• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FINANSIAL USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG RAKYAT DI KECAMATAN GONDANGREJO KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS FINANSIAL USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG RAKYAT DI KECAMATAN GONDANGREJO KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

ANALISIS FINANSIAL USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG RAKYAT DI KECAMATAN GONDANGREJO

KABUPATEN KARANGANYAR

SKRIPSI

Oleh:

JOSUA SAHALA

H0508011

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

ANALISIS FINANSIAL USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG RAKYAT DI KECAMATAN GONDANGREJO

KABUPATEN KARANGANYAR

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Peternakan

Oleh:

JOSUA SAHALA

H0508011

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(3)

commit to user

ii

ANALISIS FINANSIAL USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG RAKYAT DI KECAMATAN GONDANGREJO

KABUPATEN KARANGANYAR

yang dipersiapkan dan disusun oleh JOSUA SAHALA

H 0508011

Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal: Juli 2012

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Ketua

Shanti Emawati, S.Pt.,MP NIP. 19800903 200501 2 001

Anggota I

drh. Endang Tri Rahayu, MP NIP. 19720305 200604 2 001

Anggota II

Ir. YBP. Subagyo, MS NIP. 19480314 197903 1 001

Surakarta, Juli 2012

Mengetahui

Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian

Dekan,

(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

oleh Kasih dan Anugerahnya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

Judul Analisis Finansial Usaha Penggemukan Sapi Potong Rakyat Di

Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar. Penulis menyadari

selama penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini, mendapat banyak

bimbingan, arahan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Penulis

ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ketua Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

3. Ibu Shanti Emawati, S.Pt.,MP. sebagai dosen pembimbing utama.

4. Ibu drh. Endang Tri Rahayu.,MP sebagai dosen pembimbing

pendamping dan anggota penguji I.

5. Bapak Ir. YBP Subagyo.,MS sebagai anggota penguji II.

6. Kedua orang tua yang selalu memberikan motivasi untuk menyelesaikan

skripsi ini.

7. Teman-teman yang selalu memberikan motivasi untuk menyelesaikan

skripsi ini.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam

pelaksanaan penelitian di penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari

sempurna, karenanya kritik dan saran yang membangun diharapkan dan

semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Surakarta, Juli 2012

(5)

commit to user

E. Keterangan Empiris Yang Diharapkan ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Ternak Sapi Potong ... 5

B. Kondisi Usaha Penggemukan Sapi Potong ... 9

C. Perkandangan ... 11

D. Aspek Ekonomi Usaha Ternak Sapi Potong ... 13

E. Analisis Cash Flow... 15

F. Analisis Finansial ... 16

G. Analisis Break Even Point (BEP)... 18

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN ... 20

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

B. Desain Penelitian ... 20

C. Teknik Penentuan Sampel ... 20

(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

E. Teknik Pengumpulan Data ... 23

F. Metode Analisis Data ... 24

G. Batasan – Batasan Operasional ... 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 29

B. Potensi Pertanian dan Peternakan ... 31

C. Karakteristik Responden ... 33

D. Aspek Teknis Usaha Penggemukan Sapi Potong ... 39

E. Aspek Ekonomi Usaha Penggemukan Sapi Potong ... 43

F. Analisis Finansial Usaha Penggemukan Sapi Potong ... 48

G. BEP Usaha Penggemukan Sapi Potong ... 50

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

A. Kesimpulan... 52

B. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(7)

commit to user

vi

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Jumlah peternak sapi potong di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten

Karanganyar tahun 2011 ... 21

2. Jumlah responden di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten

Karanganyar ... 22

3. Luas penggunaan tanah di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten

Karanganyar tahun 2010 ... 31

4. Luas lahan dan produksi tanaman pangan di Kecamatan

Gondangrejo Kabupaten Karananyar tahun 2010... ... 32

5. Populasi ternak dari berbagai jenis ternak di Kecamatan

Gondangrejo Kabupaten Karangaanyar tahun 2010. ... 33

6. Umur peternak usaha penggemukan sapi potong di Kecamatan

Gondangrejo Kabupaten Karanganyar. ... 33

7. Pengalaman beternak responden usaha penggemukan sapi potong di

Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar ... 34

8. Tingkat pendidikan peternak usaha penggemukan sapi potong di

Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar ... 35

9. Pekerjaan peternak usaha penggemukan sapi potong di Kecamatan

Gondangrejo Kabupaten Karanganyar ... 36

10. Jumlah anggota keluarga peternak usaha penggemukan sapi potong

di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar ... 37

11. Luas lahan pertanian peternak usaha penggemukan sapi potong di

Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar ... 38

12. Investasi usaha penggemukan sapi potong di Kecamatan

Gondangrejo Kabupaten Karanganyar per 3 ekor ... 43

13. Biaya produksi per tahun usaha penggemukan sapi potong di

Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar per 3 ekor ... 45

14. Rata-rata penerimaan per tahun usaha penggemukan sapi potong di

(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

15. Hasil analisis investasi usaha penggemukan sapi potong di

Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar per 3 ekor ... 49

16. BEP usaha penggemukan sapi potong di Kecamatan Gondangrejo

(9)

commit to user

viii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Identitas responden usaha penggemukan sapi potong (Peranakan

Simental) di Kecamatan Gondangrejo ... 57

2. Identitas responden usaha penggemukan sapi potong (Peranakan

ongole) di Kecamatan Gondangrejo ... 59

3. Biaya investasi usaha penggemukan sapi potong (Sapi Peranakan

Simental) di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten

Karanganyar... ... 61

4. Biaya investasi usaha penggemukan sapi potong (Sapi Peranakan

Ongole) di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar... ... 62

5. Biaya Operasional Usaha Penggemukan Sapi Potong (Sapi

Peranakan Simental) Di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten

Karanganyar... ... 63

6. Biaya Operasional Usaha Penggemukan Sapi Potong (Sapi

Peranakan Ongole) Di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten

Karanganayar ... 65

7. Penerimaan Usaha Penggemukan Sapi Potong (Peranakan

Simental) Di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar... 67

8. Penerimaan Usaha Penggemukan Sapi Potong (Peranakan Ongole)

Di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar ... 68

9. Cash flow usaha penggemukan sapi potong (Peranakan Simental) di

Kecamatan Gondangrejo ... 69

10. Perhitungan NPV dan IRR usaha penggemukan sapi potong

(Peranakan Simental) di Kecamatan Gondangrejo ... 71

11. Perhitungan BCR dan PPC usaha penggemukan sapi potong

(Peranakan Simental) di Kecamatan Gondangrejo ... 72

12. Perhitungan BEP usaha penggemukan sapi potong (Peranakan

(11)

commit to user

x

13. Cash flow usaha penggemukan sapi potong (Peranakan Ongole) di

Kecamatan Gondangrejo ... 74

14. Perhitungan NPV dan IRR usaha penggemukan sapi potong

(Peranakan Ongole) di Kecamatan Gondangrejo ... 76

15. Perhitungan BCR dan PPC usaha penggemukan sapi potong

(Peranakan Ongole) di Kecamatan Gondangrejo ... 77

16. Perhitungan BEP usaha penggemukan sapi potong (Peranakan

Ongole) di Kecamatan Gondangrejo ... 78

17. Kuesioner Penelitian ... 79

18. Peta Kabupaten Karanganyar dan Kecamatan Gondangrejo ... 85

19. Kondisi sapi potong dan Kunjungan Dosen ke tempat daerah tempat

penelitian ... 86

(12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

ANALISIS FINANSIAL USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG RAKYAT DI KECAMATAN GONDANGREJO

KABUPATEN KARANGANYAR

JOSUA SAHALA

H0508011

RINGKASAN

Pembangunan sub-sektor peternakan sebagai bagian dari sektor

pertanian memegang peranan penting dalam penyediaan bahan pangan asal

hewan. Bahan pangan asal hewan merupakan sumber protein hewani. Salah

satu sumber protein hewani adalah berasal dari daging. Peternakan sapi potong

rakyat berperanan penting dalam menyediakan daging sapi potong baik dalam

jumlah maupun kualitasnya. Usaha penggemukan sapi potong rakyat di

Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar umumnya masih diusahakan

secara tradisional dengan usaha skala kecil. Hal inilah yang menjadikan usaha

ternak sapi potong dapat berkembang sehingga dapat memberikan peluang

usaha dan dapat memberikan tambahan pendapatan bagi masyarakat di

pedesaan yang mengusahakannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan finansial dan

Break Even Point pada usaha penggemukan sapi potong. Penelitian ini

dilaksanakan di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar, pada bulan

Februari sampai dengan Maret 2012.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei

untuk mengumpulkan data primer dari responden dan data sekunder dari dinas

terkait. Pengambilan sampel penelitian ditentukan secara purposive sampling

sebanyak 60 orang. Analisis kelayakan finansial usaha penggemukan sapi

potong menggunakan kriteria investasi antara lain Net Present Value (NPV),

Benefit Cost Ratio (BCR), Internal Rate of Return (IRR) dan Payback Period of

Credit (PPC) berdasarkan investasi selama 5 tahun dengan discount factor 12

(13)

commit to user

xii

Hasil analisis menunjukkan bahwa usaha penggemukan sapi potong di

Kecamatan Gondangrejo memiliki nilai NPV sapi Peranakan Ongole (PO)

sebesar Rp. 2.138.302,634; BCR sebesar 1,08; IRR sebesar 15,63%; PPC

selama 3,34 tahun; nilai BEP berdasarkan penjualan sebesar Rp. 54.813.608,48

dan berdasarkan unit ternak sebesar 6 ekor dan untuk sapi peranakan Simental

(PS) memiliki nilai NPV sebesar Rp. 15.231.886,89; BCR sebesar 1,46; IRR

sebesar 17,26%, PPC selama 2,52 tahun dan BEP berdasarkan penjualan Rp.

50.228.837,29 dan berdasarkan unit ternak sebesar 5 ekor.

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu bahwa usaha

penggemukan sapi potong di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar

layak untuk diusahakan dan peternak akan memperoleh keuntungan apabila

peternak sapi Peranakan Ongole (PO) dan sapi Peranakan Simental (PS)

masing-masing memelihara lebih dari 6 dan 5 ekor.

(14)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

FINANCIAL ANALYSIS OF SMALL HOLDER FARMER’S BEEF CATTLE FATTENING FARM IN GONDANGREJO,

agriculture sector has an important role in providing animal-based food

materials, which are animal protein resources. One of the resources is the cattle

meat. The beef cattle plays an important role in the meat production in terms of

quantity and quality. The beef cattle fattening farm in Gondangrejo,

Karanganyar generally is run traditionally in a small-scale farm, which enables

it to develop sand to create a farm opportunity as well as to give an additional

income to the community in rural area.

The objective of this research is to investigate the financial feasibility

and the Break Even point of the beef cattle fattening farm in Gondangrejo,

Karanganyar. This research used the survey method to gather the primary data

from the respondents and the secondary data from the related offices. It was

conducted in Gondangrejo, Karanganyar from February to March 2012.

The samples of the research consisted of 60 respondents, and were

taken by using the purposive sampling technique. The financial feasibility

analysis of the beef cattle fattening farm used the criteria of Net Present Value

(NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), Internal Rate of Return (IRR) and Payback

(15)

commit to user

xiv

6 cows. 2) The Simmental crossbreed beef cattle fattening in Gondangrejo,

Karanganyar has the NPV of Rp 15,231,886.89; the BCR of 1.46; the IRR of

17.26%; the PPC of 2.52 years; and the cattle sale-based BEP of Rp

50,228,837.29 with the cattle unit of 5 cows.

Based on the results the research, a conclusion is drawn that the beef

cattle fattening farm in Gondangrejo, Karanganyar r is feasible to be run, and

the breeders will get profits if they raise more than six Ongole crossbreed cows

and five Simmental crossbreed cows respectively

(16)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pembangunan sub-sektor peternakan sebagai bagian dari sektor

pertanian memegang peranan penting dalam penyediaan bahan pangan asal

hewan. Bahan pangan asal hewan merupakan sumber protein hewani. Salah

satu sumber protein hewani adalah berasal dari daging. Daging merupakan

produk dari hewan ternak yang dapat berasal dari sapi, kambing, domba,

ayam dan sebagainya. Usaha peternakan di Indonesia terutama sapi potong

masih diusahakan oleh masyarakat pedesaan secara tradisional dengan skala

usaha kecil, motif produksi rumah tangga, usaha sampingan dan teknologi

yang digunakan masih sederhana.

Sebagian besar usaha peternakan sapi potong di Indonesia adalah

peternakan rakyat. Peternakan sapi potong rakyat berperanan penting dalam

menyediakan daging sapi potong baik dalam jumlah maupun kualitasnya. Hal

inilah yang menjadikan usaha ternak sapi potong dapat berkembang sehingga

dapat memberikan peluang usaha dan dapat memberikan tambahan

pendapatan bagi masyarakat di pedesaan yang mengusahakannya (Winarso et

al., 2005).

Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu daerah yang memiliki

potensi yang sangat besar untuk pengembangan peternakan sapi potong

rakyat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Karanganyar

(2011), jumlah populasi sapi potong dalam lima tahun terakhir mengalami

peningkatan rata-rata sebesar 4,8% per tahun. Tahun 2006, populasi sapi

potong sebanyak 47.716 ekor kemudian pada tahun 2010 mengalami

peningkatan sebesar 49.930 ekor dengan penyebaran populasi sapi potong

salah satunya di Kecamatan Gondangrejo sebanyak 2.103 per tahun 2010.

Peningkatan ini tidak terlepas dari usaha penggemukan sapi potong rakyat

yang diusahakan oleh peternak di Kecamatan Gondangrejo secara baik dan

(17)

commit to user

semua pengeluaran, penerimaan dan permasalahan selama usaha

penggemukan dilaksanakan (BPTP, 2001).

Usaha penggemukan sapi potong harus memperhatikan kelebihan dan

kekurangan usaha yang telah dijalankannya agar tidak mendatangkan

kerugian. Pakan merupakan biaya terbesar dalam usaha peternakan sehingga

seorang peternak harus memperhatikan kebutuhan ternaknya. Usaha

peternakan pasti bertujuan supaya untung sehingga harus mengetahui

kelayakan usahanya (Subagyo, 2009). Analisis finansial dapat dijadikan salah

satu alat analisis untuk mengukur kelayakan usaha yang telah dijalankan.

Analisis finansial yang sering digunakan adalah Benefit Cost Ratio (B/C), Net

Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Payback Periods, dan

Break even point (BEP). Analisis finansial yang telah dijabarkan tersebut

diharapkan dapat menjadi acuan untuk mengetahui dan menganalisis tingkat

kelayakan usaha penggemukan sapi potong rakyat di Kecamatan

Gondangrejo Kabupaten Karanganyar.

B. Perumusan Masalah

Usaha penggemukan sapi potong secara ekonomis dapat memberikan

hasil keuntungan yang tinggi, bukan hanya dari segi penjualan ternak tetapi

juga penting artinya di dalam kehidupan masyarakat sebagai salah satu

sumber daya penghasil bahan makanan berupa daging disamping hasil ikutan

lainnya seperti pupuk kandang, kulit, tulang dan sebagainya. Sejauh ini usaha

penggemukan sapi potong masih dilakukan dalam skala peternakan rakyat

dan belum mengetahui secara pasti seberapa besar manfaat dan keuntungan

yang diperoleh oleh pemiliknya karena keuntungan yang diperoleh tidak

menentu. Penggemukan cara ini masih banyak kita jumpai dan sering

mengakibatkan berbagai macam kendala dan permasalahan yang sering

dihadapi oleh peternak.

Usaha penggemukan sapi potong yang dilakukan oleh peternak di

Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar belum dapat berjalan

(18)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

kredit oleh pemerintah atau lembaga-lembaga perbankan yang terkait

didalamnya yang ada saat ini sulit untuk dikembangkan. Minimnya informasi

yang didapatkan mengenai usaha penggemukan sapi potong mengakibatkan

kurangnya minat lembaga-lembaga perbankan dalam membantu memberikan

modal atau pembiayaan. Terkait dengan hal tersebut maka perlu dilakukan

suatu analisis dari usaha penggemukan sapi potong yaitu dengan

menggunakan analisis kelayakan finansial yang baik dan terencana serta

mengetahui nilai Break Event Point (BEP). Berkaitan dengan hal tersebut di

atas maka perumusan masalah yang diambil adalah :

1. Apakah usaha penggemukan sapi potong rakyat di Kecamatan

Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar layak secara finansial ?

2. Bagaimana hasil capaian nilai Break Event Point (BEP) pada usaha

penggemukan sapi potong rakyat di Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten

Karanganyar ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Menentukan kelayakan usaha penggemukan sapi potong di Kecamatan

Gondangrejo Kabupaten Karanganyar berdasarkan analisis finansial.

2. Menentukan capaian nilai Break Even Point (BEP) pada usaha

penggemukan sapi potong di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten

Karanganyar.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi peneliti dapat mengetahui kelayakan usaha penggemukan sapi potong

dan capaia nilai Break Event Point (BEP) pada usaha penggemukan sapi

potong di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar.

2. Bagi instansi-instansi pemerintah yang terkait khususnya, penelitian ini

juga diharapkan dapat memberikan informasi pada masa mendatang dan

(19)

commit to user

dalam membangun usaha penggemukan sapi potong di wilayah tersebut

atau di daerah lainnya.

3. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan menjadi sumber informasi bagi

peneliti lainnya.

E. Keterangan Empiris yang Diharapkan

Keterangan empiris yang diharapkan dalam penelitian ini adalah untuk

menentukan:

1. Kelayakan usaha penggemukan sapi potong di Kecamatan Gondangrejo

Kabupaten Karanganayar berdasarkan analisis finansial yang diperoleh.

2. Break Event Point (BEP) usaha penggemukan sapi potong di Kecamatan

(20)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ternak Sapi Potong

Sapi merupakan hewan ternak yang dipelihara oleh manusia sebagai

sumber daging, susu, tenaga kerja, dan kebutuhan manusia lainya. Ternak sapi

menghasilkan 50% kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan susu dan

kulitnya menghasilkan sekitar 85% kebutuhan kulit untuk sepatu, dompet dan

tas. Sapi adalah salah satu genus dari famili Bovidae (Williamson dan Payne,

1993). Secara umum, ada tiga rumpun (ras) sapi, yaitu Bos Taurus (Berasal

dari Inggris dan Eropa daratan), Bos Indicus (berasal dari benua Asia dan

Afrika), serta Bos Sondaicus yang terdapat di Semenanjung Malaya dan

Indonesia (Rianto dan Purbowati, 2010).

Jenis-jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia saat ini adalah sapi

lokal dan sapi dari luar negeri yang khusus dipelihara sebagai penghasil

daging dan dapat dijadikan sebagai bakalan untuk usaha penggemukan

(Siregar, 2003). Jenis-jenis sapi potong itu masing-masing mempunyai

sifat-sifat yang khas, baik ditinjau dari bentuk luarnya (ukuran tubuh, warna bulu)

maupun dari genetik laju pertumbuhannya (Murtidjo, 2001). Jenis-jenis sapi

potong yang dapat diajadikan sapi bakalan saat ini berada di seluruh wilayah

di Indonesia yaitu jenis-jenis sapi lokal dan sapi import. Menurut Siregar

(2003); Rianto dan Purbowati (2010), Jenis - jenis sapi yang dapat dijadikan

sapi bakalan adalah :

1. Jenis Sapi Lokal

Sapi lokal merupakan jenis-jenis sapi yang sudah lama terdapat di

Indonesia dan telah berkembang secara turun-temurun. Jenis-jenis sapi

lokal ini tersebar di hampir semua daerah di Indonesia, tetapi ada pula

yang hanya terdapat di daerah-daerah tertentu saja. Jenis sapi lokal yang

dapat digunakan sebagai sapi bakalan adalah sebagai berikut :

a) Sapi Bali

Sapi Bali merupakan keturunan dari sapi liar yang disebut

(21)

commit to user

selama ratusan tahun. Akibatnya, ukuran sapi bali menjadi lebih kecil

dibandingkan dengan banteng. Ciri-ciri sapi Bali ialah sapi dewasa

dapat mencapai tinggi badan 130 cm dengan bobot badan jantan

dewasa sekitar 350-400 kg, sedangkan betina dewasa berkisar

250-300 kg. Sapi Bali mudah dikenal dengan warnanya yang khas,

bulunya halus, pendek-pendek, dan mengkilap. Kaki bawah dan perut

sebelah bawah berwarna putih, pantat putih setengah lingkaran, bulu

putih sekitar bibir bawah dan atas serta ujung ekor.

Sapi Bali mempunyai keunggulan dibandingkan dengan

sapi-sapi lokal lainnya karena mempunyai fertilitas yang tinggi, angka

kebuntingan dan angka kelahiran yang tinggi (lebih dari 80%) dan

potensial sebagai penghasil daging. Pertambahan bobot badan dengan

pakan yang baik dapat mencapai 0,7 kg/hari pada jantan dewasa dan

0,6 kg/hari pada betina dewasa.

b) Sapi Madura

Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali

dengan sapi India (Bos indicus). Sapi Madura sekarang ini mempunyai

bentuk dan warna yang umum (uniform), badannya kompak dan kecil.

Sapi jantan dan betina mempunyai warna merah bata, bulu pantat dan

kaki bawah berwarna putih. Perbedaaanya dengan sapi Bali adalah

pada sapi Madura bulu putih tidak jelas batasannya dan garis hitam

pada punggung tidak selalu ada. Punuk pada sapi Madura betina

kurang jelas dan gelambir kecil.

c) Sapi Ongole

Sapi ini dimasukkan ke Indonesia pada permulaan abad ke 20

dan diternakan secara murni di Pulau Sumba. Sapi ini juga digunakan

secara untuk grading-up sapi-sapi lokal, misalnya di Pulau Jawa

(keturunanya disebut sebagai sapi PO). Sapi ini memiliki tubuh yang

besar dan panjang, dengan leher pendek dan kaki-kakinya panjang.

Warna bulunya putih. Sapi Ongole jantan terdapat warna kelabu gelap

(22)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

sedang dan sedikit menggantung. Tanduk pendek dan gemuk,

mengarah ke luar dan ke belakang.

d) Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi PO adalah sapi yang telah dilakukan grading up antara

sapi lokal dengan sapi Ongole. Sapi PO terutama terdapat di Pulau

Jawa dengan penyebaran terdapat di Jawa Tengah. Sapi ini memiliki

postur tubuh dan bobot badan yang lebih kecil dibandingkan dengan

sapi Ongole. Warna bulunya sangat bervariasi, tetapi pada umumnya

berwarna putih atau putih keabu-abuan. Punuk dan gelambir kelihatan

kecil atau tidak memiliki sama sekali.

Sapi PO merupakan sapi potong yang memiliki pertumbuhan

berat badan harian sekitar 0,47-0,81 kg (tergantung kualitas pakan

yang diberikan). Sapi PO memiliki ciri-ciri antara lain punuk besar,

lipatan-lipatan kulit yang terdapat di bawah leher dan perut, telinga

panjang dan menggantung, kepalanya relatif pendek dengan profil

melengkung, mata besar dan tenang. Kulit sekitar lubang mata selebar

± 1 cm berwarna hitam. Tanduk yang betina lebih panjang daripada

Secara komersial, sapi PO dapat digunakan sebagai ternak

pedaging yang cukup baik, karena memiliki laju pertumbuhan yang

cukup tinggi dan mempunyai kemampuan konsumsi yang cukup

tinggi terhadap hijauan serta mudah pemeliharaannya. Sapi PO

termasuk tipe sapi pekerja yang baik, tenaganya kuat, tahan lapar dan

haus, jinak serta dapat menyesuaikan dengan pakan yang sederhana

(23)

commit to user 2. Jenis Sapi Import

Sapi untuk bakalan dalam usaha penggemukan dapat pula dipilih dari

jenis sapi import. Jenis sapi di luar negeri banyak yang khusus dipelihara

sebagai penghasil daging dan dapat dijadikan sebagai bakalan untuk usaha

penggemukan. Beberapa diantaranya yang penting diutarakan adalah

sebagai berikut :

a) Sapi Simental

Sapi simental banyak dijumpai di Eropa. Sapi jenis ini

merupakan sapi potong keturunan Bos taurus yang berasal dari

Switzerland. Sapi ini berwarna krem agak cokelat atau merah seperti

sapi bali. Pada bagian kepala kaki mulai dari lutut hingga telapak, dan

ujung ekor berwarna putih. Sapi ini memiliki tanduk yang kecil.

Pertumbuhan ototnya bagus dan penimbunan lemak dibawah kulit

rendah (Yulianto dan Saparinto, 2010).

b) Sapi Limousin

Sapi ini berasal dari Perancis. Warna buluh merah cokelat,

tetapi pada sekeliling mata dan kaki mulai dari lutut ke bawah

berwarna agak terang. Ukuran tubuh besar dan panjang, pertumbuhan

bagus. Tanduk pada sapi jantan tumbuh keluar dan agak melengkung

(Sugeng, 2003). Sapi Limousin merupakan bangsa tipe potong dan

termasuk ke dalam ukuran sedang. Berat rata-rata sapi dewasa sekitar

589 kg (Rianto dan Purbowati, 2010). Sapi Simental memiliki

pertumbuhan berat badan harian 0,7-1,3 Kg (Subiharta et al, 2000;

Hadi dan Ilham, 2002).

c) Sapi Charolais

Sapi Charolais adalah sapi yang berasal Perancis. Sapi

Charolais merupakan bangsa sapi pedaging dan susu tidak diambil

(Rianto dan Purbowati, 2010). Sapi ini digunakan untuk disilangkan

dengan jenis sapi lainnya dan terutama dengan sapi Brahman.

(24)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

tetapi kasar. Berat badan sapi betina sekitar 750 kg dan jantan 1000 kg

(Sugeng, 2003; Siregar 2003).

d) Sapi Brahman.

Sapi Brahman berasal dari India dan termasuk dalam golongan

sapi Zebu. Sapi Brahman ditandai dengan punuk yang besar pada

jantan, tetapi kecil pada betina. Ukuran tubuhnya besar dan panjang.

Warna tubuh sapi ini pada umumnya gelap keabu-abuan. warna pada

jantan lebih gelap dari pada betina. Sapi Brahman mampu

berkembang baik dengan pakan yang berkualitas rendah dan tahan

terhadap panas. Sapi Brahman jantan mempunyai bobot badan sekitar

800 kg dan betina dewasa sekitar 550 kg (Siregar, 2003).

B. Kondisi Usaha Penggemukan Sapi Potong

Usaha penggemukan sapi akhir-akhir ini semakin berkembang. Hal ini

ditandai dengan semakin banyaknya masyarakat maupun pemerintah daerah

yang mengusahakan penggemukan sapi potong. Penggemukan sapi potong

dapat dilakukan secara perusahaan dalam skala usaha besar maupun

perseorangan dalam usaha kecil (Siregar, 2003). Berdasarkan hasil pendataan

sapi potong, sapi perah dan kerbau (PSPK) 2011 populasi sapi potong di

Indonesia pada tahun 2011 tercatat 14,8 juta ekor. Secara regional/pulau,

populasi sapi potong sebagian besar terdapat di pulau Jawa sebanyak 7,5 juta

ekor atau 50,74% dari total populasi sapi potong di Indonesia.

Kondisi peternakan saat ini menurut Sugeng (2003) bahwa Indonesia

saat ini masih mengalami kekurangan pasokan sapi bakalan karena

pertambahan populasi tidak seimbang dengan kebutuhan nasional. Usaha

peternakan sapi potong rakyat di Indonesia umumnya bersifat tradisional dan

metode pengelolaannya masih menggunakan teknologi seadanya dan hanya

bersifat sambilan sehingga hasil yang dicapai tidak maksimal. Beberapa

permasalahan yang masih terjadi pada peternakan Indonesia yaitu

produktivitas rendah, populasi rendah, pasokan sapi bakalan tidak stabil,

(25)

commit to user

peternakan yang masih rendah. Peternak menginginkan keuntungan yang

tinggi, tetapi kurang memperhatikan pola usaha yang sesuai untuk diterapkan

dan pengalokasian input yang masksimum agar diperoleh keuntungan yang

maksimal (Sidauruk et al.,2001).

Pakan merupakan komponen biaya yang cukup besar dalam usaha

penggemukan sapi potong. Pakan dalam penggemukan berupa hijauan dan

konsentarat. Hijauan diberikan 10 % dari bobot badan, konsentrat 1 % dari

bobot badan dan air minum 20-30 l/ekor/hari. (Ferdiman, 2007 cit Suryana

2009). Berdasarkan umur sapi yang akan digemukkan, lama penggemukan

dibedakan menjadi tiga yaitu 1) untuk sapi bakalan dengan umur kurang dari

1 tahun, lama penggemukan berkisar antara 8 - 9 bulan, 2) untuk sapi bakalan

umur 1 – 2 tahun, lama penggemukan 6-7 bulan dan 3) untuk sapi bakalan

umur 2 - 2,5 tahun lama penggemukan 4-6 bulan (Sugeng, 2006 cit Suryana,

2009).

Sistem penggemukan sapi potong di Indonesia dapat dibagi menjadi 3

metode yaitu :

1. Sistem Dry lot fattening

Sistem dry lot fattening yaitu penggemukan sapi dengan

memperbanyak pemberian pakan konsentrat (Yulianto dan Saparitno,

2010). Pada metode ini sapi digemukkan ditempatkan didalam kandang

sepanjang waktu. Pakan hijauan dan konsentrat diberikan kepada sapi

didalam kandang. Konsentrat merupakan porsi utama ransum yang

diberikan. Perbandingan hijauan : konsentrat berkisar antara 40 : 60

sampai 20 : 80 (Rianto dan Purbowati, 2010).

Di Jawa Tengah, terdapat metode penggemukan yang disebut

kereman. Metode ini merupakan bentuk dari metode dry lot fattening.

Metode penggemukan ini, sapi ditempatkan di dalam kandang secara

terus-menerus (dikerem) selama 4 – 6 bulan, bahkan kadang-kadang

sampai 12 bulan atau hingga bobot sapi yang diinginkan tercapai. Sapi

(26)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

daerah sekitar. Jenis konsentrat yang diberikan misalnya ampas tahu,

onggok dan bekatul (Rianto dan Purbowati, 2010).

2. Sistem Pasture fattening

Sistem pasture fattening adalah sistem penggemukan dengan sapi

berada di padang penggembalaan sepanjang hari. Sapi tersebut baru

dimasukkan ke dalam kandang pada malam hari atau pada saat matahari

bersinar sangat terik. Sapi tidak mendapat pakan penguat (konsentrat)

artinya sapi hanya mendapat pakan dari hijauan yang ada di padang

penggembalaan. Sistem ini harus memperhatikan produktivitas sapi, selain

ditanami rumput padang penggembalaan juga harus ditanami leguminosa

agar kualitas pakan yang ada di padang menjadi lebih tinggi. Leguminosa

memiliki kandungan protein yang tinggi sehingga dapat meningkatkan

kualitas pakan yang dikonsumsi oleh sapi. Metode pasture fattening lebih

murah daripada dry lot fattening karena biaya pakan dan tenaga kerja yang

dibutuhkan tidak terlalu banyak. Namun demikian, waktu yang dibutuhkan

oleh sapi untuk mencapai bobot badan yang diinginkan lebih lama (Rianto

dan Purbowati, 2010).

3. Kombinasi dry lot dan pasture fattening

Metode kombinasi dry lot dan pasture fattening dapat dilakukan

dengan dua cara. Pertama, pada musim penghujan saat hijauan berlimpah

sapi digembalakan di padang penggembalaan sementara pada musim

kemarau, sapi dikandangkan dan dipelihara secara dry lot. Kedua, pada

siang hari, sapi digembalakan dipadang penggembalaan. Sementara pada

malam hari, sapi dikandangkan dan diberi konsentrat. Metode ini

membutuhkan waktu lebih lama daripada metode dry lot fattening, tetapi

lebih pendek dari pada metode pasture fattening (Rianto dan Purbowati,

2010).

C. Perkandangan

Kandang berfungsi sebagai pelindung bagi ternak dan penunjang

(27)

commit to user

pemeliharaan ternak karena kandang sangat berperan dalam usaha

peningkatan produksi (Rianto dan Purbowati, 2010). Sistem perkandangan

yang sering ditemui pada usaha penggemukan sapi potong di antaranya adalah

sebagai berikut :

1. Kandang Bebas/Koloni

Kandang bebas koloni merupakan suatu area yang cukup luas dengan

atap di atasnya. Kandang ini dapat ditempati populasi sapi tanpa adanya

sekat atau batasan sehingga sapi dapat bergerak bebas di dalam areal

kandang. Kandang koloni hanya terdiri satu bangunan yang digunakan

untuk ternak dalam jumlah banyak yang berukuran 7 x 9 m dengan daya

tampung 20 - 40 ekor sapi. Pembesaran sapi di kandang bebas/koloni ini

dapat menyebabkan beberapa hal yaitu membutuhkan biaya pembuatan

kandang, tetapi lebih murah dari kandang inividual, sapi mudah yang

saling beradu dan mudah untuk membantu mendeteksi birahi (Yulianto

dan Saparinto, 2010).

2. Kandang Individual/Tunggal

Kandang individual merupakan pemeliharaan ternak di suatu areal

terbatas dan ruang gerak ternak dibatasi hingga sulit bergerak.

Pembatasannya dapat berupa sekat-sekat. Setiap sekat ditempati oleh satu

ekor sapi. Sapi ditambahkan dengan tali pada patok yang sediakan.

Bahkan, ada cara tanpa sekat, yaitu sapi cukup ditambatkan pada patok

yang dibuat secara berderet. Sapi hanya dapat bergerak ke depan dan ke

belakang serta duduk (Yulianto dan Saparinto, 2010).

3. Sistem Paduan

Pembesaraan sapi paduan yaitu usaha ternak sapi yang dilakukan

dengan cara digembalakan dan juga dikandangkan. Sapi digembalakan di

lapangan rumput seharian atau setengah hari dan dikandangkan pada

malam harinya. Selama di dalam kandang, sapi juga diberi pakan

tambahan. Tempat pembesaran sapi dengan sistem paduan menyebabkan

biaya pakan bisa ditekan dan biaya pembuatan kandang cenderung

(28)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

D. Aspek Ekonomi Usaha Ternak Sapi Potong

1. Investasi

Investasi merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini

dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang

(Halim, 2003). Investasi yang ditanamkan hanya untuk proses produksi

semata-mata, padahal dalam kegiatan investasi tidak hanya ditujukan

untuk kegiatan produksi semata-mata tetapi juga unuk membangun

berbagai sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan investasi (Salim

dan Sutrisno, 2008).

Investasi atau modal yang ditanam pada usaha penggemukan sapi

potong pada intinya bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak

di kemudian hari. Modal yang termasuk di dalam perbaikan penggemukan

sapi potong terdiri dari biaya penyusutan bangunan, kekayaan yang

mudah diuangkan seperti ternak, pakan ternak, bibit, pupuk dan biaya

yang digunakan untuk pemeliharaan. Modal juga terdiri dari penyusutan,

pergantian alat-alat yang rusak dan pemeliharaan ternak. Penggolongan

modal berdasarkan prinsipnya dibagi atas barang-barang yang tidak habis

sekali proses produksi seperti peralatan dan bangunan dan barang-barang

yang langsung habis dalam sekali produksi misalnya pupuk (Soekartawi

et al., 1986).

2. Biaya

Biaya adalah nilai dari semua pengorbanan ekonomis yang

diperlukan, yang tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan, dan dapat

diukur untuk menghasilkan produk (Cyrilla dan Ismail, 1988 cit Siregar,

2009). Menurut sifatnya, biaya usahatani dapat dikelompokkan menjadi 3

yaitu :

a) Biaya Tetap dan Biaya Variabel

Biaya Tetap (Fixed Cost) adalah biaya yang sifatnya tidak

dipengaruhi oleh besarnya produksi. Biaya ini terdiri dari pajak,

penyusutan, alat-alat produksi, sewa tanah dan lain-lain (Prasetya,

(29)

commit to user

penggunaannya tidak habis dalam satu proses masa produksi, meliputi

pajak tanah, pajak air, penyusutan alat, bangunan pertanian dan

pemeliharaan ternak sedangkan menurut Subagyo (2009) bahwa biaya

tetap (Fixed Cost) adalah semua pengeluaran yang harus dibayarkan

untuk setiap bulan dan merupakan biaya yang tidak tergantung dari

jumlah produk yang dihasilkan. Contohnya biaya tenaga kerja tetap,

biaya penyusutan peralatan, pembayaran pajak, pembayaran bunga

pinjaman dan lain-lain.

Biaya variabel (Variabel Cost) ialah biaya yang akan

dipengaruhi oleh besarnya produksi yang dikehendaki. Biaya variabel

terdiri dari bakalan sapi, makanan ternak, pembelian sarana produksi,

dan sebagainya (Prasetya, 1995). Biaya Variabel juga merupakan

biaya yang besar kecilnya ditanggung tergantung kepada biaya skala

produksi. Meliputi tenaga kerja upahan, sewa tanah, dan sebagainya

(Hernanto, 1993). Pendapat yang serupa dijelaskan oleh Subagyo

(2009) bahwa biaya tidak tetap (Variabel cost) adalah biaya yang

harus dibayar dan sangat tergantung dengan jumlah produk yang

dihasilkan seperti pembelian sapi bakalan dan biaya pakan yang

diperlukan.

b) Biaya yang Dibayarkan dan Biaya yang Tidak Dibayarkan

Biaya pengelolaan usahatani dapat dibedakan antara biaya yang

dibayar dengan uang tunai atau dengan benda dan biaya yang tidak

dibayar yang sebenarnya juga merupakan biaya usahatani. Pada usaha

penggemukan sapi potong biaya yang dibayarkan terdiri dari

pengeluaran untuk pembelian obat-obatan, pembelian bakalan,

pembelian pakan ternak dan upah tenaga kerja sedangkan biaya yang

tidak dibayarkan terdiri dari penggunaan tenaga kerja keluarga, bunga

modal sendiri, penyusutan modal dan lain-lain (Prasetya, 1995).

c) Biaya Langsung dan Biaya Tidak Langsung

Biaya langsung adalah biaya yang langsung digunakan dalam

(30)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

obat-obatan, bakalan, upah tenaga kerja luar dan makanan ternak,

makanan untuk tenaga kerja luar sedangkan biaya tidak langsung

adalah biaya yang tidak langsung digunakan dalam proses produksi

terdiri dari penyusutan modal tetap, biaya tenaga kerja keluarga dan

sebagainya (Prasetya, 1995).

3. Penerimaan

Penerimaan dari usaha penggemukan sapi potong dapat berupa

penjualan sapi yang telah digemukkan dan dari kotoran sapi. Usaha

penggemukan sapi potong yang mempunyai tujuan utama menjual sapi

yang telah digemukkan (Sugeng, 1998). Besarnya penerimaan dari usaha

penggemukan sapi potong tergantung pada pertambahan bobot badan sapi

yang dicapai selama proses penggemukan dan harga jual sapi per kilogram

bobot badan hidup. Hal ini dinyatakan dalam satuan harga per kilogram

bobot badan hidup karena pada umumnya para peternak yang

mengusahakan penggemukan sapi, menjual sapi-sapinya yang sudah

digemukkan kepada pedagang ternak dengan harga yang didasarkan pada

bobot badan hidup (Rianto dan Purbowati, 2010).

4. Pendapatan

Pendapatan (input) adalah hasil yang didapat dari penjualan produk

pokok yang dihasilkan, produk sampingan ataupun pemasukan-pemasukan

yang lain (Subagyo, 2009). Pendapatan merupakan selisih penerimaan

dengan biaya yang dikeluarkan. Pendapatan juga sangat berperan penting

dalam memenuhi kebutuhan setiap hari yang berpengaruh terhadap

pengeluaran biaya hidup. Bentuk dan jumlah pendapatan mempunyai

fungsi yang sama yaitu digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

dan memberikan kepuasan petani agar dapat melanjutkan kegiatan

usahanya (Prasetya, 1995).

E. Analisis Cash Flow

Uang tunai atau kas (cash) merupakan saldo sisa dari arus kas masuk

(31)

commit to user

kas bersih (net cash flow) atau arus khas mengacu pada arus kas masuk

dikurangi arus kas keluar pada periode berjalan (Subramanyam dan John,

2010). Cash flow menurut Kasmir dan Jakfar (2010) merupakan arus kas atau

aliran kas yang ada diperusahaan dalam suatu periode tertentu. Cash flow juga

menggambarkan berapa uang yang keluar (cash out) serta jenis-jenis biaya

yang dikeluarkan. Jenis-jenis cash flow yang dikaitkan dengan suatu usaha

terdiri dari Initial cah flow atau lebih dikenal kas awal yang merupakan

pengeluaran-pengeluaran pada awal periode untuk investasi. Contoh biaya

pra-investasi adalah pembelian tanah, rumah, mesin peralatan dan modal

kerja. Operasional cash flow merupakan kas yang diterima atau dikeluarkan

pada ssat operasi usaha seperti penghasilan yang diterima dan pengeluaran

yang dikeluarkan pada suatu periode. Terminal cash flow merupakan uang kas

yang diterima saat usaha tersebut berakhir.

F. Analisis Finansial

Soeharto (1997) menyatakan bahwa studi kelayakan harus dapat

menyuguhkan hasil analisis secara kuantitatif tentang manfaat yang akan

diperoleh dibandingkan dengan sumber daya yang diperlukan. Ada beberapa

kriteria yang digunakan untuk mengukur suatu proyek investasi yang berjalan

ataupun yang telah dijalankan seperti Benefit cost ratio (B/C), Net Present

Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Payback Period (PP).

1. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio)

Net benefit cost ratio adalah suatu perbandingan antara net benefit

yang telah di discount positif (+) dengan net benefit yang telah di discount

negatif (-). Jika Net B/C Ratio lebih besar dari 1 (satu) berarti gagasan

usaha atau proyek tersebut layak untuk dikerjakan dan jika lebih kecil dari

1 (satu) berarti tidak layak untuk dikerjakan. Jika Net B/C Ratio sama

dengan 1 (satu) berarti cash in flow sama dengan cash out flows, dalam

present value disebut dengan Break Event Point yaitu total cost sama

(32)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

2. Net Present Value (NPV)

NPV adalah selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai

sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih (operasional maupun terminal

cash flow) dimasa yang akan datang dan untuk mengetahui nilai sekarang

tersebut perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dianggap

relevan (Husnan dan Suwarsono, 1993). Penjelasan yang sama juga

diberikan oleh Umar (1997) bahwa NPV adalah selisih antara Present

Value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan

kas bersih (aliran kas operasional maupun aliran kas terminal) di masa

mengeluarkan investasi awal. Metode IRR digunakan untuk menghitung

tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang investasi dengan nilai

sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa-masa mendatang.

Apabila tingkat bunga ini lebih besar daripada tingkat bunga yang relevan

(tingkat keuntungan yang disyaratkan), maka investasi dikatakan

menguntungkan, kalau lebih kecil dikatakan merugikan (Husnan dan

Suwarsono, 1993).

4. Payback Period (PP)

Payback Period menurut Mulyana (2008) adalah suatu indikator

yang dinyatakan dengan ukuran waktu, yakni berapa tahun yang

diperlukan oleh suatu kegiatan atau usaha untuk mengembalikan biaya

investasi yang ditanamkan ke dalam usaha, termasuk biaya pengganti.

Menurut Soeharto (1997) payback period adalah jangka waktu yang

diperlukan untuk mengembalikan modal suatu investasi, dihitung dari

aliran kas bersih. Aliran kas bersih adalah selisih penerimaan (revenue)

terhadap pengeluaran (expenses) per tahun. Periode pengembaliannya

(33)

commit to user

mengatakan Payback period adalah suatu periode yang diperlukan untuk

menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan

menggunakan aliran kas, dengan kata lain payback period merupakan rasio

initial cash investment dengan cash inflow-nya yang hasilnya merupakan

satuan waktu selanjutnya nilai rasio ini dibandingkan dengan maksimum

payback period yang dapat diterima

G. Analisis Break Event Point (BEP)

BEP adalah suatu keadaan yang menunjukkan bahwa suatu usaha

tidak rugi dan tidak untung. Analisis BEP adalah suatu teknik untuk

mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel dan volume kegiatan

yang mendasarkan pada hubungan antara biaya (cost) dan penghasilan

penjualan (revenue) (Subagyo. 2009). BEP adalah volume produksi dimana

jumlah seluruh ongkos sama dengan jumlah seluruh penerimaan (Soetrisno,

1993). Analisis pulang pokok (BEP) adalah sarana yang digunakan untuk

mengetahui hubungan antar variabel dalam kegiatan perusahaan seperti luas

produksi atau tingkat produksi yang dilaksanakan, biaya yang dikeluarkan,

serta pendapatan yang diterima perusahaan dari kegiatannya (Umar, 2003).

Titik impas atau BEP adalah titik di mana total biaya produksi sama dengan

pendapatan. Titik impas menunjukkan bahwa tingkat produksi telah

menghasilkan pendapat yang sama besarnya dengan biaya produksi yang

(34)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

Pendapatan & Biaya

Volume penjualan Penjualan

Titik Impas Total biaya

Biaya tetap Rugi

Laba

(35)

commit to user 20

10

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di tiga desa yaitu Desa Jatikuwung,

Rejosari, dan Tuban yang berada di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten

Karanganyar. Pemilihan lokasi penelitian secara sengaja (purposive) dengan

pertimbangan jumlah populasi ternak tertinggi, sedang dan terendah.

Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret

2012.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini didesain dengan menggunakan metode survei (survey

method). Metode survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu

populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data

(Singarimbun et al., 1995). Data penelitian yang diperoleh dianalisis secara

deskriptif kuantitatif (quantitative descriptive). Deskriptif kuantitatif

(quantitative descriptive) adalah penelitian yang dapat menuturkan masalah

yang ada sekarang dengan berdasarkan data-data dan hasil pengolahan data

selanjutnya dipaparkan dalam bentuk angka-angka sehingga lebih mudah

ditangkap oleh siapapun yang membutuhkan informasi (Prasetyo, 2010).

C. Teknik Penentuan Sampel

1. Metode Penentuan Lokasi Penelitian

Metode penentuan lokasi penelitian ditentukan secara purposive

(sengaja) dengan pertimbangan waktu dan kemampuan serta jangkauan

peneliti (Notohadiprawiro, 2006). Justifikasi pemilihan Kecamatan

Gondangrejo Kabupaten Karanganyar dikarenakan : (1) Daerah tersebut

sangat pontensial untuk pengembangan usaha peternakan sapi potong di

Kabupaten Karanganyar bagian utara dengan populasi sebanyak 2.103

(36)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

(2) Sesuai dengan pengembangan wilayah Karanganyar dimana

Kecamatan Gondangrejo sebagai salah satu sentra penggemukan ternak

sapi potong. (3) Daerah Kecamatan Gondangrejo mempunyai tempat

pemotongan hewan (TPH) ternak ruminansia besar dan kecil. (4) Dekat

dengan akses ke Pasar Hewan Purworejo Desa Jeron Kecamatan Nogosari

Kabupaten Boyolali sehingga ternak sapi potong mudah untuk dipasarkan

oleh peternak. (5) Kecamatan Gondangrejo berdekatan dengan Kota

Surakarta sehingga dekat dengan konsumen untuk memenuhi kebutuhan

daging sapi di Kota Surakarta dan sekitarnya.

Lokasi penelitian dipilih di tiga desa yaitu Desa Jatikuwung,

Rejosari, dan Tuban, dengan pertimbangan bahwa di lokasi tersebut

memiliki jumlah peternak sapi potong tertinggi, sedang dan rendah.

Jumlah peternak sapi potong tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah peternak sapi potong di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar tahun 2011.

No. Desa Jumlah Peternak (Orang)

1. Jatikuwung 470

Sumber : UPT Disnakan Kecamatan Gondangrejo, 2011.

2. Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel peternak secara sengaja (purposive

sampling) yaitu dipilih peternak yang memiliki ternak sapi potong minimal

dua ekor dan telah memelihara sapi potong minimal satu tahun. Jumlah

(37)

commit to user

berasal dari tiga desa terpilih. Pengambilan sampel peternak sapi potong

PO dan PS tiap desa terpilih diambil secara merata dan proposional.

Pengambilan sampel dari masing-masing desa terpilih

dilaksanakan secara proporsional dengan menggunakan rumus :

60

Ni : Jumlah sampel peternak sapi potong pada desa ke-i.

Nk : Jumlah peternak sapi potong dari masing masing desa.

N : Jumlah peternak sapi potong dari semua desa.

Pemilihan jumlah responden di Kecamatan Gondangrejo

Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah responden di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten

Data primer adalah data yang diperoleh dari wawancara langsung

dengan peternak penggemukan sapi potong maupun dari pihak lain yang

berhubungan dengan penggemukan sapi potong. Wawancara dilakukan

secara terstruktur dengan membuat kuesioner yang berisikan

(38)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

2. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari

literatur-literatur pemerintah dan instansi-instansi lain yang relevan dengan

penelitian yang dilaksanakan. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat

Statistik (BPS) serta Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten

Karanganyar, serta instansi lainnya yang terkait dengan penelitian. Data

sekunder ini diharapkan sebagai data penunjang yang digunakan untuk

kelengkapan dalam menganalisis data.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Observasi

Observasi adalah metode atau cara yang dilakukan dalam

pengambilan data yang kemudian dianalisis dengan pencatatan secara

sistematis terhadap tingkah laku seseorang, obyek, atau mengamati

individu secara langsung untuk mendapatkan informasi-informasi yang

dibutuhkan untuk melanjutkan suatu penelitian.

2. Wawancara

Wawancara merupakan metode pengumpulan data dan mendapatkan

informasi dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan langsung terhadap

responden peternak usaha penggemukan sapi potong yang telah dipilih

sebagai sampel atau tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara

langsung (Susanto, 2006).

3. Pencatatan

Pencatatan dipakai untuk mengumpulkan data dan informasi yang

diperlukan dengan mencatat yang diperoleh dari Instansi pemerintah yang

terkait dengan penelitian ini.

4. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan

data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen yang merupakan data

(39)

commit to user 5. Studi Pustaka

Studi pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berupa jurnal

ilmiah, hasil-hasil penelitian, skripsi, tesis dan disertasi, proseding, buku

teks, dan internet yang berguna untuk membantu permasalahan yang ada

dalam penelitian.

F. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah :

1. Pendapatan Peternak

Pendapatan peternak sapi potong digunakan dengan rumus :

Keterangan :

π = Total pendapatan peternak sapi potong.

TR = Total penerimaan dari penjualan seluruh hasil peternakan

sapi PO.

TC = Total biaya yang dikeluarkan peternak sapi potong.

Kriteria Penilaiannya adalah :

a) Pendapatan > 1 berarti usaha yang dijalankan tersebut mengalami

untung.

b) Pendapatan < 1 berarti usaha yang dijalankan tersebut mengalami

rugi.

c) Pendapatan = 0 berarti usaha yang diajalankan tersebut tidak

mengalami untung dan rugi (Gittinger, 1990).

2. Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio)

BCR merupakan perbandingan antara penerimaaan bersih selama

perencanaan yang sudah didiskont. Rumus yang digunakan dalam

menghitung BCR adalah sebagai berikut : π = TR – TC

BCR =

Ӫ∑ (1 + )HC

(40)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

a) B/C Ratio > 1 : Usaha tersebut layak dijalankan (menguntungkan)

b) B/C Ratio = 1 : Usaha tersebut mengembalikan modal sama persis

biaya yang dilakukan (impas)

benefit menghasilkan NPV. Net Present Value dihitung dengan rumus :

(41)

commit to user

b) NPV = 1 atrtinya usaha tersebut mengembalikan modal persis

biaya yang dilakukan (impas)

c) NPV = 1 tersebut ditolak karena tidak menguntungkan (Gray et

al., 1993).

4. Internal Rate of Return (IRR)

Nilai IRR ditentukan dengan mencari nilai faktor diskonto

(discount rate) yang membuat nilai NPV sama dengan nol. Nilai

Internal Rate of Return dapat dihitung dengan rumus :

Keterangan :

IRR = Internal Rate of Return (IRR)

NPV’ = NPV yang positif

NPV” = NPV yang negatif

i’ = Tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif.

i” = Tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif.

Kriteria penilaiannya adalah :

a) IRR ≥ 1 : Usaha tersebut dianggap layak dijalankan

b) IRR ≤ 1 : Usaha tersebut dianggap tidak layak dijalankan (Gray et

al., 1993).

5. Payback Periods

Discounted Payback Period (discounted PP) digunakan untuk

mengetahui jangka waktu investasi yang dilakukan dapat dikembalikan

dari perkiraan proceed (laba ditambah penyusutan) yang akan datang.

Namun metode ini mempunyai kelemahan yaitu tidak memperhitungkan

nilai sekarang, untuk mengatasi hal tersebut maka proceed dikalikan

dengan discount factor. Discounted payback period dapat dihitung dengan

menggunakan rumus :

P=

E IRR = + ̬t Ǵ

(42)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pengambilan kesimpulan adalah apabila discounted PP lebih rendah

dari umur ekonomis maka investasi diterima, namun apabila lebih tinggi

dari umur ekonomis maka ditolak (Umar, 1997).

6. Break Event Point (BEP)

BEP adalah suatu nilai dimana keuntungan yang diterima perusahaan

sama nilainya dengan total biaya yang dikeluarkan, dengan anggapan

bahwa harga jualnya sudah tertentu (Zulkarnain, 1993; Swastha dan

Soekotjo, 2000). BEP menurut Kuswadi (2006), menggemukakan bahwa

BEP atau titik impas adalah suatu titik dimana suatu perusahaan tidak

mengalami kerugian laba/rugi atau titik impas dimana penerimaan dan

penghasilan sama besar dengan seluruh biaya yang dikeluarkan. BEP

dapat dihitung dengan rumus :

a. Atas dasar penjualan dalam rupiah

BEP = Biaya tetap

1− (biaya variabel total penjualan)⁄

b. Atas dasar unit ternak

HEP = Biaya tetap

Harga per unit− Biaya variabel per unit

G. Batasan-Batasan Operasional

Batasan-batasan operasional yang digunakan di dalam penelitian ini

adalah :

1. Peternak yang diambil sebagai responden adalah petani peternak sapi

Peranakan Ongole (PO) dan Sapi Peranakan Simental (PS) yang berlokasi

di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar yang memiliki

(43)

commit to user

2. Perhitungan analisis finansial ditetapkan dalam jangka waktu selama lima

tahun dengan menggunakan dasar perhitungan proyeksi dari data-data

penelitian.

3. Nilai yang dimasukkan dalam cash flow adalah nilai tunai dan non tunai.

4. Tingkat bunga yang digunakan 12 % sesuai dengan tingkat bunga kredit

usaha penggemukan sapi potong saat penelitian.

5. Upah tenaga kerja luar keluarga/sewa dihitung berdasarkan tingkat upah

yang berlaku di lokasi penelitian yang dinyatakan dalam satuan Rupiah

(Rp).

6. Total biaya adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan, terdiri dari biaya

investasi dan biaya operasional yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).

7. Penerimaan adalah penerimaan per tahun selama pengusahaan

penggemukan sapi potong (Rp).

(44)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

1. Letak administratif

Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu kabupaten yang ada

di Propinsi Jawa Tengah yang terletak diantara 110o40” - 110o70” Bujur

Timur dan 7o28” - 7o46” Lintang Selatan dan ketinggian rata-rata 511 m di

atas permukaan air laut. Secara administratif luas wilayah Kabupaten

Karanganyar sebesar 77.378,64 Ha yang terdiri dari 17 kecamatan yang

meliputi 177 desa dan kelurahan. Batas-batas administratif Kabupaten

Karanganyar sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kabupaten Sragen

Sebelah Timur : Propinsi Jawa Timur

Sebelah Barat : Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Sukoharjo

Sebelah Selatan : Kota Surakarta dan Kabupaten Boyolali

(Badan Pusat Statistika, 2011).

Kecamatan Gondangrejo merupakan salah satu dari 17 kecamatan

yang berada di Kabupaten Karanganyar yang terdiri dari 13 desa atau

kelurahan. Kecamatan Gondangrejo mempunyai luas wilayah 5.680,08 Ha

atau sekitar 7,34 % dari luas wilayah Kabupaten Karanganyar. Jumlah

penduduk Kecamatan Gondangrejo pada tahun 2010 sebanyak 69.987

jiwa, yang terdiri dari laki-laki 34.877 jiwa dan perempuan 35.020 jiwa.

Desa dengan kepadatan penduduk tertinggi adalah Desa Tuban yaitu 2.435

jiwa/km2 sedangkan kepadatan penduduk terendah adalah Desa Rejosari

yaitu 590 jiwa/km2. Secara administratif Kecamatan Gondangrejo

mempunyai batas-batas sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kabupaten Sragen

Sebelah Timur : Kecamatan Jaten dan Kecamatan Kebakkramat.

Sebelah Selatan : Kota Surakarta

Sebelah Barat : Kabupaten Boyolali

(45)

commit to user 2. Letak geografis

Kabupaten karanganyar memiliki jenis tanah yang bervariasi. Jenis

tanah yang ada di wilayah Kabupaten Karanganyar seperti mediteran

coklat yang terdapat pada Kecamatan Karangpandan, Matesih,

Karanganyar dan Tasikmadu, latosol terdapat di daerah Kecamatan

Jumantono dan Mojogedang, aluvial terdapat di daerah Kecamatan Jaten,

regosol terdapat di daerah Colomadu sedangkan jenis tanah yang ada di

daerah penelitian ini adalah gromusol dan litosol, yang secara umum

sangat rentan terhadap erosi, apalagi didukung oleh kemiringan lereng

yang relatif besar. Topografi lahan yang ada di Kabupaten Karanganyar

sebagian besar datar sampai bergelombang. Kecamatan Gondangrejo

mempunyai topografi datar hingga berbukit dengan kemiringan lereng 3 -

25 %. Hasil observasi lapangan diketahui bahwa daerah penelitian

mempunyai variasi penggunaan lahan untuk pertanian diantaranya adalah

untuk sawah dan tegalan. Tegalan di daerah penelitian ada yang ditanami

tanaman sayur-sayuran dan tanaman lainnya yang sangat berpotensi untuk

ketersediaan bahan pakan bagi ternak.

3. Kondisi klimatologis

Kabupaten Karanganyar memiliki dua iklim yaitu musim

penghujan dan musim kemarau. Suhu di Kabupaten Karanganyar berkisar

antara 22o - 31oC. Rata-rata curah hujan di Kabupaten Karanganyar

mencapai 9.307,5 mm dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan

Januari dan Maret sedangkan yang terendah pada bulan Juli dan Agustus.

Iklim di wilayah Kecamatan Gondangrejo tidak jauh berbeda

dengan iklim yang ada di kecamatan lain yang ada di Kabupaten

Karanganyar. Kondisi iklim yang ada di Kecamatan Gondangrejo ini

dimanfaatkan oleh sebagian penduduknya dengan bekerja di sektor

pertanian (petani dan peternak) yaitu 13.604 orang atau sebesar 23,36 %

(46)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

B. Potensi Pertanian dan Peternakan

Kecamatan Gondangrejo merupakan salah satu wilayah yang potensial

dalam usaha penggemukan sapi potong yang dipelihara oleh peternak. Hal ini

didukung dari banyaknya limbah pertanian yang melimpah, sumber daya

manusia (SDM) yang berpotensi untuk dikembangkan, pemasaran yang dekat

dengan kota Surakarta, akses pakan terhadap sumber pakan yang cepat serta

dekat dengan pasar hewan dan tempat pemotongan hewan.

1.Pertanian

Luas penggunaan tanah di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten

Karanganyar dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas penggunaan tanah di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten

Karanganyar tahun 2010

Pekarangan / bangunan 1.747,80 30,77 Tegal / kebun

Sumber : Statistik Kecamatan Gondangrejo, 2011.

Berdasarkan data luas penggunaan tanah, sebagian besar lahan

digunakan sebagai lahan kering seluas 4.662,03 ha atau sekitar (82,08%)

dari luas Kecamatan Gondangrejo seluas 5.680 ha. Luas lahan yang ada

belum dapat dioptimalkan oleh para peternak untuk mendukung

ketersediaan bahan pakan hijauan seperti rumput gajah (Pennisetum

purpureum) dan rumput raja (King grass). Menurut Rianto dan Purbowati

(2010), bahwa rumput gajah (Pennisetum purpureum) dan rumput raja

(King grass) merupakan jenis pakan hijauan pakan ternak yang

berkualitas, mudah ditanam, cukup disukai oleh sapi, dapat tumbuh di

dataran rendah dan tinggi dengan produksi yang tinggi. Hal ini sesuai

(47)

commit to user

berada di daerah tinggi dan berbukit. Luas lahan dan produksi tanaman

pangan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Luas lahan dan produksi tanaman pangan di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar tahun 2010.

Jenis tanaman Luas lahan (ha) Jumlah (ton)

Padi 2.516 14.997

Jagung 101 708

Ubi Kayu 97 1.596

Kacang tanah 556 735

Jumlah 3.270 18.036

Sumber : Statistik Kecamatan Gondangrejo, 2011.

Data pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa lahan pertanian yang

banyak ditanami adalah jenis tanaman pangan yang menjadi kebutuhan

pokok hidup mayarakat sekitarnya. Jenis produksi pangan yang ditanam

meliputi padi, jagung, ubi kayu dan kacang tanah. Luas produksi pertanian

terbanyak adalah padi dengan luas 3.270 ha dengan produksi mencapai

18.036 kwintal sedangkan yang paling sedikit terdapat jagung dengan luas

lahan 101 ha dengan produksi 708 ton. Semakin banyaknya jenis tanaman

yang ditanam oleh masyarakat Kecamatan Gondangrejo dapat membantu

kebutuhan pakan ternak.

2.Peternakan

Lahan pertanian yang dikelola dengan baik dapat menghasilkan

ketersediaan bahan pakan yang cukup untuk ternak. Bahan pakan yang

berasal dari limbah pertanian yang tidak dapat dimanfaatkan oleh manusia

dapat dijadikan pakan ternak. Jenis ternak di wilayah Kecamatan

Gondangrejo memiliki jumlah populasi yang cukup tinggi. Populasi ternak

di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada

Gambar

Grafik 1. Grafik BEP
Tabel 1. Jumlah peternak sapi potong di Kecamatan Gondangrejo
Tabel 2. Jumlah responden di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten
Tabel 3. Luas penggunaan tanah di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pertumbuhan tanaman jagung manis tanpa pemberian limbah serasah jagung akan tertekan dikarenakan tidak adanya penambahan bahan organik di dalam tanah sehingga

Berdasarkan hasil sidik ragam, perlakuan waktu pemberian bokashi (B) berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman umur 15 hari, umur 30 hari, umur 45 hari,

tentang asupan nutrisi pada anak.. yaitu menggali pengetahuan

Aturan asosiasi yang didapatkan tersebut dapat digunakan oleh dinas pendidikan untuk mengambil langkah-langkah perbaikan kepada sekolah-sekolah yang memiliki nilai daya

Sebanyak 29 responden (58,0 %) pendapatan dari hasil usaha sebelum menerima program dana bergulir sebesar Rp. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pendapatan usaha yang

Sasaran program pendampingan akreditasi ini meliputi semua program studi di lingkungan IAIN Purwokerto baik program diploma, sarjana, maupun pasca sarjana. Berdasarkan

Perbedaan lainnya terletak pada sampel penelitiannya yaitu sampel penelitian terdahulu menggunakan perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ),

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan: 1).Dengan pemberian reward dan punishment akan mendorong karywan untuk dapat melaksanakan tugas