• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA (SBSN/SUKUK) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PENGATURAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA (SBSN/SUKUK) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA (SBSN/SUKUK) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT

BERHARGA SYARIAH NEGARA

A. Pengaturan Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara

Untuk menjamin keberadaan SBSN maka pada tanggal 7 Mei 2008 Pemerintah telah mensahkan Undang-Undang No.19 Tahun 2008 yaitu mengenai Surat Berharga Syariah Negara (SBSB/SUKUK). Surat Berharga Syariah Negara (SBSN/SUKUK) ini adalah berupa surat berharga Negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Dengan merujuk pada Fatwa Dewan Syariah Nasional No.32/DSN-MUI/IX/2002, yang menyatakan bahwa ”Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh Emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.”

Dasar pertimbangan Pemerintah pada saat menyusun dan mensahkan UU tersebut diatas adalah dalam rangka mendukung keberhasilan pembangunan nasional guna mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.

(2)

         

Dalam konteks kemandirian bangsa, potensi yang tersedia di dalam negeri harus dioptimalkan untuk melaksanakan kegiatan ekonomi dan membiayai kegiatan pembangunan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pemerintah perlu memberi peluang untuk meningkatkan akses yang dapat menggali potensi sumber pembiayaan pembangunan dan memperkuat bisnis pemodal domestik. Pembiayaan tersebut akan terjamin keamanannya apabila mobilisasi dana masyarakat disertai dengan bekerjanya sistem keuangan, meliputi sistem perbankan, pasar uang dan pasar modal yang efisien.

Tercapainya keragaman dalam mobilisasi dana dapat menghasilkan sistem keuangan yang kuat dan memberi alternatif bagi para pemodal (investor).

Perusahaan penerbit SBSN adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini untuk melaksanakan kegiatan penerbitan SBSN. Aset SBSN ini sendiri adalah objek pembiayaan SBSN dan/atau Barang Milik Negara yang memiliki nilai ekonomis, berupa tanah dan/ atau bangunan maupun selain tanah dan/

atau bangunan, yang dalam rangka penerbitan SBSN dijadikan sebagai dasar penerbitan SBSN. Barang Milik Negara ini berupa semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.44

Pemegang SBSN akan merasa aman keberadaannya karena pemerintah telah menjamin hak-hak mereka sebagai investor. Dengan adanya UU yang mengatur

 

44 Pasal 1 butir (1,2,3, dan 4) Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara

(3)

       

penjaminan pembayaran apabila jatuh tempo akan memberikan rasa aman bagi investor itu sendiri untuk berinvestasi melalui SBSN.

Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara secara garis besar mengatur mengenai:45

a. Transparansi pengelolaan SBSN dalam kerangka kebijakan fiskal dan kebijakan pengembangan pasar SBSN dengan mengatur lebih lanjut tujuan penerbitannya dan jenis akad yang digunakan

b. Kewenangan pemerintah untuk menerbitkan SBSN, baik dilakukan secara langsung oleh pemerintah yang didelegasikan kepada Menteri, ataupun dilaksanakan melalui Perusahaan Penerbit SBSN.

c. Kewenangan Pemerintah untuk menggunakan Barang Milik Negara sebagai dasar penerbitan SBSN (underlying asset).

d. Kewenangan pemerintah untuk mendirikan dan menetapkan tugas badan hukum yang akan melaksanakan fungsi sebagai perusahaan penerbitan SBSN

e. Kewenangan wali amanat untuk bertindak mewakili kepentingan pemegang SBSN.

f. Kewenangan Pemerintah untuk membayar semua kewajiban yang timbul dari penerbitan SBSN, baik yang diterbitkan secara langsung oleh pemerintah maupun melalui perusahaan penerbit SBSN, secara penuh dan tepat waktu sampai berakhirnya kewajiban tersebut.

g. Landasan hukum bagi pengaturan lebih lanjut atas tata cara dan mekanisme penerbitan SBSN di Pasar perdana maupun perdagangan SBSN di Pasar Sekunder agar pemodal memperoleh kepastian untuk memiliki dan memperdagangkan SBSN secara mudah dan aman.

Selain Undang-Undang No.19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara yang dijadikan payung hukum oleh investor, khusus mengenai SBSN, Peraturan Pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.56 Tahun 2008 tentang Perusahaan Penerbit Surat Berharga Syariah Negara

 

45 Bagian Umum Penjelasan Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga

(4)

         

Terkait dengan perusahaan Penerbit SBSN, dalam Pasal 1 angka 2 Undang- Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara ditegaskan bahwa Perusahaan penerbit SBSN adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan ketentuan undang-undang ini untuk melaksanakan kegiatan penerbit SBSN. Hal ini juga tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.56 Tahun 2008 tentang Perusahaan Penerbit Surat Berharga Syariah Negara.

SBSN atau Sukuk adalah merupakan suatu instrumen utang piutang tanpa riba sebagaimana dalam obligasi, dimana sukuk ini diterbitkan berdasarkan suatu aset acuan yang sesuai dengan prinsip syariah.46

Sukuk adalah istilah dalam bahasa Arab yang digunakan untuk obligasi yang berdasarkan prinsip syariah. Sukuk dapat pula diartikan dengan Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas:47

1. Kepemilikan aset berwujud tertentu

2. Nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu 3. Kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu.

Adanya Undang-Undang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) adalah suatu keniscayaan, baik sosiologis maupun yuridis. Ekonomi syariah mengajarkan tegaknya

 

46 Inggrid Tan, Bisnis dan Investasi Sistem Syariah, (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2009), hlm.119

47 Ibid

(5)

       

nilai-nilai keadilan, kejujuran, transparansi, antikorupsi, dan eksploitasi. Artinya, misi utama ekonomi syariah adalah tegaknya nilai-nilai akhlak moral dalam aktivitas bisnis, baik individu, perusahaan, ataupun negara serta terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara adil.48

Beberapa hal yang mendasari lahirnya Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN/SUKUK), sebagai berikut:49

1. Secara yuridis bahwa kehadiran Undang-Undang Sukuk adalah didasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, jadi penerapan hukum ekonomi syariah di Indonesia memiliki dasar yang sangat kuat. Ketentuan Pasal 29 ayat (1) dengan tegas menyatakan bahwa Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, pada dasarnya mengandung tiga makna yaitu:

a. Negara tidak boleh membuat peraturan perundang-undangan atau melakukan kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan dasar keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa

b. Negara berkewajiban membuat peraturan perundang-undangan atau melakukan kebijakan-kebijakan bagi pelaksanaan wujud rasa keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa dari segolongan pemeluk agama yang memerlukannya

c. Negara berkewajiban membuat perauran perundang-undangan yang melarang siapapun melakukan pelecehan terhadap ajaran agama (paham ateisme)

 

48 Ibid

(6)

 

Dalam Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu. Kata ”menjamin”

sebagaimana termaktub dalam ayat (2) Pasal 29 UUD 1945 tersebut bersifat

”imperatif”, artinya Negara berkewajiban secara aktif melakukan upaya-upaya agar tiap-tiap penduduk dapat memeluk agama dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu.

2. Secara faktual sistem ekonomi syariah melalui perbankan telah terbukti menunjukkan keunggulannya di masa-masa kritis, khususnya krisis yang diawali tahun 1997. Ketika semua bank mengalami guncangan hebat dan sebagian besar dilikuidasi, tetapi bank-bank syariah aman dan selamat dari badai hebat tersebut, karena sistemnya bagi hasil. Ajaibnya bank syariah dapat berkembang tanpa dibantu sepeserpun oleh pemerintah. Sementara bank-bank konvensional hanya dapat bertahan karena memeras dana APBN dalam jumlah ratusan triliun melalui Bantuan Likuiditas Bank Indonesia dan bunga obligasi. Hal ini berlangsung sampai detik ini.

Dana APBN itu adalah hak seluruh rakyat Indonesia, tetapi rakyat terpaksa dikorbankan demi membela bank-bank sistem konvensioanal agar bisa bertahan.

Perbankan syariah tampil sebagai penyelamat ekonomi negara dan bangsa. Maka sangat tidak logis dan irasional, jika ada pihak yang menolak kehadiran regulasi syariah

(7)

3. Secara historis, pengundangan (legislasi) hukum syariah di Indonesia telah banyak terjadi di Indonesia, seperti Undang-Undang No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang selanjutnya diamandemen Undang-Undang No.3 Tahun 2006.

Demikian pula Undang-Undang No.38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, Undang-Undang No.41 Tahun 2004 tentang Perwakafan dan Undang-Undang No.13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Undang-Undang yang mengatur hukum untuk umat Islam saja dapat diterima DPR, apalagi Undang-Undang yang mengatur hukum untuk umat Islam saja dapat diterima DPR, apalagi Undang-undang tentang ekonomi yang bertujuan untuk kebaikan, kemajuan dan kemaslahatan bangsa dan Negara secara universal, jelas semakin penting untuk diterima dan diwujudkan oleh siapapun yang terpanggil untuk kemajuan Negara.

4. Diundangkannya Undang-Undang Sukuk (SBSN), maka aliran dana investasi ke Indonesia akan mengikat, baik dari Luar Negeri (utamanya Timur Tengah) maupun dalam Negeri. Menolak Undang-Undang tersebut berarti menolak investasi masuk ke Indonesia dan itu berarti menolak kemajuan ekonomi bangsa. Harus disadari, bahwa tujuan ekonomi syariah adalah untuk kemaslahatan seluruh bangsa Indonesia, bukan kelompok tertentu. Pihak yang menolak harus berbesar hati dan bergembira dengan kehadiran kedua Undang-Undang tersebut. Bukan malah secara phobia dan membabi buta menolak dengan alasan sentimentil (hamiyyah) kepada agama tertentu.

(8)

         

Selain Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara yang dijadikan sebagai payung hukum oleh investor, khusus mengenai SBSN ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang pada saat itu sebagai Menteri Keuangan Republik Indonesia juga mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.08/2008 tentang penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara dengan Cara Bookbuilding di Pasar Perdana Dalam Negeri, yang ditetapkan pada tanggal 15 Agustus 2008. Bookbuilding50 adalah kegiatan penjualan SBSN kepada pihak baik perorangan maupun kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum melalui agen penjual, dimana agen penjual mengumpulkan Pemesanan pembelian dalam periode penawaran yang telah ditentukan.

Dalam ketentuan Pasal 18 dan Pasal 24 Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, Menteri Keuangan dapat menyelenggarakan pengelolaan Surat Berharga Syariah Negara baik yag diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah maupun melalui Perusahaan Penerbit Surat Berharga Syariah Negara, serta menetapkan ketentuan mengenai penerbitan dan penjualan Surat Berharga Syariah Negara dengan cara tanpa lelang melalui bookbuilding. Penjualan SBSN tanpa lelang dapat dilaksanakan dengan melakukan penjualan kepada masyarakat melalui agen

 

50 Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 118/PMK.08/2008 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara dengan Cara Bookbuilding di Pasar Perdana Dalam Negeri.

(9)

penjual. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.08/2008 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara dengan cara Bookbuilding di Pasar Perdana Dalam Negeri.

Pihak ketiga yang sangat membantu pemasaran SBSN sebagaimana telah disebutkan di atas adalah agen penjual. Oleh karena itu dalam Pasal 7 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.08/2008 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara dengan cara Bookbuilding di Pasar Perdana Dalam Negeri telah diatur secara khusus mengenai tugas agen penjual yaitu:

a. Mengumumkan rencana penjualan SBSN kepada calon investor b. Melaksanakan penjualan SBSN

c. Melakukan fungsi penjaminan emisi dalan penjualan SBSN sesuai dengan yang diperjanjikan

d. Menyampaikan seluruh data penawaran penjualan SBSN, termasuk book-order, kapada Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang, dan

e. Mengumumkan hasil ketetapan penjualan SBSN kepada Pihak yaitu perusahaan Efek yang pemesanan pembeliannya mendapatkan penjatahan.

Sedangkan pada Pasal 9 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.08/2008 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara dengan cara Bookbuilding di Pasar Perdana Dalam Negeri, disebutkan bahwa untuk dapat ditunjuk menjadi Agen Penjual, Calon Penjual harus:

(10)

 

a. Menyampaikan proposal dan dokumen pendukung yang dipersyaratkan b. Memenuhi kriteria dan persyaratan yang ditetapkan, dan

c. Lulus seleksi yang dilaksanakan oleh Panitia Seleksi

Kriteria sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf b, sekurang- kurangnya memiliki:

a. Ijin usaha dari otoritas pasar modal Indonesia untuk melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek

b. Pengalaman sebagai penjamin pelaksana emisi sukuk/obligasi syariah dalam mata uang rupiah

c. Anggota tim yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penjaminan pelaksana emisi sukuk/obligasi syariah

d. Komitmen terhadap Pemerintah Republik Indonesia dalam pengembangan pasar SBSN

e. Rencana kerja, strategi dan metodologi penjualan SBSN, dan

f. Sistem informasi dan teknologi yang memadai untuk mendukung proses penerbitan SBSN

Selain pengaturan mengenai Agen Penjual, dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.08/2008 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara dengan cara Bookbuilding di Pasar Perdana Dalam Negeri juga mengatur mengenai dokumen penerbitan dan penjualan SBSN, perjanjian perwaliamanatan

(11)

penerbitan SBSN oleh Pemerintah atau melalui Perusahaan Penerbit SBSN, penetapan hasil penjualan dan penjatahan, setelmen serta biaya penerbitan yang timbul dalam rangka pelaksanaan penerbitan dan penjualan SBSN dengan cara Bookbuilding di Pasar Perdana Dalam Negeri.

Pengaturan penerbitan SBSN sebagaimana tercantum pada Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, Menteri berwenang menetapkan komposisi SBSN dalam rupiah maupun valuta asing, serta menetapkan komposisi Surat Berharga Negara dalam bentuk Surat Utang Negara maupun SBSN dan hal-hal lain yang diperlukan untuk menjamin penerbitan Surat Berharga Negara secara hati-hati serta diperkuat pada Pasal 9 ayat (2) yaitu Pemerintah wajib membayar Imbalan dan Nilai Nominal setiap SBSN, baik yang diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah maupun Perusahaan Penerbit SBSN, sesuai dengan ketentuan dalan akad penerbitan SBSN. Adanya jaminan dari pihak Pemerintah dimaksudkan untuk menciptakan daya tarik para investor agar berinvestasi pada SBSN. Dengan adanya UU SBSN tersebut maka pemegang SBSN tidak perlu lagi khawatir terjadi gagal bayar (default risk).

(12)

         

B. Ketentuan Dan Syarat Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara

SBSN wajib mencantumkan ketentuan dan syarat yang mengatur, antara lain mengenai:51

a. Penerbit b. Nilai nominal c. Tanggal penerbit d. Tanggal jatuh tempo

e. Tanggal pembayaran Imbalan f. Besaran atau nisbah Imbalan g. Frekuensi pembayaran Imbalan

h. Cara perhitungan pembayaran Imbalan i. Jenis mata uang atau denominasi

j. Jenis Barang Milik Negara yang dijadikan Aset SBSN k. Penggunaan ketentuan hukum yang berlaku

l. Ketentuan tentang hak untuk membeli kembali SBSN sebelum jatuh tempo, dan m. Ketentuan tentang pengalihan kepemilikan.

Perusahaan Penerbit SBSN/Sukuk sendiri disebutkan sebagai badan hukum yang berkedudukan di dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia52 dan bertanggungjawab kepada Menteri keuangan.53 Pertanggungjawaban dimaksud hanya terkait dengan operasional perusahaan Penerbit SBSN dan pelaksanaan penerbitan SBSN.54

 

51 Pasal 20 Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara

52 Pasal 13 ayat (2) Undang-undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, menegaskan “Perusahaan penerbit SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan badan hukum yang dibentuk berdasarkan undang-undang. Pasal 13 ayat (3) menyatakan “Perusahaan penerbit SBSN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah badan hukum yang berkedudukan di dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia.

53 Pasal 13 ayat (4) undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, menegaskan perusahaan penerbit SBSN bertanggujawab kepada menteri. Yang dimaksud dengan Menteri adalah menteri Keuangan

54 Penjelasan pasal 13 ayat (4) Undang-Undang No.19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara

(13)

       

Perusahaan Penerbit SBSN dapat didirikan lebih dari 1 (satu) perusahaan sesuai dengan kebutuhan.55 Perusahaan Penerbit SBSN memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan badan hukum Perseroan Terbatas, Yayasan ataupun bentuk badan hukum lain yang dikenal di Indonesia selama ini, maka perlu dibentuk badan hukum khusus sesuai undang-undang ini untuk dapat mengakomodasi karakteristik dan tujuan pembentukan Perusahaan penerbit SBSN dimaksud.56

Pemerintah ditunjuk oleh undang-undang sebagai pihak yang berhak untuk mendirikan Perusahaan dimaksud.57 Sedangkan ketentuan mengenai pendirian, organ, permodalan, fungsi dan pertanggungjawaban perusahaan Penerbit SBSN diatur dengan Peraturan Pemerintah.58

Dalam hal ini Menteri Keuangan memiliki peran yang cukup besar. Ketentuan tersebut telah memberikan wewenang kepada Menteri Keuangan untuk menetapkan jenis, nilai dan spesifikasi barang milik negara yang akan digunakan sebagai aset obligasi syariah. Dalam hal ini yang dimaksud Aset Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) adalah objek pembiayaan SBSN dan/atau Barang Milik Negara yang memiliki

 

55 Penjelasan Pasal 13 ayat (1) Undang-undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara

56 Penjelasan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.

57 Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara yang menegaskan “dalam rangka penerbitan SBSN, Pemerintah dapat mendirikan Perusahaan Penerbit SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1).

58 Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, yang menegaskan “ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian, organ, permodalan, fungsi dan

(14)

         

nilai ekonomis, berupa tanah dan/ atau bangunan maupun selain tanah dan/ atas bangunan yang dalam rangka penerbitan SBSN dijadikan sebagai dasar penerbitan SBSN. 59 Adapun barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

SBSN diterbitkan dengan tujuan untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara termasuk membiayai pembangunan proyek. Kewenangan menerbitkan SBSN untuk tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 berada pada Pemerintah.

Kewenangan dilaksanakan oleh Menteri.

Untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara termasuk membiayai pembangunan proyek, Menteri terlebih dahulu berkoordinasi dengan Bank Indonesia Khusus untuk penerbitan SBSN dalam rangka pembiayaan proyek, Menteri berkoordinasi dengan menteri yang bertanggungjawab di bidang perencanaan pembangunan nasional.

Penerbitan SBSN dapat dilaksanakan secara langsung oleh pemerintah atau melalui Perusahaan Penerbit SBSN, SBSN yang dapat diterbitkan baik oleh Pemerintah maupun Perusahaan Penerbit SBSN adalah semua jenis SBSN ditetapkan oleh Menteri.

Penerbitan SBSN harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dewan Perwakilan Rakyat pada saat pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

 

59 Pasal 1 angka (3) Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara

(15)

       

yang diperhiitungkan sebagai bagian dari Nilai Bersih maksimal Surat Berharga Negara yang akan diterbitkan oleh Pemerintah dalam satu tahun anggaran. Persetujuan tersebut didahului dengan mengajukan rencana penerbitan dan pelunasan dan/atau pembelian kembali yang disampaikan Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, kepada Dewan Perwakilan Rakyat yang dalam hal ini adalah alat kelengkapan dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi keuangan, untuk mendapatkan persetujuan.60

Menteri keuangan menetapkan komposisi Surat Berharga Negara dalam rupiah maupun valuta asing, serta menetapkan komposisi Surat Berharga Negara dalam bentuk Surat Utang Negara maupun SBSN dan hal-hal lain yang diperlukan untuk menjamin penerbitan Surat Berharga Negara secara hati-hati.

Dalam hal-hal tertentu, SBSN dapat diterbitkan melebihi Nilai Bersih Maksimal yang telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang selanjutnya dilaporkan sebagai Perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran tahun yang bersangkuatan. Yang dimaksud dengan ”hal-hal tertentu” antara lain adalah penerbitan SBSN dalam rangka menutup kekurangan pembiayaan anggaran, pembangunan proyek, dan/atau pengelolaan portofolio Surat Berharga Syariah Negara menjelang akhir tahun anggaran karena pertimbangan kondisi dan perkembangan pasar keuangan yang tidak

 

60 Pasal 8 ayat (1) dan Penjelasan Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentangg Surat Berharga

(16)

         

dapat diantisipasi sebelumnya sehingga jumlah Nilai Bersih Maksimal Surat Berharga Negara yang telah disetujui terlampaui.61

Ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara mengandung makna bahwa menteri membuka rekening yang diperlukan baik untuk menampung hasil penjualan SBSN maupun untuk menyediakan dana bagi pembayaran Imbalan dan Nilai Nominal SBSN. Tata cara pembukaan dan pengelolaan rekening yang dimaksud adalah mengikuti ketentuan perundang-undangan di bidang perbendaharaan negara, sedangkan tata cara pembukaan rekening di Bank Indonesia mengikuti ketentuan bank Indonesia.62

Dalam hal SBSN diterbitkan didalam negeri, Menteri menunjuk Bank Indonesia sebagai agen penata usaha untuk melaksanakan kegiatan penatausahaan yang mencakup antara lain kegiatan pencatatan kepemilikan, kliring, dan setelmen SBSN, baik dalam hal SBSN diterbitkan secara langsung oleh pemerintah maupun yang diterbitkan melalui Perusahaan Penerbit SBSN.

Menteri dapat meminta Bank Indonesia untuk menunjuk pihak lain sebagai agen penatausahaan. Dalam hal SBSN diterbitkan di luar negeri, Menteri menunjuk Bank Indonesia atau pihak lain sebagai agen penata usaha untuk melaksanakan kegiatan

 

61 Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara

62 Penjelasan Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat berharga Syariah Negara

(17)

penatausahaan. Bank Indonesia atau pihak lain yang ditunjuk wajib membuat laporan pertanggungjawaban kepada Pemerintah.

Menteri menunjuk Bank Indonesia atau pihak lain sebagai agen pembayar, baik dalam hal SBSN diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah maupun yang diterbitkan melalui Perusahaan Penerbit SBSN dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan Bank Indonesia. Kegiatan agen pembayar adalah menerima Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN dari pemerintah kepada pemegang SBSN.

Menteri dapat menunjuk Bank Indonesia sebagai agen lelang SBSN, baik yang diterbitkan secara langsung oleh Pemerintah maupun melalui Perusahaan Penerbit SBSN. Menteri menetapkan ketentuan mengenai penerbitan dan penjualan SBSN dengan Peraturan Menteri. Penerbitan SBSN, Menteri meminta fatwa atau penyertaan kesesuaian SBSN terhadap prinsip-prinsip syariah dari lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan perdagangan SBSN dilakukan oleh otoritas yang melakukan pengaturan dan pengawasan di bidang pasar modal.

(18)

         

C. Bentuk Dan Jenis Surat Berharga Syariah Negara

SBSN diterbitkan dalam bentuk warkat atau tanpa warkat yang dapat diperdagangkan atau tidak diperdagangkan di Pasar Sekunder.63

SBSN dengan warkat adalah surat berharga berdasarkakn prinsip syariah yang kepemilikannya berupa sertifikat baik atas nama maupun atas unjuk. Sertifikat yang kepemilikannya tercantum, sedangkan sertifikat atas unjuk adalah sertifikat yang tidak mencantumkan nama pemilik sehingga setiap orang yang menguasainya adalah pemilik yang sah. SBSN tanpa warkat atau scripless adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang kepemilikannya dicatat secara elektronik (book- entry system). Dalam hal SBSN tanpa warkat bukti kepemilikan yang otentik dan sah adalah pencatatan kepemilikan secara elektronis. Dimaksudkan agar pengadministrasian data kepemilikan (registry) dan penyelesaian transaksi perdagangan SBSN di Pasar Sekunder dapat diselenggarakan secara efisien, cepat, aman, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan.64

 

63 Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan SBSN yang telah dijual di Pasar Perdana baik didalam maupun di luar negeri. Lihat Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.

64 Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.

(19)

       

Jenis- jenis SBSN adalah sebagai berikut:65

a. SBSN Ijarah, yang diterbitkan berdasarkan Akad Ijarah. Ijarah adalah Akad yang satu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menyewakan hak atas suatu aset kepada pihak lain berdasarkan harga sewa dan periode sewa yang disepakati.

b. SBSN Mudarabah, yang diterbitkan berdasarkan Akad Mudarabah. Mudarabah adalah Akad kerjasama antara dua pihak atau lebih, yaitu satu pihak sebagai penyedia modal dan pihak lain sebagai penyedia tenaga dan keahlian, keuntungan dari kerja sama tersebut akan dibagi berdasarkan nisbah yang telah disetujui sebelumnya, sedangkan kerugian yang terjadi akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak penyedia modal, kecuali kerugian disebabkan oleh kelalaian penyedia tenaga dan keahlian.

c. SBSN Musyarakah, yang diterbitkan berdasarkan Akad Musyarakah. Musyarakah adalah Akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk menggabungkan modal, baik dalam bentuk uang maupun bentuk lainnya, dengan tujuan memperoleh keuntungan, yang akan dibagikan sesuai dengan nisbah yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian yang timbul akan ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak.

d. SBSN Istishna’, yang diterbitkan berdasarkan Akad Istishna’. Istishna’ adalah Akad jual beli aset berupa objek pembiayaan antara para pihak dimana spesifikasi, cara dan

 

(20)

         

jangka waktu penyerahan, serta harga aset tersebut ditentukan berdasarkan kesepakatan para pihak.

e. SBSN yang diterbitkan berdasarkan Akad lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah

f. SBSN yang diterbitkan berdasarkan kombinasi dari dua atau lebih dari Akad sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf e. Kombinasi Akad SBSN antara lain dapat dilakukan antara Mudharabah dengan Ijarah, Musyarakah dengan Ijarah, dan Istishna’ dengan Ijarah.

D. Surat Berharga Syariah Negara Adalah Surat Utang Negara

Dalam dunia perniagaan, orang menginginkan segala sesuatunya bersifat praktis dan aman, khusunya dalam lalulintas pembayaran. Artinya orang tidak mutlak lagi menggunakan uang, tetapi cukup dengan menerbitkan Surat Berharga baik sebagai alat pembayaran kontan maupun sebagai alat pembayaran kredit.66

Surat berharga syariah negara (SBSN/SUKUK) adalah merupakan surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing, surat berharga syariah negara menggunakan konsep imbalan bukan bunga dan diperlukannya sejumlah tertentu aset yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan

 

66 Rahayu Hartini, Hukum Komersial, (Malang: UMM Press, 2005), hlm.233

(21)

transaksi dengan menggunakan akad berdasarkan prinsip syariah. Dalam definisi tersebut dapat dirinci bahwa:

a. Surat berharga, bahwa ini berarti pada SBSN tertulis sejumlah uang yang menjadi hak pemegang, hak tersebut dibuktikan sebagai bagian penyertaan terhadap Aset SBSN dan hak Wali Amanat yang berwenang bertindak mewakili kepentingan Pemegang SBSN sesuai dengan yang diperjanjikan.

b. Aset SBSN adalah objek pembiayaan SBSN dan/atau Barang Milik Negara yang memiliki nilai ekonomis, berupa tanah dan/atau bangunan maupun selain tanah dan/atau bangunan, yang dalam rangka penerbitan SBSN dijadikan sebagai dasar penerbitan SBSN.

c. Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

d. Perusahaan Penerbit SBSN adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan ketentuan Undang-Undang untuk melaksanakan kegiatan penerbitan SBSN.

e. Nilai Nominal adalah nilai SBSN yang tercantum dalam sertifikat SBSN.

f. Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

(22)

         

g. Hak Manfaat adalah hak untuk memiliki dan mendapatkan hak penuh atas pemanfaatan suatu aset tanpa perlu dilakukan pendaftaran atas kepemilikan dan hak tersebut.

h. Akad adalah perjanjian tertulis yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

i. Prinsip syariah antara lain yaitu transaksi yang dilakukan oleh para pihak bersifat adil, halal, thayyiban, dan maslahat.

Surat berharga adalah surat yang diadakan oleh seseorang sebagai pelaksana pemenuhan suatu prestasi yang merupakan pembayaran sejumlah harga uang. Namun pembayaran tersebut tidak dilaksanakan dengan menggunakan mata uang melainkan dengan menggunakan alat pembayaran yang lain, yang mana adalah surat yang didalamnya terdapat suatu pesan ataupun perintah kepada pihak ketiga, atau pernyataan sanggup untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang surat tersebut.67

Suatu surat dapat digolongkan sebagai surat berharga (waarde papier) harus memenuhi beberapa persyaratan:68

a. Berbentuk suatu akta atau surat

Akta atau surat dalam bentuk hukum perdata mempunyai peranan yang esensial. Akta atau surat merupakan alat bukti. Akta atau surat merupakan alat bukti

 

67 Imam Prayogo Suryohadibroto dan Djoko Prakoso, “Surat Berharga alat pembayaran dalam masyarakat modern”, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hlm.6

68 Emmy Pangaribu, Hukum Dagang Surat-Surat Berharga, (Yogyakarta: FH.Universitas Gadjah MAda, 1982), hlm.27

(23)

       

utama dalam hukum perdata, yaitu sebagai alat bukti tertulis.69 Dalam kaitannya dengan suatu perikatan, akta atau surat mempunyai fungsi sebagai alat bukti adanya suatu perikatan terutama adanya suatu hak. Dalam surat berharga, akta atau surat ini tidak hanya semata-mata sebagai suatu alat bukti, tetapi juga mempunyai fungsi mempermudah penagih hutang menuntut haknya terhdap penghutang di luar proses.

Dengan kata lain, surat berharga adalah surat legitimasi yang menunjuk pemegangnya sebagai orang yang berhak, khususnya di luar suatu proses.70

b. Dapat diperdagangkan

Surat berharga mempunyai sifat khusus yaitu bahwa dibuat untuk dapat diperdagangkan atau diperalihkan. Oleh karena itulah untuk memudahkan perdagangannya, surat berharga dibuat bersifat atas unjuk (aan toonder) atau atas pengganti (aan order).71 Dengan adanya klausula-klausula tersebut pada surat berharga, menjadikan bahwa surat berharga yang bersangkutan dapat dengan mudah diperalihkan kepada orang lain.72

c. Diterbitkan berdasarkan suatu perikatan dasar tertentu

Surat berharga harus diterbitkan atas dasar suatu perikatan yang disebut sebagai perikatan dasar (onderliggende rechtsverhoudingen). Adanya perikatan dasar

 

69 Pasal 1866 KUHPerdata dimana tertulis ditempatkan pada posisi utama

70 Emmy Pangaribu, Op Cit, hlm.19

71 Selain dibuat atas unjuk (aan toonder) atau atas pengganti (aan order), surat berharga mungkin juga dibuat atas nama (op naam) meskipun hal ini jarang sekali, kecuali biasanya pada saham dan beberapa surat berharga lainnya. Dalam Emmy Pangaribu

72 Mengenai sifat mudah diperalihkannya surat-surat berharga yang bersifat atas unjuk (aan

(24)

         

merupakan unsur yang mutlak harus dipenuhi agar suatu surat dapat disebut surat berharga. Meskipun surat berharga bersifat dapat diperdagangkan, tetapi apabila unsur adanya perikatan dasar tidak terpenuhi, maka surat berharga tersebut tidak dapat dikatakan sebagai surat berharga pengertian hukum.73

Perikatan dasar (onderliggende rechtsverhoudingen) merupakan kuasa dari diterbitkannya surat berharga tersebut. Perikatan dasar merupakan perikatan yang melatarbelakangi penerbitan surat berharga. Perikatan ini dapat berupa perikatan apa saja yang penting adalah perikatan tersebut melahirkan suatu kewajiban berprestasi, terutama prestasi pembayaran sejumlah uang. Penerbitan surat berharga yang tidak didasarkan pada suatu kewajiban (prestasi) dari penerbit, tidak dapat dikatakan sebagai

”surat berharga”

d. Mempunyai nilai sebesar nilai perikatannya

Surat berharga selalu mempunyai nilai sebesar nilai perikatan dasarnya.74 Artinya nilai dari surat berharga adalah sama dengan nilai perikatan dasar yang melandasi penerbitan surat berharga tersebut. Didalam SBSN terdapat nilai nominal yaitu nilai SBSN yang tercantum dalam sertifikat SBSN. Dan juga terdapat nilai bersih maksimal SBSN, yaitu tambahan atas jumlah Surat Berharga Negara yang telah beredar dalam satu tahun anggaran, yang merupakan selisih antara jumlah Surat Berharga

 

73 Zevebergen, dalam Emmy Pangaribu, Hukum Dagang Surat-Surat Berharga, Ibid

74 De Groot dan P.A. Stein, dalam Setiadi, Op Cit, hlm.16

(25)

       

negara yang akan diterbitkan dengan jumlah Surat Berharga Negara yang jatuh tempo dan/atau yang dibeli kembali oleh pemerintah.75

SBSN diterbitkan dalam bentuk warkat atau tanpa warkat.76 SBSN dengan warkat adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang kepemilikannya berupa sertifikat baik atas nama maupun atas unjuk. Sertifikat atas nama adalah sertifikat yang nama pemiliknya tercantum, sedangkan sertifikat atas unjuk adalah sertifikat yang tidak mencantumkan nama pemilik sehingga Setiap Orang yang menguasainya adalah pemilik yang sah. SBSN tanpa warkat atau scripless adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang kepemilikannya dicatat secara elektronik (book-entry system).

Dalam hal SBSN tanpa warkat, bukti kepemilikan yang otentik dan sah adalah pencatatan kepemilikan secara elektronis. Cara pencatatan secara elektronis dimaksudkan agar pengadministrasian data kepemilikan (registry) dan penyelesaian transaksi perdagangan SBSN di Pasar Sekunder dapat diselenggarakan secara efisien, cepat, aman, dan dapat dipertanggungjawabkan.77

 

75 Pasal 1 ayat (15 dan 18) Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara

76 Pasal 2 Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara

77 Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah

(26)

         

Dalam struktur surat berharga yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum dagang (KUHD), para sarjana78 mengelompokkan surat berharga kedalam tiga jenis, yaitu:

a. Schuldvorderingspapieren, yaitu surat yang berisi suatu klaim atas sejumlah uang (vorderingsrechten tot voldoening van een geldsom), misalnya cek dan wesel.

b. Zakenrechtelijk papieren, yaitu surat-surat yang mempunyai sifat kebendaan. Ciri dari surat tipe ini adalah bahwa isi perikatan surat itu adalah bertujuan untuk penyerahan barang.79 Misalnya konosemen dan ceel.

c. Lidmaatschapspapieren atau surat-surat tanda keanggotaan. Kedalam klasifikasi ini misalnya ialah surat saham. Saham membuktikan pemiliknya memiliki hak terdapat perseroan yang mengeluarkannya.

Dewasa ini dikenal dua kategori besar pengelompokan surat-surat berharga yaitu:80

1. Surat Berharga Pasar Modal (Capital Market Securities), yaitu surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal dan biasanya berjangka panjang. Dalam hal ini termasuk SBSN, saham, obligasi, sekuritas, klaim (right), warrant opsi dan sebagainya.

 

78 De Groot dan P.A. Stein, dalam Setiadi, Obligasi dalam Perspektif Hukum Indonesia, Op Cit, hlm.17

79 Emmy Pangaribu, Op Cit, hlm.35

80 Ibid, hlm.37

(27)

       

2. Surat Berharga Pasar Uang (Money Market Securities), yaitu merupakan surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar uang dan biasanya berjangka pendek. Dalam kelompok ini termasuk wesel, promes, sertifikat deposito dan sebagainya.

SBSN secara formal merupakan suatu grup debt instrument yang merupakan kontrak dengan sejumlah pembayaran yang tetap dari yang mengeluarkan atau yang memegang SBSN tersebut. SBSN pada saat jatuh tempo pembayaran kewajiban Imbalan dan Nilai nominal dapat melebihi perkiraan anggaran disebabkan oleh, antara lain., perbedaan kurs, dan/atau tingkat imbalan.81

Didalam peraturan perundang-undangan Indonesia istilah surat pengakuan hutang antara lain dapat kita temukan dalam Undang-Undang Pasar Modal, yaitu dalam Pasal 1 angka (5). Namun, undang-undang tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai apa yang dimaksud sitilah ini. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa:

”Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti hutang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek.”82

Lebih lanjut, bahwa selain istilah surat pengakuan hutang dalam undang-undang di atas, dalam peraturan lain dapat pula dijumpai istilah akta pengakuan hutang.83

 

81 Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara

82 Pasal 1 angka (5) Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

83 Dalam pengertian antara akta dan surat adalah sama. Sehingga akta pengakuan hutang dan surat

(28)

         

Ketentuan yang dimaksud adalah Pasal 224 HIR.84 Sayangnya HIR juga tidak menjelaskan apakah yang dimaksud dengan surat pengakuan hutang (schuldbrief) ini.

Dalam perkembangannya, yurisprudensi menafsirkan surat pengakuan hutang ini sebagai suatu surat yang didalamnya terdapat pengakuan hutang sebagai suatu yang didalamnya terdapat pengakuan dari penerbit bahwa ia mengaku berhutang uang swejumlah tertentu dan ia berjanji akan mengembalikan uang itu dalam waktu tertentu.

Dari penafsiran tersebut, timbul pertanyaan apakah pengekuan dari penerbit surat pengakuan hutang merupakan hal yang sangat esensial yang tanpa adanya pengakuan tersebut dapat mengakibatkan bahwa suatu surat tidak dapat dikualifikasikan sebagai surat pengakuan hutang?HIR, sebenarnya merupakan saduran Reglement op Rechtvordering (RV) yang merupakan hukum acara bagi orang Belanda dan golongan Eropa. Dan Pasal 224 HIR merupakan konkordan dari Pasal 440 Rv.

 

84 Dalam teks asli Pasal 224 ini sebenarnya digunakan istilah schuldbrieven yang sebenarnya lebih tepat diterjemahkan sebagai surat hutang. Penerjemahan schuldbrieven menjadi surat pengakuan hutang ini lihat misalnya dalam Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Buku II, Mahkamah Agung, 1994, hlm.140. lebih lanjut, surat pengakuan hutang yang dimaksud dalam pasal ini sebenarnya hanya dimaksudkan surat pengakuan hutang yang notarial (notariele schuldbrieven).

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan: penelitian menunjukkan bahwa kulit buah naga merah dosis 1.44 gram dapat digunakan untuk menurunkan kadar trigliserida pada tikus jantan dyslipidemia.Saran:Penelitian

Resursele atrase pot fi grupate, în funcţie de caracteristica funcţională, în două categorii: a) depozitele bancare sunt resurse atrase şi existente funcţional în portofoliul

Langkah III : Merincikan kegiatan dari pengembangan teknologi untuk setiap devisi yang berhubungan pentinh, membuat analisa input dan output yang

Kepala Kantor Cabang berfungsi mengarahkan, merencanakan dan mengendalikan kegiatan kantor cabang yang meliputi kegiatan pemasaran, pelayanan peserta, administrasi kepesertaan

:ara kerja dari sistem bilga ini adalah menampung berbagai <at #air  tersebut kedalam sebuah tempat yang dinamakan dengan bilge well, kemudian <at #air tersebut

Enumerasi merupakan salah satu inferensi yang ada pada bayesian networks dimana pengambilan keputusannya dilakukan dengan cara menjumlahkan semua parameter yang ada

”Dari instagram kami banyak kenalan akhirnya serta ingin London Taxi seperti kota lainnya yang sudah besar,” katanya saat diwawancarai.. Jawa Pos Radar Malang , beberapa

Dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi, peneliti mengamati keadaan lingkungan disekitar kampus STKIP Pasundan, peneliti mengamati keadaan infrastruktur