• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Perusahaan publik atau perusahaan terbuka yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) harus memiliki karakteristik yang sesuai dengan peraturan yang di tetapkan. Perusahaan publik biasanya menawarkan saham atau obligasi kepada masyarakat umum maupun para pemangku kepentingan lainnya untuk bergabung dalam perusahaanya baik dalam kepemilikan, penetapan kebijakan dan pengelolaan dalam perusahaan manufaktur maupun industri. Menurut UU Negara Republik Indonesia No. 3 Tahun 2014 pasal satu huruf dua menyatakan bahwa industri adalah seluruh kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku, bahan mentah, dan barang setengah jadi untuk menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunannya, termasuk kegiatan usaha seperti eksplorasi sumber daya, produksi, dan pengelohan sebagai kesatuan usaha atau bentuk usaha terpisah.

Menurut Surat Keputusan Mentri Kesehatan Nomor 17 Tahun 2017 bahwa industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. dalam meningkatkan industri farmasi untuk menghasilkan obat, bahan baku obat, dan menerapkan standar produk farmasi yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan khasiat/bermanfaat. Sektor farmasi di Indonesia merupakan salah satu sektor yang memiliki pengaruh besar terhadap kelangsungan hidup suatu negara. Perkem- bangnya perusahaan farmasi yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan populasi penduduk maka perusahaan farmasi memiliki potensi mengekplorasi sum- berdaya untuk mengembangkan dan menghasilkan obat-obatan.

Dengan mengembangan sumber daya untuk menghasilkan obat-obatan, dalam hal ini perusahaan farmasi berperan untuk memenuhi kebutuhan di bidang kesehatan termasuk kasus Covid 19 yang melanda seluruh negara di dunia.

Berdasarkan data dari www.covid.go.id (26/10) menunjukkan bahwa tercatat sebanyak 511.863 pasien yang terkena penyakit covid-19. Oleh karena itu, kasus

(2)

covid yang semakin bertambah ini diharapkan perusahaan farmasi mampu menciptakan dan mengembangkan produk obat-obatan serta vaksin bagi para pasien covid-19. Perusahaan farmasi salah satu perusahaan yang melibatkan banyak pihak yaitu stakeholder ( yang meliputi pemasok, konsumen, investor, DLL). Keterlibatan ini memiliki peluang untuk mendapatkan laba yang tinggi seiring dengan kinerja pe- rusahaan yang semakin baik. Berikut ini penulis sajikan tabel perubahan sektor far- masi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai berikut:

Tabel 1. 1

Jumlah Emiten Perusahaan Sub Sektor Farmasi tahun 2012-2019

Tahun Perusahaan Farmasi yang Terdaftar di BEI

2012 11

2013 11

2014 11

2015 11

2016 11

2017 11

2018 9

2019 10

Selama periode 2012 hingga 2019 jumlah emiten yang terdaftar pada perusahaan farmasi mengalami penurunan. Emiten perusahaan farmasi terendah itu ada pada tahun 2018 karena adanya perusahaan yang melakukan delisting dari Bursa Efek Indonesia (BEI) sebanyak dua perusahaan. Perusahaan tersebut yaitu perus- ahaan PT.Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk (SQBB) dan PT.Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk (SQBI). Kedua perusahaan ini melakukan delisting di Bursa karena tidak dapat memenuhi persyaratan ketentuan V.1 dan V.2.

Persyaratan tersebut merupakan persyaratan perusahaan publik untuk melakukan permohonan relisting kepada Bursa untuk bisa kembali beroperasi dalam jual beli

(3)

saham perusahaan. Pada tahun 2019 perusahaan farmasi mengalami kenaikan sebanyak satu perusahaan, yaitu perusahaan Pt. Phapros Tbk. Berikut ini tabel perusahaan sektor manufaktur sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai berikut:

Tabel 1. 2

Perusahaan Sektor Farmasi yang Terdaftar di BEI Tahun 2020 Kode Perusahaan Nama Perusahaan

DYLA Darya Varia Laboratoria Tbk.

INAF Indofarma (perseroan) Tbk.

KAEF Kimia Farma Tbk.

KLBF Kalbe Farma Tbk.

MERK Merck Tbk.

PYPA Pyridam Farma Tbk.

SCPI Merck Sharp Dohme Pharma Tbk.

SIDO Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk.

PEHA Phapros Tbk

SOHO Pt.Soho Global Health Tbk (SOHO) TSPC Tempo Scan Pasific Tbk

Sumber: www.idx.com

Pasar modal menawarkan sejumlah pilihan investasi untuk menyesuaikan dengan calon investor yang memiliki bermacam perbedaan baik perbedaan karakter dalam memilih investasi serta perbedaan dalam hal kemampuan dana (Prasetio, 2012). Kapitalisasi pasar adalah salah satu tolak ukur para investor untuk berinvestasi saham di suatu perusahaan. Sedangkan menurut Fakhruddin (2008:

115) menjelaskan bahwa kapitalisasi pasar sebagai nilai besaran perusahaan publik yang telah mencatatkan sahamnya di bursa saham.

Pada umumnya, harga saham yang relatif tinggi menjadi alasan investor untuk berinvestasi karena semakin tinggi harga maka semakin tinggi juga return yang

(4)

diberikan. Menurut Silviyani dkk. (2014) saham yang kapitalisasinya besar menjadiincaran investor untuk berinvestasi jangka panjang, karena potensi pertumbuhan perusahaan yang mengagumkan, disamping pembagian dividen serta eksposur risiko yang relatif rendah. Berdasarkan Tabel 1.3 menunjukan rata-rata kapitalisasi pasar perusahaan farmasi yang terdafatar di Bursa Efek Indonesia tahun 2012 hingga 2019.

Tabel 1. 3

Persentase Kapitalisasi Pasar Perusahaan Farmasi Tahun 2012-2019 Tahun Rata-rata kapitalisasi pasar

2012 7,00%

2013 8,35%

2014 9,05%

2015 6,80%

2016 8,04 %

2017 11,54 %

2018 13,44 %

2019 12,23 %

Sumber: www.idx.com

Berdasarkan tabel 1.3 menunjukan bahwa pada tahun 2012 hingga 2019 menunjukkan bahwa kapitalisasi pasar perusahaan sektor farmasi mengalami kenaikan pada tahun 2012 hingga 2019. Kenaikan kapitalisasi pasar inimenunjukkan bahwa investor pada Sub Sektor Farmasi memiliki potensi yang menguntungkan dalam jangka Panjang.

Emiten yang terdaftar di Sub Sektor Farmasi tidak hanya Badan Usaha Milik Swasta, tetapi ada juga Badan Usaha Milik negara. Dengan adanya perusahaan Badan Usaha Milik Negara dimaksudkan untuk memperkuat kemandirian industri farmasi nasional dalam menurunkan tingginya tingkat ketergantungan impor bahan baku, meningkatkan ketersediaan produk, menciptakan inovasi dalam persediaan produk farmasi, dan menciptakan efisiensi dan kepastian ketersediaan supply bahan baku, sehingga akan dihasilkan harga produk yang terjangkau (Cnnindonesia.com, diakses 30 Oktober 2020). Perusahaan sub sektor farmasi yangterdaftar pada tahun

(5)

2019 adalah perusahaan Pt. Phapros Tbk. dengan kode perus- ahaan (PEHA).

Perusahaan tersebut terdaftar pada tanggal 26 desember 2018 yang listing di Bursa Efek Indonesia pada tanggal 01 januari 2019.

1.2 Latar Belakang Penelitian

Perusahaan di Indonesia yang terdaftar di pasar modal wajib melaporkan pencapaian kinerja perusahaan melalui informasi laporan keuangan. Laporan Keuangan merupakan catatan atas laporan berupa informasi yang berkaitan dengan kon- disi keuangan perusahaan yang digunakan untuk menggambarkan kinerja perus- ahaan pada suatu periode akuntansi.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.1 (2019) menjelaskan bahwa Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada manajemen.

Salah satu informasi penting yang terkandung dalam laporan keuangan adalah informasi mengenai laba perusahaan. Informasi yang berkaitan dengan kinerja perusahaan yang dilakukan oleh para manajer yang bertanggung jawab kepada para pemegang saham. Informasi tersebut digunakan manajer perusahaan untuk melakukan kecurangan laporan keuangan terhadap tingkat laba demi kepentingan perusahaan. Tindakan ini disebut dengan praktik manajemen laba, Tindakan ini dipicu oleh beberapa motivasi salah satunya adalah pihak manajemen yang ingin memperlihatkan kepada pihak pemegang saham atau investor bahwa kinerja perusahaan semakin baik karena laba merupakan salah satu tolok ukur kinerja perusahaan. Manajer perusahaan melakukan tindakan tersebut karena adanya perbedaan kepentingan dengan pemegang saham (Lestari dan Murtanto, 2017).

(6)

Teori keagenan adalah teori yang dapat menjabarkan masalah keagenan yang berhubungan dengan manajemen laba. Menurut Jensen & Meckling (1976) dalam Lestari dan Murtanto (2017) yang menyatakan bahwa Agency Theory merupakan suatu hubungan keagenan yang muncul pada saat satu orang atau lebih (principal) memperkerjakan orang lain (agen) untuk memberikan suatu jasa kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen tersebut. Konflik kepentingan ini terjadi karena adanya asymmetric information. Menurut Lestari dan Murtanto (2017) menyatakan bahwa Asymmetric Information adalah informasi yang tidak seimbang antara pihak manajemen dan pemegang saham, karena pihak manajemen selaku pengelola perusahaan memiliki informasi yang lebih dibanding dengan pemegang saham sehingga pihak manajemen perusahaaan memiliki kesempatan untuk melakukan suatu tindakan yang dapat menguntungkan perusahaan tanpa sepengatahuan pemegang saham.

Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas dan kualitas laporan keuangan khususnya mengenai laba perusahaan.

Menurut Coperland (1968) dalam Lestari dan Murtanto (2017) bahwa Manajemen laba merupakan kegiatan yang mencakup usaha manajemen untuk memaksimumkan atau meminimumkan laba perusahaan sesuai dengan keinginan manajer. Manajemen laba timbul sebagai dampak dari penggunaan akuntansi sebagai salah satu alat komunikasi antara pihak-pihak yang berkepentingan dan kelemahan inheren yang ada pada akuntansi yang menyebabkan adanya judgement (Setiawati, 2002).

Menurut Scott dalam Lestari dan Murtanto (2017) tindakan manajemen laba biasanya dilakukan melalui empat pola. Pertama, pola Taking a Bath adalah Pola yang digunakan oleh manajer untuk melakukan pelaporan laba pada periode berjalan dengan nilai yang sangat rendah atau sangat tinggi dilihat dari kondisi perusahaan tersebut. Kedua, pola Income Minimization adalah Pola yang digunakan oleh pada periode berjalan dilaporkan lebih rendah dari pada laba sesungguhnya.

Ketiga, Income Maximization kebalikan dari pola income minimization. Pola yang digunakan pada periode berjalan lebih tinggi dari pada laba sesungguhnya. Pola

(7)

keempat adalah pola Income Smoothing, pola yang dilakukan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan untuk tujuan laporan eksternal, terutama bagi investor. karena biasanya investor menyukai laba perusahaan yang relative stabil di setiap periode.

Khususnya perusahaan di Indonesia, masih terdapat perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang terindikasi melakukan praktik manajemen labaa. Hal ini berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi dan Mahastanti (2013) berhasil membuktikan bahwa terdapat 10 perusahaan dari sektor manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2012 dengan menggunakan metode pengukuran indeks Eckel, terdapat 7 perusahaan atau 70%

yang melakukan perataan laba dan 3 perusahaan atau 30% yang tidak melakukan perataan laba, sehingga dapat disimpulkan dari hasil penelitian tersebut bahwa perusahaan masih cenderung memiliki minat untuk melakukan perataan laba agar dapat membuat laba yang dilaporkan seolah-olah tidak berfluktuasi dan dapat mempengaruhi keputusan investor untuk berinvestasi terhadap suatu perusahaan.

Dalam penelitian ini, pengukuran manajemen laba diproksikan menggunakan Model Modifikasi Jones yaitu Discretionary Accrual yang sesuai dengan kinerja (Performance-Matched Discretionary Accruals). Menurut Kothari et al., (2005) dalam Sisdianto et al., (2019) bahwa performance-matched discretionary accruals pengukurannya lebih spesifik dan powerfull daripada pengukuran discretionary accruals yang lain. Penggunaan konsep akrual sesuai dengan diskresi yang dimiliki oleh manajemen dalam artian bahwa informasi ma- najemen perusahaan sepenuh nya di kendalikan oleh manajer perusahaan sehingga laba yang dilaporkan dalam laporan keuangan tidak mencerminkan nilai atau kondisi perusahaan yang sesunggguhnya (Welvin dan Arleen , 2010).

Terdapat beberapa kasus atau skandal yang terjadi mengenai praktik manajemen laba dalam suatu perusahaan, praktik tersebut dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk mendapatkan keuntungan laba yang tinggi. Seperti kasus yang terjadi pada perusahaan PT. Garuda Indonesia (GIAA). Tahun 2018, GIAA mengakui laba sebesar USD809,85 ribu. Sedangkan, pada tahun 2017 GIAA

(8)

mengalami kerugian sebesar USD216,5 juta. Peningkatan laba dari tahun 2017 sampai 2018 disebabkan karena GIAA mengakui piutang dari PT. Mahata sebesar USD239,94 juta atau setara dengan Rp3,5 triliun sebagai pendapatan.

Kenyataannya angka tersebut merupakan piutang yang dimiliki oleh PT. Mahata dan belum dibayar. PT. Garuda Indonesia dijatuhi hukuman Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebanyak tiga sanksi hukuman. Pertama, sanksi administratif sebesar Rp. 100 juta kepada Garuda Indonesia atas pelanggaran Peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016 tentang Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik.

Kedua, OJK menjatuhkan sanksi administratif berupa denda masing-masing sebesar Rp100 juta kepada seluruh anggota Direksi Garuda Indonesia atas pelanggaran Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.I tentang Tanggung Jawab Direksi atas Laporan Keuangan. ketiga, sanksi administratif berupa denda sebesar Rp100 juta secara tanggung renteng kepada seluruh anggota Direksi dan Dewan Komisaris Garuda Indonesia yang menandatangani Laporan Tahunan Garuda Indonesia periode tahun 2018 atas pelanggaran Peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016 tentang Laporan Tahunan Emiten tau Perusahaan Publik (cnnindonesia.com di- akses 25 November 2020).

Selain kasus tersebut, kasus praktik manajemen laba juga terjadi di perusahan sub sektor farmasi. Kasus ini terjadi pada perusahaan PT. Indofarma Tbk. bermula dari adanya penelaahan Bapepam mengenai dugaan adanya pelanggaran peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal terutama berkaitan dengan penyajian laporan keuangan yang dilakukan manajemen PT. Indofarma Tbk. Dari hasil penelitian, Bapepam menemukan bukti-bukti diantaranya, nilai Barang Dalam Proses dinilai lebih tinggi dari nilai yang seharusnya (overstated) dalam penyajian nilai persediaan barang dalam proses pada tahun buku 2001 sebesar Rp. 28,87 miliar. Akibatnya harga pokok penjualan disajikan terlalu rendah (understated) dan laba bersih disajikan terlalu tinggi (overstated) dengan nilai yang sama. Bapepam menilai ada ketidaksesuaian penyampaian laporan keuangan dengan pasal 69 UU Pasar Modal, angka 2 huruf a Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.7, Pedoman Standar Akuntan Publik dan sanksi administrasi diberikan berdasarkan pasal 5 huruf n UU No 8 tahun 1995 tentang pasar modal . Pasal 64 Peraturan Pemerintah

(9)

No 12 tahun 2004 tentang penyelenggaraan kegiatan di pasar modal. Bapepam mendenda mantan Direksi Indofarma sebesar Rp 500 Juta. Bapepam juga memutuskan memberi sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 500 juta kepada direksi PT Indofarma Tbk yang menjabat pada periode terbitnya laporan keuangan tahun 2001.(www.bapepam.go.id, 2004).

Selain kasus PT. Indofarma Tbk, kasus kembali terjadi di peruahaan sub sektor farmasi juga. Kasus tersebut terjadi pada perusahaan PT. Kimia Farma Tbk.

Manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar.

Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Kasus mark- up laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk yang melebih sajikan laba bersih yang seharusnya Rp. 99,594 miliar dicatat senilai Rp. 132 miliar . Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar. Berdasarkan Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal memutuskan bahwa PT.

Kimia Farma Tbk dikenakan sanksi administratif sebesar Rp. 500 juta dan Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100 juta karena atas resiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Tersebut. Sedangkan menurut Pasal 5 huruf n Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal memutuskan bahwa mantan direksi PT. Kimia Farma Tbk dikenakan sanksi admin- istratif sebesar Rp. 1 Milyar karena melakukan penggelembungan keuangan atas laporan keuangan perusahaan (Tempo.co, diakses pada 02 November 2020).

(10)

Kasus ini bisa terjadi karena adanya pengaruh internal perusahaan yang dapat mempengaruhi penyajian laporan keuangan. Terjadinya kasus manipulasi laporan keuangan mencerminkan secara tidak langsung bahwa tindakan mana- jemen laba terhadap laporan keuangan dilakukan atas dasar kepentingan perusahaan. Tindakan tersebut bagi manajer perusahaan penting untuk dilakukan karena para investor mengukur suatu perusahaan dari tingkat laba yang dihasilkan oleh perusahaan. Meskipun manajemen laba tidak melanggar prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, tetapi manajemen laba dapat menurunkan kualitas laporan keuangan perusahaan tersebut (Nyoman, 2019). Perhatian investor yang seringkali hanya terpusat pada laba sehingga tidak memperhatikan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan informasi laba tersebut (Beattie, et al., 1994; Sandra & Kusuma, 2004;

Harahap, 2004). Hal ini mendorong manajer untuk melakukan manajemen laba atau manipulasi atas laba (Assih & Gudono, 2000; Sandra & Kusuma, 2004).

Penelitian tentang manajemen laba sudah banyak dilakukan. Berdasarkan penelitian terdahulu mengenai manajemen laba yang dilakukan oleh Sylvia dan yanivi (2005), wong, dkk (2009), Welvin dan Arleen (2010), Restuningdiah (2011), Mohammed dan aiman (2012), Hussain (2012), Christiani & Nugrahanti (2014), Lakhal (2015), Hapsoro (2016), Lestari dan Murtanto (2017), Dwiharyadi (2017), Nazarudin dan Joko (2017), Ni Wayan dan Ayu (2017), Wieta, dkk (2018), I Dewa Nyoman Badera (2020) menunjukan bahwa terdapat varibel yang diduga dapat mempengaruhi manajemen laba, variabel tersebut adalah komisaris independen, komite audit, internal audit, risk management committee, kepemilikan institusional, Efektivitas dewan komisaris, struktur kepemilikan, kualitas audit, keahlian akuntansi, keuangan komite audit, good corporate governance, financial distress, board structure, asimetri informasi, corporate disclosure, PSAK 50/55 (revisi 2014) berbasis IFRS,ukuran KAP, spesialisasi industri auditor, nilai perusahaan, profitabilitas, debt to equity ratio, devident payout ratio. Dari berbagai penelitian tersebut ditemukan hasil yang berbeda pada varibel komisaris independen, kepemilikan in- stitusional, dan kualitas audit.

(11)

Dalam meningkatan kualitas laporan keuangan perusahaan, perusahaan me- merlukan penerapan untuk mengurangi atau meminimalisir tindak kecurangan praktik manajemen laba. Salah satu cara nya dengan menerapkan mekanisme Good Cormporate Governance (GCG). Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mendefinisikan bahwa Good Corporate Governance (GCG) sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Beberapa mekanisme Good Corporate Governance (GCG) yang dapat di terapkan oleh perusahaan dan diharapkan dapat menurunkan tingkat manajemen laba.

Menurut Ujiyantho & Pramuka (2007) dalam Hapsoro (2016) mengungkapkan bahwa Komisaris independen merupakan dewan komisaris yang tidak terafili- asi dengan direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham terken- dali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertidak independen atau semata-mata demi kepentingan perusahaan. Menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 pasal 120 ayat dua menjelaskan bahwa komisaris independen diangkat dari pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota direksi dan/atau anggota dewan komisaris lainnya. Dengan keberadaan dan tindakan dewan komisaris merupakan representasi dari pemegang saham yang diharapkan dapat melindungi kepentingan dari pemegang saham tersebut. Komisaris independen ditugaskan dan diberi tanggung jawab atas pengawasan kualitas informasi yang terkandung dalam laporan keuangan yang bersifat transparan, akuntabel, adil dan bertanggung jawab bagi para pemangku kepentingan.

Berdasarkan ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33/PJOK.04/2014 pasal 20 ayat 3 tentang direksi dan dewan komisaris emitenatau perusahaan publik menyatakan bahwa dewan komisaris terdiri lebih dari 2 (dua) orang anggota dewan komisaris, jumlah Komisaris Independen wajib paling kurang

(12)

30% (tiga puluh persen) dari jumlah seluruh anggota Dewan Komisaris. Menurut Ujiyantho & Pramuka (2007) dalam Hapsoro (2016) bahwa Komisaris in- dependen diukur dengan proporsi menggunakan persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh jumlah anggota dewan komisaris perusahaan.

Komisaris independen dalam melaksanakan tugas nya sebagai dewan pengawasan harus memastikan perusahaan memiliki rencana yang efektif, memas- tikan perusahaan benar-benar melaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk menjalankan aktivitas perusahaan, serta memastikan prinsip dan mekanisme tata kelola perusahaan diterapkan dengan baik sehingga dapat mempengaruhi ma- najer perusahaan dalam mengambil keputusan, menyajikan laporan keuangan ka- rena kehadiran komisaris independen ini untuk melindungi para pemegang saham perusahaan. Apabila komisaris independen dapat menjalankan fungsinya secara efektif maka dapat menemukan indikasi-indikasi terjadinya praktik manajemen laba yang dilakukan oleh manajer perusahaan (Lestari dan Murtanto, 2017). Dalam penelitian Annur dan Gusnardi (2012) menunjukan bahwa komisaris in- dependen memiliki pengaruh terhadap manajemen laba. Hal ini disebabkan peran komisaris independen dalam menjalankan fungsi pengawasan dengan baik sehingga dapat mempengaruhi dan menurunkan tingkat praktik manajemen laba

.

Namun hal ini berbanding terbalik dengan penelitian . Namun, berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Christiani & Nugrahanti (2014) dan penelitian Restuningdiah (2011) bahwa komisaris independen tidak memiliki pengaruh terhadap manajemen laba. Selama periode penelitian tahun 2016 hingga 2019, kasus yang terjadi pada perusahaan sektor farmasi yang tidak memenuhi ke- tentuan 30% dalam proporsi komisaris independen adalah perusahaan PT. Indofarma Tbk.

yang terjadi pada tahun 2013 dan 2014 karena perusahaan tidak memiliki dewan komisaris independent dan PT. Kimia Farma Kasus ini terjadi pada tahun 2016 dan 2017 karena perusahaan PT. Kimia Farma Tbk hanya memiliki pro- porsi komisaris independen sebesar 20%. Menurut Lestari dan Murtanto (2017) bahwa kepemilikan institusional merupa- kan kepemilikan saham suatu perusahaan oleh institusi atau

(13)

lembaga yang memiliki peranan dalam meminimalisasi konflik keagenan antara manajemen dan pemegang saham. Kehadiran Investor institusional ini memiliki peran yang sangat besar untuk melakukan pengawasan terhadap manajemen dan kebijakan perusahaan. Menurut Balsam et al., (2002) dalam Lestari dan Murtanto (2017) menyatakan bahwa kepemilikan institusional yang tinggi dapat meminimalisir praktik manajemen laba, namun tergantung pada jumlah kepemilikan yang cukup signifikan, sehingga akan mampu memonitor pihak manajemen untuk mengurangi peluang manajer dalam melakukan manajemen laba.

Jika kinerja manajer meningkat, maka kemungkinkan nilai perusahaan akan meningkat, sehingga monitoring tersebut tentunya akan menjamin kemakmuran pemegang saham (Kusumaningrum, 2013). Menurut Sundaramurthy et.al., (2005) dalam Pakaryaningsih (2008) menjelaskan bahwa Pemegang saham institusional mayoritas atau di atas 5%, diasumsikan akan memiliki tingkat keaktifan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemegang saham institusional dibawah 5% sehingga keberadaan kepemilikan institusional sebagai dewan pengawas lebih efektif untuk menurunkan tingkat kecurangan praktik ma- najemen laba serta memonitoring dalam pengambilan keputusan. Kepemilikan Institusional diukur menggunakan rasio perbandingan persentase kepemilikan saham yang dimiliki institusional dengan jumlah saham yang beredar dalam suatu perusahaan.

Menurut penelitian Lakhal (2015) bahwa kepemilikan institusional memiliki mempengaruhi terhadap tingkat manajemen laba. Karena kepemilikan institusional yang tinggi dapat meminimalisir praktik manajemen laba, memonitoring serta mengawasi kinerja manajemen perusahaan dalam mengambil keputusan. Namun hal ini berbanding terbalik dengan penelitian Lestari dan Murtanto (2017) dan penelitian Wirawan (2010) bahwa kepemilikan institusional tidak memiliki pengaruh terhadap manajemen laba. Menurut Simanjuntak (2008) bahwa kualitas audit merupakan pemeriksaan yang sistematis dan independensi untuk menentukan aktivitas, mutu dan hasilnya sesuai dengan pengaturan yang telah direncanakan dan apakah pengaturan tersebut diimplementasikan secara efektif dan sesuai dengan tujuan. Menurut DeAngelo (1981) mendefinisikan kualitas audit sebagai probabilitas gabungan untuk mendeteksi dan melaporkan kesalahan yang material

(14)

dalam laporan keuangan. Temuan auditor terhadap laporan keuangan adalah salah saji material dan kes- esuaian dengan standar yang berlaku sehingga hasil kualitas audit dipandang sebagai hasil kongkrit yang dapat mempertinggi kualitas pelaporan keuangan.

Tercapainya kualitas audit dalam laporan keuangan, apabila hasil yang telah di audit memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sesuai standar yang berlaku umum. Standar audit merupakan pedoman umum untuk membantu auditor memenuhi tanggung jawab profesionalnya dalam audit atas laporan keuangan.

Standar ini mencakup pertimbangan mengenai kualitas profesional seperti kompetensi dan independensi, persyaratan pelaporan, dan bukti ( Randal J dkk, 2011 dalam Citra, 2013). Tindak kecurangan manajemen perusahaan akan di- pengaruhi oleh hasil laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor. Karena profesi auditor memiliki kemampuan yang kompetensi dan independensi yang tidak dapat mudah di perdaya oleh manajer perusahaan sehingga dapat mengurangi terjadinya kecurangan manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajer perusahaan.

Kualitas audit sangat penting bagi para pengguna dan pemangku kepentingan karena hasil yang telah di audit dapat memberi jaminan bahwa tidak ada salah saji material atau kecurangan dalam laporan keuangan. Menurut Ardiati (2005) dalam Christiani & Nugrahanti (2014) menyatakan bahwa audit yang berkualitas tinggi (high-quality auditing) bertindak sebagai pencegah manajemen laba yang efektif, karena reputasi manajemen akan hancur dan nilai perusahaan akan turun apabila pelaporan yang salah terdeteksi dan terungkap. Oleh karena itu, kualitas audit yang tinggi akan menghasilkan laporan keuangan yang dapat di percaya sebagai dasar pengambilan keputusan (Akram, 2017).

Kualitas audit dalam penelitian ini diukur menggunakan proksi ukuran KAP.

Proksi ini digunakan karena ukuran KAP menjadi salah satu indikator untuk menghasilkan kualitas audit yang kredibilitas dan akuntabel. Dengan penggunaan jasa KAP yang berafiliasi dengan Big Four kualitas audit yang semakin tinggi dapat menurunkan Tindakan kecurangan manajemen laba. Karena auditor dari KAP Big Four sangat memperhatikan prosedur pelaksanaan dan ketentuan yang telah di

(15)

tetapkan oleh kantor KAP. Hal ini selaras dengan penelitian Welvin dan Arleen (2010) dan Nazarudin dan Joko (2017) bahwa kualitas audit berpengaruh terhadap manajemen laba. Karena diukur berdasarkan ukuran KAP sehingga memberi dam- pak yang dapat berpengaruh terhadap penyajian laporan keuangan. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari dan Murtanto (2017) dan penelitian oleh Christiani & Nugrahanti (2014) bahwa kualitas audit tidak memiliki pengaruh ter- hadap manajemen laba.

Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan tersebut ditemukan hasil yang berbeda pada beberapa varibel. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini untuk meneliti ulang pengaruh komisaris independen, kepemilikan institusional, dan kualitas audit terhadap manajemen laba di perusahaan Sub Sektor Farmasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2012 hingga 2019. Dari uraian di atas,maka penelitian ini mengambil judul “Analisis Pengaruh Komisaris Independen, Kepemilikan Institusional, dan Kualitas Audit Terhadap Manajemen Laba di Perusahaan Sektor Barang Konsumsi Sub Sektor Farmasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2012-2019.”

1.3 Perumusan Masalah

Laba perusahan menjadi suatu informasi yang berguna bagi para pemangku kepentingan, khususnya bagi para investor untuk mengambil keputusan dalam ber- investasi di suatu perusahaan. Namun, dalam penyajian nya sering kali manajemen melakukan tindakan yang dapat merugikan perusahaan. Salah satunya adalah melakukan praktik manajemen laba yang lakukan oleh pihak manajer perusahaan.

Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas dan kualitas laporan keuangan khususnya mengenai laba perusahaan. Faktor terse- but mengindikasikan bahwa adanya ketidakjujuran manajemen dalam menyajikan laporan keuangan yang berdampak pada menurunan kepercayaan para pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. Berdasarkan latar belakang yang dil- akukan sebelumnya, terdapat beberapa sampel perusahaan dari penelitian terdahulu yang melakukan perataan laba periode 2010 hingga 2012 dengan menggunakan alat ukur Indeks Eckel. Berdasarkan fenomena di salah satu varibel dari latar belakang

(16)

sebelumnya, manajemen laba terjadi karena peran atau tugas dewan pengawasan yang kurang maksimal dalam menjalankan tugasnya untuk pengawasi kinerja perusahaan sehingga manajer perusahaan memiliki peluang untuk melakukan tindak kecurangan.

Dari berbagai penelitian tersebut ditemukan hasil yang berbeda. Berdasarkan penelitian terdahulu sebagai rujukan dalam penelitian ini, sehingga perlu dilakukan penelitian ulang tentang Pengaruh komisaris independen, kepemilikan institusional dan kualitas audit terhadap manajemen laba di perusahaan farmasi yang terdaftar di bursa efek indonesia periode 2012-2019. Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah di bahas sebelumnya, beri- kut ini merupakan pertanyaan penelitian yang dapat diajukan yaitu:

1. Bagaimana Pengaruh komisaris independen, kepemilikan institusional, kualitas audit dan manajemen laba di perusahaan farmasi yang terdaftar di bursa efek indonesia periode 2012-2019?

2. Apakah terdapat pengaruh komisaris independen, kepemilikan institusional dan kualitas audit secara simultan terhadap manajemen laba di perusahaan farmasi yang terdaftar di bursa efek indonesia periode 2012-2019 ?

3. Apakah terdapat pengaruh secara parsial:

a. Apakah terdapat pengaruh negatif Komisaris Independen terhadap manjemen laba di perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2019 ?

b. Apakah terdapat pengaruh negatif Kepemilikan Institusional terhadap manjemen laba di perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2019 ?

c. Apakah terdapat pengaruh negatif Kualitas Audit terhadap manjemen laba di perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2019 ?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui tentang komisaris independen, Kepemilikan Institusional

(17)

dan kualitas audit dan manajemen laba di perusahaan farmasi yang terdaftar di bursa efek indonesia periode 2012-2019 .

2. Untuk mengetahui pengaruh secara simultan Komisaris Independen, Kepemilikan Institusional dan kualitas audit terhadap manajemen laba di perusahaan farmasi yang terdaftar di bursa efek indonesia periode 2012- 2019.

3. Untuk mengetahui pengaruh secara parsial :

a. Untuk mengetahui pengaruh negatif Komisaris Independen ter- hadap manjemen laba di perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2019.

b. Untuk mengetahui pengaruh negatif Kepemilikan Institusional terhadap manjemen laba di perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2019.

c. Untuk mengetahui pengaruh negatif Kualitas Audit terhadap manjemen laba di perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2019.

1.5 Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti sangat berharap agar hasil penelitian yang sudah dilakukan ini dapat diperoleh manfaatnya bagi pihak lain seperti akademisi, bagi peneliti selanjutnya yang memiliki kesamaan dengan penelitian ini, bermanfaat bagi perusahaan dan bagi investor di suatu hari nanti. Selain itu, Peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan sebuah kontribusi sebagai sumber referensi untuk penelitian sejenis terutama tentang manajemen laba pada perusahaan seluruh Indonesia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Berikut dijelaskan harapan- harapan penulis:

1.5.1 Aspek Teoritis 1.5.1.1 Akademis

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya dan menambah pemahaman peneliti mengenai hal-hal yang

(18)

dapatmempengaruhi praktik manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen perusahaan.

1.5.1.2 Peneliti

Penelitian ini diharapkan sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan dan memberi kemudahan kontribusi terkait manajemen laba yang akan digunakan sebagai penelitian selanjutnya.

1.5.2 Aspek Praktis

1.5.2.1 Manajemen Perusahaan

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para manajer perusahaan untuk tidak melakukan praktik manajemen laba. Karena dapat merugikan pihak perusahaan apabila terdapat temuan bukti kecurangan.

1.5.2.2 Investor

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para investor sebelum mengambil keputusan untuk berinvestasi. Karena informasi mengenai laba perusahaan sangat berisiko karena adanya tindakan kecurangan yang dilakukan ma- najer perusahaan sehingga penyajian laporan keuangan perusahaan mengindikasi- kan adanya ketidakjujuran manjemen atas laporan keuangan. Oleh karena itu, para investor harus berhati-hati dalam mengambil keputusan sebelum berinvestasi di suatu perusahaan.

1.6 Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Pembahasan dalam skripsi ini dibagi dalam 5 bab yang terdiri dari beberapa sub bab. Sistematika penulisan skripsi ini secara garis besar adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memberikan penjelasan mengenai gambaran umum objek penelitian, latar belakang penelitian, perumusan masalah yang didasarkan pada latar belakang penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan penelitian tugas akhir secara garis besar.

(19)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan tinjauan pustaka secara ringkas mengenai penelitian yang menggunakan teori keagenan (Agency Theory), komisaris independen, Kepemilikan institusional, kualitas audit, manajemen laba, disertai penelitian terdahulu, pengembangan kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang pendekatan, metode, dan teknik yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis dari masalah penelitian yang berisi tentang jenis penelitian, operasional variabel, populasi dan sampel, pengumpulan data, teknik analisis data, karakteristik penelitian, jenis dan sumber data, serta metode analisis yang digunakan dalam penelitian.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini merupakan pembahasan dari hasil penelitian yang diuraikan secara kronologis dan sistematis.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menyajikan penafsiran dan pemaknaan penelitian terrhadap hasil analisis temuan peneliti, yang disajikan dalam bentuk kesimpulan penelitian, dan saran yang dirumuskan secara kongkrit.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan grid computing, user dapat menggunakan semua komputer yang tersedia dan terhubung pada jaringan komputer untuk membantu komputasi data skala besar.. Untuk

Kajian ini bertujuan untuk mengenal pasti kesilapan penulisan copywriting yang dilakukan oleh pelajar semasa menulis laporan projek akhir pelajar dan mengenal pasti

Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan pada kedua peneliti ketika guru di Sekolah Minggu A menyampaikan firman Tuhan kepada anak-anak, salah satu masalah yang paling

2 Model regresi nonparametrik spline paling optimum dengan menggunakan tiga titik knot pada variabel-variabel yang mempengaruhi jumlah kriminalitas pencurian motor adalah

Hasil uji reliabilitas pada data kuesioner persepsi kinerja produk kartu Simpati dengan menggunakan program SPSS 18, dapat dilihat pada tabel berikut ini:..

Teknik analisis data tingkat kesiapsiagaan masyarakat/individu menggunakan perhitungan nilai rata-rata indeks kesiapsiagaan, sedangakan utuk mengetahui ada tidaknya hubungan

2) Mengetahui  waktu  yang  dibutuhkan  untuk  menyelesaikan  suatu  bagian 

Ndara iku ringkesan saka tembung bandara, kang kecatet bangsawan luhur kraton, bisa anak, putu, buyut, canggah lan wareng raja.. Ndara duweni keistimewaan saka