• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Sampel

Hasil pemilahan data dari sebanyak 2.822 rumah tangga yang mempunyai anak usia 6 - 11 bulan yang berasal dari 10 provinsi di Sumatera, hanya 1.749 rumah tangga yang memenuhi syarat untuk dianalisis datanya. Sampel yang dianalisis yaitu mempunyai catatan berat lahir dan dilakukan pengukuran berat badan serta panjang badan ketika anak berusia 6 – 11 bulan.

Tabel 3 Karakteristik Responden (Berat Bayi Lahir dan Anak 6 – 11 bulan)

No Peubah n % Rata rata ± SD Minimum-

maksimum

1 Berat Bayi Lahir (gram) - < 2.500 (BBLR) - 2.500 - < 3.000 - 3.000 - < 3.500 - ≥3.500

2 Status Gizi Anak (BB/U) - Buruk

- Kurang - Normal - Lebih

3 Status Gizi Anak (BB/TB) - Sangat Kurus

- Kurus - Normal - Gemuk

4 Status Gizi anak (TB/U) - Sangat Pendek - Pendek - Normal

5 Pemantauan Pertumbuhan - Tidak Pernah

- < 1 - 3 kali - ≥4 kali 6 Penyakit Infeksi

- Tidak Infeksi - Infeksi

83 461 687 518

85 160 1.436 76

281 155 1.016 304

330 177 1.250

146 345 1.266

828 929

4,7 26,4 39,3 29,6

4,6 9,1 81,7 4,3

15,8 8,9 57,9 17,3

18,8 10,1 71,1

8,3 19,6 72,2

47,1 52,9

3.153 ± 505,02

- 0,517± 1,52

0,35 ± 2,719

0,022 ± 3,221

4,62 ± 1,91

1.300 s/d 5.200

-5,6 s/d 5,53

-6,96 s/d 6,28

-5,95 s/d 6,14

0 s/d 11

(2)

Tabel 4 Karakteristik Ibu dan Keluarga

No Peubah n % Rata rata±SD Minimum-

Maksimum 1 Status Gizi Ibu (IMT)

- Kurus - Normal - Gemuk - Obesitas

2 Umur Ibu Saat Hamil

- Risiko (< 20 atau > 35 thn) - Tidak Risiko (20 s/d 35 thn) 3 Pendidikan Ibu (tahun)

- Rendah (< 9 tahun) - Sedang (9 - 12 tahun) - Tinggi (> 12 tahun) 4 Tinggi Badan Ibu

- Risiko ( < 150 cm) - Tidak Risiko (≥150 cm) 5 Pemeriksaan Kehamilan

- < 4 kali - ≥4 kali 6 Paritas

- ≥3 orang - 2 orang - 1 orang 7 Pengeluaran (Rp)

- Kuintil I - Kuintil II - Kuintil III - Kuintil IV - Kuintil V

8 Jumlah Anggota Keluarga - Besar (≥7 orang) - Sedang (5 – 6 orang) - Kecil (≤4 orang) 9 Kebiasan merokok KK

- Merokok - Tidak

150 1.120 164 197

414 1.335

585 480 692

401 1.192

156 1.589

670 474 590

472 431 344 299 203

319 654 784

1.115 121

9,2 68,7 10,1 12,1

23,7 76,3

33,3 27,3 39,4

25,2 74,8

8,9 91,1

38,6 27,3 34,1

27,0 24,6 19,7 17,1 11,6

18,2 37,2 44,6

90.2 9.8

22,69 ± 3,69

27,66 ± 5,98

4,01 ± 1,16

152,69 ± 5,81

2,54 ± 1,76

1.513.150 ± 815.800

5,02 ± 1,71

10 s/d 40

14 s/d 49

0 s/d 16

133 s/d 175

1 s/d 12

188.850 s/d 8.406.400

2 s/d 12

(3)

Prevalensi bayi dengan berat lahir < 2.500 gram (BBLR) yaitu 4,7% dan rata - rata berat bayi lahir 3.153 gram dengan berat lahir paling rendah 1.300 gram dan tertinggi 5.200 gram. Masalah gizi pada anak usia 6 – 11 bulan ; gizi buruk 4,6%, sangat kurus 15,8% dan sangat pendek 18,8%. Masalah gizi akut / wasting yaitu 24,7% (Sangat kurus + kurus), masalah gizi kronis / stunting yaitu 28,9% (Sangat pendek + pendek) dan masalah gizi kurang / underweight yaitu 13,7% (Gizi buruk + kurang). Selain itu terdapat masalah kegemukan pada anak di wilayah Sumatera yaitu 17,3%. Pemantauan pertumbuhan yang dinilai berdasarkan frekuensi penimbangan anak dalam 6 bulan terakhir ternyata 8,3%

tidak pernah ditimbang, penimbangan secara teratur < 80% dan status kesehatan yaitu 52,9% pernah menderita penyakit infeksi (Tabel 3).

Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat rata rata usia ibu pada saat hamil 27,66 tahun dan 23,7% hamil pada usia yang berisiko (< 20 atau > 35 tahun). Rata-rata tinggi badan ibu 152,69 cm dan rata-rata paritas 2,54 serta rata rata ibu berpendidikan tingkat sedang (SMP dan SMA). Sebagian besar ibu hamil pernah memeriksakan kehamilan yaitu 91,1%. Rata rata pengeluaran rumah tangga perkapita setiap bulan Rp 1.513.150,- dengan rata rata jumlah anggota keluarga 5 orang dan 90,2% kepala keluarga (Bapak) mempunyai kebiasaan merokok dalam rumah setiap hari.

Tabel 5 Karakteristik Sanitasi Lingkungan dan Pelayanan Kesehatan

No Peubah n % Rata rata ± SD Minimum-

Maksimum

1 Sanitasi lingkungan - Buruk

- Kurang - Baik 2 Akses Yankes

- Buruk - Kurang - Baik

3 Pemanfaatan Yankes - Buruk

- Kurang - Baik

30 1.158 561

167 1.242 384

359 812 586

1,7 66,2 32,1

9,5 70,7 9,8

20,4 46,2 33,4

22,69 ± 3,69

10,39 ± 1,78

21,95 ± 5,43

11 s/d 52

5 s/d 15

8 s/d 42

(4)

Penilaian terhadap sanitasi lingkungan, akses dan pemanfaatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan beberapa pertanyaan dan kemudian dilakukan skoring. Hasil penilaian dikatakan buruk jika < 60%, kurang jika 60 - 80% dan baik jika > 80% dari total skor yang diperoleh.

Berdasarkan Tabel 5, sanitasi lingkungan tempat tinggal responden dengan rata - rata skor 22,69 (60 – 80% dari skor total) artinya pada kondisi lingkungan kategori tingkat kurang. Akses terhadap pelayanan kesehatan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan sebagian besar masih kurang (70,7% dan 46,2%) serta masih ditemukan akses dan pemanfaatan pelayanan kesehatan yang buruk di wilayah Sumatera yaitu masing - masing 9,5% dan 20,4%.

Berat Bayi Lahir

Berat bayi lahir adalah berat bayi yang baru lahir yang ditimbang dengan timbangan bayi segera saat bayi lahir sampai 24 jam pertama setelah lahir.

Seorang bayi yang sehat dan cukup bulan, pada umumnya mempunyai berat badan lahir 3.000 gram atau lebih. Bayi dikatakan mempunyai berat bayi lahir rendah jika berat lahirnya kurang dari 2.500 gram (Depkes RI 2009).

Tabel 6 Sebaran Anak menurut Berat Bayi Lahir dan Provinsi di Sumatera

No Provinsi

Berat Bayi Lahir (gram)

< 2.500 2.500 - <3.000 3.000 - <3.500 ≥3.500

n % n % n % n %

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

DI Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau

Jambi

Sumatera Selatan Bengkulu

Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau

8 10 19 6 4 5 5 9 14 3

5,0 2,4 5,8 3,9 3,5 3,3 4,3 7,0 13,2 3,9

42 106 68 40 28 60 25 38 33 21

26,1 25,5 20,7 26,0 24,6 40,0 21,7 29,7 31,1 27,3

70 153 134 70 53 53 45 41 32 36

43,5 36,9 40,7 45,5 46,5 35,3 39,1 32,0 30,2 46,8

41 146 108 38 29 32 40 40 27 17

25,5 35,2 32,8 24,7 25,4 21,3 34,8 31,3 25,5 22,1

Total 83 4,7 561 26,4 687 39,3 518 29,6

(5)

Prevalensi bayi lahir dengan berat badan < 2.500 gram (BBLR) paling tinggi di Provinsi Bangka Belitung yaitu 13,2% sedangkan prevalensi BBLR terendah di Provinsi Sumatera Utara yaitu 2,4%. Prevalensi bayi yang lahir dengan berat badan > 3.000 gram paling tinggi di Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Bengkulu. Ada 2 provinsi yang banyak bayi lahir dengan berat badan

< 3.000 gram yaitu Provinsi Sumatera Selatan dan Bangka Belitung (43,3% dan 44,3%) sedangkan di Provinsi Bengkulu paling sedikit bayi yang lahir dengan berat badan < 3.000 gram yaitu 26% (Tabel 6).

Tabel 7 Sebaran Anak menurut Pelayanan Kesehatan, Sanitasi Lingkungan, Kebiasaan Merokok dan Berat Bayi Lahir

No Peubah

Berat Bayi Lahir (gram)

< 2.500 2.500 - <3.000 3.000 - <3.500 ≥3.500

n % n % n % n %

1

2

3

4

Pemeriksaan Kehamilan - Tidak

- Ya

Akses Yankes - Buruk - Kurang - Baik

Sanitasi Lingkungan - Buruk

- Kurang - Baik

Kebiasaan Merokok - Ya

- Tidak

50 33

10 59 14

2 60 21

51 8

32,1 2,1

6,0 4,8 4,0

6,7 5,2 3,7

4,6 6,6

49 412

52 316 93

10 317 134

312 26

31,4 25,9

31,3 25,5 26,9

33,3 27,4 23,9

28,0 21,5

34 650

61 485 141

12 439 236

428 45

21,8 40,9

36,7 39,2 40,0

40,0 37,9 42,1

38,4 37,2

23 494

43 377 98

6 342 170

324 42

14,7 31,1

25,9 30,5 28,3

20,0 29,5 30,3

29,1 34,7

Berdasarkan Tabel 7, pemeriksaan kehamilan terlihat mempunyai perbedaan dalam persentase berat bayi yang dilahirkan. Ibu hamil yang tidak memeriksakan kehamilan mempunyai prevalensi berat bayi lahir < 2.500 gram (BBLR) lebih tinggi dibandingkan ibu hamil yang memeriksakan kehamilan yaitu 32,1% dan 2,1%. Kelompok bayi dengan berat badan ≥2.500 gram lebih banyak

(6)

berasal dari ibu yang pada saat hamil melakukan pemeriksaan kehamilan dibandingkan dengan ibu yang tidak memeriksakan kehamilan.

Akses terhadap pelayanan kesehatan yaitu kemudahan dalam memperoleh/menjangkau pelayanan kesehatan. Kelahiran BBLR paling banyak berasal dari ibu yang tinggal dengan akses terhadap pelayanan kesehatan buruk dan kurang dibandingkan ibu dengan akses pelayanan kesehatan yang baik.

Berdasarkan sanitasi lingkungan terlihat bahwa pada keluarga dengan sanitasi lingkungan yang buruk dan kurang memiliki prevalensi BBLR lebih tinggi dibandingkan keluarga dengan sanitasi baik. Prevalensi bayi lahir dengan berat badan ≥ 3.500 gram kebanyakan berasal dari rumah tangga dengan kepala keluarga yang mempunyai kebiasaan tidak merokok dalam rumah yaitu 34,7%.

Tabel 8 Sebaran Anak menurut Sosio Ekonomi dan Berat Bayi Lahir

No Peubah

Berat Bayi Lahir (gram)

< 2.500 2.500-< 3.000 3.000-<3.500 ≥3.500

n % n % n % n %

1

2

3

4

5

Tingkat Pengeluaran - Kuintil I

- Kuintil II - Kuintil III - Kuintil IV - Kuintil V Tinggi Badan Ibu

- Risiko - Tidak Risiko Pendidikan Ibu

- Rendah - Sedang - Tinggi Umur Ibu

- Risiko - Tidak Risiko Paritas

- Paritas ≥3 orang - Paritas 2 orang - Paritas 1 orang

25 22 14 15 7

28 49

54 13 16

46 37

37 16 30

5,3 5,1 4,1 5,0 3,4

7,0 4,1

9,3 2,7 2,3

11,1 2,8

5,5 3,4 5,1

112 126 89 79 55

106 306

156 141 164

\ 96 365

149 116 191

23,7 29,2 25,9 26,4 27,1

26,6 25,8

26,8 29,5 23,8

23,2 27,3

22,2 24,5 32,4

190 157 128 115 97

158 470

217 187 283

\ 159 528

272 183 229

40,3 36,4 37,2 38,5 47,8

39,6 39,6

37,3 39,1 41,1

38,4 39,6

40,6 38,6 38,8

145 126 113 90 44

107 362

155 137 226

113 405

212 159 140

30,7 29,2 32,8 30,1 21,7

26,8 30,5

26,6 28,7 32,8

\ 27,3 30,3

31,6 33,5 23,7

(7)

Berdasarkan tingkat pengeluaran rumah tangga, semakin tinggi pengeluaran rumah tangga maka semakin rendah prevalensi bayi yang lahir dengan berat badan < 2.500 gram. Ibu dengan tinggi badan risiko (<150 cm) mempunyai prevalensi berat badan lahir < 2.500 gram dan 2.500 - < 3.500 gram lebih tinggi dibandingkan ibu yang tinggi badan tidak risiko. Sebaliknya bayi lahir dengan berat badan ≥3.500 gram prevalensinya lebih tinggi pada kelompok ibu dengan tinggi badan tidak risiko.

Berdasarkan tingkat pendidikan, ibu yang pendidikannya rendah (< 6 tahun) mempunyai prevalensi BBLR paling tinggi yaitu 11,3%. Sebaliknya bayi yang lahir dengan berat badan normal prevalensinya lebih tinggi pada ibu dengan pendidikan yang lebih baik yaitu tingkat pendidikan sedang dan tinggi.

Umur ibu pada saat hamil yang tidak berisiko cenderung melahirkan bayi dengan berat badan normal lebih tinggi dibandingkan ibu yang hamil pada unur risiko. Prevalensi BBLR lebih tinggi pada kelompok ibu yang hamil pada umur risiko (umur < 20 tahun dan > 35 tahun) dibandingkan dengan yang tidak risiko (umur 20 – 35 tahun). Sedangkan berdasarkan tingkat paritas prevalensi bayi lahir dengan berat < 2.500 gram (BBLR) paling rendah pada kelompok ibu paritas dua dan prevalensi bayi yang lahir dengan berat badan ≥3.000 gram paling tinggi pada kelompok paritas ≥3 (Tabel 8).

Status Gizi Anak

Status gizi anak diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan/panjang badan (TB). Variabel berat badan dan panjang badan anak ini disajikan dalam bentuk tiga indikator antropometri, yaitu berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dan tinggi badan menurut umur (TB/U). Untuk menilai status gizi anak maka angka berat badan dan panjang badan serta umur anak dikonversikan ke dalam bentuk nilai standar Z-score dengan menggunakan baku antropometri WHO 2005 dengan menggunakan Program Anthro 2009. Berdasarkan nilai Z score ini ditentukan status gizi balita pada tiap indikator.

(8)

Berat Badan menurut Umur (BB/U)

Indikator berat badan menurut umur (BB/U) memberikan gambaran tentang status gizi yang sifatnya umum dan tidak spesifik. Tinggi rendahnya prevalensi gizi buruk atau gizi buruk dan gizi kurang mengindikasikan ada tidaknya masalah gizi pada balita, tetapi tidak memberikan indikasi apakah masalah gizi tersebut bersifat kronis atau akut. Status gizi indikator BB/U lebih mencerminkan status gizi saat ini. Berat badan menggambarkan massa tubuh (otot dan lemak) yang sangat sensitif terhadap perubahan mendadak, misalnya terserang peyakit infeksi, penurunan nafsu makan atau penurunan jumlah makanan yang dikonsumsi.

Tabel 9 Sebaran Anak menurut Status Gizi berdasarkan Indikator BB/U dan Provinsi di Sumatera

No Provinsi

Status Gizi Anak berdasarkan Indikator BB/U

Buruk Kurang Baik Lebih

n % n % n % n %

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

DI Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau

Jambi

Sumatera Selatan Bengkulu

Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau

12 23 13 9 6 5 2 5 4 1

7,5 5,5 4,0 5,8 5,3 3,3 4,3 1,7 3,9 1,3

21 46 29 12 9 12 9 6 11 5

13,0 11,1 8,8 7,8 7,9 8,0 7,8 4,7 10,4 6,5

124 333 272 123 91 123 100 111 88 71

77,0 80,2 82,7 79,9 79,8 82,0 87,0 86,7 83,0 92,2

4 13 15 10 8 10 4 6 3 0

2,5 3,1 4,6 6,5 7,0 6,7 3,5 4,7 2,8 0

Total 80 4,6 160 9,1 1.436 82,1 73 4,2

Tabel 9 menyajikan prevalensi status gizi anak usia 6 – 11 bulan berdasarkan indikator berat badan menurut umur di 10 provinsi wilayah Sumatera.

Prevalensi gizi buruk tertinggi di Provinsi Daerah Istimewa Aceh yaitu 7,5% dan terendah di Provinsi Kepulauan Riau yaitu 1,3%. Ada 3 provinsi yang mengalami masalah gizi kurang (buruk + kurang) masih diatas prevalensi rata rata yaitu Provinsi DI Aceh, Sumatera Utara dan Bangka Belitung. Ada 5 provinsi yang

(9)

mempunyai anak dengan status gizi normal diatas angka rata rata yaitu Provinsi Kepulauan Riau, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung dan Sumatera Barat.

Prevalensi gizi buruk dan gizi kurang (underweight) hasil penelitian ini adalah 13,7% sedangkan prevalensi nasional 12,9%. Bila dibandingkan dengan target pencapaian program perbaikan gizi pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2015 sebesar 20% dan target Mellinium Develoment Goals (MDGs) untuk Indonesia sebesar 18,5%, maka untuk wilayah Sumatera target - target tersebut sudah tercapai yaitu < 18,5% tetapi masih ada provinsi yang belum mencapai target tersebut yaitu Provinsi DI Aceh dengan prevalensi kurang gizi 20,5%.

Tabel 10 Sebaran Anak menurut Berat Bayi Lahir dan Status Gizi berdasarkan Indikator BB/U

Berat Bayi Lahir (gram)

Status Gizi berdasarkan BB/U

Buruk Kurang Baik Lebih

n % n % n % n %

- < 2.500

- 2.500 - < 3.000 - 3.000 - < 3.500 - ≥3.500

13 24 30 113

15,7 5,2 4,4 2,5

9 55 68 28

10,8 11,9 9,9 5,4

58 365 560 453

69,9 79,2 81,5 87,5

3 17 29 24

3,6 3,7 4,2 4,6

Berdasarkan berat bayi lahir status gizi anak ketika berusia 6 – 11 bulan indikator BB/U prevalensi gizi buruk paling tinggi pada kelompok bayi yang lahir dengan berat badan < 2.500 gram. Prevalensi gizi kurang lebih tinggi pada kelompok anak yang lahir dengan berat badan < 3.000 gram dibandingkan dengan anak yang lahir dengan berat badan ≥3.000 gram. Semakin tinggi berat badan lahir maka semakin tinggi prevalensi status gizi baik pada anak ketika berumur 6 – 11 bulan. Anak gizi buruk yang berasal dari kelompok dengan berat lahir

≥3.500 gram paling sedikit dibandingkan kelompok lain yaitu 2,5%. Hal tersebut menunjukan adanya hubungan antara berat bayi lahir dengan status gizi anak ketika berusia 6 – 11 bulan (Tabel 10).

(10)

Tabel 11 Sebaran Anak menurut Sosio Ekonomi Demografi dan Status Gizi berdasarkan Indikator BB/U

No Peubah

Status Gizi berdasarkan BB/U

Buruk Kurang Baik Lebih

n % n % n % n %

1

2

3

4

Tingkat Pengeluaran - Kuintil I

- Kuintil II - Kuintil III - Kuintil IV - Kuintil V Pendidikan Ibu

- Rendah - Sedang - Tinggi Status Gizi Ibu

- Kurus - Normal - Gemuk - Obesitas Anggota RT

- Besar - Sedang - Kecil

25 21 18 8 8

34 27 19

9 54 8 3

18 26 36

5,3 4,9 5,2 2,7 3,9

5,8 5,6 2,8

6,0 4,8 4,9 1,5

5,7 4,0 4,6

58 38 18 29 17

55 45 60

16 110 11 13

34 65 61

12,3 8,8 5,2 9,7 8,4

9,5 9,4 8.7

10,7 9,8 6,7 6,6

10,8 10,0 7,8

366 355 295 249 171

471 386 579

124 908 137 173

251 530 655

77,5 82,4 85,8 83,3 84,2

80,9 80,8 84,0

82,7 81,1 83.5 87,8

79,4 81,4 83,6

23 17 13 13 7

22 20 31

1 48 8 8

13 30 30

4,9 3,9 3,8 4,3 3,4

3,8 4,2 4,5

0,7 4,3 4,9 4,1

4,1 4.6 3,8

Berdasarkan Tabel 11 di atas, tingkat pengeluaran rumah tangga tidak berhubungan dengan status gizi anak uisa 6 – 11 bulan. Ibu balita dengan pendidikan rendah paling banyak yang menderita gizi buruk dan semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka semakin baik status gizi anaknya hal ini menunjukan adanya hubungan status gizi dengan tingkat pendidikan ibu.

Status gizi ibu yang dinilai berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) berhubungan dengan status gizi anaknya. Hal tersebut terlihat kelompok ibu dengan status gizi kategori kurus mempunyai anak dengan prevalensi gizi buruk dan gizi kurang paling tinggi dan semakin baik status gizi ibu terlihat semakin baik juga status gizi anaknya. Berdasarkan jumlah anggota rumah tangga terlihat prevalensi gizi buruk dan gizi kurang paling tinggi pada kelompok dengan

(11)

anggota rumah tangga besar (≥7 orang) dan semakin sedikit anggota rumah tangga prevalensi anak gizi baik semakin tinggi.

Tabel 12 Sebaran Anak menurut Penyakit Infeksi, Pemantauan Pertumbuhan dan Status Gizi berdasarkan Indikator BB/U

No Peubah

Status Gizi berdasarkan BB/U

Buruk Kurang Baik Lebih

n % n % n % n %

1

2

Penyakit Infeksi - Pernah infeksi - Tidak pernah infeksi Pemantauan pertumbuhan

- Buruk - Kurang - Baik

44 36

24 20 36

4,8 4,4

16,7 5,9 2,8

92 68

24 39 97

9,9 8,3

16,7 11,4 7,7

755 681

93 270 1.073

81,6 82,6

64,6 79,2 84,9

34 39

3 12 58

3,7 4,7

2,1 3,5 4,6

Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa prevalensi gizi buruk dan gizi kurang paling tinggi pada kelompok anak yang pernah menderita penyakit infeksi dalam 12 bulan terakhir sedangkan kelompok anak yang tidak pernah menderita penyakit infeksi mempunyai prevalensi status gizi baik yang lebih tinggi. Hal tersebut menunjukan adanya hubungan antara penyakit infeksi yang pernah diderita dengan status gizi anak.

Pemantauan pertumbuhan dalam 6 bulan terakhir berhubungan dengan status gizi anak hal ini terlihat dari prevalensi gizi buruk 16,7% pada kelompok anak yang tidak pernah ditimbang dan prevalensi tersebut paling tinggi dibandingkan kelompok anak yang pernah menimbang 1 kali atau ≥4 kali dalam 6 bulan terakhir. Pemantauan pertumbuhan dapat mencegah terjadinya penurunan status gizi pada anak karena dengan pemantauan pertumbuhan secara rutin dapat diketahui lebih dini jika ada gangguan dalam pertumbuhan anak. Hasil penelitian menunjukan adanya peningkatan prevalensi anak dengan status gizi baik pada kelompok yang melakukan pemantauan pertumbuhan ≥4 kali dalam 6 bulan terakhir.

(12)

Tabel 13 Sebaran Anak menurut Sanitasi Lingkungan, Pelayanan Kesehatan dan Status Gizi berdasarkan Indikator BB/U

No Peubah

Status Gizi berdasarkan BB/U

Buruk Kurang Baik Lebih

n % n % n % n %

1

2

3

Sanitasi Lingkungan - Buruk

- Kurang - Baik Akses Yankes

- Buruk - Kurang - Baik

Pemanfaatan Yankes - Buruk

- Kurang - Baik

4 64 12

9 58 13

32 36 12

13,3 5,5 2,1

5,4 4,7 3,8

9,0 4,5 2,0

5 110 45

25 110 25

42 72 46

16,7 9,5 8,0

15,1 8,9 7,2

11,6 8,9 7,8

20 940 476

127 1.012 297

269 665 502

66,7 81,2 84,8

76,5 81,8 85,8

75,4 82,2 85,7

1 44 28

5 57 11

14 33 26

3,3 3,8 5,0

3,0 4,6 3,2

3,9 4,1 4,4

Berdasarkan sanitasi lingkungan tempat tinggal responden, prevalensi gizi buruk dan gizi kurang paling tinggi pada kelompok dengan sanitasi lingkungan yang buruk (13,3% dan 16,7%) sebaliknya prevalensi status gizi baik paling tinggi pada kelompok dengan sanitasi lingkungan yang baik yaitu 84,8%. Semakin baik sanitasi lingkungan tempat tinggal maka prevalensi status gizi baik semakin tinggi. Hal tersebut menunjukan adanya hubungan antara sanitasi lingkungan tempat tinggal dengan status gizi anak.

Akses terhadap pelayananan kesehatan berhubungan dengan status gizi anak hal ini dapat dilihat dari prevalensi gizi buruk dan gizi kurang yang semakin meningkat pada kelompok yang mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan kurang dan buruk. Sebaliknya prevalensi status gizi normal semakin meningkat dengan bertambah baiknya akses terhadap pelayanan kesehatan ini berarti dengan kemudahan dalam menjangkau pelayanan kesehatan akan menunjang peningkatan status gizi anak.

Pemanfaatan pelayanan kesehatan juga berhubungan dengan status gizi anak hal ini dapat dilihat dari prevalensi gizi buruk dan gizi kurang yang semakin meningkat pada kelompok yang memanfaatkan pelayanan kesehatan kurang dan

(13)

buruk. Sebaliknya prevalensi status gizi normal semakin meningkat dengan bertambah baiknya tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan ini berarti dengan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia akan mencegah terjadinya penurunan status gizi anak (Tabel 13).

Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Indikator BB/TB menggambarkan status gizi yang sifatnya akut sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung dalam waktu yang singkat. Pada kondisi dengan adanya penyakit infeksi dan kurang gizi berat badan anak akan cepat turun sehingga tidak proporsional lagi dengan tinggi badannya sehingga anak menjadi kurus. Indikator BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menyatakan status gizi karena BB/TB dapat memberikan gambaran proporsi berat badan relatif terhadap tinggi badan sehingga indeks ini dijadikan indikator kekurusan dan kegemukan. Salah satu indikator untuk menentukan anak yang harus dirawat dalam manajemen gizi buruk adalah indikator sangat kurus yaitu anak dengan nilai Z-score < -3,0 SD.

Tabel 14 Sebaran Anak menurut Status Gizi berdasarkan Indikator BB/TB dan Provinsi di Sumatera

No Provinsi

Status Gizi Anak berdasarkan Indikator BB/TB Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk

n % n % n % n %

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

DI Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau

Jambi

Sumatera Selatan Bengkulu

Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau

30 91 43 30 16 24 10 13 9 10

18,6 22,0 13,1 19,5 14,0 16,0 8,7 10,2 8,5 13,0

15 44 37 12 6 12 5 11 7 6

9,3 10,6 11,2 7,8 5,3 8,0 4,3 8,6 6,6 7,8

83 210 207 74 75 87 76 78 77 49

51,6 50,7 62,9 48,1 65,8 58,0 66,1 60,9 72,6 63,6

33 69 42 38 17 27 24 26 13 12

20,5 16,7 12,8 24,7 14,9 18,0 20,9 20,3 12,3 15,6

Total 276 15,8 155 8,9 1.016 58,1 301 17,2

(14)

Tabel 14 menyajikan prevalensi status gizi anak usia 6 – 11 bulan berdasarkan indikator berat badan menurut tinggi badan di 10 provinsi wilayah Sumatera. Prevalensi sangat kurus tertinggi di Provinsi Sumatera Utara yaitu 22%

dan terendah di Provinsi Bangka Belitung yaitu 8,5%. Ada 9 provinsi yang mengalami masalah gizi kronis (sangat kurus + kurus) merupakan masalah sangat kritis (> 15%) yaitu Provinsi Sumatera Utara, Riau, DI Aceh, Sumatera Selatan, Jambi, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Bangka Belitung dan Lampung.

Hasil penelitian ini secara keseluruhan di wilayah Sumatera prevalensi wasting (sangat kurus + kurus) pada anak uia 6 - 11 bulan adalah 24,7%

sedangkan prevalensi nasional 15,4%. Hal ini menunjukan bahwa masalah kurus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang kritis karena sesuai dengan kriteria yang ditetapkan WHO (2005), dikatakan masalah kesehatan kritis jika prevalensi wasting > 15%, 10 – 14,9% masalah serius dan > 5% mengidikasikan adanya masalah kesehatan masyarakat.

Tabel 15 Sebaran Anak menurut Berat Bayi Lahir dan Status Gizi berdasarkan Indikator BB/TB

Berat Bayi Lahir (gram)

Status Gizi berdasarkan BB/TB

Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk

n % n % n % n %

- < 2.500

- 2.500 - < 3.000 - 3.000 - < 3.500 - ≥3.500

19 88 111 58

22,9 19,1 16,2 11,2

7 47 57 44

8,4 10,2 8,3 8,0

39 259 402 316

47,0 56,2 58,6 61,0

18 67 116 100

21,7 14,5 16,9 19,3

Tabel 15 di atas menunjukan bahwa prevalensi status gizi sangat kurus paling tinggi pada kelompok anak yang lahir dengan berat badan < 2.500 gram (BBLR) sedangkan status gizi kurus paling tinggi pada kelompok anak dengan berat lahir 2.500 - < 3.000 gram. Semakin baik berat badan pada waktu lahir maka prevalensi status gizi normal semakin meningkat. Masalah wasting (sangat kurus + kurus) paling tinggi prevalensinya pada kelompok anak dengan berat lahir <

2.500 gram yaitu 31,2%. Selain itu prevalensi gizi lebih paling tinggi pada kelompok anak yang lahir dengan berat badan < 2.500 gram yaitu 21,7%.

(15)

Tabel 16 Sebaran Anak menurut Sosio Ekonomi Demografi dan Status Gizi berdasarkan Indikator BB/TB

No Peubah

Status Gizi berdasarkan BB/TB

Sgt Kurus Kurus Normal Gemuk

n % n % n % n %

1

2

3

4

Tingkat Pengeluaran - Kuintil I

- Kuintil II - Kuintil III - Kuintil IV - Kuintil V Pendidikan Ibu

- Rendah - Sedang - Tinggi Status Gizi Ibu

- Kurus - Normal - Gemuk - Obesitas Anggota Keluarga

- Besar - Sedang - Kecil

67 78 55 42 34

93 87 96

33 186 20 21

57 94 125

14,2 18,1 16,0 14,1 16,7

16,0 18,2 13,9

22,0 16,6 12,2 10,7

18,0 14,4 16,0

46 44 28 21 16

60 47 48

16 104 16 12

28 60 67

9,7 10,2 8,1 7,0 7,9

10,3 9,9 7,0

10,7 9,3 9,8 6,1

8,9 9,2 8,6

284 225 204 183 120

320 268 428

80 641 97 131

176 377 463

60,2 52,2 59,3 61,4 59,1

55,0 56,2 62,1

53,3 57,3 59,1 66,5

55,7 57,9 59,3

75 84 57 52 33

109 75 117

21 168 31 33

55 120 126

19,9 19,5 16,6 17,4 16,3

18,7 15,7 17,0

14,0 16,8 18,9 16,8

17,4 18,4 16,1

Berdasarkan tingkat pengeluaran rumah tangga tidak terlihat perbedaan prevalensi status gizi indikator BB/TB antara rumah tangga pada semua kuintil.

Hal tersebut dimungkinkan karena pengeluaran yang dihitung adalah pengeluaran total artinya tingkat pengeluaran yang tinggi belum tentu untuk keperluan makanan.

Menurut tingkat pendidikan ibu prevalensi sangat kurus paling tinggi pada kelompok ibu dengan tingkat pendidikan sedang (9 - 12 tahun) dan prevalensi kurus paling tinggi pada kelompok ibu berpendidikan rendah (< 9 tahun).

Semakin baik tingkat pendidikan ibu semakin baik juga status gizi anak, hal ini ditunjukan dengan meningkatnya prevalensi anak gizi normal pada kelompok ibu dengan tingkat pendidikan tinggi dibandingkan ibu dengan tingkat pendidikan rendah dan sedang.

(16)

Status gizi ibu yang dinilai berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) berhubungan dengan status gizi anaknya. Hal tersebut terbukti dengan semakin baik status gizi ibu prevalensi status gizi normal pada anak semakin meningkat.

Prevalensi sangat kurus dan kurus paling tinggi pada kelompok ibu dengan IMT

< 18. Berdasarkan jumlah anggota keluarga prevalensi sangat kurus paling tinggi pada kelompok rumah tangga dengan anggota rumah tangga yang lebih banyak tetapi prevalensi kurus paling banyak pada kelompok dengan anggota rumah tangga sedang. Hal tersebut menunjukan bahwa tidak ada hubungan secara langsung jumlah anggota kelurga dengan status gizi anak (Tabel 16).

Tabel 17 Sebaran Anak menurut Penyakit Infeksi, Pemantauan Pertumbuhan dan Status Gizi berdasarkan Indikator BB/TB

No Peubah

Status Gizi berdasarkan BB/TB

Sgt Kurus Kurus Normal Gemuk

n % n % n % n %

1

2

Penyakit Infeksi - Pernah infeksi - Tidak pernah

Pemantauan pertumbuhan - Buruk

- Kurang - Baik

156 120

52 78 146

16,9 14,6

36,1 22,9 11,6

73 82

20 40 95

7,9 10,0

13,9 11,7 7,5

552 464

52 162 802

59,7 56,3

36,2 47,5 63,5

143 158

20 61 220

15,5 19,2

13,9 17,9 17,4

Berdasarkan Tabel 17 di atas, dapat dilihat bahwa anak dengan status gizi sangat kurus prevalensinya lebih tinggi pada kelompok anak yang pernah menderita penyakit infeksi dalam 12 bulan terakhir dibandingkan dengan anak yang tidak pernah menderita infeksi. Kelompok anak yang tidak pernah menderita penyakit infeksi mempunyai prevalensi status gizi normal lebih tinggi dibandingkan anak yang pernah menderita penyakit infeksi.

Pemantauan pertumbuhan secara rutin berhubungan dengan peningkatan status gizi anak. Hal tersebut terlihat dari anak yang tidak pernah ditimbang dalam 6 bulan terakhir mempunyai prevalensi status gizi sangat kurus dan kurus lebih tinggi jika dibandingkan dengan anak yang rutin dilakukan pemantauan

(17)

pertumbuhannya. Adanya peningkatan prevalensi anak dengan status gizi normal pada kelompok dengan pemantauan pertumbuhan baik (≥4 kali dalam 6 bulan terakhir). Pemantauan pertumbuhan dapat mendeteksi lebih dini jika ada tanda tanda masalah gizi yang dihadapi anak sehingga dapat dilakukan perbaikan dengan cepat.

Tabel 18 Sebaran Anak menurut Sanitasi Lingkungan, Pelayanan Kesehatan dan Status Gizi berdasarkan Indikator BB/TB

No Peubah

Status Gizi berdasarkan BB/TB

Sgt Kurus Kurus Normal Gemuk

n % n % N % n %

1

2

3

Sanitasi Lingkungan - Buruk

- Kurang - Baik Akses Yankes

- Buruk - Kurang - Baik

Pemanfaatan Yankes - Buruk

- Kurang - Baik

9 185 82

29 197 50

72 132 72

30,0 16,0 14,6

17,5 15,9 14,5

20,2 16,4 12,3

1 109 45

17 107 31

38 69 48

3,3 9,4 8,0

10,2 8,7 9,0

10,6 8,6 8,2

17 664 335

90 720 206

181 470 365

56,7 57,3 59,8

54,2 58,3 59,5

50,7 58,3 62,4

3 200 98

30 212 59

66 135 100

10,0 17,3 17,5

18,1 17,2 17,1

18,5 16,7 17,1

Berdasarkan sanitasi lingkungan tempat tinggal responden terlihat prevalensi tertinggi status gizi sangat kurus pada kelompok dengan sanitasi lingkungan yang buruk dan prevalensi tertinggi status gizi kurus pada kelompok dengan sanitasi kurang. Adanya peningkatan prevalensi status gizi normal seiring dengan perbaikan sanitasi lingkungan.

Akses terhadap pelayanan kesehatan berhubungan dengan status gizi anak hal ini dapat dilihat dari prevalensi status gizi sangat kurus dan kurus yang semakin meningkat pada kelompok yang mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan kurang dan buruk. Sebaliknya prevalensi status gizi normal semakin meningkat dengan bertambah baiknya akses terhadap pelayanan kesehatan ini berarti dengan kemudahan dalam menjangkau pelayanan kesehatan akan menunjang peningkatan status gizi anak.

(18)

Pemanfaatan pelayananan kesehatan juga berhubungan dengan status gizi anak hal ini dapat dilihat dari prevalensi status gizi sangat kurus dan kurus yang semakin meningkat pada kelompok yang kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan. Sebaliknya prevalensi status gizi normal semakin meningkat dengan bertambah baiknya tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan ini berarti dengan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia akan mencegah terjadinya penurunan status gizi anak (Tabel 18).

Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)

Status gizi berdasarkan indikator tinggi badan / panjang badan menurut umur (TB/U) merupakan gambaran status gizi dalam jangka waktu yang lama (kronis), artinya muncul sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama seperti kemiskinan, perilaku, pola asuh yang tidak tepat, sering menderita penyakit secara berulang karena hygiene dan sanitasi yang kurang baik. Indeks TB/U mengambarkan pertumbuhan skletal yang dalam keadaan normal berjalan seiring dengan pertambahan umur (Riyadi 2003).

Tabel 19 Sebaran Anak menurut Status Gizi berdasarkan Indikator TB/U dan Provinsi di Sumatera

No Provinsi

Status Gizi berdasarkan TB/U Sangat Pendek Pendek Normal

n % n % n %

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

DI Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau

Jambi

Sumatera Selatan Bengkulu

Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau

40 85 41 38 22 20 25 27 19 11

24,8 20,5 12,5 24,7 19,3 13,3 21,7 21,1 17,9 14,4

16 34 35 11 12 17 17 11 10 13

9,9 8,2 10,6 7,1 10,5 11,3 14,8 8,6 9,4 16,9

105 296 253 105 80 113 73 90 77 53

65,2 71,3 76,9 68,2 70.2 75,3 63,5 70.3 72,6 68,8

Total 328 18,8 176 10,1 1.245 71,2

(19)

Tabel 19 menyajikan prevalensi status gizi anak usia 6 – 11 bulan berdasarkan indikator panjang badan menurut umur di 10 provinsi wilayah Sumatera. Prevalensi sangat pendek tertinggi di Provinsi DI Aceh dan terendah di Provinsi Sumatera Barat. Masalah gizi kronis (sangat pendek + pendek) masih diatas angka rata rata yaitu di Provinsi DI Aceh, Riau, Jambi, Bengkulu dan Kepulauan Riau. Masalah pendek pada anak usia 6 – 11 bulan masih tinggi yaitu 28,9%. Namun jika dibandingkan dengan prevalensi pendek anak usia 6 – 11 bulan masih dibawah angka nasional yaitu 34,2%.

Tabel 20 Sebaran Anak menurut Berat Bayi Lahir dan Status Gizi berdasarkan Indikator TB/U

Berat Bayi Lahir (gram)

Status Gizi berdasarkan TB/U

Sangat Pendek Pendek Normal

n % n % n %

- < 2.500

- 2.500 - < 3.000 - 3.000 - < 3.500 - ≥3.500

26 87 124 91

31,3 18,9 18,0 17,0

6 55 70 45

7,2 11,9 10,2 8,7

51 319 493 382

61,4 69,2 71,8 73,7

Berdasarkan Tabel 20 di atas, prevalensi sangat pendek paling tinggi pada kelompok anak anak yang lahir dengan berat badan < 2.500 gram (31,3%

tetapi prevalensi pendek paling tinggi pada kelompok anak dengan berat lahir 2.500 – < 3.000 gram (11,9%). Adanya peningkatan prevalensi status gizi normal sesuai dengan peningkatan berat bayi lahir. Kelompok anak yang lahir dengan berat badan ≥3.500 gram setelah berusia 6 – 11 bulan mempunyai prevalensi sangat pendek paling sedikit dibandingkan kelompok yang lahir dengan berat <

3.500 gram.

(20)

Tabel 21 Sebaran Anak menurut Sosio Ekonomi Demografi dan Status Gizi berdasarkan Indikator TB/U

No Peubah

Status Gizi berdasarkan TB/U Sangat Pendek Pendek Normal

n % n % n %

1

2

3

4

Tingkat Pengeluaran - Kuintil I

- Kuintil II - Kuintil III - Kuintil IV - Kuintil V Pendidikan Ibu

- Rendah - Sedang - Tinggi Status Gizi Ibu

- Kurus - Normal - Gemuk - Obesitas

Jumlah anggota keluarga - Besar

- Sedang - Kecil

91 88 64 51 34

127 88 113

26 221 25 28

56 133 139

19,3 20,4 18,6 17,1 16,7

21,8 18,4 16,4

17,3 19,7 15,2 14,2

17,7 20,4 17,8

45 37 48 28 18

50 51 75

13 108 18 26

35 54 87

9,5 8,6 14,0 9,4 8,9

8,6 10,7 10,9

8,7 9,6 11,0 13,2

11,1 8,3 11,1

336 306 232 220 151

405 339 501

111 791 121 143

225 464 556

71,2 71,0 67,4 73,6 74,4

69,6 70,9 72,2

74,0 70,6 73,8 72,6

71,2 71,3 71,1

Berdasarkan Tabel 21, dapat dilihat ada perbedaan prevalensi status gizi sangat kurus pada kelompok dengan tingkat pengeluaran rumah tangga dan terjadi penurunan dengan bertambah baiknya pendapatan/pengeluaran. Hal tersebut dimungkinkan karena dalam jangka waktu yang lama pengeluaran akan mempengaruhi jenis dan macam bahan makanan yang dipilih dan disesuaikan dengan ketersediaan uang.

Menurut tingkat pendidikan ibu prevalensi sangat kurus paling tinggi pada kelompok ibu dengan tingkat pendidikan rendah (< 6 tahun). Semakin baik tingkat pendidikan ibu semakin baik juga status gizi anak, hal ini ditunjukan dengan meningkatnya prevalensi gizi normal pada kelompok ibu dengan tingkat pendidikan tinggi dibandingkan ibu dengan tingkat pendidikan rendah dan sedang.

(21)

Status gizi ibu yang dinilai berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) terlihat prevalensi masalah gizi kronis pada kelompok ibu dengan status gizi normal paling tinggi. Hal tersebut menunjukan tidak ada hubungan antara status gizi ibu dengan status gizi anaknya. Berdasarkan jumlah anggota keluarga prevalensi sangat pendek paling tinggi pada kelompok rumah tangga dengan anggota rumah tangga 4 - 6 orang (20,4%) dan prevalensi kurus paling banyak pada kelompok dengan anggota rumah tangga kecil dan besar yaitu 11,1%.

Berdasarkan Tabel 22 di atas, dapat diihat bahwa anak dengan status gizi sangat pendek prevalensinya lebih tinggi pada kelompok anak yang pernah menderita penyakit infeksi dalam 12 bulan terakhir sedangkan prevalensi status gizi normal tidak ada perbedaan antara kelompok anak yang pernah menderita penyakit infeksi maupun yang tidak pernah menderita infeksi.

Tabel 22 Sebaran Anak menurut Penyakit Infeksi, Pemantauan Pertumbuhan dan Status Gizi berdasarkan Indikator TB/U

No Peubah

Status Gizi berdasarkan TB/U Sangat Pendek Pendek Normal

n % n % n %

1

2

Penyakit Infeksi - Pernah infeksi - Tidak pernah

Pemantauan pertumbuhan - Buruk

- Kurang - Baik

166 162

31 77 220

19,7 17,9

21,5 22,6 17,4

99 77

18 55 33

9,3 10,7

12,5 7,3 10,5

660 585

99 239 911

71,0 71,4

66,0 70,1 72,1

Pemantauan pertumbuhan berhubungan dengan peningkatan status gizi anak karena dengan memantau pertumbuhan anak dapat dideteksi secara dini jika ada kelainan gizi pada anak. Hasil penelitian terlihat anak yang tidak pernah ditimbang dalam 6 bulan terakhir mempunyai prevalensi masalah gizi kronis (sangat pendek + pendek) lebih tinggi jika dibandingkan dengan anak yang dilakukan pemantauan pertumbuhan secara rutin. Adanya peningkatan prevalensi anak dengan status gizi normal pada kelompok dengan pemantauan pertumbuhan

≥4 kali dalam 6 bulan terakhir.

Gambar

Tabel 4 Karakteristik Ibu dan Keluarga
Tabel 12 Sebaran Anak menurut Penyakit Infeksi, Pemantauan Pertumbuhan dan Status Gizi berdasarkan Indikator BB/U
Gambar 2 Besaran Masalah Gizi di Sumatera berdasarkan Indikatot BB/U, BB/TB dan TB/U

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian kualitatif analisis data yang telah diperoleh akan diproses untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan atas permasalahan yang muncul,sehigga data

Core Stability Exercise merupakan salah satu metode latihan untuk meningkatkan keseimbangan dinamis yang bertujuan untuk mengaktifkan core muscle dan global muscle

 Merupakan bagian akhir suatu tulisan ilmiah yang diperoleh dari hasil analisis dan pembahasan atau hasil uji hipotesis tentang fenomena yang diteliti,.  Kesimpulan bukan

Dalam penelitian ini penulis sudah dapat merancang sebuah produk Katalog Buku Ruang Kerja Budaya (RKB) Sudarmoko yang berjumlah 369 judul. Katalog ini dibuat sesuai

Berdasarkan hasil pengamatan umur 7 bulan dari 9 aksesi jahe merah yang ditanam, menunjukkan adanya keragaman dalam beberapa parameter yang diamati seperti tinggi

Variabel pengamatan yang diamati meliputi karakter pertumbuhan (bentuk daun, tepi daun, ujung daun, pangkal daun, tulang daun, duduk daun, permukaan daun muda dan tua

Dalam hal ini akan digunakan metode fuzzy Mamdani dalam memprediksi jumlah pendapatan berdasarkan jumlah omset, harga emas dan kurs pada Pegadaian Syariah Cabang

Walaupun usahawan bumiputera mempunyai keupayaan tinggi dalam aspek pengurusan, jika ditinjau dengan lebih mendalam lagi kajian ini mendapati usahawan Bumiputera mempunyai