• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Finansial Usaha Penggemukan Babi Bali yang Menggunakan Ransum Non Konvensional.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Finansial Usaha Penggemukan Babi Bali yang Menggunakan Ransum Non Konvensional."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah disampaikan pada acara Seminar dan Kongres I AITBI, 5 Agustus 2015

ANALISIS FINANSIAL USAHA PENGGEMUKAN BABI BALI YANG MENGGUNAKAN RANSUM NON KONVENSIONAL

I W. Sukanata, I P. Ari Astawa., I K., Sumadi., K.M. Budaarsa, M. Budiasa, A.A.P. Putra Wibawa

Fakultas Peternakan Universitas Udayana e-mail: [email protected]

Hp.: 081353248994

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana tingkat keuntungan yang diperoleh dari usaha penggemukan babi bali yang menggunakan ransum non konvensional. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Candikusuma, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana dari bulan Juni hingga September 2014. Sebanyak 16 ekor anak babi bali dengan rata-rata berat 10,38 kg/ekor digemukkan selama 4 bulan dengan menggunakan ransum yang terdiri atas 9,95% pakan komersial CP 551, jagung dan polar (dedak gandum) masing-masing 21,56%, batang pisang 46,43%, dan tepung kunyit 0,51%.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata jumlah ransum yang dikonsumsi per hari adalah sekitar 1,57 kg/ekor, dengan FCR 5,42. Sedangkan pertambahan berat badan yang dihasilkan yaitu rata-rata 0,29 kg/ekor/hari. Besarnya keuntungan yang diperoleh dari usaha penggemukan babi bali sebanyak 16 ekor dalam waktu 4 bulan adalah Rp. 3.212.944, atau sekitar Rp.200.809,-/ekor dengan R/C 1,17. Usaha ini mencapai titik impas (break even) pada jumlah pemeliharaan sebanyak 8 ekor, atau ketika harga babi Rp. 1.199.191,-/ekor atau Rp. 26.545,-/kg.

(2)

Makalah disampaikan pada acara Seminar dan Kongres I AITBI, 5 Agustus 2015 FINANCIAL ANALYSIS OF BALI PIG FATTENING

USING NON CONVENTIONAL RATIONS

I W. Sukanata, I P. Ari Astawa., I K., Sumadi., KM Budaarsa, M. Budiasa, A.A. P. Putra Wibawa

Animal Husbandry Faculty of Udayana University e-mail: [email protected]

Hp .: 081353248994

ABSTRACT

This study aims to analyze the financial profits of bali pig fattening fed with non-conventional ration. This research was conducted in the village of Candikusuma, Melaya District, Jembrana from June up to September 2014. 16 piglets with an average body weight of 10.38 kg/head fattened for 4 months by using ration consisting of commercial feed CP 551 of 9.95%, corn and polar (wheat bran) respectively 21.56%, banana stems of 46.43%, and turmeric powder of 0.51%.

The results showed that the average feed consumption per day was 1.57 kg/head and 5.42 FCR. While the weight gain achieved an average of 0.29 kg/head/day. The amount of benefits obtained from 16 piglets bali pig fattening within 4 months were Rp. 3,212,944,- or about Rp. 200,809,-/head with R/C of 1.17. Break-even point reached when eight heads of production or the prices of live pig were Rp. 1,199,191,- /head or Rp. 26,545,-/kg.

Keywords: bali pigs, fattening, financial analysis

PENDAHULUAN

Babi mempunyai peranan yang sangat penting bagi masyarakat Bali, baik

dari sisi ekonomi maupun sosial budaya. Dari sisi ekonomi, ternak babi

merupakan mesin biologis yang dapat menghasilkan daging, di samping juga

sebagai sumber pendapatan bagi masyarakat. Ternak babi juga memberikan

multiflier efek yang besar, karena mempunyai keterkaitan yang besar baik dengan

industri di hulu dan di hilirnya. Dari sisi sosial budaya, ternak babi merupakan

salah satu sarana upacara agama dan adat yang tidak tergantikan.

Salah satu jenis babi yang banyak dipelihara di Bali adalah babi bali yang

merupakan sumber flasma nutfah asli Bali. Saat ini populasinya di Bali sekitar

30% dari populasi babi keseluruhan. Babi tersebut memiliki berbagai keunggulan

(3)

Makalah disampaikan pada acara Seminar dan Kongres I AITBI, 5 Agustus 2015

ekstrim, dapat tumbuh dengan baik walaupun pakan yang diberikan seadanya,

serta hemat air. Keunggulan tersebut membuat babi jenis ini menjadi pilihan

petani di daerah-daerah marginal, seperti Kecamatan Kubu, Gerokgak, Nusa

Penida, dan yang lainnya, karena di daerah itu ia masih mampu berproduksi

dengan baik. Di samping itu, daging babi bali memiliki citarasa yang lebih gurih,

dan sangat cocok dipakai sebagai babi guling. Di beberapa daerah, dalam

membuat babi guling atau membuat sesaji masih fanatik harus menggunakan

menggunakan babi bali.

Pemeliharaan babi bali secara umum dilakukan secara tradisional (sebagai

tatakan banyu) dengan pakan seadanya, yaitu berupa limbah dapur dan hasil

sampingan di kebun/tegal. Cara pemeliharaan seperti memiliki banyak

kekurangan baik dari sisi kuantitas maupun kualitas sehingga jumlah babi yang

bisa dipelihara sangat terbatas. Akibatnya populasi babi bali tidak berkembang,

bahkan cenderung turun rata-rata 2,92% per tahun dari tahun 2009 sampai 2013.

Salah satu alternatif yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah

ketersediaan pakan secara tradisional tersebut di atas adalah dengan menggunakan

pakan non konvensional. Pakan non konvensional seperti konsentrat, jagung

giling, dedak padi, dan polar ketersediaannya berlimpah dan mudah diperoleh.

Namun demikian, dalam memperolehnya dibutuhkan biaya yang cukup besar

sehingga akan meningkatkan biaya produksi. Salah satu syarat bagi suatu

komoditas peternakan agar dapat terus berkembang adalah mampu memberikan

keuntungan bagi yang membudidayakannya. Berdasarkan hal tersebut, yang

menjadi pertanyaan adalah, apakah dengan menggunakan ransum non

konvensional usaha penggemukan babi bali menguntungkan atau tidak secara

finansial, dan jika menguntungkan sejauh mana tingkat keuntungan yang

diberikan?. Dengan demikian maka kajian ini sangat penting dilakukan untuk

menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Candikusuma, Kecamatan Melaya,

Kabupaten Jembrana. Lama penelitian selama 6 bulan yaitu dari bulan Mei

(4)

Makalah disampaikan pada acara Seminar dan Kongres I AITBI, 5 Agustus 2015 Ternak dan Pakan

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah babi bali lepas sapih

dengan bobot badan rata-rata 10,38 kg/ekor. Jumlah ternak yang digunakan

sebanyak 16 ekor, dipelihara dalam kandang selama 4 bulan. Kandang yang

digunakan adalah kandang koloni dengan ukuran panjang 3m, lebar 3 m dan

tinggi 1m. Setiap unit kandang dilengkapi dengan tempat makan dan air minum.

Ransum yang digunakan adalah ransum yang disusun dari beberapa bahan

pakan, seperti pada Tabel 1. Ransum di susun berdasarkan standar NRC (1988)

[image:4.612.127.508.420.504.2]

dengan komposisi seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel. 1. Komposisi Bahan Penyusun Ransum

Bahan Pakan Komposisi (%)

a. CP 551 b. Polar

c. Dedak jagung (empok) d. Batang pisang

e. Tepung kunyit

9,95 21,56 21,56 46,43 0,51

Total 100

Kandungan nutrien dari ransum tersebut di atas dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel. 2.Kandungan Nutrien Ransum

Nutrien Kandungan Standart*

ME (kkal/kg) Protein (%) Serat kasar (%) Mineral (%) Curcuma (%)

3266 17,65 16,05 6,8 3,2

3260 18 15 6,8 3,2-6

*Ransum disusun berdasarkan rekomendasi NRC (1988)

Analisis Usaha

Analisis usaha dilakukan dengan menentukan beberapa indikator finansial

antara lain: pendapatan bersih (net farm income), Revenue Cost Ratio (R/C

Ratio), titik impas harga, dan titik impas produksi.

Pendapatan bersih (net farm income)

Pendapatan bersih merupakan selisih antara penerimaan dengan semua

biaya yang dikeluarkan, yang ditentukan dengan rumus (Soekartawi, 2002):

(5)

Makalah disampaikan pada acara Seminar dan Kongres I AITBI, 5 Agustus 2015 Keterangan:

Pd = pendapatan bersih TR = penerimaan TC = total biaya

Penerimaan merupakan nilai produksi (value of production) dari usaha

penggemukan babi bali dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan biaya merupakan

semua pengeluaran untuk membiayai suatu usaha. Biaya diklasifikasikan menjadi

biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya investasi

seperti biaya bangunan kandang dan peralatan diperhitungkan sebagai biaya

penyusutan dengan menggunakan metode garis lurus (Ibrahim 2003) sebagai

berikut:

n NS HB

P

Keterangan:

P = biaya penyusutan HB = harga beli aset NS = nilai sisa aset n = umur ekonomis

Analisis R/C Ratio

R/C ratio ditentukan dengan membagi total penerimaan (TR) dengan total

biaya (TC) seperti rumus berikut (Soeharjo dan Patong, 1973).

TC TR R/C

Nilai R/C ratio yang lebih besar dari satu berarti menguntungkan, dan

sebaliknya jika nilainya kurang dari satu. Jika R/C ratio sama dengan satu, berarti

usaha tersebut berada dalam keadaan impas.

Analisis Titik Impas

Suatu usaha dikatakan berada dalam keadaan impas (break even) yaitu

ketika usaha tersebut berada dalam keadaan tidak untung tetapi juga tidak rugi.

Titik impas dapat dilihat berdasarkan jumlah produksi (titik impas produksi) dan

harga (titik impas harga). Titik impas tersebut digunakan untuk melihat berapakah

jumlah produksi maupun harga babi minimal agar usaha penggemukan babi bali

dapat memberikan keuntungan. Titik impas produksi dan titik impas harga

(6)

Makalah disampaikan pada acara Seminar dan Kongres I AITBI, 5 Agustus 2015 VC)

(P TFC Q

Q

BEP

Q TVC TFC

PBEP

Keterangan:

QBEP = Produksi babi bali dalam keadaan impas

PQ = harga babi bali

TFC = total biaya tetap TVC = total biaya tidak tetap

VC = biaya tidak tetap per unit produk PBEP = harga babi bali dalam keadaan impas

Q = produksi babi bali

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penampilan Babi Bali Hasil Penggemukan

Babi bali dengan berat awal rata-rata 10,38 kg/ekor setelah digemukkan

selama 4 bulan rata-rata berat badannya dapat mencapai 45,18 kg/ekor. Dengan

demikian pertambahan berat badan yang dihasilkan selama 4 bulan adalah 34,8 kg

atau sekitar 0,29 kg/ekor/hari. Sedangkan jumlah ransum yang dikonsumsi per

hari rata-rata sekitar 1,57 kg/ekor. Dengan demikian nilai FCR yang dihasilkan

yaitu sekitar 5,42.

Biaya Usaha

Biaya usaha merupakan semua pengeluaran dari suatu usaha untuk

menghasilkan output (Kadarsan, 1995). Besarnya biaya yang diperlukan oleh

suatu perusahaan sangat tergantung dari besarnya skala usaha tersebut. Menurut

Ibrahim (2003), biaya usaha dapat dibedakan menjadi biaya investasi dan biaya

modal kerja. Biaya modal kerja tersebut juga dapat digolongkan menjadi biaya

tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost).

Usaha penggemukan babi bali dengan skala pemeliharaan sebanyak 16

[image:6.612.138.506.595.706.2]

ekor memerlukan dana investasi sebesar Rp. 43.893.750,- (Tabel 3).

Tabel 3. Kebutuhan dana investasi penggemukan babi bali dengan skala 16 ekor

No Komponen Biaya Biaya Investasi(Rp)

1 Kandang (18 m2) 14.062.500

2 Gudang (9 m2) 7.031.250

3 Sewa lahan (500 m2, selama 10 tahun) 12.500.000

4 Mesin dan peralatan 5.300.000

5 Instalasi Listrik dan Air 5.000.000

(7)

Makalah disampaikan pada acara Seminar dan Kongres I AITBI, 5 Agustus 2015

Biaya pembangunan kandang dan sewa lahan merupakan dua komponen biaya

yang nilainya cukup besar. Nilai kedua komponen tersebut mencapai 60,52% dari

total biaya investasi.

Sedangkan besarnya modal kerja atau biaya operasional yang dibutuhkan

untuk menggemukkan 16 ekor babi bali dalam satu periode produksi (selama 4

bulan) adalah sebesar Rp. 19.187.056,-. Biaya tersebut meliputi biaya tidak tetap (variable cost) dan biaya tetap (fixed cost) yang terdiri atas beberapa komponen

[image:7.612.135.508.260.505.2]

biaya seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pendapatan dan Biaya dari Usaha Penggemukan Babi Bali dengan skala 16 ekor dalam satu periode produksi (4 bulan)

No. Komponen Biaya Jumlah Harga

(Rp/satuan)

Jumlah (Rp)

A Biaya Tidak Tetap

Pakan 3.015,36 kg 2.740 8.262.160

Bibit 16 ekor 500.000 8.000.000

Obat-obatan 16 paket 25.000 400.000

Jumlah Biaya Tidak Tetap 16.662.160

B Biaya Tetap

Karyawan 19,2 HKSP 50.000 960.000

Air dan Listrik 1 paket 600.000 600.000

Penyusutan 964.896

Jumlah Biaya Tetap 2.524.895,8

C Total Biaya 19.187.056

D Penerimaan 16 ekor 1.400.000 22.400.000

E Pendapatan bersih 3.212.944

F R/C 1,17

HKSP: hari kerja setara pria (1 HKSP = 8 jam)

Biaya pembelian bibit dan pakan pada kelompok biaya tidak tetap cukup

besar, yaitu mencapai 97,60% dari total biaya tidak tetap atau sekitar 84,76% dari

total biaya. Biaya pakan kemungkinan akan masih bisa ditekan dengan

memperbesar skala produksi. Dengan memperbesar skala produksi maka akan

membutuhkan pakan yang lebih banyak. Pembelian pakan dalam jumlah yang

lebih besar umumnya akan mendapat harga yang lebih murah dibandingkan

dengan pembelian dalam jumlah sedikit. Sedangkan biaya bibit kemungkinan

(8)

Makalah disampaikan pada acara Seminar dan Kongres I AITBI, 5 Agustus 2015

dengan usaha pembibitan. Namun demikian, perlu dikaji terlebih dahulu

sejauhmana kelayakan finansial usaha pembibitan babi bali.

Komponen biaya tetap terdiri dari upah tenaga kerja, biaya air dan listrik,

serta biaya penyusutan. Besarnya biaya yang diperlukan untuk upah tenaga kerja

adalah sebesar Rp. 50.000 per hari kerja setara pria (HKSP). Untuk

menggemukkan babi bali sebanyak 16 ekor selama 4 bulan diperlukan waktu

sekitar 19,2 HKSP, dimana 1 HKSP setara dengan 8 jam per hari. Artinya setiap

ekor babi rata-rata membutuhkan waktu sekitar 0,01HKSP per hari atau sekitar

4,8 menit per hari.

Pendapatan Usaha

Rata-rata Besarnya penerimaan yang diperoleh dari usaha babi bali

sebanyak 16 ekor selama 4 bulan adalah sebesar Rp. 22.400.000,-. Pendapatan ini

diperoleh dari penjualan babi bali hidup dengan sistem cawangan (tanpa melalui

timbangan) dengan harga 1.400.000,-/ekor. Setelah dikurangi dengan semua biaya

maka diperoleh pendapatan bersih sebesar Rp. 3.212.944,- atau rata-rata sekitar

Rp. 200.809,-/ekor

Babi bali sangat diminati oleh pedagang babi guling untuk dijadikan babi

guling. Hal ini sejalan dengan Miwada et al. (2014) yang menyatakan bahwa

sekitar 37,20% dari jumlah warung makan babi guling di Bali menggunakan jenis

babi bali sebagai bahan bakunya. Babi bali memang sangat cocok dijadikan

sebagai babi guling seperti yang disampaikan oleh Budaarsa (2012; 2014) yang

menyatakan bahwa babi bali memiliki citarasa yang lebih gurih, dan sangat cocok

dipakai sebagai babi guling. Hal ini juga didukung oleh Suarna dan Suryani

(2014) yang menyatakan bahwa babi bali sangat potensial sebagai babi guling

karena komposisi lipatan lemak di bawah kulit akan memberikan aroma dan

tekstur yang sangat baik. Namun demikian, karena keterbatasan populasi babi bali

seringkali pedagang babi guling tidak mendapat pasokan babi bali secara kontinyu

untuk dijadikan babi guling. Hal ini tentu menjadi peluang dan sekaligus

tantangan bagi peternak babi bali untuk dapat memenuhi permintaan babi bali

secara berkelanjutan.

(9)

Makalah disampaikan pada acara Seminar dan Kongres I AITBI, 5 Agustus 2015

Pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi

dalam pencapaiannya. R/C ratio merupakan salah satu ukuran yang dapat

digunakan untuk mengukur efisiensi pencapaian pendapatan. Semakin besar nilai

R/C ratio dari suatu usaha maka semakin efisien pencapaian pendapatan dari

usaha tersebut. Usaha penggemukan babi bali selama 4 bulan menghasilkan R/C

ratio sebesar 1,17. Angka ini menunjukkan bahwa dari setiap rupiah yang

dikeluarkan akan diperoleh penerimaan sebesar Rp. 1,17. Angka ini menunjukkan

bahwa usaha penggemukkan babi bali cukup menguntungkan, dimana ia mampu

memberikan keuntungan sekitar 17% dari biaya yang dikeluarkan per periode

produksi (atau sekitar 4,25%/bulan).

Supriadi et al. (2001) menyatakan bahwa pendapatan petani dapat

ditingkatkan dengan memacu produksi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan

untuk itu adalah dengan memberikan pakan tambahan berupa enzim atau

probiotik. Hal ini didukung oleh apa yang dilaporkan oleh Parwati et al. (2014)

yang menyatakan bahwa pemberian enzim philazim maupun probiotik Bio B

mampu memberikan pertambahan berat badan harian pada babi peranakan

Landrace masing-masing sebesar 0,8 kg dan 0,83 per ekor dengan R/C ratio

masing-masing sebesar 1,59 dan 1,61.

Titik Impas

Usaha ini mencapai titik impas (break even) pada jumlah pemeliharaan

sebanyak 8 ekor, atau ketika harga babi bali hidup Rp. 1.199.191,-/ekor atau Rp.

26.545,-/kg. Artinya, ketika jumlah pemeliharaan sebanyak 8 ekor maka usaha

penggemukan babi bali berada dalam kondisi tidak untung tetapi juga tidak rugi.

Jika jumlah pemeliharaan di atas jumlah tersebut maka usaha ini akan untung, dan

jika jumlah pemeliharaan kurang dari 8 ekor maka akan rugi. Begitu pula jika

harga babi bali hidup lebih dari Rp 1.199.191,-/ekor atau lebih dari Rp.

26.545,-/kg maka usaha ini akan menguntungkan , dan sebaliknya akan merugikan jika

harganya di bawah angka tersebut.

SIMPULAN

1. Usaha penggemukan babi bali dengan menggunakan ransum non konvensional

(10)

Makalah disampaikan pada acara Seminar dan Kongres I AITBI, 5 Agustus 2015

2. Usaha penggemukan babi bali dengan menggunakan ransum non konvensional

dapat mencapai titik impas (break even) pada jumlah pemeliharaan sebanyak 8

ekor, atau ketika harga babi hidup Rp. 1.199.191,-/ekor atau Rp. 26.545,-/kg.

SARAN

1. Peningkatan skala produksi dapat dipertimbangkan agar mendapat harga pakan

yang lebih rendah. Sedangkan untuk menekan biaya bibit, maka salah satu hal

yang bisa dilakukan adalah dengan mengkombinasikan usaha penggemukan

dengan pembibitan, namun demikian perlu dikaji sebelumnya mengenai

kelayakan finansial usaha pembibitan babi bali.

2. Perlu di lakukan penelitian lebih lanjut mengenai respon babi bali terhadap

pemberian pakan tambahan seperti enzim maupun probiotik untuk

mengoptimalkan produksi

DAFTAR PUSTAKA Budaarsa, K. 2012. Babi Guling Bali. Buku Arti. Denpasar

Budaarsa, K. 2014. Potensi Ternak Babi dalam Pemenuhan Daging di Bali. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Ternak Babi. Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Denpasar.

Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. UI-Press. Jakarta.

Ibrahim, H.M.Y. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Rineka Cipta., Jakarta.

Kadarsan, Halimah W. 1995. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan Agribisnis. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Miwada, I N.S., I G. Mahendra, K. Budaarsa, dan Martini, H. 2014. Studi Kebutuhan Babi untuk Warung makan Babi Guling di Bali. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Ternak Babi. Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Denpasar.

Suarna, I W., dan N.N. Suryani. 2014. Peluang dan Tantangan Pengembangan Ternak Babi Bali di Kabupaten Gianyar Provinsi Bali. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Ternak Babi. Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Denpasar.

Supriadi H., D., Zaenudin, dan S. Guntoro. 2001. Analisa Ekonomi Pemanfaatan Limbah Dapur dan Restoran untuk Ransum Ternak di Tingkat Petani. Pros. Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian dalam Upaya Optimalisasi Potensi Wilayah Mendukung Otonomi Daerah.

(11)

$

fr

@

RTIFIKA

0mllrix

uptlt

:

a/

l4lq$

.qull,,o,,t

,

S.rn-,

*rJ-9L

6EEAGAI

?aelal

SEMINAR NASIONAL

DAN

KONGRES

I

AITBI

SIIMBANGAN

PETtrRNAKAN

BAAI

DALAM

PUMSNUH&N

KT,BI]TU

fiN

PANqAN

NASIONAL

DA-I{

MENDOftONS

PELU*NS

EKSPOR"

Bokultns

Pcternakan

Univorcitas

Udoyona,

I)enpasar

Bali

4-5AgUSIUS2015

lrs|.

tohd

Donlaror,

a

Arurtur

2ot5

Untv€rdtor

UdaFnq

Dodotnc,

XJ

SE

u

,$

toot

Dr.

I

Ldr 9utu

tdrronl,

r.ft.X.P

l{lP.

$rtot2t20000:tiloot

Gambar

Tabel. 1. Komposisi Bahan Penyusun Ransum
Tabel 3. Kebutuhan dana investasi penggemukan babi bali dengan skala 16 ekor
Tabel 4. Pendapatan dan Biaya dari Usaha Penggemukan Babi Bali dengan skala 16 ekor dalam satu periode produksi (4 bulan) No

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dengan judul Analisis Usaha Ternak Babi di Kabupaten Nias Selatan bertujuan untuk mengetahui keragaan usaha ternak babi dan besarnya pendapatan yang

Untuk mengetahui keuntungan yang layak dari suatu usaha umumnya metode. yang dugunakan adalah Return Cost Ratio dan Break Even

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi ransum babi bali yang dipelihara dalam kandang dengan menggunakan alas tanah (perlakuan A) yaitu 107,95 kg/ekor (Tabel 1).. Sedangkan

Disarankan agar usaha penggemukan sapi Bali dengan sistem bagi hasil harus menggunakan bakalan pada umur 2,5 – 4 tahun, sehingga diharapkan dapat meningkatkan tingkat

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu bahwa usaha penggemukan sapi PFH jantan di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali layak untuk diusahakan

Hasil analisis terhadap usaha perbibitan sapi bali dengan sumber pembiayaan berasal dari dana Bansos dan dihitung berdasarkan biaya totalnya, menunjukkan bahwa

Usaha kelinci dengan skala 20 ekor induk dan 5 ekor pejantan untuk menghasilkan daging dan kulit bulu dapat diperoleh keuntungan sebesar Rp 9.206.200,-/tahun atau Rp

Pendapatan BEP dan R/C Penggemukan Kambing Di Kelompok Tani Kuncen Farm Komponen Rata-rata Pendapatan Rp 8.592.903 BEP Unit ekor 7 BEP Harga Rp 1.777.130 R/C 1,48 Sumber: Data