• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMAMPUAN CENDAWAN PADA TANAH SUPRESIF TERHADAP Ganoderma boninense PADA KELAPA SAWIT SKRIPSI. Oleh: ARIF TRI WAHYUDI / AGROEKOTEKNOLOGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KEMAMPUAN CENDAWAN PADA TANAH SUPRESIF TERHADAP Ganoderma boninense PADA KELAPA SAWIT SKRIPSI. Oleh: ARIF TRI WAHYUDI / AGROEKOTEKNOLOGI"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

KEMAMPUAN CENDAWAN PADA TANAH SUPRESIF TERHADAP Ganoderma boninense PADA KELAPA SAWIT

SKRIPSI

Oleh:

ARIF TRI WAHYUDI

120301022 / AGROEKOTEKNOLOGI

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017

(2)

KEMAMPUAN CENDAWAN PADA TANAH SUPRESIF TERHADAP Ganoderma boninense PADA KELAPA SAWIT

SKRIPSI

Oleh:

ARIF TRI WAHYUDI

120301022 / AGROEKOTEKNOLOGI

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017

(3)

Judul Skripsi : Kemampuan Cendawan Pada Tanah Supresif Terhadap Ganoderma boninensis Pada Kelapa Sawit

Nama : Arif Tri Wahyudi

NIM :120301022

Program Studi : Agroekoteknologi

Minat : Hama dan Penyakit Tumbuhan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

(Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M.Agr) (Ir. Yuswani Pangestiningsih, M.Si.

Ketua Komisi Pembimbing AnggotaKomisi Pembimbing )

Diketahui Oleh Ketua Program Studi

(Dr. Ir. T. Sabrina, M. Agr. Sc., Ph.D.) NIP. 1964 0620 1998 0320 01

(4)

ABSTRACK

ARIF TRI WAHYUDI The ability of the fungi in the suppressivesoil to Ganoderma boninense on palm oil guided by Mukhtar Iskandar Pinem and Yuswani Pangestiningsih.

Palm oil is one of the commodity crop that has an important role in the economy in Indonesia. The main problems encountered are low productivity and the quality of oil palm caused by Ganoderma boninense. This study aimed to determine the diversity of fungi in soil suppressive and their effect on Ganoderma boninense causes stem rot in oil palm plants.This research was conducted by taking samples of soil infested with Ganoderma boninense and suppressive soil around the plant oil palm to analyze diversity and abundance of fungi. Analyses were performed using dilution method at a rate of 10-3 to 10-5on PDA. The results showed that the suppressive soil containing fungi capable of inhibiting the growth of soil-borne pathogens. Diversity and abundance of fungi in soil suppressive higher than the diversity and abundance of fungi in soil infested Ganoderma boninense. Overall isolates obtained from soil suppressive by eight isolates and overall isolates obtained from soil infested by four isolates

Key word: Suppressive soil, Ganoderma sp.

(5)

ABSTRAK

ARIF TRI WAHYUDI: Kemampuan Cendawan Pada Tanah Supresif Terhadap Ganoderma boninensePada Kelapa Sawit dibimbing oleh Mukhtar Iskandar Pinem dan Yuswani Pangestiningsih.

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang memiliki peran penting dalam perekonomian di Indonesia. Permasalahan utama yang dihadapi adalah rendahnya produktivitas dan kualitas kelapa sawit yang disebabkan oleh Ganoderma boninense. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan cendawan yang terdapat pada tanah supresif terhadap Ganoderma boninense penyebab penyakit busuk pangkal batang pada tanaman kelapa sawit. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel tanah terinfestasi Ganoderma boninense dan tanah supresif disekitar tanaman kelapa sawit untuk dianalisis keanekaragaman dan kelimpahan cendawan. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode pengenceran pada tingkat pengenceran 10-3 hingga 10-5 pada media PDA (Potato Dextrose Agar). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah supresif mengandung cendawan yang mampu menghambat pertumbuhan patogen tular tanah. Keanekaragaman dan kelimpahan cendawan pada tanah supresif lebih tinggi daripada keanekaragaman dan kelimpahan cendawan pada tanah terinfestasi Ganoderma boninense. Total isolat yang diperoleh dari tanah supresif sebanyak 8 isolat dan total isolat yang diperoleh dari tanah terinfestasi sebanyak 4 isolat.

Kata Kunci: Tanah supresif, Ganoderma sp.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di desa Sukerejo Kecamatan Sei Balai Kabupaten Batubara pada tanggal 19 Juli 1994. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari ayah Sugito dan ibunda Supartini.

Adapun riwayat pendidikan penulis adalah sebagai berikut:

- Tahun 2006 penulis lulus dari SD Negeri 010065 Perk. Sei Balai - Tahun 2009 penulis lulus dari SMP Negeri 2 kisaran

- Tahun 2012 penulis lulus dari SMA N 1 Meranti

- Tahun 2012 penulis terdaftar sebagai mahasiswa program studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Undangan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan diantaranya:

- Anggota Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (2012-2016)

- Ketua Umum Komunitas Muslim Hama Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (2016-2017)

- Anggota Badan Kenaziran Musholah Al-Mukhlisin Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (2013-2015)

Selain itu penulis juga pernah menjadi asisten di beberapa laboratorium Fakultas Pertanian diantaranya sebagai berikut:

- Asisten Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman Sub-Penyakit (2014- 2015)

(7)

- Asisten Laboratorium Mikrobiologi Aquatik (2014-2015)

- Asisten Koordinator Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman Sub- Penyakit (2015-2016)

- Asisten Koordinator Laboratorium Mikrobiologi Aquatik (2015-2016) - Asisten Laboratorium Pestisida dan Teknik Aplikasi (2015-2016) - Asisten Laboratorium Ekologi Organisme Pengganggu Tanaman.

Pada tahun 2015 penulis melaksanakan praktek kerja lapangan di PT.

TRIOMAS Forestry Develoment Indonesia Kebun Sei Metas, Kecamatan Sei Apit, Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Pada tahun 2016 penulis melaksanakan penelitian di Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat, Pematang Siantar.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Kemampuan Cendawan Pada Tanah Supresif Terhadap Ganoderma boninensePada Kelapa Sawit”yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Komisi

Pembimbing Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M.Agr. sebagai Ketua dan Ir. Yuswani Pangestiningsih, M.Si. sebagai Anggota yang telah membimbing

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh darikesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan dimasa yang akan datang.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu. Semoga bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Maret 2016

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACK ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Busuk Pangkal Batang (Ganoderma sp.) ... 5

Gejala Penyakit ... 6

Patogen Penyebab Penyakit ... 8

Siklus Penyakit ... 9

Pengendalian ... 9

Tanah Supresif ... 11

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan ... 13

Bahan dan Alat ... 13

Metode Penelitian ... 13

Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 13

Prosedur Percobaan ... 14

Pengambilan Sampel Tanah ... 14

Isolasi Cendawan ... 14

Perhitungan Keanekaragaman dan Kelimpahan ... 15

Uji Antagonisme in vitro ... 15

Identifikasi Cendawan ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN Keanekaragaman dan Kelimpahan Cendawan ... 17

(10)

Identifikasi Cendawan ... 22 Uji Antagonisme in vitro ... 26 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 28 Saran ... 28 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Keterangan Hal

Gambar 1. (a) Badan buah Ganoderma sp.

(b) Gejala serangan Ganoderma sp.

7

Gambar 2. Simple Random Sampling (SRS) 14

Gambar 3. Isolat cendawan pada setiap sampel tanah 18 Gambar 4. Kelimpahan cendawan pada tanah supresif 20 Gambar 5. Kelimpahan cendawan pada tanah terinfestasi Ganoderma sp. 20

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Keterangan Hal

Tabe 1. Keanekaragaman cendawan pada setiap sampel tanah 17 Tabel 2. Keberadaan cendawan pada setiap sampel tanah 21

Tabel 3. Hasil identifikasi cendawan 24

Tabel 4. Persentase daya hambat terhadap Ganoderma sp. secara in vitro

26

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Keterangan Hal

Lampiran 1. Keanekaragaman dan kelimpahan cendawan pada setiap faktor pengenceran pada 7 hari setelah isolasi pada media PDA.

32

Lampiran 2. Hasil perhitungan keanekaragaman dan keimpahan cendawan

33

Lampiran 3. Keberadaan cendawan pada sampel tanah yang diamati 34 Lampiran 4. Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam uji daya

hambat terhadap Ganoderma sp. pada 1 hsp.

35

Lampiran 5. Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam uji daya hambat terhadap Ganoderma sp. pada 2 hsp.

36

Lampiran 6. Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam uji daya hambat terhadap Ganoderma sp. pada 3 hsp.

37

Lampiran 7. Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam uji daya hambat terhadap Ganoderma sp. pada 4 hsp.

38

Lampiran 8. Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam uji daya hambat terhadap Ganoderma sp. pada 5 hsp.

39

Lampiran 9. Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam uji daya hambat terhadap Ganoderma sp. pada 6 hsp.

40

Lampiran 10. Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam uji daya hambat terhadap Ganoderma sp. pada 7 hsp.

41

Lampiran 11. Hasil uji antagonis pada 7 hari setelah pencawanan 42

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang mempunyai peran cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Kelapa sawit juga salah satu komoditas ekspor Indonesia yang cukup penting sebagai penghasil devisa negara sesudah minyak dan gas. Indonesia merupakan negara produsen dan eksportir kelapa sawit terbesar dunia. Selain peluang ekspor yang semakin terbuka, pasar minyak sawit dan minyak inti sawit di dalam negeri masih cukup besar. Pasar potensial yang akan menyerap pemasaran minyak sawit (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) adalah industri fraksinasi/ranifasi (terutama industri minyak goreng), lemak khusus (cocoa butter substitute), margarine/shortening, oleochemical, dan sabun mandi (BPS, 2014).

Permasalahan utama yang dihadapi perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah rendahnya produktivitas serta kualitas kelapa sawit di Indonesia. Menurut data Direktorat Jendral Perkebunan tahun 2014, produktivitas perkebunan kelapa sawit rakyat mencapai rata-rata 2,3 ton per ha, perkebunan kelapa sawit besar negara mencapai rata-rata 2,8 ton per ha, sedangkan perkebunan kelapa sawit besar swasta mencapai 2,9 ton per ha (Dirjenbun, 2014).

Kendala dalam peningkatan produksi kelapa sawit antara lain disebabkan oleh penyakit seperti antraknosa (Botryodiplodia sp., Melanconium sp., dan Glomerella sp.), penyakit bercak daun (Culvularia sp., Helminthosporium sp., Cochliobolus sp., dan Drechslera sp.), penyakit tajuk (Crown diseases), penyakit karat daun (Chepaleuros virescen), penyakit busuk tandan buah (Marasmius

(15)

palmivorus) dan penyakit busuk pangkal batang (Ganoderma boninense) (Susanto, 2002).

Penyakit busuk pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh G. boninense bukanlah penyakit baru pada tanaman kelapa sawit dan palem-paleman lainnya.

Sejak tahun 1915, penyakit ini sudah dilaporkan menyerang kelapa sawit di Republik Kongo, Afrika Barat. Lima belas tahun kemudian dilaporkan menyerang kelapa sawit yang berumur 25 tahunan di Malaysia. Semakin berkembangnya perkebunan kelapa sawit pada tahun 1960-an, serangan BPB semakin meningkat dengan menyerang kelapa sawit yang berumur lebih muda (10-15 tahun).

Penyakit BPB dapat menyebabkan kehilangan hasil secara langsung terhadap minyak sawit dan penurunan bobot tandan buah segar (Susanto et al., 2005).

Pengendalian patogen tanaman secara biologi termasuk BPB pada kelapa sawit menjadi sangat penting, apalagi perkebunan kelapa sawit dituntut melakukan perlindungan kualitas lingkungan. Penggunaan pestisida untuk patogen tanah, selain sangat berbahaya bagi manusia dan tanah, juga sasarannya tidak tercapai karena sebelum pestisida sampai ke target sudah terdegradasi.

Pestisida dilaporkan dapat menurunkan keseimbangan ekosistem tanah, sehingga mengakibatkan penurunan produksi tanaman (Julyanda, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian Izzati dan Abdullah (2008), serangan patogen G. boninense pada kelapa sawit dapat ditekan dengan cendawan Trichoderma

harzianum dari 70% menjadi 5%. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa aplikasi bakteri kitinolitik (isolat TB41 atau AL11) yang dikombinasikan dengan Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) hasil dari eksplorasi rizoser dapat meningkatkan kolonisasi FMA pada akar bibit sawit dan dapat menekan

(16)

keparahan penyakit G. boninense (Nildayanti 2011). Oleh karena itu, informasi mengenai keanekaragaman cendawan tanah pada tanah supresif di kelapa sawit dapat menjadi sebuah bahan untuk mengendalikan patogen pada kelapa sawit.

Menurut Janvier et al.,(2007), tanah supresif yaitu tanah dengan insidensi penyakit yang tetap rendah meskipun populasi patogen, tanaman inang dan kondisi lingkungan sesuai untuk perkembangan penyakit. Hal-hal yang dapat mendorong supresifitas tanah, yaitu (1) patogen tidak terus menerus berada di tanah, (2) patogen dijumpai terus menerus namun hanya mengakibatkan sedikit kerusakan atau bahkan tidak menyebabkan kerusakan sama sekali atau (3) patogen berada di tanah secara terus menerus dan mengakibatkan penyakit selama beberapa saat namun selang beberapa waktu patogen tersebut menjadi kurang penting meskipun tetap berada di tanah.

Beberapa jenis tanah bersifat tidak menguntungkan terhadap patogen tanaman dengan mengganggu kelangsungan hidup serta pertumbuhan patogen tersebut. Keragaman mikroba yang terdapat pada habitat tanaman kelapa sawit memiliki peranan penting dalam upaya pengendalian penyakit busuk pangkal batang. Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian mengenai keanekaragaman

cendawan yang terdapat pada tanah supresif dan pada tanah terinvestasi G. boninense sebagai upaya pengendalian penyakit busuk pangkal batang pada

kelapa sawit.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui kemampuan cendawan pada tanah supresif serta pengaruhnya terhadap Ganoderma boninense penyebab penyakit busuk pangkal batang pada tanaman kelapa sawit.

(17)

Hipotesis Penelitian

Tanah supresif mengandung cendawan yang mampu menghambat pertumbuhan Ganoderma boninense penyebab penyakit busuk pangkal batang pada kelapa sawit.

Kegunaan Penelitian

Sebagai salah satu bahan informasi mengenai kemampuan cendawan yang terdapat pada tanah supresif terhadap Ganoderma boninense penyebab penyakit busuk pangkal batang pada tanaman kelapa sawit dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Penyakit Busuk Pangkal Batang (Ganoderma sp.)

Menurut Alexopoulus &Mims (1996) Penyakit busuk pangkal batang pada tanaman kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Myceteae Divisio : Eumycophyta Class : Basidiomycetes Ordo : Aphyllophorales Family : Ganodermataceae Genus : Ganoderma Spesies : Ganoderma sp.

Penyakit busuk pangkal batang (BPB) merupakan penyakit utama pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia (Idris et al., 2004). Hasil penelitian Abadi (1987), BPB di Sumatera Utara disebabkan oleh G. boninense, demikian pula di Malaysia. Ho & Nawawi (1985) melaporkan bahwa ratusan tubuh buah yang dikumpulkan dari berbagai tempat di Malaysia, semuanya adalah spesies Ganoderma boninense.

Cendawan Ganoderma sp.mampu hidup sebagai saprofit dengan memanfaatkan sisa-sisa akar atau bagian tanaman yang sudah terdekomposisi di dalam tanah. Inokulasi alami penyakit BPB terjadi karena adanya kontak antara akar tanaman sehat dengan akar tanaman sakit atau dengan sisa-sisa tanaman sakit. Agar dapat menginfeksi akar tanaman sehat, cendawan harus mempunyai bekal makanan (food base) yang cukup (Semangun, 2000).

(19)

Tanaman kelapa sawit dewasa yang terserang Ganoderma sp.menunjukkan gejala awal pada pelepah daun yang berwarna pucat seperti kekurangan unsur hara. Tetapi hanya terbatas pada beberapa pelapah yang terdapat di bagian pucuk. Daun akan mengalami nekrotik dimulai dari daun tua kemudian ke daun yang lebih muda dan tidak membuka sempurna. Kemudian pelepah daun patah dan menggantung. Gejala ini sering muncul pada tanaman yang sudah tua yaitu tanaman yang berumur lebih dari 15 tahun (Susanto et al., 2005).

Kejadian penyakit BPB lebih tinggi pada pertanaman kelapa sawit yang telah mengalami peremajaan. Akibatnya, selain menurunkan produktifitas pada tanaman kelapa sawit menghasilkan (TM), usia produktif tanaman kelapa sawit juga menjadi berkurang, dan replanting (penanaman kembali) kelapa sawit menjadi lebih cepat. Laju infeksi Ganoderma sp.akan semakin cepat ketika populasi sumber penyakit (inokulum) Ganoderma sp.sudah semakin banyak.

Kondisi ini akan mengancam kelangsungan hidup tanaman kelapa sawit muda yang baru saja ditanam untuk menggantikan tanaman yang telah mati (Nildayanti, 2011).

Gejala Penyakit

Gejala awal penyakit busuk pangkal batang sulit dideteksi karena perkembangannya yang sangat lambat dan dikarenakan gejala eksternal berbeda dengan gejala internal. Sangat mudah untuk mengidentifikasi gejala di tanaman dewasa atau saat telah membentuk tubuh buah, akibatnya penyakit menjadi lebih sulit untuk dikendalikan. Gejala utama penyakit G. boninese adalah terhambatnya pertumbuhan, warna daun menjadi hijau pucat dan busuk pada batang tanaman.

(20)

Pada tanaman belum menghasilkan, gejala awal ditandai dengan menguningnya tanaman atau daun bagian bawah yang diikuti dengan nekrosis yang menyebar ke seluruh daun. Pada tanaman dewasa, semua pelepah menjadi pucat, semua daun dan pelepah mengering, daun tombak tidak membuka (terjadinya akumulasi daun tombak) serta kematian tanaman (Susanto, 2011).

Gambar 1. (a) Badan buah Ganoderma sp. (b) Gejala serangan Ganoderma sp.

(Susanto, 2011).

Gejala yang paling khas dari penyakit ini adalah terjadinya pembusukan pada pangkal batang serta diikuti robohnya pohon dan adanya basidiospora sebagai tanda penyakit. Gejala internal dari penyakit ini yaitu terdapat bagian yang mengalami pembusukan ditandai dengan adanya garis-garis berwarna coklat kehitaman. Kerusakan pada akar, terlihat adanya perubahan warna jaringan utama stele yang kemudian melapuk. Dibagian permukaan kulit akar yang sakit tidak ditemukan massa miselium. Diduga miselianya hanya terdapat di dalam jaringan

akar yang sakit, terutama stele yang mengalami perubahan warna (Susanto et al., 2005).

Secara mikroskopik, gejala internal dari akar yang terserang Ganoderma sp.sama dengan batang yang terinfeksi. Jaringan korteks dari akar yang terinfeksi berubah menjadi berwarna coklat sampai putih. Pada serangan lanjut, jaringan korteks menjadi rapuh dan mudah hancur. Jaringan stele pada akar yang terinfeksi menjadi berwarna hitam pada serangan berat. Hifa pada umumnya berada pada jaringan korteks, endodermis, perisel, xilem dan floem. Tanda lain dari penyakit

a b

(21)

ialah munculnya tubuh buah atau basidiokarp pada pangkal batang kelapa sawit (Susanto, 2011).

Patogen Penyebab Penyakit

Penyebab penyakit BPB adalah patogen cendawan dari genus Ganoderma yang pertama kali diungkapkan pada tahun 1915 di Republik Kongo, Afrika Barat. Penyebab BPB pada kelapa sawit berbeda untuk setiap negara. Di Afrika Selatan BPB disebabkan oleh G. lucidum Karst. sedangkan di Nigeria disebabkan oleh G. zonatum, G. encidum, G. colossus, dan G. applanatum. Di Malaysia, 4 spesies teridentifikasi sebagai penyebab busuk pangkal batang yaitu G. boninense, G. miniatocinctum, G. zonatum dan G. tornatum. Cendawan G. boninense yang paling sering ditemukan sedangkan G. tornatum hanya ditemukan tumbuh di

pedalaman dan dataran tinggi dengan curah hujan tinggi. Di Indonesia, G. boninense teridentifikasi sebagai spesies yang paling umum menyerang kelapa

sawit (Abadi, 1987).

Ganoderma sp.merupakan cendawan patogen tular tanah yang bersifat sistemik dan monosiklik. Patogen tular tanah mempunyai kemampuan saprofitik yang tinggi dan parasitik fakultatif dengan kisaran inang yang luas, memiliki beberapa macam stuktur patogen untuk bertahan dalam keadaan lingkungan yang kurang mendukung perkembangannya, seperti miselia resisten, basidiospora, dan klamidiospora, serta dapat bertahan lama di dalam tanah meskipun tidak ada inang. Dengan demikian patogen tidak kesulitan untuk mendapatkan makanan untuk membangun inokulum yang cukup banyak sehingga mampu melakukan infeksi pada tanaman maupun untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (Semangun, 2000).

(22)

Siklus Penyakit

Di Indonesia tingkat kejadian penyakit BPB awalnya rendah pada tanaman kelapa sawit muda hingga berusia 12 tahun, semakin tua kejadian penyakit dapat meningkat sebesar 40% (Ariffin et al., 2000). Pada lahan dengan peremajaan keempat, penyebab BPB bisa menyerang tanaman kelapa sawit berumur 1 hingga 2 tahun (Sinaga et al., 2003).

Penyebaran penyakit yang paling utama adalah dengan kontak antara akar tanaman sehat dan sakit. Penyebaran yang kedua melalui basidiospora langsung ke tanaman kelapa sawit, serta yang ketiga melalui inokulum sekunder yaitu basidiospora tumbuh pada tunggul tanaman dan selanjutnya terjadi kontak akar antara tanaman sehat dan sumber inokulum tersebut. Pada saat ini banyak dilaporkan bahwa pada tanah yang relatif miskin unsur hara cenderung mempunyai kejadian penyakit yang lebih besar (Susanto, 2011).

Penyakit BPB dapat menyebabkan kehilangan hasil secara langsung terhadap minyak sawit dan penurunan bobot tandan buah segar (TBS), sedangkan kerugian tidak langsung berupa penurunan bobot batang terhadap tandan kelapa sawit (Susanto et al., 2005). Di beberapa perkebunan di Indonesia, penyakit ini telah menyebabkan kematian tanaman sampai lebih dari 80% dari seluruh populasi kelapa sawit, dan menyebabkan penurunan produk kelapa sawit per unit area (Susanto, 2002).

Pengendalian

Beberapa pendekatan pengendalian mulai dikembangkan diantaranya pengendalian hayati dan penggunaan tanaman tahan. Menurut Agrios (2005) penggunaan tanaman tahan adalah cara yang paling mudah, murah, dan aman

(23)

sepanjang varietas dari tanaman tahan yang dimaksud tersedia. Namun diperlukan waktu yang cukup lama untuk dapat menghasilkan suatu varietas tanaman tahan merupakan kendala tersendiri. Penggunaan varietas tahan yang tidak tepat dapat menimbulkan resistensi varietas mudah patah dan dapat menimbulkan masalah yang lebih berat, terlebih jika penggunaannnya bersamaan dengan aplikasi

pestisida secara berlebihan seperti yang biasa dilakukan di perkebunan (Sinaga et al., 2003).

Berbagai usaha telah dilakukan untuk pengendalian penyakit BPB, namun hingga saat ini belum dapat dikatakan berhasil. Ganoderma sp.bersifat tular tanahdan kemampuan bertahan dalam kondisi kurang optimal yang tinggi merupakan salah satu faktor yang mempersulit usaha pengendalian baik secara kultur teknis, mekanis, maupun kimiawi. Pengendalian menggunakan fungisida baik dengan metode absorpsi akar maupun penyiraman fungisida ke dalam tanah kurang efektif, karena pengaruh sifat fisik dan kimia tanah atau terdegradasi oleh mikroflora di dalam tanah sebelum mencapai sasaran. Selain itu efek samping yang ditimbulkan dapat membahayakan lingkungan. Keragaman mikroorganisme yang berpotensi sebagai angens biokontrol dapat berkurang karena penggunaan fungisida secara terus menerus (Susanto, 2002).

Strategi pengendalian yang harus dikembangkan berdasarkan bioekologi Ganoderma sp.ialah pengendalian yang mampu menekan jumlah inokulum awal patogen sampai taraf yang tidak menimbulkan kerugian secara ekonomi, pendekatan terhadap ekosistem alami, dan berkelanjutan. Pengendalian yang bersifat ramah lingkungan dan mampu menekan inokulum patogen, ialah pengendalian hayati. Salah satu teknik pengendalian hayati dapat dilakukan

(24)

melalui introduksi agens antagonis ke dalam agroekosistem. Teknik ini berpotensi mengendalikan patogen-patogen yang bersifat tular tanah termasuk G. boninense (Cook & Baker, 1996; Sinaga et al., 2003).

Pengembangan usaha pengendalian dengan memanfaatkan dukungan alami lingkungan kemudian banyak diusahakan. Salah satunya yaitu dengan menggunakan tanah supresif. Tanah supresif didefinisikan sebagai tanah dengan insidensi penyakit tular tanah yang tetap rendah meskipun terdapat inokulum patogen dan kondisi lingkungan sesuai bagi ekspresi penyakit di tanaman inang.

Mekanisme penekanan penyakit di tanah supresif masih memerlukan pengkajian lebih dalam karena keberadaan tanah ini masih sedikit yang diketahui. Untuk itu diperlukan eksplorasi keberadaan tanah supresif dan pengkajiannya dalam

penekanan penyakit, terutama penyakit layu busuk pangkal batang (Alabouvette et al., 2001)..

Tanah Supresif

Pentingnya tanah bagi pertanian selain sebagai pendukung akar juga berfungsi sebagai penyedia hara bagi pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu kualitas tanah sangat berpengaruh terhadap kesehatan tanaman (Janvier et al., 2007). Kualitas tanah yang baik yaitu tanah yang sehat sehingga mampu mendukung pertumbuhan tanaman secara berkelanjutan. Tanah sehat tergantung pada proses-proses fisik, kimia dan biologis yang berlangsung di dalam ekosistem. Dalam kaitannya dengan penyakit tanaman, proses fisik, kimia dan biologi tertentu dapat membentuk karakter tanah supresif (Cepeda, 2006).

Tanah supresif dapat dikenali melalui insidensi penyakit yang tetap rendah meskipun tanaman inang merupakan tanaman rentan dan keadaan lingkungan

(25)

mendukung berkembangnya penyakit. Tanah supresif terhadap penyakit dibedakan dengan tanah supresif terhadap patogen karena inokulum tetap dijumpai pada tanah supresif terhadap penyakit namun tidak mampu menginduksi terjadinya penyakit. Sementara itu pada tanah supresif terhadap patogen, inokulum patogen tidak ditemukan, karena rusak atau tidak mampu bertahan di tanah (Alabouvette, 1999).

Beberapa pengendalian dengan memanfaatkan agens hayati telah banyak dilakukan. Julyanda (2011) menyatakan bahwa indeks keragaman cendawan pada rizosfer tanah tanaman sehat lebih tinggi dibandingkan dengan indeks keragaman cendawan pada rizosfer tanah tanaman terinfeksi Ganoderma sp. dengan total isolat yang diperoleh dari rizosfer tanah tanaman sehat maupun terinfeksi Ganoderma sp. sebanyak 29 koloni cendawan dengan 20 jenis cendawan yang berbeda-beda. Hal ini berdampak pada pertumbuhan Ganoderma yang terhambat pada tanah sehat diakibatkan adanya pesaing.

Baker and Cook (1993) menyatakan bahwa pengendalian hayati yang berhasil, terjadi pada tanah–tanah pertanian yang supresif terhadap patogen.

Terjadinya tanah-tanah yang supresif tersebut disebabkan karena kelimpahan mikroorganisme saprofit di sekitar perakarannya. Sudantha dkk (2011) menyatakan bahwa 20 jenis jamur saprofit yang diuji antagonis terhadap jamur F.

oxysporum f. sp. cubens efektif dalam menghambat pertumbuhan F. oxysporum f.

sp. cubens secra in vitro. Mekanisme penghambatan tersebut melalui kompetisi ruang, mikoparasit dan antibiosis.

(26)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat, Pematang Siantar yang berada pada ketinggian tempat ± 400 m dpl dimulai pada bulan Mei 2016 sampai dengan November 2016.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah yang berasal dari tanaman kelapa sawit yang sehat dan yang terinfeksi Ganoderma sp., media Potato Dextrose Agar (PDA), isolat Ganoderma sp., alkohol 96%, aquades, khlorox, cling warp, alumunium foil, label, tissue, spiritus, plastik, dan kapas.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroskop campound, timbangan analitik, Maxi Mix II, coke borer, petridish, plastik, erlenmeyer, beaker glass, bunsen, kamera, preparat, deglass, tabung reaksi, laminar air flow, bor tanah, mikropipet, spatula dan jarum inokulum.

Metode Penelitian

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial dengan 2 perlakuan yaitu cendawan asal tanah supresif dan cendawan asal tanah terinfestasi Ganoderma sp. Rancangan digunakan untuk uji penghambatan terhadap Ganoderma sp. secara in vitro. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan Microscoft Office Excel dan analisis sidik ragam menggunakan program Statistical Analysis System (SAS) 9.1.3. Untuk perlakuan yang berpengaruh nyata diuji lanjut dengan uji Tukey pada taraf α=5%.

(27)

Prosedur Percobaan

Pengambilan Sampel Tanah

Sampel tanah diambil dari tanah supresif dan tanah yang terinvestasi Ganoderma sp. disekitar tanaman kelapa sawit yang berasal dari Blok 92AE kebun Bah Jambi Afdeling IX PTPN IV, Pematang Siantar. Sampel tanah supresif dan tanah terinvestasi diambil pada kedalaman 25 cm sampai dengan 40 cm dengan menggunakan bor tanah pada 5 titik di sekitar tanaman kelapa sawit yang sehat dan di sekitar tanaman kelapa sawit yang terserang Ganoderma sp. Setiap titik pengambilan sampel tanah dilakukan secara acak menggunakan metode acak sederhana / Simple Random Sampling (SRS) (Mukhlis, 2014). Sampel tanah yang diambil kemudian di homogenkan dan diambil 1 g untuk dianalisis keragaman dan kelimpahan cendawan.

Gambar 2. Simple Random Sampling (SRS) Isolasi Cendawan

Sebanyak 1 g dari tiap sampel tanah diambil untuk analisis keragaman dan kelimpahan cendawan melalui metode pengenceran dan pencawanan. Tiap 1 g sampel tanah dilarutkan dengan air steril sehingga didapat suspensi tanah sebanyak 10 ml. Suspensi diguncang dengan menggunakan alat Maxi Mix IIselama 3 menit. Suspensi kemudian diencerkan segera secara seri hingga pengenceran 10-5. Untuk pengenceran 10-3 sampai 10-5 di ambil 1 ml kemudian dibiakan dalam media PDA. Hasil biakan diamati tujuh hari setelah pencawanan

(28)

(HSP). Setiap koloni cendawan yang tumbuh dicatat, dihitung jumlahnya dan dikelompokkan berdasarkan bentuk dan warna koloni kemudian dimurnikan pada media PDA (Shobah, 2015).

Perhitungan Keanekaragaman dan Kelimpahan

Keanekaragaman cendawan ditentukan dengan mengelompokkan koloni berdasarkan perbedaan bentuk koloni, warna permukaan atas dan bawah, serta tepiannya. Kelimpahan cendawan ditentukan dengan menghitung langsung koloni yang tumbuh pada media PDA, kemudian dihitung per satuan colony forming unit (cfu) (Sutton, 2006). Untuk mengetahui kelimpahan per cfu digunakan rumus:

Kelimpahan cfu/g= rata −rata jumlah koloni per cawan volume yang dicawankan x faktor pengenceran

Uji Antagonisme in vitro

Uji antagonisme dilakukan untuk mengetahui potensi isolat cendawan yang didapatkan. Uji antagonisme dilakukan terhadap cendawan patogen Ganoderma sp. yang diperoleh dari koleksi Laboratorium di Perkebunan Marihat.

Pengujian dilakukan pada media PDA dengan mengikuti metode Alviodinasyari dkk (2015) dimana potongan masing-masing isolat cendawan tanah maupun cendawan Ganoderma sp. yang berdiameter 4 mm diletakkan dengan jarak 20 mm dari tepi cawan petri berdiameter 90 mm, sedangkan untuk kontrol adalah media yang hanya berisi 1 potongan cendawan G. boninense. Tiap pengujian dilakukan 3 kali ulangan. Pengamatan dilakukan selama 7 hari dengan mengukur diameter koloni G. boninense pada kontrol (r1) dan diameter koloni G. boninense pada perlakuan (r2

P =(r1−r2)r1 x 100%

) dan untuk mengetahui persentase penghambatannya dihitung dengan rumus:

(29)

keterangan:

P = persentase penghambatan (%) r1

r

= jari-jari koloni cendawan patogen (Ganoderma sp.) pada kontrol

2

Identifikasi Cendawan

= jari-jari koloni cendawan patogen (Ganoderma sp.) pada perlakuan

Koloni cendawan yang tumbuh pada media PDA kemudian dimurnikan, lalu diidentifikasi berdasarkan morfologinya dengan bantuan kunci identifikasi yang ditulis oleh Watanabe (2002). Untuk memperoleh struktur cendawan yang lengkap, dibuat agar blok dari media PDA yang diinokulasi isolat cendawan dan diletakkan di atas kaca preparat dan diinkubasi selama 2-7 hari sebelum diamati di bawah mikroskop campound.

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keanekaragaman dan Kelimpahan Cendawan

Tabel 1. Keanekaragaman cendawan pada setiap sampel tanah

Sampel Tanah Keanekaragaman

Cendawan

Tanah supresif 8 isolat

Pengenceran 10-3 4 isolat

Pengenceran 10-4 3 isolat

Pengenceran 10-5 3 isolat

Tanahterinfestasi Ganoderma sp. 4 isolat

Pengenceran 10-3 3 isolat

Pengenceran 10-4 3 isolat

Pengenceran 10-5 1 isolat

Tabel 1. menjelaskan bahwa keanekaragaman cendawan pada tanah supresif lebih tinggi dari pada keanekaragaman cendwan pada tanah terinfestasi Ganoderma sp. Rendahnya keanekaragaman cendawan pada tanah terinfestasi Ganoderma sp. memungkinkan patogen untuk tumbuh dan menginfeksi akar tanaman kelapa sawit dikarenakan tidak adanya pesaing.

Keanekaragaman ditentukan dengan mengelompokkan koloni cendawan berdasarkan bentuk, warna permukaan atas dan bawah. Dari sampel tanah yang diisolasi pada media PDA dengan metode pengenceran menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Keanekaragaman cendawan yang diperoleh dari sampel tanah supresif yaitu 8 cendawan sedangkan keanekaragaman cendawan yang diperoleh dari sampel tanah terinfestasi Ganoderma yaitu 4 cendawan. Sehingga total cendawan yang diperoleh dari sampel tanah tanah yang diamati sebanyak 12 isolat cendawan (Gambar 3). Hal ini menunjukkan bahwa keanekaragaman cendawan pada tanah supresif lebih tinggi dibandingkan dengan tanah terinfestasi Ganoderma sp. yang memungkinkan pertumbuhan patogen Ganoderma sp.

menjadi tertekan. Hadiwiyono (2008) menyatakan bahwa tanah supresif

(31)

merupakan tanah dengan patogen virulen dan inang yang rentan tetapi populasi dan penyakit yang ditimbulkan tertekan oleh faktor hayati (mikroba antagonis) yang didukung oleh lingkungan yang spesifik.

Gambar 3. Isolat cendawan pada setiap sampel tanah; (a) Trichoderma sp. (C2), (b) Trichoderma sp. (C3), (c) Trichoderma sp. (C5), (d) Penicillium sp. (C9), (e) Penicillium sp. (C13), (f) Penicillium sp. (C14),(g) Penicillium sp. (C15), (h) Fusarium sp. (C7), (i) Fusarium sp. (C11), (j)

(32)

Aspergillus sp. (C8), (k) Aspergillus sp. (C10), (l) Paecilomyces sp.

(C4)

Keanekaragaman cendawan dari sampel tanah yang diamati tergolong rendah. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kebun Bah Jambi Afd. IX PTPN IV, sampel tanah yang diamati berasal dari tanah kelapa sawit umur tanaman ±24 tahun (tahun tanam 1992) dan merupakan tanaman generasi kedua. Sehingga dapat dikatakan bahwa rendahnya keanekaragaman cendawan dipengaruhi oleh umur tanaman. Menurut Julyanda (2011) bahwa nilai indeks keragaman cendawan pada rizosfer tanaman yang lebih muda lebih tinggi dibandingkan dengan indeks keragaman cendawan pada rizosfer tanaman tua.

.

Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keanekaragaman cendawan adalah kandungan bahan organik yang rendah. Menurut hasil penelitian Lubis (2008) yang menyatakan bahwa bahan organik berupa limbah perkebunan dan pupuk kandang serta lamanya masa inkubasi dapat menurunkan jumlah populasi jamur pada tanah Ultisol. Bergeret (1977) menyatakan bahwa tanah ditanaman tua memiliki kandungan bahan organik yang rendah. Budidaya monokultur tanpa adanya rotasi tanam dapat menyebabkan hilangnya bahan organik dalam tanah.

Menurut hasil penelitian Julyanda (2011) menyatakan bahwa sampel tanah yang berasal dari tanah tanaman kelapa sawit peremajaan ke-3 memiliki indeks keragaman lebih rendah daripada indeks keragaman yang berasal dari sampel tanah tanaman kelapa sawit peremajaan ke-1.

(33)

Dari Gambar 4. dapat dijelaskan bahwa kelimpahan cendawan dari yang tertinggi hingga ke rendah pada tanah supresif yaitu Trichoderma sp. (C2), Trichoderma sp. (C3), Trichoderma sp. (C5), Aspergillus sp. (C8), Paecilomyces sp. (C4), Fusarium sp. (C7), Penicillium sp. (C14), Penicillium sp. (C15)dengan nilai kelimpahan berturut-turut yaitu 13,33 cfu/ml, 4 cfu/ml, 3,5 cfu/ml, 1,5 cfu/ml, 1,33 cfu/ml, 1 cfu/ml, 1 cfu/ml dan 1 cfu/ml. Hal ini menunjukkan bahwa cendawan dari genus Trichoderma memiliki nilai kelimpahan tertinggi dari cendawan genus lainnya.

13,33

4 3,5

1,33 1 1,5 1 1

02 4 6 8 10 12 14

Rata-rata jumlah koloni percawan (cfu/ml)

Gambar 4. Kelimpahan cendawan pada tanah supresif

2 2 2

3

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5

Rata-rata jumlah koloni percawan

Gambar 5. Kelimpahan cendawan pada tanah terinfestasi Ganoderma sp.

(34)

Dari Gambar 5. dapat dijelaskan bahwa kelimpahan cendawan tertinggi pada tanah terinfestasi Ganoderma sp. yaitu Penicillium sp. (C13) dengan nilai kelimpahan 3 sedangkan kelimpahan cendawan Penicillium sp. (C9), Aspergillus sp. (C10)danFusarium sp. (C11

Tabel 2. Keberadaan cendawan pada setiap sampel tanah

)memiliki nilai kelimpahan cendawan yang sama yaitu 2. Hal ini menunjukkan bahwa kelimpahan cendawan pada tanah terinfestasi Ganoderma sp. tergolong rendah. Hal ini memungkinkan patogen tular tanah untuk tumbuh dan menginfeksi tanaman.

Isolat Tanah Supresif Tanah Terinfestasi

Aspergillus sp. (C8) √ -

Aspergillus sp. (C10) - √

Fusarium sp. (C7) √ -

Fusarium sp. (C11) - √

Penicillium sp. (C9) - √

Penicillium sp. (C13) - √

Penicillium sp. (C14) √ -

Penicillium sp. (C15) √ -

Trichoderma sp. (C2) √ -

Trichoderma sp. (C3) √ -

Trichoderma sp. (C5) √ -

Paecilomyces sp. (C4) √ -

Total cendawan 8 4

Dari Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa cendawan yang terdapat pada tanah supresif yaitu Aspergillus sp. (C8), Fusarium sp. (C7), Penicillium sp. (C14),

Penicillium sp. (C15), Trichoderma sp. (C2), Trichoderma sp. (C3), Trichoderma sp. (C5), dan Paecilomyces sp. (C4) sedangkan cendawan yang terdapat pada tanah terinfestasi Ganderma sp. yaitu Aspergillus sp. (C10), Fusarium sp. (C11),

Penicillium sp. (C9)dan Penicillium sp. (C13). Hal ini menunjukkan bahwa pada tanah supresif terdapat kelompok cendawan yang tidak terdapat pada tanah terinfestasi Ganoderma sp. yaitu cendawan yang berasal dari genus Trichoderma

(35)

(Trichoderma sp. (C2), Trichoderma sp. (C3)dan Trichoderma sp. (C5))dan Paecilomyces (Paecilomyces sp. (C4

Menurut Julyanda (2011) yang menyatakan bahwa beberapa spesies tertentu dari genus Paecilomyces jika dikombinasikan dengan cendawan Trichoderma spp. dapat meningkatkan imunitas akar tanaman terhadap patogen tular tanah seperti Ganoderma boninense pada kelapa sawit. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan cendawan Trichoderma sp.dan Paecilomyces sp. pada tanah supresif mampu menekan pertumbuhan Ganoderma sp. penyebab penyakit busuk pangkal batang pada kelapa sawit.

)).

Identifikasi Cendawan

Hasil identifikasi dari 12 isolat diperoleh 5 genus cendawan. Lima genus tersebut yaitu Aspergillus sp., Fusarium sp., Penicilium sp., Trichoderma sp., dan Paecilomyces sp. Identifikasi cendawan dilakukan dengan mengamati morfologi cendawan secara makroskopis pada media PDA dan mikoskopis dengan menggunakan mikroskop cahaya serta mengacu pada buku Pictorial Atlas of Soil and Seed Fungi (Watanabe, 2002).

Aspergillus sp.

Cendawan Aspergillus sp. yang didapatkan memiliki miselium berwarna coklat bertepung pada permukaan atas dan berwarna hitam pada permukaan bawah(Aspergillus sp. (C8)dan Aspergillus sp. (C10)). Struktur mikroskopisnya berupa hifa bersekat, konidiofor panjang dan tidak bercabang, ujung konidiofor membengkak atau disebut vesikel dan merupakan tempat melekatnya kumpulan fialid, konidia bulat dan tersusun berantai.

(36)

Fusarium sp.

Cendawan Fusarium sp. yang didapatkan memiliki miselium aerial, tidak padat, awalnya berwarna putih, kemudian berubah keunguan (Fusarium sp. (C11)) dan ada yang berwarna putih (Fusarium sp. (C7

Penicillium sp.

)). Cendawan Fusarium memiliki hifa bersekat, konidiofor panjang atau pendek. Konidianya hialin berupa makrokonidia dan mikrokonidia, makrokonidia berbentuk seperti bulan sabit dan bersekat sedangkan mikrokonidia berbentuk elips atau oval.

Cendawan Penicillium sp. yang didapatkan memiliki miselium berwarna kecokelatan (Penicillium sp. (C13),Penicillium sp. (C14) dan Penicillium sp.

(C15)), merah mudah (Penicillium sp. (C9

Trichoderma sp.

)). Struktur hifanya bersekat, konidiofor panjang, dan diujungnya terdapat kumpulan fialid, konidia menempel pada ujung fialid, tersusun berantai, berbentuk bulat dan hialin.

Cendawan Trichoderma sp. yang didapatkan memiliki miselium aerial, awalnya berwarna putih, kemudian berubah menjadi putih kehijauan dan menggumpal (Trichoderma sp. (C2), Trichoderma sp. (C3)dan Trichoderma sp.

(C5

Paecilomyces sp.

)). Struktur hifa cendawan ini bersekat, konidiofor bercabang dan terdapat fialid disetiap percabangannya. Percabangan fialid ada yang rapat ada yang renggang. Kumpulan konidia melekat diujung fialid, konidia berbentuk bulat atau oval dan hialin.

Cendawan Paecilomyces sp. yang didapatkan memiliki miselium berwarna putih (Paecilomyces sp. (C4)), konidiofor bercabang, dan terdapat phialid

(37)

diujungnya. Phialidnya langsing membesar dipangkalnya dan memanjang diujungnya dan biasanya berkelompok seperti sikat berupa struktur di ujung konidiofornya. Konidia berbentuk oval, hialin, dan muncul dalam bentuk rantai yang panjang. Untuk beberapa spesies tertentu Paecilomyces dikombinasikan dengan Trichoderma spp. untuk meningkatkan imunitas akar terhadap patogen tular tanah seperti G. boninense pada kelapa sawit (Julyanda, 2011).

Tabel 3. Hasil identifikasi cendawan

Isolat Makroskopis Mikroskopis

Trichoderma sp. (C2)

Trichoderma sp. (C3)

Trichoderma sp. (C5)

Penicillium sp. (C9)

a b

c

b a c

b a c

b a c e

(38)

Penicillium sp. (C13)

Penicillium sp. (C14)

Penicillium sp. (C15)

Fusarium sp. (C7)

Fusarium sp. (C11)

Aspergillus sp. (C8)

b a c

d a b

c b c

d

b a

c e a

(39)

Aspergillus sp. (C10)

Paecilomyces sp. (C4)

Keterangan: (a). Vesikel, (b). Konidia, (c). Konidiofor, (d). Makrokonidia, (e).

Fialid.

Uji antagonisme cendawan tanah terhadap Ganoderma sp. secara in vitro Hasil penelitian persentase daya hambatbeberapa cendawan yang didapat dari hasil isolasi terhadap pertumbuhan Ganoderma sp. secara in vitro pada 7 hsi dapat dilihat pada Tabel 4 dan Lampiran 1-4.

Tabel 4. Persentase daya hambat terhadap Ganoderma sp. secara in vitro Perlakuan Daya hambat (%) Notasi Trichoderma sp. (C2)vs G 100,00 a Paecilomyces sp. (C4) vs G 94,71 a Penicillium sp. (C13) vs G 87,54 a Trichoderma sp. (C5) vs G 81,46 a Aspergillus sp. (C8) vs G 79,10 a Penicillium sp. (C9) vs G 76,82 a Fusarium sp. (C11) vs G 75,96 a Trichoderma sp. (C3) vs G 75,60 a Penicillium sp. (C15) vs G 48,96 b Fusarium sp. (C7) vs G 30,21 b Aspergillus sp. (C10) vs G 28,71 b Penicillium sp. (C14) vs G 27,75 b

Keterangan : Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada tabel yang sama tidak berbeda nyata pada uji Tukey 5 %.

b a c

b e c

(40)

Analisis sidik ragam (Tabel 4.) menunjukkan bahwa Trichoderma sp.

(C2), Paecilomyces sp. (C4), Penicillium sp. (C13), Trichoderma sp. (C5), Aspergillus sp. (C8), Penicillium sp. (C9), Fusarium sp. (C11)dan Trichoderma sp.

(C3)secara in vitro memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan Ganoderma sp. dengan nilai persentase penghambatan secara berturut-turut yaitu 100%, 94,71%, 87,54%, 81,46%, 79,10%, 76,82%, 75,96% dan75,60%. Tetapi berbeda nyata dengan Penicillium sp. (C15), Fusarium sp. (C7), Aspergillus sp.

(C10), dan Penicillium sp. (C14

Dari hasil analisis sidik ragam (Tabel 4.) diperoleh bahwa persentase daya hambat tertinggi terdapat pada perlakuan Trichoderma sp. (C

)dengan nilai persentase penghambatan secara berturut-turut yaitu 48,96%, 30,21%, 28,71%, dan 27,75%.

2)vs G dengan nilai persentase daya hambat sebesar 100%. Hal ini menunjukkan bahwa Trichoderma sp. merupakan cendawan yang memiliki kemampuan terbaik dalam mengendalikan Ganoderma sp. dibandingkan dengan cendawan lainnya.

Berdasarkan penelitian Affandi (2016) yang menyatakan bahwa Trichoderma spp.

Secara in vitro memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan Ganoderma sp dengan persentase penghambatan sebesar 79,21%. Purwantisari dan Hastuti (2009) menyatakan bahwa Trichoderma sp. merupakan jenis jamur antagonis yang potensial dalam mengendalikan penyakit Ganoderma secara hayati. Menurut Affandi (2016) yang menyatakan bahwa kemampuan cendawan antagonis Trichoderma sp. dalam menghambat Ganoderma pada media PDA dikarenakan adanya kompetisi unuk mendapatkan nutrsi, hiperparasit, mikoparasit dan adanya enzim kitinase yang dapat melarutkan dinding sel Ganoderma sp.

(41)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Keanekaragaman dan kelimpahan cendawan pada tanah supresif lebih tinggi daripada keanekaragaman dan kelimpahan cendawan pada tanah terinfestasi Ganoderma sp.

2. Total isolat cendawan yang diperoleh dari hasil identifikasi sebanyak 12 isolat yang terdiri dari 5 genus cendawan yaitu Trichoderma sp., Paecilomyces sp., Aspergillus sp., Penicillium sp., dan Fusarium sp.

3. Uji in vitro menunjukkan bahwa perlakuan Trichoderma sp. (C2

4. Tanah supresif mengandung cendawan yang mampu menghambat pertumbuhan patogen tular tanah.

) memiliki kemampuan terbaik dalam menghambat pertumbuhan Ganoderma sp.

Saran

Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah perlu dilakukan perbaikan kualitas tanah untuk meningkatkan keanekaragaman cendawan yang dapat menekan pertumbuhan Ganoderma sp. penyebab busuk pangkal batang serta perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektifitas Trichoderma spp. dengan Paecilomyces spp. dalam menghambat pertumbuhan Ganoderma sp.

penyebab penyakit busuk pangkal batang pada kelapa sawit di lapangan.

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Abadi AL. 1987. Biologi Ganoderma boninense Pat. pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan Pengaruh beberapa Mikroba Tanah Antagonistik terhadap Pertumbuhannya (disertasi). PPS IPB. Bogor. 147 p.

Affandi M. Pemberian Trichoderma spp. untuk Menekan Perkembangan Ganoderma sp. pada Pembibitan Kelapa Sawit di Tanah Endemik.

Agrios GN. 2005. Plant Pathology. 5th ed. London: Elsevier Academic Press.

Alabouvette C. 1999. Fusarium Wilt Suppressive Soils: an Example of Diseassuppressive Soils. Australasian Plant Pathology 28: 57-64.

Alabouvette C., Olivain C., Cordier C., Lemanceau P. & Gianinazzi S. 2001.

Enhancing Biological Control by Combining Microorganisms. dalam M.

Vurro et. al. (Ed.), Enhancing Biocontrol Agents and Handling Risks (pp:

64-76). Amsterdam : IOS Press.

Alexopoulus CJ &CW Mims. 1996. Introductory Mycology. 4th

Alviodinasyari R., Martina A. & Lestari W. 2015. Pengendalian Ganoderma boninense oleh Trichoderma sp. SBJ8 pada Kecambah dan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Tanah Gambut. JOM FMIPA 2(1): 101

Ed. John Willey &Sons Inc. New York.

Ariffin D., Idris AS. & Singh G. 2000. Status of Ganoderma in Oil Palm. di dalam: Flood J, Bridge PD, Holderners M. (Editor), Ganoderma Disease of Perenial Crops. UK: CABI Publishing 49-68.

Baker KF & Cook RJ. 1993. Biological Control of Plant Pathogen. Freeman &

Co, San Francisco.

Bergeret A. 1977. Ecologycal Viable Systems of Production. Paris:

Ecodevelopment.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2014.

http://www.bps.go.id [diakses tanggal 15 Maret 2016].

Cepeda MC. 2006. Assessing Soil Microbial Populations and Activity Following the use of Microbial Inoculationts: Efffects on Disease Suppressiveness and Soil Health. Alabama: Auburn University.

Cook RJ & Baker KF. 1996. The Nature and Practice of Biological Control of Plant Pathogens. Minnesota: APS Pr.

[Dirjenbun] Direktorat Jendral Perkebunan. 2014. Statistik Perkebunan Indonesia 2013 – 2015. Jakarta.

Hadiwiyono. 2008. Tanah Supresif: Terminologi, Sejarah, Karakteristik, dan Mekanisme. J. Perlin Tan Indo. 14(2): 47-54.

(43)

Ho YW & Nawawi A. 1985. Ganoderma boninensePat. Basal Stem Rot of Oil Palm (Elaeis guinensis) in Paninsular Malaysia. Pertanika 8;425-428.

Idris AS, Kushairi S, Ismail S & Arifin D. 2004. Selection for Partial Resistance in Oil Palm Progenies to Ganoderma Basal Stem Rot. J Oil Palm Res16:12-18.

Izzati ZMNA & Abdullah F. 2008. Disease Suppression in Ganoderma-Infected Oil Palm Seedling Treated with Trichoderma harzianum. J. Plant Protection Sci. 44(3):101-107.

Janvier C., Villeneuve F., Alabouvette C., Edel-Hermann V., Mateille T., &

Steinberg C. 2007. Soil Health Through Soil Disease Suppression: Which Strategy from Descriptors to Indicators. Soil Biology & Biochemistry: 1- 23.

Julyanda M. 2011. Keragaman dan Kelimpahan Cendawan pada Rizosfer Kelapa Sawit Sehat dan Terserang Ganoderma boninense. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Lubis S. 2008. Dinamika Populasi Jamur pada Tanah Ultisol akibat Pemberian berbagai Bahan Organik Limbah Perkebunan. USU Press. Medan.

Mukhlis. 2014. Analisis Tanah Tanaman. Edisi Kedua. USU Press. Medan.

Nildayanti. 2011. Peran Bakteri Kitinolitik dan Fungi Mikoriza Arbuskular dalam Pengendalian Busuk Pangkal Batang Kelapa Sawit [Tesis]. Bogor (ID):

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Purwantisari S & Hastuti RB. 2009. Uji Antagonisme Fungi Patogen Phytophthorainfestans Penyebab Penyakit Busuk Daun dan Umbi Tanaman Kentangdengan menggunakan Trichoderma sp. Isolat Lokal. J.

BIOMA 11(1): 24-32.

Semangun H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Ed ke- 4. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Shobah K. 2015. Keanekaragaman Cendawan pada Rizosfer Kelapa Sawit dan Palem Liar. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sinaga MS, Bonny PWS & Susanto A. 2003. Keragaman Mikroorganisme Rhizosfer Kelapa Sawit dan Patogenesitas Ganoderma boninense Pat.

sebagai dasar Pengendalian Penyakit Busuk Pangkal Batang.Laporan Akhir Hibah Bersaing IX.Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Sudantha IM, Kusnarta IGM & Sudana IN. Uji Antagonisme beberapa Jenis Jamur Saprofit terhadap Jamur Fusarium oxysporum f. sp. cubense Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman Pisang serta Potensinya sebagai Agens Pengurai Serasah.

(44)

Susanto A. 2002. Kajian Pengendalian Hayati Ganoderma boninense Pat.

Penyebab Penyakit Busuk Pangkal Batang Kelapa Sawit (disertasi).

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

. 2011. Informasi Organisme Pengganggu Tanaman (Penyakit Busuk Pangkal Batang Ganoderma boninense). Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.

Susanto A, Sudharto PS & Purba RY. 2005. Enhancing Biological Control of Basal Stem Root Disease (Ganoderma boninense) in Oil Palm Plantations. Mycopathologia 159(1): 153-157.

Sutton S. 2006. Counting colonies. Pharmaceutical Microbiol Forum Newsletter.

12(9): 2–12.

Watanabe T. 2002. Pictorial Atlas of Soil and Seed Fungi: Morphologies of Cultured Fungi and Key to Species. Ed ke-2. Boca Raton (US): CRC Press.

(45)

Lampiran 1. Keanekaragaman dan kelimpahan cendawan pada setiap faktor pengenceran pada 7 hari setelah isolasi pada media PDA.

Tanah Pengenceran Ulangan Cendawan Jlh

Supresif

10

I

-3

C2 11

C3 1

C4 2

C5 2

II C2 18

C4 1

C5 2

III C2 11

C3 7

C4 1

Total 56

10

I

-4

C5 2

II C7 2

III C5 1

C14 1

Total 6

10

I

-5

C7 1

II C15 1

C8 1

III C8 2

Total 5 Total cendawan di tanah supresif 67

Ganoderma

10

I

-3

C9 1

II C11 1

III C13 3

Total 5

10

I

-4

C9 1

C10 1

C11 1

II C11 1

III

Total 4 10

I

-5

II

III C10 1

Total 1 Total cendawan di tanah terinfestasiGanoderma sp. 12

(46)

Lampiran 2. Hasil perhitungan keanekaragaman dan keimpahan cendawan

Sampel Tanah Keanekaragaman

cendawan

Tanah Supresif 8 isolat

Pengenceran 10-3 4 isolat

Pengenceran 10-4 3 isolat

Pengenceran 10-5 3 isolat

Tanah terinfestasiGanoderma sp. 4 isolat

Pengenceran 10-3 3 isolat

Pengenceran 10-4 3 isolat

Pengenceran 10-5 1 isolat

(47)

Lampiran 3. Keberadaan cendawan pada sampel tanah yang diamati Isolat Tanah Supresif Tanah Terinfestasi

Aspergillus sp. (C8) √ -

Aspergillus sp. (C10) - √

Fusarium sp. (C7) √ -

Fusarium sp. (C11) - √

Penicillium sp. (C9) - √

Penicillium sp. (C13) - √

Penicillium sp. (C14) √ -

Penicillium sp. (C15) √ -

Trichoderma sp. (C2) √ -

Trichoderma sp. (C3) √ -

Trichoderma sp. (C5) √ -

Paecilomyces sp. (C4) √ -

Total cendawan 8 4

(48)

Lampiran 4. Data Pengamatan dan hasil analisis sidik ragam uji daya hambat terhadap Ganoderma sp. pada 1 hsp.

Perlakuan Ulangan

I II III

Penicillium sp. C13 vs G 66,67 100,00 50,00 Aspergillus sp. C8 vs G 66,67 100,00 100,00 Penicillium sp. C9 vs G 33,33 50,00 50,00 Trichoderma sp. C5 vs G 33,33 0,00 0,00

Fusarium sp. C11 vs G 66,67 0,00 50,00 Paecilomyces sp. C4 vs G 66,67 50,00 50,00 Trichoderma sp. C2 vs G 100,00 100,00 100,00 Penicillium sp. C14 vs G 33,33 0,00 0,00 Penicillium sp. C15 vs G 33,33 0,00 0,00 Fusarium sp. C7 vs G 66,67 0,00 0,00 Aspergillus sp. C10 vs G 0,00 0,00 0,00 Trichoderma sp. C3 vs G 33,33 0,00 0,00

SK db JK KT Fh F5% Ket

Perlakuan 12,00 41780,63 3481,719 7,779841 2,18338 * Galat 24,00 10740,74 447,5309

Total 36 52521,37

Perlakuan Daya hambat (%) Notasi Trichoderma sp. C2 vs G 100,00 a

Aspergillus sp. C8 vs G 88,89 a Penicillium sp. C13 vs G 72,22 ab Paecilomyces sp. C4 vs G 55,56 abc

Penicillium sp. C9 vs G 44,44 abc Fusarium sp. C11 vs G 38,89 abc Fusarium sp. C7 vs G 22.22 bc Trichoderma sp. C5 vs G 11,11 bc Penicillium sp. C15 vs G 11,11 bc Trichoderma sp. C3 vs G 11,11 bc Penicillium sp. C14 vs G 11,11 bc Aspergillus sp. C10 vs G 0,00 c

(49)

Lampiran 5. Data Pengamatan dan hasil analisis sidik ragam uji daya hambat terhadap Ganoderma sp. pada 2 hsp.

Perlakuan Ulangan

I II III

Penicillium sp. C13 vs G 77,78 85,71 66,67 Aspergillus sp. C8 vs G 77,78 85,71 83,33 Penicillium sp. C9 vs G 44,44 57,14 66,67 Trichoderma sp. C5 vs G 55,56 42,86 33,33 Fusarium sp. C11 vs G 66,67 42,86 66,67 Paecilomyces sp. C4 vs G 77,78 71,43 83,33 Trichoderma sp. C2 vs G 100,00 100,00 100,00

Penicillium sp. C14 vs G 33,33 14,29 16,67 Penicillium sp. C15 vs G 22,22 14,29 0,00

Fusarium sp. C7 vs G 55,56 42,86 16,67 Aspergillus sp. C10 vs G 0,00 0,00 0,00 Trichoderma sp. C3 vs G 55,56 28,57 0,00

SK Db JK KT Fh F5% Ket

Perlakuan 12,00 38391,90 3199,325 19,38233 2,18338 * Galat 24,00 3961,54 165,064

Total 36 42353,43

Perlakuan Daya hambat (%) Notasi Trichoderma sp. C2 vs G 100,00 a

Aspergillus sp. C8 vs G 82,28 ab Paecilomyces sp. C4 vs G 77,51 abc

Penicillium sp. C13 vs G 76,72 abc Fusarium sp. C11 vs G 58,73 bcd Penicillium sp. C9 vs G 56,08 bcd Trichoderma sp. C5 vs G 43,92 cde Fusarium sp. C7 vs G 38,36 de Trichoderma sp. C3 vs G 28,04 def

Penicillium sp. C14 vs G 21,43 def Penicillium sp. C15 vs G 12,17 ef Aspergillus sp. C10 vs G 0,00 f

(50)

Lampiran 6. Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam uji daya hambat terhadap Ganoderma sp. pada 3 hsp.

Perlakuan Ulangan

I II III

Penicillium sp. C13 vs G 80,00 81,82 72,73 Aspergillus sp. C8 vs G 66,67 81,82 81,82 Penicillium sp. C9 vs G 53,33 54,55 54,55 Trichoderma sp. C5 vs G 46,67 54,55 54,55 Fusarium sp. C11 vs G 60,00 27,27 63,64 Paecilomyces sp. C4 vs G 80,00 81,82 90,91 Trichoderma sp. C2 vs G 100,00 100,00 100,00

Penicillium sp. C14 vs G 13,33 0,00 27,27 Penicillium sp. C15 vs G 33,33 9,09 0,00

Fusarium sp. C7 vs G 53,33 18,18 0,00 Aspergillus sp. C10 vs G 6,67 9,09 9,09 Trichoderma sp. C3 vs G 60,00 36,36 0,00

SK db JK KT Fh F5% Ket

Perlakuan 12,00 38290,15 3190,846 14,23657 2,18338 * Galat 24,00 5379,12 224,1302

Total 36 43669,27

Perlakuan Daya hambat (%) Notasi Trichoderma sp. C2 vs G 100,00 a Paecilomyces sp. C4 vs G 84,24 ab

Penicillium sp. C13 vs G 78,18 ab Aspergillus sp. C8 vs G 76,77 ab Penicillium sp. C9 vs G 54,14 bc Trichoderma sp. C5 vs G 51,92 bcd

Fusarium sp. C11 vs G 50,30 bcd Trichoderma sp. C3 vs G 32,12 cd

Fusarium sp. C7 vs G 23,84 cd Penicillium sp. C15 vs G 14,14 cd Penicillium sp. C14 vs G 13,54 cd Aspergillus sp. C10 vs G 8,28 d

(51)

Lampiran 7. Data pengamatan dan hasil analisis sidik ragam uji daya hambat terhadap Ganoderma sp. pada 4 hsp.

Perlakuan Ulangan

I II III

Penicillium sp. C13 vs G 80,95 82,35 78,95 Aspergillus sp. C8 vs G 66,67 76,47 78,95 Penicillium sp. C9 vs G 57,14 47,06 63,16 Trichoderma sp. C5 vs G 47,62 70,59 73,68 Fusarium sp. C11 vs G 61,90 47,06 73,68 Paecilomyces sp. C4 vs G 85,71 88,24 94,74 Trichoderma sp. C2 vs G 100,00 100,00 100,00

Penicillium sp. C14 vs G 0,00 5,88 36,84 Penicillium sp. C15 vs G 28,57 5,88 15,79 Fusarium sp. C7 vs G 38,10 11,76 10,53 Aspergillus sp. C10 vs G 4,76 11,76 10,53 Trichoderma sp. C3 vs G 71,43 58,82 26,32

SK Db JK KT Fh F5% Ket

Perlakuan 12,00 40150,95 3345,913 21,90329 2,18338 * Galat 24,00 3666,20 152,7585

Total 36 43817,16

Perlakuan Daya hambat (%) Notasi Trichoderma sp. C2 vs G 100,00 a Paecilomyces sp. C4 vs G 89,56 ab

Penicillium sp. C13 vs G 80,75 abc Aspergillus sp. C8 vs G 74,03 abc Trichoderma sp. C5 vs G 63,96 abc Fusarium sp. C11 vs G 60,88 bc Penicillium sp. C9 vs G 55,79 bcd Trichoderma sp. C3 vs G 52,19 cde Fusarium sp. C7 vs G 20,13 def Penicillium sp. C15 vs G 16,75 ef Penicillium sp. C14 vs G 14,24 f Aspergillus sp. C10 vs G 9,02 f

Gambar

Gambar 1. (a) Badan buah Ganoderma  sp. (b) Gejala serangan Ganoderma  sp.
Gambar 3.  Isolat cendawan pada setiap sampel tanah; (a) Trichoderma sp. (C 2) ,  (b)  Trichoderma  sp
Gambar 4. Kelimpahan cendawan pada tanah supresif
Tabel 2. Keberadaan cendawan pada setiap sampel tanah
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukka n analisis regresi dan korelasi kelembaban tanah hubungannya terhadap laju infeksi penyakit busuk pangkal batang (Ganoderma sp.) berpengaruh nyata

Koefisien Regresi Populasi Cendawan dan Derajat Infeksi Akar terhadap C-Organik Tanah, N-Total Tanah, Kelembaban Tanah, Kemasaman Tanah, dan Kerapatan Lindak Tanah pada Piringan

Hasil analisis tanah menunjukkan tanah-tanah dengan tekstur lempung, pH yang mendekati netral, dan kapasitas tukar kation yang tinggi yaitu andisol, entisol, dan inceptisol

boninense kandungan unsur Boron (B) lebih tinggi dibandingkan dengan kadar Boron yang terdapat pada sampel tanah supresif.. Besarnya perbedaan kadar B antar kedua

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh pemberian cendawan endofit asal tanaman kelapa sawit dapat meningkatkan pertumbuhan kelapa sawit pada tanah terinfeksi