Makalah disampaikan pada acara Seminar dan Kongres I AITBI, 5 Agustus 2015
ANALISIS FINANSIAL USAHA PENGGEMUKAN BABI BALI YANG MENGGUNAKAN RANSUM NON KONVENSIONAL
I W. Sukanata, I P. Ari Astawa., I K., Sumadi., K.M. Budaarsa, M. Budiasa, A.A.P. Putra Wibawa Fakultas Peternakan Universitas Udayana
e-mail: [email protected] Hp.: 081353248994
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana tingkat keuntungan yang diperoleh dari usaha penggemukan babi bali yang menggunakan ransum non konvensional. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Candikusuma, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana dari bulan Juni hingga September 2014. Sebanyak 16 ekor anak babi bali dengan rata-rata berat 10,38 kg/ekor digemukkan selama 4 bulan dengan menggunakan ransum yang terdiri atas 9,95% pakan komersial CP 551, jagung dan polar (dedak gandum) masing-masing 21,56%, batang pisang 46,43%, dan tepung kunyit 0,51%.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata jumlah ransum yang dikonsumsi per hari adalah sekitar 1,57 kg/ekor, dengan FCR 5,42. Sedangkan pertambahan berat badan yang dihasilkan yaitu rata-rata 0,29 kg/ekor/hari. Besarnya keuntungan yang diperoleh dari usaha penggemukan babi bali sebanyak 16 ekor dalam waktu 4 bulan adalah Rp. 3.212.944, atau sekitar Rp.200.809,-/ekor dengan R/C 1,17. Usaha ini mencapai titik impas (break even) pada jumlah pemeliharaan sebanyak 8 ekor, atau ketika harga babi Rp. 1.199.191,-/ekor atau Rp. 26.545,-/kg.
Makalah disampaikan pada acara Seminar dan Kongres I AITBI, 5 Agustus 2015 FINANCIAL ANALYSIS OF BALI PIG FATTENING
USING NON CONVENTIONAL RATIONS
I W. Sukanata, I P. Ari Astawa., I K., Sumadi., KM Budaarsa, M. Budiasa, A.A. P. Putra Wibawa Animal Husbandry Faculty of Udayana University
e-mail: [email protected] Hp .: 081353248994
ABSTRACT
This study aims to analyze the financial profits of bali pig fattening fed with non-conventional ration. This research was conducted in the village of Candikusuma, Melaya District, Jembrana from June up to September 2014. 16 piglets with an average body weight of 10.38 kg/head fattened for 4 months by using ration consisting of commercial feed CP 551 of 9.95%, corn and polar (wheat bran) respectively 21.56%, banana stems of 46.43%, and turmeric powder of 0.51%.
The results showed that the average feed consumption per day was 1.57 kg/head and 5.42 FCR. While the weight gain achieved an average of 0.29 kg/head/day. The amount of benefits obtained from 16 piglets bali pig fattening within 4 months were Rp. 3,212,944,- or about Rp. 200,809,-/head with R/C of 1.17. Break-even point reached when eight heads of production or the prices of live pig were Rp. 1,199,191,- /head or Rp. 26,545,-/kg.
Keywords: bali pigs, fattening, financial analysis
PENDAHULUAN
Babi mempunyai peranan yang sangat penting bagi masyarakat Bali, baik dari sisi ekonomi maupun sosial budaya. Dari sisi ekonomi, ternak babi merupakan mesin biologis yang dapat menghasilkan daging, di samping juga sebagai sumber pendapatan bagi masyarakat. Ternak babi juga memberikan multiflier efek yang besar, karena mempunyai keterkaitan yang besar baik dengan industri di hulu dan di hilirnya. Dari sisi sosial budaya, ternak babi merupakan salah satu sarana upacara agama dan adat yang tidak tergantikan.
Salah satu jenis babi yang banyak dipelihara di Bali adalah babi bali yang merupakan sumber flasma nutfah asli Bali. Saat ini populasinya di Bali sekitar 30% dari populasi babi keseluruhan. Babi tersebut memiliki berbagai keunggulan dibandingkan babi ras, seperti lebih tahan terhadap lingkungan/cuaca yang
Makalah disampaikan pada acara Seminar dan Kongres I AITBI, 5 Agustus 2015
ekstrim, dapat tumbuh dengan baik walaupun pakan yang diberikan seadanya, serta hemat air. Keunggulan tersebut membuat babi jenis ini menjadi pilihan petani di daerah-daerah marginal, seperti Kecamatan Kubu, Gerokgak, Nusa Penida, dan yang lainnya, karena di daerah itu ia masih mampu berproduksi dengan baik. Di samping itu, daging babi bali memiliki citarasa yang lebih gurih, dan sangat cocok dipakai sebagai babi guling. Di beberapa daerah, dalam membuat babi guling atau membuat sesaji masih fanatik harus menggunakan menggunakan babi bali.
Pemeliharaan babi bali secara umum dilakukan secara tradisional (sebagai
tatakan banyu) dengan pakan seadanya, yaitu berupa limbah dapur dan hasil
sampingan di kebun/tegal. Cara pemeliharaan seperti memiliki banyak kekurangan baik dari sisi kuantitas maupun kualitas sehingga jumlah babi yang bisa dipelihara sangat terbatas. Akibatnya populasi babi bali tidak berkembang, bahkan cenderung turun rata-rata 2,92% per tahun dari tahun 2009 sampai 2013.
Salah satu alternatif yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah ketersediaan pakan secara tradisional tersebut di atas adalah dengan menggunakan pakan non konvensional. Pakan non konvensional seperti konsentrat, jagung giling, dedak padi, dan polar ketersediaannya berlimpah dan mudah diperoleh. Namun demikian, dalam memperolehnya dibutuhkan biaya yang cukup besar sehingga akan meningkatkan biaya produksi. Salah satu syarat bagi suatu komoditas peternakan agar dapat terus berkembang adalah mampu memberikan keuntungan bagi yang membudidayakannya. Berdasarkan hal tersebut, yang menjadi pertanyaan adalah, apakah dengan menggunakan ransum non konvensional usaha penggemukan babi bali menguntungkan atau tidak secara finansial, dan jika menguntungkan sejauh mana tingkat keuntungan yang diberikan?. Dengan demikian maka kajian ini sangat penting dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Candikusuma, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana. Lama penelitian selama 6 bulan yaitu dari bulan Mei sampai Nopember 2014.
Makalah disampaikan pada acara Seminar dan Kongres I AITBI, 5 Agustus 2015 Ternak dan Pakan
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah babi bali lepas sapih dengan bobot badan rata-rata 10,38 kg/ekor. Jumlah ternak yang digunakan sebanyak 16 ekor, dipelihara dalam kandang selama 4 bulan. Kandang yang digunakan adalah kandang koloni dengan ukuran panjang 3m, lebar 3 m dan tinggi 1m. Setiap unit kandang dilengkapi dengan tempat makan dan air minum.
Ransum yang digunakan adalah ransum yang disusun dari beberapa bahan pakan, seperti pada Tabel 1. Ransum di susun berdasarkan standar NRC (1988) dengan komposisi seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel. 1. Komposisi Bahan Penyusun Ransum
Bahan Pakan Komposisi (%)
a. CP 551 b. Polar
c. Dedak jagung (empok) d. Batang pisang e. Tepung kunyit 9,95 21,56 21,56 46,43 0,51 Total 100
Kandungan nutrien dari ransum tersebut di atas dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel. 2.Kandungan Nutrien Ransum
Nutrien Kandungan Standart*
ME (kkal/kg) Protein (%) Serat kasar (%) Mineral (%) Curcuma (%) 3266 17,65 16,05 6,8 3,2 3260 18 15 6,8 3,2-6 *Ransum disusun berdasarkan rekomendasi NRC (1988)
Analisis Usaha
Analisis usaha dilakukan dengan menentukan beberapa indikator finansial antara lain: pendapatan bersih (net farm income), Revenue Cost Ratio (R/C
Ratio), titik impas harga, dan titik impas produksi.
Pendapatan bersih (net farm income)
Pendapatan bersih merupakan selisih antara penerimaan dengan semua biaya yang dikeluarkan, yang ditentukan dengan rumus (Soekartawi, 2002): Pd = TR - TC
Makalah disampaikan pada acara Seminar dan Kongres I AITBI, 5 Agustus 2015 Keterangan:
Pd = pendapatan bersih TR = penerimaan TC = total biaya
Penerimaan merupakan nilai produksi (value of production) dari usaha penggemukan babi bali dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan biaya merupakan semua pengeluaran untuk membiayai suatu usaha. Biaya diklasifikasikan menjadi biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya investasi seperti biaya bangunan kandang dan peralatan diperhitungkan sebagai biaya penyusutan dengan menggunakan metode garis lurus (Ibrahim 2003) sebagai berikut: n NS HB P = − Keterangan: P = biaya penyusutan HB = harga beli aset NS = nilai sisa aset n = umur ekonomis
Analisis R/C Ratio
R/C ratio ditentukan dengan membagi total penerimaan (TR) dengan total
biaya (TC) seperti rumus berikut (Soeharjo dan Patong, 1973).
TC TR R/C =
Nilai R/C ratio yang lebih besar dari satu berarti menguntungkan, dan
sebaliknya jika nilainya kurang dari satu. Jika R/C ratio sama dengan satu, berarti
usaha tersebut berada dalam keadaan impas. Analisis Titik Impas
Suatu usaha dikatakan berada dalam keadaan impas (break even) yaitu
ketika usaha tersebut berada dalam keadaan tidak untung tetapi juga tidak rugi. Titik impas dapat dilihat berdasarkan jumlah produksi (titik impas produksi) dan harga (titik impas harga). Titik impas tersebut digunakan untuk melihat berapakah jumlah produksi maupun harga babi minimal agar usaha penggemukan babi bali dapat memberikan keuntungan. Titik impas produksi dan titik impas harga ditentukan dengan rumus berikut (Ibrahim, 2003):
Makalah disampaikan pada acara Seminar dan Kongres I AITBI, 5 Agustus 2015 VC) (P TFC Q Q BEP − = Q TVC TFC PBEP = + Keterangan:
QBEP = Produksi babi bali dalam keadaan impas
PQ = harga babi bali
TFC = total biaya tetap TVC = total biaya tidak tetap
VC = biaya tidak tetap per unit produk PBEP = harga babi bali dalam keadaan impas
Q = produksi babi bali
HASIL DAN PEMBAHASAN Penampilan Babi Bali Hasil Penggemukan
Babi bali dengan berat awal rata-rata 10,38 kg/ekor setelah digemukkan selama 4 bulan rata-rata berat badannya dapat mencapai 45,18 kg/ekor. Dengan demikian pertambahan berat badan yang dihasilkan selama 4 bulan adalah 34,8 kg atau sekitar 0,29 kg/ekor/hari. Sedangkan jumlah ransum yang dikonsumsi per hari rata-rata sekitar 1,57 kg/ekor. Dengan demikian nilai FCR yang dihasilkan yaitu sekitar 5,42.
Biaya Usaha
Biaya usaha merupakan semua pengeluaran dari suatu usaha untuk menghasilkan output (Kadarsan, 1995). Besarnya biaya yang diperlukan oleh suatu perusahaan sangat tergantung dari besarnya skala usaha tersebut. Menurut Ibrahim (2003), biaya usaha dapat dibedakan menjadi biaya investasi dan biaya modal kerja. Biaya modal kerja tersebut juga dapat digolongkan menjadi biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost).
Usaha penggemukan babi bali dengan skala pemeliharaan sebanyak 16 ekor memerlukan dana investasi sebesar Rp. 43.893.750,- (Tabel 3).
Tabel 3. Kebutuhan dana investasi penggemukan babi bali dengan skala 16 ekor No Komponen Biaya Biaya Investasi(Rp)
1 Kandang (18 m2) 14.062.500
2 Gudang (9 m2) 7.031.250
3 Sewa lahan (500 m2, selama 10 tahun) 12.500.000
4 Mesin dan peralatan 5.300.000
5 Instalasi Listrik dan Air 5.000.000
Makalah disampaikan pada acara Seminar dan Kongres I AITBI, 5 Agustus 2015
Biaya pembangunan kandang dan sewa lahan merupakan dua komponen biaya yang nilainya cukup besar. Nilai kedua komponen tersebut mencapai 60,52% dari total biaya investasi.
Sedangkan besarnya modal kerja atau biaya operasional yang dibutuhkan untuk menggemukkan 16 ekor babi bali dalam satu periode produksi (selama 4 bulan) adalah sebesar Rp. 19.187.056,-. Biaya tersebut meliputi biaya tidak tetap (variable cost) dan biaya tetap (fixed cost) yang terdiri atas beberapa komponen
biaya seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Pendapatan dan Biaya dari Usaha Penggemukan Babi Bali dengan skala 16 ekor dalam satu periode produksi (4 bulan)
No. Komponen Biaya Jumlah Harga (Rp/satuan)
Jumlah (Rp)
A Biaya Tidak Tetap
Pakan 3.015,36 kg 2.740 8.262.160
Bibit 16 ekor 500.000 8.000.000
Obat-obatan 16 paket 25.000 400.000 Jumlah Biaya Tidak Tetap 16.662.160
B Biaya Tetap
Karyawan 19,2 HKSP 50.000 960.000 Air dan Listrik 1 paket 600.000 600.000
Penyusutan 964.896
Jumlah Biaya Tetap 2.524.895,8
C Total Biaya 19.187.056
D Penerimaan 16 ekor 1.400.000 22.400.000
E Pendapatan bersih 3.212.944
F R/C 1,17
HKSP: hari kerja setara pria (1 HKSP = 8 jam)
Biaya pembelian bibit dan pakan pada kelompok biaya tidak tetap cukup besar, yaitu mencapai 97,60% dari total biaya tidak tetap atau sekitar 84,76% dari total biaya. Biaya pakan kemungkinan akan masih bisa ditekan dengan memperbesar skala produksi. Dengan memperbesar skala produksi maka akan membutuhkan pakan yang lebih banyak. Pembelian pakan dalam jumlah yang lebih besar umumnya akan mendapat harga yang lebih murah dibandingkan dengan pembelian dalam jumlah sedikit. Sedangkan biaya bibit kemungkinan juga akan dapat ditekan dengan mengkombinasikan antara usaha penggemukan
Makalah disampaikan pada acara Seminar dan Kongres I AITBI, 5 Agustus 2015
dengan usaha pembibitan. Namun demikian, perlu dikaji terlebih dahulu sejauhmana kelayakan finansial usaha pembibitan babi bali.
Komponen biaya tetap terdiri dari upah tenaga kerja, biaya air dan listrik, serta biaya penyusutan. Besarnya biaya yang diperlukan untuk upah tenaga kerja adalah sebesar Rp. 50.000 per hari kerja setara pria (HKSP). Untuk menggemukkan babi bali sebanyak 16 ekor selama 4 bulan diperlukan waktu sekitar 19,2 HKSP, dimana 1 HKSP setara dengan 8 jam per hari. Artinya setiap ekor babi rata-rata membutuhkan waktu sekitar 0,01HKSP per hari atau sekitar 4,8 menit per hari.
Pendapatan Usaha
Rata-rata Besarnya penerimaan yang diperoleh dari usaha babi bali sebanyak 16 ekor selama 4 bulan adalah sebesar Rp. 22.400.000,-. Pendapatan ini diperoleh dari penjualan babi bali hidup dengan sistem cawangan (tanpa melalui
timbangan) dengan harga 1.400.000,-/ekor. Setelah dikurangi dengan semua biaya maka diperoleh pendapatan bersih sebesar Rp. 3.212.944,- atau rata-rata sekitar Rp. 200.809,-/ekor
Babi bali sangat diminati oleh pedagang babi guling untuk dijadikan babi guling. Hal ini sejalan dengan Miwada et al. (2014) yang menyatakan bahwa
sekitar 37,20% dari jumlah warung makan babi guling di Bali menggunakan jenis babi bali sebagai bahan bakunya. Babi bali memang sangat cocok dijadikan sebagai babi guling seperti yang disampaikan oleh Budaarsa (2012; 2014) yang menyatakan bahwa babi bali memiliki citarasa yang lebih gurih, dan sangat cocok dipakai sebagai babi guling. Hal ini juga didukung oleh Suarna dan Suryani (2014) yang menyatakan bahwa babi bali sangat potensial sebagai babi guling karena komposisi lipatan lemak di bawah kulit akan memberikan aroma dan tekstur yang sangat baik. Namun demikian, karena keterbatasan populasi babi bali seringkali pedagang babi guling tidak mendapat pasokan babi bali secara kontinyu untuk dijadikan babi guling. Hal ini tentu menjadi peluang dan sekaligus tantangan bagi peternak babi bali untuk dapat memenuhi permintaan babi bali secara berkelanjutan.
Makalah disampaikan pada acara Seminar dan Kongres I AITBI, 5 Agustus 2015
Pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi dalam pencapaiannya. R/C ratio merupakan salah satu ukuran yang dapat
digunakan untuk mengukur efisiensi pencapaian pendapatan. Semakin besar nilai R/C ratio dari suatu usaha maka semakin efisien pencapaian pendapatan dari
usaha tersebut. Usaha penggemukan babi bali selama 4 bulan menghasilkan R/C
ratio sebesar 1,17. Angka ini menunjukkan bahwa dari setiap rupiah yang
dikeluarkan akan diperoleh penerimaan sebesar Rp. 1,17. Angka ini menunjukkan bahwa usaha penggemukkan babi bali cukup menguntungkan, dimana ia mampu memberikan keuntungan sekitar 17% dari biaya yang dikeluarkan per periode produksi (atau sekitar 4,25%/bulan).
Supriadi et al. (2001) menyatakan bahwa pendapatan petani dapat
ditingkatkan dengan memacu produksi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk itu adalah dengan memberikan pakan tambahan berupa enzim atau probiotik. Hal ini didukung oleh apa yang dilaporkan oleh Parwati et al. (2014)
yang menyatakan bahwa pemberian enzim philazim maupun probiotik Bio B mampu memberikan pertambahan berat badan harian pada babi peranakan
Landrace masing-masing sebesar 0,8 kg dan 0,83 per ekor dengan R/C ratio
masing-masing sebesar 1,59 dan 1,61.
Titik Impas
Usaha ini mencapai titik impas (break even) pada jumlah pemeliharaan
sebanyak 8 ekor, atau ketika harga babi bali hidup Rp. 1.199.191,-/ekor atau Rp. 26.545,-/kg. Artinya, ketika jumlah pemeliharaan sebanyak 8 ekor maka usaha penggemukan babi bali berada dalam kondisi tidak untung tetapi juga tidak rugi. Jika jumlah pemeliharaan di atas jumlah tersebut maka usaha ini akan untung, dan jika jumlah pemeliharaan kurang dari 8 ekor maka akan rugi. Begitu pula jika harga babi bali hidup lebih dari Rp 1.199.191,-/ekor atau lebih dari Rp. 26.545,-/kg maka usaha ini akan menguntungkan , dan sebaliknya akan merugikan jika harganya di bawah angka tersebut.
SIMPULAN
1. Usaha penggemukan babi bali dengan menggunakan ransum non konvensional mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp.200.809,-/ekor dengan R/C 1,17.
Makalah disampaikan pada acara Seminar dan Kongres I AITBI, 5 Agustus 2015
2. Usaha penggemukan babi bali dengan menggunakan ransum non konvensional dapat mencapai titik impas (break even) pada jumlah pemeliharaan sebanyak 8
ekor, atau ketika harga babi hidup Rp. 1.199.191,-/ekor atau Rp. 26.545,-/kg.
SARAN
1. Peningkatan skala produksi dapat dipertimbangkan agar mendapat harga pakan yang lebih rendah. Sedangkan untuk menekan biaya bibit, maka salah satu hal yang bisa dilakukan adalah dengan mengkombinasikan usaha penggemukan dengan pembibitan, namun demikian perlu dikaji sebelumnya mengenai kelayakan finansial usaha pembibitan babi bali.
2. Perlu di lakukan penelitian lebih lanjut mengenai respon babi bali terhadap pemberian pakan tambahan seperti enzim maupun probiotik untuk mengoptimalkan produksi
DAFTAR PUSTAKA Budaarsa, K. 2012. Babi Guling Bali. Buku Arti. Denpasar
Budaarsa, K. 2014. Potensi Ternak Babi dalam Pemenuhan Daging di Bali. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Ternak Babi. Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Denpasar.
Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. UI-Press. Jakarta.
Ibrahim, H.M.Y. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Rineka Cipta., Jakarta.
Kadarsan, Halimah W. 1995. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan Agribisnis. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Miwada, I N.S., I G. Mahendra, K. Budaarsa, dan Martini, H. 2014. Studi Kebutuhan Babi untuk Warung makan Babi Guling di Bali. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Ternak Babi. Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Denpasar.
Suarna, I W., dan N.N. Suryani. 2014. Peluang dan Tantangan Pengembangan Ternak Babi Bali di Kabupaten Gianyar Provinsi Bali. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Ternak Babi. Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Denpasar.
Supriadi H., D., Zaenudin, dan S. Guntoro. 2001. Analisa Ekonomi Pemanfaatan Limbah Dapur dan Restoran untuk Ransum Ternak di Tingkat Petani. Pros. Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian dalam Upaya Optimalisasi Potensi Wilayah Mendukung Otonomi Daerah.
Parwati, I.A., Luh Gde Budiari, dan Nyoman Suyasa. 2014. Analisis Usahatani Penggemukan Ternak babi Dengan Pengaturan Ransum. Prosiding Serminar dan Lokakarya Nasional Ternak babi. Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Denpasar.