 2012) Pertanyaan kuesioner dipilih sesuai dengan faktor risiko (obesitas, hipertensi) dan perilaku (mendengkur, kantuk berlebihan di siang hari) yang terkait dengan munculnya dispnea saat tidur. Kuesioner Berlin terdiri dari 10 pertanyaan, yaitu satu pertanyaan utama dan empat pertanyaan sekunder untuk menilai gejala mendengkur; tiga pertanyaan utama dan satu pertanyaan tambahan untuk menilai gejala EDS; dan kuesioner tunggal untuk menilai riwayat hipertensi.

Soal-soal tersebut diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu Kategori 1 (pertanyaan terkait gejala mendengkur); tipe 2 (pertanyaan tentang gejala EDS); tipe 3 (pertanyaan tentang riwayat hipertensi), Interpretasi dari kuesioner Berlin adalah apakah seseorang memiliki risiko tinggi atau rendah OSA. Pada tipe 1, seseorang berisiko tinggi jika gejalanya menetap (lebih dari 3 atau kali per minggu) pada 2 masalah yang berhubungan dengan mendengkur. Pada Tipe 2, seseorang berisiko tinggi jika gejala EDS, kantuk saat mengemudi, atau keduanya terus-menerus (lebih dari 3 atau kali per minggu). Pada kelompok 3, seseorang berisiko tinggi jika memiliki riwayat hipertensi dan/atau IMT 30k g/m2. Jika orang yang berisiko tinggi termasuk dalam 2 kategori pada kuesioner Berlin, maka orang tersebut berisiko tinggi untuk OSA. Sedangkan jika seseorang berisiko

(10)

tinggi terkena Tipe 1 pada kuesioner Berlin, maka orang tersebut berisiko rendah untuk OSA (Belliana, 2012).

a. Kuesioner Berlin

Gambar 2.2 kuesioner berlin (Neuroophthalmol, 2012) 3. /Klasifikasi OSA

Klasifikasi tingkat OSA didasarkan pada nilai indeks hipopnea apnea (AHI) yang ditetapkan oleh American Academy of Sleep Medicine, yang dapat dibagi menjadi 3 kelompok:

a. Ringan (nilai AHI 5-15), saturasi oksigen 86%.

b. Sedang (nilai AHI 15-30), saturasi oksigen 80-85% dengan keluhan mengantuk dan sulit berkosentrasi.

c. Berat (nilai AHI >30), saturasi oksigen < 80% dan gangguan tidur.

Faktor-faktor lain yang juga berpengaruh pada derajat OSA adalah

(11)

desaturasi oksigen, kualitas hidup dan tingkat mengantuk di siang hari (Antariksa, 2010)

C. OSA terhadap obesitas

Salah satu penyebab OSA adalah obesitas. Beberapa studi berbasis populasi memperkirakan bahwa 1 dari 5 orang dewasa paruh baya dengan indeks massa tubuh (BMI) 2.528 kg / m2 menderita OSA, yang seperlimanya tidak menunjukkan gejala. Gangguan ini juga terjadi pada lebih dari 0% orang dengan BMI di atas 30 dan biasanya pada orang dengan BMI di atas 40.(Antariksa, 2010)

Pada usia dewasa, obesitas merupakan penyebab utama OSA sedangkan pada anak obesitas bukan sebagai penyebab utama. Mekanisme terjadinya OSA pada obesitas karena terdapat penyempitan saluran napas bagian atas akibat penimbunan jaringan lemak di dalam otot dan jaringan lunak di sekitar saluran napas, maupun kompresi eksternal leher dan rahang.

Penentuan obesitas dapat dilakukan dengan cara menghitung Body Mass Index (BMI) dan pengukuran lingkar leher. Diduga bahwa penumpukan lemak pada daerah leher dapat membuat saluran napas atas menjadi lebih sempit.

Kemungkinan lain adalah pada pasien obesitas dengan leher yang besar mempunyai velofarings (palatum molle) yang lebih mudah mengalami kolaps sehingga dapat mempermudah terjadinya sumbatan saluran napas atas pada waktu tidur (Supriyatno , 2005).

Berat badan yang berlebihan pada dinding dada dan disfungsi diafragma juga mengganggu upaya ventilasi saat tidur, jaringan lemak pada leher dan lidah dapat menurunkan diameter saluran napas yang merupakan

(12)

predisposisi terjadinya penutupan prematur saat jaringan otot relaksasi waktu tidur. Saat bangun, aktivitas otot saluran napas atas akan menjadi lebih besar dari normal yang merupakan kompensasi dari penyempitan dan tahanan saluran napas yang tinggi (Antariksa, 2010).

D. Lansia

1. Definisi

Setiap makhluk hidup pasti melalui proses alam itu disebut penuaan (Rohmah, 2012) menjadi tua itu penting, umum, dan tak terhindarkan. Di tahap akhir penuaan, istilah akrab lansia atau orang tua yang biasanya sudah tidak asing lagi (Wijayanti, 2008)) Orang tua yang telah diubah faktor biologis, psikologis, fisik dan sosial, selanjutnya akan menjadi faktor-faktor tersebut semua aspek kehidupannya termasuk unsur fitnes. Menurut hukum RI orang lanjut usia ke-4 pada tahun 1965 adalah seseorang yang berusia di atas 55 tahun (Fatimah, 2010) Menurut ketentuan UU 13 pada tahun 1998 tentang kesejahteraan orang tua, mereka berusia di atas 60 tahun.

2. Klasifikasi lansia

pengelompokan lansia sesuai Depkes RI dicuplik dari (Wijayanti, 2008)):

a. Lansia dini (berumur 55 hingga 64 tahun) b. Lansia (berumur > 65 tahun

c. Lansia risiko tinggi (berumur > 70 tahun)

(13)

3. Teori penuaan

Menurut Tamher dan Noorkasiani (2009) teori penuaan dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu teori biologis dan teori psikososial.

a. Teori Biologis 1) Teori Jam Genetik

Teori ini menyatakan bahwa sudah diprogramkan secara genetik bahwa materi dalam inti sel memiliki jam genetik yang terkait dengan frekuensi mitosis. Karena beberapa spesies memiliki umur maksimum 110 tahun, sel-sel mereka diyakini hanya dapat membelah sekitar 50 kali, setelah itu mereka akan terdegradasi atau menghilang.

2) Teori interaksi sosial

Sel saling berinteraksi. Kondisi tubuh akan baik-baik saja selama sel-sel masih berfungsi secara harmonis. Namun, jika tidak ada harmoni, sel-sel secara bertahap merosot.

3) Teori Mutagenesis Somatik

Saat pembelahan sel (mitosis) akan terjadi “mutasi spontan”

yang terus menerus berlangsung dan akhirnya mengarah pada kematian sel.

b. Teori Psikososial

1. Disengagement Theory

Kelompok teori ini berasal dari University of Chicago, khususnya Teori Relaksasi yang menyatakan bahwa individu

(14)

dalam suatu masyarakat mengalami detasemen atau detasemen dari lingkungan. Saat memasuki usia tua, individu mulai menarik diri dari masyarakat, yang memungkinkan individu untuk mempertahankan aktivitas yang lebih fokus untuk mencapai stabilitas pada saat itu.

2. Teori aktivitas

Dasar dari teori ini adalah konsep diri tergantung pada aktivitas seseorang dalam peran yang berbeda. Jika hal ini hilang, maka akan berdampak negatif pada kepuasan hidup.

Kualitas atau kualitas dan jenis interaksi lebih penting daripada kuantitas interaksi. Pekerjaan yang intens tidak meningkatkan harga diri, tetapi interaksi yang bermakna dengan orang lain meningkatkan harga diri menuju kepuasan.

3. Teori subkultur

Teori ini menegaskan bahwa lansia adalah kelompok dengan norma, harapan, kepercayaan, dan adat istiadatnya sendiri, sehingga dapat digolongkan sebagai subkultur. Pada lansia terdapat kelompok yang dapat mempengaruhi kehidupan lansia. Dengan subkultur kelompok lansia, lansia dapat berintegrasi dengan baik ke dalam masyarakat dan dapat membangkitkan aspirasinya, yang dimungkinkan jika kelompok tersebut terkoordinasi dengan baik. Jadi secara teoritis antar kelompok, karena itu dapat meningkatkan adaptasi pada lansia.

(15)

4. Teori penyesuaian individu dengan lingkungan

Terdapat hubungan antara kompetensi individu dengan kingkungannya. Dikatakan pula, bahwa semakin terganggu (cacat) seseorang maka tekanan lingkungan yang dirasakan akan semakin besar. Tingkat kompetensi yang dimiliki seseorang berbeda-beda sehingga apabila level kompetensi seseorang rendah, maka dia akan bertahan pada tekanan lingkungan yang rendah pula sebaliknya. Sehingga kompetensi masing-masing yang dimiliki akan berpengaruh pada penyesuaiannya terhadap lingkungan tempat tinggalnya.

E. Senam Aerobik

1. Definisi

Senam aerobik merupakan olahraga yang dipraktekan secara terus menerus dimana tubuh masih dapat memenuhi kebutuhan oksigennya.

Latihan aerobik dengan pemanasan 5 menit, diikuti dengan latihan dasar yang mengukur detak jantung maksimum anda dengan peningkatan 220 dikurangi usia latihan per menit. Latihan ini dilakukan selama 20 menit,namun apakah dilakukan setiap hati atau tidak ada waktu untuk mengerjakann 3x30 menit dalam seminggu (Aji, 2011).

2. Manfaat senam aerobik

Senam aerobik yaitu untuk menjaga kesehatan jantung dan stamina tubuh. Menurut (Cahyono, 2013) latihan aerobik dapat meningkatkan daya tahan jantung dan paru-paru, membakar lemak tubuh berlebih,

(16)

mengencangkan tubuh, dan mencegah penyakit kardiovaskuler seperti stroke. Selain itu, olahraga bisa menghilangkan kebiasaan buruk seperti merokok. kegiatan senam aerobik dapat meningkat kelenturan, keseimbangan, koordinasi, kelincahan, dan daya tahan tubuh. Dengan melakukan senam aerobik selama 20 menit, maka energi akan meningkat sebesar 20% (Gilang, 2007).

3. Gerakan senam aerobik

Menurut (Gilang, 2007) gerakan-gerakan pada senam aerobik yaitu sebagai berikut :

a. Gerakan pemanasan

Sebelum melakukan gerakan inti, ada kalanya lebih baik melakukan pemanasan. Gerakan pemanasan rancang untuk meningkatkan elastisitas pada otot dan ligamen di sekitar sendi, mengurangi risiko cedera, meningkatkan suhu tubuh dan detak jantung, sehingga anda bisa bergerak tanpa takut cedera. Gerakan ini berlangsung selangkah demi selangkah, di mulai dari kepala, lengan, dada, pinggang dan kaki (Gilang, 2007).

Gambar 2.3 Gerakan Pemanasan (Nala, 2011)

(17)

b. Gerakan Inti

Menurut (Santoso, 2008) tahap ini adalah inti dari semua prakti, gerakan pada tahap ini harus dicapai. Tingkat keberhasilan latihan aerobik adalah seseorang yang telah mencapai training zone. Training zone adalah denyut nadi yang sempurna di tahap latihan. Kisaran normal training zone untuk seseorang adalah 60-90% dari detak jantung maksimum seseoran untuk setiap orang berbeda-beda menurut umur

Gambar 2.4 Gerakan inti 1 (Nala, 2011)

Gambar 2.5 Gerakan inti 2 (Nala, 2011)

Gambar 2.6 Gerakan inti 3 (Nala, 2011)

(18)

c. Gerakan Pendinginan

Pada tahap ini terjadinya latihan intensitas tinggi hingga latihan intensitas rendah. Tujuan pendinginan selama pendinginan adalah untuk mencegah asam laktat menumpuk yang menyebabkan kelelahan dan

rasa nyeri di bagian tubuh atau otot tertentu (Santoso, 2008)

`

Gambar 2.7 Gerakan Pendinginan 1 (Nala, 2011)

Gambar 2.8 Gerakan Pendinginan 2 (Nala, 2011) 4. Indikasi dan Kontraindikasi

a. Indikasi

Ada beberapa indikasi bahwa seseorang mungkin melakukakn latihan aerobik, seperti penurunan kualitas atau gangguan tidur, gangguan keseimbangan, tekanan darah tinggi, kesulitan berkonsetrasi, dan gangguan mental atau emosional.

b. Kontraindikasi

(19)

Kontraindikasi latihan aerobik termasuk masalah jantung seperti infark miokard akut atau angina pectoris tidak stabil, gagal jantung, aritmia, dan diabetes.

5. Biomekanika Senam Aerobik

Adapun biomekanika dan kinematika senam aerobik menurut Budiyono, yaitu:

a. Teknik dalam senam aerobik

Senam aerobik adalah senam yang menggerakkan seluruh kemampuan otot, terutama otot-otot besar secara terus-menerus, berirama, maju, dan berkelanjutan atau secara continue.

b. Teknik dasar senam aerobik

Teknik dasar senam aerobik umumnya dikenal dengan aerobic dances movement atau pola gerakan dasar tarian aerobik, meluruskan persendian tubuh (body alignment) langkah dasar (basic steps), gerakan dan ayunan lengan (arm movements), serta musikalitas (musicality).

Menjelaskan semua orang masing-masing teknik tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

1) Meluruskan persendian tubuh

Kemampua menjaga bentuk tubuh, postur dan anggot tubuh yang tepat merupakan garis lurus (tulang punggung) saat anda bergerak melintasi lantai, melompat, dan mendarat kembali ke lantai. Gerakan ini dipadukan dengan gerakan lengan ayun atau atau gerakan lainnya.

(20)

2) Langkah-langkah dasar (basic steps)

Memiliki tujuh langkah dasar dalam latihan aerobik, jadi langkah ini biasa disebut seven basic steps. Perkembangan ketujuh langkah dasar ini dapat dicapai melalui gerakan ini adalah gerakan dasar yang anda lakukan setiap hari. Seven basic steps dalam latihan aerobik meliputi joging, jumping jack, knee lift, march, skip, dan lunges. Adapun gerakan yang dikembangkan yaitu terdiri dari double steps, grapevine, singel steps, toe touch, leg curl, squat, leg curl, twist, heel touch, slide, mambo chacha, box steps, tap side, plie, on the spot, easy walking step. Lalu ada gerakan lengan terdiri dari punching, arm curl, rowing, butterfly, pull up or pull down, arm pumping, dan arm extension. Berbagai macam gerakan lengan dan tangan saat senam aerobik merupakan gerakan yang biasa dilakukan dalam aktivitas sehari-hari, yang membedakan berbagai teknik gerakan senam adalah perbaikan atau maksimalisasi fungsi gerakan lengan dan tangan guna mencapai tujuan perbaikan dan pengembangan efisiensi.

Berbagai gerakan dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip mekanisme gerak tubuh manusia seperti abduksi,adduksi, ekstensi, fleksi, pronasi supinasi, rotasi dan lainnya. Jenis latihan aerobik yang lebih spesifik dapat dipelajari dalam biomekanik dan kinesiologi. Gerakan dengan menambah beban menggunakan peralatan yang ada juga dapat meningkatkan intensitas latihan.

(21)

a. Musikalitas (musicality)

adalah kemampuan seseorang untuk bergerak mengikuti irama sebagai pengiring. Pindah ke ketukan musik sesuai tema yang disediakan. Musikalitas dalam senam aerobik diawali dengan fase ritme agar gerakan yang anda lakukan selaras. Di awal lagu, sebagai tanda di mulainya gerakan. Pada tahap ini, orang yang melakukan senam mengenali urutan yang biasanya terdiri dari delapan ketukan (birama 4/4), yang ditandai dengan adanya perubahan warna musik.

Nada suara yang jelas (mis. Terompet, drum, dan alat musik lainnya). Memperkenalkan berbagai jenis musik dan lagu adalah cara untuk meningkatkan musikalitas seseorang.

Langkah terakhir yang bisa dilakukan adalah merasakan lagu atau musik pengiringnya sebagai ungkapan yang dimaknai sebagai gerakan yang dinamis, mengembirakan dan menyenangkan. Seseorang harus cermat dalam memilih musik sebagai pengiring.

6. Dosis senam Aerobik

Senam aerobik ringan bagi tubuh karena dilakukan tanpa gerakan meloncat dan hanya melakukan gerakan keseimbangan dengan fokus pada beberapa bagian dari otot besar dengan intensitas gerakan dengan kategori ringan dan sedang. Senam lansia dilakukan 3 sampai 5 kali perminggu dengan waktu pelaksanaan sekitar 15-60 menit (Esa Dima, 2014).

(22)

7. Efek fisiologis senam Aerobik

Saat berolahraga seseorang akan mengalami peningkatan detak jantung dan tekanan darah, sehingga kadar oksigen menyebabkan frekuensi pernapasan meningkat. Peningkatan tekanan darah dirasakan dengan penurunan kadar hormon adenokortikotropin ( ACTH ) dan kadar kortisol dibawa ke otak. Produksi endorfin dan serotonin menstimulasi otak. Berkat pengurangan ACTH yang menyebabkan efek nyaman dan rileks (Haruyama, 2011).

8. Efek fisiologi senam aerobik berpengaruh kualitas tidur

Senam lansia dapat merangsang penurunan aktivitas saraf simpatis dan saraf parasimpatis yang berpengaruh pada penurunan hormon adrenalin, norepinefrin dan katekolamin, serta vasodilatasi (pelebaran) pada pembuluh dara yang mengakibatkan transport oksigen keseluruh tubuh terutama otak menjadi lancar, sehingga dapat menurunkan tekanan darah dan nadi menjadi normal. Aktivitas olahraga yang teratur untuk membakar glukosa melalui aktivitas otot yang akan menghasilkan ATP sehingga endorpin akan muncul dan membawa rasa nyaman, senang dan bahagia. Olahraga akan merangsang mekanisme Hypothalamus Pituaitary adrenal (HPA) axis untuk merangsang kelenjar pineal untuk mensekresi serotonin dan melatonin. Dari hipotalamus rangsangan akan diteruskan ke pituitary (hipofisis) untuk membentuk beta endorphin dan enkephalin yang akan menimbulkan rileks dan perasaan senang, sehingga dapat membantu pemenuhan kebutuhan tidur lansia (Darmojo , 2006)

(23)

Gambar

Gambar 2.1 Saluran napas atas normal dibandingkan dengan penderita  mendengkur ( Antariksa, 2010)
Gambar 2.2 kuesioner berlin (Neuroophthalmol, 2012)  3.  /Klasifikasi OSA
Gambar 2.4  Gerakan inti 1 (Nala, 2011)
Gambar 2.7  Gerakan Pendinginan 1 (Nala, 2011)

Referensi

Dokumen terkait

berpengaruh pada kreativitas QI dalam memecahkan masalah matematika divergen yang telah diberikan. Deskripsi aktivitas kreatif QI dan karakteristik lain yang dapat

Pelaksanaan tindakan pada siklus I pertemuan kedua dilaksanakan.pada hari Sabtu tanggal 10 September mulai pukul 07.00 WIB .Guru yang di tunjuk sebagai observer untuk

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Willi Yunantias, menyatakan bahwa skripsi dengan judul : ANALISIS PENGARUH KUALITAS LAYANAN DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP MINAT

Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan program SPSS versi 16 diperoleh hasil bahwa ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe MURDER terhadap

Hasil survei pada tanaman sayuran di beberapa wilayah Jawa Barat berdasarkan lokasi ketinggian yang berbeda ditemukan tiga spesies lalat pengorok daun yaitu L.

Menurut Bafadal (2009) perpustakaan sekolah adalah suatu unit kerja dari lembaga pendidikan yang mengelola buku-buku maupun bukan berupa buku (no book material)

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Purwakarta Nomor 15/PD/1983 tentang Pengaturan dan Biaya Pelayanan Air Minum

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai pengaruh dari Rootone F dan pemupukan daun terhadap produksi bibit dengan teknik perbanyakan