DISTILASI AIR ENERGI SURYA
JENIS
ABSORBER
KAIN
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai Sarjana Teknik di bidang Teknik Mesin
Disusun oleh :
SEKAR WIDHI HAYUNINGTYAS
NIM : 155214030
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
TO THE PERFORMANCE OF WICK TYPE
SOLAR ENERGY WATER DISTILLATION
FINAL PROJECT
As Partial Fullfillment of the Requirement
to Obtain the Sarjana Teknik Degree in Mechanical Engineering
Presented by :
SEKAR WIDHI HAYUNINGTYAS
Student Number : 155214030
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
vii
ABSTRAK
Salah satu cara untuk mendapatkan air bersih adalah melalui penjernihan air menggunakan distilasi air energi surya. Keunggulan dari distilasi air energi surya adalah biaya pembuatan yang murah dan menggunakan teknologi yang sederhana sehingga mudah digunakan. Proses utama dalam distilasi adalah penguapan dan
pengembunan. Air yang akan didistilasi dialirkan ke dalam absorber untuk
dipanaskan dan mengalami penguapan. Lalu uap air tersebut akan naik dan bersentuhan dengan kaca. Karena temperatur bagian luar kaca lebih rendah daripada temperatur di dalam kaca, maka akan terjadi pengembunan dan embun yang dihasilkan merupakan hasil air distilasi. Masalah yang ada saat ini adalah rendahnya efisiensi dan air hasil distilasi. Pada penelitian ini, akan ditambahkan kolektor untuk meningkatkan temperatur air masuk distilasi sehingga mempercepat proses penguapan dan hasil yang diperoleh menjadi lebih banyak. Pada penelitian ini terdapat tiga alat yang akan digunakan yaitu distilasi kain sebagai pembanding dan distilasi kain menggunakan kolektor yang akan divariasikan dengan reflektor
sebagai alat penelitian. Laju aliran air masuk absorber akan divariasikan sebesar
2,4 liter/jam, 3 liter/jam, dan 3,6 liter/jam. Hasil efisiensi tertinggi sebesar 31% diperoleh variasi 2 pada saat digunakan debit 3 liter/jam dengan hasil air distilasi 1,35 liter (3,17 liter/m2.hari). Efisiensi pada saat digunakan kolektor yang diberi
variasi reflektor dengan luas 0,33 m2 sebesar 23% dengan hasil air distilasi 1,33
liter (3,13 liter/m2.hari) dan efisiensi pada saat digunakan kolektor yang diberi
variasi reflektor dengan luas 0,66 m2 sebesar 16% dengan hasil air 1,40 liter (3,3
liter/m2.hari).
viii
ABSTRACT
One way to get clean water through water purification is using solar energy water distillation. The advantages of solar energy water distillation are the cost of making is cheap and using simple technology so that it is easy to use. The main processes in distillation are evaporation and condensation. The water to be distilled is flowed into the absorber to be heated and subjected to evaporation. Then the water vapor will rise and come into contact with the glass. Because the temperature of the outside of the glass is lower than the temperature inside the glass, condensation will occur meanwhile the moisture produced is the result of distillation water. Current problems are low efficiency and distilled water produced. In this study, will be added the use of a collector to increase the temperature of distillated inlet water so that the evaporation process accelerates and the results obtained become more numerous. In this study there are three tools that will be used, namely wick type distillation as a comparison and wick type distillation using a collector which will be varied with reflector as a research tool. The absorber intake water flow rate will be varied by 2,4 liters/hour, 3 liters/hour, and 3,6 liters/hour. The highest efficiency results of 31% is obtained by variation 2 at the time of discharge of 3 liters/hour with distilled water yield of 1,35 liters (3.17
liters/m2.day). The efficiency when used by the collector which is given a variation
of the reflector with an area of 0.33 m2 by 23% with the results of distillation water
1.33 liters (3.13 liters/m2.day) and efficiency when used by the collector which is
given a reflector variation of 0, 66 m2 by 16% with water yield of 1.40 liters (3.3
liters/m2.day).
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat wajib bagi mahasiswa Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma, untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik di Program Studi Teknik Mesin.
Berkat bimbingan, nasehat, dan doa yang diberikan oleh berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati dan ketulusan, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
2. Ir. Petrus Kanisius Purwadi, M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin,
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
3. Ir. F.A. Rusdi Sambada, M.T. selaku Dosen Pembimbing Skripsi.
4. Dr. Eng. I Made Wicaksana Ekaputra, selaku Dosen Pembimbing Akademik.
5. Seno dan Ana sebagai orang tua penulis yang selalu memberi semangat dan
dorongan baik berupa materi maupun spiritual.
6. Seluruh Dosen Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta atas semua ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama perkuliahan.
7. Seluruh Tenaga Kependidikan Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Sains
dan Teknologi, yang telah membantu saya selama perkuliahan hingga selesainya penulisan skripsi ini.
8. Teman-teman Kelompok Tugas Akhir Rekayasa Surya yang telah berjuang
bersama.
9. Martinez Yoel, Dea Nugroho Putro, dan Adhika Karunia Putra yang menjadi
xi
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...vi
ABSTRAK ... vii
1.2 Identifikasi Masalah ... 2
1.3 Rumusan Masalah ... 3
1.4 Batasan Masalah ... 3
1.5Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5
2.1 Penelitian Terdahulu ... 5
2.2 Landasan Teori ... 9
xii
BAB III METODE PENELITIAN ... 13
3.1 Metode Penelitian ... 13
3.2 Langkah Penelitian ... 13
3.3 Skema dan Spesifikasi Alat ... 15
3.4 Variabel yang Divariasikan... 18
3.5 Parameter yang Diukur ... 18
3.6 Alat Ukur yang Digunakan ... 18
3.7 Langkah Analisis Data ... 19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20
4.1 Data Penelitian ... 20
4.2 Hasil Penelitian ... 25
4.3 Analisis Efek Temperatur Air Masuk dengan Variasi Debit terhadap Unjuk Kerja Variasi 1, 2, dan 3 ... 33
4.4 Analisis Efek Temperatur Air Masuk dengan Menggunakan Kolektor dan Reflektor terhadap Unjuk Kerja Variasi 3, 4, dan 5... 40
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Data rata-rata tiap jam alat penelitian pada variasi 1 ... 20
Tabel 4.2 Data rata-rata tiap jam alat pembanding pada variasi 1 ... 21
Tabel 4.3 Data rata-rata tiap jam alat penelitian pada variasi 2 ... 21
Tabel 4.4 Data rata-rata tiap jam alat pembanding pada variasi 2 ... 22
Tabel 4.5 Data rata-rata tiap jam alat penelitian pada variasi 3 ... 22
Tabel 4.6 Data rata-rata tiap jam alat pembanding pada variasi 3 ... 23
Tabel 4.7 Data rata-rata tiap jam alat penelitian pada variasi 4 ... 23
Tabel 4.8 Data rata-rata tiap jam alat pembanding pada variasi 4 ... 24
Tabel 4.9 Data rata-rata tiap jam alat penelitian pada variasi 5 ... 24
Tabel 4.10 Data rata-rata tiap jam distilasi kain pada variasi 5 ... 25
Tabel 4.11 Hasil perhitungan alat penelitian pada variasi 1 ... 26
Tabel 4.12 Hasil perhitungan alat pembanding pada variasi 1 ... 26
Tabel 4.13 Hasil perhitungan alat distilasi pada variasi 2 ... 27
Tabel 4.14 Hasil perhitungan alat pembanding pada variasi 2 ... 27
Tabel 4.15 Hasil perhitungan alat peneltian pada variasi 3 ... 28
Tabel 4.16 Hasil perhitungan alat pembanding pada variasi 3 ... 28
Tabel 4.17 Hasil perhitungan alat penelitian pada variasi 4 ... 29
Tabel 4.18 Hasil perhitungan alat pembanding pada variasi 4 ... 29
Tabel 4.19 Hasil perhitungan alat penelitian pada variasi 5 ... 30
Tabel 4.20 Hasil perhitungan alat pembanding pada variasi 5 ... 30
Tabel 4.21 Perhitungan energi berguna kolektor (qc) dan Ƞc kolektor pada variasi 1 ... 31
Tabel 4.22 Perhitungan energi berguna kolektor (qc) dan Ƞc kolektor pada variasi 2 ... 31
Tabel 4.23 Perhitungan energi berguna kolektor (qc) dan Ƞc kolektor pada variasi 3 ... 31
xiv
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Distilasi jenis absorber kain ... 15
Gambar 3.2 Kolektor energi surya pipa seri ... 16
Gambar 3.3 Kolektor energi surya dengan reflektor ... 16
Gambar 3.4 Alat distilasi kain menggunakan kolektor ... 17
Gambar 3.5 Alat distilasi kain dengan kolektor dan reflektor ... 17
Gambar 4.1 Perbandingan efisiensi antara alat penelitian dengan alat pembanding pada variasi 1, 2, dan 3 ... 33
Gambar 4.2. Perbandingan hasil air alat penelitian dengan alat pembanding pada variasi 1,2, dan 3 ... 34
Gambar 4.3 Perbandingan nilai hkonveksi alat penelitian dan alat pembanding terhadap energi surya yang datang pada variasi 1 ... 35
Gambar 4.4 Perbandingan nilai ∆T alat penelitian dan alat pembanding terhadap energi surya yang datang pada variasi 1 ... 36
Gambar 4.5 Perbandingan nilai hkonveksi alat penelitian dan alat pembanding terhadap energi surya yang datang pada variasi 2 ... 37
Gambar 4.6 Perbandingan nilai ∆T alat penelitian dan alat pembanding terhadap energi surya yang datang pada variasi 2 ... 37
Gambar 4.7 Perbandingan nilai hkonveksi.∆T antara alat penelitian dan alat pembanding pada variasi 3, 4, dan 5 ... 38
Gambar 4.8 Perbandingan efisiensi antara alat penelitian dengan alat pembanding pada variasi 3, 4, dan 5 ... 40
Gambar 4.9 Perbandingan hasil air distilasi antara alat penelitian dengan alat pembanding pada variasi 3, 4, dan 5 ... 41
Gambar 4.10 Perbandingan nilai hkonveksi antara alat penelitian dengan alat pembanding pada variasi 4 ... 43
xvi
Gambar 4.12 Perbandingan nilai hkonveksi antara alat penelitian dengan alat pembanding pada
variasi 5 ... 44
Gambar 4.13 Perbandingan nilai ∆T antara alat penelitian dengan alat pembanding pada
variasi 5 ... 45
Gambar 4.14 Perbandingan nilai rata-rata hkonveksi.∆T antara alat penelitian dengan alat
pembanding pada variasi 3, 4, dan 5 ... 46
Gambar 4.15 Perbandingan nilai rata-rata harian qc kolektor pada variasi 3, 4, dan 5 .... 48
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Sifat Air dan Uap Jenuh ... 53
Lampiran 2. Tabel Sifat Air dan Uap Jenuh (Lanjutan) ... 54
Lampiran 3. Gambar Alat Penelitian... 55
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan dasar manusia yang meningkat seiring dengan
berkembangnya jumlah populasi manusia di dunia. Ketersediaan air yang terbatas
dan semakin banyaknya jumlah manusia menyebabkan terjadinya krisis air bersih.
Kualitas air yang buruk dapat menyebabkan berbagai penyakit yang berujung
kematian.
Akibat penurunan kualitas air, harus dilakukan suatu proses untuk memperoleh
air bersih. Salah satu cara untuk memperoleh air bersih adalah melalui proses
distilasi (penyulingan). Yang terpenting dari proses distilasi adalah adanya sumber
energi panas yang berfungsi untuk menguapkan air. Salah satu sumber energi panas
yang mudah didapat dan tidak terbatas adalah energi surya. Energi surya berfungsi
untuk menguapkan air terkontaminasi didalam alat distilasi. Keuntungan dari
distilasi energi surya ini adalah ramah lingkungan, biaya pembuatan dan perawatan
yang murah, dan pengoperasian alat yang mudah karena menggunakan teknologi
sederhana.
Prinsip kerja distilasi surya adalah dengan menguapkan air terkontaminasi
lalu hasil penguapan tersebut diembunkan. Kotoran akan mengendap pada
permukaan alat, sedangkan uap yang telah mengembun merupakan air bersih yang
diperoleh dari distilasi. Dalam distilasi terdapat dua proses penting yaitu penguapan
alat distilasi dengan arbsorber kain. Dengan memanfaatkan prinsip kapilaritas kain,
air terkontaminasi akan menyebar ke seluruh permukaan kain dan membentuk
lapisan tipis, sehingga area penguapan akan menjadi lebih besar dan mempercepat
proses penguapan. Selain itu, kaca penutup menjadi salah satu komponen penting
dalam alat distilasi yang berfungsi sebagai tempat pengembunan air yang sudah
diuapkan, kaca juga dapat mencegah energi panas yang sudah masuk ke dalam alat
agar tidak terbuang ke lingkungan.
Unjuk kerja alat distilasi dapat dinyatakan melalui efisiensi dan jumlah air
bersih yang dihasilkan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi distilasi
antara lain, keefektifan absorber dalam menyerap radiasi, keefektifan kaca
absorber dalam proses pengembunan, massa air yang akan didistilasi, dan
temperatur awal air yang akan didistilasi. Permasalahan yang ada saat ini adalah
rendahnya efisiensi dan hasil air distilasi yang disebabkan oleh temperatur air
masuk distilasi yang rendah. Pada penelitian akan digunakan kolektor air energi
surya untuk memanaskan air masuk alat distilasi. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan temperatur air masuk alat distilasi sehingga proses penguapan dapat
lebih cepat dan jumlah air bersih yang diperoleh menjadi lebih banyak. Dalam
penelitian ini juga akan digunakan variasi reflektor yang dipasangkan pada kolektor
untuk menambah luas penyerapan energi surya oleh kolektor.
1.2 Identifikasi Masalah
Pada latar belakang telah dijelaskan bahwa salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi efisiensi distilasi adalah temperatur awal air yang akan didistilasi.
divariasikan dengan reflektor untuk menambah energi matahari yang diterima oleh
kolektor sehingga temperatur air yang dihasilkan maksimal.
1.3
Rumusan Masalah
Distilasi merupakan alat yang digunakan untuk memperoleh air bersih dengan
cara menguapkan terlebih dahulu air yang terkontaminasi, lalu mengembunkan uap
air tersebut dan hasil dari pengembunan merupakan air bersih. Distilasi dibuat
dengan kain sebagai absorber yang merupakan tempat terjadinya proses penguapan
dan kaca penutup sebagai tempat terjadinya pengembunan. Dengan memanfaatkan
sifat kapilaritas yang dimiliki kain, air akan menyebar ke seluruh permukaan kain
secara merata. Sebelum melalui proses distilasi, air dipanaskan terlebih dahulu
dengan kolektor air energi surya. Adapun rumusan masalah pada penelitian ini
adalah bagaimana efek temperatur air masuk terhadap unjuk kerja (efisiensi dan
hasil air) distilasi kain menggunakan kolektor air energi surya?
1.4 Batasan Masalah
Batasan-batasan yang diambil dalam penelitian ini adalah:
1. Alat penelitian berupa 1 perangkat distilasi kain yang selanjutnya disebut
sebagai alat pembanding dan 1 perangkat distilasi kain menggunakan
kolektor air tenaga surya jenis pipa seri yang selanjutnya disebut sebagai
alat penelitian.
2. Debit aliran alat pembanding dibuat tetap sebesar 3,6 liter/jam.
4. Alat distilasi dipasang dengan kemiringan 15o agar air hasil pengembunan
dapat mengalir menuju penampungan.
5. Temperatur alat yang terukur diasumsikan merata.
1.5
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini ini adalah menganalisis efek temperatur air masuk
absorber dengan variasi debit dan efek temperatur air masuk absorber dengan
kolektor yang divariasikan dengan reflektor terhadap unjuk kerja distilasi kain.
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat menjadi referensi bagi peneliti lain untuk
melakukan penelitian sejenis dan menambah kepustakaan mengenai teknologi
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Perkembangan alat distilasi sudah dimulai sejak pertengahan abad ke-19, pada
tahun 1872 di Chili tepatnya di Las Salinas telah didirikan pabrik distilasi untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat sekitarnya. Pabrik seluas 5000 m2 ini, pada
musim panas dapat menghasilkan 20.000 liter air segar atau dengan kata lain
prestasi dari alat ini adalah 4L/m2 per hari. Pada tahun 1999, di Jayapura dibuat
suatu alat distilasi dengan menggunakan kolektor surya dengan ukuran 100 x 70
cm. Alat ini mampu menghasilkan 705 ml air bersih (1L/m2) per hari pada cuaca
cerah (Holman, J.P., 1991).
Untuk mengetahui kemampuan alat desalinasi tipe solar still dalam menyerap
energi kalor matahari dan penggunaannya dalam proses kondensasi dibuat alat
distiller dengan plat penyerap panas dan kain di dalamnya serta akrilik sebagai
pentransmisian. Sistem kerja berawal dari air diteteskan melalui pipa dan jatuh pada
kain yang akan menyerap air. Radiasi akan memanaskan plat penyerap panas
melalui akrilik kemudian panas plat memanaskan air pada kain hingga menjadi uap
dan menempel pada permukaan dalam akrilik hingga terkondensasi menjadi air
suling. Pengukuran volume alat sebesar 6 liter dengan luasan plat penyerap panas
900 x 550 mm. Alat ini memiliki efisiensi teoritis maksimum 25,10% dan efisiensi
Untuk membandingkan performansi alat distilasi air laut yang menggunakan
bahan dasar kaca dan bahan dasar papan mika maka dibuat alat distilasi dengan
dimensi luas alat 100 x 40 cm, tinggi dinding 20 cm, dan kemiringan penutup 30o
yang dapat menampung air sebanyak 20 liter. Alat distilasi surya dengan bahan
dasar kaca memiliki hasil lebih banyak dengan rata-rata sebesar 324 mL per hari
(Adhie, dkk., 2017).
Dilakukan penelitian untuk mengetahui kenaikan unjuk kerja alat distilasi bak
dengan menggunakan kolektor yang berfungsi untuk menaikkan temperatur air
masuk ke dalam destilator. Reflektor ditambahkan untuk menaikkan energi surya
yang masuk ke dalam destilator. Hasil tertinggi dalam penelitian ini sebesar 0,85
liter diperoleh pada variasi ketinggian 5 mm destilator menggunakan reflektor.
Semakin kecil ketinggian air di dalam destilator maka hasil yang diperoleh akan
semakin banyak. Hasil efisiensi tertinggi juga diperoleh variasi ketinggian 5 mm
destilator menggunakan reflektor yang memimiliki efisiensi rata-rata sebesar
27,4%. Walaupun ketiga alat ini menerima intensitas surya yang sama, namun
jumlah energi surya yang diterima destilator berbeda. Penggunaan reflektor dan
kolektor merupakan cara untuk meningkatkan hasil air distilasi namun belum tentuk
menaikkan efisiensinya (Puja dan Sambada, 2012).
Matahari sebagai sumber energi tak terbatas memancarkan energi radiasi panas
sebesar 1000 W/m2 pada siang hari berdasarkan Standards Test Conditons (STC).
Air dari tangki penyimpanan akan bersirkulasi tanpa menggunakan pompa
panas yang terbuat dari tembaga. Hasil dari eksperimen kurang optimal karena
masih terdapat kebocoran pada ruang kolektor (Sidopekso, 2011).
Kaca penutup merupakan komponen penting dalam kolektor yang dapat
mempengaruhi unjuk kerja kolektor. Secara umum diperoleh hasil bahwa dengan
menggunakan dua buah kaca penutup diperoleh hasil efisiensi yang lebih baik
dibandingkan dengan satu kaca penutup. Perbedaan suhu antara digunakan satu
kaca penutup dan dua kaca penutup dapat mencapai 17 oC (Tirtoatmodjo dan
Handoyo, 1999).
Konsentrator paralel semi silindris digunakan untuk meningkatkan penyerapan
kalor, sehingga kinerja pemanas air energi surya semakin meningkat. Dari hasil
penelitian yang dilakukan, diperoleh temperatur tertinggi sebesar 44 oC dengan
radiasi matahari mencapai 1000 W/m2 dengan efisiensi 13%, sedangkan yang tidak
menggunakan penyimpan kalor dihasilkan temperatur sebesar 56 oC dengan radiasi
matahari sebesar 1015 W/m2 dengan efisiensi 17,17% (Karman, Surya, dkk., 2015).
Reflector Linear Parabolic Concentrating merupakan alat untuk
mengumpulkan dan memantulkan secara terfokus energi matahari pada absorber.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui energi berguna dari kolektor dan
mengetahui besarnya efisiensi kolektor. Diperoleh hasil besarnya energi berguna
dari reflektor parabolik sebesar 474,65 W, energi yang tersimpan di dalam tangki
maksimum 440,87 W, dan efisiensi sesaat Reflector Linear Parabolic
Concentrating yaitu 16,23 % - 47,01% (Rahman, dkk., 2017).
Tingginya suhu kerja Photovoltaic dapat dimanfaatkan untuk memanaskan air.
energi surya dengan sel surya sebagai absorber. Alat ini mampu menghasilkan air
dengan temperatur 40 oC dengan jumlah sebanyak 50 liter dalam waktu lima jam
pada saat cuaca cerah (Subarkah dan Belyamin, 2011).
Di dalam kolektor terdapat beberapa komponen diantaranya pipa pemanas
yang berfungsi sebagai media untuk mengalirkan air ke dalam tangki penyimpanan.
Faktor yang dapat mempengaruhi kinerja kolektor antara lain jarak ataupun
diameter belokan pipa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perpindahan
panas yang terjadi pada kolektor pemanas air tenaga surya dengan variasi jarak pipa
tembaga. Diperoleh perpindahan panas konveksi paling besar dengan jarak pipa
tembaga 5 cm yaitu 549,73 W pada intensitas matahari tertinggi 723,33 W/m2
dengan efisiensi perubahan suhu sebesar 33,33 % (Susanto dan Irawan, 2017).
Distilasi merupakan proses untuk memisahkan air dengan kandungan
berbahaya yang ada di dalamnya. Distilasi energi surya dapat menjadi salah satu
cara untuk mendapatkan air bersih yang akan sangat berguna di masa depan.
Penggunaan sirip dapat menambah luas area disitilasi sehingga temperatur dan air
hasil distilasi meningkat. Material absorber menjadi salah satu hal yang harus
diperhatikan untuk meningkatkan temperatur dan hasil air distilasi (Mohan, dkk.,
2017).
Untuk mengetahui produktivitas alat distilasi energi surya dibuat tiga alat yaitu
distilasi surya dengan energi pasif, disitilasi surya dengan kolektor, dan distilasi
surya dengana kolektor yang diberi tambahan tabung tembaga untuk mendapatkan
panas laten. Hasil produktivitas distilasi surya dengan kolektor lebih tinggi 42%
2.2 Landasan Teori
Distilasi merupakan sebuah proses pemisahan air yang terkontaminasi dengan
kontaminannya. Di dalam distilasi, terdapat dua proses utama yaitu penguapan dan
pengembunan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya penguapan
antara lain luas permukaan, lama waktu pemanasan, tekanan dan temperatur air,
sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengembunan adalah tekanan dan
temperatur.
Komponen utama dalam alat distilasi adalah absorber sebagai tempat
terjadinya penguapan air dan kaca penutup sebagai tempat terjadinya
pengembunan. Agar terjadi penguapan, absorber harus mampu menyerap panas
matahari sehingga absorber diberi warna hitam karena warna hitam memiliki
kemampuan absorbsivitas panas matahari yang baik. Selain itu, temperatur yang
dimiliki kaca penutup juga berpengaruh terhadap proses pengembunan. Semakin
rendah temperatur yang dimiliki oleh kaca penutup, maka pengembunan juga akan
lebih cepat terjadi.
Dalam penelitian ini digunakan distilasi surya dengan absorber berupa kain.
Distilasi ini memanfaatkan prinsip kapilaritas yang dimiliki kain sehingga air yang
masuk ke dalam alat distilasi akan meresap keseluruh bagian absorber dan
menguap. Kain dapat mengalirkan air ke seluruh bagian absorber sedikit demi
sedikit. Karena lapisan yang terbentuk di absorber merata menyebabkan massa air
yang diuapkan sedikit sehingga penguapan dapat berlangsung dengan lebih cepat.
Temperatur air yang akan didistitlasi dapat mempengaruhi besarnya efisiensi
kolektor air energi surya. Kolektor bertugas untuk memanaskan terlebih dahulu air
yang akan didistilasi, sehingga temperatur air yang dihasilkan tinggi. Dengan
temperatur air masuk alat distilasi tinggi, maka air dalam absorber tidak
membutuhkan waktu yang lama untuk menguap, sehingga penguapan dapat cepat
terjadi dan hasil yang diperoleh menjadi lebih banyak.
Untuk menambah energi panas yang diterima oleh kolektor, maka kolektor
divariasikan dengan reflektor. Reflektor berfungsi untuk mengumpulkan panas
matahari yang selajutnya akan dipantulkan ke dalam kolektor, sehingga energi
panas matahari yang diterima kolektor menjadi bertambah.
Efisiensi alat distilasi surya didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah
energi yang digunakan dalam proses penguapan air dengan jumlah energi surya
yang datang selama waktu pemanasan (Arismunandar, 1995). Efisiensi distilasi
dapat dihitung dengan persamaan:
𝜂 = 𝑚.ℎ𝑓𝑔
𝐴𝑐.∫ 𝐺.𝑑𝑡0𝑡 × 100% (1)
Dengan Ƞ adalah efisiensi distilasi (%), m adalah hasil air distilasi (kg), hfg adalah
panas laten penguapan (J/kg), Ac adalah luas alat distilasi (m2), G adalah jumlah
energi surya yang datang (W/m2), dan dt adalah lama waktu pemanasan (detik).
Proses penguapan dari absorber menuju kaca dapat didefinisikan dengan quap
yang merupakan laju penguapan air dari absorber ke permukaan kaca yang dapat
dihitung dengan persamaan:
𝑚 𝑥ℎ𝑓𝑔= 𝑞𝑢𝑎𝑝 = 16.27𝑥10−3𝑥 𝑞𝑘𝑜𝑛𝑣 𝑥[𝑃𝑤−𝑃𝑐]
Dengan m adalah hasil air yang diperoleh (kg/m2), hfg adalah panas laten
penguapan (J/kg), qkonv adalah laju perpindahan panas secara konveksi (W/m2), Pw
merupakan tekanan parsial uap air pada temperatur air (Pa), Pc merupakan tekanan
parsial uap air dalam temperatur kaca penutup (Pa), Tw adalah temperatur absorber
(oC), Tc adalah temperatur kaca (oC).
Dalam proses distilasi terjadi perpindahan panas secara konveksi (qkonv) yang
didefinisikan sebagai laju perpindahan panas secara konveksi (W/m2) yang dapat
dihitung menggunakan:
𝑞𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑘𝑠𝑖 = 𝑞𝑢𝑎𝑝 (𝑇𝑤−𝑇𝑐)
16,27𝑥10−3(𝑃𝑤−𝑃𝑐) 𝑊 𝑚⁄ 2 (3)
Tw merupakan temperatur air dalam absorber (oC), Tc merupakan temperatur kaca
penutup (oC), Pw merupakan tekanan parsial uap air pada temperatur air (Pa), dan
Pc merupakan tekanan parsial uap air dalam temperatur kaca penutup (Pa).
Terdapat juga hkonveksi yang merupakan koefisien konveksi W/m2oC yang dapat
dihitung dengan persamaan:
ℎ𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑘𝑠𝑖=𝑞𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑘𝑠𝑖
(𝑇𝑤−𝑇𝑐) 𝑊 𝑚⁄ 2°𝐶 (4)
Dalam penelitian ini digunakan kolektor untuk menambah temperatur air
masuk alat distilasi. Efisiensi kolektor didefinisikan sebagai perbandingan antara
jumlah energi yang digunakan kolektor untuk menaikkan temperatur air terhadap
jumlah energi surya yang datang yang dapat diselesaikan dengan persamaan:
𝜂𝑐= 𝑞𝑐
dengan Ƞc merupakan efisiensi kolektor (%), qc adalah energi berguna kolektor
(W/m2), Ac adalah luasan kolektor (m2), karena pada penelitian ini digunakan pula
reflektor maka pada luasan kolektor dapat ditambah dengan luasan aperture
reflektor, dan G merupakan energi surya yang datang (W/m2). Besarnya qc dapat
dihitung dengan persamaan:
𝑞𝑐 = 𝑚𝑐. 𝐶𝑝. ∆𝑇 (6)
dengan mc merupakan laju aliran massa fluida (kg/s), Cp merupakan kalor spesifik
pada tekanan konstan (kJ/kg.oC), dan ∆T merupakan selisih temperatur air keluar
dan air masuk kolektor (oC).
2.3 Hipotesis
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan diperoleh dugaan bahwa
penggunaan kolektor dapat meningkatkan temperatur air masuk absorber sehingga
berpengaruh terhadap unjuk kerja alat distilasi.
13
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Alat distilasi yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah dua buah. Satu
alat distilasi merupakan alat distilasi jenis absorber kain tanpa dilengkapi kolektor
yang selanjutnya disebut sebagai alat pembanding. Sedangkan satu alat distilasi
lainnya dilengkapi dengan kolektor dan divariasikan dengan reflektor untuk
selanjutnya disebut sebagai alat penelitian. Penambahan kolektor bertujuan untuk
menaikkan temperatur air masuk ke dalam absorber guna mempercepat proses
penguapan dalam absorber sehingga hasil distilasi yang diperoleh menjadi lebih
banyak. Sedangkan penambahan reflektor bertujuan untuk menambah energi surya
yang masuk ke dalam kolektor agar temperatur dalam kolektor meningkat sehingga
menghasilkan air dengan temperatur tinggi.
Eksperimen dilakukan selama lima hari yang dilakukan di lapangan terbuka.
Pengambilan data diambil selama delapan jam mulai dari pukul 08.00 WIB sampai
dengan pukul 16.00 WIB.
3.2. Langkah Penelitian
Secara rinci langkah penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan dua model distilasi kain yaitu (1) model distilasi dengan
tambahan kolektor pipa seri sebagai alat penelitian dan (2) model distilasi
tanpa tambahan kolektor sebagai alat pembanding.
3. Mencatat temperatur dalam absorber (Tw), temperatur kaca penutup (Tc),
jumlah air distilasi yang dihasilkan (liter), energi yang datang dari energi
surya (G). Pengambilan data dilakukan selama 3 (tiga) hari.
4. Melakukan pengulangan langkah (2) dan (3) dengan variasi debit aliran air
masuk alat distilasi sebesar 3 liter/jam dan 3,6 liter/jam.
5. Menyiapkan dua model distilasi yaitu (1) model distilasi dengan kolektor
yang divariasikan dengan reflektor sebagai alat penelitian dan (2) model
distilasi tanpa tambahan kolektor dan reflektor sebagai alat pembanding.
6. Mengatur debit aliran air masuk absorber sebesar 3,6 liter/jam.
7. Melakukan pengulangkan langkah (3) selama 2 (dua) hari. Dengan variasi
luas reflektor 0,33 m2 pada hari ke 4 (empat) dan luas reflektor 0,66 m2
pada hari ke 5 (lima).
8. Melakukan analisis yang disertai dengan pembuatan grafik hubungan
massa air yang dihasilkan dengan debit air masuk absorber, dan efisiensi
alat distilasi dengan debit air masuk absorber pada semua variasi yang
3.3. Skema dan Spesifikasi Alat
Gambar 3.1 Distilasi jenis absorber kain
Bak absorber terbuat dari multiplek 62 x 82 cm dengan ketebalan 4,5 cm.
Absorber terbuat dari plat aluminium dengan tebal 1,5 mm dengan luas absorber
56 x 76 cm. Seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1, dinding penampung air dilapisi
dengan karet hitam dengan tebal 3 mm yang digunakan sebagai isolasi. Pemasangan
kain pada absorber dibuat bertingkat untuk memudahkan air mengalir melapisi
seluruh lapisan kain. Absorber ditutup dengan kaca dengan tebal 3 mm. Seluruh
bagian absorber dan kain diberi cat warna hitam untuk memaksimalkan penyerapan
energi surya. Absorber dipasang dengan kemiringan 15o agar hasil air distilasi dapat
Gambar 3.2 Kolektor energi surya pipa seri
Kolektor terbuat dari multiplek berukuran 62 x 81 cm, dengan ketebalan 4,5
cm dan luas absorber kolektor sebesar 56 x 75 cm. Pipa di dalam kolektor terbuat
dari pipa tembaga yang disusun seri dengan panjang total pipa 3,5 m. Kolektor
ditutup kaca dengan ketebalan 3 mm. Kolektor dipasang dengan kemiringan 30o.
Seluruh bagian kolektor diberi cat warna hitam.
Reflektor terbuat dari multiplek dengan ukuran 59 cm x 81 cm. Reflektor
dipasang di sebelah kanan dan kiri kolektor dengan sudut 45o. Reflektor dilapisi
dengan aluminium foil agar pantulan reflektor yang diberikan ke kolektor
maksimal. Pada saat digunakan variasi luasan reflektor 0,33 m2, sebagian luas
reflektor akan ditutup dengan kain terpal untuk menghalangi energi surya yang
masuk.
Gambar 3.4 Alat distilasi kain menggunakan kolektor
3.4 Variabel yang Divariasikan
Temperatur air masuk divariasikan dengan menggunakan kolektor dan
reflektor. Selain itu, temperatur air masuk juga divariasikan dengan debit air masuk
absorber. Adapun variabel yang divariasikan dalam penelitian ini yaitu variasi 1
dengan debit air masuk absorber 2,4 liter/jam menggunakan kolektor, variasi 2
dengan debit air masuk absorber 3 liter/jam menggunakan kolektor, variasi 3
dengan debit air masuk absorber 3,6 liter/jam menggunakan kolektor, variasi 4
dengan debit air masuk absorber 3,6 liter/jam menggunakan kolektor dan reflektor
dengan luas reflektor 0,33 m2, dan variasi 5 dengan debit air masuk absorber 3,6
liter/jam menggunakan kolektor dan reflektor dengan luas reflektor 0,66 m2.
3.5. Parameter yang Diukur
Pada penelitian ini parameter-parameter yang akan diukur antara lain hasil air
alat penelitian (m1), hasil air alat pembanding (m3), temperatur air masuk alat
penelitian (Tin1), temperatur air masuk kolektor (Tin2), temperatur air keluar alat
penelitian (Tout1), temperature air keluar kolektor (Tout2), temperatur absorber alat
penelitian (Tw1), temperatur absorber kolektor (Tw2), temperatur absorber alat
pembanding (Tw3), temperatur kaca absorber alat penelitian (Tc1), temperatur kaca
kolektor (Tc2), temperatur kaca alat pembanding (Tc3), dan energi surya yang
datang (G). Temperatur akan diukur dalam satuan oC, hasil air dalam liter, dan
energi surya yang datang dalam satuan W/m2.
3.6. Alat Ukur yang Digunakan
Berbagai alat ukur digunakan untuk membantu proses pengambilan data,
1. Etape Sensor digunakan untuk mencatat ketinggian level air hasil distilasi
dari awal hingga akhir, sehingga dapat diambil rata-rata air yang dihasilkan.
2. TDS Sensor digunakan untuk mengukur suhu yang terdapat pada alat
distilasi. Dalam penelitian ini, digunakan total 3 (tiga) sensor dalam
penelitian ini, 2 (dua) sensor untuk alat distilasi dan 1 (satu) sensor untuk
pembanding.
3. Solar meter digunakan sebagai alat ukur radiasi sinar matahari yang
diperoleh alat distilasi.
4. Stopwatch digunakan untuk mengukur lamanya waktu yang diperlukan
dalam pengambilan data.
5. Gelas ukur digunakan untuk mengukur volume air dalam satuan mL.
6. Arduino 1.8.5 program merupakan program yang digunakan untuk membaca
data yang berasal dari sensor TDS.
3.7. Langkah Analisis Data
Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Menganalisis efek temperatur air masuk dengan menggunakan kolektor dan
variasi debit air masuk kolektor terhadap unjuk kerja distilasi pada variasi
1, 2, 3
2. Menganalisis efek temperatur air masuk dengan menggunakan kolektor dan
20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Penelitian
Data setiap 10 detik untuk semua parameter yang telah dicatat dirata-rata tiap 1
jam. Rata-rata data tiap jam pada semua variasi dapat dilihat pada Tabel 4.1 hingga
Tabel 4.9 berikut:
Tabel 4.1 Data rata-rata tiap jam alat penelitian pada variasi 1
Jam
Hasil
Temperatur pada distilasi Temperatur pada kolektor
Tabel 4.2 Data rata-rata tiap jam alat pembanding pada variasi 1
Tabel 4.3 Data rata-rata tiap jam alat penelitian pada variasi 2
Jam
Hasil
Temperatur pada distilasi Temperatur pada kolektor
Tabel 4.4 Data rata-rata tiap jam alat pembanding pada variasi 2
Tabel 4.5 Data rata-rata tiap jam alat penelitian pada variasi 3
Jam
Hasil
Temperatur pada distilasi Temperatur pada kolektor
Tabel 4.6 Data rata-rata tiap jam alat pembanding pada variasi 3
Tabel 4.7 Data rata-rata tiap jam alat penelitian pada variasi 4
Jam
Hasil
Temperatur pada distilasi Temperatur pada kolektor
Tabel 4.8 Data rata-rata tiap jam alat pembanding pada variasi 4
Tabel 4.9 Data rata-rata tiap jam alat penelitian pada variasi 5
Jam
Hasil
Temperatur pada distilasi Temperatur pada kolektor
Tabel 4.10 Data rata-rata tiap jam distilasi kain pada variasi 5
efisiensi (Ƞ). Hasil perhitungan dari data penelitian disajikan pada Tabel 4.11 sampai
Tabel 4.11 Hasil perhitungan alat penelitian pada variasi 1
Tabel 4.12 Hasil perhitungan alat pembanding pada variasi 1
Waktu Tw3 Tc3 ∆T m3 Rata-rata tiap jam
qkonveksi quap hkonveksi m3
Tabel 4.13 Hasil perhitungan alat distilasi pada variasi 2
Tabel 4.14 Hasil perhitungan alat pembanding pada variasi 2
Waktu Tw3 Tc3 ∆T m3
Tabel 4.15 Hasil perhitungan alat peneltian pada variasi 3
Tabel 4.16 Hasil perhitungan alat pembanding pada variasi 3
Tabel 4.17 Hasil perhitungan alat penelitian pada variasi 4
Tabel 4.18 Hasil perhitungan alat pembanding pada variasi 4
Waktu Tw3 Tc3 ∆T m3
Rata-rata tiap jam
qkonveksi quap hkonveksi m3
Tabel 4.19 Hasil perhitungan alat penelitian pada variasi 5
Tabel 4.20 Hasil perhitungan alat pembanding pada variasi 5
Waktu Tw3 Tc3 ∆T m3
Rata-rata tiap jam
qkonveksi quap hkonveksi m3
Tabel 4.21 Perhitungan energi berguna kolektor (qc) dan Ƞc kolektor pada variasi 1
Tabel 4.22 Perhitungan energi berguna kolektor (qc) dan Ƞc kolektor pada variasi 2
Waktu mc G ∆T Cp qc qc Ƞc
Tabel 4.23 Perhitungan energi berguna kolektor (qc) dan Ƞc kolektor pada variasi 3
Tabel 4.24 Perhitungan energi berguna kolektor (qc) dan Ƞc kolektor pada variasi 4
Tabel 4.25 Perhitungan energi berguna kolektor (qc) dan Ƞc kolektor pada variasi 5
4.3 Analisis Efek Temperatur Air Masuk dengan Variasi Debit terhadap Unjuk Kerja Variasi 1, 2, dan 3
Gambar 4.1 Perbandingan efisiensi antara alat penelitian dengan alat pembanding pada variasi 1, 2, dan 3
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa efisiensi distilasi alat pembanding lebih besar
dibandingkan dengan efisiensi alat penelitian pada variasi 1, 2, dan 3. Pada variasi 1
dengan laju aliran 2,4 liter/jam, selisih efisiensi antara alat pembanding dengan alat
penelitian sebesar 15%. Pada variasi 2 dengan laju aliran 3 liter/jam, selisih efisiensi
antara alat pembanding dengan alat penelitian sebesar 41%. Pada variasi 3 dengan
laju aliran 3,6 liter/jam, selisih efisiensi antara alat pembanding dengan alat
penelitian sebesar 5%.
Alat pembanding memiliki nilai efisiensi yang lebih tinggi dibanding dengan
alat penelitian disebabkan oleh luas alat distilasi saat menggunakan kolektor lebih
besar daripada saat tidak menggunakan kolektor. Saat dilakukan perhitungan dengan
persamaan (1) nilai Ac yang lebih besar akan memperkecil nilai efisiensi, sehingga
diperoleh nilai efisiensi distilasi kain lebih tinggi daripada distilasi kain
Gambar 4.2. Perbandingan hasil air alat penelitian dengan alat pembanding pada variasi 1,2, dan 3
Gambar 4.2 menunjukkan perbandingan hasil air antara alat penelitian dengan
alat pembanding pada variasi 1, 2, dan 3. Pada variasi 1 hasil air yang diperoleh alat
penelitian sebesar 0,65 liter (1,53 liter/m2.hari), sedangkan hasil air yang diperoleh
alat pembanding 0,75 liter (1,75 liter/m2.hari). Dihasilkan selisih hasil air pada variasi
1 sebesar 15%. Pada variasi 2 hasil air yang dipveroleh alat penelitian sebesar 1,35
liter (3,17 liter/m2.hari), dan hasil air yang diperoleh alat pembanding sebesar 1,36
liter (3,2 liter/m2.hari). Dihasilkan selisih hasil air antara alat penelitian dengan alat
pembanding sebesar 0,7%. Pada variasi 3 hasil air yang diperoleh alat penelitian
sebesar 0,94 liter (2,2 liter/m2.hari), sedangkan hasil air yang diperoleh alat
pembanding sebesar 0,75 liter (1,77 liter/m2.hari). Selisih hasil air antara alat
penelitian dengan alat pembanding pada variasi 3 sebesar 0,19 liter atau 25%.
Hasil air tertinggi alat penelitian diperoleh variasi 2 dengan debit 3 liter/jam.
Hal ini sebanding dengan efisiensi yang dimiliki oleh alat penelitian pada variasi 2
yang lebih tinggi dibandingkan dengan variasi lainnya, yaitu variasi 1 dan 3. Hal ini
menunjukkan bahwa alat penelitian ini memiliki unjuk kerja maksimal pada variasi
0,0
variasi 1 vairiasi 2 variasi 3
2 yaitu dengan debit 3 liter/jam. Pada variasi 1 dengan debit 2,4 liter/jam, air akan
lebih lama mengalir pada absorber karena memiliki debit yang rendah. Karena pada
saat air belum memasuki seluruh absorber, di dalam bagian absorber yang tidak
terdapat air tidak akan terjadi penguapan. Penguapan hanya terjadi apabila terdapat
air pada kain yang berfungsi sebagai absorber. Debit air yang rendah menyebabkan
air akan membutuhkan waktu lebih lama untuk menyebar ke seluruh bagian
absorber, sehingga waktu penguapan pun akan lebih lama dan diperoleh hasil
distilasi yang sedikit. Selain itu, juga terjadi kerugian panas karena sebenarnya
absorber mampu untuk memanaskan air namun tidak ada air yang dapat dipanaskan.
Pada variasi 3 dengan debit 3,6 liter/jam, air akan lebih cepat mengalir memenuhi
bagian absorber. Air yang belum menguap justru dapat menyerap panas yang
diterima absorber sehingga membutuhkan waktu penguapan yang lebih lama.
Dengan adanya air yang tidak menguap maka air tersebut akan keluar alat distilasi
dalam bentuk air panas sebagai energi terbuang.
Gambar 4.3 Perbandingan nilai hkonveksi alat penelitian dan alat pembanding
terhadap energi surya yang datang pada variasi 1
Gambar 4.4 Perbandingan nilai ∆T alat penelitian dan alat pembanding terhadap energi surya yang datang pada variasi 1
Gambar 4.3 dan 4.4 menunjukan bahwa hkonveksi dan ∆T akan meningkat
seiring dengan bertambahnya energi surya yang datang. Gambar 4.3 menunjukkan
nilai hkonveksi alat pembanding lebih tinggi dibandingkan dengan alat penelitian.
Sedangkan pada Gambar 4.4 dapat diketahui bahwa nilai kenaikan ∆T alat penelitian
lebih tinggi dibandingkan dengan alat pembanding. Jika dilihat pada Gambar 4.2,
alat penelitian pada variasi 1 memiliki hasil air distilasi yang lebih rendah
dibandingkan alat pembanding walaupun memiliki nilai kenaikan ∆T yang lebih
tinggi dibandingkan dengan alat pembanding. Hal ini bisa terjadi karena terdapat
kebocoran alat yang tidak diketahui, sehingga walaupun alat telah diberi kolektor dan
memiliki nilai kenaikan ∆T yang lebih tinggi, namun hasil yang diperoleh lebih
rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pada variasi 1, proses penguapan dan
pengembunan yang terjadi pada alat pembanding lebih baik dibandingkan dengan
Gambar 4.5 Perbandingan nilai hkonveksi alat penelitian dan alat pembanding terhadap energi surya yang datang pada variasi 2
Gambar 4.6 Perbandingan nilai ∆T alat penelitian dan alat pembanding terhadap
energi surya yang datang pada variasi 2
Gambar 4.5 menunjukkan bahwa nilai hkonveksi akan meningkat seiring dengan
meningkatnya energi surya yang datang. Nilai kenaikan hkonveksi alat pembanding
lebih tinggi dibandingkan dengan alat penelitian. Sedangkan pada Gambar 4.6 nilai
kenaikan ∆T juga meningkat seiring dengan meningkatnya energi surya yang datang,
pembanding. Walaupun alat penelitian memiliki kenaikan nilai ∆T yang lebih tinggi
dibandingkan dengan alat pembanding, banyaknya hasil air distilasi dan besarnya
nilai hkonveksi alat pembanding lebih tinggi dibandingkan dengan alat penelitian. Hal
ini memungkinkan terjadi kebocoran uap, sehingga uap keluar ke lingkungan.
Gambar 4.7 Perbandingan nilai hkonveksi.∆T antara alat penelitian dan alat pembanding
pada variasi 1, 2, dan 3
Gambar 4.7 merupakan perbandingan nilai rata-rata harian hkonveksi.∆T antara
alat penelitian dan alat pembanding pada variasi 1, 2, dan 3. Pada variasi 1, nilai
hkonveksi.∆T alat penelitian sebesar 153,72 W/m2, sedangkan nilai hkonveksi.∆T alat
pembanding sebesar 176,74 W/m2. Dihasilkan selisih nilai hkonveksi.∆T pada variasi 1
sebesar 15%. Pada variasi 2, nilai hkonveksi.∆T alat penelitian sebesar 316,39 W/m2,
sedangkan nilai hkonveksi.∆T alat pembanding sebesar 321,61 W/m2. Dihasilkan selisih
nilai hkonveksi.∆T pada variasi 2 sebesar 1%. Pada variasi 3, nilai hkonveksi.∆T alat
penelitian sebesar 220,78 W/m2, sedangkan nilai hkonveksi.∆T alat pembanding
sebesar 177,51 W/m2. Dihasilkan selisih nilai hkonveksi.∆T pada variasi 3 sebesar 24%.
hkonveksi merupakan koefisien perpindahan panas konveksi dari absorber ke air. ∆T
merupakan selisih antara temperature absorber dan temperatur kaca absorber.
hkonveksi.∆T didefinisikan sebagai laju perpindahan panas konveksi (qkonveksi).
Berdasarkan Gambar 4.7 dan 4.2 dapat diketahui bahwa besarnya hkonveksi.∆T juga
menentukan besarnya hasil air distilasi. Pada variasi 1 dan 2, alat pembanding
memiliki nilai hkonveksi.∆T yang lebih tinggi dibandingkan dengan alat penelitian,
begitupun juga dengan hasil air distilasi alat pembanding yang lebih tinggi
dibandingkan dengan alat penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa pada variasi 1 dan
2, alat pembanding memiliki energi konveksi yang lebih baik dibanding dengan alat
penelitian. Alat penelitian pada variasi 2 memiliki nilai hkonveksi.∆T paling tinggi
dibanding dengan alat penelitian pada variasi lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa
alat penelitian pada variasi 2, memiliki energi konveksi serta kemampuan penguapan
dan pengembunan yang lebih baik dibandingkan dengan alat penelitian pada variasi
lainnya. Jika dilihat pada Gambar 4.2, alat penelitian pada variasi 2 memiliki hasil
air paling banyak dibandingkan dengan hasil alat penelitian pada variasi lainnya.
Semakin besar nilai hkonveksi.∆T maka hasil air yang diperoleh akan semakin banyak
4.4 Analisis Efek Temperatur Air Masuk dengan Menggunakan Kolektor dan Reflektor terhadap Unjuk Kerja Variasi 3, 4, dan 5
Gambar 4.8 Perbandingan efisiensi antara alat penelitian dengan alat pembanding
pada variasi 3, 4, dan 5
Berdasarkan pada Gambar 4.8, dapat dilihat bahwa efisiensi alat pembanding
lebih tinggi dibandingkan dengan efisiensi alat penelitian pada variasi 3, 4, dan 5.
Pada variasi 3, alat penelitian menghasilkan efisiensi sebesar 30%, sedangkan alat
pembanding menghasilkan efisiensi sebesar 35%, sehingga selisih efisiensinya
sebesar 15%. Pada variasi 4, alat penelitian menghasilkan efisiensi sebesar 23%,
sedangkan alat pembanding menghasilkan efisiensi sebesar 71%, sehingga
dihasilkan selisih efisiensi sebesar 48%. Pada variasi 5, efisiensi alat penelitian
sebesar 16%, sedangkan efisiensi alat pembanding sebesar 40%, sehingga dihasilkan
selisih efisiensi sebesar 24%. Alat pembanding memiliki efisiensi yang lebih besar
dibanding dengan alat penelitian karena alat pembanding memiliki luasan alat yang
lebih besar. Pada alat pembanding, distilasi tidak diberi tambahan kolektor sehingga
luasan alat yang dimiliki hanya luas absorber. Pada alat penelitian, luas absorber
Variasi 3 Variaisi 4 Variasi 5
ditambah dengan luasan kolektor sehingga nilai Ac menjadi lebih besar. Pada variasi
4, alat penelitian diberi tambahan kolektor yang divariasikan dengan reflektor dengan
luasan 0,33 m2. Nilai Ac alat penelitian pada variasi 4 berasal dari luas absorber
ditambah dengan luas kolektor dan luas aperture reflektor. Sehingga bila
dibandingkan dengan alat pembanding akan dihasilkan efisiensi alat pembanding
yang lebih besar. Pada variasi 5, alat penelitian diberi tambahan reflektor dengan
luasan 0,66 m2. Nilai Ac alat penelitian pada variasi 5 berasal dari luas absorber
ditambah dengan luas kolektor dan luas aperture reflektor. Sehingga bila
dibandingkan dengan alat pembanding akan dihasilkan efisiensi alat pembanding
yang lebih besar. Bila alat penelitian pada variasi 3, 4, dan 5 dibandingkan maka akan
diperoleh nilai efisiensi tertinggi sebesar 23% yang dimiliki oleh alat penelitian pada
variasi 4. Alat penelitian pada variasi 4 diberi tambahan reflektor dengan luasan 0,33
m2 sehingga menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan alat
penelitian pada variasi 5 yang diberi tambahan reflektor sebesar 0,66m2.
Gambar 4.9 Perbandingan hasil air distilasi antara alat penelitian dengan alat pembanding pada variasi 3, 4, dan 5
0,0
Variasi 3 Variasi 4 Variasi 5
Berdasarkan Gambar 4.9, alat penelitian pada variasi 3 menghasilkan air
sebanyak 0,94 liter (2,2 liter/m2.hari), sedangkan alat pembanding menghasilkan air
sebanyak 0,75 liter (1,77 liter/m2.hari), sehingga diperoleh selisih hasil air sebesar
25%. Pada variasi 4, alat penelitian mampu menghasilkan air sebanyak 1,33 liter
(3,13 liter/m2.hari), sedangkan alat pembanding menghasilkan air sebanyak 0,97 liter
(2,29 liter/m2.hari), sehingga diperoleh selisih hasil air sebesar 37%. Pada variasi 5,
alat penelitian mampu menghasilkan air sebanyak 1,4 liter (3,3 liter/m2.hari),
sedangkan alat pembanding menghasilkan air sebanyak 0,98 liter (2,3 liter/m2.hari),
sehingga diperoleh selisih hasil air sebanyak 42%. Hasil air tertinggi diperoleh alat
penelitian pada variasi 5. Pada variasi ini, alat penelitian diberi tambahan kolektor
yang divariasikan dengan reflektor dengan luasan 0,66 m2. Kolektor berfungsi untuk
menaikkan temperatur air masuk absorber. Air yang akan memasuki absorber,
dialirkan terlebih dahulu ke dalam kolektor energi surya untuk dipanaskan. Air
bertemperatur tinggi memiliki masa jenis yang lebih rendah, maka akan terdorong
naik dan dialirkan masuk ke dalam absorber sehingga mempercepat terjadinya
penguapan yang terjadi dalam absorber, karena salah satu faktor yang mempercepat
terjadinya penguapan adalah temperatur awal air. Sedangkan reflektor berfungsi
untuk mengumpulkan dan memantulkan sinar matahari kedalam kolektor sehingga
panas yang diperoleh oleh kolektor menjadi lebih banyak dan temperatur air yang
dihasilkan kolektor menjadi lebih tinggi yang menyebabkan variasi 5 mampu
menghasilkan air hasil distilasi lebih banyak daripada variasi lainnya. Jika
dihubungkan dengan Gambar 4.8 efisiensi alat penelitian tertinggi dimiliki oleh alat
kolektor dan reflektor dapat meningkatkan hasil air distilasi, namun belum tentu
dengan nilai efisiensinya.
Gambar 4.10 Perbandingan nilai hkonveksi antara alat penelitian dengan alat
pembanding pada variasi 4
Gambar 4.11 Perbandingan nilai ∆T antara alat penelitian dan alat pembanding
pada variasi 4
Gambar 4.10 menunjukkan nilai hkonveksi alat penelitian yang lebih konstan seiring
pembanding nilai hkonveksi semakin turun seiring dengan bertambahnya energi surya
yang datang. Pada Gambar 4.11 menunjukkan nilai kenaikan ∆T yang meningkat
seiring dengan meningkatnya energi surya yang datang. Alat penelitian memiliki
nilai kenaikan ∆T yang lebih tinggi dibanding dengan alat pembanding. Dengan
kenaikan nilai ∆T distilasi kain menggunakan kolektor lebih tinggi dibanding dengan
distilasi kain, menunjukkan bahwa proses penguapan dan pengembunan yang terjadi
pada alat penelitian lebih baik dibandingkan dengan alat pembanding.
Gambar 4.13 Perbandingan nilai ∆T antara alat penelitian dengan alat
pembanding pada variasi 5
Gambar 4.12 menunjukkan nilai hkonveksi alat penelitian yang meningkat
seiring dengan meningkatnya energi surya yang datang. Sedangkan pada alat
pembanding nilai hkonveksi menurun seiring dengan meningkatnya energi surya yang
datang. Pada Gambar 4.13 menunjukkan nilai kenaikan ∆T yang meningkat seiring
dengan meningkatnya energi surya yang datang. Pada variasi 5, nilai kenaikan ∆T
alat penelitian lebih baik dibandingkan dengan alat pembanding. Dengan kenaikan
nilai ∆T distilasi kain menggunakan kolektor lebih tinggi dibanding dengan distilasi
kain, menunjukkan bahwa proses penguapan dan pengembunan yang terjadi pada
alat penelitian lebih baik dibandingkan dengan alat pembanding.
Gambar 4.14 Perbandingan nilai rata-rata hkonveksi.∆T antara alat penelitian dengan alat pembanding pada variasi 3, 4, dan 5
Berdasarkan Gambar 4.14 alat penelitian memiliki nilai hkonveksi.∆T yang lebih
tinggi dibandingkan dengan alat pembanding pada variasi 3, 4, dan 5. Pada variasi 3,
alat penelitian memiliki nilai hkonveksi.∆T sebesar 220,78 W/m2, sedangkan alat
pembanding memiliki nilai hkonveksi.∆T sebesar 177,51 W/m2, sehingga selisih nilai
hkonveksi.∆T pada variasi 3 sebesar 24%. Pada variasi 4 diperoleh nilai hkonveksi.∆T alat
penelitian sebesar 312,81 W/m2, sedangkan alat pembanding memiliki nilai
hkonveksi.∆T. sebesar 231,57 W/m2, sehingga selisih nilai hkonveksi.∆T pada variasi 4
sebesar 35%. Pada variasi 5 diperoleh nilai hkonveksi.∆T alat penelitian sebesar 330,12
W/m2, sedangkan alat pembanding memiliki nilai hkonveksi.∆T sebesar 230,49 W/m2,
sehingga selisih nilai hkonveksi.∆T pada variasi 5 sebesar 43%.
hkonveksi.∆T dapat didefinisikan sebagai laju aliran konveksi (qkonveksi). Alat
penelitian memiliki laju aliran konveksi yang lebih tinggi dibandingkan alat
pembanding, karena energi panas yang diterima oleh alat penelitian lebih banyak
karena adanya penambahan kolektor. Sama halnya dengan alat penelitian ketika
0
Variasi 3 Variaisi 4 Variasi 5
dilengkapi reflektor memiliki lebih banyak energi panas yang diterima akibat
penambahan reflektor. Maka dapat diketahui bahwa energi konveksi yang dimiliki
oleh distilasi kain menggunakan kolektor dan reflektor lebih tinggi dibanding dengan
distilasi kain.
Nilai hkonveksi.∆T alat penilitian tertinggi diperoleh pada variasi 5, hal ini sesuai
jika dihubungkan dengan Gambar 4.9. Pada Gambar 4.9 diketahui bahwa alat
penelitian pada variasi 5 memiliki hasil distilasi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan alat penelitian pada variasi 4. Hal ini disebabkan pada variasi 5 digunakan
reflektor dengan luas 0,66 m2 yang divariasikan pada kolektor. Sementara itu, pada
variasi 4, hanya digunakan reflektor dengan luas 0,33 m2. Pada variasi 5 mendapat
luasan energi surya yang lebih banyak dibandingkan dengan variasi 4, sehingga
kolektor paada variasi 5 menghasilkan air dengan temperatur lebih tinggi
dibandingkan dengan variasi 4. Penguapan yang terjadi dalam absorber pada variasi
5 juga lebih cepat sehingga dihasilkan air yang lebih banyak. Besarnya laju aliran
konveksi mempengaruhi hasil air distilasi. Semakin tinggi laju alirana konveksi,
4.5 Analisis Energi Berguna Kolektor (qc) pada variasi 1, 2, 3, 4, dan 5
Gambar 4.15 Perbandingan nilai rata-rata harian qc kolektor pada variasi 1, 2, 3, 4, dan 5
Gambar 4.16 Perbandingana nilai rata-rata harian G pada variasi 1, 2, 3 4, dan 5
Pada Gambar 4.15 dapat diketahui bahwa nilai qc pada variasi 1 sebesar 36,87
W, pada variasi 2 sebesar 34,53 W, pada variasi 3 sebesar 68,08 W, pada variasi 4
sebesar 104,75 W, dan pada variasi 5 sebesar 81,21 W. Dapat dilihat nilai qc tertinggi
dimiliki oleh variasi 4 yaitu pada saat kolektor divariasikan dengan reflektor dengan
luas 0,33 m2. Besarnya nilai qc yang dimiliki kolektor seharusnya juga
Variasi 1 Variasi 2 Variasi 3 Variasi 4 Variasi 5
36,87 34,53
Variasi 1 Variasi 2 Variasi 3 Variasi 4 Variasi 5
terbanyak justru dimiliki oleh variasi 5 yaitu pada saat kolektor divariasikan dengan
reflektor dengan luas 0,66 m2. Berdasarkan persamaan (6), besarnya nilai qc
dipengaruhi oleh laju aliran fluida, Cp, dan ∆T. Jika dilihat pada Tabel 4.24 dan Tabel
4.25 variasi 4 memiliki nilai rata-rata ∆T harian yang lebih besar dibandingkan
dengan variasi 5. Dan jika dihubungkan dengan Gambar 4.16, nilai rata-rata harian
G pada variasi 5 lebih tinggi dibandingkan dengan variasi 4. Hal ini memungkin kan
terjadinya penurunan debit pada variasi 5, sehingga nilai qc yang dihasilkan variasi
5 lebih rendah bila dibandingkan dengan variasi 4, walaupun memiliki hasil air
50
BAB 5
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Dengan variasi debit yang diberikan, diperoleh hasil efisiensi tertinggi alat
penelitian sebesar 31% diperoleh variasi 2 pada saat digunakan debit 3 liter/jam dengan hasil air distilasi 1,35 liter (3,17 liter/m2.hari). Pada variasi 1 dengan debit 2,4 liter/jam, diperoleh efisiensi alat penelitian sebesar 23% dengan hasil air distilasi sebesar 0,65 liter (1,53 liter/m2.hari). Pada variasi 3 diperoleh efisiensi alat penelitian 30% dengan hasil air 0,94 liter (2,2
liter/m2.hari). Debit air masuk absorber yang digunakan tidak boleh terlalu
besar maupun terlalu kecil.
2. Efisiensi pada saat digunakan kolektor yang diberi variasi reflektor dengan
luas 0,33 m2 sebesar 23% dengan hasil air distilasi 1,33 liter (3,13
liter/m2.hari) dan efisiensi pada saat digunakan kolektor yang diberi variasi
reflektor dengan luas 0,66 m2 sebesar 16% dengan hasil air 1,40 liter (3,3
liter/m2.hari). Penggunaan reflektor dapat meningkatkan hasil air distilasi.
5.2 SARAN
1. Pada penelitian selanjutnya disarankan menggunakan alat ukur yang lebih baik dan presisi agar data yang dihasilkan dapat lebih valid dan minim kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Arismunandar, W. 1995. Teknologi Rekayasa Surya. Jakarta. PT Pradnya
Paramita.
[2] Astawa, K., Suciptam, M. 2011. Analisa Performansi Distilasi Air Laut Tenaga Surya Menggunakan Penyerap Radiasi Surya Tipe Bergelombang Berbahan Dasar Beton. Bali : Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Cakra.M. Vol 5 No. 1, pp 7-13.
[3] Dewantara, I. G. Y., Suyitno B. M., Lesmana, I. G. E. 2018. Desalinasi Air Laut Berbasis Energi Surya sebagai Alternatif Penyediaan Air Bersih. Jakarta : Jurnal Teknik Mesin (JTM). Vol. 07. No. 1 [3] Gusti Ketut Puja, I dan Rusdi Sambada. 2012. Unjuk Kerja Distilasi Air Energi
Surya. Jogjakarta : Jurnal Energi dan Manufaktur. Vol. 5 No. 1, pp 82-88.
[4] Holman, J.P. Alih Bahasa Ir. E. Jasjfi, M.Sc. 1991. Perpindahan Kalor. Erlangga
[4] Jain, Sandeep dan Satish Prajapati. 2015. Solar Distillation
System.International Journal of Mechanical Engineering and Technology. Vol. 6 No. 11, pp 154-157.
[5] Karman, F. F., Surya, A. G. N., Ekaputri, T. S., Herdianto, Firman. 2015. Penyimpanan Energi Panas untuk Meningkatkan Kinerja Pemanas Air Tenaga Surya dengan Konsentrator Semi Silindris. Semarang : Prosiding SNSD ke- 6, pp 19-22.
[6] Mohan, I., Yadav, S., Panchal, H., Brahmbatt, S., . 2017. A review on solar still : A Simple Desalination Technology to obtain Potable Water. India : International Journal of Ambient Energy.
[8] Rahman, S., Kahar, Rusdi, M. 2017. Analsis Kinerja Pemanas Air Tenaga Surya dengan Reflector Linear Parabolic Concentrating. Kutai Timur : Jurnal Pertanian Terpadu Jilid 3 Nomor 2, pp 66-74.
[9] Salim, R. D., Al-Asadi, J. M. 2015. Design and Manufacture Three Solar
Distillation Units and Measuring Their Productivity. Iraq : Science Journal of Energy Engineering, pp 6-10.
[10] Sidopekso, Satwiko. 2011. Studi Pemanfaatan Energi Matahari sebagai
Pemanas Air. Jakarta : Berkala Fisika. Vol. 14, pp 23-26.
[11] Subarkah, B., Belyamin. 2011. Pemanas Air Energi Surya dengan Sel Surya sebagai Absorber. Jakarta : Politeknololgi Vol. 10 No. 3, pp 225-231.
[12] Susanto, H., Irawan, D. 2017. Pengaruh Jarak antar Pipa pada Kolektor
terhadap Panas yang Dihasilkan Solar Water Heater (SWH).
Lampung : TURBO Vol. 6 No. 1, pp 84 – 91.
[13] Tirtoadmodjo, R., Handoyo, E. A., 1999. Unjuk Kerja Pemanas Air Jenis
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 3. Gambar Alat Penelitian
Distilasi menggunakan kolektor air energi surya
Lampiran 4. Gambar Alat Penelitian (Lanjutan)