ANALISIS HUKUM TERHADAP PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA (SUKUK) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.19
TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA
TESIS
Oleh
PRISTIKA HANDAYANI 087005069/HK
PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2010
ANALISIS HUKUM TERHADAP PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA (SUKUK) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.19
TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum
dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh
PRISTIKA HANDAYANI 087005069/HK
PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2010
Judul Tesis : ANALISIS HUKUM TERHADAP PENERBITAN
SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA (SUKUK) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA
Nama Mahasiswa : PRISTIKA HANDAYANI Nomor Pokok : 087005069
Program Studi : Ilmu Hukum
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H, M.H) Ketua
(Prof. Dr. Suhaidi, S.H, M.Hum) (Prof. Dr. Sunarmi, S.H, M.Hum) Anggota Anggota
Ketua Program Studi D e k a n
Telah diuji pada
Tanggal 30 Agustus 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H, M.H Anggota : 1. Prof. Dr. Suhaidi, S.H, M.Hum 2. Prof. Dr. Sunarmi, S.H, M.Hum
3. Dr. Mahmul Siregar, S.H, M.Hum 4. Dr. Dedi Harianto, S.H, M.Hum
ABSTRAK
Pada tanggal 7 Mei 2008 Pemerintah telah mensahkan Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN/SUKUK), ini adalah merupakan surat berharga Negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Undang-Undang ini merujuk pada Fatwa Dewan Syariah Nasional No.32/DSN-MUI/IX/2002. Penerbitan SBSN ini ditujukan untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara umum dengan menggunakan akad Ijarah. Penerbitan SBSN ini tidak lain merupakan bentuk lain dari Surat Utang Negara yang penerbitan dan penjualannya dengan cara tanpa lelang melalui bookbuilding. Selain itu juga SBSN akan dapat memenuhi kebutuhan portofolio investasi lembaga keuangan syariah. Dan juga merupakan salah satu potensi pembiayaan untuk mengurangi beban dan resiko keuangan Negara di masa yang akan datang. Dengan tetap memperlihatkan berbagai macam pertimbangan dan aspek-aspek terkait, baik aspek negatif maupun aspek positif. Mengingat sejarah penerbitan obligasi Negara di tahun 1950-an pada masa Pemerintahan Presiden Soekarno mengalami gagal bayar.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pengaturan SBSN/SUKUK berdasarkan Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, serta kedudukan dan perlindungan hukum bagi pemegang SBSN. Hal ini tidak lain adalah untuk mengetahui seberapa besar jaminan serta perlindungan hukum atas investasi yang telah ditanamkan dalam bentuk SBSN tersebut.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yaitu dengan melakukan analisis terhadap permasalahan dan penelitian melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Untuk mengumpulkan data dalam tesis ini dilakukan dengan penelitian yang bersifat deskriptif analisis. Penelitian yuridis normatif ini menggunakan data sekunder yang berasal dari penelitian kepustakaan (library research). Adapun data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan terdiri dari 3 (tiga) bahan hukum yakni primer, sekunder dan tersier.
perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Perlindungan hukum bagi pemegang SBSN adalah berdasarkan UU No.19 Tahun 2008 dan berdasarkan perjanjian pinjam meminjam uang antara pemerintah dengan investor.
ABSTRACT
On May 7, 2008 president of the Republic of Indonesia signed the Law No.19 Year 2008 regarding State Islamic Securities (SBSN/SUKUK). This is evidence foe the inclusion of SBSN assets, both in rupiah and foreign currency. Law SBSN based on before of National shariah Board Indonesia Ulema Council No.32/DSN-MUI/IX/2002. Designed to finance the general budget (general purpose finanacing/APBN) by using the type of contract Ijarah (sale and lease back). In this issuance of SBSN is differ form from letter owe the state sold by auction with bookbuilding. Beside that SBSN will can full of needed of portofolio investment shariah finance. And as well as representing one of pay defrayal potency to lessen the burden and risk of state’finance in the future. Fixed pay attention to assorted of relevant aspect. Concidering, history of publication of state obligation (1950) at a period of Governance of President Soekarno experience of to fail default.
In relation to the above condition, hence becoming problem is how arrangement of publication of State Islamic Securities based on Law No.19 Year 2008 about state Islamic securities and also domicile and legal protection for handle of SBSN. This matter none other than to know how big guarantee
This normative legal study analyzes the research problem throught a legal principle approach and refers to the legal norms found in the legislation. To collect the data in this thesis conducted with the research having the character of descriptive analyze. The secondary data used in this study were obtained through library research. As for secondary data obtained library research from consisted of by 3 (three) substance punish namely primary, secondary and tertiary.
The result of this study reveals that the arrangement of publication SBSN law guarantee the SBSN existen and published by government the Republic of Indonesia with publication SBSN/SUKUK. The meaning is the the government guarantee and obliged to pay recompense and nominal value which fall due. The quarantee of government for handle of SBSN obliged to pay recompense by government to investor. The legal protection for handle of SBSN is regarding UU No.19 year 2008 and pursuant to agreement of money loan between of government with investor.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas
rahmad, ridho dan karuniaNYA, dan juga shalawat beriring salam dihaturkan untuk
Nabi Muhammad SAW sehingga tesis dengan judul “Analisis Hukum Terhadap
Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SUKUK) Berdasarkan Undang-Undang No.19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara” dapat diselesaikan dengan baik.
Tesis ini disusun guna memenuhi persyaratan dalam rangka menyelesaikan studi
pada Fakultas Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Berkaitan dengan penelitian
dan penulisan tesis ini, banyak pihak yang berperan dan berpartisipasi sehingga tesis ini
dapat diselesaikan sebagaimana mestinya. Karena itu dengan santun dan tulus hati saya
ucapkan terima kasih kepada yang terhormat: Prof. Dr. Bismar Nasution, SH.,MH, Prof.
Dr. Suhaidi, SH., M.Hum, Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum, yang selalu meluangkan
waktu untukn memberikan arahan, bimbingan, perhatian dan juga memberikan
semangat pada Penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Dan juga kepada Dr. Mahmul
Siregar, SH.,M.Hum, dan juga Dr.Dedi Harianto, SH.,M.Hum, selaku dosen penguji
Disampaikan juga rasa terima kasih yang setulusnya kepada:
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr.Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H,
Msc (CTM), SpA (K) , atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program magister.
2. Dekan Fakuktas Hukum Prof. Dr. Runtung, S.H, M.Hum atas kesempatan menjadi
mahasiswi Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara.
3. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,
Prof.,Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H., dan juga selaku Komisi Pembimbing I atas
arahan dan bimbingan yang diberikan selama penyelesaian tesis dan juga selama
menuntut ilmu pengetahuan di Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Ilmu Hukum
Universitas Sumatera Utara.
4. Seluruh staf pengajar dan seluruh pegawai di Program Magister Ilmu Hukum
Fakultas Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara dan semua pihak yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Dalam kesempatan yang berbahagia ini, Penulis haturkan terima kasih kepada
yang tercinta, teristimewa dan tersayang kepada kedua orang tua, Ibunda Hj.Mahdiana
Tanjung dan juga Ayahanda Drs. H.M. Yunus, R, yang telah melahirkan dan
membesarkan dengan penuh kasih sayang dan segala dukungan, didikan dan
terbalaskan sampai kapanpun. Dan menjadi inspirasi buat Penulis dalam menjalani
kehidupan.
Penulis juga persembahkan buat saudara-saudara terkasih: Abangda Lukmanul
Hakim, SE.M.Si beserta Istri, Kakakanda Yunita Alfiana, S.Psi beserta suami,
Adikanda Putri Rizki Lydia, dan juga Keponakan-keponakan kecil Penulis Neysa Malva
Evelyn dan juga Ahmad Kilby.
Penulis juga berterima kasih kepada teman-teman sejawat di Program Studi Ilmu
Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak menolong dan memotivasi agar
Tesis Penulis dapat selesai. Dian Puspita Sari Siregar, Ya’thi Syahri, Rijaluddin, Dani
Sintara, Abel Zekonia Perangin-angin, Franky Fernandus Purba, Suriani Siagian, dan
seluruh teman-teman yang tidak Penulis sebutkan namanya satu persatu.
Ahir kata, atas segala sesuatu yang telah diberikan pada Penulis semoga
memperoleh balasan yang berlipat ganda dari ALLAH SWT dan semoga tesis ini dapat
bermanfaat bagi semuanya. Amin
Medan, Agustus, 2010 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Nama : Pristika Handayani
Tempat, Tanggal Lahir : Delitua, 07 Januari 1985
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SD Negeri 060927 Medan (1997)
MTS.EX PGA UNIVA Medan (2000)
SMU WALISONGO Semarang (2003)
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (2008)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK………... i
ABSTRACT………..…….. iii
KATA PENGANTAR………. iv
DAFTAR ISI………... vii
BAB I : PENDAHULUAN……….. 1
A.Latar Belakang………... 1
B. Perumusan Masalah……… 13
C. Tujuan Penelitian……… 13
D.Manfaat Penelitian………. 14
E. Keaslian Penelitian………. 14
F. Kerangka Teori dan Konsepsi……… 15
G.Metode Penelitian………. 27
1. Sifat Penelitian……… 28
2. Sumber Data……… 29
3. Teknik Pengumpulan Data………. 30
4. Alat Pengumpulan Data………. 30
BAB II : Pengaturan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN/SUKUK) Berdasarkan Undang-Undang NO.19 Tahun 2008 Mengenai
Surat Berharga Syariah Negara... 32
A.Pengaturan Surat Berharga Syariah Negara... 32
B.Ketentuan dan Syarat Surat Berharga Syariah Negara... 42
C.Bentuk dan Jenis Surat Berharga Syariah Negara... 45
D.Surat Berharga Syariah Negara Adalah Surat Utang Negara... 47
BAB III : Jaminan Pemerintah Bagi Pemegang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN/SUKUK)………...………. 66
A.Mekanisme Transaksi Surat Berharga Syariah Negara………. 66
B.Pihak Pelaksana Dalam Penerbitan SBSN……… 69
C.Jaminan Pemerintah Bagi Pemegang SBSN………. 72
BAB IV : Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Surat Berharga Syariah Negara... 77
A.Peranan Wali Amanat Sebagai Pemegang SBSN... 77
B.Perlindungan Hukum Bagi Pemegang SBSN... 86
BAB V : Kesimpulan dan Saran……….………... 97
A.Kesimpulan……… 97
B.Saran……….. 99
ABSTRAK
Pada tanggal 7 Mei 2008 Pemerintah telah mensahkan Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN/SUKUK), ini adalah merupakan surat berharga Negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Undang-Undang ini merujuk pada Fatwa Dewan Syariah Nasional No.32/DSN-MUI/IX/2002. Penerbitan SBSN ini ditujukan untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara umum dengan menggunakan akad Ijarah. Penerbitan SBSN ini tidak lain merupakan bentuk lain dari Surat Utang Negara yang penerbitan dan penjualannya dengan cara tanpa lelang melalui bookbuilding. Selain itu juga SBSN akan dapat memenuhi kebutuhan portofolio investasi lembaga keuangan syariah. Dan juga merupakan salah satu potensi pembiayaan untuk mengurangi beban dan resiko keuangan Negara di masa yang akan datang. Dengan tetap memperlihatkan berbagai macam pertimbangan dan aspek-aspek terkait, baik aspek negatif maupun aspek positif. Mengingat sejarah penerbitan obligasi Negara di tahun 1950-an pada masa Pemerintahan Presiden Soekarno mengalami gagal bayar.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pengaturan SBSN/SUKUK berdasarkan Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, serta kedudukan dan perlindungan hukum bagi pemegang SBSN. Hal ini tidak lain adalah untuk mengetahui seberapa besar jaminan serta perlindungan hukum atas investasi yang telah ditanamkan dalam bentuk SBSN tersebut.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yaitu dengan melakukan analisis terhadap permasalahan dan penelitian melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Untuk mengumpulkan data dalam tesis ini dilakukan dengan penelitian yang bersifat deskriptif analisis. Penelitian yuridis normatif ini menggunakan data sekunder yang berasal dari penelitian kepustakaan (library research). Adapun data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan terdiri dari 3 (tiga) bahan hukum yakni primer, sekunder dan tersier.
perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Perlindungan hukum bagi pemegang SBSN adalah berdasarkan UU No.19 Tahun 2008 dan berdasarkan perjanjian pinjam meminjam uang antara pemerintah dengan investor.
ABSTRACT
On May 7, 2008 president of the Republic of Indonesia signed the Law No.19 Year 2008 regarding State Islamic Securities (SBSN/SUKUK). This is evidence foe the inclusion of SBSN assets, both in rupiah and foreign currency. Law SBSN based on before of National shariah Board Indonesia Ulema Council No.32/DSN-MUI/IX/2002. Designed to finance the general budget (general purpose finanacing/APBN) by using the type of contract Ijarah (sale and lease back). In this issuance of SBSN is differ form from letter owe the state sold by auction with bookbuilding. Beside that SBSN will can full of needed of portofolio investment shariah finance. And as well as representing one of pay defrayal potency to lessen the burden and risk of state’finance in the future. Fixed pay attention to assorted of relevant aspect. Concidering, history of publication of state obligation (1950) at a period of Governance of President Soekarno experience of to fail default.
In relation to the above condition, hence becoming problem is how arrangement of publication of State Islamic Securities based on Law No.19 Year 2008 about state Islamic securities and also domicile and legal protection for handle of SBSN. This matter none other than to know how big guarantee
This normative legal study analyzes the research problem throught a legal principle approach and refers to the legal norms found in the legislation. To collect the data in this thesis conducted with the research having the character of descriptive analyze. The secondary data used in this study were obtained through library research. As for secondary data obtained library research from consisted of by 3 (three) substance punish namely primary, secondary and tertiary.
The result of this study reveals that the arrangement of publication SBSN law guarantee the SBSN existen and published by government the Republic of Indonesia with publication SBSN/SUKUK. The meaning is the the government guarantee and obliged to pay recompense and nominal value which fall due. The quarantee of government for handle of SBSN obliged to pay recompense by government to investor. The legal protection for handle of SBSN is regarding UU No.19 year 2008 and pursuant to agreement of money loan between of government with investor.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi Indonesia yang diamanatkan oleh konstitusi harus
dilaksanakan dengan segenap potensi yang ada di masyarakat. Pada Pasal 33 ayat (4)
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang telah diamandemen menyebutkan bahwa
“perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan
prinsip kebersamaan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional menyebutkan bahwa “pembangunan harus
diselenggarakan dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip kemandirian.
Pembangunan ekonomi nasional harus diupayakan atas dasar kekuatan sendiri sehingga
pembangunan tersebut dapat terlaksana secara berkelanjutan”.1
Dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur sesuai dengan
cita-cita dan tujuan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia Tahun 1945, maka perlu ditingkatkan kemampuan serta kemandirian untuk
1
melaksanakan pembangunan ekonomi nasional secara berkesinambungan dengan
bertumpu pada kekuatan masyarakat. Selain itu jika diperhatikan tingkat pertumbuhan
serta mobilisasi dana melalui pasar keuangan pada saat ini, sesungguhnya telah
merefleksikan upaya partisipasi masyarakat secara optimal dalam program pembiayaan
pembangunan nasional melalui mekanisme pengelolaan Anggaran Pendapatan Belanja
Negara (APBN).
Keberhasilan pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 ditentukan oleh adanya, (1) kemandirian bangsa untuk melaksanakan pembangunan ekonomi nasional secara berkesinambungan dengan bertumpu pada kekuatan masyarakat, (2) partisipasi masyarakat secara optimal dalam program pembiayaan pembangunan nasional melalui mekanisme pengelolaan Anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) yang dapat diprtanggungjawabkan, (3) kepastian hukum kepada pemodal dan komitmen pemerintah untuk mengelola sektor
keuangan yang transparan, professional, dan bertanggungjawab.2
Sejarah perkembangan industri keuangan syariah yang meliputi perbankan,
asuransi, dan pasar modal pada dasarnya merupakan suatu proses sejarah yang sangat
panjang. Lahirnya Agama Islam sekitar 15 (lima belas) abad yang lalu meletakkan dasar
penerapan prinsip syariah dalam industri keuangan karena di dalam Islam dikenal
kaidah muamalah, yang merupakan kaidah hukum atas hubungan antara manusia, yang
di dalamnya termasuk hubungan perdagangan dalam arti luas. Namun demikian,
perkembangan penerapan prinsip syariah mengalami masa surut selama kurun waktu
yang relatif lama, yaitu pada masa imperium negara-negara Eropa. Pada masa tersebut,
2
negara-negara di Timur Tengah serta negara-negara Islam lain hampir semuanya
menjadi wilayah jajahan negara-negara Eropa.3
Pada awalnya, prinsip syariah Islam diterapkan pada industri perbankan di
Kairo adalah merupakan Negara yang pertama kali mendirikan Bank Islam, sekitar
tahun 1971, dengan nama Nasser Social Bank, yang operasionalnya berdasarkan sistem
bagi hasil (tanpa riba). Berdirinya Nasser Social Bank tersebut kemudian diikuti dengan
berdirinya beberapa bank Islam lainnya, seperti Islamic Development Bank (IDB) dan
The Dubai Islamic pada tahun 1975, Faisal Islamic Bank of Egypt, Faisal Islamic Bank of Sudan, dan Kuwait Finance House tahun 1977.4
Di Indonesia ekonomi syariah mulai dikenal sejak berdirinya Bank Muamalat
Indonesia pada tahun 1991. Selanjutnya ekonomi berbasis syariah di Indonesia
menunjukkan perkembangan yang sangat menggembirakan. Pada dasarnya, sebagai
Negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, sudah menjadi kewajiban bagi
Indonesia untuk menerapkan ekonomi syariah sebagai bukti ketaatan dan ketundukan
masyarakatnya pada Allah SWT dan Rasul-Nya.5
Perkembangan berikutnya adalah dengan dibentuknya Majelis Ulama
Indonesia (MUI) oleh perkumpulan organisasi Islam di Indonesia pada tahun 1975, baik
ulama dari kalangan tradisional maupun kalangan modern mempunyai wakil-wakilnya
3
Adrian sutedi, Segi-Segi Hukum Pasar Modal, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), hlm.57 4
Ibid 5
dalam MUI, dan melalui perhimpunan itu memberikan fatwa-fatwa bersama. Sejak
didirikan pada tahun 1975 hingga sekarang, MUI telah melahirkan fatwa-fatwa yang
telah cukup banyak, meliputi soal upacara keagamaan, pernikahan, kebudayaan, politik,
ilmu pengetahuan, kedokteran dan ekonomi, yang sebagian besar dikumpulkan dalam
Kumpulan fatwa Majelis Ulama Indonesia dan Himpunan fatwa Majelis Ulama
Indonesia.6
Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi
Syariah, yang dimaksud dengan obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka
panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi
syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang
obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi
pada saat jatuh tempo.
Penerbitan pertama obligasi Islam dengan mata uang dolar senilai 600 juta $
(enam ratus juta dolar) telah ditawarkan oleh Malaysia pada tahun 2002. Diikuti dengan
peluncuran 400 juta $ (empat ratus juta dolar) ‘trust sukuk’ dari Islamic Development
Bank pada bulan September 2003. Setelah itu penerbitan sekitar tiga puluh sukuk Negara dan perusahaan telah ditawarkan di Bahrain, Malaysia, Arab Saudi, Qatar, UAE,
UK, Jerman, Pakistan. Di Indonesia pada bulan Maret 2004 Dewan Syariah Nasional
majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) mengeluarkan Fatwa baru tentang obligasi
6
syariah. Lembaga tersebut membolehkan Pemerintah RI maupun
perusahaan-perusahaan bila ingin menerbitkan obligasi syariah dengan skim ijarah.7
Ijarah berarti sewa, jasa atau imbalan8, yaitu akad yang dilakukan atas dasar suatu manfaat dengan imbalan jasa yang merupakan fisik dari komoditas yang
disewakan tetap dalam kepemilikan yang menyewakan dan hanya manfaatnya yang
dialihkan kepada penyewa. Sesuatu yang tidak dapat digunakan tanpa
mengkonsumsinya tidak dapat disewakan, seperti uang, makanan, bahan bakar dan
sebagainya. Hanya aset-aset yang dimiliki oleh yang menyewakan dapat disewakan,
kecuali diperbolehkan sub-lease (menyewakan kembali aset objek sewa yang disewa)
dalam perjanjian yang dizinkan oleh yang menyewakan. 9
Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Merupakan
bagian dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas menumbuhkembangkan
penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan sektor
keuangan pada khususnya. DSN merupakan satu-satunya badan yang mempunyai
kewenangan mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan, produk dan jasa keuangan
syariah serta mengawasi penerapan fatwa dimaksud oleh lembaga keuangan syariah di
Indonesia. Dalam hal penerbitan Sukuk Negara, DSN-MUI mempunyai kewenanangan
7
Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Op Cit, hlm.121 8
Habib Nazir & Muh. Hasan, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan S yari’ah, (Bandung: Kaki Langit, 2004), hal. 246
9
dalam memberikan opini kesesuaian syariah atas rencana penerbitan struktur Sukuk
Negara tertentu yang akan dilakukan oleh pemerintah.
Penerbitan obligasi syariah muncul sehubungan dengan berkembangnya
institusi-institusi keuangan syariah, seperti asuransi syariah, dana pensiun syariah, dan
reksa dana syariah yang membutuhkan alternatif penempatan investasi. Menariknya,
investor obligasi syariah tidak hanya berasal dari institusi-institusi syariah saja, tetapi
juga investor konvensional. Produk syariah dapat dinikmati dan digunakan siapapun,
Sesuai falsafah syariah yang sudah seharusnya memberi manfaat (maslahat) kepada
seluruh semesta alam. Investor konvensional akan tetap bisa berpartisipasi dalam
obligasi syariah, jika dipertimbangkan bisa memberi keuntungan kompetitif, sesuai
profil risikonya, dan juga likuid. Sementara obligasi konvensional, investor base-nya
justru terbatas karena investor syariah tidak bisa ikut ambil bagian di situ. Bagi emiten,
menerbitkan obligasi syariah berarti juga memanfaatkan peluang-peluang tertentu.
Emiten dapat memperoleh sumber pendanaan yang lebih luas, baik investor
konvensional maupun syariah. Selain itu, struktur obligasi syariah yang inovatif juga
memberi peluang untuk memperoleh biaya modal yang kompetitif dan
menguntungkan.10
Dalam rangka memberikan dasar hukum penerbitan instrumen keuangan
berdasarkan prinsip syariah untuk mendukung perkembangan pasar keuangan syariah
10
khususnya di dalam negeri, perlu dilakukan penyusunan Undang-Undang tentang Surat
Berharga Syariah Negara, yang mengatur secara khusus mengenai penerbitan dan
pengelolaan SBSN. SBSN ini merupakan surat berharga dalam mata uang rupiah
maupun valuta asing berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh Negara Republik
Indonesia baik dilaksanakan secara langsung oleh Pemerintah atau melalui Perusahaan
Penerbit SBSN, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap asset SBSN serta wajib
dibayar atau dijamin pembayaran Imbalan dan Nilai Nominalnya oleh Negara Republlik
Indonesia, sesuai dengan ketentuan perjanjian yang mengatur penerbitan SBSN
tersebut.11
Para pelaku pasar Terlepas dari beberapa kepentingan pemerintah untuk
menutupi defisit Anggaran dan Belanja Negara setiap tahunnya melalui penerbitan Surat
Utang Negara (SUN) yang berupa Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang
sekarang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat
Berharga Syariah Negara, yang dianggap perlu dan sangat penting bagi masyarakat saat
ini adalah pengetahuan mengenai pengaturan penerbitan SBSN atau dikenal juga
dengan obligasi syariah atau sukuk dalam ketentuan hukum surat berharga syariah
negara di Indonesia serta tentang kedudukan dan perlindungan hukum bagi para
pemegang SBSN atau sukuk atau juga obligasi syariah. Hal ini tidak lain adalah untuk
11
mengetahui seberapa besar jaminan keamanan serta perlindungan hukum atas investasi
yang telah ditanamkan dalam bentuk obligasi tersebut.
Kepastian hukum bagi dunia usaha merupakan hal yang sangat penting pada
saat ini karena setiap investor pada dasarnya menginginkan keamanan dari investasi
yang telah dilakukannya. Kepastian hukum investasi yang dilakukan para investor atas
komitmen pemerintah untuk memenuhi kewajiban keuangan serta penyelenggaraan
manajemen Surat Utang Negara (SUN) secara lebih transparan, professional dan lebih
bertanggungjawab.
“Bagi dunia usaha yang sering menghadapi banyak tantangan dan resiko, adanya jaminan kepastian hukum amatlah penting. Adanya perangkat perundang-undangan yang jelas, transparan,…. Akan memberikan peluang
bagi siapa saja anggota masyarakat untuk melakukan kegiatan usaha…..”12
Secara umum surat utang negara digolongkan sebagai investasi bebas resiko
(risk free investment). Secara khusus digolongkannya surat utang Negara sebagai
investasi bebas resiko dikaitkan dengan keberadaan penjaminan dari pihak pemerintah
untuk pembayaran kembali pokok beserta bunga dalam hal ini SBSN mengenal adanya
bagi hasil bukan bunga yang termasuk unsur halal dalam syariah Islam pada saat jatuh
tempo. Meskipun merupakan jaminan dari pihak pemerintah, hal itu tidak dapat
disamakan dengan penanggung menurut KUHPerdata tetapi hanya merupakan
12
janji/komitmen dari pemerintah untuk menunaikan kewajiban-kewajibannya yang
berkenaan dengan surat utang Negara.
Ketika munculnya praktik ekonomi syariah di Indonesia pada tahun 1990-an
yang dimulai secara yuridis normatif dengan lahirnya Undang-Undang No.7 Tahun
1992 tentang Perbankan yang mengandung ketentuan bolehnya bank konvensional
beroperasi dengan sistem bagi hasil. Kemudian pada saat bergulirnya era reformasi
timbul amandemen yang melahirkan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang
perbankan yang memuat lebih rinci tentang perbankan syariah di Indonesia, yang
ditandai dengan tumbuh pesatnya bank-bank syariah baru atau cabang-cabang syariah
pada bank konvensional sehingga praktik pelaksanaan keuangan syariah di Indonesia
memerlukan panduan hukum Islam guna mengawal pelaku ekonomi yang sesuai dengan
tuntunan syariat Islam.13
Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip
bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi
masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi
yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam
berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan
menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan
skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem
perbankan yang memiliki kredibilitas yang tinggi dan dapat diminati oleh seluruh
golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.14
Pemerintah Indonesia telah beberapa kali menerbitkan obligasi pemerintah
yang sampai saat ini masih mendapatkan perhatian yang cukup besar dari para investor.
Hal ini terbukti dengan selalu terjadinya oversubscribed15 setiap kali obligasi
pemerintah dijual di pasar perdana. Dilihat dari sisi kepemilikannya, sebagian obligasi
pemerintah saat ini ternyata banyak dimiliki oleh lembaga-lembaga finansial dan hanya
saja yang memiliki oleh investor-investor individual.16
Oleh karena perusahaan Indonesia belum banyak dikenal di pasar global
sehingga pemahaman investor akan resiko masing-masing individu sangat minim.
Pemerintah dalam pasar obligasi akan mendorong investor mengetahui lebih jauh bukan
saja tentang resiko investasi di Indonesia, namun juga resiko beberapa perusahaan di
Indonesia. Dan juga penerbitan obligasi syariah oleh pemerintah meningkatkan comfort
level investor global karena merefleksikan adanya perangkat ketentuan hukum yang pasti. Sebagian investor sampai saat ini masih menunggu adanya dasar hukum yang
kuat untuk obligasi syariah. Terbitnya Surat Utang Negara (SUN) syariah dapat
14
Inggrid Tan, Bisnis dan Investasi Sistem Syariah ‘perbandingan dengan sistem konvensional’, (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2009), hlm.62
15
Indonesia Legal Center Publishing, Kamus Hukum, Cetakan Kedua, (Jakarta: Karya Gemilang, 2008). Oversubcribed (emisi laris) adalah istilah pertanggungan yang menjelaskan emisi saham/obligasi baru dengan lebih banyak pembeli daro pada saham/obligasi yang tersedia. Suatu emisi yang laris atau overbooked, seringkali melonjak harganya begitu saham/obligasinya dipasarkan.
16
dijadikan rujukan perlakuan hukum oleh principle of legal security. Dan juga alasan
yang terahir adalah agar dapat terlihat di pasar global, jumlah obligasi yang diterbitkan
harus cukup signifikan, Misalnya 1 juta dolar AS. Diakui pada level global jumlah
tersebut belum dapat dikatakan besar.17
Obligasi syariah berbeda dengan obligasi konvensional. Semenjak adanya
konvergensi pendapat bahwa bunga adalah riba, maka instrumen-instrumen yang punya
komponen bunga (interest-bearing instruments) ini keluar dari daftar halal. Karena itu,
dimunculkan alternatif yang dinamakan obligasi syariah.18
Terlepas dari beberapa kepentingan Pemerintah untuk menutupi defisit
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara setiap tahunnya melalui penerbitan SBSN
tersebut, yang dianggap perlu dan sangat penting bagi masyarakat saat ini adalah
pengetahuan mengenai pengaturan penerbitan SBSN dalam ketentuan hukum yang
tertuang dalam UU No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara dan juga
adanya Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 118/PMK.08/2008
tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara dengan Cara
Bookbuilding di Pasar Perdana Dalam Negeri serta kedudukan dan perlindungan hukum bagi para pemegang SBSN. Hal ini tidak lain adalah untuk mengetahui seberapa besar
jaminan keamanan serta perlindungan hukum atas investasi yang telah ditanamkan
17
Adrian Sutedi, Aspek Hukum Obligasi dan sukuk, (Jakarta:Sinar Grafika,2009), hlm.97 18
dalam bentuk Surat berharga yang berbasiskan syariah tersebut, karena tidak menutup
kemungkinan kejadian gagal bayar obligasi Negara pada masa pemerintahan Presiden
Soekarno kembali terulang.
Keberadaan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga
Syariah Negara
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tesis dengan mengangkat judul “Analisis Hukum Terhadap Penerbitan Surat Berharga
Syariah Negara (SUKUK) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008
Tentang Surat Berharga Syariah Negara.”
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaturan penerbitan surat berharga syariah Negara dalam ketentuan
hukum di Indonesia berdasarkan undang-undang No.19 tahun 2008 tentang surat
berharga syariah Negara?
2. Bagaimanakah jaminan pemerintah bagi pemegang surat berharga syariah Negara?
C. Tujuan Penelitian
Pada dasarnya tujuan penelitian ini adalah untuk mencari pemahaman yang
benar tentang masalah yang dirumuskan. Maka lebih rinci tujuan penelitian ini dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Penelitian ini dilakukan guna memperoleh informasi secara lebih terperinci mengenai
pengaturan surat berharga syariah negara dalam ketentuan hukum surat utang Negara
di Indonesia.
2. Selain mengenai dasar hukumnya, penelitian ini juga bertujuan untuk memperoleh
gambaran secara mendasar dan juga komprehensif tentunya juga mengenai jaminan
bagi para pemegang surat berharga syariah Negara.
3. Untuk mempelajari, meneliti dan juga untuk menganalisa perlindungan hukum bagi
pemegang Surat Berharga Syariah Negara.
D. Manfaat Penelitian
Ditetapkannya permasalahan-permasalahan yang ada, maka diharapkan akan
membawa sejumlah manfaat yang berguna secara teoritis dan praktis, sehubungan
dengan dengan ini, penelitian ini setidaknya bermanfaat untuk:
1. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini akan dapat membuka wawasan dan
paradigma berpikir dalam memahami, mengerti dan mendalami permasalahan hukum
syariah Negara. Selain itu juga penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
perbandingan bagi penelitian lanjutan dan dapat memperkaya khazanah kepustakaan,
khususnya dalam studi hukum bisnis.
2. Secara praktis, dengan ini diharapkan hasil penelitian ini bisa digunakan oleh
masyarakat agar mulai berpikir mengenai aspek legalitas dan keamanan dari
investasi yang ditanamkan selama ini, khususnya pada obligasi-obligasi milik
pemerintah seperti halnya Surat Berharga Syariah Negara.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi
yang ada penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian
dengan judul Analisis Hukum Terhadap Surat Berharga Syariah Negara (SUKUK)
belum pernah dilakukan sebelumnya. Kalaupun ada beberapa kesamaan dalam
membahas topik tentang obligasi misalnya Penerapan Ketentuan Transparansi Penjualan
Obligasi PTPN III, Prinsip Mudharabah terhadap Obligasi Dalam Pasar Modal Syariah
dan juga analisis hukum terhadap penerbitan Obligasi Negara ritel (ORI). Penelitian
yang telah dilakuakan sebelumnya ini, tentu sangat berbeda dengan penelitian yang
peneliti tulis. Dalam penelitian ini baik pendekatan rumusan masalah maupun
pendekatan topik penelitian, sehingga penulisan penelitian ini dapat dikatakan asli dan
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi, dan satu teori harus diuji dengan mengedepankan pada
fakta-fakta yang dapat menunjukan ketidakbenarannya.19
Kelangsungan perkembangan ilmu hukum senantiasa bergantung pada
unsur-unsur antara lain: metodologi, aktivitas penelitian imajinasi sosial dan juga sangat
ditentukan oleh teori.20
Teori perjanjian (overeenkomst theorie) oleh Thol adalah dasar hukum yang
mengikat antara pemerintah dengan investor (dalam hal ini adalah pemegang SBSN).
Teori ini menyatakan bahwa yang menjadi dasar hukum mengikatnya suatu surat
berharga antara penerbit dan investor adalah suatu perjanjian yang merupakan perbuatan
hukum dua pihak, yaitu penerbit yang menadatangani dan pemegang pertama yang
menerima surat berharga itu. Mengenai hal bahwa jika pemegang pertama mengalihkan
surat itu kepada pemegang berikutnya maka penerbit tetap terikat di dalam perjanjian.21
19
J.J.J.M. Wuisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Azas-Azas (Jakarta: FE UI, 1996), hlm 203, Bandingkan M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: CV Mandar Maju, 1994), hlm 27, yg mnyebutkan bahwa “Teori yang dimaksud disini adalah pejelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetap merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu hukum merupakan suatu penjelasan rasional yang bersesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.”
20
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 1982), hlm.6 21
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Maqasid Al-Syariah
yaitu teori yang dikemukakan oleh Abu Ishaq al-Syathibi, yaitu tujuan akhir hukum
adalah maslahah atau kebaikan dan kesejahteraan manusia. Tidak satu pun hukum Allah
yang tidak mempunyai tujuan. Hukum yang tidak mempunyai tujuan sama dengan
membebankan sesuatu yang tidak dapat dilaksanakan. Hukum-hukum Allah dalam
Alquran mengandung kemaslahatan.22
Teori Maqasid Al-Syariah hanya dapat dilaksanakan oleh pihak pemerintah
dan masyarakat yang mengetahui dan memahami bahwa yang menciptakan manusia
adalah Allah SWT. Demikian juga yang menciptakan hukum-hukum yang termuat
didalam Alquran adalah Allah SWT. Berdasarkan pemahaman tersebut maka akan
muncul kesadaran bahwa Allah SWT yang paling mengetahui berkenaan hukum yang
dibutuhkan oleh manusia, baik yang berhubungan dengan kehidupannya di dunia dan
akhirat. Kesadaran hukum pihak pemerintah dan masyarakat tersebut, akan melahirkan
keyakinan untuk menerapkan hukum Allah, bila menginginkan terwujudnya
kemaslahatan bagi kehidupan manusia.23
22
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm.86 23
Penelitian ini juga menggunakan teori investasi dalam ekonomi Islam yang
dipopulerkan oleh Metwally, bahwa investasi di Negara penganut ekonomi Islam
dipengaruhi oleh tiga faktor sebagai berikut:24
1. Ada sanksi untuk pemegang aset kurang/tidak produktif (hoarding idle assets)
2. Dilarang melakukan berbagai macam bentuk spekulasi dan segala macam judi
3. Tingkat bunga untuk berbagai macam pinjaman adalah nol dan sebagai gantinya
dipakai sistem bagi hasil.
Dari ketiga kriteria tersebut diatas menunjukkan bahwa dalam ekonomi Islam,
tingkat bunga tidak masuk dalam perhitungan investasi. Karena ongkos oportunitas
(opportunity coast) dana untuk tujuan investasi adalah tingkat zakat yang dibayarkan
atas dana tersebut. Dengan kata lain, tabungan yang tidak disalurkan ke investasi nyata,
maka seseorang akan terbebani zakat (seperti yang telah ditentukan oleh syariat
Islam).25
Perkataan obligasi itu sendiri adalah berasal dari bahasa belanda yaitu obligatie
yang secara harfiah yaitu berarti hutang atau kewajiban. Selain itu juga obligasi masih
dalam bahasa belanda dapat pula diartikan suatu hutang (schuldrief). Dalam pengertian
surat hutang ini, obligasi dalam terminologi hukum belanda sering disebut juga dengan
istilah obligasi atau obligatie lening, yaitu yang berarti secarik bukti pinjaman uang
24
Eko Suprayitno, Ekonomi Islam dalam Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), hlm.128
yang dikeluarkan oleh suatu perseroan atau badan hukum lain yang dapat
diperdagangkan dengan cara menyerahkan surat tersebut.
Obligasi merupakan salah satu jenis efek. Di Indonesia yaitu terdapat dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, efek didefinisikan sebagai
berikut:
“efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti hutang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivative dari efek.”
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal tidak memberikan
definisi mengenai obligasi, tetapi pengertian obligasi dapat dikemukakan pada peraturan
perundang-undangan lain yang menyatakan sebagai berikut:
“obligasi ialah bukti hutang emiten yang mengandung janji pembayaran bunga atau janji lain serta pelunasan pokok pinjamannya dilakukan pada tanggal jatuh tempo, sekurang-kurangnya 3 tahun sejak tanggal emisi”.
Kata sukuk, sakk dan sakaik berasal dari bahasa Arab yang jika ditelusuri,
Islam sering digunakan untuk perdagangan internasional di wilayah muslim pada abad
pertengahan, bersamaan dengan kata hawalah (menggambarkan transfer/pengiriman
uang) dan mudharabah (kegiatan bisnis persekutuan). Akan tetapi sejumlah penulis
bahwa kata sakk merupakan kata dari suara latin “cheque” atau “check” yang biasanya
digunakan pada perbankan kontemporer.26
Obligasi syariah atau sukuk menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional
No:32/DSN-MUI/IX/2002 adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan
prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang obligasi syariah yang
mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah
berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh
tempo.27
Tetapi tidak semua emiten dapat menerbitkan obligasi syariah. Untuk
menerbitkan obligasi syariah, beberapa persyaratan berikut harus dipenuhi:28
1. Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi
Fatwa No. 20/DSN-MUI/IV/2001. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah Islam diantaranya adalah: (1) usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang, (2) usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional, (3) usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman haram, (4) usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
2. Peringkat investment grade: (1) memiliki fundamental usaha yang kuat, (2) memiliki
fundamental keuangan yang kuat, (3) memiliki citra yang baik bagi publik.
3. Keuntungan tambahan jika termasuk dalam komponen Jakarta Islamic Index (JII).
26
Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm.136
27
Lihat Dalam Ketentuan Umum Fatwa Dewan Syari’ah Nasional nomor 32/DSN-MUI/IX/2002 Tentang Obligasi Syariah
28
Pada prinsipnya SBSN merupakan bukti atas suatu prestasi dari penerbit
kepada pemegangnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa antara penerbit dan
pemegang SBSN terdapat suatu perikatan.
Suatu hutang (schuld) atau suatu prestasi dapat ditimbulkan dari perikatan apa
saja. Penjual mempunyai kewajiban berprestasi untuk menyerahkan barang yang
dijualnya kepada pembeli. Demikian pula si peminjam uang mempunyai kewajiban
berprestasi untuk mengembalikan jumlah yang dipinjamnya kepada kreditur.
Hubungan antara penerbit dan pemegang SBSN adalah pinjam meminjam
uang. Penerbit meminjam uang kepada pemegang SBSN sehingga timbul kewajiban
dari penerbit untuk mengembalikan uang yang dipinjamkannya kepada pemegang
SBSN. Atas kewajiban atau prestasinya tersebut, penerbit menerbitkan surat yang
disebut surat berharga syariah Negara (SBSN/SUKUK) sebagai bukti atas prestasi yang
wajib dilakukannya.
Perikatan adalah istilah yang digunakan dalam KUHPerdata tetapi didalam
Islam lebih dikenal dengan aqad (akad dalam bahasa Indonesia). Akad adalah pertalian
antara ijab dan kabul yang dibenarkan oleh syara’ yang menimbulkan akibat hukum
terdapat objeknya.29
29
Ikrar merupakan salah satu unsur penting dalam pembentukan akad. Ikrar ini
berupa ijab dan kabul. Ijab adalah suatu pernyataan dari seseorang (pihak pertama)
untuk menawarkan sesuatu. Dan Kabul adalah suatu pernyataan dari seseorang (pihak
kedua) untuk menerima atau mengabulkan tawaran dari pihak pertama. Apabila antara
ijab dan Kabul yang dilakukan oleh kedua pihak saling berhubungan bersesuaian, maka
terjadilah akad antara mereka.30
Dari definisi tersebut dapat diperoleh tiga unsur yang terkandung dalam akad
yaitu sebagai berikut:
Terdapat beberapa akad yang digunakan dalam penerbitan obligasi syariah
yaitu:31
1) Mudharabah (Muqaradhah)/Qiradh adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih yaitu satu pihak sebagai penyedia modal dan pihak lain sebagai penyedia
tenaga dan keahlian, keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan
nisbah yang telah disetujui sebelumnya, sedangkan kerugian yang terjadi akan
ditanggung sepenuhnya oleh pihak penyedia modal, kecuali kerugian disebabkan
oleh kelalaian penyedia tenaga dan keahlian. Adanya obligasi mudharabah antara
lain karena:
30
Wirdyaningsih, Karnaen Perwataatmadja, Gemala Dewi,Yeni Salma Barlinti, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2007),hlm.93
31
a. Bentuk pendanaan yang paling sesuai untuk investasi dalam jumlah besar dan
jangka yang relatif panjang, memungkinkan investor untuk berpartisipasi tanpa
harus terlibat dalam manajemen atau operasional perusahaan.
b. Dapat digunakan untuk pendanaan umum (general financing) seperti pendanaan
modal kerja.
c. Mudharabah memungkinkan percampuran kerja sama antara modal dan jasa (kegiatan usaha) sehingga dimungkinkan tidak memerlukan jaminan (collateral)
atas asset yang spesifik.
d. Telah memiliki pedoman khusus melalui pengesahan fatwa
No.33/DSN-MUI/IX/2002
2) Ijarah adalah akad yang satu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menyewakan hak atas suatu asset kepada pihak lain berdasarkan harga sewa dan
periode sewa yang disepakatin. Berdasarkan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis
Ulama Indonesia Nomor 41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah,
telah ditegaskan beberapa hal mengenai obligasi syariah ijarah, sebagai berikut:
a. Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip
syariah yang dikeluarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi syariah yang
mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi
syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada
b. Obligasi syariah ijarah adalah obligasi syariah berdasarkan akad ijarah dengan
memperhatikan substansi Fatwa dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia Nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.
c. Pemegang Obligasi syariah Ijarah (OSI) dapat bertindak sebagai musta’jir
(penyewa) dan dapat pula bertindak sebagai Mu’jir (pemberi sewa)
d. Emiten dalam kedudukannya sebagai wakil Pemegang OSI dapat menyewa
ataupun menyewa kepada pihak lain dan dapat pula bertindak sebagai penyewa.
3) Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk menggabungkan modal, baik dalam bentuk uang maupun bentuk lainnya dengan
tujuan memperoleh keutungan, yang akan dibagikan sesuai dengan nisbah yang telah
disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian yang timbul akan ditanggung bersama
sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak.
4) Istishna’ adalah akad jual beli asset berupa obyek pembiayaan antara para pihak dimana spesifikasi, cara dan jangka waktu penyerahan, serta harga asset tersebut
ditentukan berdasarkan kesepakatan para pihak.
5) Salam
6) Jenis usaha yang dilakukan emiten (mudharib) tidak boleh bertentangan dengan
syariah dengan memperhatikan substansi Fatwa DSN-MUI Nomor
7) Pendapatan atau hasil investasi yang dibagikan emiten (mudharib) kepada pemegang
obligasi syariah mudharabah (shahibul mal) harus bersih dari unsur non halal
8) Pendapatan atau hasil yang diperoleh pemegang obligasi syariah sesuai akad yang
digunakan
9) Pemindahan kepemilikan obligasi syariah mengikuti akad-akad yang digunakan.
2. Landasan konsepsi
Berikut adalah definisi operasional dan istilah-istilah yang dipakai dalam
penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
a. Surat Berharga Syariah Negara selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut
Sukuk Negara atau obligasi syariah adalah surat berharga negara yang diterbitkan
berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset
SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.32
b. Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa pengakuan utang dalam mata
uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya
oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya.33
c. Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan SBSN baik didalam maupun
di luar negeri untuk pertama kali.34
32
Pasal 1 angka1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara
33
d. Pasar sekunder adalah kegiatan perdagangan SBSN yang telah dijual dipasar perdana
baik di dalam maupun di luar negeri.35
e. Nilai nominal adalah nilai SBSN yang tercantum dalam sertifikat SBSN.36
f. Akad adalah perjanjian tertulis yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.37
g. Emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum
h. Investor adalah pihak pemegang sukuk yang memiliki hak atas imbalan, marjin, nilai
nominal sukuk sesuai partisipasi masing-masing.
i. Bagi hasil (nisbah) adalah pemabgian pendapatan atau keuntungan kepada pemegang
SBSN, pembagiannya hasil keuntungan berdasarkan kesepakatan dan bersifat halal.
j. Resiko adalah kerugian yang timbul apabila target keuntungan investasi tidak sesuai
dengan apa yang direncanakan atau diinginkan.
34
Pasal 1 angka 13 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara
35
Pasal 1 angka 14 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara
36
Pasal 1 angka 15 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara
37
G. Metode Penelitian
Metode penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah
untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi
normatifnya.38
Soerjono Soekanto mengatakan menurut kebiasaaan metode dirumuskan
dengan kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:
1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian
2. Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan
3. Cara tertentu untuk melaksanakan prosedur39
Istilah metode ini berasal dari bahasa Yunani dari kata Methodos yang berarti
cara atau jalan sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode manyangkut cara kerja,
yaitu cara kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang
bersangkutan.40
Metode dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif,
yaitu dengan melakukan analisis terhadap permasalahan dalam penelitian melalui
pendekatan terhadap asas-asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang
terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia.
38
Jhony Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Banyumedia Publishing, 2005), hlm. 4
39
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1984), hlm.5 40
Metode penelitian hukum yang dilakukan dalam penelitian ini dengan
pendekatan kualitatif serta tetap memperhatikan kualitas kedalaman data yang
diperoleh. Dengan demikian data yang akan diperoleh dalam penyusunan tulisan ini
digunakan sebagai pendukung bagi kelengkapan maksud dan tujuan penelitian.
1. Sifat penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, dimana jenis penelitian yang bertujuan
melukiskan permasalahan hukum41 yaitu penelitian ini hanya menggambarkan yang
telah dikemukakan, dengan tujuan untuk membatasi kerangka studi kepada suatu
pemberian, suatu analisis atau suatu klasifikasi tanpa secara langsung bertujuan untuk
menguji hipotesa-hipotesa atau teori-teori.42
2. Sumber Data
Didalam suatu penelitian hukum normatif, data yang diperlukan adalah data
sekunder. Data sekunder tersebut mempunyai ruang lingkup yang sangat luas sehingga
meliputi surat-surat pribadi, buku-buku harian, sampai pada dokumen-dokumen resmi
yang dikeluarkan oleh pemerintah.43 Dari sudut informasi, maka bahan pustaka dapat
dibagi dalam tiga kelompok yaitu sebagai berikut:
a. Bahan hukum primer, bahan-bahan hukum yang mengikat dari sudut norma dasar,
peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan. Dan merupakan landasan
41
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Gramedia, 1997), hlm 16 42
Alvi Syahrin, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Berkelanjutan, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2003), hlm 17
43
utama untuk dipakai dalam rangka penelitian ini, yaitu: Undang-undang Nomor 19
Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara dan peraturan-peraturan lain
yang berkaitan dengan objek penelitian.
b. Bahan hukum sekunder, bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya,
bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar hukum sepanjang
relevan dengan objek telaah penelitian ini.
c. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang bahan yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang
berupa kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan jurnal-jurnal ilmiah.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui
penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau
doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu yang berhubungan
dengan objek telaahan penelitian ini, yang dapat berupa peraturan perundang-undangan,
buku-buku, dan karya ilmiah lainnya.
4. Alat Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data yang dilakukan dengan studi
dokumen. Pada tahap awal pengumpulan data dilakukan inventaris seluruh data dan atau
pengkategorian data-data tersebut berdasarkan rumusan permasalahan yang telah
ditetapkan.
5. Analisis Data
Analisis merupakan hal terpenting dalam suatu penelitian dalam rangka
memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Setelah diperoleh data
sekunder yakni berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum
tersier, maka dilakukan pengklarifikasian data, kemudian data disusun secara sistematis
untuk mempermudah proses analisa. Analisa data dilakukan dengan pendekatan
kualitatif. Selanjutnya ditarik suatu kesimpulan yang bersifat deduktif sebagai jawaban
atas permasalahan.
Analisa data kualitatif ini adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensistematiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan
BAB II
PENGATURAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA (SBSN/SUKUK) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.19 TAHUN 2008 TENTANG SURAT
BERHARGA SYARIAH NEGARA
A.Pengaturan Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara
Untuk menjamin keberadaan SBSN maka pada tanggal 7 Mei 2008 Pemerintah
telah mensahkan Undang-Undang No.19 Tahun 2008 yaitu mengenai Surat Berharga
Syariah Negara (SBSB/SUKUK). Surat Berharga Syariah Negara (SBSN/SUKUK) ini
adalah berupa surat berharga Negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah,
sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah
maupun valuta asing. Dengan merujuk pada Fatwa Dewan Syariah Nasional
No.32/DSN-MUI/IX/2002, yang menyatakan bahwa ”Obligasi Syariah adalah suatu
surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh
Emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar
pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee, serta
membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.”
Dasar pertimbangan Pemerintah pada saat menyusun dan mensahkan UU
tersebut diatas adalah dalam rangka mendukung keberhasilan pembangunan nasional
guna mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera berdasarkan Pancasila
Dalam konteks kemandirian bangsa, potensi yang tersedia di dalam negeri
harus dioptimalkan untuk melaksanakan kegiatan ekonomi dan membiayai kegiatan
pembangunan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pemerintah perlu memberi
peluang untuk meningkatkan akses yang dapat menggali potensi sumber pembiayaan
pembangunan dan memperkuat bisnis pemodal domestik. Pembiayaan tersebut akan
terjamin keamanannya apabila mobilisasi dana masyarakat disertai dengan bekerjanya
sistem keuangan, meliputi sistem perbankan, pasar uang dan pasar modal yang efisien.
Tercapainya keragaman dalam mobilisasi dana dapat menghasilkan sistem keuangan
yang kuat dan memberi alternatif bagi para pemodal (investor).
Perusahaan penerbit SBSN adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan
ketentuan Undang-Undang ini untuk melaksanakan kegiatan penerbitan SBSN. Aset
SBSN ini sendiri adalah objek pembiayaan SBSN dan/atau Barang Milik Negara yang
memiliki nilai ekonomis, berupa tanah dan/ atau bangunan maupun selain tanah dan/
atau bangunan, yang dalam rangka penerbitan SBSN dijadikan sebagai dasar penerbitan
SBSN. Barang Milik Negara ini berupa semua barang yang dibeli atau diperoleh atas
beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya
yang sah.44
Pemegang SBSN akan merasa aman keberadaannya karena pemerintah telah
menjamin hak-hak mereka sebagai investor. Dengan adanya UU yang mengatur
44
penjaminan pembayaran apabila jatuh tempo akan memberikan rasa aman bagi investor
itu sendiri untuk berinvestasi melalui SBSN.
Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara
secara garis besar mengatur mengenai:45
a. Transparansi pengelolaan SBSN dalam kerangka kebijakan fiskal dan kebijakan
pengembangan pasar SBSN dengan mengatur lebih lanjut tujuan penerbitannya dan jenis akad yang digunakan
b. Kewenangan pemerintah untuk menerbitkan SBSN, baik dilakukan secara langsung
oleh pemerintah yang didelegasikan kepada Menteri, ataupun dilaksanakan melalui Perusahaan Penerbit SBSN.
c. Kewenangan Pemerintah untuk menggunakan Barang Milik Negara sebagai dasar
penerbitan SBSN (underlying asset).
d. Kewenangan pemerintah untuk mendirikan dan menetapkan tugas badan hukum
yang akan melaksanakan fungsi sebagai perusahaan penerbitan SBSN
e. Kewenangan wali amanat untuk bertindak mewakili kepentingan pemegang SBSN.
f. Kewenangan Pemerintah untuk membayar semua kewajiban yang timbul dari
penerbitan SBSN, baik yang diterbitkan secara langsung oleh pemerintah maupun melalui perusahaan penerbit SBSN, secara penuh dan tepat waktu sampai berakhirnya kewajiban tersebut.
g. Landasan hukum bagi pengaturan lebih lanjut atas tata cara dan mekanisme
penerbitan SBSN di Pasar perdana maupun perdagangan SBSN di Pasar Sekunder agar pemodal memperoleh kepastian untuk memiliki dan memperdagangkan SBSN secara mudah dan aman.
Selain Undang-Undang No.19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah
Negara yang dijadikan payung hukum oleh investor, khusus mengenai SBSN, Peraturan
Pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.56 Tahun 2008 tentang
Perusahaan Penerbit Surat Berharga Syariah Negara
45
Terkait dengan perusahaan Penerbit SBSN, dalam Pasal 1 angka 2
Undang-Undang No.19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara ditegaskan bahwa
Perusahaan penerbit SBSN adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan ketentuan
undang-undang ini untuk melaksanakan kegiatan penerbit SBSN. Hal ini juga tertuang
dalam Peraturan Pemerintah No.56 Tahun 2008 tentang Perusahaan Penerbit Surat
Berharga Syariah Negara.
SBSN atau Sukuk adalah merupakan suatu instrumen utang piutang tanpa riba
sebagaimana dalam obligasi, dimana sukuk ini diterbitkan berdasarkan suatu aset acuan
yang sesuai dengan prinsip syariah.46
Sukuk adalah istilah dalam bahasa Arab yang digunakan untuk obligasi yang
berdasarkan prinsip syariah. Sukuk dapat pula diartikan dengan Efek Syariah berupa
sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan
yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas:47
1. Kepemilikan aset berwujud tertentu
2. Nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu
3. Kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu.
Adanya Undang-Undang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) adalah suatu
keniscayaan, baik sosiologis maupun yuridis. Ekonomi syariah mengajarkan tegaknya
46
Inggrid Tan, Bisnis dan Investasi Sistem Syariah, (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2009), hlm.119
nilai-nilai keadilan, kejujuran, transparansi, antikorupsi, dan eksploitasi. Artinya, misi
utama ekonomi syariah adalah tegaknya nilai-nilai akhlak moral dalam aktivitas bisnis,
baik individu, perusahaan, ataupun negara serta terwujudnya kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat Indonesia secara adil.48
Beberapa hal yang mendasari lahirnya Undang-Undang No.19 Tahun 2008
tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN/SUKUK), sebagai berikut:49
1. Secara yuridis bahwa kehadiran Undang-Undang Sukuk adalah didasarkan pada
Pancasila dan UUD 1945, jadi penerapan hukum ekonomi syariah di Indonesia
memiliki dasar yang sangat kuat. Ketentuan Pasal 29 ayat (1) dengan tegas
menyatakan bahwa Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, pada dasarnya
mengandung tiga makna yaitu:
a. Negara tidak boleh membuat peraturan perundang-undangan atau melakukan
kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan dasar keimanan kepada Tuhan
Yang Maha Esa
b. Negara berkewajiban membuat peraturan perundang-undangan atau melakukan
kebijakan-kebijakan bagi pelaksanaan wujud rasa keimanan kepada Tuhan Yang
Maha Esa dari segolongan pemeluk agama yang memerlukannya
c. Negara berkewajiban membuat perauran perundang-undangan yang melarang
siapapun melakukan pelecehan terhadap ajaran agama (paham ateisme)
48
Ibid
49
Dalam Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan
untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu. Kata ”menjamin”
sebagaimana termaktub dalam ayat (2) Pasal 29 UUD 1945 tersebut bersifat
”imperatif”, artinya Negara berkewajiban secara aktif melakukan upaya-upaya
agar tiap-tiap penduduk dapat memeluk agama dan beribadah menurut agama dan
kepercayaannya itu.
2. Secara faktual sistem ekonomi syariah melalui perbankan telah terbukti
menunjukkan keunggulannya di masa-masa kritis, khususnya krisis yang diawali
tahun 1997. Ketika semua bank mengalami guncangan hebat dan sebagian besar
dilikuidasi, tetapi bank-bank syariah aman dan selamat dari badai hebat tersebut,
karena sistemnya bagi hasil. Ajaibnya bank syariah dapat berkembang tanpa dibantu
sepeserpun oleh pemerintah. Sementara bank-bank konvensional hanya dapat
bertahan karena memeras dana APBN dalam jumlah ratusan triliun melalui Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia dan bunga obligasi. Hal ini berlangsung sampai detik ini.
Dana APBN itu adalah hak seluruh rakyat Indonesia, tetapi rakyat terpaksa
dikorbankan demi membela bank-bank sistem konvensioanal agar bisa bertahan.
Perbankan syariah tampil sebagai penyelamat ekonomi negara dan bangsa. Maka
sangat tidak logis dan irasional, jika ada pihak yang menolak kehadiran regulasi