• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI TENTANG STRUKTUR KOMUNITAS ECHINODERMATA PADA EKOSISTEM LAMUN PANTAI PANDARATAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "STUDI TENTANG STRUKTUR KOMUNITAS ECHINODERMATA PADA EKOSISTEM LAMUN PANTAI PANDARATAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI TENTANG STRUKTUR KOMUNITAS ECHINODERMATA PADA EKOSISTEM LAMUN PANTAI PANDARATAN KABUPATEN

TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA

SRI WAHYUNI 140302050

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(2)

STUDI TENTANG STRUKTUR KOMUNITAS ECHINODERMATA PADA EKOSISTEM LAMUN PANTAI PANDARATAN KABUPATEN

TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

SRI WAHYUNI 140302050

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(3)

STUDI TENTANG STRUKTUR KOMUNITAS ECHINODERMATA PADA EKOSISTEM LAMUN PANTAI PANDARATAN KABUPATEN

TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

SRI WAHYUNI 140302050

Skripsi Sebagai Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(4)
(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Sri Wahyuni

NIM : 140302050

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Studi Tentang Struktur Komunitas Echinodermata pada Ekosistem Lamun Pantai Pandaratan Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara” adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.

Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Medan, Juli 2018

Sri Wahyuni NIM. 140302050

(6)

ABSTRAK

SRI WAHYUNI. Studi Tentang Struktur Komunitas Echinodermata pada Ekosistem Lamun Pantai Pandaratan Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara dibimbing oleh IPANNA ENGGAR SUSETYA.

Echinodermata memiliki peran penting dalam ekologi laut yang hidup di dasar perairan yang bereperan menjaga tingkat kesuburan sedimen dan merupakan deposit feeder serta sebagian besar memiliki nilai ekonomis. Hal ini menunjukan bahwa pada daerah padang lamun memiliki potensi yang cukup besar untuk dikelola dan dimanfaatkan oleh masyarakat serta menunjang produksi perikanan di wilayah pesisir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas Echinodermata dan bagaimana hubungannya terhadap penutupan lamun dan parameter fisika kimia perairan di Pantai Pandaratan Kabupaten Tapanuli Tengah.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Mei 2018 menggunakan metode purposive sampling yang ditetapkan sebanyak 3 stasiun yakni kawasan dengan kondisi lamun yang rapat, jarang dan sedikit. Hasil dari penelitian menunjukkan luas penutupan lamun di Pantai Pandaratan termasuk ke dalam kategori sedang dengan nilai 27,04%. Kondisi lingkungan perairan di Pantai Pandaratan pada setiap stasiun dapat mendukung kehidupan biota berdasarkan standar yang dikeluarkan oleh Kepmen LH No. 51 Tahun 2004. Struktur komunitas Echinodermata yaitu nilai indeks keanekaragaman (H’) berkisar 0,918 - 1,268, nilai indeks keseragaman (E) berkisar 0,732 - 0,836 dan nilai indeks dominansi berkisar (C) berkisar 0,335 – 0,437. Hubungan kepadatan Echinodermata dengan penutupan lamun, DO, kedalaman, dan posfat menunjukkan hubungan yang positif sementara hubungan kepadatan Echinodermata dengan suhu, salinitas, pH, kecerahan, nitrat, arus dan C-Organik menunjukkan hubungan yang negatif.

Kata Kunci: Pantai Pandaratan, lamun, Echinodermata, Struktur Komunitas

(7)

ABSTRACT

SRIWAHYUNI. Study on Community Structure Echinoderms in Seagrass Ecosystems of Pandaratan Beach, Tapanuli Tengah District of North Sumatra Province Guided by IPANNA ENGGAR SUSETYA.

Echinoderms have an important role in the ecology of marine life in the bottom waters bereperan maintain fertility levels of sediment and a feeder deposits, and most have no economic value. This shows that the seagrass area has considerable potential to be managed and used by the community and to support fisheries production in coastal areas. This study aims to determine the community structure Echinodermata and how it relates to the closing of seagrass and parameters of chemical physics waters in Pandaratan Beach, Tapanuli Tengah District. Research was conducted in April - May 2018 using method purposive sampling that is set at 3 stations namely areas as seagrass meetings, rarely and little. Results from the study show wide closure of seagrass in Pandaratan Beach fall into the medium category with a value of 27.04%. Environmental conditions waters in Pandaratan Beach at each station can support microbial life in accordance with standards issued by the Environment Decree No. 51 Year 2004. Community structure Echinodermata value diversity index (H ') ranged from 0,918 – 1,268, uniformity index value (E) ranges from 0.732 - 0.836 and dominance index value ranges (C) ranges from 0,335 - 0,437. The Echinodermata density relationship with seagrass cover, DO, depth, and phosphate showed a positive relationship while the Echinodermata density relationship with temperature, salinity, pH, brightness, nitrate, current and C-Organic showed a negative relationship.

Keywords: Pandaratan Beach, Seagrass, Echinodermata, Community Structure

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Sukaramai, pada tanggal 12 Oktober 1996, dari Ayahanda Ahmad Lili Suheri dan Ibunda Rahayu. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara kandung.

Penulis mengikuti pendidikan awal di SD Negeri No 102123 Dolok Merawan pada tahun 2002–2008. Pada tahun 2008 – 2011, penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP YPAK PTPN 3 Gunung Para dan pendidikan menengah atas di SMA Unggulan Chairul Tanjung Foundation pada tahun 2011 – 2014.

Penulis melanjutkan pendidikan di program studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui Jalur SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT. Agung Sumatera Samudera Abadi (ASSA), Sibolga. Selama masa perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (IMASPERA) dan sebagai Asisten Laboratorium Biologi Laut 2015/2016, Asisten Laboratorium Dasar Limnologi pada tahun 2016/2017 dan Asisten Laboratorium Tumbuhan Air Terapan pada tahun 2018. Penulis juga pernah mengikuti keorganisasian kampus yaitu BKM Al Mukhlisin FP USU dan Forum Ilmuwan Pertanian (FORMILTAN).

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Tentang Struktur Komunitas Echinodermata pada Ekosistem Lamun Pantai Pandaratan Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara”. Skripsi ini merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada :

1. Allah SWT yang telah meridhoi penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

2. Ayahanda Ahmad Lili Suheri dan Ibunda Rahayu yang selalu memberikan dukungan semangat, moril/materil, serta doa yang tak henti kepada penulis selama mengikuti pendidikan hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Eri Yusni, M.Sc dan Bapak Zulham Apandy Harahap, S.Kel., M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan yang telah memberikan ilmunya selama ini sekaligus arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Ipanna Engga Susetya, S.Kel., M.Si selaku komisi Pembimbing dan Dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan penelitian ini.

5. Bapak dan Ibu dosen, staff pengajar dan pegawai di lingkungan Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

(10)

6. Abang penulis Dedi Hardiansyah yang telah memberikan dukungan doa dan semangat kepada penulis.

7. Tim penelitian Pandaratan Wawan Wajuna, Huwilda Inrika, Tengku Hannifa Husny, Reni Yunita Rambe, Muhammad Fauzi dan Angga Abdur Rahman, Yusni As’ari Simanullang dan Yuliana Handayani Gea yang telah bekerja sama dengan baik sehingga penelitian dapat berjalan dengan lancar.

8. Sahabat seperjuangan Beby Aulia Kesuma Wardany, Dean Dwi Amunike, Husna Syukrika, Jaka Ramananda, Hizri Khairani BR nasution, teman-teman angkatan 2014 Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan serta kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Kakak penulis Nafi Sakila S.Pi, Nur Basani Pasaribu S.Pi, Delima Sari Siregar S.Pi, Dinda Ayu Ramadhani S.Pi, Nurasiah Riza, S.Pi yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Terima kasih kepada rekan-rekan BKM Al Mukhlisin Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan rekan-rekan FORMILTAN.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk perbaikan kedepannya. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Juli 2018

Penulis

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan masalah ... 2

Kerangka Pemikiran ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Pantai Pandaratan ... 6

Ekosistem Padang Lamun ... 6

Echinodermata... 8

Echinodermata di Ekosistem Lamun ... 10

Paramater Lingkungan Echinodermata ... 11

Suhu... 11

Oksigen Terlarut (DO) ... 12

pH ... 12

Salinitas ... 13

Kedalaman... 13

Kecepatan Arus ... 13

Tekstur Susbstrat ... 14

Nitrat ... 14

Posfat ... 14

C-Organik ... 15

(12)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian ... 16

Alat dan Bahan Penelitian ... 17

Deskripsi Area Penelitian ... 17

Stasiun I ... 17

Stasiun II ... 18

Stasiun III ... 18

Prosedur Penelitian... 19

Pengambilan Sampel Echinodermata ... 19

Pengambilan Data Parameter Fisika Kimia Perairan ... 20

Analisis Data ... 21

Analisis Struktur Komunitas Echinodermata ... 21

Kepadatan Jenis ... 21

Kepadatan Relatif ... 21

Indeks Keanekaragaman Jenis Echinodermata ... 22

Indeks Keseragaman ... 23

Indeks Dominansi... 23

Analisis Substrat... 24

Hubungan Antara Struktur Komunitas Echinodermata dengan Penutupan Lamun dan Parameter Fisika Kimia Perairan ... 25

Analisa Komponen Utama (Principal Component Analysis) ... 25

HASIL DAN PEMBAHSAN Hasil Analisis Struktu Komunitas Echinodermata ... 27

Komposisi Jenis ... 27

Kepadatan (K) ... 27

Kepadatan Relatif (KR)... 28

Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ... 29

Penutupan Lamun... 30

Parameter Fisika Kimia Perairan ... 30

Karakteristik Substrat ... 31

Hubungan Struktur Komunitas Echinodermata dengan Penutupan Lamun dan Parameter Fisika Kimia Perairan .... 31

Pembahasan Analisis Struktur Komunitas Echinodermata ... 32

Komposisi Jenis ... 32

Kepadatan (K) ... 34

Kepadatan Relatif (KR)... 35

Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ... 37

Penutupan Lamun... 39

(13)

Parameter Fisika Kimia Perairan ... 40 Karakteristik Substrat ... 44 Hubungan Struktur Komunitas Echinodermata dengan

Penutupan Lamun dan Parameter Fisika Kimia Perairan .... 45 Rekomendasi Pengelolaan ... 49 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 50 Saran ... 50 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1.

Kerangka Pemikiran Penelitian ... 4

2. Peta Lokasi Penelitian ... 16

3. Lokasi Stasiun 1 ... 17

4. Lokasi Stasiun 2 ... 18

5. Lokasi Stasiun 3 ... 19

6. Skema Transek Echinodermata ... 19

7. Segitiga The United States Department of Agriculture (USSDA) .... 25

8. Simulasi Hasil Analisis PCA dalam Bentuk Lingkaran Korelasi ... 26

9. Kepadatan Relatif Echinodermata ... 29

10. Hubungan Strutur Komunitas Echinodermata dengan Penutupan Lamun dan Parameter Fisika Kima Perairan ... 32

(15)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1.

Pengukuran Parameter Fisika Kimia Perairan ... 20 2. Komposisi Jenis Echinodermata pada Setiap Stasiun ... 27 3. Kepadatan Echinodermata pada Setiap Stasiun Pengamatan ... 28 4. Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C)

Echinodermata ... 30 5. Parameter Fisika Kimia Perairan ... 30 6. Karakteristik Substrat ... 31

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1.

Alat dan Bahan Penelitian ... 58

2. Langkah Kerja ... 62

3. Gambar Spesies Echinodermata ... 65

4. Data Analisis Echindoermata ... 67

5. Hubungan Struktut Komunitas Echinodermata dengan Penutupan Lamun dan Parameter Fisika Kimia Peraiaran Menggunakan Analisis PCA ... 70

6. Rencana Kegiatan Penelitian ... 74

7. Rincian Biaya Penelitian ... 75

xi

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pantai Pandaratan adalah pantai yang terletak di Kelurahan Pondok Batu, Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah. Pantai Pandaratan merupakan salah satu dari sekian banyak pantai di Sibolga yang pantainya banyak ditemukan tumbuhan lamun. Lamun membentuk padang yang terdiri dari satu jenis sampai beberapa jenis yang disebut padang lamun. Padang lamun merupakan suatu ekosistem yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang cukup tinggi dan sebagai penyumbang nutrisi yang sangat berpotensi bagi perairan di sekitrnya serta dijadikan sebagai habitat bagi biota laut untuk mencari makan dan tempat berlindung seperti salah satu contohnya adalah filum Echinodermata.

Filum Echinodermata merupakan salah satu filum hewan terbesar yang berkulit duri yang memiliki 6000 lebih spesies yang berasal dari lima kelas antara lain Crinoidea (Lili Laut), Holothuroidea (Timun Laut), Echinoidea (Bulu Babi), Asteroidea (Bintang Laut) dan Ophiuroidea (Bintang Mengular). Secara ekologis keberadaan Echinodermata sangat berpengaruh penting pada tingkat kesuburan substrat dasar perairan di sekitarnya karena secara tidak langsung Echinodermata merupakan biota bentik pemakan deposit (deposit feeder) yang mencerna sejumlah besar sedimen yang memungkinkan untuk terjadinya oksigenisasi lapisan atas sedimen. Proses ini mencegah terjadinya penumpukan pembusukan bahan-bahan organik dan membantu mengontrol populasi hama dan bakteri- bakteri patogen tertentu (Darsono, 2007).

Asosiasi biota laut dengan ekosistem lamun akan membentuk suatu sistem ekologi. Bila ekosistem lamun mengalami penurunan maka akan menurunkan

(18)

fungsi ekologis dari sumberdaya tersebut. Hal ini tentunya dapat mempengaruhi kehidupan biota yang berasosisasi dengan lamun, khususnya Echinodermata baik dalam jumlah maupun keanekaragamannya (Wisnubudi dan Wahyuningsih, 2014). Data informasi mengenai kondisi lamun di Kabupaten Tapanuli Tengah menurut Iswari et al., (2017) dalam buku Album Peta Lamun, diketahui bahwa status padang lamun di Indonesia tepatnya pada lokasi penelitian di Kabupaten Tapanuli Tengah adalah termasuk dalam kategori miskin dan kurang sehat.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian mengenai struktur komunitas Echinodermata pada ekosistem lamun di Pantai Pandaratan Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah Sumatera Utara masih sangat perlu dilakukan untuk memberikan informasi dan data-data mengenai struktur komunitas Echinodermata serta hubungannya dengan penutupan lamun dan parameter fisika kimia perairan terkait dengan kegiatan pengelolaan kawasan pesisir yang berkelanjutan.

Perumusan Masalah

Ekosistem lamun merupakan ekosistem yang sangat penting bagi biota laut khususnya Echinodermata karena mampu melindungi dirinya dari serangan predator. Bila ekosistem lamun mengalami penurunan maka akan menurunkan fungsi ekologis dari sumberdaya tersebut. Hal ini tentunya dapat mempengaruhi kehidupan biota yang berasosisasi dengan lamun, khususnya Echinodermata baik dalam jumlah maupun keanekaragamannya. Echinodermata sebagai bagian dari biota yang mendiami padang lamun juga berpengaruh penting pada tingkat kesuburan substrat dasar perairan. Untuk itu perlu dilakukan pemantauan struktur komunitas Echinodermata yang mendiami padang lamun guna menunjukkan bagaimana hubungan antara penutupan lamun dan parameter fisika kimia terhadap

(19)

biota Echinodermata. Berdasarkan masalah di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana struktur komunitas Echinodermata yang terdapat pada kawasan padang lamun di Pantai Pandaratan Kabupaten Tapanuli Tengah?

2. Bagaimana hubungan antara struktur komunitas Echinodermata dengan penutupan lamun dan parameter fisika kimia perairan Pantai Pandaratan Kabupaten Tapanuli Tengah?

Kerangka Pemikiran

Padang lamun merupakan ekosistem yang sangat produktif dan mampu mendukung kehidupan biota yang tinggal di sekitarnya untuk mencari makan dan tempat berlindung. Pantai Pandaratan Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara memiliki luasan padang lamun dengan keberadaan Echinodermata yang berasosiasi pada ekosistemnya. Pada ekosistem lamun akan dilakukan analisis terhadap penutupan lamun dan fisika kimia air yang secara tidak langsung akan mempengaruhi struktur komunitas Echinodermata yang ada di dalamnya. Oleh karena itu perlu dilakukan pemantauan terhadap struktur komunitas Echinodermata. Hasil akan menunjukkan bagaimana hubungan kedua aspek dan dapat merumuskan strategi pengelolaan bagi pemerintah dan pihak terkait. Pengelolaan merupakan salah satu upaya yang dilakukan agar kawasan padang lamun Pantai Pandaratan Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah dapat dimanfaatkan secara tepat dan berkelanjutan.

Kerangka Pemikiran Penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

(20)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui struktur komunitas Echinodermata yang terdapat pada kawasan padang lamun Pantai Pandaratan Kabupaten Tapanuli Tengah

Pantai Pandaratan

Ekosistem Lamun

Analisis Penutupan Lamun

Struktur Komunitas Echinodermata

Hubungan Penutupan Lamun dan Parameter Fisika Kimia Air terhadap

Struktur Komunitas Echinodermata

Rekomendasi Pengelolaan

Analisis Fisika Kimia Air

Fisika Kimia

Suhu DO Kedalaman pH Kecerahan Nitrat Salinitas Posfat Arus C-Organik Substrat

(21)

2. Untuk mengetahui hubungan antara struktur komunitas Echinodermata dengan penutupan lamun dan parameter fisika kimia perairan Pantai Pandaratan Kabupaten Tapanuli Tengah

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi mengenai struktur komunitas Echinodermata di padang lamun Pantai Pandaratan Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara yang nantinya dapat dijadikan sebagai data acuan dan referensi bagi pendidikan, penelitian lanjutan dan pengambilan kebijakan oleh pemerintah setempat dalam melakukan pengelolaan sumberdaya pesisir.

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Karateristik Pantai Pandaratan

Kabupaten Tapanuli Tengah berada di Pantai Barat Pulau Sumatera.

Kabupaten ini terletak antara 1o1100’’-2o2200’’ LU dan 98o07-98o12 BT.

Wilayah kabupaten ini di sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, sebelah Selatan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan, sebelah Timur dengan Kabupaten Tapanuli Utara, sebelah Barat berbatasan dengan Kota Sibolga dan Samudera Indonesia (BPS Sibolga, 2012). Pantai Pandaratan adalah salah satu pantai yang terdapat di Sibolga Kabupaten Tapanuli Tengah. Pantai ini berlokasi di Kelurahan Pondok Batu, Kecamatan Sarudik. Pantai Pandaratan merupakan salah satu dari sekian banyak pantai di Sibolga yang pantainya banyak ditemukan tumbuhan lamun serta biota laut yang berasosiasi di dalamnya.

Masyarakat sekitar kerap menyebutnya dengan surganya bintang laut karena keberadaan bintang laut yang sangat melimpah. Di sekitaran pantai terdapat pemukiman warga dan beberapa kapal yang melintas untuk pergi berlayar ataupun kembali ke pelabuhan.

Ekosistem Padang Lamun

Padang lamun merupakan ekosistem laut dangkal yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan berbagai biota laut serta merupakan ekosistem bahari yang paling produktif. Padang lamun merupakan ekosistem yang bemanfaat, namun di Indonesia manfaat langsung untuk manusia belum banyak dilakukan, bahkan banyak dirusak karena kepentingan lainnya. Informasi pengetahuan tentang padang lamun dari perairan Indonesia masih sangat rendah

(23)

dibandingkan dengan hasil yang dicapai negara tetangga seperti Filipina dan Australia (Ruswahyuni, 2008).

Ekosistem lamun atau seagrass merupakan salah satu ekosistem laut dangkal yang mempunyai peranan penting bagi kehidupan di laut serta merupakan salah satu ekosistem yang paling produktif, ekosistem lamun memiliki berbagai fungsi penting dan belum begitu banyak dikenal dan diperhatikan bila dibandingkan dengan ekosistem pesisir lainnya seperti rawa payau, hutan mangrove dan terumbu karang. Keberadaan ekosistem lamun di wilayah pesisir secara ekologis memberikan kontribusi yang cukup besar terutama berperan penting sebagai penyumbang nutrisi bagi kesuburan lingkungan perairan pesisir dan laut (Wisnubudi dan Wahyuningsih, 2014).

Ekosistem lamun merupakan habitat dari berbagai jenis fauna invertebrata, salah satunya kelompok Echinodermata yang merupakan kelompok biota penghuni lamun yang cukup menonjol, terutama dari kelas Echinoidea (Bulu Babi). Kelompok Echinodermata ini dapat hidup menempati berbagai macam habitat seperti zona rataan terumbu, daerah pertumbuhan algae, padang lamun, koloni karang hidup dan karang mati dan beting karang (rubbles dan boulders) (Yusron, 2009).

Padang lamun di perairan Indonesia umumnya termasuk pada vegetasi campuran. Ekosistem padang lamun di Indonesia sering di jumpai di daerah pasang surut bawah (inner intertidal) dan subtidal atas (upper subtidal). Dilihat dari pola zonasi lamun secara horizontal, ekosistem lamun terletak diantara dua ekosistem penting yaitu ekosistem mangrove dan ekosistem terumbu karang.

Ekosistem lamun sangat berhubungan erat dan berinteraksi serta sebagai mata

(24)

rantai (link) dan sebagai penyangga (buffer) dengan mangrove di pantai dan terumbu karang ke arah laut (Harpiansyah et al., 2014).

Echinodermata

Keanekaragaman fauna yang banyak ditemukan di lingkungan pesisir adalah fauna Echinodermata. Echinodermata berasal dari bahasa Yunani Echinos artinya duri, Derma artinya kulit. Echinodermata adalah penghuni perairan dangkal, umumnya terdapat di terumbu karang dan padang lamun. Hewan ini memiliki kemampuan autotomi serta regenerasi bagian tubuh yang hilang, putus atau rusak. Semua hewan yang termasuk dalam kelas ini memiliki bentuk tubuh yang radial simetris dan kebanyakan mempunyai endoskeleton dari zat kapur seperti tonjolan berupa duri (Budiman et al., 2014).

Anggota filum Echinodermata adalah penghuni lingkungan bahari, terutama di laut bentik. Ciri khasnya adalah tubuh yang menjurus lima tersusun mengelilingi suatu sumbu polar. Hewan ini memiliki kerangka dalam yang mempunyai duri (spine). Sistem pencernaan cukup berkembang, tetapi tidak memiliki sistem ekskresi. Kebanyakan anggota filum Echinodermata diosius, bersaluran reproduksi sederhana, fertilisasi berlangsung eksternal dan hewan ini

memiliki sistem digesti lengkap walaupun anus tidak berfungsi (Kambey et al., 2015).

Jasin (1984) dalam Katili (2011), mengelompokkan Filum Echinodermata menjadi 5 kelas diantaranya :

Kelas Asteroidea (Bintang Laut)

Seringkali Bintang Laut ditemukan mempunyai lima lengan, kadang juga terlihat hanya empat bahkan enam lengan. Jika salah satu lengan terputus maka

(25)

lengan baru akan terbentuk dengan segera karena adanya daya regenerasi hewan ini. Secara umum, hewan ini mempunyai badan relatif tipis. Kondisi lengan yang kaku serta menyukai habitat dengan substrat yang berpasir membuatnya mudah dibedakan dengan Bintang Ular laut. Hewan ini sering ditemukan hidup dalam kelompok kecil dengan membenamkan diri di dalam pasir. Jika air laut surut, seringkali biota ini terjebak di genangan air yang dangkal (Fitriana, 2010).

Kelas Ophiuroidea (Bintang Mengular)

Bintang mengular atau Ophiuroidea merupakan kelompok biota laut yang termasuk dalam filum ekhinodermata. Hewan ini merupakan salah satu biota bentik (hidup di dasar) dan mempunyai kebiasaan bersembunyi (dwelling habit).

Bintang mengular mempunyai kemiripan dengan bintang laut, karena mempunyai bentuk tubuh yang bersimetri pentaradial. Tubuh berbentuk cakram, yang dilindungi oleh cangkang kapur berbentuk keping (ossicle) dan dilapisi dengan granula dan duri-duri (Aziz, 1991).

Kelas Echinoidea (Bulu Babi)

Bulu Babi merupakan hewan yang termasuk kelas Echinoidea dengan jumlah diperkirakan sebanyak 800 jenis. Berdasarkan bentuk tubuhnya, kelas Echinoidea dibagi dalam dua subkelas utama, yaitu Bulu Babi beraturan (regular sea urchin) dan Bulu Babi tidak beraturan (irregular sea urchin). Bulu Babi merupakan salah satu organisme laut yang mempunyai nilai ekonomis dan ekologis yang penting. Pada saat ini Bulu Babi beraturan saja yang memiliki nilai konsumsi Bagian utama yang dimanfaatkan dari bulu babi ini adalah gonad (telur) (Laning et al., 2014).

(26)

Kelas Holothuroidea (Teripang)

Teripang merupakan hewan berkulit duri sehingga tergolong filum Echinodermata. Tubuh Teripang umumnya berbentuk silindris memanjang seperti timun sehingga sering disebut timun laut. Teripang umumnya ditemukan pada perairan laut dangkal, tetapi dapat juga ditemukan hingga kedalaman 10.000 meter. Kondisi yang ideal bagi pertumbuhan dan kehidupan Teripang adalah perairan yang bersih dan jernih serta relatif tenang dengan suhu 28-31 oC dan salinitas 30-34 0/00 (Andirisnanti, 2012).

Kelas Crinoidea (Lili Laut)

Lili Laut ditemukan di semua laut dengan kedalaman antara 0-6000 m.

Bentuk tubuh dan penampilannya menyerupai tanaman lili atau pakis. Bagi orang awam Lili Laut mungkin dianggap sebagai flora laut, apalagi bagian tangannya (arms) mempunyai corak warna yang beraneka ragam, hijau, kuning, merah atau kombinasi dari dua atau lebih warna. Lili Laut pada umumnya mempunyai cara dan kebiasaan makan yang sama dengan teripang, bulu babi, bintang laut, dan bintang mengular yaitu termasuk dalam kelompok biota penyaring (filter feeders) (Aziz, 1991).

Echinodermata di Ekosistem Lamun

Echinodermata merupakan salah satu hewan yang sangat penting dalam ekosistem laut dan bermanfaat sebagai salah satu komponen dalam rantai makanan, pemakan sampah organik dan hewan kecil lainnya. Jenis-jenis Echinodermata dapat bersifat pemakan destritus, sehingga peranannya dalam suatu ekosistem untuk merombak sisa-sisa bahan organik yang tidak terpakai oleh

(27)

spesies lain namun dapat dimanfaatkan oleh beberapa jenis Echinodermata. Selain itu Echinodermata mengandung unsur-unsur kimia yang memiliki nilai tinggi di bidang pangan, obat-obatan dan sering dijadikan barang koleksi hiasan yang indah (Katili, 2011).

Secara ekologis padang lamun memiliki peranan penting bagi habitat Echinodermata. Lamun berperan penting sebagai sumber pakan (feeding ground), tempat tinggal dan tempat asuhan larva Echinodermata agar tidak tersapu arus laut (nursery ground), serta tempat memijah (spawning ground) melindunginya dari serangan predator. Lamun juga menyokong rantai makanan dan penting dalam proses siklus nutrien serta sebagai pelindung pantai dari ancaman erosi ataupun abrasi (Jumanto et al., 2013).

Echinodermata terdiri dari 5 kelas, masing-masing dari kelas tersebut memiliki peranan tersendiri terhadap ekologi laut. Asteroidea (bintang laut) dan Ophiuroidea (bintang mengular) memiliki peranan sebagai pelindung karang dari pertumbuhan alga yang berlebihan. Holothuroidea dan Echinoidea memiliki peranan sebagai pendaur ulang nutrien. Echinodermata disebut sebagai kunci ekologi yang berperan dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut. Selain pada ekosistem terumbu karang, hewan ini juga dapat ditemukan pada zona pertumbuhan alga, padang lamun dan zona tubir (Triana et al., 2015).

Parameter Lingkungan Echinodermata Suhu

Suhu merupakan factor yang sangat penting dalam mengatur kehidupan organisme perairan. Keberadaan suatu spesies dan keadaan seluruh kehidupan suatu komunitas cenderung bervariasi dengan berubahnya suhu. Suhu air

(28)

permukaan di perairan Nusantara kita umumnya berkisar antara 28-31 oC.

(Ira, 2011). Menurut Andirisnanti (2012), kondisi yang ideal bagi pertumbuhan dan kehidupan teripang adalah perairan yang bersih dan jernih serta relatif tenang dengan suhu 28-31 oC.

Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen berfungsi sebagai senyawa pengoksidasi dalam dekomposisi material organik yang akan menghasilkan zat hara. Nilai dari oksigen yang terlarut juga bervariasi antara hari ke hari maupun bulan ke bulan, namun variasi nilai yang terjadi tidak terlalu besar. Variasi yang terjadi ini diakibatkan oleh adanya pengaruh kondisi oseanografi seperti suhu, salinitas dan pergerakan angin.

Pada profil permukaan laut konsentrasi untuk oksigen terlarut sangat bervariasi.

Kondisi ini karena dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu maka semakin rendah kelarutan oksigen. Hal ini juga berbeda pada kedalaman laut yang hampir mencapai ratusan meter (Yolanda et al., 2016). Kandungan oksigen terlarut di perairan yang baik untuk kehidupan dan pertumbuhan teripang sebesar 4,0–8,0 ppm (Martoyo et al., 2006).

pH

pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik termasuk makrozoobentos pada umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme akuatik (Novianti et al., 2016). Menurut

(29)

Simatupang (2017), nilai pH yang baik untuk kehidupan Echinodermata adalah 7,5 –8, 6.

Salinitas

Secara umum salinitas permukaan perairan Indonesia rata-rata berkisar antara 32-34 per mil. Salinitas air laut pada umumnya berkisar 33 0/00 – 37 0/00 dan berubah-ubah berdasarkan waktu dan ruang. Echinodermata mampu beradaptasi di salinitas 24,4 0/00 – 34,5 0/00. Namun pengaruh salinitas tergantung pada kondisi perairan laut setempat atau pengaruh alam seperti badai atau hujan (Novianti et al., 2016).

Kedalaman

Echinodermata adalah hewan invertebrata yang biasanya hidup dari pantai hingga kedalaman sekitar 366 m (Rompis et al., 2013). Menurut Darsono (2009), perilaku pembenaman teripang dipengaruhi oleh adanya perubahan kedalaman air akibat pasang surut. Penurunan permukaan air secara berkala tidak mencegah pemunculan teripang ke permukaan, tapi permukaan air yang rendah menyebabkan berkurangnya pemunculan teripang ke permukaan.

Kecepatan Arus

Arus air adalah faktor yang mempunyai peranan yang sangat penting. Hal ini berhubungan dengan penyebaran organisme, gas-gas terlarut dan mineral yang terdapat di dalam air. Kecepatan aliran air akan bervariasi secara vertikal.

Pengaruh arus terhadap organisme air yang palng penting adalah ancaman bagi organisme tersebut dihanyutkan oleh arus yang deras (Barus, 2004). Martoyo et al., (2006), menjelaskan bahwa teripang hidup dan berkembang dengan baik pada

(30)

perairan yang tenang. Kecepatan arus yang cocok untuk hidup teripang adalah 0,30 – 0,50 m/detik.

Tekstur Substrat

Tekstur adalah suatu kenampakan yang berhubungan erat dengan ukuran, bentuk butir, dan susunan komponen mineral-mineral penyusunnya. Tekstur sedimen yaitu hubungan bersama antara ukuran butir dalam batuan. Partikel mempunyai ukuran yang bervariasi, mulai yang besar sampai halus. Ukuran butir sedimen sangat penting dalam mengontrol kemampuan sedimen untuk menahan dan mensirkulasi air dan udara. Sirkulasi air melalui ruang pori sedimen adalah penting karena pergerakan air ini dapat memperbaharui suplai oksigen dan suplai makanan. Ukuran sedimen dapat pula berpengaruh terhadap kandungan bahan organik (Ira, 2011).

Nitrat

Konsentrasi nitrat di lapisan permukaan yang lebih rendah dibandingkan di lapisan dekat dasar disebabkan karena nitrat di lapisan permukaan lebih banyak dimanfaatkan atau dikonsumsi oleh fitoplankton. Selain itu, konsentrasi nitrat yang sedikit lebih tinggi di dekat dasar perairan juga dipengaruhi oleh sedimen. Di dalam sedimen nitrat diproduksi dari biodegradasi bahan-bahan organik menjadi ammonia yang selanjutnya dioksidasi menjadi nitrat. Menurut KEPMEN-LH No 51 (2004), disebutkan bahwa baku mutu konsentrasi nitrat air laut yang layak untuk kehidupan biota laut adalah 0,008 mg/l.

Posfat

Di perairan, unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan

(31)

polifosfat) dan senyawa organik yang berupa partikulat. Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuh-tumbuhan. Ortofosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik, sedangkan polifosfat harus mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat terlebih dahulu, sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfor. Keberadaan fosfor di perairan alami biasanya relatif kecil (Effendi, 2003). Menurut KEPMEN-LH No 51 (2004), dapat dilihat bahwa baku mutu kandungan posfat dalam air laut yang layak untuk kehidupan biota laut adalah 0,015 mg/l.

C-Organik

Bahan organik yang berada di perairan sangat beragam dan berasal dari berbagai sumber seperti, fitoplankton, ganggang mikro dan tumbuhan air. Bahan organik terlarut atau partikel organik dapat ada yang disebabkan oleh sifatnya memiliki afinitas yang besar untuk diserap oleh tanah dan akhirnya disimpan dalam sedimen dimana sebagian menjadi mineral pada sedimen atau menjadi senyawa baru seperti zat hara. Karbon disimpan dalam tanah ketika tanaman dan hewan membusuk (terurai) yang artinya C-organik dalam air tergantung pada waktu dan jumlah bahan organik busuk yang tersedia (Verdugo et al., 2011).

(32)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - April 2018 di Pantai Pandaratan Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara. Identifikasi jenis Echinodermata dilakukan di Laboratorium Lingkungan Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Pengukuran parameter fisika dan kimia air dilakukan di lapangan. Analisis substrat dan C-Organik di lakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, Sumatera Utara serta analisis nitrat dan posfat dilakukan di Laboratorium Pengendalian dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (UPT LPPMHP) Medan, Sumatera Utara. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta Lokasi penelitian

(33)

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang di gunakan pada penelitian ini adalah termometer, DO meter, refraktometer, bola duga, underwater camera, GPS, stopwatch, spidol, rol meter, pH meter, secchi disk, cool box, tool box, tongkat berskala, pipa, kertas millimeter, botol sampel, nampan, sekop, tali rafia, plastik, buku identifikasi Echinodermata dan alat tulis.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Echinodermata sebagai sampel, tissue, alkohol 70 %, kertas label, substrat, sampel air dan Software Principal Component Analysis.

Deskripsi Area Penelitian

Lokasi penelitian dan pengambilan sampel berada di Pantai Pandaratan Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.

Metode yang di gunakan dalam penentuan lokasi adalah purposive sampling yang dibagi menjadi 3 stasiun berdasarkan keterwakilan karakteristik yang berbeda di lokasi penelitian (Jumanto et al., 2013).

Stasiun I

Berdasarkan pengamatan visual, stasiun ini memiliki kondisi lamun yang cukup rapat serta substrat berpasir dengan sedikit berlumpur. Lokasi ini berada di dekat perumahan warga dan kantor navigasi. Lokasi ini berada pada titik koordinat 01º43’16,85” LU dan 098º47’02,75” BT. Lokasi stasiun I dapat dilihat pada Gambar 3.

(34)

Stasiun II

Stasiun ini memiliki lamun yang sedikit dan memiliki substrat berpasir jika diamati secara visual. Lokasi berada pada titik koordinat 01º43’12,36” LU dan 098º47’01,17” BT. Lokasi stasiun II dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Lokasi Stasiun II Stasiun III

Stasiun ini memiliki lamun yang berpencar dan tidak terlalu rapat dengan substrat berpasir jika diamati secara visual serta terdapat mangrove di pinggiran pantai. Lokasi ini berada pada titik koordinat 01º43’03,51” LU dan 098º46’54,94”

BT. Lokasi stasiun III dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 3. Lokasi Stasiun I

(35)

Gambar 5. Lokasi Stasiun III Prosedur Penelitian

Pengambilan Sampel Echinodermata

Pengambilan sampel Echinodermata dilakukan dengan menggunakan metode transek kuadran berukuran 50 cm x 50 cm dengan menarik tali transek secara tegak lurus dari bibir pantai ke arah laut sepanjang 100 m (Fachrul, 2007).

Setiap stasiun terdapat 3 line transek yang mana dalam pengambilan sampelnya dilakukan pengulangan sepanjang 100 m. Jarak antara line transeknya adalah 50 m dan jarak antar plot transek adalah 10 m. Skema transek kuadran dapat dilihat pada gambar 6.

10 m

Line Transek 100 m

0 m

Plot Transek

50 cm x 50 cm

Gambar 6. Skema Transek Echinodermata

Laut 50 m 50 m

(36)

Pengambilan sampel dilakukan pada saat air laut surut untuk memudahkan dalam pengambilan sampel Echinodermata. Khusus teripang, pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengorek dasar perairan dengan menggunakan sekop.

Setiap Echinodermata yang terdapat dalam plot tersebut dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri morfologinya yang sama lalu dihitung jumlah masing-masing jenis. Echinodermata yang diperoleh dimasukkan kedalam kantong plastik dan diberi alkohol 70%. Selanjutnya dilakukan identifikasi dengan menggunakan buku pedoman Carpenter dan Niem (1998) dan web identifikasi makrozoobenthos

“marine species”.

Pengambilan Data Parameter Fisika Kimia Perairan

Pengambilan data parameter fisika kimia perairan dilakukan bersamaan dengan pengambilan sampel echinodermata. Hasil yang diperoleh nantinya akan dibandingkan dengan standar baku mutu air untuk biota laut berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004. Pengukuran parameter fisika kimia perairan dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Pengukuran Parameter Fisika Kimia Perairan

Parameter Satuan Alat / Metode Tempat Analisis

Fisika : Suhu Substrat Kedalaman Kecerahan Salinitas Arus

°C

% m

% ppt m/s

Thermometer Uji Laboratorium Tongkat Berskala Secchi disk Refraktometer Bola Duga

In situ Ex Situ

In Situ In Situ In Situ In Situ Kimia :

DO pH Nitrat Posfat C-Organik

mg/L - mg/l mg/l

%

DO meter pH Meter

Uji Laboratorium Uji Laboratorium Uji Laboratorium

In Situ In Situ Ex Situ Ex Situ Ex Situ

(37)

Analisis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer berupa sampel Echinodermata dan parameter fisika kimia perairan yang diperoleh langsung di lapangan. Data sekunder berupa data penutupan lamun yang diperoleh melalui penelitian terkait ekosistem lamun di Pantai Pandaratan.

Analisis Struktur Komunitas Echinodermata Kepadatan Jenis

Kepadatan jenis adalah jumlah individu per satuan luas. Kepadatan masing-masing jenis pada setiap stasiun dihitung dengan menggunakan rumus Odum (1971) sebagai berikut :

Keterangan :

Di : Kepadatan jenis (Ind/m2 ) ni : Jumlah total individu jenis (ind) A : Luas daerah yang disampling (m2)

Kepadatan Relatif

Kepadatan relatif adalah perbandingan antara individu jenis dan jumlah total individu seluruh jenis, dihitung dengan menggunakan rumus Odum (1971),

sebagai berikut: :

(38)

Keterangan :

RDi : Kepadatan relatif

ni : Jumlah total jenis i (individu)

∑n : Jumlah total individu seluruh jenis

Indeks Keanekaragaman Jenis Echinodermata

Keanekaragaman jenis merupakan suatu karakteristik tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologinya, dan akan menyatakan struktur komunitasnya.

Keanekaragaman dapat dihitung dengan menggunakan Indeks Shannon-Wiener (Odum, 1993).

Keterangan:

H’ : Indeks keanekaragaman jenis Pi : ni/N (Proporsi spesies ke-i) ni : jumlah individu jenis N : jumlah total individu

Menurut Odum (1993), kriteria indeks keanekaragaman dibagi dalam 3 kategori yaitu:

H’ < 1 : Kenekaragaman jenis rendah 1 < H’ < 3 : Keanekaragaman jenis sedang H’ > 3 : Keanekaragaman jenis tinggi

(39)

Indeks Keseragaman

Indeks keseragaman organisme Echinodermata dihitung dengan menggunakan rumus Evennes Indeks (Odum, 1993).

Keterangan:

E : Indeks keseragaman jenis H’ : Indeks keanekaragaman jenis S : jumlah jenis organisme

Menurut Krebs (1989), besarnya indeks keseragaman jenis berkisar antara 0 sampai dengan 1.

Keterangan: E < 0,4 : Keseragaman jenis rendah 0,4 < E < 0,6 : Keseragaman jenis sedang E > 0,6 : Keseragaman jenis tinggi

Indeks Dominansi

Indeks dominasi organisme Echinodermata dihitung dengan menggunakan rumus (Odum, 1993).

C = ∑ (ni / N)2 Keterangan:

C : Indeks dominansi

ni : jumlah individu setiap spesies N : jumlah total individu

(40)

Menurut Odum (1997) dalam Wati (2013), nilai indeks dominasi berkisar 0 – 1. Semakin besar nilai indeks semakin besar kecendrungan salah satu spesies yang mendominasi populasi Indeks dominansi dapat dikelompokkan menjadi : C < 0.4 : Dominansi Rendah

0.4 < C < 0.6 : Dominansi Sedang C > 0.6 : Dominansi Tinggi

Analisis Substrat

Berikut ini adalah langkah-langkah penentuan tekstur substrat yaitu : 1. Menentukan komposisi dari masing-masing fraksi subsrat. Misalnya fraksi

pasir 45%, debu 30% dan liat 25%.

2. Menarik garis lurus pada sisi presentase pasir dititik 45% sejajar dengan sisi presentase debu, kemudian ditarik garis lurus pada sisi persentase debu di titik 30% sejajar dengan presentase liat, dan tarik garis lurus pada sisi presentase liat 25% sejajar dengan sisi presentase pasir.

3. Titik perpotongan ketiga garis tersebut akan menentukan tipe substrat yang dianalisis, misalnya hal ini adalah lempung. Untuk analisis substrat menggunakan Segitiga The United States Department of Agriculture (USDA) dapat dilihat pada Gambar 7.

(41)

Analisa Komponen Utama (Principal Component Analysis)

Prosedur PCA pada dasarnya adalah bertujuan untuk menyederhanakan variabel yang diamati dengan cara menyusutkan (mereduksi) dimensinya. Hal ini dilakukan dengan cara menghilangkan korelasi diantara variabel bebas melalui transformasi. variabel bebas asal ke variabel baru yang tidak berkorelasi sama sekali atau yang biasa disebut dengan principal component. Setelah beberapa komponen hasil PCA yang bebas multikolinearitas diperoleh, maka komponen- komponen tersebut menjadi variabel bebas baru yang akan diregresikan atau dianalisa pengaruhnya terhadap variabel tak bebas (Y) dengan menggunakan analisis regresi. Keuntungan menggunakan PCA diantaranya dapat menghilangkan korelasi secara bersih (korelasi = 0) sehingga masalah multikolinearitas dapat benar-benar teratasi secara bersih, dapat digunakan untuk

Gambar 7. Segitiga The United States Department of Agriculture (USDA) (Ritung et al., 2007)

(42)

segala kondisi data / penelitian, dapat dipergunakan tanpa mengurangi jumlah variabel asal, walaupun metode Regresi dengan PCA ini memiliki tingkat kesulitan yang tinggi akan tetapi kesimpulan yang diberikan lebih akurat dibandingkan dengan pengunaan metode lain (Soemartini, 2008).

Interpretasi lingkaran korelasi antar variabel dapat diliihat dari pembentukan sudut yang terbentuk antar bentukan variabel. Posisi 180o terlihat pada gambar terbentuk antara variabel CE dan LI, juga antara variabel AR dan DE, PA. Posisi pertemuan atau berhimpit (0o), diperlihatkan antara variabel DE dan PA, juga variabel DE dan LI. Terakhir, korelasi pembentukan sudut 90o terlihat pada variabel AR dan CE, juga variabel PA dan LI. Hal tersebut dapat dideskripsikan bahwa variabel-variabel yang membentuk sudut 180o menggambarkan hubungan korelasi negatif kecil, kemudian variabel-variabel yang membentuk sudut 90o, menunjukkan tidak adanya korelasi antar variabel tersebut dan variabel-variabel yang berhimpitan (0o) menunjukkan bahwa variabel tersebut berkorelasi positif (Bengen, 2000).

Gambar 8. Simulasi Hasil Analisis PCA dalam Bentuk Lingkaran Korelasi

(43)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Analisis Struktur Komunitas Echinodermata Komposisi Jenis

Echinodermata yang ditemukan di Pantai Pandaratan Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara selama penelitian ini sebanyak 1482 individu terdiri dari 5 family dan 7 spesies. Pada stasiun I ditemukan 5 spesies dengan jumlah 639 individu, stasiun II ditemukan sebanyak 3 spesies dengan jumlah 470 individu dan stasiun III sebanyak 4 spesies dengan jumlah 363 individu. Komposisi Echinodermata yang didapat pada stasiun lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Jenis Echinodermata pada Setiap Stasiun

No Jenis Echinodermata Stasiun

Jumlah

I II III

1 Holothuria scabra - - + 27

2 Holothuria atra - - + 21

3 Holothuria leucospilota + - + 262

4 Laganum laganum + + - 264

5 Archaster typicus + + + 766

6 Opiochoma erinaceus + + - 137

7 Diadema setosum + - - 5

Keterangan : (+) ditemukan; (-) tidak ditemukan

Kepadatan (K)

Hasil penelitian yang telah dilakukan pada masing-masing stasiun penelitian diperoleh jenis Echinodermata Holothuria scabra pada stasiun I dan II memiliki kepadatan sebesar 0 ind/m2 sedangkan pada stasiun III sebesar 2 ind/m2. Holothuria atra pada stasiun I dan II memiliki kepadatan sebesar 0 ind/m2

(44)

sedangkan pada stasiun III sebesar 3 ind/m2. Holothuria leucospilota pada stasiun I memiliki kepadatan sebesar 15 ind/m2, stasiun II sebesar 0 ind/m2 dan stasiun III sebesar 16 ind/m2. Jenis Laganum laganum pada stasiun I memiliki kepadatan sebesar 11 ind/m2, stasiun II sebesar 21 ind/m2 dan stasiun III sebesar 0 ind/m2. Archaster typicus pada stasiun I memiliki kepadatan sebesar 39 ind/m2, stasiun II sebesar 31 ind/m2 dan stasiun III sebesar 23 ind/m2. Jenis Ophiocoma erinaceus pada stasiun I memiliki kepadatan sebesar 11 ind/m2, stasiun II sebesar 5 ind/m2 dan stasiun III sebesar 0 ind/m2. Diadema setosum pada stasiun I memiliki kepadatan sebesar 1 ind/m2 sedangkan pada stasiun II dan III sebesar 0 ind/m2. Kepadatan Echinodermata dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kepadatan Echinodermata pada Setiap Stasiun Pengamatan

No Nama Spesies Kepadatan (ind/m2)

Stasiun I Stasiun II Stasiun III

1 Holothuria scabra 0 0 2

2 Holothuria atra 0 0 3

3 Holothuria leucospilota 15 0 16

4 Laganum laganum 11 21 0

5 Archaster typicus 39 31 23

6 Ophiocoma erinaceus 11 5 0

7 Diadema setosum 1 0 0

Rata-Rata 11 8 6

Kepadatan Relatif (KR)

Dari hasil penelitian yang dilakukukan di Pantai Pandaratan Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara diperoleh jenis Echinodermata Holothuria scabra memiliki nilai kepadatan relatif yang sama dengan jenis Holothuria atra yaitu sebesar 1%. Holothuria leucospilota dan Laganum laganum memiliki kepadatan relatif yang sama yaitu sebesar 18%.

Archaster typicus memiliki kepadatan relatif tertinggi yaitu sebesar 52%. Jenis

(45)

Ophiochoma erinaceus memiliki kepadatan relatif sebesar 9%. Diadema setosum memiliki nilai kepadatan relatif terendah yakni 0%. Kepadatan relatif Echinodermata di Pantai Pandaratan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Kepadatan Relatif Echinodermata

Indeks Keanekeragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C)

Nilai Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Echinodermata di Pantai Pandaratan Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai Indeks Keanekaragaman pada stasiun I sebesar 1,268, stasiun II sebesar 0,918 dan stasiun III sebesar 1,015 dengan Indeks Keanekaragaman tertinggi diperoleh pada stasiun I yakni 1,268 dan terendah pada stasiun II yakni 0,918. Nilai Indeks Keseragaman pada stasiun I sebesar 0,788, stasiun II sebesar 0,836 dan stasiun III sebesar 0,732 dengan nilai Indeks Keseragaman tertinggi diperoleh pada stasiun II yakni 0,836 dan terendah pada stasiun III yakni 0,732. Indeks Dominansi pada stasiun I sebesar 0,335, stasiun II sebesar 0,437 dan stasiun III sebesar 0,418 dengan nilai Indeks Dominansi tertinggi terdapat pada stasiun II yakni 0,437 dan terendah pada stasiun I yakni 0,335.

(46)

Tabel 4. Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) Echinodermata

Indeks Stasiun

I II III

H’ (Keanekaragaman) 1,268 0,918 1,015

Kategori Sedang Rendah Sedang

E (Keseragaman) 0,788 0,836 0,732

Kategori Tinggi Tinggi Tinggi

C (Dominansi) 0,335 0,437 0,418

Kategori Rendah Sedang Sedang

Penutupan lamun

Data penutupan lamun di Pantai Pandaratan Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan data sekunder yang diperoleh melalui penelitian yang dilakukan oleh wajuna (2018), yaitu hasil persentase tutupan lamun pada stasiun I adalah 34,47%

dan termasuk kategori sedang, persentase tutupan lamun pada stasiun II yaitu 20,27%, termasuk kategori jarang dan persentase tutupan lamun pada stasiun III yaitu 25,38% dan termasuk kategori jarang. Namun secara keseluruhan lamun di Pantai Pandaratan memiliki persentase tutupan sebesar 26,70% yang termasuk ke dalam kategori sedang.

Parameter Fisika Kimia Perairan

Kisaran dari hasil pengukuran parameter fisika dan kimia yang dilakukan di lapangan dapat dilihat pada Tabel 5 dengan menyesuaikan pada baku mutu air laut untuk biota laut menurut Kepmen LH No. 51 Tahun 2004.

Tabel 5. Parameter Fisika Kimia Perairan

Parameter Satuan Stasiun Baku

Mutu

I II III

Fisika

Suhu oC 30,2 30,6 30,6 28-30

Kedalaman M 0,47 0,32 0,39 -

Kecerahan % 100 100 100 >3

Arus m/s 0,09 0,09 0,10 -

(47)

Parameter Satuan Stasiun Baku Mutu

I II III

Kimia

DO mg/l 6,33 6,13 5,77 >5

pH - 7,57 7,68 7,72 7-8,5

Salinitas ppt 29 29,33 30 33-34

Nitrat mg/l 0,7 1,6 3,0 0,008

Posfat mg/l 0,3 0,26 0,21 0,015

Karakteristik Substrat

Tabel 6. Karakteristik Substrat dan Kandungan C-Organik di Pandaratan Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah Sumatera Utara Stasiun

Parameter C- Organik

(%)

Tekstur (Hydrometer) (%) Fraksi

Pasir Debu Liat Tekstur

Stasiun I 0,63 94 3 3 Pasir

Stasiun II 0,29 96 1 3 Pasir

Stasiun III 0,87 70 27 3 Pasir Berlempung

Hubungan Struktur Komunitas Echinodermata dengan Penutupan Lamun dan Parameter Fisika Kimia Perairan

Berdasarkan analisis statistika yaitu Principal Componen Analysis (PCA) (Gambar 11) kepadatan Echinodermata membentuk sudut < 900 terhadap penutupan lamun dan parameter fisika kimia perairan meliputi DO, posfat dan kedalaman. Hal ini menunjukkan kepadatan memiliki hubungan positif berpengaruh dengan penutupan lamun dan parameter fisika kimia perairan meliputi DO, posfat dan kedalaman sedangkan antara kepadatan dengan suhu, pH, arus, salinitas, nitrat, kecerahan dan C-Organik membentuk sudut > 900. Hal ini menunjukkan hubungan antara kepadatan dengan suhu, pH, arus, salinitas, nitrat, kecerahan dan C-Organik bersifat negatif.

(48)

Gambar 10. Hubungan Struktur Komunitas Echinodermata dengan Penutupan Lamun dan Parameter Fisika Kimia Perairan

Pembahasan

Analisis Struktur Komunitas Echinodermata Komposisi Jenis

Echinodermata yang ditemukan di ekosistem lamun Pantai Pandaratan Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara diperoleh 7 jenis Echinodermata dari 4 kelas yang berbeda yaitu kelas Holothuroidea terdiri dari 3 jenis meliputi Holothuria scabra, Holothuria atra dan Holothuria leucospilota, kelas Asteroidea terdiri dari 1 jenis yaitu Archaster typicus, kelas Echinoidea terdiri dari 2 jenis meliputi Laganum laganum dan Diadema setosum, kelas Ophiuroidea terdiri dari 1 jenis yaitu Ophiocoma erinaceus. Echinodermata pada ekosistem lamun dapat dijumpai dengan jumlah dan pola penyebaran yang berbeda. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

(49)

Tahe et al., (2013) di pantai Tanamon Kecamatan Sinonsayang Sulawesi Utara, yaitu jenis Echinodermata yang ditemukan di ekosistem lamun diperoleh 18 jenis Echinodermata dari 4 kelas yang berbeda yaitu Asteroidea 4 jenis, Ophiuroidea 6 jenis, Holothuroidea 3 jenis dan Echinoidea 5 jenis. Kemudian Oktavianti et al., (2014) melaporkan sebanyak 11 jenis fauna Echinodermata ditemukan di Ekosistem Padang Lamun Pulau Panggang Kepulauan Seribu, Jakarta yang terdiri dari 3 kelas yang berbeda yaitu kelas Echinoidea 5 jenis, kelas Holothuroidea 3 jenis dan kelas Asteroidea 3 jenis.

Jenis Holothuria scabra yang tertangkap dari seluruh stasiun sebanyak 17 individu, jenis Holothuria atra sebanyak 21 individu, Holothuria leucospilota sebanyak 262 individu, jenis Archaster typicus sebanyak 766 individu, Laganum laganum sebanyak 264 individu, jenis Ophiocoma erinaceus sebanyak 137 individu dan Diadema setosum sebanyak 5 individu. Echinodermata yang banyak tertangkap di ekosistem lamun Pantai Pandaratan adalah berasal dari jenis Archaster typicus, karena jenis ini dapat dijumpai disemua stasiun. Hal ini sejalan dengan penelitian Irawan (2014), yang melaporkan bahwa pada perairan litoral pesisir Pulau Bintan ditemukan 15 spesies hewan dari filum Echinodermata yaitu 4 spesies bintang laut, 3 spesies bintang ular, 2 spesies bulu babi, 1 spesies dolar pasir dan 5 spesies teripang. Spesies yang selalu ditemukan pada semua lokasi adalah bintang laut dengan spesies Archaster typicus dimana ada kesamaan habitat yaitu pasir berlumpur di sekitar padang lamun. Kemudian hasil penelitian Jumanto et al., (2013)., ditemukan jenis Archaster typicus memiliki kerapatan tertinggi yaitu 0,158667 ind/m2 atau dapat diasumsikan bahwa dalam 17 m2 ditemukan 1 individu jenis. Jenis ini banyak ditemukan bila dibandingkan dengan

(50)

jenis lain disebabkan karena substrat yang terdapat pada perairan padang lamun Desa Pangudang memiliki tipe substrat pasir halus yang sesuai dengan habitat jenis ini.

Kepadatan (K)

Kepadatan Echinodermata di Ekosistem Lamun Pantai Pandaratan yang tertinggi pada stasiun I adalah jenis Archaster typicus yaitu 39 ind/m2 sedangkan yang terendah adalah Holothuria scabra dan Holothuria atra yaitu 0 ind/m2. Stasiun II kepadatan Echinodermata yang tertinggi adalah jenis Archaster typicus yaitu 31 ind/m2 dan yang terendah adalah jenis Holothuria scabra, Holothuria atra, Holothuria lucospilota dan Diadema setosum yaitu 0 ind/m2. Pada stasiun III kepadatan Echinodermata yang tertinggi adalah jenis Archaster typicus yaitu 23 ind/m2 sedangkan yang terendah adalah jenis Laganum laganum, Ophiocoma erinaceus dan Diadema setosum yaitu 0 ind/m2 (Tabel 3).

Kepadatan tertinggi pada lokasi penelitian yaitu terdapat pada stasiun I dengan kepadatan sebesar 11 ind/m2 (Tabel 3). Jumlah jenis yang paling banyak dijumpai pada stasiun I yaitu sebanyak 5 jenis. Hal ini disebabkan karena penutupan lamun pada stasiun ini lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun lain yaitu sebesar 34,47%, sehingga banyak terdapat serasah yang dapat dijadikan sumber makanan bagi biota di daerah tersebut dan DO di stasiun ini lebih tinggi dibanding dengan stasiun II dan III. Menurut pernyataan Amrul (2007), tinggi rendahnya kepadatan suatu organisme sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan di sekitarnya. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh yaitu ketersediaan makanan dan oksigen yang cukup.

(51)

Kepadatan Echinodermata yang terendah pada lokasi penelitian yaitu terdapat pada stasiun III dengan kepadatan sebesar 6 ind/m2 (Tabel 3). Hal ini diduga karena adanya aktivitas penangkapan yang berlebihan oleh nelayan maupun masyarakat setempat sehingga mengakibatkan berkurangnya populasi Echinodermata pada stasiun ini. Hal ini sesuai dengan Radjab (2001) yang diacu oleh Budiman et al., (2014) yang menyatakan bahwa kurangnya fauna Echinodermata disebabkan karena penangkapan secara terus-menerus oleh masyarakat untuk dijadikan bahan konsumsi dan perdagangan. Selain itu faktor lain yang mempengaruhi rendahnya nilai kepadatan dari Echinodermata salah satunya disebabkan karena kurangnya kemampuan bersaing dalam menempati suatu habitat.

Kepadatan Relatif (KR)

Kepadatan relatif Echinodermata yang tertinggi di ekosistem lamun Pantai Pandaratan terdapat pada jenis Archaster typicus dengan nilai kepadatan relatif sebesar 52% (Gambar 9). Archaster typicus merupakan yang paling dominan dan dapat ditemukan di setiap stasiun penelitian dibandingkan dengan jenis lain (Tabel 2). Hal ini disebabkan karena jenis ini dapat hidup dengan baik pada ekosistem lamun dengan substrat berpasir yang terdapat pada lokasi penelitian. Selain itu A.

typicus dapat beregenerasi dengan cepat, sehingga jenis ini memiliki kepadatan relatif yang tinggi di perairan. Menurut Purwati et al., (2011), A. typicus menempati bagian tepi dari padang lamun supaya dapat membenamkan diri.

Archaster typicus membenamkan diri di dalam pasir untuk berlindung dari sinar matahari. Campbell et al., (2003) dalam Hidayat et al., (2017) berpendapat bahwa Archaster typicus memiliki kelimpahan yang tinggi di perairan karena memiliki

(52)

kemampuan beregenerasi (menambah organisme baru) dengan cara yang unik dan cepat.

Jenis Diadema setosum merupakan jenis echinodermata dengan nilai kepadatan relatif terendah yakni sebesar 0% (Gambar 9). Hal ini dikarenakan Diadema setosum umumnya hidup dalam kelompok agregasi dan ditemukan di perairan dangkal daerah rataan terumbu karang. Hal tersebut diperkuat oleh penelitian Suryanti dan Ruswahyuni (2014) yaitu kelimpahan bulu babi pada ekosistem terumbu karang lebih banyak dibandingkan dengan ekosistem lamun dikarenakan terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang kompleks dan mempunyai nilai estetika yang tinggi serta merupakan habitat utama bulu babi.

Jenis H. Scabra dan H. atra memiliki nilai kepadatan relatif terendah kedua setelah Diadema setosum yaitu sebesar 1%. Jenis teripang ini hanya dapat ditemukan di stasiun III. Hal ini dikarenakan kepadatan bintang laut pada stasiun ini masih sedikit dibandingkan dengan stasiun I dan II yang mana bintang laut merupakan predator bagi teripang sehingga adanya bintang laut dapat menjadi salah satu faktor menurunnya kepadatan teripang. Menurut Hana (2011), adanya kepiting, bintang laut, dan bulu babi dapat menjadi salah satu faktor menurunnya kepadatan teripang. Kepiting dan bintang laut merupakan predator dan hama dari teripang atau timun laut. Hewan tersebut suka menempel pada tubuh teripang sehingga dapat menimbulkan luka pada tubuh teripang. Apabila teripang tidak tahan maka luka akan semakin membesar dan menyebabkan kematian pada teripang.

(53)

Indeks Keanekeragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C)

Indeks Keanekeragaman digunakan untuk mengetahui tingkat keanekaragaman Echinodermata di lokasi penelitian. Berdasarkan data yang telah diperoleh, diketahui bahwa Indeks Keanekaragaman (H’) Echinodermata di stasiun I yaitu sebesar 1,268, stasiun II sebesar 0,918 dan stasiun III sebesar 1,015. H’ dengan nilai terendah ditemukan pada stasiun II yakni 0,918 (Tabel 4).

Hal ini diduga karena stasiun ini merupakan daerah dengan luasan lamun yang sedikit, didukung dengan data tutupan lamun pada stasiun ini yang bernilai 20,27% sehingga ketersediaan makanan dan tempat biota berlindung di daerah ini terbatas. Namun apabila dirata-ratakan maka H’ dari ketiga stasiun akan diperoleh 1,067. Menurut Shanon Wienner nilai H’ 1 < H < 3 : keanekaragaman sedang.

Berdasarkan kriteria Shanon-Wienner tersebut, nilai Indeks Keanekaragaman (H’) Echinodermata di Pandaratan tergolong sedang. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan komposisi, jenis dan jumlah individu, sehingga mempengaruhi nilai keanekaragaman jenis. Menurut Arifah et al., (2017), suatu komunitas dapat dikatakan memiliki Indeks Keanekaragaman tinggi apabila pada komunitas tersebut tersusun atas banyak spesies dengan kelimpahan spesies yang sama atau hampir sama.

Nilai H’ yang diperoleh dapat dijadikan sebagai pendugaan bagaimana kondisi perairan tersebut. Nilai H’ sebesar 1,067 dapat diduga bahwa kondisi perairan pada lokasi penelitian tergolong tercemar sedang. Hal ini sesuai dengan Begon et al., (1989) dalam Karolina et al., (2014) yang menyatakan nilai keanekaragaman indeks Shannon-Wienner dihubungkan dengan tingkat pencemaran yaitu apabila H’<1 tercemar berat, 1<H’<3 tercemar sedang dan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian mengenai nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun di Perairan Teluk Banten penting dilakukan untuk mengetahui kondisi ekosistem lamun di Perairan

UNTUK INVENTARISASI EKOSISTEM TERUMBU KARANG 01 PERAIRAN SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH..

Penelitian ini bertujuan mengetahui kondisi ekologis dan potensi ekosistem padang lamun perairan Pulau Tujuh Seram Utara Barat Kabupaten Maluku Tengah. Metode

Pengamatan struktur komunitas padang lamun telah dilakukan sejak tahun 1984, namun sampai sekarang ini informasi yang tersedia tentang ekosistem padang lamun dan

Dari pengamatan yang dilakukan dapat ditentukan bahwa terumbu karang yang berada di Pulau Janggi Kecamatan Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi

Skripsi berjudul Struktur Komunitas, Kepadatan Dan Pola Distribusi Populasi Lamun (Seagrass) Di Pantai Plengkung Taman Nasional Alas Purwo Kabupaten Banyuwangi

Dari penelitian ini disarankan perlu adanya penelitian lebih lanjut terhadap struktur komunitas Echinodermata di zona intertidal Pantai Krakal dan Drini dengan

Berdasarkan hasil kajian tentang struktur komunitas lamun yang dilakukan di perairan Pulau Talise, maka dapat disimpulkan bahwa distribusi dan komposisi jenis lamun di Pulau