commit to user
ANALISIS FINANSIAL USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG RAKYAT DI KECAMATAN GONDANGREJO
KABUPATEN KARANGANYAR
SKRIPSI
Oleh:
JOSUA SAHALA
H0508011
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
ANALISIS FINANSIAL USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG RAKYAT DI KECAMATAN GONDANGREJO
KABUPATEN KARANGANYAR
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan
di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Jurusan/Program Studi Peternakan
Oleh:
JOSUA SAHALA
H0508011
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
ii
ANALISIS FINANSIAL USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG RAKYAT DI KECAMATAN GONDANGREJO
KABUPATEN KARANGANYAR
yang dipersiapkan dan disusun oleh JOSUA SAHALA
H 0508011
Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal: Juli 2012
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji
Ketua
Shanti Emawati, S.Pt.,MP NIP. 19800903 200501 2 001
Anggota I
drh. Endang Tri Rahayu, MP NIP. 19720305 200604 2 001
Anggota II
Ir. YBP. Subagyo, MS NIP. 19480314 197903 1 001
Surakarta, Juli 2012
Mengetahui
Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian
Dekan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
oleh Kasih dan Anugerahnya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
Judul Analisis Finansial Usaha Penggemukan Sapi Potong Rakyat Di
Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar. Penulis menyadari
selama penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini, mendapat banyak
bimbingan, arahan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Penulis
ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Ketua Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
3. Ibu Shanti Emawati, S.Pt.,MP. sebagai dosen pembimbing utama.
4. Ibu drh. Endang Tri Rahayu.,MP sebagai dosen pembimbing
pendamping dan anggota penguji I.
5. Bapak Ir. YBP Subagyo.,MS sebagai anggota penguji II.
6. Kedua orang tua yang selalu memberikan motivasi untuk menyelesaikan
skripsi ini.
7. Teman-teman yang selalu memberikan motivasi untuk menyelesaikan
skripsi ini.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam
pelaksanaan penelitian di penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
sempurna, karenanya kritik dan saran yang membangun diharapkan dan
semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Surakarta, Juli 2012
commit to user
E. Keterangan Empiris Yang Diharapkan ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5
A. Ternak Sapi Potong ... 5
B. Kondisi Usaha Penggemukan Sapi Potong ... 9
C. Perkandangan ... 11
D. Aspek Ekonomi Usaha Ternak Sapi Potong ... 13
E. Analisis Cash Flow... 15
F. Analisis Finansial ... 16
G. Analisis Break Even Point (BEP)... 18
III. MATERI DAN METODE PENELITIAN ... 20
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 20
B. Desain Penelitian ... 20
C. Teknik Penentuan Sampel ... 20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
E. Teknik Pengumpulan Data ... 23
F. Metode Analisis Data ... 24
G. Batasan – Batasan Operasional ... 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 29
B. Potensi Pertanian dan Peternakan ... 31
C. Karakteristik Responden ... 33
D. Aspek Teknis Usaha Penggemukan Sapi Potong ... 39
E. Aspek Ekonomi Usaha Penggemukan Sapi Potong ... 43
F. Analisis Finansial Usaha Penggemukan Sapi Potong ... 48
G. BEP Usaha Penggemukan Sapi Potong ... 50
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 52
A. Kesimpulan... 52
B. Saran ... 52
DAFTAR PUSTAKA ... 53
commit to user
vi
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Jumlah peternak sapi potong di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten
Karanganyar tahun 2011 ... 21
2. Jumlah responden di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten
Karanganyar ... 22
3. Luas penggunaan tanah di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten
Karanganyar tahun 2010 ... 31
4. Luas lahan dan produksi tanaman pangan di Kecamatan
Gondangrejo Kabupaten Karananyar tahun 2010... ... 32
5. Populasi ternak dari berbagai jenis ternak di Kecamatan
Gondangrejo Kabupaten Karangaanyar tahun 2010. ... 33
6. Umur peternak usaha penggemukan sapi potong di Kecamatan
Gondangrejo Kabupaten Karanganyar. ... 33
7. Pengalaman beternak responden usaha penggemukan sapi potong di
Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar ... 34
8. Tingkat pendidikan peternak usaha penggemukan sapi potong di
Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar ... 35
9. Pekerjaan peternak usaha penggemukan sapi potong di Kecamatan
Gondangrejo Kabupaten Karanganyar ... 36
10. Jumlah anggota keluarga peternak usaha penggemukan sapi potong
di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar ... 37
11. Luas lahan pertanian peternak usaha penggemukan sapi potong di
Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar ... 38
12. Investasi usaha penggemukan sapi potong di Kecamatan
Gondangrejo Kabupaten Karanganyar per 3 ekor ... 43
13. Biaya produksi per tahun usaha penggemukan sapi potong di
Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar per 3 ekor ... 45
14. Rata-rata penerimaan per tahun usaha penggemukan sapi potong di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
15. Hasil analisis investasi usaha penggemukan sapi potong di
Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar per 3 ekor ... 49
16. BEP usaha penggemukan sapi potong di Kecamatan Gondangrejo
commit to user
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Identitas responden usaha penggemukan sapi potong (Peranakan
Simental) di Kecamatan Gondangrejo ... 57
2. Identitas responden usaha penggemukan sapi potong (Peranakan
ongole) di Kecamatan Gondangrejo ... 59
3. Biaya investasi usaha penggemukan sapi potong (Sapi Peranakan
Simental) di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten
Karanganyar... ... 61
4. Biaya investasi usaha penggemukan sapi potong (Sapi Peranakan
Ongole) di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar... ... 62
5. Biaya Operasional Usaha Penggemukan Sapi Potong (Sapi
Peranakan Simental) Di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten
Karanganyar... ... 63
6. Biaya Operasional Usaha Penggemukan Sapi Potong (Sapi
Peranakan Ongole) Di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten
Karanganayar ... 65
7. Penerimaan Usaha Penggemukan Sapi Potong (Peranakan
Simental) Di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar... 67
8. Penerimaan Usaha Penggemukan Sapi Potong (Peranakan Ongole)
Di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar ... 68
9. Cash flow usaha penggemukan sapi potong (Peranakan Simental) di
Kecamatan Gondangrejo ... 69
10. Perhitungan NPV dan IRR usaha penggemukan sapi potong
(Peranakan Simental) di Kecamatan Gondangrejo ... 71
11. Perhitungan BCR dan PPC usaha penggemukan sapi potong
(Peranakan Simental) di Kecamatan Gondangrejo ... 72
12. Perhitungan BEP usaha penggemukan sapi potong (Peranakan
commit to user
x
13. Cash flow usaha penggemukan sapi potong (Peranakan Ongole) di
Kecamatan Gondangrejo ... 74
14. Perhitungan NPV dan IRR usaha penggemukan sapi potong
(Peranakan Ongole) di Kecamatan Gondangrejo ... 76
15. Perhitungan BCR dan PPC usaha penggemukan sapi potong
(Peranakan Ongole) di Kecamatan Gondangrejo ... 77
16. Perhitungan BEP usaha penggemukan sapi potong (Peranakan
Ongole) di Kecamatan Gondangrejo ... 78
17. Kuesioner Penelitian ... 79
18. Peta Kabupaten Karanganyar dan Kecamatan Gondangrejo ... 85
19. Kondisi sapi potong dan Kunjungan Dosen ke tempat daerah tempat
penelitian ... 86
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
ANALISIS FINANSIAL USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG RAKYAT DI KECAMATAN GONDANGREJO
KABUPATEN KARANGANYAR
JOSUA SAHALA
H0508011
RINGKASAN
Pembangunan sub-sektor peternakan sebagai bagian dari sektor
pertanian memegang peranan penting dalam penyediaan bahan pangan asal
hewan. Bahan pangan asal hewan merupakan sumber protein hewani. Salah
satu sumber protein hewani adalah berasal dari daging. Peternakan sapi potong
rakyat berperanan penting dalam menyediakan daging sapi potong baik dalam
jumlah maupun kualitasnya. Usaha penggemukan sapi potong rakyat di
Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar umumnya masih diusahakan
secara tradisional dengan usaha skala kecil. Hal inilah yang menjadikan usaha
ternak sapi potong dapat berkembang sehingga dapat memberikan peluang
usaha dan dapat memberikan tambahan pendapatan bagi masyarakat di
pedesaan yang mengusahakannya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan finansial dan
Break Even Point pada usaha penggemukan sapi potong. Penelitian ini
dilaksanakan di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar, pada bulan
Februari sampai dengan Maret 2012.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei
untuk mengumpulkan data primer dari responden dan data sekunder dari dinas
terkait. Pengambilan sampel penelitian ditentukan secara purposive sampling
sebanyak 60 orang. Analisis kelayakan finansial usaha penggemukan sapi
potong menggunakan kriteria investasi antara lain Net Present Value (NPV),
Benefit Cost Ratio (BCR), Internal Rate of Return (IRR) dan Payback Period of
Credit (PPC) berdasarkan investasi selama 5 tahun dengan discount factor 12
commit to user
xii
Hasil analisis menunjukkan bahwa usaha penggemukan sapi potong di
Kecamatan Gondangrejo memiliki nilai NPV sapi Peranakan Ongole (PO)
sebesar Rp. 2.138.302,634; BCR sebesar 1,08; IRR sebesar 15,63%; PPC
selama 3,34 tahun; nilai BEP berdasarkan penjualan sebesar Rp. 54.813.608,48
dan berdasarkan unit ternak sebesar 6 ekor dan untuk sapi peranakan Simental
(PS) memiliki nilai NPV sebesar Rp. 15.231.886,89; BCR sebesar 1,46; IRR
sebesar 17,26%, PPC selama 2,52 tahun dan BEP berdasarkan penjualan Rp.
50.228.837,29 dan berdasarkan unit ternak sebesar 5 ekor.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu bahwa usaha
penggemukan sapi potong di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar
layak untuk diusahakan dan peternak akan memperoleh keuntungan apabila
peternak sapi Peranakan Ongole (PO) dan sapi Peranakan Simental (PS)
masing-masing memelihara lebih dari 6 dan 5 ekor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
FINANCIAL ANALYSIS OF SMALL HOLDER FARMER’S BEEF CATTLE FATTENING FARM IN GONDANGREJO,
agriculture sector has an important role in providing animal-based food
materials, which are animal protein resources. One of the resources is the cattle
meat. The beef cattle plays an important role in the meat production in terms of
quantity and quality. The beef cattle fattening farm in Gondangrejo,
Karanganyar generally is run traditionally in a small-scale farm, which enables
it to develop sand to create a farm opportunity as well as to give an additional
income to the community in rural area.
The objective of this research is to investigate the financial feasibility
and the Break Even point of the beef cattle fattening farm in Gondangrejo,
Karanganyar. This research used the survey method to gather the primary data
from the respondents and the secondary data from the related offices. It was
conducted in Gondangrejo, Karanganyar from February to March 2012.
The samples of the research consisted of 60 respondents, and were
taken by using the purposive sampling technique. The financial feasibility
analysis of the beef cattle fattening farm used the criteria of Net Present Value
(NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), Internal Rate of Return (IRR) and Payback
commit to user
xiv
6 cows. 2) The Simmental crossbreed beef cattle fattening in Gondangrejo,
Karanganyar has the NPV of Rp 15,231,886.89; the BCR of 1.46; the IRR of
17.26%; the PPC of 2.52 years; and the cattle sale-based BEP of Rp
50,228,837.29 with the cattle unit of 5 cows.
Based on the results the research, a conclusion is drawn that the beef
cattle fattening farm in Gondangrejo, Karanganyar r is feasible to be run, and
the breeders will get profits if they raise more than six Ongole crossbreed cows
and five Simmental crossbreed cows respectively
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Pembangunan sub-sektor peternakan sebagai bagian dari sektor
pertanian memegang peranan penting dalam penyediaan bahan pangan asal
hewan. Bahan pangan asal hewan merupakan sumber protein hewani. Salah
satu sumber protein hewani adalah berasal dari daging. Daging merupakan
produk dari hewan ternak yang dapat berasal dari sapi, kambing, domba,
ayam dan sebagainya. Usaha peternakan di Indonesia terutama sapi potong
masih diusahakan oleh masyarakat pedesaan secara tradisional dengan skala
usaha kecil, motif produksi rumah tangga, usaha sampingan dan teknologi
yang digunakan masih sederhana.
Sebagian besar usaha peternakan sapi potong di Indonesia adalah
peternakan rakyat. Peternakan sapi potong rakyat berperanan penting dalam
menyediakan daging sapi potong baik dalam jumlah maupun kualitasnya. Hal
inilah yang menjadikan usaha ternak sapi potong dapat berkembang sehingga
dapat memberikan peluang usaha dan dapat memberikan tambahan
pendapatan bagi masyarakat di pedesaan yang mengusahakannya (Winarso et
al., 2005).
Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu daerah yang memiliki
potensi yang sangat besar untuk pengembangan peternakan sapi potong
rakyat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Karanganyar
(2011), jumlah populasi sapi potong dalam lima tahun terakhir mengalami
peningkatan rata-rata sebesar 4,8% per tahun. Tahun 2006, populasi sapi
potong sebanyak 47.716 ekor kemudian pada tahun 2010 mengalami
peningkatan sebesar 49.930 ekor dengan penyebaran populasi sapi potong
salah satunya di Kecamatan Gondangrejo sebanyak 2.103 per tahun 2010.
Peningkatan ini tidak terlepas dari usaha penggemukan sapi potong rakyat
yang diusahakan oleh peternak di Kecamatan Gondangrejo secara baik dan
commit to user
semua pengeluaran, penerimaan dan permasalahan selama usaha
penggemukan dilaksanakan (BPTP, 2001).
Usaha penggemukan sapi potong harus memperhatikan kelebihan dan
kekurangan usaha yang telah dijalankannya agar tidak mendatangkan
kerugian. Pakan merupakan biaya terbesar dalam usaha peternakan sehingga
seorang peternak harus memperhatikan kebutuhan ternaknya. Usaha
peternakan pasti bertujuan supaya untung sehingga harus mengetahui
kelayakan usahanya (Subagyo, 2009). Analisis finansial dapat dijadikan salah
satu alat analisis untuk mengukur kelayakan usaha yang telah dijalankan.
Analisis finansial yang sering digunakan adalah Benefit Cost Ratio (B/C), Net
Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Payback Periods, dan
Break even point (BEP). Analisis finansial yang telah dijabarkan tersebut
diharapkan dapat menjadi acuan untuk mengetahui dan menganalisis tingkat
kelayakan usaha penggemukan sapi potong rakyat di Kecamatan
Gondangrejo Kabupaten Karanganyar.
B. Perumusan Masalah
Usaha penggemukan sapi potong secara ekonomis dapat memberikan
hasil keuntungan yang tinggi, bukan hanya dari segi penjualan ternak tetapi
juga penting artinya di dalam kehidupan masyarakat sebagai salah satu
sumber daya penghasil bahan makanan berupa daging disamping hasil ikutan
lainnya seperti pupuk kandang, kulit, tulang dan sebagainya. Sejauh ini usaha
penggemukan sapi potong masih dilakukan dalam skala peternakan rakyat
dan belum mengetahui secara pasti seberapa besar manfaat dan keuntungan
yang diperoleh oleh pemiliknya karena keuntungan yang diperoleh tidak
menentu. Penggemukan cara ini masih banyak kita jumpai dan sering
mengakibatkan berbagai macam kendala dan permasalahan yang sering
dihadapi oleh peternak.
Usaha penggemukan sapi potong yang dilakukan oleh peternak di
Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar belum dapat berjalan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
kredit oleh pemerintah atau lembaga-lembaga perbankan yang terkait
didalamnya yang ada saat ini sulit untuk dikembangkan. Minimnya informasi
yang didapatkan mengenai usaha penggemukan sapi potong mengakibatkan
kurangnya minat lembaga-lembaga perbankan dalam membantu memberikan
modal atau pembiayaan. Terkait dengan hal tersebut maka perlu dilakukan
suatu analisis dari usaha penggemukan sapi potong yaitu dengan
menggunakan analisis kelayakan finansial yang baik dan terencana serta
mengetahui nilai Break Event Point (BEP). Berkaitan dengan hal tersebut di
atas maka perumusan masalah yang diambil adalah :
1. Apakah usaha penggemukan sapi potong rakyat di Kecamatan
Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar layak secara finansial ?
2. Bagaimana hasil capaian nilai Break Event Point (BEP) pada usaha
penggemukan sapi potong rakyat di Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten
Karanganyar ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Menentukan kelayakan usaha penggemukan sapi potong di Kecamatan
Gondangrejo Kabupaten Karanganyar berdasarkan analisis finansial.
2. Menentukan capaian nilai Break Even Point (BEP) pada usaha
penggemukan sapi potong di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten
Karanganyar.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi peneliti dapat mengetahui kelayakan usaha penggemukan sapi potong
dan capaia nilai Break Event Point (BEP) pada usaha penggemukan sapi
potong di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar.
2. Bagi instansi-instansi pemerintah yang terkait khususnya, penelitian ini
juga diharapkan dapat memberikan informasi pada masa mendatang dan
commit to user
dalam membangun usaha penggemukan sapi potong di wilayah tersebut
atau di daerah lainnya.
3. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan menjadi sumber informasi bagi
peneliti lainnya.
E. Keterangan Empiris yang Diharapkan
Keterangan empiris yang diharapkan dalam penelitian ini adalah untuk
menentukan:
1. Kelayakan usaha penggemukan sapi potong di Kecamatan Gondangrejo
Kabupaten Karanganayar berdasarkan analisis finansial yang diperoleh.
2. Break Event Point (BEP) usaha penggemukan sapi potong di Kecamatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ternak Sapi Potong
Sapi merupakan hewan ternak yang dipelihara oleh manusia sebagai
sumber daging, susu, tenaga kerja, dan kebutuhan manusia lainya. Ternak sapi
menghasilkan 50% kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan susu dan
kulitnya menghasilkan sekitar 85% kebutuhan kulit untuk sepatu, dompet dan
tas. Sapi adalah salah satu genus dari famili Bovidae (Williamson dan Payne,
1993). Secara umum, ada tiga rumpun (ras) sapi, yaitu Bos Taurus (Berasal
dari Inggris dan Eropa daratan), Bos Indicus (berasal dari benua Asia dan
Afrika), serta Bos Sondaicus yang terdapat di Semenanjung Malaya dan
Indonesia (Rianto dan Purbowati, 2010).
Jenis-jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia saat ini adalah sapi
lokal dan sapi dari luar negeri yang khusus dipelihara sebagai penghasil
daging dan dapat dijadikan sebagai bakalan untuk usaha penggemukan
(Siregar, 2003). Jenis-jenis sapi potong itu masing-masing mempunyai
sifat-sifat yang khas, baik ditinjau dari bentuk luarnya (ukuran tubuh, warna bulu)
maupun dari genetik laju pertumbuhannya (Murtidjo, 2001). Jenis-jenis sapi
potong yang dapat diajadikan sapi bakalan saat ini berada di seluruh wilayah
di Indonesia yaitu jenis-jenis sapi lokal dan sapi import. Menurut Siregar
(2003); Rianto dan Purbowati (2010), Jenis - jenis sapi yang dapat dijadikan
sapi bakalan adalah :
1. Jenis Sapi Lokal
Sapi lokal merupakan jenis-jenis sapi yang sudah lama terdapat di
Indonesia dan telah berkembang secara turun-temurun. Jenis-jenis sapi
lokal ini tersebar di hampir semua daerah di Indonesia, tetapi ada pula
yang hanya terdapat di daerah-daerah tertentu saja. Jenis sapi lokal yang
dapat digunakan sebagai sapi bakalan adalah sebagai berikut :
a) Sapi Bali
Sapi Bali merupakan keturunan dari sapi liar yang disebut
commit to user
selama ratusan tahun. Akibatnya, ukuran sapi bali menjadi lebih kecil
dibandingkan dengan banteng. Ciri-ciri sapi Bali ialah sapi dewasa
dapat mencapai tinggi badan 130 cm dengan bobot badan jantan
dewasa sekitar 350-400 kg, sedangkan betina dewasa berkisar
250-300 kg. Sapi Bali mudah dikenal dengan warnanya yang khas,
bulunya halus, pendek-pendek, dan mengkilap. Kaki bawah dan perut
sebelah bawah berwarna putih, pantat putih setengah lingkaran, bulu
putih sekitar bibir bawah dan atas serta ujung ekor.
Sapi Bali mempunyai keunggulan dibandingkan dengan
sapi-sapi lokal lainnya karena mempunyai fertilitas yang tinggi, angka
kebuntingan dan angka kelahiran yang tinggi (lebih dari 80%) dan
potensial sebagai penghasil daging. Pertambahan bobot badan dengan
pakan yang baik dapat mencapai 0,7 kg/hari pada jantan dewasa dan
0,6 kg/hari pada betina dewasa.
b) Sapi Madura
Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali
dengan sapi India (Bos indicus). Sapi Madura sekarang ini mempunyai
bentuk dan warna yang umum (uniform), badannya kompak dan kecil.
Sapi jantan dan betina mempunyai warna merah bata, bulu pantat dan
kaki bawah berwarna putih. Perbedaaanya dengan sapi Bali adalah
pada sapi Madura bulu putih tidak jelas batasannya dan garis hitam
pada punggung tidak selalu ada. Punuk pada sapi Madura betina
kurang jelas dan gelambir kecil.
c) Sapi Ongole
Sapi ini dimasukkan ke Indonesia pada permulaan abad ke 20
dan diternakan secara murni di Pulau Sumba. Sapi ini juga digunakan
secara untuk grading-up sapi-sapi lokal, misalnya di Pulau Jawa
(keturunanya disebut sebagai sapi PO). Sapi ini memiliki tubuh yang
besar dan panjang, dengan leher pendek dan kaki-kakinya panjang.
Warna bulunya putih. Sapi Ongole jantan terdapat warna kelabu gelap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
sedang dan sedikit menggantung. Tanduk pendek dan gemuk,
mengarah ke luar dan ke belakang.
d) Sapi Peranakan Ongole (PO)
Sapi PO adalah sapi yang telah dilakukan grading up antara
sapi lokal dengan sapi Ongole. Sapi PO terutama terdapat di Pulau
Jawa dengan penyebaran terdapat di Jawa Tengah. Sapi ini memiliki
postur tubuh dan bobot badan yang lebih kecil dibandingkan dengan
sapi Ongole. Warna bulunya sangat bervariasi, tetapi pada umumnya
berwarna putih atau putih keabu-abuan. Punuk dan gelambir kelihatan
kecil atau tidak memiliki sama sekali.
Sapi PO merupakan sapi potong yang memiliki pertumbuhan
berat badan harian sekitar 0,47-0,81 kg (tergantung kualitas pakan
yang diberikan). Sapi PO memiliki ciri-ciri antara lain punuk besar,
lipatan-lipatan kulit yang terdapat di bawah leher dan perut, telinga
panjang dan menggantung, kepalanya relatif pendek dengan profil
melengkung, mata besar dan tenang. Kulit sekitar lubang mata selebar
± 1 cm berwarna hitam. Tanduk yang betina lebih panjang daripada
Secara komersial, sapi PO dapat digunakan sebagai ternak
pedaging yang cukup baik, karena memiliki laju pertumbuhan yang
cukup tinggi dan mempunyai kemampuan konsumsi yang cukup
tinggi terhadap hijauan serta mudah pemeliharaannya. Sapi PO
termasuk tipe sapi pekerja yang baik, tenaganya kuat, tahan lapar dan
haus, jinak serta dapat menyesuaikan dengan pakan yang sederhana
commit to user 2. Jenis Sapi Import
Sapi untuk bakalan dalam usaha penggemukan dapat pula dipilih dari
jenis sapi import. Jenis sapi di luar negeri banyak yang khusus dipelihara
sebagai penghasil daging dan dapat dijadikan sebagai bakalan untuk usaha
penggemukan. Beberapa diantaranya yang penting diutarakan adalah
sebagai berikut :
a) Sapi Simental
Sapi simental banyak dijumpai di Eropa. Sapi jenis ini
merupakan sapi potong keturunan Bos taurus yang berasal dari
Switzerland. Sapi ini berwarna krem agak cokelat atau merah seperti
sapi bali. Pada bagian kepala kaki mulai dari lutut hingga telapak, dan
ujung ekor berwarna putih. Sapi ini memiliki tanduk yang kecil.
Pertumbuhan ototnya bagus dan penimbunan lemak dibawah kulit
rendah (Yulianto dan Saparinto, 2010).
b) Sapi Limousin
Sapi ini berasal dari Perancis. Warna buluh merah cokelat,
tetapi pada sekeliling mata dan kaki mulai dari lutut ke bawah
berwarna agak terang. Ukuran tubuh besar dan panjang, pertumbuhan
bagus. Tanduk pada sapi jantan tumbuh keluar dan agak melengkung
(Sugeng, 2003). Sapi Limousin merupakan bangsa tipe potong dan
termasuk ke dalam ukuran sedang. Berat rata-rata sapi dewasa sekitar
589 kg (Rianto dan Purbowati, 2010). Sapi Simental memiliki
pertumbuhan berat badan harian 0,7-1,3 Kg (Subiharta et al, 2000;
Hadi dan Ilham, 2002).
c) Sapi Charolais
Sapi Charolais adalah sapi yang berasal Perancis. Sapi
Charolais merupakan bangsa sapi pedaging dan susu tidak diambil
(Rianto dan Purbowati, 2010). Sapi ini digunakan untuk disilangkan
dengan jenis sapi lainnya dan terutama dengan sapi Brahman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
tetapi kasar. Berat badan sapi betina sekitar 750 kg dan jantan 1000 kg
(Sugeng, 2003; Siregar 2003).
d) Sapi Brahman.
Sapi Brahman berasal dari India dan termasuk dalam golongan
sapi Zebu. Sapi Brahman ditandai dengan punuk yang besar pada
jantan, tetapi kecil pada betina. Ukuran tubuhnya besar dan panjang.
Warna tubuh sapi ini pada umumnya gelap keabu-abuan. warna pada
jantan lebih gelap dari pada betina. Sapi Brahman mampu
berkembang baik dengan pakan yang berkualitas rendah dan tahan
terhadap panas. Sapi Brahman jantan mempunyai bobot badan sekitar
800 kg dan betina dewasa sekitar 550 kg (Siregar, 2003).
B. Kondisi Usaha Penggemukan Sapi Potong
Usaha penggemukan sapi akhir-akhir ini semakin berkembang. Hal ini
ditandai dengan semakin banyaknya masyarakat maupun pemerintah daerah
yang mengusahakan penggemukan sapi potong. Penggemukan sapi potong
dapat dilakukan secara perusahaan dalam skala usaha besar maupun
perseorangan dalam usaha kecil (Siregar, 2003). Berdasarkan hasil pendataan
sapi potong, sapi perah dan kerbau (PSPK) 2011 populasi sapi potong di
Indonesia pada tahun 2011 tercatat 14,8 juta ekor. Secara regional/pulau,
populasi sapi potong sebagian besar terdapat di pulau Jawa sebanyak 7,5 juta
ekor atau 50,74% dari total populasi sapi potong di Indonesia.
Kondisi peternakan saat ini menurut Sugeng (2003) bahwa Indonesia
saat ini masih mengalami kekurangan pasokan sapi bakalan karena
pertambahan populasi tidak seimbang dengan kebutuhan nasional. Usaha
peternakan sapi potong rakyat di Indonesia umumnya bersifat tradisional dan
metode pengelolaannya masih menggunakan teknologi seadanya dan hanya
bersifat sambilan sehingga hasil yang dicapai tidak maksimal. Beberapa
permasalahan yang masih terjadi pada peternakan Indonesia yaitu
produktivitas rendah, populasi rendah, pasokan sapi bakalan tidak stabil,
commit to user
peternakan yang masih rendah. Peternak menginginkan keuntungan yang
tinggi, tetapi kurang memperhatikan pola usaha yang sesuai untuk diterapkan
dan pengalokasian input yang masksimum agar diperoleh keuntungan yang
maksimal (Sidauruk et al.,2001).
Pakan merupakan komponen biaya yang cukup besar dalam usaha
penggemukan sapi potong. Pakan dalam penggemukan berupa hijauan dan
konsentarat. Hijauan diberikan 10 % dari bobot badan, konsentrat 1 % dari
bobot badan dan air minum 20-30 l/ekor/hari. (Ferdiman, 2007 cit Suryana
2009). Berdasarkan umur sapi yang akan digemukkan, lama penggemukan
dibedakan menjadi tiga yaitu 1) untuk sapi bakalan dengan umur kurang dari
1 tahun, lama penggemukan berkisar antara 8 - 9 bulan, 2) untuk sapi bakalan
umur 1 – 2 tahun, lama penggemukan 6-7 bulan dan 3) untuk sapi bakalan
umur 2 - 2,5 tahun lama penggemukan 4-6 bulan (Sugeng, 2006 cit Suryana,
2009).
Sistem penggemukan sapi potong di Indonesia dapat dibagi menjadi 3
metode yaitu :
1. Sistem Dry lot fattening
Sistem dry lot fattening yaitu penggemukan sapi dengan
memperbanyak pemberian pakan konsentrat (Yulianto dan Saparitno,
2010). Pada metode ini sapi digemukkan ditempatkan didalam kandang
sepanjang waktu. Pakan hijauan dan konsentrat diberikan kepada sapi
didalam kandang. Konsentrat merupakan porsi utama ransum yang
diberikan. Perbandingan hijauan : konsentrat berkisar antara 40 : 60
sampai 20 : 80 (Rianto dan Purbowati, 2010).
Di Jawa Tengah, terdapat metode penggemukan yang disebut
kereman. Metode ini merupakan bentuk dari metode dry lot fattening.
Metode penggemukan ini, sapi ditempatkan di dalam kandang secara
terus-menerus (dikerem) selama 4 – 6 bulan, bahkan kadang-kadang
sampai 12 bulan atau hingga bobot sapi yang diinginkan tercapai. Sapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
daerah sekitar. Jenis konsentrat yang diberikan misalnya ampas tahu,
onggok dan bekatul (Rianto dan Purbowati, 2010).
2. Sistem Pasture fattening
Sistem pasture fattening adalah sistem penggemukan dengan sapi
berada di padang penggembalaan sepanjang hari. Sapi tersebut baru
dimasukkan ke dalam kandang pada malam hari atau pada saat matahari
bersinar sangat terik. Sapi tidak mendapat pakan penguat (konsentrat)
artinya sapi hanya mendapat pakan dari hijauan yang ada di padang
penggembalaan. Sistem ini harus memperhatikan produktivitas sapi, selain
ditanami rumput padang penggembalaan juga harus ditanami leguminosa
agar kualitas pakan yang ada di padang menjadi lebih tinggi. Leguminosa
memiliki kandungan protein yang tinggi sehingga dapat meningkatkan
kualitas pakan yang dikonsumsi oleh sapi. Metode pasture fattening lebih
murah daripada dry lot fattening karena biaya pakan dan tenaga kerja yang
dibutuhkan tidak terlalu banyak. Namun demikian, waktu yang dibutuhkan
oleh sapi untuk mencapai bobot badan yang diinginkan lebih lama (Rianto
dan Purbowati, 2010).
3. Kombinasi dry lot dan pasture fattening
Metode kombinasi dry lot dan pasture fattening dapat dilakukan
dengan dua cara. Pertama, pada musim penghujan saat hijauan berlimpah
sapi digembalakan di padang penggembalaan sementara pada musim
kemarau, sapi dikandangkan dan dipelihara secara dry lot. Kedua, pada
siang hari, sapi digembalakan dipadang penggembalaan. Sementara pada
malam hari, sapi dikandangkan dan diberi konsentrat. Metode ini
membutuhkan waktu lebih lama daripada metode dry lot fattening, tetapi
lebih pendek dari pada metode pasture fattening (Rianto dan Purbowati,
2010).
C. Perkandangan
Kandang berfungsi sebagai pelindung bagi ternak dan penunjang
commit to user
pemeliharaan ternak karena kandang sangat berperan dalam usaha
peningkatan produksi (Rianto dan Purbowati, 2010). Sistem perkandangan
yang sering ditemui pada usaha penggemukan sapi potong di antaranya adalah
sebagai berikut :
1. Kandang Bebas/Koloni
Kandang bebas koloni merupakan suatu area yang cukup luas dengan
atap di atasnya. Kandang ini dapat ditempati populasi sapi tanpa adanya
sekat atau batasan sehingga sapi dapat bergerak bebas di dalam areal
kandang. Kandang koloni hanya terdiri satu bangunan yang digunakan
untuk ternak dalam jumlah banyak yang berukuran 7 x 9 m dengan daya
tampung 20 - 40 ekor sapi. Pembesaran sapi di kandang bebas/koloni ini
dapat menyebabkan beberapa hal yaitu membutuhkan biaya pembuatan
kandang, tetapi lebih murah dari kandang inividual, sapi mudah yang
saling beradu dan mudah untuk membantu mendeteksi birahi (Yulianto
dan Saparinto, 2010).
2. Kandang Individual/Tunggal
Kandang individual merupakan pemeliharaan ternak di suatu areal
terbatas dan ruang gerak ternak dibatasi hingga sulit bergerak.
Pembatasannya dapat berupa sekat-sekat. Setiap sekat ditempati oleh satu
ekor sapi. Sapi ditambahkan dengan tali pada patok yang sediakan.
Bahkan, ada cara tanpa sekat, yaitu sapi cukup ditambatkan pada patok
yang dibuat secara berderet. Sapi hanya dapat bergerak ke depan dan ke
belakang serta duduk (Yulianto dan Saparinto, 2010).
3. Sistem Paduan
Pembesaraan sapi paduan yaitu usaha ternak sapi yang dilakukan
dengan cara digembalakan dan juga dikandangkan. Sapi digembalakan di
lapangan rumput seharian atau setengah hari dan dikandangkan pada
malam harinya. Selama di dalam kandang, sapi juga diberi pakan
tambahan. Tempat pembesaran sapi dengan sistem paduan menyebabkan
biaya pakan bisa ditekan dan biaya pembuatan kandang cenderung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
D. Aspek Ekonomi Usaha Ternak Sapi Potong
1. Investasi
Investasi merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini
dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang
(Halim, 2003). Investasi yang ditanamkan hanya untuk proses produksi
semata-mata, padahal dalam kegiatan investasi tidak hanya ditujukan
untuk kegiatan produksi semata-mata tetapi juga unuk membangun
berbagai sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan investasi (Salim
dan Sutrisno, 2008).
Investasi atau modal yang ditanam pada usaha penggemukan sapi
potong pada intinya bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak
di kemudian hari. Modal yang termasuk di dalam perbaikan penggemukan
sapi potong terdiri dari biaya penyusutan bangunan, kekayaan yang
mudah diuangkan seperti ternak, pakan ternak, bibit, pupuk dan biaya
yang digunakan untuk pemeliharaan. Modal juga terdiri dari penyusutan,
pergantian alat-alat yang rusak dan pemeliharaan ternak. Penggolongan
modal berdasarkan prinsipnya dibagi atas barang-barang yang tidak habis
sekali proses produksi seperti peralatan dan bangunan dan barang-barang
yang langsung habis dalam sekali produksi misalnya pupuk (Soekartawi
et al., 1986).
2. Biaya
Biaya adalah nilai dari semua pengorbanan ekonomis yang
diperlukan, yang tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan, dan dapat
diukur untuk menghasilkan produk (Cyrilla dan Ismail, 1988 cit Siregar,
2009). Menurut sifatnya, biaya usahatani dapat dikelompokkan menjadi 3
yaitu :
a) Biaya Tetap dan Biaya Variabel
Biaya Tetap (Fixed Cost) adalah biaya yang sifatnya tidak
dipengaruhi oleh besarnya produksi. Biaya ini terdiri dari pajak,
penyusutan, alat-alat produksi, sewa tanah dan lain-lain (Prasetya,
commit to user
penggunaannya tidak habis dalam satu proses masa produksi, meliputi
pajak tanah, pajak air, penyusutan alat, bangunan pertanian dan
pemeliharaan ternak sedangkan menurut Subagyo (2009) bahwa biaya
tetap (Fixed Cost) adalah semua pengeluaran yang harus dibayarkan
untuk setiap bulan dan merupakan biaya yang tidak tergantung dari
jumlah produk yang dihasilkan. Contohnya biaya tenaga kerja tetap,
biaya penyusutan peralatan, pembayaran pajak, pembayaran bunga
pinjaman dan lain-lain.
Biaya variabel (Variabel Cost) ialah biaya yang akan
dipengaruhi oleh besarnya produksi yang dikehendaki. Biaya variabel
terdiri dari bakalan sapi, makanan ternak, pembelian sarana produksi,
dan sebagainya (Prasetya, 1995). Biaya Variabel juga merupakan
biaya yang besar kecilnya ditanggung tergantung kepada biaya skala
produksi. Meliputi tenaga kerja upahan, sewa tanah, dan sebagainya
(Hernanto, 1993). Pendapat yang serupa dijelaskan oleh Subagyo
(2009) bahwa biaya tidak tetap (Variabel cost) adalah biaya yang
harus dibayar dan sangat tergantung dengan jumlah produk yang
dihasilkan seperti pembelian sapi bakalan dan biaya pakan yang
diperlukan.
b) Biaya yang Dibayarkan dan Biaya yang Tidak Dibayarkan
Biaya pengelolaan usahatani dapat dibedakan antara biaya yang
dibayar dengan uang tunai atau dengan benda dan biaya yang tidak
dibayar yang sebenarnya juga merupakan biaya usahatani. Pada usaha
penggemukan sapi potong biaya yang dibayarkan terdiri dari
pengeluaran untuk pembelian obat-obatan, pembelian bakalan,
pembelian pakan ternak dan upah tenaga kerja sedangkan biaya yang
tidak dibayarkan terdiri dari penggunaan tenaga kerja keluarga, bunga
modal sendiri, penyusutan modal dan lain-lain (Prasetya, 1995).
c) Biaya Langsung dan Biaya Tidak Langsung
Biaya langsung adalah biaya yang langsung digunakan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
obat-obatan, bakalan, upah tenaga kerja luar dan makanan ternak,
makanan untuk tenaga kerja luar sedangkan biaya tidak langsung
adalah biaya yang tidak langsung digunakan dalam proses produksi
terdiri dari penyusutan modal tetap, biaya tenaga kerja keluarga dan
sebagainya (Prasetya, 1995).
3. Penerimaan
Penerimaan dari usaha penggemukan sapi potong dapat berupa
penjualan sapi yang telah digemukkan dan dari kotoran sapi. Usaha
penggemukan sapi potong yang mempunyai tujuan utama menjual sapi
yang telah digemukkan (Sugeng, 1998). Besarnya penerimaan dari usaha
penggemukan sapi potong tergantung pada pertambahan bobot badan sapi
yang dicapai selama proses penggemukan dan harga jual sapi per kilogram
bobot badan hidup. Hal ini dinyatakan dalam satuan harga per kilogram
bobot badan hidup karena pada umumnya para peternak yang
mengusahakan penggemukan sapi, menjual sapi-sapinya yang sudah
digemukkan kepada pedagang ternak dengan harga yang didasarkan pada
bobot badan hidup (Rianto dan Purbowati, 2010).
4. Pendapatan
Pendapatan (input) adalah hasil yang didapat dari penjualan produk
pokok yang dihasilkan, produk sampingan ataupun pemasukan-pemasukan
yang lain (Subagyo, 2009). Pendapatan merupakan selisih penerimaan
dengan biaya yang dikeluarkan. Pendapatan juga sangat berperan penting
dalam memenuhi kebutuhan setiap hari yang berpengaruh terhadap
pengeluaran biaya hidup. Bentuk dan jumlah pendapatan mempunyai
fungsi yang sama yaitu digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
dan memberikan kepuasan petani agar dapat melanjutkan kegiatan
usahanya (Prasetya, 1995).
E. Analisis Cash Flow
Uang tunai atau kas (cash) merupakan saldo sisa dari arus kas masuk
commit to user
kas bersih (net cash flow) atau arus khas mengacu pada arus kas masuk
dikurangi arus kas keluar pada periode berjalan (Subramanyam dan John,
2010). Cash flow menurut Kasmir dan Jakfar (2010) merupakan arus kas atau
aliran kas yang ada diperusahaan dalam suatu periode tertentu. Cash flow juga
menggambarkan berapa uang yang keluar (cash out) serta jenis-jenis biaya
yang dikeluarkan. Jenis-jenis cash flow yang dikaitkan dengan suatu usaha
terdiri dari Initial cah flow atau lebih dikenal kas awal yang merupakan
pengeluaran-pengeluaran pada awal periode untuk investasi. Contoh biaya
pra-investasi adalah pembelian tanah, rumah, mesin peralatan dan modal
kerja. Operasional cash flow merupakan kas yang diterima atau dikeluarkan
pada ssat operasi usaha seperti penghasilan yang diterima dan pengeluaran
yang dikeluarkan pada suatu periode. Terminal cash flow merupakan uang kas
yang diterima saat usaha tersebut berakhir.
F. Analisis Finansial
Soeharto (1997) menyatakan bahwa studi kelayakan harus dapat
menyuguhkan hasil analisis secara kuantitatif tentang manfaat yang akan
diperoleh dibandingkan dengan sumber daya yang diperlukan. Ada beberapa
kriteria yang digunakan untuk mengukur suatu proyek investasi yang berjalan
ataupun yang telah dijalankan seperti Benefit cost ratio (B/C), Net Present
Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Payback Period (PP).
1. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio)
Net benefit cost ratio adalah suatu perbandingan antara net benefit
yang telah di discount positif (+) dengan net benefit yang telah di discount
negatif (-). Jika Net B/C Ratio lebih besar dari 1 (satu) berarti gagasan
usaha atau proyek tersebut layak untuk dikerjakan dan jika lebih kecil dari
1 (satu) berarti tidak layak untuk dikerjakan. Jika Net B/C Ratio sama
dengan 1 (satu) berarti cash in flow sama dengan cash out flows, dalam
present value disebut dengan Break Event Point yaitu total cost sama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
2. Net Present Value (NPV)
NPV adalah selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai
sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih (operasional maupun terminal
cash flow) dimasa yang akan datang dan untuk mengetahui nilai sekarang
tersebut perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dianggap
relevan (Husnan dan Suwarsono, 1993). Penjelasan yang sama juga
diberikan oleh Umar (1997) bahwa NPV adalah selisih antara Present
Value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan
kas bersih (aliran kas operasional maupun aliran kas terminal) di masa
mengeluarkan investasi awal. Metode IRR digunakan untuk menghitung
tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang investasi dengan nilai
sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa-masa mendatang.
Apabila tingkat bunga ini lebih besar daripada tingkat bunga yang relevan
(tingkat keuntungan yang disyaratkan), maka investasi dikatakan
menguntungkan, kalau lebih kecil dikatakan merugikan (Husnan dan
Suwarsono, 1993).
4. Payback Period (PP)
Payback Period menurut Mulyana (2008) adalah suatu indikator
yang dinyatakan dengan ukuran waktu, yakni berapa tahun yang
diperlukan oleh suatu kegiatan atau usaha untuk mengembalikan biaya
investasi yang ditanamkan ke dalam usaha, termasuk biaya pengganti.
Menurut Soeharto (1997) payback period adalah jangka waktu yang
diperlukan untuk mengembalikan modal suatu investasi, dihitung dari
aliran kas bersih. Aliran kas bersih adalah selisih penerimaan (revenue)
terhadap pengeluaran (expenses) per tahun. Periode pengembaliannya
commit to user
mengatakan Payback period adalah suatu periode yang diperlukan untuk
menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan
menggunakan aliran kas, dengan kata lain payback period merupakan rasio
initial cash investment dengan cash inflow-nya yang hasilnya merupakan
satuan waktu selanjutnya nilai rasio ini dibandingkan dengan maksimum
payback period yang dapat diterima
G. Analisis Break Event Point (BEP)
BEP adalah suatu keadaan yang menunjukkan bahwa suatu usaha
tidak rugi dan tidak untung. Analisis BEP adalah suatu teknik untuk
mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel dan volume kegiatan
yang mendasarkan pada hubungan antara biaya (cost) dan penghasilan
penjualan (revenue) (Subagyo. 2009). BEP adalah volume produksi dimana
jumlah seluruh ongkos sama dengan jumlah seluruh penerimaan (Soetrisno,
1993). Analisis pulang pokok (BEP) adalah sarana yang digunakan untuk
mengetahui hubungan antar variabel dalam kegiatan perusahaan seperti luas
produksi atau tingkat produksi yang dilaksanakan, biaya yang dikeluarkan,
serta pendapatan yang diterima perusahaan dari kegiatannya (Umar, 2003).
Titik impas atau BEP adalah titik di mana total biaya produksi sama dengan
pendapatan. Titik impas menunjukkan bahwa tingkat produksi telah
menghasilkan pendapat yang sama besarnya dengan biaya produksi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Pendapatan & Biaya
Volume penjualan Penjualan
Titik Impas Total biaya
Biaya tetap Rugi
Laba
commit to user 20
10
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di tiga desa yaitu Desa Jatikuwung,
Rejosari, dan Tuban yang berada di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten
Karanganyar. Pemilihan lokasi penelitian secara sengaja (purposive) dengan
pertimbangan jumlah populasi ternak tertinggi, sedang dan terendah.
Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret
2012.
B. Desain Penelitian
Penelitian ini didesain dengan menggunakan metode survei (survey
method). Metode survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu
populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data
(Singarimbun et al., 1995). Data penelitian yang diperoleh dianalisis secara
deskriptif kuantitatif (quantitative descriptive). Deskriptif kuantitatif
(quantitative descriptive) adalah penelitian yang dapat menuturkan masalah
yang ada sekarang dengan berdasarkan data-data dan hasil pengolahan data
selanjutnya dipaparkan dalam bentuk angka-angka sehingga lebih mudah
ditangkap oleh siapapun yang membutuhkan informasi (Prasetyo, 2010).
C. Teknik Penentuan Sampel
1. Metode Penentuan Lokasi Penelitian
Metode penentuan lokasi penelitian ditentukan secara purposive
(sengaja) dengan pertimbangan waktu dan kemampuan serta jangkauan
peneliti (Notohadiprawiro, 2006). Justifikasi pemilihan Kecamatan
Gondangrejo Kabupaten Karanganyar dikarenakan : (1) Daerah tersebut
sangat pontensial untuk pengembangan usaha peternakan sapi potong di
Kabupaten Karanganyar bagian utara dengan populasi sebanyak 2.103
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
(2) Sesuai dengan pengembangan wilayah Karanganyar dimana
Kecamatan Gondangrejo sebagai salah satu sentra penggemukan ternak
sapi potong. (3) Daerah Kecamatan Gondangrejo mempunyai tempat
pemotongan hewan (TPH) ternak ruminansia besar dan kecil. (4) Dekat
dengan akses ke Pasar Hewan Purworejo Desa Jeron Kecamatan Nogosari
Kabupaten Boyolali sehingga ternak sapi potong mudah untuk dipasarkan
oleh peternak. (5) Kecamatan Gondangrejo berdekatan dengan Kota
Surakarta sehingga dekat dengan konsumen untuk memenuhi kebutuhan
daging sapi di Kota Surakarta dan sekitarnya.
Lokasi penelitian dipilih di tiga desa yaitu Desa Jatikuwung,
Rejosari, dan Tuban, dengan pertimbangan bahwa di lokasi tersebut
memiliki jumlah peternak sapi potong tertinggi, sedang dan rendah.
Jumlah peternak sapi potong tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah peternak sapi potong di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar tahun 2011.
No. Desa Jumlah Peternak (Orang)
1. Jatikuwung 470
Sumber : UPT Disnakan Kecamatan Gondangrejo, 2011.
2. Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel peternak secara sengaja (purposive
sampling) yaitu dipilih peternak yang memiliki ternak sapi potong minimal
dua ekor dan telah memelihara sapi potong minimal satu tahun. Jumlah
commit to user
berasal dari tiga desa terpilih. Pengambilan sampel peternak sapi potong
PO dan PS tiap desa terpilih diambil secara merata dan proposional.
Pengambilan sampel dari masing-masing desa terpilih
dilaksanakan secara proporsional dengan menggunakan rumus :
60
Ni : Jumlah sampel peternak sapi potong pada desa ke-i.
Nk : Jumlah peternak sapi potong dari masing masing desa.
N : Jumlah peternak sapi potong dari semua desa.
Pemilihan jumlah responden di Kecamatan Gondangrejo
Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah responden di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten
Data primer adalah data yang diperoleh dari wawancara langsung
dengan peternak penggemukan sapi potong maupun dari pihak lain yang
berhubungan dengan penggemukan sapi potong. Wawancara dilakukan
secara terstruktur dengan membuat kuesioner yang berisikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
2. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari
literatur-literatur pemerintah dan instansi-instansi lain yang relevan dengan
penelitian yang dilaksanakan. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat
Statistik (BPS) serta Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Karanganyar, serta instansi lainnya yang terkait dengan penelitian. Data
sekunder ini diharapkan sebagai data penunjang yang digunakan untuk
kelengkapan dalam menganalisis data.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1. Observasi
Observasi adalah metode atau cara yang dilakukan dalam
pengambilan data yang kemudian dianalisis dengan pencatatan secara
sistematis terhadap tingkah laku seseorang, obyek, atau mengamati
individu secara langsung untuk mendapatkan informasi-informasi yang
dibutuhkan untuk melanjutkan suatu penelitian.
2. Wawancara
Wawancara merupakan metode pengumpulan data dan mendapatkan
informasi dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan langsung terhadap
responden peternak usaha penggemukan sapi potong yang telah dipilih
sebagai sampel atau tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara
langsung (Susanto, 2006).
3. Pencatatan
Pencatatan dipakai untuk mengumpulkan data dan informasi yang
diperlukan dengan mencatat yang diperoleh dari Instansi pemerintah yang
terkait dengan penelitian ini.
4. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan
data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen yang merupakan data
commit to user 5. Studi Pustaka
Studi pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berupa jurnal
ilmiah, hasil-hasil penelitian, skripsi, tesis dan disertasi, proseding, buku
teks, dan internet yang berguna untuk membantu permasalahan yang ada
dalam penelitian.
F. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah :
1. Pendapatan Peternak
Pendapatan peternak sapi potong digunakan dengan rumus :
Keterangan :
π = Total pendapatan peternak sapi potong.
TR = Total penerimaan dari penjualan seluruh hasil peternakan
sapi PO.
TC = Total biaya yang dikeluarkan peternak sapi potong.
Kriteria Penilaiannya adalah :
a) Pendapatan > 1 berarti usaha yang dijalankan tersebut mengalami
untung.
b) Pendapatan < 1 berarti usaha yang dijalankan tersebut mengalami
rugi.
c) Pendapatan = 0 berarti usaha yang diajalankan tersebut tidak
mengalami untung dan rugi (Gittinger, 1990).
2. Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio)
BCR merupakan perbandingan antara penerimaaan bersih selama
perencanaan yang sudah didiskont. Rumus yang digunakan dalam
menghitung BCR adalah sebagai berikut : π = TR – TC
BCR =
Ӫ∑ (1 + )HC
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
a) B/C Ratio > 1 : Usaha tersebut layak dijalankan (menguntungkan)
b) B/C Ratio = 1 : Usaha tersebut mengembalikan modal sama persis
biaya yang dilakukan (impas)
benefit menghasilkan NPV. Net Present Value dihitung dengan rumus :
commit to user
b) NPV = 1 atrtinya usaha tersebut mengembalikan modal persis
biaya yang dilakukan (impas)
c) NPV = 1 tersebut ditolak karena tidak menguntungkan (Gray et
al., 1993).
4. Internal Rate of Return (IRR)
Nilai IRR ditentukan dengan mencari nilai faktor diskonto
(discount rate) yang membuat nilai NPV sama dengan nol. Nilai
Internal Rate of Return dapat dihitung dengan rumus :
Keterangan :
IRR = Internal Rate of Return (IRR)
NPV’ = NPV yang positif
NPV” = NPV yang negatif
i’ = Tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif.
i” = Tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif.
Kriteria penilaiannya adalah :
a) IRR ≥ 1 : Usaha tersebut dianggap layak dijalankan
b) IRR ≤ 1 : Usaha tersebut dianggap tidak layak dijalankan (Gray et
al., 1993).
5. Payback Periods
Discounted Payback Period (discounted PP) digunakan untuk
mengetahui jangka waktu investasi yang dilakukan dapat dikembalikan
dari perkiraan proceed (laba ditambah penyusutan) yang akan datang.
Namun metode ini mempunyai kelemahan yaitu tidak memperhitungkan
nilai sekarang, untuk mengatasi hal tersebut maka proceed dikalikan
dengan discount factor. Discounted payback period dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
P=
E IRR = + ̬t Ǵ
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Pengambilan kesimpulan adalah apabila discounted PP lebih rendah
dari umur ekonomis maka investasi diterima, namun apabila lebih tinggi
dari umur ekonomis maka ditolak (Umar, 1997).
6. Break Event Point (BEP)
BEP adalah suatu nilai dimana keuntungan yang diterima perusahaan
sama nilainya dengan total biaya yang dikeluarkan, dengan anggapan
bahwa harga jualnya sudah tertentu (Zulkarnain, 1993; Swastha dan
Soekotjo, 2000). BEP menurut Kuswadi (2006), menggemukakan bahwa
BEP atau titik impas adalah suatu titik dimana suatu perusahaan tidak
mengalami kerugian laba/rugi atau titik impas dimana penerimaan dan
penghasilan sama besar dengan seluruh biaya yang dikeluarkan. BEP
dapat dihitung dengan rumus :
a. Atas dasar penjualan dalam rupiah
BEP = Biaya tetap
1− (biaya variabel total penjualan)⁄
b. Atas dasar unit ternak
HEP = Biaya tetap
Harga per unit− Biaya variabel per unit
G. Batasan-Batasan Operasional
Batasan-batasan operasional yang digunakan di dalam penelitian ini
adalah :
1. Peternak yang diambil sebagai responden adalah petani peternak sapi
Peranakan Ongole (PO) dan Sapi Peranakan Simental (PS) yang berlokasi
di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar yang memiliki
commit to user
2. Perhitungan analisis finansial ditetapkan dalam jangka waktu selama lima
tahun dengan menggunakan dasar perhitungan proyeksi dari data-data
penelitian.
3. Nilai yang dimasukkan dalam cash flow adalah nilai tunai dan non tunai.
4. Tingkat bunga yang digunakan 12 % sesuai dengan tingkat bunga kredit
usaha penggemukan sapi potong saat penelitian.
5. Upah tenaga kerja luar keluarga/sewa dihitung berdasarkan tingkat upah
yang berlaku di lokasi penelitian yang dinyatakan dalam satuan Rupiah
(Rp).
6. Total biaya adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan, terdiri dari biaya
investasi dan biaya operasional yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).
7. Penerimaan adalah penerimaan per tahun selama pengusahaan
penggemukan sapi potong (Rp).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian
1. Letak administratif
Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu kabupaten yang ada
di Propinsi Jawa Tengah yang terletak diantara 110o40” - 110o70” Bujur
Timur dan 7o28” - 7o46” Lintang Selatan dan ketinggian rata-rata 511 m di
atas permukaan air laut. Secara administratif luas wilayah Kabupaten
Karanganyar sebesar 77.378,64 Ha yang terdiri dari 17 kecamatan yang
meliputi 177 desa dan kelurahan. Batas-batas administratif Kabupaten
Karanganyar sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Sragen
Sebelah Timur : Propinsi Jawa Timur
Sebelah Barat : Kabupaten Wonogiri dan Kabupaten Sukoharjo
Sebelah Selatan : Kota Surakarta dan Kabupaten Boyolali
(Badan Pusat Statistika, 2011).
Kecamatan Gondangrejo merupakan salah satu dari 17 kecamatan
yang berada di Kabupaten Karanganyar yang terdiri dari 13 desa atau
kelurahan. Kecamatan Gondangrejo mempunyai luas wilayah 5.680,08 Ha
atau sekitar 7,34 % dari luas wilayah Kabupaten Karanganyar. Jumlah
penduduk Kecamatan Gondangrejo pada tahun 2010 sebanyak 69.987
jiwa, yang terdiri dari laki-laki 34.877 jiwa dan perempuan 35.020 jiwa.
Desa dengan kepadatan penduduk tertinggi adalah Desa Tuban yaitu 2.435
jiwa/km2 sedangkan kepadatan penduduk terendah adalah Desa Rejosari
yaitu 590 jiwa/km2. Secara administratif Kecamatan Gondangrejo
mempunyai batas-batas sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Sragen
Sebelah Timur : Kecamatan Jaten dan Kecamatan Kebakkramat.
Sebelah Selatan : Kota Surakarta
Sebelah Barat : Kabupaten Boyolali
commit to user 2. Letak geografis
Kabupaten karanganyar memiliki jenis tanah yang bervariasi. Jenis
tanah yang ada di wilayah Kabupaten Karanganyar seperti mediteran
coklat yang terdapat pada Kecamatan Karangpandan, Matesih,
Karanganyar dan Tasikmadu, latosol terdapat di daerah Kecamatan
Jumantono dan Mojogedang, aluvial terdapat di daerah Kecamatan Jaten,
regosol terdapat di daerah Colomadu sedangkan jenis tanah yang ada di
daerah penelitian ini adalah gromusol dan litosol, yang secara umum
sangat rentan terhadap erosi, apalagi didukung oleh kemiringan lereng
yang relatif besar. Topografi lahan yang ada di Kabupaten Karanganyar
sebagian besar datar sampai bergelombang. Kecamatan Gondangrejo
mempunyai topografi datar hingga berbukit dengan kemiringan lereng 3 -
25 %. Hasil observasi lapangan diketahui bahwa daerah penelitian
mempunyai variasi penggunaan lahan untuk pertanian diantaranya adalah
untuk sawah dan tegalan. Tegalan di daerah penelitian ada yang ditanami
tanaman sayur-sayuran dan tanaman lainnya yang sangat berpotensi untuk
ketersediaan bahan pakan bagi ternak.
3. Kondisi klimatologis
Kabupaten Karanganyar memiliki dua iklim yaitu musim
penghujan dan musim kemarau. Suhu di Kabupaten Karanganyar berkisar
antara 22o - 31oC. Rata-rata curah hujan di Kabupaten Karanganyar
mencapai 9.307,5 mm dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan
Januari dan Maret sedangkan yang terendah pada bulan Juli dan Agustus.
Iklim di wilayah Kecamatan Gondangrejo tidak jauh berbeda
dengan iklim yang ada di kecamatan lain yang ada di Kabupaten
Karanganyar. Kondisi iklim yang ada di Kecamatan Gondangrejo ini
dimanfaatkan oleh sebagian penduduknya dengan bekerja di sektor
pertanian (petani dan peternak) yaitu 13.604 orang atau sebesar 23,36 %
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
B. Potensi Pertanian dan Peternakan
Kecamatan Gondangrejo merupakan salah satu wilayah yang potensial
dalam usaha penggemukan sapi potong yang dipelihara oleh peternak. Hal ini
didukung dari banyaknya limbah pertanian yang melimpah, sumber daya
manusia (SDM) yang berpotensi untuk dikembangkan, pemasaran yang dekat
dengan kota Surakarta, akses pakan terhadap sumber pakan yang cepat serta
dekat dengan pasar hewan dan tempat pemotongan hewan.
1.Pertanian
Luas penggunaan tanah di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten
Karanganyar dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Luas penggunaan tanah di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten
Karanganyar tahun 2010
Pekarangan / bangunan 1.747,80 30,77 Tegal / kebun
Sumber : Statistik Kecamatan Gondangrejo, 2011.
Berdasarkan data luas penggunaan tanah, sebagian besar lahan
digunakan sebagai lahan kering seluas 4.662,03 ha atau sekitar (82,08%)
dari luas Kecamatan Gondangrejo seluas 5.680 ha. Luas lahan yang ada
belum dapat dioptimalkan oleh para peternak untuk mendukung
ketersediaan bahan pakan hijauan seperti rumput gajah (Pennisetum
purpureum) dan rumput raja (King grass). Menurut Rianto dan Purbowati
(2010), bahwa rumput gajah (Pennisetum purpureum) dan rumput raja
(King grass) merupakan jenis pakan hijauan pakan ternak yang
berkualitas, mudah ditanam, cukup disukai oleh sapi, dapat tumbuh di
dataran rendah dan tinggi dengan produksi yang tinggi. Hal ini sesuai
commit to user
berada di daerah tinggi dan berbukit. Luas lahan dan produksi tanaman
pangan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Luas lahan dan produksi tanaman pangan di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar tahun 2010.
Jenis tanaman Luas lahan (ha) Jumlah (ton)
Padi 2.516 14.997
Jagung 101 708
Ubi Kayu 97 1.596
Kacang tanah 556 735
Jumlah 3.270 18.036
Sumber : Statistik Kecamatan Gondangrejo, 2011.
Data pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa lahan pertanian yang
banyak ditanami adalah jenis tanaman pangan yang menjadi kebutuhan
pokok hidup mayarakat sekitarnya. Jenis produksi pangan yang ditanam
meliputi padi, jagung, ubi kayu dan kacang tanah. Luas produksi pertanian
terbanyak adalah padi dengan luas 3.270 ha dengan produksi mencapai
18.036 kwintal sedangkan yang paling sedikit terdapat jagung dengan luas
lahan 101 ha dengan produksi 708 ton. Semakin banyaknya jenis tanaman
yang ditanam oleh masyarakat Kecamatan Gondangrejo dapat membantu
kebutuhan pakan ternak.
2.Peternakan
Lahan pertanian yang dikelola dengan baik dapat menghasilkan
ketersediaan bahan pakan yang cukup untuk ternak. Bahan pakan yang
berasal dari limbah pertanian yang tidak dapat dimanfaatkan oleh manusia
dapat dijadikan pakan ternak. Jenis ternak di wilayah Kecamatan
Gondangrejo memiliki jumlah populasi yang cukup tinggi. Populasi ternak
di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada