• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPON PENERIMAAN DIRI PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN MENJALANI HEMODIALISA DI RS X

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RESPON PENERIMAAN DIRI PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN MENJALANI HEMODIALISA DI RS X"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Konas JIwa XVI Lampung

42

RESPON PENERIMAAN DIRI PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK

DENGAN MENJALANI HEMODIALISA DI RS X

Ike Mardiati Agustin

1

,

Priatina Pangesti

2

, Siti Mutoharoh

3

1 STIKESMuhammadiyah Gombong,Indonesia, Email:ikeagustin83@gmail.com 2 STIKESMuhammadiyah Gombong,Indonesia, Email:pangestina07@gmail.com 3STIKESMuhammadiyah Gombong, Indonesia, Email:sitimutiharoh23@gmail.com

ABSTRAK

Prevelensi penyakit gagal ginjal semakin tahun meningkat. Ketergantungan pasien terhadap mesin hemodialisa menyebabkan perubahan peran, perubahan pekerjaan, kehidupan ekonomi, dan kehidupan sosial. Berdasarkan hal tersebut membutuhkan suatu proses dalam penerimaan diri. Proses penerimaan diri pada penderita gagal ginjal kronik dengan menjalani hemodialisa akan melalui 5 fase penerimaan diri yaitu denial, angry, bargainning, depresi, acceptance, dan selama proses penerimaan diri ini berlangsung membutuhkan adanya waktu dalam menerima. Mengetahui respon penerimaan diri pasien gagal ginjal kronik dengan menjalani hemodialisa di RS PKU Muhammadiyah Gombong. Metode penelitian non eksperimen dengan menggunakan desain rancangan penelitian deskriptif kuantitatif, pada 153 responden yang mempunyai penyakit gagal ginjal kronik. Pengambilan sampel diambil menggunakan total sampling. Dengan instrumen kuesioner dan data dianalisis menggunakan uji analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukan dari 153 pasien, proses penerimaan dirinya baik sejumlah 88 responden (57,5%), sedangkan pasien penerimaan diri kurang baik 65 responden (42,5%), sebanyak 61 responden (42,5%) membutuhkan waktu untuk menerima diri paling banyak 3 bulan. Respon penerimaan diri pada pasien gagal ginjal kronik dengan menjalani hemodialisa yang paling banyak yaitu respon penerimaan diri baik dan dengan kurun waktu untuk dapat menerima 3 bulan. Hasil direkomendasikan untuk peneliti selanjutnya melihat analisis faktor respon penerimaan diri dari penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemnodialisa.

Kata Kunci: Gagal Ginjal Kronik, Hemodialisa, Penerimaan Diri, Waktu Penerimaan Diri.

ABSTRACT

The prevalence of Cronic Renal failure is increasing every year. The patient's dependence on the hemodialysis machine causes changes in roles, changes in work, economic life, and social life. Based on this it requires a process of self-acceptance. The process of self-acceptance in patients with chronic renal failure by undergoing hemodialysis will go through 5 phases of self-acceptance, like a denial, angry, bargainning, depression, acceptance, and during the process of self-acceptance takes time to receive. To determine the self-acceptance response of patients with chronic renal failure by undergoing hemodialysis at PKU Muhammadiyah Gombong Hospital. Non-experimental research methods using quantitative descriptive research design designs, on 153 respondents who have chronic renal failure. Sampling was taken using total sampling. The questionnaire instrument and data were analyzed using descriptive analysis test. The results showed that of 153 patients, the process of self-acceptance was 88 respondents (57.5%), while the self-acceptance patients were not good 65 respondents (42.5%), 61 respondents (42.5%) needed time to accept yourself at most 3 months. The response of self-acceptance in patients with chronic renal failure undergoing hemodialysis is the most good response to self-acceptance and with a period of time to be able to receive 3 months. The results are recommended for future researchers to look at the analysis of self-acceptance factors from patients with chronic kidney failure undergoing hemnodialysis

(2)

Konas JIwa XVI Lampung

43

Pendahuluan

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan elektrolit akibat destruksi atau kesrusakan struktur ginjal yang prosesif dengan menifestasi penumpukan sisia metabolic (toksik uremik) di dalam darah (Muttaqi, 2011). Gagal ginjal kronik terjadi ketika kondisi fungsi ginjal mengalami gangguan dalam mengeskresikan bahan-bahan yang tidak diperlukan dalam tubuh (Pratama, 2014). Saat ini hemodialisa adalah terapi pengganti ginjal yang paling banyak dilakukan oleh pasien dengan gagal ginjal kronik, bahkan jumlahnya dari tahun ketahun semakin meningkat. Dari hasil data USRDS menyebutkan bahwa di Amerika serikat lebih dari 26% pasien GGK menjalani terapi hemodialisa (Smeltzer, 2010). Hemodialisa adalah terapi pengganti ginjal yang dapat mengeluarkan sisa-sisa atau sampah metabolism tertentu dari peredaran darah seperti air, natrium, kaliun, hydrogen, urea, kreatinin, dan zat-zat lainnya melalui membran semipermeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi disfusi, omosis, dan ultrafiltrasi (Haryono, 2013).

Ketergantungan pasien terhadap mesin hemodialisis seumur hidup yang rutin dilakukan mengakibatkan perubahan peran, perubahan pekerjaan, kehidupan ekonomi, kehidupan sosial dan pendapatan yang mengakibatkan stressor yang dapat menimbulkan kecemasan pada pasien hemodialisis (Farida, 2010). Seseorang yang mempunyai penyakit kronis seperti gagal ginjal biasanya memiliki penerimaan diri yang kurang baik. Maka akibatnya penerimaan diri dengan keadaan penyakit gagal ginjal kronik menjadi persoalan. Penerimaan diri merupakan suatu konsep yang penting dalam memahami perkembangan pada psikologis kesehatan, seseorang baik laki-laki maupun perempuan

dapat menerima kelebihan maupun kekerungan yang dimiliki (Margando, 2014).

Pasien gagal ginjal kronik yang harus menjalani hemodialisa dalam jangka panjang menyebabkan pasien melalui tahap-tahap untuk menerima. Tahap penerimaan diri menurut Kubler Ross dalam Santrock (2014) tahap denial (penolakan), tahap anger (marah), tahap

bargainning (tawar-menawar), tahap

depression (depresi), tahap acceptance (penerimaan). Penerimaan diri memungkin kan idividu untuk mengevaluasi sifat yang berguna dan tidak berguna, serta menerima apapun aspek negatif sebagai bagian dari kepribadian mereka (Margondo dalam Pamungkas, 2015).

Seseorang dapat menerima dirinya karena beberapa faktor seperti pemahaman diri, harapan-harapan yang realistik, ada tidaknya tekanan emosi yang berat, frekuensi keberhasilan, identifikasi, perspektif diri, dan konsep diri yang stabil (Hurlock, 2006). Seseorang dapat menerima dirinya akan menerima diri mengetahui potensinya dan mereka akan dapat manfaat dari potensinya terlepas dari kelemahan yang dimilikinya karena mengalami gagal ginjal kronik, Pasien dengan penerimaan diri yang baik berarti menyadari, memahami dan menerima apa adanya dengan disertai keinginan untuk selalu mengembangkan diri untuk dapat menjalani hidup dengan baik dan penuh tanggung jawab (Paramita & Margaretha, 2013). Penderita gagal ginjal kronik tidak langsung menerima penyaktnya dan harus menjalani hemodialisa namun membutuhkan waktu penerimaan diri dalam kurun waktu yaitu 2 minggu, 1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan (Asmawati, 2018).

Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Poppy Yulistiana, Hendro Prakoso

(3)

Konas JIwa XVI Lampung

44 (2018) tentang Hubungan Penerimaan Diri

dengan Kebahagiaan pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di RSHS menunjukan bahwa sebanyak 18 (56,2 %) pasien gagal ginjal memiliki kategori rendah pada tingkat penerimaan diri dan memiliki tingkat kebahagiaan yang rendah pula. Kemudian kategori yang memiliki penerimaan diri yang tinggi seluruhnya sebanyak 14 pasien , diantaranya sebanyak 2 (6,3%) memiliki tingkat kebahagiaan yang rendah dan 12 pasien (37,5%) yang memiliki tingkat kebahagiaan tinggi. Dari menghitung hasil tabulasi silang, sebanyak 2 (6,3%) memiliki penerimaan diriyang tinggi dan tingkat kebahagiaana yang rendah.

Hasil studi pendahuluan melalui wawancara yang dilakukan pada 10 responden pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di RS PKU Muhammadiyah Gombong didapatkan hasil 5 pasien diantaranya mengatakan sudah pasrah dan mencoba untuk iklas menerima penyakitnya karena ini sudah takdirnya. Sedangkan 3 pasien yang lainnya mengatakan bahwah dirinya masih merasa sedih, takut menjalani kehidupannya, dan merasa kecewa karena sudah tidakbisa beraktivitas seperti dulu. Dua pasien yang lain mengatakan rasanya biasa saja.

Berdasarkan hal diatas tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui respon penerimaan diri pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisa.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian non eksperimen dengan menggunakan desain rancangan penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian ini dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Gombong, waktu dalam penelitian dilakukan pada bulan Mei 2019. Dengan jumlah Populasi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di RS PKU Muhammadiyah Gombong pada bulan Desember sampai Januari adalah 186 pasien. Sampel yang digunakan pada penelitiaan ini menggunakan total

sampling, dimana sampel didasarkan

jumlah penderita gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa sejumlah 153 pasien di RS PKU Muhammadiyah Gombong

Kuisioner yang digunakan dalam penelitian yaitu menggunakan kuisioner penerimaan diri untuk mengukur respon penerimaan diri yang dialami oleh responden. Dan juga menggunakan kuisioner data demografi. Kusioner tersebut telah dilakukan uji validitas, hasil uji validitas menunjukan r tabel lebih dari 0, 44 dengan rentang nilai r hitung 0,512-0,911 instrument respon penerimaan diri dinyatakan valid. Hasil uji reliabilitas menggunakan metode Cronbach’s Alpha menunjukan hasil nilai alpha 0, 926 < 0,7. Responden pada penelitian ini sesuai dengan kriteria inklusi dan eklusi. Yaitu Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di RS PKU Muhammadiyah Gombong, Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa dengan tingkat kesadaran composmetis dan tidak disorientasi, Pasien yang bersedia menjadi responden

Analisa data dilakukan setelah peneliti mendapatkan hasil dari pengumpulan dengan pengolahan data di dalam spss yaitu dilakukan editing data, cording data, entry data, dan tabulating.

Hasil dan Pembahasan

Sesuai dengan tujuan hasil penelitian dibagi menjadi 3 hasil penelitian yaitu karateristik responden, respon penerimaan diri, dan waktu penerimaan diri, di jabarkan sebagai berikut:

Karakteristik responden

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden PKU Muhamadiyah Gombong (n=153) Variabel Kategori F % Umur < 30 tahun 31-60 > 61 16 106 31 10,5 69,3 20,2 Total 153 100 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 92 61 60,1 39,9 Total 153 100

(4)

Konas JIwa XVI Lampung

45 Variabel Kategori F % Pekerjaan Bekerja Tidak bekeja 78 75 51,0 49,0 Total 153 100 Pendidikan SD SMP SMA PT 48 62 32 11 31,4 40,5 20,9 7,2 Total 153 100

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa dari 153 responden sebagian besar responden berusia 31-60 sejumlah 106 pasien (69,3%) dan berjenis kelamin laki-laki yaitu sejumlah 92 responden (60.1%). Responden mayoritas yang bekerja yaitu sejumlah 78 responden (51,0%) dan berpendidikan SMP sejumlah 62 responden (40,5%).

Respon Penerimaan Diri

Tabel 2 Distribusi frekuensi respon penerimaan diri pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa (n=153). Variabel Kategori F % Respon penerimaan diri Baik Kurang baik 88 65 57,5 42,5 Total 153 100

Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa respon penerimaan diri yang paling banyak yaitu respon penerimaann diri baik sejumlah 88 responden (57,5 %).

Waktu Penerimaan Diri

Tabel 3 Distribusi frekuensi lama waktu responden menerima penyakit gagal ginjal kronik dan harus menjalani hemodialisa (n=153). Variabel Kategori F % Waktu penerimaan diri 2 minggu 1 bulan 2 bulan 3 bulan 16 30 46 61 10,5 19,6 30,1 39,9 Total 153 100

Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa waktu pasien untuk merima diri yang paling banyak yaitu waktu penerimaan diri baik sejumlah 61 responden (39,9%).

Respon Penerimaan Diri

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa respon penerimaan diri yang paling banyak yaitu respon penerimaan diri baik sejumlah 88 responden (57.5%). Banyaknya klien yang menggunakan mekanisme koping adaptif pada umumnya klien sudah mengalami dialysis berulang kali sehingga sudah menjadi pola dalam kehidupannya sehingga dapat menerima diri dengan baik. Hal ini sesuai dengan Cahyaningsih (2008) yang menyatakan bahwa salah satu penggunaan mekanisme koping tergantung dari pengalaman masa lalu yang pernah dialami klien. Kemampuan pasien untuk beradaptasi terhadap kehidupan yang baru dapat dipercepat dan dimaksimalkan dengan adanya dukungan dan nasehat dari perawat hemodialisis. Koping berfungsi untik mengatur masalah dan mengatur distress emosional, bagaimanapun penggunaan mekanisme koping tergantung pada penilaian individu, pemanfaatan sumber-sumber yang tersedia, pengalaman masa lalu dan berat atau ringannya stres yang dihadapi (Stuart, 2013).

Ketika seseorang divonis menderita gagal ginjal maka ia harus menjalankan terapi hemodialisis secara rutin seumur hidup sebanyak satu sampai tiga kali seminggu tergantung kondisi ginjal penderita. Mereka tidak hanya mengalami penderitaan secara fisik namun juga penderitaan mental seperti gangguan kecemasan, depresi atau bahkan psikotik. Umumnya gejala yang lebih sering ditunjukkan oleh penderita adalah depresi dan kekecewaan Soewadi (dalam Pitoyo, 2013). Karena di satu sisi harus bergantung seumur hidup pada mesin dialisis dan di sisi lain ia harus tetap menjalankan peran dan aktivitas dalam kehidupannya. Penderita menjadi merasa tidak bisa mandiri sehingga berpikiran bahwa dirinya hanya merepotkan orang lain, selain itu penderita juga merasa

(5)

Konas JIwa XVI Lampung

46 bahwa dirinya tidak memiliki hal yang

dapat dibanggakan. Jika kondisi ini berlangsung dalam jangka waktu yang panjang tanpa ada intervensi pada sisi psikologis mereka, maka bisa menjadikan mereka sulit untuk menerima dirinya, tidak menyenangi dirinya, mencemooh diri sendiri, merasa orang lain menjauhi dan menghina dirinya, tidak percaya pada perasaan dan sikapnya sendiri. Gejala-gejala yang ditunjukkan tersebut menurut Hurlock (1973) merupakan tanda rendahnya tingkat penerimaan diri.

Penelitian (Abdul Wakhid, 2018) menujukan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa 57 pasien (73,1%). Kemampuan penerimaan diri yang dimiliki seseorang berbeda-beda tingkatannya sebab kemampuan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain usia, latar belakang pendidikan, pola asuh orang tua dan dukungan sosial. Banyaknya klien yang menggunakan mekanisme koping adaptif pada umumnya klien sudah mengalami dialysis berulang kali sehingga sudah menjadi pola dalam kehidupannya (Stuart, 2013).

Pada penelitian penerimaan diri pasien kategori baik kemungkinan sudah dalam fase penerimaan dalam kriteria Kubbler Ross, dimana untuk mencapai pada tahap menerima pasien harus melaui 5 fase penerimaan diri yaitu denial, angry, bargainning, depresi, acceptance, dan dari masing-masing fase membutuhkan waktu yang tidak pasti, Sehingga hal inilah yang menyebabkan tingkat penerimaan dirinya lebih baik dibandingkan dengan pasien yang baru divonis gagal ginjal kronik dan menjalani terapi hemodialisa.Pada Penelitian ini paling dominan pasien menerima berada pada fase Acceptance dan pasien tidak menerima pada fase Depresien. pada fase Acceptance menerima keadaannya karena tidak menagisi keadaannya dan kepercayaan tuhan masih baik sedangkan pada fase Depresi dan bergaining karena muncul dalam bentuk rasa putus asa, tertekan dan kehilangan harapan sehingga proses penerimaan tidak menerima pada fase depresi.

Responden yang memiliki penerimaan diri yang baik maka akan cenderung lebih mampu menerima keadaan dirinya, tidak mudah putus asa, terbuka dengan orang lainbaik keluarga maupun lingkungan sosialnya, tetap optimis dan berjuang menjalani kehidupan walaupun kondisi tubuh melemah sehingga akan cenderung jauh dari kecemasan dan perasaan tertekan yang dapat meningkatkan terjadinya depresi (Azahra, 2013).

Waktu (Timing) Penerimaan Diri

Hasilpenelitian diketahui bahwa waktu penerimaan diri yang paling banyak yaitu selama 3 bulan sebanyak 61 (39,9%) karena semakin lama sakit yang diderita pasien berpengaruh pada penerimaan diri pasien. Pasien sudah lama menderita gagal ginjal kronik dan menjalani terapi hemodialisa akan menjadi lebih adaptif terhadap kondisinya.

Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sagiran (2012) sebanyak 81 persen pasien 76 yang divonis gagal ginjal bereaksi dengan emosi negatif, dan baru bisa menerima kenyataan menjelang setahun sejak divonis penyakit ini. Lama sakit yang diderita pasien berpengaruh pada penerimaan diri pasien. Pasien sudah lama menderita gagal ginjal kronik dan menjalani terapi hemodialisa akan menjadi lebih adaptif terhadap kondisinya, semakin lama pasien memiliki kondisi tersebut maka waktu proses penerimaan diri pasien semakin baik karena sudah melewati 5 tahap proses penerimaan diri pasien dan sudah terbiasa dengan tindakakan terapi hemodialisa.

Kesimpulan

Karakteristik responden pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa sejumlah 153 responden sebagian besar responden berusia 31-60 sejumlah 106 pasien (69,3%). Responden mayoritas berjenis kelamin laki-laki yaitu sejumlah 92 responden (60,1%). Responden mayoritas bekerja sejumlah 78 responden (51,0%).

(6)

Konas JIwa XVI Lampung

47 Mayoritas responden berpendidikan SMP

sejumlah 62 responden (40,5%). Respon penerimaan diri yang paling banyak yaitu respon penerimaann diri baik sejumlah 88 responden (57.5%).Waktu penerimaan diri pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa yang paling banyak yaitu selama 3 bulan sejumlah 61 responden (39,9%).

Daftar Pustaka

Alam S& Hadibroto I. (2007). Gagal Ginjal. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Arikunto. (2013). Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktik. jakarta: Raneka Cipta.

Armiyati, Y. (2014). Faktor yang Berkorelasi Terhadap Mekanisme Koping Pasien CKD yang Menjalani Hemodialisis di RSUD Kota Semarang.

Azahra. (2013). Peran Konsep Diri Dan Dukungan Sosial terhadap Depresi Pada Penderita Gagal Ginjal Yang Menjalani Terapi Hemodialisis. Brunner, & Suddarth. (2010). Buku Ajar

Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC.

Cahyaningsih. (2008). Hemodialisa (Cuci Darah); Panduan Praktis Perawatan Gagal Ginjal. Yogyakarta: Mitra Cendekia Press.

Fitriyani, E. N. (2014). Konsep Diri dengan Kejadian Depresi pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa di RSUD Panembahan Senopati Bantul . Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia.

Hidayat, A.A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. Haryono, R. (2013). Keperawatan Medikal

Bedah. yogyakarta: Repha

Publishing..

Istanti, Y. P. (2011). Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Terhadap IDWG Pasien CKD di Unit Hemodialisa RS PKU Yogyakarta. Jurnal Mutiara Medika.Vol.11 No 2 Mei 2011 . Lestari, D. W. (2014). Penerimaan Diri dan

Strategi Coping Pada Remaja Korban

Perceraian Orang Tua . e-Journal Psikologi, 2(1), 1-13.

Marni, A., & Yuniawati, R. (2015). Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Penerimaan Diri pada Lansia di Panti Wredha Budhi Dharma

Yogyakarta. Empathy Journal

Psikologi, 3(1), 1-7.

Muttaqi. (2011). Asuhan Keperawatan

gangguan Perkemihan. Jakarta:

Salemba Medika.

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Novalia, E. (2011). Koping pasien Gagal Ginjal Kronis yang menjalani hemodialisis di RSU Adam Malik Medan.Nursalam. (2016). Metodelogi

Penelitian Ilmu Keperawatan :

Pendekatan Praktis (Vol. 4). (P. P. Lestari, Ed.) Jakarta Selatan: Salemba.

Paramita, R., Margaretha, M. (2013). Pengaruh Penerimaan Diri Terhadap Penyesuaian Diri Penderita Lupus. Jurnal Psikologi, 12(1), 1-8.

PERNEFRI. (2011). Konsensus Manajemen Anemia pada Penyakit Ginjal Kronik. Jakarta: EGC.

Pratama, M. E. (2014). Hubungan Produk Ca x dengan kadar C-Terminal Cross Linking Telopeptide Type 1 Collagen pada Subjek Penyakit Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa Rutin. 2.

Ridha, M. (2012). Hubungan Antara Body Image dengan Penerimaan Diripada Mahasiswa Aceh di Yogyakarta. Empathy, 1 (1), 111-121.

Saryono. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Mitra Cendikia. Suharyanto, Abdul, & Majdid. (2009).

Asuhan Keperawatan pada Klien

dengan Gangguan Sistem

Perkemihan . Jakarta: Trans Info Media.

Smeltzer, S. C. (2011). Buku Ajar Keperawatan Bedah . Jakarta: EGC. Smeltzer, S., & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 2. Edisi. 8. Jakarta: EGC.

(7)

Konas JIwa XVI Lampung

48 Stuart. (2013). Principles and practice

of psyhiatric nursing 9th ed. St. Louis : Mosby Year Book.

Suharyanto, Abdul, & Majdid. (2009).

Asuhan Keperawatan pada Klien

dengan Gangguan Sistem Perkemihan . Jakarta: Trans Info Media.

Wakhid, A., & Widodo, G. G. (2019). Konsep Diri Pasein Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa. JurnalIlmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 9 No1, Januari2019, Hal7-11.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pembahasan dan pengujian data diperoleh hasil penelitian yang menyangkut tentang pengaruh kualitas produk, biaya peralihan, dan persepsi harga terhadap kepuasan

( IC ) yang diukur menggunakan metode Islamic Banking Value Added Intellectual Coefficient (iB_VAIC TM ) terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan Return On Equity

16 Menurut pandangan saya, sekolah bukan sarana yang tepat untuk seorang anak mencapai prestasi belajar. 17 Menurut penilaian saya, keterlibatan

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Pengaruh Program Corporate

Seperti yang dinyatakan dalam BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) tahun 2006 bahwa pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada

Hasil analisis sidik ragam (Tabel 2) menunjukkan bahwa faktor konsentrasi H PO , suhu, lama aktivasi dan interaksi antara H PO vs suhu vs waktu memberikan pengaruh yang nyata

Besarnya Belis Atau Mahar Sebagai Penyebab Hamil Di Luar Nikah (Studi di Kota Ende Nusa Tenggara Timur), Skripsi, Fakultas Syariah, Jurusan Al-Ahwal

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu لا. Namun, dalam transliterasi inikata sandang itu dibedakan atas kata sandang yang.