• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III MESIN PENGGILING (TUBE MILL) Tanjung melalui 275 KV jaringan transmisi. Bahan baku untuk Aluminium

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III MESIN PENGGILING (TUBE MILL) Tanjung melalui 275 KV jaringan transmisi. Bahan baku untuk Aluminium"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

MESIN PENGGILING (TUBE MILL)

3.1 Proses Produksi Aluminium

Listrik yang dihasilkan melalui PLTA PT. INALUM (Persero), yang terletak di Sungai Asahan, disalurkan ke Pabrik Peleburan Aluminium di Kuala Tanjung melalui 275 KV jaringan transmisi. Bahan baku untuk Aluminium dibongkar di pelabuhan PT INALUM (Persero) dan dimasukkan ke dalam silo masing-masing melalui belt conveyor. Alumina di dalam silo kemudian dialirkan ke Dry Scrubber System untuk direaksikan dengan gas HF dari tungku reduksi.

Reacted alumina tersebut kemudian dibawa ke Hopper Pot dengan Anode Changing Crane (ACC) dan dimasukkan ke dalam tungku reduksi. Kokas yang ada di dalam silo dicampur dengan butt atau puntung anoda dan dipanaskan dulu.

Material-material tersebut dicampur dengan pitch sebagai perekatnya. Kemudian material tersebut dicetak di Shaking Machine menjadi blok karbon mentah. Blok tersebut kemudian dipanggang di baking furnace. Anoda yang sudah dipanggang kemudian dibawa ke pabrik penangkaian untuk diberikan tangkai, namanya Anode Assembly. Anode assembly ini kemudian dibawa ke Pabrik Reduksi dengan kendaraan khusus, Anode Transport Car (ATC) untuk digunakan sebagai elektroda dalam proses elektrolisa. Setelah anoda tersebut dipakai selama kurang lebih 28 hari di dalam pot, puntung anoda tersebut diganti dengan yang baru.

Puntung tersebut kemudian dipecah di pabrik penangkaian untuk kemudian

dipakai lagi. Di dalam tungku reduksi, alumina akan dielektrolisa menjadi

aluminium cair. Setiap 32 jam, setiap pot akan dihisap 1,8 sampai 2 ton

(2)

aluminium. Aluminium cair ini kemudian dibawa ke pabrik Penuangan dengan Metal Transport Car (MTC) dan dituangkan ke dalam Holding Furnace. Setelah mendapat proses lanjutan, aluminium cair ini dicetak di Casting Machine menjadi ingot, beratnya 22,7 kg per batang. Aluminium batangan (ingot) ini kemudian diikat dan siap untuk dipasarkan. PT. INALUM (Persero) memiliki tiga pabrik utama, yaitu pabrik karbon, pabrik produksi dan pabrik penuangan serta fasilitas pendukung lainnya. Penelitian ini dilaksanakan dengan objek penelitian yaitu Mesin Penggiling ( Tube Mill ) yang terdapat di pabrik Anoda Karbon.

3.2 Pabrik Anoda Karbon

Blok anoda karbon yang disebut Baked Block (BB) diproduksi di pabrik karbon dengan menggunakan bahan baku berupa kokas (Petroleum Coke) yang didatangkan dari Jepang dan Amerika, dan Pitch keras (hard pitch) yang telah dicairkan dan berfungsi sebagai binder/perekat yang diimpor dari Jepang.

Disamping itu, sisa anoda dari tungku reduksi (Butt) dan bongkahan bekas dari pabrik pemanggangan masih digunakan sebagai bahan untuk pembuatan anoda blok.

Proses pembuatan anoda blok ini terdiri atas :

1).

Pembuatan Blok Anoda Mentah di pabrik Anoda Mentah (Green Plant).

Kokas yang berasal dari penyimpanan kokas (Coke Silo) dibawa ke

pabrik anoda mentah menggunakan ban berjalan yang disebut belt conveyor

dan bucket elevator. Selanjutnya dilakukan penyaringan secara gravitasi

dengan menjatuhkan kokas dari tingkat 8 sehingga tersaring sesuai dengan

(3)

ukurannya. Setelah penyaringan, maka diperoleh kokas dengan ukuran sebagai berikut:

a.

Kasar-1 (Coarse-1) : 3-18 mm

b.

Kasar-2 (Coarse-2) : 1-3 mm

c.

Menengah (medium) : 1-0,2 mm

d.

Debu (Dust) : < 0,2 mm

Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya bahwa untuk kokas kasar-1 (Coarse-1) disimpan di dalam Bin (B-201) melalui Screw Conveyor (SC-201), sedangkan yang berukuran kasar-2 (Coarse–

2), menengah (Medium), dan halus (Fine) yang diperoleh dari shiever 202, masing-masing disimpan di dalam B-202, B-203, dan B-204 melaui prinsip gravitasi.

Hal-hal yang perlu dikontrol untuk anoda mentah yang baik adalah :

1) Kontrol kokas : pengaturan terhadap komposisi ukuran kokas, karena akan mempengaruhi pemakaian coal tar pitch.

2) Temperatur pencampuran : temperatur sangat mempengaruhi pasta yang dihasilkan, dari pencampuran kokas dan coal tar pitch.

3) Proses pencetakan blok anoda dilakukan di shaking machine.

2).

Pemanggangan Blok anoda mentah di Pabrik Pemanggangan Anoda (Baking

Plant).

Blok anoda mentah dari pabrik anoda mentah diangkut ke pabrik

pemanggangan menggunakan Chain conveyor. Di PT INALUM (Persero)

(4)

terdapat 106 tungku pemanggangan anoda yang berukuran 5 x 6 x 5 meter.

Kapasitas 1 tungku adalah 75 anoda. Proses pemanggangan ini terdiri atas 5 tahap :

1.

Anode Baking Crane (ABC)

2.

Pemanasan awal (Preheating)

3.

Pembakaran awal (Firing)

4.

Pendinginan (Cooling System)

5.

Pengeluaran blok anoda (Discharging) dari furnace.

3).

Penangkaian Anoda Karbon di pabrik penangkaian (Rodding Plant).

Anoda yang telah dipanggang di baking plant diangkut ke pabrik penangkaian untuk diberi tangkai. Anoda-anoda yang telah diberi tangkai ini siap untuk digunakan di pabrik peleburan aluminium. Tangkai yang digunakan terbuat dari aluminium yang pada awalnya didatangkan dari Jepang. Tangkai ini dapat digunakan berulang kali, dengan kata lain bahwa tangkai yang digunakan adalah tangkai yang sudah dipakai sebelumnya di tungku reduksi. Pada saat pencetakan anoda mentah, pada sisi atas anoda tersebut telah dibuat lubang sebagai tempat pemasangan tangkai. Agar blok anoda dan tangkai dapat bersatu dengan kuat, maka digunakan besi tuang (Cast Iron). Setelah diberi tangkai, anoda tersebut disemprot dengan aluminium cair untuk mengurangi terjadinya oksidasi antara karbon dan udara.

3.2.1 Mesin Penggiling ( Tube Mill )

Mesin Tube Mill adalah mesin penggiling atau juga bisa dikatakan mesin

penggiling material kokas untuk dapat digunakan selanjutnya pencetakan anoda

karbon pada mesin Shaking Machine yang terdapat di Anode Green Plant. Mesin

(5)

ini banyak digunakan untuk pekerjaan dibidang teknologi proses produksi. Mesin Tube Mill terdapat di Anode Green Plant yang dipakai oleh PT.INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM (persero), mesin Tube Mill yang dipakai oleh PT.

INALUM (Persero) adalah mesin yang diproduksi oleh Ube Industries, LTD.

Yang merupakan salah satu perusahaan pembuat mesin industri yang cukup dikenal di Jepang.

Proses penggilingan ini dilakukan dengan menggiling kokas hingga berukuran < 0,2 mm. Kokas dalam S-202 dimasukkan kedalam Tube Mill ( TM- 201) untuk digiling. Dimana di dalam tube mill ini terdapat bola – bola baja yang menghasilkan kokas yang halus. Adapun bola – bola baja yang dipergunakan terdiri dari Ø50 seberat 8,3 ton, Ø40 seberat 8,3 ton, dan Ø30 seberat 10,4 ton.

Tujuan dibedakan nya ukuran – ukuran bola baja pada Tube Mill tersebut adalah

agar penggilingan yang dilakukan merata disegala sudut dan lapisan kokas, serta

tidak ada celah atau rongga dimana kokas yang akan digiling tidak terkena

tumbukan dari bola baja yang teruk bergerak tersebut. Butiran – butiran kokas

yang halus ini dihisap oleh Air Separator ( AS-201) yaitu alat pemisah partikel

yang menggunakan udara untuk mendapatkan kokas dengan ukuran fine. Kokas

yang halus ini diputar dengan menggunakan blade sehingga kokas yang

ukurannya besar akan terlempar kedinding dan akan turun kembali kedalam TM-

201 yang akan digiling kembali, sedangkan butiran kokas yang halus dihisap oleh

Blower menuju CC-201, kemudian disalurkan ke B-204. Butiran kokas yang

sangat halus ( Ultrafine) yang tidak tertangkap oleh Cyclone CC-201 masuk

kedalam filter dan disimpan dalam B-204.

(6)

Gambar 3.1 : Skema alir Tube Mill – 201 ( PT. INALUM )

Rotasi Tube Mill menyebabkan isi mill yang terdiri dari grinding media dan material umpan terangkat akibat gaya sentrifugal serta friksi antara media dan lining. Tinggi pengangkatan isi Tube Mill tergantung beberapa faktor, antara lain:

• Liner design

• Kecepatan putaran mill

• Bentuk, ukuran, dan berat grinding media

• Friksi antara lining dan grinding media

• Friksi antara mill charge

(7)

Gambar 3.2 : Pergerakan grinding media di dalam mill

Pada gambar (a) menunjukkan grinding media menampilkan “Cataracing Motion” yang terjadi jika kecepatan rotasi mill cukup tinggi, pemilihan % loading yang tepat, ukuran grinding ball yang relatif besar dan terpasangnya lifting liner.

Pada “Cataracing Motion” ini material umpan terutama digiling oleh tumbukan di zona “A” dimana hampir seluruh energi jatuh dari grinding media terpusat.

Bentuk aksi ini terutama untuk mereduksi material besar yang masuk ke dalam mill.

Pada gambar (b) menunjukkan grinding media menampilkan “Cascading

Motion” yang terjadi pada kondisi yang mirip, tetapi dengan ukuran grinding ball

yang lebih kecil dan tanpa lifting liner. Pada “Cascading Motion” ini, grinding

media lebih bersifat mengalir dan berputar daripada terangkat dan jatuh. Gerakan

ini menyebabkan gaya gesek sehingga “Cascading Motion” ini tidak cocok untuk

(8)

mereduksi material yang berukuran besar, tetapi sangat efektif untuk penggilingan material yang halus.

• Bagian-bagian Tube Mill

Bagian-bagian internal dan eksternal dari tube mill dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3.3: Bagian-bagian internal dan eksternal tube mill

a. Feed Arrangements

Peralatan untuk umpan mill harus memenuhi fungsi-fungsi sebagai berikut:

• Mengijinkan material terus mengalir ke dalam mill tanpa menyebabkan tersumbat

• Mencegah material kembali mengalir keluar (backflow)

Tipe-tipe dari feed arrangements:

• Spout Feeder

(9)

• Drum Feeder

• Step Type Feeder

• Feed Chute of Airswept Mills

Gambar 3.4 : Beragam tipe feed arrangement

b. Discharge Arrangements

Tipe-tipe dari discharge arrangements antara lain :

• End Discharge

• Discharge of Airswept Mills

• Discharge of Slurry Mill

• Center Discharge

(10)

Gambar 3.5 : Beragam tipe discharge arrangement

c. Mill Shell

Mill shell terdiri dari beberapa bagian plat yang dilas. Tekanan (stress) maksimum berada di bagian tengah shell.

d. Mill Heads

Tube mill di topang oleh trunion bearing pada mill head yang dipasang dengan las atau dibautkan pada mill shell.

Mill yang ukuran kecil seringkali dilengkapi dengan integral head dimana

trunion dan mill head di cor jadi satu. Integral head ini dibautkan pada flens mill

shell. Pada mill ukuran yang besar biasanya mill head dibagi secara konsentris

menjadi bagian dalam (inner conical) dan bagian luar. Inner conical di

sambungkan pada dengan trunion, sedangkan bagian luar dibautkan pada inner

conical dan dilaskan ke mill shell.

(11)

Gambar 3.6 : Mill head

e. Mill Bearing

Tube mill dilengkapi dengan sliding bearing yang mempunyai kelemahan karena memberikan tahanan awal yang cukup besar dibandingkan dengan roller bearing. Untuk mengatasi hal ini maka digunakan pompa oli bertekanan tinggi sebelum mill dioperasikan. Pompa akan memompakan minyak ke celah antara metal bearing dan journal bearing dengan tekanan cukup tinggi sehingga mampu mengangkat trunnion mill sebelum dioperasikan.

• trunnion bearing

hollow trunnion ditopang oleh trunnion bearing. Bearing ini diselubungi liner. Trunnion bearing di lubrikasi secara hydrodinamic dan menopang kira-kira 30 – 50 % mill head trunnion. Selama periode starting dan shut down, high pressure pump mengambangkan bearing.

• Slide shoe bearing

Slide ring (riding ring) berada di atas self adjusting slide shoe. Hydrostatic lubrication diperlukan untuk start-up dan hydrodinamik ketika sedang beroperasi.

Keuntungan memakai slide shoe bearing dibanding dengan memakai

trunnion bearing adalah :

(12)

• tak ada batasan ukuran dan kapasitas dari mill

• tidak diperlukan mill head casting yang besar

• disain yang sederhana untuk wear plate

• feed dan discharge device yang sederhana

• bukaan feed dan discharge yang besar memungkinkan sejumlah gas yang diperbolehkan untuk melewatinya

• tak ada batas temperatur gas yang biasanya mempengaruhi pemuaian trunnion dan trunnion bearing

Gambar 3.7 : Trunnion dan slide shoe bearing

f. Mill drives

Mill drive bisa dibagi atas tiga grup, yaitu :

• girth gear / pinion drives

• central drive

(13)

• gearless drives

Gambar 3.8 : Central drives

Gambar 3.9 : Girth gear drives

(14)

Gambar 3.10 : Gearless drives

g. Liner

Liner berfungsi untuk melindungi bagian dalam Tube Mill. Liner yang digunakan harus tahan terhadap gaya tumbuk (deformasi, breakage), friksi dan korosi. Bagian bagian Internal Tube Mill dapat dilihat pada gambar.

Gambar 3.11 : Bagian Internal Tube Mill

h. Head Liner

Slideshoe bearing Trunnion bearing

(15)

Tube mill dibuat dalam tipe conical (dengan trunnion bearing) atau tipe even (dengan slide shoe bearing).

Gambar 3.12 : Head liner

i. Shell Liner

• Lifting Liner

Lifting liner dipasang di dalam kompartemen I. Liner ini harus mengangkat dan melepas grinding media sehingga dapat menghancurkan partikel yang berukuran besar. Beragam tipe lifting liner dapat dilihat pada gambar.

Gambar 3.13 : Tipe lifting liner

• Classifying Lining

(16)

Pada bagian inlet di kompartemen II, material kasar butuh grinding ball yang lebih besar untuk reduksi ukuran yang lebih efisien sehingga tumbukan lebih dibutuhkan dibandingkan dengan gesekan (friksi). Sementara di bagian outlet kompartemen II, grinding ball yang lebih kecil diperlukan untuk gesekan (friksi).

Oleh karena itu, kompartemen II biasanya dilengkapi dengan classifying liner.

Liner ini otomatis memisahkan grinding media dimana grinding ball yang lebih besar di bagian inlet dan yang lebih kecil di bagian outlet. Prinsip dasar pemisahan grinding media dapat dilihat pada gambar.

Gambar 3.14 : Classifying Liner

j. Intermediate Diaphragm

Fungsi dari intermediate diaphragm ini adalah untuk membagi mill

menjadi kompartemen I dan II. Untuk mempertahankan efisiensi grinding

sepanjang mill, penempatan grinding media diperlukan. Adjustable diaphragm

dapat mengontrol aliran material dan menjaga material yang diperlukan setiap

kompartemen untuk mendapatkan efisiensi grinding yang tertinggi. Kriteria utama

dalam perancangan intermediate diaphragm adalah lebar slot dan total area slot

(open area).

(17)

• Single Diaphragm

Single diaphragm digunakan sebagai pemisah antara kompartemen I dan II untuk mill yang berukuran lebih kecil. Single diaphragm juga digunakan sebagai discharge diaphragm untuk center discharge mill.

Gambar 3.15 : Single Diaphragm

• Double Diaphragm with Lifter

Diaphragm jenis ini terdiri slot plate di sisi inlet dan blind plate di sisi outlet dan dilengkapi dengan lifter untuk mentransport material. Bagian tengah diaphragm terbuka untuk mengijinkan udara kering masuk melalui mill.

Gambar 3.16 : Double diaphragm

(18)

• Open Diaphragm (Drying Chamber Diaphragm)

Open diaphragm dipasang sebagai pemisah antara drying chamber dengan kompartemen I. Slot liner harus cukup besar untuk mentransfer material dan gas pengering melalui diaphragm. Diaphragm juga harus tahan terhadap tumbukan grinding ball pada suhu tinggi.

k. Discharge Diaphragm

Discharge diaphragm dipasang di ujung pada tipe end discharge mill atau di bagian tengah pada tipe center discharge mill. Diaphragm untuk center discharge mill terdiri dari dua single diaphragm yang dipasang di outlet kompartemen I dan II. Perbedaan antara keduanya adalah pada lebar slot-nya.

l. Grinding Media

Untuk kompartemen I, ukuran grinding ball antara 50-100 mm dan untuk kompartemen II antara 15-50 mm. Ukuran dari grinding ball tersebut tergantung pada beberapa faktor, antara lain:

• Ukuran maksimal umpan yang akan digiling

• Kehalusan produk

• Diameter dan panjang mill

3.2.2 Tube Mill di Anode Green Plant PT. INALUM 1. Tube Mill – 201 ( TM-201)

Tube Mill – 201 (TM-201) adalah tempat penggilingan kokas yang

selanjutnya akan menjadi anoda karbon untuk kegunaan elektrolisis

aluminium.

(19)

Gambar 3.17 : Tube Mill – 201 ( PT. INALUM )

Gambar 3.18 : Mesin TubeMill 201 ( PT . INALUM )

Spesifikasi Mesin :

Putaran shell : 19 rpm Putaran Motor : 1000 rpm

Bahan baku : 27 Ton Poles : 6

Motor : 375 KWH Reduction Gear : 375 KW 1/70

Merk : Ube Industries, LTD Motor manual : 5,5 KW 1/87

(20)

Bahan yang digiling pada TubeMill ( TM-201) :

• Kokas

Coke (Kokas) adalah adalah batubara yang ketika dipanaskan pada temperatur tinggi tanpa udara mengalami tahapan plastis sementara, yaitu secara berurutan mengalami pelunakan, pengembangan, dan memadat kembali menjadi kokas.

Kokas yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan blok anoda mentah adalah merupakan residu dari hasil minyak bumi yang terdiri dari beberapa material dengan komposisi terntentu.

Pengecilan ukuran partikel zat padat merupakan operasi yang penting, Alasan-alasan pentingnya adalah, benda padat dalam ukuran besar sangat sulit untuk ditangani, sehingga dilakukan operasi size reduction untuk memudahkan penangannya, meningkatkan area luas permukaan per unit volume, memudahkan dalam proses pemisahan.

Operasi pemisahan yang sering dilakukan adalah dengan menggunakan ayakan. pengayakan dilakukan untuk mengetahui distribusi ukuran campuran partikel untuk mendapatkan ukuran partikel yang seragam berdasarkan pada ukuran ayakan.

Granulometri disebut juga analisa ukuran butir, yaitu analisa yang

dilakukan terhadap sedimen dengan tujuan untuk memahami cara pemisahan

fragmen butiran menurut ukuran-ukuran tertentu. Hal tersebut dilakukan untuk

mendapatkan tujuan akhir yang bisa digunakan secara aplikatif, misalnya untuk

keperluan sipil (pembangunan fondasi gedung dan jembatan), geologi

(rekonstruksi geologi sejarah, stratigrafi, dan lingkungan pengendapan).

(21)

Komposisi Granulometri adalah komposisi dari ukuran butiran-butiran bahan baku (kokas, butt, scrap mentah) pembuatan anoda mentah. Ukuran butiran tersebut harus memenuhi standar inalum. Standar yang digunakan sekarang adalah standar A5-1. Dalam standar A5-1 ini terdapat 4 ukuran butiran yaitu kasar 1 (C1), kasar 2 (C2), halus (F), ukuran halus (fine) dan ukuran sangat halus (ultra fine).

Dari hasil evaluasi terhadap perhitungan komposisi Granulometri (Granulometric Composition) dapat diambil penjelasan sebagai berikut:

a. Makin kasar bahan baku yang digunakan maka GB AD (Green Block Apparent Density) dan densiti semakin rendah pada saat baking karena ekspansi.

b. Makin fine bahan baku yang digunakan maka anoda semakin elastis dan makin tahan terhadap thermal shock.

c. Makin fine bahan baku yang digunakan maka permeabelity makin rendah.

d. Makin halus bahan baku yang digunakan ternyata O

2

Tingkat kehalusan bahan baku yang digunakan oleh pabrik pembuat anoda di dunia masih sangat bervariasi, hal ini akan mengakibatkan masalah terutama air burning dan penurunan daya tahan terhadap thermal shock. Oleh karena itu pengendalian terhadap “plant dust” (filter dust) perlu ditingkatkan, dan akan lebih baik lagi jika digunakan alat pengukur blaine number agar tingkat kehalusannya dapat diketahui secara pasti. Dengan cara ini fluktuasi qualitas anoda dapat dihindari.

Reactivity semakin

meningkat.

(22)

3.3 Pabrik Reduksi

Aluminium merupakan unsur yang sangat reaktif sehingga mudah teroksidasi. Karena sifatnya itu, di alam tidak ditemukan aluminiun dalam bentuk unsur, melainkan senyawa oksida. Umumnya dalam bentuk oksida alumina atau silikat. Proses produksi aluminium yang digunakan saat ini ditemukan secara bersamaan oleh Charles Hall di Amerika Serikat dan Paul Herloult di Prancis pada tahun 1886. Prosesnya adalah elektrolisa larutan alumina (Al2O3) di dalam lelehan Kriolit (Na3AlF6) pada temperatur 980

o

3.3.1 Operasi Pot Reduksi

C, sehingga menghasilkan aluminium cair. Pot atau tungku reduksi berbentuk kotak baja persegi yang dindingnya berlapiskan batu isolasi atau batu tahan api (Brick) dan pasta yang disebut Castable. Di dasar pot terdapat katoda karbon yang dihubungkan dengan collector bar, yang berfungsi sebagai penghantar listrik. Di bawah katoda dilapisi brick. Di PT INALUM (Persero) terdapat 510 unit pot reduksi yang terbagi menjadi 3 gedung, sehingga di masing-masing gedung terdapat 170 pot. Arus listrik yang digunakan sebesar 190 KA-195 KA, dengan tegangan rata-rata di setiap pot 4,3 Volt.

Pada proses peleburan aluminium dalam pot reduksi dahulu dilakukan beberapa proses, yaitu :

1.

Baking atau Preheating

Baking atau preheating merupakan pamanasan blok katoda secara bertahap,

tujuannya untuk menghindari dasar thermal shock. Operasi ini berlangsung

selama 72 jam. Pada akhir baking temperatur blok katoda sekitar 750 ºC dan

siap untuk di start up.

(23)

2.

Start Up

Merupakan proses menghidupkan pot yang baru diperbaiki maupun baru dikonstruksi ulang, sehingga elektrolisa bisa berlangsung.

3.

Transisi

Masa transisi merupakan masa peralihan dari start up menuju normal.

Selama tahap ini, komposisi bath, tinggi metal dan tinggi bath harus dijaga sesuai dengan standarnya. Dalam proses ini terjadi pembentukan kerak samping yang berguna sebagai pelindung dinding samping dari serangan bath yang korosif. Meskipun masa transisi ini hanya berlangsung 35 hari, tetapi sangat menentukan umur dan kestabilan pot.

4. Operasi normal

Operasi normal adalah keadaan dimana pot sudah berada dalam keadaan stabil dan dapat dioperasikan untuk proses elektrolisa. Selama pot dalam keadaan normal, pekerjaan utama yang biasa dilakukan antara lain :

a.

Penggantian anoda (anode changing) dan penaikan busbar anoda.

b.

Pengambilan aluminium cair (Metal Tapping)

c.

Pemasukan material

d.

Pemecahan kerak dan pemasukan alumina

e.

Pengontrolan Voltase dan penanggulangan Noise :

1.

Penghentian Anode Effect

2.

Pengukuran parameter-parameter

Pada operasi normal, paremeter-perameter yang perlu diukur adalah : a. Pengukuran tinggi bath dan tinggi metal.

b. Pengukuran keasaman.

(24)

c. Pengukuran kemurnian metal.

d. Pengukuran distribusi tegangan pot, tinggi lumpur dan jumlah metal.

e. Pengukuran temperatur bath.

5. Cut Out Pot

Cut out pot dilakukan bila terjadi kondisi sudah memburuk dan tidak memungkinkan untuk operasi lagi. Tanda-tanda pot mulai memburuk diantaranya Kadar Fe dan Si di dalam metal cair meningkat dan tidak bisa diturunkan lagi. Hal ini biasanya terjadi apabila blok katoda retak atau berlubang, sehingga baja kolektor yang terletak dibawah blok katoda dapat tererosi dan larut dalam metal cair, hal ini akan mengakibatkan kandungan Fe naik. Sedangkan kenaikan kadar Si terjadi apabila dinding pot samping tererosi, sehingga silika yang terkandung dalam isolasi akan larut dan menaikkan kadar Si dalam metal cair.

Operasi pot yang sulit terjadi apabila gangguan (noise) voltage sulit dikendalikan, suhu dan tegangan sering naik dan sulit diturunkan.Hal ini mengakibatkan Anode Effect yang timbul sulit dihentikan. Pot biasanya dimatikan untuk dilakukan perbaikan, sehingga akan dapat digunakan kembali jika kerusakannya telah diperbaiki.

3.4 Pabrik Percetakan

Aluminium cair yang dihasilkan di pabrik peleburan (Reduction Plant)

yang telah dihisap oleh vacuum laddle dibawa dengan Metal Transport Car ke

pabrik penuangan. Di pabrik pencetakan (casting shop) temperatur aluminium cair

tetap dijaga dan ditaburi flux untuk memurnikannya. Dross yang terbentuk

(25)

dipermukaan aluminium cair diambil, lalu didinginkan di tempat pendinginan

dross. Terdapat 10 unit dapur di pabrik pencetakan, yang terdiri dari 1 unit dapur

pelebur (Melting Furnace) dan 9 unit dapur penampung (holding furnace) dengan

masing-masing kapasitas 30 ton aluminium cair. Sebelum diisikan ke dalam

dapur, Metal Transport Car beserta laddle dan isinya ditimbang pada 40 ton

scale. Aluminium yang sudah murni diatur temperaturnya, kemudian dituangkan

ke casting machine melalui suatu pengalir, dimana aluminium ini akan membeku

membentuk aluminium batangan (ingot). Ingot yang keluar dari casting machine

masuk ke konveyor pendingin, lalu dipindahkan ke conveyor penumpuk dengan

mengggunakan servo arm. Setelah tumpukan ingot ditimbang, selanjutnya

dipindahkan ke lapangan pendingin dengan menggunakan Forklift, sedangkan

ingot yang sudah dingin dilakukan proses bundling, kemudian disimpan ke

lapangan penyimpangan ingot. Di PT INALUM (Persero) terdapat 7 unit casting

machine untuk pencetakan ingot 50 pon (22,7 Kg) dengan kapasitas 12 ton/jam

untuk masing-masing unit casting.

(26)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian 4.1.1 Tempat penelitian

Tempat penulis melakukan penelitian adalah di PT. Indonesia Asahan Aluminium ( INALUM ), Kuala Tanjung, Kab. Batu Bara, Sumatera Utara.

4.1.2 Waktu penelitian

Penelitian ini dimulai dari tanggal 31 Oktober 2016 – 04 November 2016.

4.2 Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan menurut tingkat eksplanasi yaitu tingkat penjelasan, penelitian bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain. Berdasarkan ini penelitian yang digunakan adalah penelitian komparatif.

Penelitian komparatif adalah suatu penelitian yang bersifat membandingkan. Penelitian dilakukan untuk sampel lebih dari satu, atau dalam waktu yang berbeda.

4.3 Objek Penelitian

Objek yang diteliti adalah mesin penggiling kokas Tube Mill yang

berada di area pabrik peleburan aluminium tersebut, Mesin TUBE MILL yang

digunakan di PT. INALUM (persero) menggunakan proses penggilingan yang

lambat dikarenakan agar kokas yang berbenturan dengan bola – bola baja di

dalam TubeMill mampu hancur dengan baik.

(27)

4.4 Instrumen Penelitian

Didalam penelitian dibutuhkan alat – alat yang mendukung serta digunakan yaitu :

a. Alat tulis yang digunakan untuk mencatat keterangan yang diperoleh dalam melakukan penelitian

b. Penerapan Total Productive Maintenance

Disini peranan TPM digunakan untuk mengukur tingkat keefetivitasan dari mesin Tube Mill, yang meliputi Overall Equipment Effectiveness dan Six Big Losses.

c. Penggunaan Diagram Sebab Akibat

Disini penggunaan Diagram Sebab Akibat untuk menentukan hubungan antara efek dan penyebab masalah yang terjadi.

d. Penggunaan Failure Mode and Effect Analysis

Dalam hal ini penggunaan FMEA untuk menilai tingkat resiko yang terjadi pada mesin Tube Mill.

4.5 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan pada PT. Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) dengan menentukan objek yang akan di teliti. Untuk memecahkan masalah dalam tugas, digunakan pendekatan – pendekatan dengan metode Total Productive Maintenance dan juga Metode Failure Mode and Effect Analysis yang dimulai dengan :

1. Menentukan masalah

Dalam menentukan permasalahan dilakukan analisa dengan cara strafikasi

data yang ada dari beberapa segi.

(28)

2. Peninjauan lapangan

Penelitian melakukan tinjauan ke perusahaan tempat melakukan penelitian serta mengamati sesuai dengan tujuan yang telah dibuat.

3. Studi literatur

Peneliti melakukan studi literatur dari berbagai buku yang sesuai dengan permasalahan yang diamati di perusahaan.

4. Pengumpulan data

Kegiatan yang dilakukan dalam pengumpulan data, antara lain :

a. Pegamatan langsung, melakukan pengamatan langsung ke pabrik, terutama di mesin penggiling pabrik tersebut.

b. Wawancara, mewawancarai berbagai pihak yang berhubungan dan berwenang dalam hal perawatan mesin.

c. Merangkum data tentang hal – hal yang berkaitan dengan penelitian.

5. Pengolahan data

Data yang terkumpul diolah dengan menggunakan metode Overall Equipment Effectiveness

6. Analisa dan pemecahan masalah

Hasil dari pengolahan data yang berupa perhitungan akan dianalisa, dilakukan pemecahan masalah menggunakan Failure Mode and Effect Analysis, lalu diberikan rekomendasi perbaikan.

7. Langkah terakhir menarik kesimpulan dari hasil penelitian.

(29)

4.6 Analisa Data dan Pemecahan Masalah

Analisa dilakukan pada hasil perhitungan equipment availability, performance efficiency, rate quality product, OEE, OEE six big losses, dan analisa diagram sebab akibat, Failure Mode and Effect Analysis.

Langkah-langkah penelitian dan blok diagram perhitungan overall

aquipment effectiveness ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

(30)

Gambar 4.1 Diagram Alir Prosedur Penelitian Perumusan Masalah

Penetapan Tujuan

Studi Literatur

1. Metode Pemecahan Masalah 2. Teori Pendukung

Studi Pendahuluan 1. Kondisi PT. INALUM 2. Informasi Pendukung

Pengumpulan Data

Data Primer 1. Maintenance Mesin 2. Setup and Adjusment 3. Breakdown

Data Sekunder

1. Planned Downtime 5. Ideal Cycle Time 2. Loading Time 6. Total Availability 3. Operating Time 7. Set up and Adjusment 4. Processed Amount 8. Scrap

Pengolahan Data

1. Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) - Perhitungan Availability

- perhitungan Performance Efficiency - Perhitungan Rate of Quality Product

- Perhitungan OEE 2. Perhitungan Six Big Losses 3. Membuat Diagram Sebab Akibat 4. Menghitung RPN dari FMEA

Analisis Pemecahan Masalah

Kesimpulan dan Saran

(31)

BAB V ANALISA DATA

5.1 Pengumpulan Data

Mesin maupun peralatan yang menjadi objek penelitian pada PT.

Indonesia Asahan Aluminium (persero), Unit Peleburan, Kuala Tanjung, Kab.

Batu bara yaitu pada mesin Penggiling Tube Mill. Sasaran dari penerapan TPM pada mesin ini adalah untuk meminimumkan enam kerugian besar (six big losses) yang terjadi pada mesin penggiling, sehingga keefektivitasan mesin ini terjadi secara maksimal dan hal ini akan diukur dengan menggunakan indikator ukur yaitu OEE (Overall Equipment Effectiveness) yang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas serta efisiensi kerja mesin penggiling. Disini penulis juga menggunakan FMEA (failure Mode and Effect Analysis) untuk mengetahui penyebab kegagalan yang terjadi pada mesin penggiling. Untuk pengukuran efektivitas dengan menggunakan OEE pada mesin penggiling ini dibutuhkan data yang bersumber dari laporan produksi, adapun data yang digunakan adalah dalam periode 12 bulan yaitu dari bulan September 2015 – Agustus 2016, yaitu :

1. Data waktu Planned Downtime 2. Data waktu UnPlanned Downtime 3. Data waktu produksi

4. Data lainnya yang berkaitan dan mendukung di dalam pemecahan

masalah

(32)

5.1.1 Data waktu Planned Downtime / Pemeliharaan Terencana

Planned Downtime merupakan waktu yang sudah dijadwalkan untuk dilakukannya pemeliharaan terjadwal dan kegiatan manajemen yang lain seperti pertemuan. Pemeliharaan terjadwal ini dilakukan oleh pihak perusahaan untuk menjaga agar mesin tidak rusak saat melakukan kerja proses produksi.

Pemeliharaan ini dilakukan secara rutin dan sesuai jadwal yang dibuat oleh bagian Station Maintenance Office (SMO) Green Carbon Plant. Data yang diambil merupakan sekumpulan data perawatan dan pemeliharaan yang terdapat pada perusahaan, yaitu : preventive predicitve dan pemeliharaan lainnya. Data waktu pemeliharaan mesin penggiling Tube Mill dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut.

Tabel 5.1 Data Planned Downtime mesin penggiling Tube Mill periode September 2015 – Agustus 2016 ( Laporan Bulanan Green Plant 2015-2016, PT INALUM (persero) )

Tahun Periode (Bulan) Total Waktu Pemeliharaan (Jam)

2015

September 96

Oktober 48

November

120

Desember 0

2016

Januari 0

Februari 0

Maret 96

April 24

Mei 96

Juni 0

Juli 24

Agustus 0

(33)

Dari tabel diatas dapat dilihat data perawatan mesin yang terencana, dimana pada periode Desember, Januari, Februari, Juni dan Agustus tidak ada jadwal perencanaan, sedangkan pada periode November merupakan total waktu pemeliharaan tertinggi yaitu mencapai angka 120 jam. Pada bulan November dilakukan perawatan sesuai jadwal perusahaan yaitu inside check inner linier inlet R/t dan juga pada akhir bulan Februari terjadi breakdown dikarenakan mengganti R/t of outlet L-Bow dan R/t of support pipe.

5.1.2 Data waktu Unplanned Downtime (breakdown) Mesin Penggiling

(TubeMill)

Data waktu Unplanned downtime adalah waktu yang seharusnya digunakan untuk melakukan proses produksi akan tetapi dikarenakan adanya kerusakan atau gangguan pada mesin mengakibatkan mesin tidak dapat melakukan proses produksi sebagaimana mestinya.

5.1.2.1

Breakdown

Kerusakan (breakdown) atau kegagalan proses pada mesin/peralatan yang

terjadi secara tiba-tiba. Downtime merupakan kerugian yang dapat terlihat

dengan jelas karena terjadi kerusakan mengakibatkan tidak adanya output yang

dihasilkan disebabkan mesin tidak berproduksi. Data ini merupakan

pemeliharaan corrective yaitu pergantian-pergantian komponen-komponen

Mesin yang telah rusak. Data waktu downtime Mesin Penggiling (TubeMill)

dapat dilihat pada tabel 5.2.

(34)

5.1.2.2

Setup

Waktu setup adalah waktu dimana Mesin melakukan penyesuaian hingga menghasilkan energi/beban. Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan setup Mesin Penggiling (TubeMill) mulai dari waktu berhenti sampai proses untuk untuk produksi berikutnya. Data ini merupakan data dimana mesin melakukan start up serta penyesuaian-penyesuaian sebelum mesin dapat menghasilkan produk, adapun data waktu setup Mesin Penggiling (TubeMill) dapat dilihat dari tabel 5.2.

Tabel 5.2 Data Unplanned Downtime Mesin Penggiling TubeMill (Laporan Bulanan Green Plant 2015-2016, PT INALUM (persero) )

Tahun Periode (Bulan)

Breakdown (Jam)

Set Up (Jam)

Total Unplanned

Downtime (jam)

2015

September 40,46

0,66

41,12

Oktober 69,33 0,64 69,97

November 58,91 0,59 59,5

Desember 61 0,53 61,53

2016

Januari 38,58 0,56 39,14

Februari 65,75 0,55 66,3

Maret 79 0,5 79,5

April

117,25

0,51

117,76

Mei 101,33 0,53 101,86

Juni 80 0,52 80,52

Juli 65,66 0,53 66,19

Agustus 111,92 0,55 112,47

(35)

Gambar 5.1 Diagram Unplanned Downtime Mesin Penggiling TubeMill Periode September 2015 – Agustus 2016

5.1.3 Data Produksi Mesin Penggiling TubeMill

Data produksi Penggilingan kokas di PT. Indonesia Asahan Aluminium (Persero) Unit Peleburan, Kuala Tanjung, Kabupaten Batu Bara pada periode September 2015 – Agustus 2016 adalah :

Tabel 5.3 Data Produksi Kokas Periode September 2015 – Agustus 2016 (Laporan Bulanan Green Plant 2015-2016, PT INALUM (persero) )

Periode (Bulan)

Total Available Time (jam)

Total Actual Hours (jam)

Total Produksi (Kg)

September 624 360 3.608.507

Oktober 696

410

3.923.174

November 600 337,75 3.482.820

Desember 744 374,58 3.936.422

Januari 744 397

4.220.548

Februari 696 355 3.666.356

Maret 648 291 3.334.453

April 696 301 3.453.391

Mei 648 301 3.180.542

Juni 720 340 3.939.021

Juli 720 355,01 3.729.899

Agustus 744 369,4 3.615.848

0 20 40 60 80 100 120 140

Periode 2015 - 2016

Breakdown (Jam) Set Up (Jam) Total Unplanned Downtime (jam)

(36)

Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa produksi penggilingan kokas yang tertinggi adalah pada bulan Januari 2016 sebanyak 4.220.548 Kg. Sementara produksi penggilingan kokas terendah terdapat pada bulan Mei 2016 yaiu hanya sebesar 3.180.542 Kg. Hal ini disebabkan karena adanya perawatan pada bulan tersebut. Pada mesin penggiling TubeMill ini tidak memiliki produk yang gagal sehingga total produk yang gagal adalah 0 Kg.

Gambar 5.2 Diagram Total Produksi kokas Periode September 2015 – Agustus 2016

5.2 Pengolahan Data

Setelah semua data terkumpul maka selanjutnya akan dilakukan pengolahan data oleh data yang terkumpul dengan rumus Total Productive Maintenance yang telah ditetapkan pada landasan teori.

Menurut Nakajima (1988) nilai world class ideal OEE dapat dilihat dari tabel berikut:

0 500.000 1.000.000 1.500.000 2.000.000 2.500.000 3.000.000 3.500.000 4.000.000 4.500.000

Periode 2015 - 2016

Total Produksi (Kg)

(37)

Tabel 5.4. World Class of OEE

OEE Factor

World Class Availability

90.0%

Performance

95.0%

Quality

99.0%

OEE 85.0%

Untuk mempermudah perhitungan maka diambil sampel perhitungan setiap variabel yaitu digunakan data pada bulan September 2015 - Agustus 2016.

5.2.1 Perhitungan nilai Availability (AV)

Availability merupakan rasio operation time terhadap loading time-nya.

Untuk menghitung nilai availability maka dapat digunakan persamaan (2.2).

Loading time adalah waktu yang tersedia per hari atau per bulan dikurangi dengan downtime mesin yang direncanakan. Perhitungan loading time ini dapat dihitung dengan menggunanakan persamaan (2.3). Operation time adalah total waktu proses yang efektif. Dalam hal ini operation time adalah hasil pengurangan loading time dengan downtime mesin. Nilai availability mesin TubeMill untuk bulan September 2015 adalah sebagai berikut:

Loading time = 624 – 96 = 528 jam Downtime = 40,46 + 0,66 = 41,12 jam Operation Time = 528 – 41,12 = 486,88 jam

AV =

486,88

528

× 100% = 92,21 %

(38)

Dengan perhitungan yang sama dapat dihitung Nilai Availability Periode September 2015 - Agustus 2016 yang dapat dilihat pada tabel 5.5.

Tabel 5.5 : Availability (AV) mesin penggiling Tube Mill periode 2015-2016 ( Hasil Pengolahan Data )

Tahun Periode (Bulan) loading time (jam)

Unplanned Downtime

(jam)

operation time (jam)

Availability (AV) (%)

2015

September 528 41,12 486,88 92,212

Oktober 648 69,97 578,03 89,202

Nopember 480 59,5 420,5 87,604

Desember 744 61,53 682,47 91,73

2016

Januari 744 39,14 704,86 94,739

Februari 696 66,3 629,7 90,474

Maret 552 79,5 472,5 85,598

April 672 117,76 554,24 82,476

Mei 552 101,86 450,14 81,547

Juni 720 80,52 639,48 88,817

Juli 696 66,19 629,81 90,49

Agustus 744 112,47 631,53 84,883

Dari tabel ditas dapat dilihat bahwa nilai Availabity mesin penggiling Tube Mill dalam setahun terbilang cukup baik dikarenakan rata-rata angka diatas hanya sebesar 88,31% dan belum memenuhi standart World Class OEE menurut Nakajima yaitu sebesar 90%. Namun ada beberapa bulan saja yang mampu memenuhi standart OEE yaitu bulan September, Desember, Januari, Februari dan Juli. Dan pada bulan Januari terlihat nilai Availabity terbesar yaitu 94,73%.

Tinggi dan rendahnya dipengaruhi oleh Loading Time, Unplanned Dowtime, dan

Operation Time.

(39)

Gambar 5.3 Diagram Nilai Availability Mesin Penggiling TubeMill

5.2.2 Perhitungan Performance Efficiency (PE)

Performance efficiency merupakan rasio kuantitas produk yang dihasilkan lalu dikalikan dengan waktu siklus idealnya terhadap waktu yang tersedia untuk melakukan proses produksi (operation time). Untuk menghitung nilai performance efficiency digunakan persamaan (2.8)

Ideal cycle time adalah siklus waktu proses yang diharapkan dapat dicapai dalam keadaan optimal atau tidak mengalami hambatan. Ideal cycle time pada Mesin Penggiling TubeMill merupakan siklus waktu proses yang dapat dicapai mesin dalam proses produksi dalam keadaan optimal atau mesin tidak mengalami hambatan dalam berproduksi. Waktu Mesin Penggiling Tube Mill dalam menghasilkan kokas adalah ± 10.000 Kg /jam. Sehingga Ideal cycle time Mesin Penggiling Tube Mill = 1 jam /10.000 Kg = 0,0001 Jam/Kg.

70 75 80 85 90 95 100

Availability (%) Periode 2015 - 2016

Availability

(40)

Nilai Performance Efficiency Mesin Penggiling TubeMill bulan September 2015 adalah sebagai berikut:

PE =

3.608.507 𝑥𝑥 0,0001

486,88

×100% =

74,11 %

Dengan perhitungan yang sama untuk menghitung Performance Efficiency Periode September 2015 - Agustus 2016 yang dapat dilihat pada tabel 5.6.

Tabel 5.6 : Performance Efficiency periode September 2015 - Agustus 2016. ( Hasil Pengolahan Data)

Periode (Bulan)

Ideal Cycle Tiime (Jam/Kg)

operation time (jam)

Performance Efficiency (%)

September 0,0001 486,88 74,11

Oktober 0,0001 578,03 67,87

Nopember 0,0001 420,5

82,82

Desember 0,0001 682,47 57,67

Januari 0,0001

704,86

59,87

Februari 0,0001 629,7 58,22

Maret 0,0001 472,5 70,57

April 0,0001 554,24 62,30

Mei 0,0001 450,14 70,65

Juni 0,0001 639,48 61,59

Juli 0,0001 629,81 59,22

Agustus 0,0001 631,53 57,25

Dari Tabel diatas dapat dilihat nilai Performance Efficiency Mesin

Penggiling Tube Mill periode September 2015 – Agustus 2016. Nilai PE

terendah terjadi pada periode Agustus 2016 hanya mencapai 57,25 % hal ini

dikarenakan jumlah total produksi yang dihasilkan belum mencapai target yang

diinginkan dikarenakan beberapa pertimbangan oleh pihak perusahaan. Nilai

PE tertinggi terjadi pada periode November 2015 yang mencapai 82,82 % hal

(41)

ini disebabkan perbandingan total produksi dan operation time yang relatif lebih sedikit dibandingkan periode lainnya.

Gambar 5.4 Diagram Performance Efficiency

5.2.3 Perhitungan Rate of Quality Product (RQP)

Rate of quality product adalah rasio produk yang baik (good products) yang sesuai dengan spesifikasi kualitas produk yang telah ditentukan terhadap jumlah produk yang diproses. Perhitungan rate of quality product menggunakan data produksi pada tabel 5.3. Dalam perhitungan ratio rate of quality product ini, process amount adalah total product processed sedangkan defect amount adalah total produk yang cacat, dengan persamaan (2.9). Rate of Quality Product Mesin Penggiling Tube Mill Periode September 2015 adalah sebagai berikut:

0 20 40 60 80 100

Performance Effeciency (%) Periode 2015 - 2016

Performance Efficiency

(42)

RQP =

3.608.507 − 0

3.608.507

× 100%

= 100 %

Dengan perhitungan yang sama untuk menghitung Rate of Quality Product Mesin Penggiling Tube Mill Periode September 2015 – Agustus 2016 seperti pada tabel 5.7 berikut ini.

Tabel 5.7 : Rate of Quality Product Periode September 2015 – Agustus 2016 ( Hasil Pengolahan Data)

Tahun Periode (Bulan)

Defect Amount

(Kg)

Rate of Quality Product (%)

2015

September 0 100

Oktober 0 100

November 0 100

Desember 0 100

2016

Januari 0 100

Februari 0 100

Maret 0 100

April 0 100

Mei 0 100

Juni 0 100

Juli 0 100

Agustus 0 100

Dikarenakan pada mesin penggiling Tube mill ini tidak memiliki produk

sisa atau cacat maka persentase rate of quality product adalah 100%. Maka yang

terlihat dari pengolahan data di atas mencapai angka world class of OEE untuk

Rate Of Quality Product 99%.

(43)

Gambar 5.5 Diagram Rate of Quality Product

5.2.4 Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE)

Setelah nilai availability, performance efficiency dan rate of quality product pada Mesin Penggiling TubeMill diperoleh maka dilakukan perhitungan nilai Overall Equipment Effectivenes (OEE) untuk mengetahui besarnya efektivitas penggunaan Mesin Penggiling Tube Mill. Dengan persamaan (2.1) nilai OEE Mesin Penggiling Tube Mill pada periode September 2015 adalah :

OEE = 92,21 % x 74,11 % x 100 %

= 68,34 %

Dengan perhitungan yang sama, dapat dihitung nilai Overall Equipment Effectivenes Mesin Penggiling TubeMill periode September 2015 - Agustus 2016 seperti pada tabel berikut ini.

0 20 40 60 80 100 120

Periode 2015 - 2016

Rate of Quality Product (%)

(44)

Tabel 5.8 : Nilai Overall Equipment Effectivenes Mesin Penggiling TubeMill periode September 2015 - Agustus 2016 (Hasil Pengolahan Data )

Tahun Periode (Bulan)

Availability (%)

Performance Efficiency

(%)

Rate of Quality Product

(%)

Overall Equipment Effectiveness

(%)

2015

September 92,21 74,11 100 68,34

Oktober 89,20 67,87 100 60,54

November 87,60

82,82

100

72,55

Desember 91,72 57,67 100 52,90

2016

Januari

94,73

59,87 100 56,72

Februari 90,47 58,22 100 52,67

Maret 85,59 70,57 100 60,40

April 82,47 62,30 100 51,38

Mei 81,54 70,65 100 57,61

Juni 88,81 61,59 100 54,70

Juli 90,48 59,22 100 53,59

Agustus 84,88 57,25 100 48,60

Dari hasil pengolahan data diatas tersebut dapat dilihat bahwa nilai OEE

tertinggi terdapat pada bulan November 2015yaitu sebesar 72,55 % dan terendah

pada bulan Agustus 2016 yaitu sebesar 48,60 %. Secara keseluruhan nilai OEE

yang dicapai oleh mesin Penggiling Tube Mill di Pabrik Anoda Karbon belum

memenuhi World Class of OEE 85 %. Hal ini disebabkan karena rendahnya

beberapa faktor yang mempengaruhi nilai OEE itu sendiri seperti nilai

Performance Efficiency, Availibility, Rate of Quality Product.

(45)

Gambar 5.6 Diagram Overall Equipment Effectiveness Mesin Penggiling TubeMill Periode September 2015 – Agustus 2016.

5.2.5 Perhitungan Six Big Looses

Perhitungan Six Big loses atau enam besar faktor kerusakan yang diantaranya : Downtime Losess (Equipment failure dan setup and adjustment), speed losess (idling and minor stoppages loss dan reduce speed), defect losses (rework loss dan yield/scraf loss) yang akan dijelaskan di bawah ini :

5.2.5.1

Downtime Losses

Downtime losess adalah kerugian waktu yang seharusnya digunakan untuk melakukan proses produksi akan tetapi karena adanya gangguan pada mesin (equipment failures) mengakibatkan mesin tidak dapat melaksanakan proses produksi sebagaimana semestinya. Dalam perhitungan Overal equipment effectiveness (OEE), equipment failures dan waktu setup dan adjustment dikategorikan sebagai kerugian waktu downtime (downtime losses).

100 2030 4050 6070 80

Periode 2015 - 2016

Overall Equipment Effectiveness (%)

(46)

a. Equipment Failure/Breakdowns (EF)

Equipment failure ataupun breakdown adalah kegagalan mesin melakukan proses produksi ataupun kerusakan yang terjadi secara tiba-tiba serta yang tidak diharapkan terjadi sehingga menyebabkan kerugian yang terlihat jelas, yaitu tidak menghasilkan output.

Dengan persamaan (2.10) maka dapat dihitung Breakdowns Mesin penggiling Tube Mill yang terjadi pada bulan September 2015, sebagai berikut:

EF =

40,46

528

× 100% = 7,66 %

Dengan perhitungan yang sama untuk menghitung nilai Breakdown Loss Periode September 2015 - Agustus 2016 seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 5.9 Equipment Failures/Breakdown (EF) September 2015 – Agustus 2016 (Hasil Pengolahan Data).

Tahun Periode (Bulan)

Breakdown (jam)

Loading Time (jam)

Equipment Failures/

Breakdowns (EF) (%)

2015

September 40,46 528 7,66

Oktober 69,33 648 10,69

November 58,91 480 12,27

Desember 61 744 8,19

2016

Januari 38,58 744 5,18

Februari 65,75 696 9,44

Maret 79 552 14,31

April 117,25 672 17,44

Mei 101,33 552

18,35

Juni 80 720 11,11

Juli 65,66 696 9,43

Agustus 111,92 744 15,04

Dari tabel diatas dapat dilihat nilai Equipment Failure / Breakdowns (EF)

yang terjadi pada mesin penggiling Tube Mill. Periode Januari 2016 merupakan

(47)

periode dengan Equipment Failure / Breakdowns (EF) paling rendah 5,18 % karena hanya sedikit terjadi gangguan ataupun breakdown yang terjadi. Periode Mei 2016 merupakan periode dengan Equipment Failure / Breakdowns (EF) tertinggi yang mencapai 18,35 % karena pada periode Mei 2016 banyak terjadi Breakdown dari proses penggilingan dan juga ditambah dengan adanya perawatan mesin.

Gambar 5.7 Diagram Equipment failures/Breakdown Loss Periode September 2015 – Agustus 2016

b. Setup and Adjustment loss (SA)

Karena adanya pemeliharaan serta kerusakan-kerusakan yang terjadi serta kerusakan-kerusakan maupun trip yang terjadi sehingga mesin harus diberhentikan dahulu. Saat mesin dioperasikan kembali, mesin akan melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap fungsi mesin tersebut dan proses tersebut disebut Setup and Adjustment mesin. Di dalam perhitungan setup and Adjustment mempergunakan data waktu setup mesin yang dibagikan dengan waktu loading time dari Mesin Penggiling TubeMill.

0 5 10 15 20

Periode 2015 - 2016

Equipment Failures/ Breakdowns (EF) (%)

(48)

Dengan persamaan (2.11) maka dapat dihitung Setup and adjustment losses Mesin TubeMill yang terjadi pada bulan September 2015, sebagai berikut :

SA =

0,66

528

× 100% = 0,125 %

Dengan perhitungan yang sama untuk menghitung Setup and Adjustment Losses Periode September 2015 - Agustus 2016 seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 5.10: Setup & Adjustment losses Periode September 2015-Agustus 2016 (Hasil Pengolahan Data)

Tahun Periode (Bulan)

Total Setup Time (jam)

Loading Time (jam)

Setup &

Adjusment Losses (%)

2015

September 0,66 528

0,125

Oktober 0,64 648 0,099

November 0,59 480 0,1229

Desember 0,53 744 0,0712

2016

Januari 0,56 744 0,0753

Februari 0,55 696 0,079

Maret 0,5 552 0,0906

April 0,51 672 0,0759

Mei 0,53 552 0,096

Juni 0,52 720 0,0722

Juli 0,53 696 0,0761

Agustus 0,55 744 0,0739

Dari tabel diatas dapat dilihat nilai Setup & Adjusment losses yang terjadi

pada mesin penggiling TubeMill Selama September 2015 – Agustus 2016. Nilai

tertinggi terjadi pada periode September 2015 sebesar 0,125 % dan terendah

pada Desember 2015 sebesar 0,0712 %. Perolehan tertinggi pada periode

(49)

September 2015 diakibatkan oleh tingginya waktu setup yang terjadi pada selama proses produksi yang berasal dari mesin penggiling.

Gambar 5.8 Diagram Setup and Adjusment losses periode September 2015 – Agustus 2016

5.2.5.2

Speed Losses

Speed losses terjadi oleh karena mesin tidak beropersi sesuai dengan kecepatan maksimum yang telah ditentukan saat perancanagan mesin. Faktor- faktor yang mempengaruhi speed loss adalah Idling and Minor Stoppages dan Reduce Speed.

a. Idling and Minor Stoppages Losses (IMS).

Idling and Stoppages terjadi jika Mesin berhenti secara berulang - ulang atau mesin tidak menghasilkan produk. Saat Idling and Minor Stoppages sering terjadi maka akan dapat mengurangi keefektivitas mesin.

Dengan persamaan (2.12) maka dapat dihitung Idling and Minor Stoppages losses Mesin TubeMill yang terjadi pada bulan September 2015,

0 0,02 0,04 0,06 0,080,1 0,12 0,14

Periode 2015- 2016

Setup & Adjusment Losses (%)

(50)

namun terlebih dahulu di tentukan nilai dari Non Productive Time dengan persamaan (2.13) sebagai berikut:

Non Productive Time = 486,88 Jam – 360 Jam

= 126,88 Jam

Idling and Minor Stoppages loss =

126,88

528

× 100%

= 24,03 %

Dengan perhitungan yang sama dapat ditentukan nilai Idling and Minor Stoppages Losses untuk periode September 2015 – Agustus 2016.

Tabel 5.11 : Idling and Minor Stoppages Losses untuk periode September 2015 – Agustus 2016 ( Hasil Pengolahan Data )

Tahun Periode (Bulan)

Total Actual Hours (jam)

Non Productive Time (jam)

Idling & Minor Stoppages Losses

(%)

2015

September 360 126,88 24,03

Oktober 410 168,03 25,931

November 337,75 82,75 17,24

Desember 374,58 307,89 41,383

2016

Januari 397 307,86 41,379

Februari 355 274,7 39,468

Maret 291 181,5 32,88

April 301 253,24 37,685

Mei 301 149,14 27,018

Juni 340 299,48

41,594

Juli 355,01 274,8 39,483

Agustus 369,4 262,13 35,233

Dari tabel diatas dapat dilihat nilai Idling & Minor Stoppages Losses untuk

periode September 2015 – Agustus 2016. Dimana yang tertinggi terjadi pada

bulan Juni 2016 yaitu mencapai 41,59% dan yang terendah terjadi pada bulan

November 2015 yaitu sebesar 17,24%. Perolehan tertinggi pada bulan Juni 2016

(51)

ini disebabkan oleh kurang tepatnya dalam hal maintenance mesin sehingga mesin mengalami kerusakan yang tidak terprediksi atau (Breakdown).

Gambar 5.9 Diagram Idling And Minor Stoppages Losses periode September 2015 – Agustus 2016

b. Reduce Speed Losses(RS)

Reduce Speed Losses adalah selisih antar waktu kecepatan produksi aktual dengan kecepatan produksi mesin yang ideal.

Dengan persamaan (2.14) maka Reduce speed losses Mesin Penggiling TubeMill pada bulan September 2015 adalah :

RS =

486,88 – 360,85

528

× 100%

=

23,86 %

Dengan perhitungan yang sama dapat ditentukan nilai Reduce speed losses periode September 2015 – Agustus 2016 seperti pada tabel berikut.

05 1015 2025 3035 4045

Periode 2015 -2016

Idling & Minor Stoppages Losses (%)

(52)

Tabel 5.12 : Reduce speed losses untuk periode September 2015 – Agustus 2016 ( Hasil Pengolahan Data)

Tahun Periode (Bulan)

Loading Time (jam)

Operation Time (jam)

Ideal Production Time (jam)

Reduce Speed

(jam)

Reduce Speed Losses

(%)

2015

September 528 486,88 360,85 126,02 23,86 Oktober 648 578,03 392,32 185,71 28,65 November 480 420,5 348,28 72,21 15,04 Desember 744 682,47 393,64

288,82 38,82

2016

Januari 744 704,86 422,05 282,80 38,01 Februari 696 629,7 366,64 263,06 37,79 Maret 552 472,5 333,45 139,05 25,19 April 672 554,24 345,34 208,90 31,08

Mei 552 450,14 318,05 132,08 23,92

Juni 720 639,48 393,9 245,57 34,10

Juli 696 629,81 372,99 256,82 36,89 Agustus 744 631,53 361,58 269,94 36,28

Dari tabel diatas dapat dilihat nilai reduce speed losses yang terjadi pada mesin penggiling TubeMill selama satu tahun periode September 2015 – Agustus 2016. Dimana yang tertinggi terjadi pada periode Desember 2015 sebesar 38,82%.

Periode terendah terjadi pada periode bulan November 2015 sebesar 15,04%.

Pada periode tertinggi pada bulan Desember 2015 terjadi karena diakibatkan

gangguan pada mesin penggiling sehingga penggilingan kokas terhambat. Reduce

speed looses sangat berpengaruh pada kerja mesin karena merupakan kerugian

yang harus diminimalisir demi mendapatkan target produksi yang optimal.

(53)

Gambar 5.10 Diagram Reduce Speed Looses mesin Penggiling TubeMill

5.2.5.3

Defect Loss

Defect loss adalah keadaan mesin pada saat tidak menghasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi dan standar kualitas produk yang telah ditetapkan dan scrap yaitu kerugian yang timbul selama proses produksi belum mencapai keadaan produksi yang stabil pada saat proses produksi mulai dilakukan sampai terjadinya keadaan proses yang stabil. Faktor yang tergolongkan ke dalam Defect Loss adalah Rework Loss dan Yield/ Scrap Loss.

a. Rework Loss (RL)

Untuk proses penggilingan kokas tidak ada rework loss yang terjadi pada mesin penggiling TubeMill. Hal ini dikarenakan tidak ada produk yang gagal selama proses produksi di anode Green Plant PT. INALUM (persero).

05 1015 2025 3035 4045

Periode 2015 - 2016

Reduce Speed Losses (%)

(54)

b. Yield/Scrap Loss

Untuk proses penggilingan kokas tidak ada Yield/Scrap loss yang terjadi pada mesin penggiling TubeMill. Hal ini dikarenakan tidak ada produk yang terbuang selama proses produksi di anode Green Plant PT. INALUM (persero).

5.3 Analisa Data

Menganalisa hasil perhitungan dari Overal Equipment Effectiveness (OEE) dan Six Big Losses, yang akan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram seperti di bawah ini.

5.3.1 Analisa Data Overall Equipment Effectiveness (OEE)

Analisa perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) dilakukan

bertujuan untuk melihat tingkat keefektifan penggunaan Mesin penggiling Tube

Mill pada Periode September 2015 – Agustus 2016. Pengukuran OEE Mesin Tube

Mill ini berdasarkan faktor waktu, kecepatan serta kualitas pada saat

pengoperasian mesin. Adapun persentase yang dicapai dapat dilihat dari tabel dan

diagram pada gambar berikut:

(55)

Tabel 5.13 : Persentase pencapaian mesin penggiling TubeMill periode September 2015 – Agustus 2016 ( Hasil Pengolahan Data )

Tahun Periode (Bulan)

Availability (%)

Performance Efficiency

(%)

Rate of Quality Product

(%)

Overall Equipment Effectiveness

(%)

2015

September 92,21 74,11 100 68,34

Oktober 89,20 67,87 100 60,54

November 87,60

82,82

100

72,55

Desember 91,72 57,67 100 52,90

2016

Januari

94,73

59,87 100 56,72

Februari 90,47 58,22 100 52,67

Maret 85,59 70,57 100 60,40

April 82,47 62,30 100 51,38

Mei 81,54 70,65 100 57,61

Juni 88,81 61,59 100 54,70

Juli 90,48 59,22 100 53,59

Agustus 84,88 57,25 100 48,60

Gambar 5.11 Grafik perbandingan OEE Mesin Penggiling TubeMill periode September 2015 – Agustus 2016 dengan standar JIPM (Japan Institute Of Plant

Maintenance

0 20 40 60 80 100

Overall Equipment Effectiveness (OEE) Periode 2015 - 2016

Overall Equipment Effectiveness (%) JIPM (%)

Referensi

Dokumen terkait

Panitia Peherinaan Mahasiswa Batu Unlversilas NegeriYogyakai€ Tahun 2011 menberikan peigha€aan dan meng!capkan terima kasih,

Pada penelitian ini didisain dan dibuat sebuah prototipe sistem pakar yang menggabungkan metode sistem pakar forward chaining dan sistem pakar berbasis fuzzy

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi mahasiswa D-IV Kebidanan tentang profesi bidan pendidik, mengetahui prestasi belajar, dan

Penelitian ini dibatasi pada formulasi kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh NAA (0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5 mg/L) dan BAP (0,1; 0,3; 0,5mg/L) dengan parameter yang diamati

Pada penelitian ini terdapat tiga alat yang akan digunakan yaitu distilasi kain sebagai pembanding dan distilasi kain menggunakan kolektor yang akan divariasikan dengan

Tata Cara penerbitan SPTPD, SKPDKB dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a adalah prosedur yang dilakukan untuk menerbitkan

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segals rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang