• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN REFUNGSIONALISASI STRUKTUR LAHAN PASCA TAMBANG DI KABUPATEN KONAWE UTARA, KABUPATEN KOLAKA DAN KABUPATEN KONAWE SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN REFUNGSIONALISASI STRUKTUR LAHAN PASCA TAMBANG DI KABUPATEN KONAWE UTARA, KABUPATEN KOLAKA DAN KABUPATEN KONAWE SELATAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN REFUNGSIONALISASI STRUKTUR LAHAN PASCA TAMBANG DI

KABUPATEN KONAWE UTARA, KABUPATEN KOLAKA DAN KABUPATEN

KONAWE SELATAN

Fitriani Amin1), Salahuddin2), Erwin Anshari2), Ahmad Hidayat2) Fitra Saleh2), Nurhayu Malik2)

1)

Universitas Muhammadiyah Kendari 2)

Universitas Haluoleo Kendari

e-mail:

fitrianiamin@ymail.com, salahuddin.saleh16@gmail.com

Abstract

Mining activities have power that can lead huge change in environment, thus it needs comprehensive management plan from the initial stage to post-mining. One of the ways to tackle the problem in carrying out refinancing land structure is land evaluation and determination of suitable landuse. This research aims to know post-mining land condition, map post-mining land capability class and provide the suggestion for post-mining suitable landuse in North Konawe District, Kolaka District, and South Konawe District. The result shows that none of mining area in those districts reaches the end of mine limited. Total open land area in each district are 2.400,6 acre in North Konawe District, 1.215,28 acre in Kolaka District, and 3.686,27 acre in South Konawe District. Land capability classes in post-mining areas are dominated by land capability class VIII, with permeability and drainage as limiting factors. Land with land capability class VIII, in general is not suitable to be used as an agricultural area so that it needs more intensive treatment.

Keywords:Post-mining, land capability, suitable landuse

Abstrak

Kegiatan pertambangan mempunyai daya ubah lingkungan yang cukup besar, sehingga memerlukan perencanaan total yang matang sejak tahap awal sampai pasca tambang. Salah satu cara untuk mengatasi kendala dalam melakukan refungsionalisasi struktur lahan melalui evaluasi kemampuan dan arahan penggunaan lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi lahan pasca tambang, memetakan kelas kemampuan lahan pasca tambang serta untuk menentukan arahan penggunaan lahan pasca tambang di Kabupaten Konawe Utara, Kolaka dan Konawe Selatan. Hasilnya menunjukan bahwa tambang yang berlokasi di kabupaten Kolaka, Konawe Selatan, dan Konawe Utara belum ada yang mencapai umur akhir tambang (mine limited) dengan masing-masing luas bukaan yaitu 2.400,6 Ha, 1.215,28 Ha dan 3.686,27 Ha. Kelas Kemampuan lahan diwilayah bekas tambang didominasi oleh kelas kemampuan lahan VIII, dengan satu faktor pembatas yang secara menyeluruh mendominasi yakni permeabilitas dan drainase. Lahan dengan kelas kemampuan lahan VIII pada umumnya merupakan kawasan atau daerah yang tidak cocok dijadikan sebagai kawasan pertanian sehingga dibutuhkan usaha yang lebih intensif.

Kata Kunci: Pasca tambang, kemampuan lahan, arahan penggunaan lahan

PENDAHULUAN

Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi yang masuk ke dalam koridor 4, yaitu Koridor Ekonomi Sulawesi - Maluku Utara dalam kerangka Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

sebagai Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan Nasional (Suseno dan Endang, 2012). Di samping itu, Sulawesi Tenggara diarahkan pula untuk menjadi kawasan pusat industri pertambangan nasional, mengingat wilayah ini memiliki berbagai sumber daya bahan galian yang cukup

(2)

beragam, memiliki sumber daya yang cukup besar dan memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki potensi sumber daya mineral logam dan nonlogam seperti nikel, emas, aspal yang tersebar di berbagai lokasi seperti Kolaka Utara, Konawe Utara, Konawe Selatan, Bombana dan di Pulau Buton, akan tetapi pengelolaannya belum optimal.

Industri pertambangan dianggap sebagai kegiatan yang paling sering membuat kerusakan lingkungan. Pertambangan dianggap sebagai aktivitas yang tertua di dunia setelah pertanian. Aktivitas pertambangan memberikan kontribusi yang signifikan bagi masyarakat sipil. Pesatnya perkembangan industri pertambangan memiliki dampak yang besar pada lingkungan ekologi lokal dan lingkungan hidup warga. Pembukaan lahan tambang yang terjadi tidak hanya meninggalkan pengaruh secara keruangan, tetapi juga pada sector perekonomian wilayah . Aktivitas penambangan dapat memberikan dampak dari segi lingkungan seperti perubahan vegetasi, topografi, dan lainnya. Apabila tidak dimanfaatkan kembali (reklamasi), maka akan berdampak buruk bagi daerah sekitar aktivitas penambangan. Pada Tahun 2012 pemerintah daerah telah mengeluarkan izin usaha pertambangan sebanyak 44 IUP, yaitu 12 IUP tahap eksploitasi dan 32 IUP tahap eksplorasi.

Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan usaha yang kompleks dan sangat rumit, syarat risiko merupakan kegiatan usaha jangka panjang, melibatkan teknologi tinggi, padat modal, dan aturan regulasi yang dikeluarkan dari beberapa sector (Atlin dan Gibson, 2016 dalam Rahayu, 2018). Selain itu, kegiatan pertambangan mempunyai daya ubah lingkungan yang besar, sehingga memerlukan perencanaan total yang matang sejak tahap awal sampai pasca tambang.

Mengingat hal tersebut perlu adanya kegiatan reklamasi dan pasca tambang. Reklamasi dan pasca tambang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan pertambangan, sehingga pertambangan dalam hal ini dapat disimpulkan bukan hanya kegiatan gali muat angkut namun harus pula pengembalian lahan sebagaimana peruntukan, untuk lebih jauh mengenai reklamasi dan pasca tambang. Menurut UU No. 4/2009 tentang

Pertambangan Mineral dan Batubara disebutkan bahwa reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Adapun kegiatan pasca tambang didefinisikan sebagai kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir dari sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan. Tujuannya, untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi local di seluruh wilayah penambangan.

Kondisi lahan bekas tambang yang terlantar akan dapat mengurangi pendapatan pemerintah daerah, sehingga dapat berdampak pula terhadap menurunnya kemampuan daerah dalam memberikan pelayanan lingkungan. Selain itu adanya lahan terlantar dapat menimbulkan konflik horizontal karena dapat dimungkinkan ada pihak yang mencoba melakukan penyeborotan terhadap lahan terlantar tersebut.

Perencanaan pengembangan

sumberdaya lahan (Land Resource Development

Planning) penting dalam menjamin kelestarian

pemanfaatan sumberdaya lahan masa kini dan masa yang akan dating (Siraz dkk, 2013). Proses evaluasi lahan dalam perencanaan tataguna lahan perlu dilakukan karena menjadi dasar dalam pengambilan kebijakan tentang penggunaan lahan dan penataan ruang. Hasil evaluasi lahan diharapkan mendukung perencanaan tataguna lahan yang rasional sehingga lahan dapat digunakan secara optimal (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2015). Melihat kondisi fisik lahan bekas tambang menjadikan tidak semua jenis penggunaan lahan dapat diterapkan pada lahan pasca tambang, Sehingga perlu adanya analisa terhadap jenis kegiatan pemanfaatan apa saja yang dapat digunakan pada lahan pasca tambang pada daerah Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Kolaka dan Kabupaten Konawe Selatan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan secara spasial kuantitatif yaitu dengan panelitian yang dilakukan secara spasial dan analisis

(3)

laboratorium dengan memaksimalkan seluruh data dan informasi (primer dan sekunder) terkait masalah lahan pasca tambang di Kabupaten

Konawe Utara, Kolaka dan Konawe Selatan.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu peta RBI, peta RTRW, peta geologi, peta lereng, peta penggunaan lahan (existing), citra satelit, kondisi iklim wilayah kegiatan, peta geologi, peta land system dan peta jenis tanah. Sedangkan alat yang digunakan yaitu bor tanah, GPS, dan software analisis data spasial

Tahap Pengolahan dan Analisis Data

 Re-Intrepretasi Citra Satelit Penginderaan Jauh; Melakukan interpretasi data citra penginderaan jauh khususnya data penggunaan lahan dan luas bukaan lahan tambang.

 Reproduksi Peta dan Data Sekunder; Tahap ini bertujuan untuk mengekstraksi informasi dan data-data sekunder sehingga

bisa dianalisis lebih lanjut. Kegiatan ini berupa, registrasi, retrifikasi dan digitasipeta-peta tematik, data teks dan data tabular.

 Analisis Labaratorium

Analisis yang digunakan pada analisis laboratorium yaitu analisis pengamatan sampel tanah yang telah diambil kemudian diamati dalam laboratorium untuk menentukan tekstur tanah.

 Analisis Kemampuan Lahan

Pengolahan data dari semua parameter yang digunakan meliputi pencocokan (matching) sesuai dengan klasifikasi yang digunakan. Hasil dari pencocokan (matching) ini akan menunjukan kondisi lahan yang memiliki nilai kemampuan yang berbeda (Arsyad, 2000). Berikut ini kriteria klasifikasi kemampuan lahan pada tabel 1.

Tabel 1. Kriteria kemampuan Lahan

No Faktor Kelas Kemampuan

I II III IV V VI VII VII

1 Tekstur tanah (t) t2/t3 t1/t4 t1/t4 (*) (*) (*) (*) t5 2 Lereng permukaan (%) i0 i1 i2 i3 (*) i4 i5 i6 3 Drainase d0/d1 d2 d3 d4 (**) (*) (*) (*) 4 Kedalaman efektif K0 K0 K1 K4 (*) K3 (*) (*) 5 Kedalaman Erosi E0 E1 E1 e2 (*) e3 e4 (*) 6 Batuan tersingkap b0 b0 b0 b1 b2 (*) (*) b3

7 Bahan kasar diatas permukaan b0 b0 b0 b1 b2 (*) (*) b3

8 Banjir O0 O1 O2 O3 O4 (*) (*) (*)

9 Permeabilitas P2,P3 P2,P3 P2,P3,P4 P2,P3 P1 (*) (*) P5

(*) = Dapat mempunyai sembarang sifat factor penghambat dari kelas yang lebih rendah

 Analisis Location Quotion (LQ)

Metode LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi geografi. Analisis ini digunakan untuk menunjukkan lokasi pemusatan/basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan dari PDRB ditiap kabupaten yang menjadi pemacu pertumbuhan. Metode LQ digunakan untuk mengkaji kondisi perekonomian, mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian. Sehingga nilai LQ yang sering digunakan untuk penentuan sektor basis dapat dikatakan sebagai sektor yang

akan mendorong tumbuhnya atau berkembangnya sektor lain serta berdampak pada penciptaan lapangan kerja. Untuk mendapatkan nilai LQ menggunakan metode yang mengacu pada formula yang dikemukakan oleh Bendavid-Val dalam Kuncoro(2004) sebagai berikut:

Di mana:

PDRBK,I = PDRB sektor i

PDRBK = Total PDRB di wilayah tertentu pada tahun tertentu.

(4)

PDRBKS,I = PDRB sektor i di Kota i pada tahun tertentu.

PDRBKS = Total PDRB di Kota i pada tahun Tertentu

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penggunaan Lahan

Berdasarkan hasil interpretasi citra satelit luas penggunaan lahan bukaan tambang di Wilayah kajian yaitu 7.302,15 Ha. Kabupaten Konawe

Utara meruapakan wilayah dengan luas bukaan tambang terluas yaitu 3.686,27 Ha atau 0,815% dari penggunaan lahan diwilayahnya, diikuti oleh Kabupaten Kolaka seluas 2.400,6 Ha atau 0,793%. Sedangkan Kabupaten Konawe Selatan seluas 1.215,28 Ha atau 0,289%. Berikut hasil

(5)

analisis penggunaan lahan di Kabupaten Kolaka, Konawe Selatan dan Kabupaten Konawe Utara. Tabel 2. Penggunaan lahan eksisting tahun 2019

No Penggunaan Lahan Kolaka Konawe Selatan Konawe Utara Total (Ha)

Ha % Ha % Ha %

1 Badan Air 302,72 0,1 1.112,99 0,265 1.957,67 0,433 3.373,38

2 Bandara 119,68 0,040 59,42 0,014 179,1

3 Belukar 1.9097 6,306 88.466,87 21,052 47.653,38 10,541 155.217,3

4 Belukar Rawa 18,56 0,006 10942,08 2,604 15,27 0,003 10975,91

5 Hutan Lahan Kering Primer 9.093,73 3,003 8.868,97 2,110 29.118,76 6,441 47.081,46 6 Hutan Lahan Kering Sekunder 139.508 46,068 112.468,1 26,763 308.409 68,218 56.0385,1

7 Hutan Mangrove Primer 11,97 0,004 13,32 0,003 551 0,122 576,29

8 Hutan Mangrove Sekunder 581,78 0,192 11.383,95 2,709 4769,04 1,055 16.734,77

9 Hutan Rawa Sekunder 315,37 0,075 315,37

10 Hutan Tanaman 282,13 0,067 19,7 0,004 301,83

11 Pemukiman 4.949,29 1,634 6.699,65 1,594 733 0,162 12.381,94

12 Perkebunan 12.825,62 4,235 553,45 0,132 6.219,56 1,376 19.598,63

13 Pertambangan 2400,6 0,793 1.215,28 0,289 3.686,27 0,815 7.302,15

14 Pertanian Lahan Kering 19.191,23 6,337 9.475,35 2,255 3.671,46 0,812 32.338,04 15 Pertanian Lahan Kering Campur 69.452,17 22,934 48.123,85 11,452 29.068,09 6,430 146.644,1 16 Savanna/ Padang rumput 2.634,21 0,870 10.185,36 2,424 4.848,09 1,072 17.667,66

17 Sawah 7.568,5 2,499 10.3049,5 24,522 5.358,42 1,185 115.976,4

18 Tambak 4.603,51 1,520 3.950,43 0,940 1.484,31 0,328 10.038,25

19 Tanah Terbuka 10.471,39 3,458 2.296,66 0,547 4.529,9 1,002 17.297,95

20 Transmigrasi 773,67 0,184 773,67

Total 302.830 42.0236,4 452.092,9 117.5159

Kondisi Lahan Pasca Tambang

Kegiatan penambangan bijih nikel di Kabupaten Kolaka, Konawe Selatan, dan Konawe Utara menggunakan sistem tambang terbuka (surfacemine) dengan metode open pit ataupun open cut/cash. Berdasarkan informasi dari Dinas Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Sulawesi Tenggara, Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dimiliki oleh perusahaan khususnya yang berlokasi di Kabupaten Kolaka, Konawe Selatan, dan Konawe Utara belum ada yang mencapai umur akhir tambang (minelimited). Beberapa diantaranya ada yang masa IUP operasi produksinya telah habis, namun kemudian diperpanjang kembali sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Terdapat juga beberapa perusahaan yang memang sampai saat ini belum melakukan kegiatan penambangan

kembali karena terkendala administrasi ataupun masalah teknis di lapangan. Selain itu, berdasarkan hasil survei langsung di lapangan, beberapa perusahaan tambang di Kabupaten Kolaka, Konawe Utara, dan Konawe Selatan sudah melaksanakan kegiatan reklamasi untuk blok-blok tambang yang telah habis sumberdaya/cadangannya (mine out) sesuai dengan rencana reklamasi perusahaan yang telah dibuat.

Kemampuan Lahan

Berdasarkan hasil survei lapangan dan analisis contoh tanah pada masing-masing satuan lahan di laboratorium, kemudian dilakukan penilaian dengan kriteria klasifikasi kemampuan lahan, maka diperoleh hasil kelas kemampuan lahan di Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Kolaka, dan Kabupaten

(6)

Konawe Utara didominasi oleh kelas kemampuan lahan VIII, dengan satu faktor pembatas yang secara menyeluruh mendominasi yakni permeabilitas dan satu pembatas lagi yakni drainase pada sampel Kolaka 1.

Lahan dengan kelas kemampuan lahan VIII pada umumnya merupakan kawasan atau daerah yang tidak cocok dijadikan sebagai kawasan pertanian intensif karena faktor

pembatas yang dimiliki tidak dapat dikontrol secara maksimal. Kawasan dengan kelas kemampuan lahan VIII lebih diarahkan menjadi kawasan cagar alam atau dijadikan kawasan hutan lindung serta sebagai kawasan pariwisata atau tempat rekreasi sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh kawasan tersebut. Adapun hasil analisis secara terperinci dapat dilihat penjelasannya pada tabel 3 :

Tabel 3. Hasil analisis kelas kemampuan lahan Kode Faktor Pembatas

Kelas Kemampuan Lahan Sub-Kelas Kemampuan Lahan

Divisi Sub Divisi

Konsel Permeabilitas VIII VIII-P Lahan dapat

digarap/diolah

Hutan Lindung, Cagar Alam

Konut Permeabilitas VIII VIII-P Lahan dapat

digarap/diolah

Hutan Lindung, Cagar Alam Kolaka Permeabilitas

Drainase VIII VIII-Pd

Lahan dapat digarap/diolah

Hutan Lindung, Cagar Alam

Sektor Basis Daerah

Pada tahun 2018, perekonomian Kabupaten Kolaka secara umum mengalami pertumbuhan sebesar 6,68 % dibandingkan tahun sebelumnya. Jika dibandingkan dengan tahun 2017, perekonomian kabupaten Kolaka mengalami penurunan pertumbuhan yang signifikan jika dibandingkan pada tahun 2016 yang mencapai 10,40 %. Pertumbuhan tersebut dikarenakan penurunan produksi pertambangan dan penggalian yang mendominasi PDRB Kabupaten Kolaka mengalami penurunan sebesar 11,55 %, namun tetap menjadi sektor basis dengan nilai LQ 2,44. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor Industri Pengolahan 8,34 % dan menjadi basis sektor dengan nilai LQ 1,60. Sedangkan Struktur perekonomian sebagian besar masyarakat di Kabupaten Konawe Utara masih terletak pada sektor primer yaitu sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sehingga menjadi leadingsector bagi Kabupaten Konawe Utara dengan nilai LQ 1,65.

Analisis LQ untuk sektor basis di Kabupaten Konawe Selatan adalah sektor lapangan usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan dengan nilai 1,10; Pertambangan dan

Penggalian dengan nilai 1,06; serta Transportasi dan Pergudangan yaitu nilai 4,37.

Skenario Arahan Penggunaan Lahan

Kabupaten Kolaka

Berdasarkan PDRB kabupaten Kolaka yang menjadi sektor basis yaitu kegiatan pertambangan dan industri pengolahan. Sedangkan berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah untuk tahun 2019-2039 daerah pertambangan saat ini diproyeksikan sebagaimana dijelaskan pada tabel 4.

Rencana Refungsionalisasi Lahan Pasca Tambang:

1. Pemberian perlakuan khusus terhadap lahan pascatambang sebagai Hutan Produksi, Hutan Produksi Terbatas, Hutan Lindung,dan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Perkebunan dan Hortikultura. Pemberian perlakuan khusus terhadap tanah pucuk (top soil) pada area disposal, penataan lahan bekas tambang (recontouring) dan penghamparan top soil, pengaturan drainase dan penanaman

(7)

2. Lahan pasca tambang dapat digunakan sebagai kawasan permukiman dan perumahan.

Kabupaten Konawe Selatan

Berdasarkan PDRB kabupaten Konawe Selatan yang menjadi sector basis yaitu

Pertanian, kehutanan, dan Perikanan. Sedangkan berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah untuk tahun 2019-2039 daerah pertambangan saat ini diproyeksikan pada tabel 6.

Tabel 4. Rencana penggunaan lahan pada lokasi pertambangan berdasarkan RTRW

No Penggunaan Lahan Persentase Luas Lahan

1. Hutan Produksi yang dapat dikonversi 13,8

2. Hutan produksi terbatas 22,71

3. Hutan produksi tetap 3,41

4. Kawasan Hortikultura 0,64

5. Kawasan Perkebunan 0,60

6. Kawasan Permukiman Perdesaan 0,36

7. Kawasan Permukimaan Perkotaan 2,17

8. Kawasan Pertambangan 53,4

9. Kawasan Sempadan Pantai 0,95

10. Kawasan Sempadan Sungai 0,59

11. Kawasan Tanaman Pangan 1,3

12 Sungai 0,09

Tabel 6

Rencana Penggunaan Lahan Pada Lokasi Bukaan Tambang

No Penggunaan Lahan Presentase Luas Lahan

1. Kawasan Pemukiman Pedesaan 4,61

2. Pengembalaan Ternak 0,48

3. Perkebunan 29,14

4. Pertanian Lahan Basah 0,06

5. Kawasan Pertambangan 65,71

Rencana Refungsionalisasi Lahan Pasca Tambang yakni menjadikan lahan pascatambang sebagai lahan perkebunan rakyat. Skenario ini dilakukan karena lahan pascatambang berada pada kawasan Area Penggunaan Lain (APL) dalam fungsi ruang wilayah yang terdapat di Kabupaten Konawe Utara. Selain itu, dalam perhitungan LQ terindikasi bahwa wilayah ini memiliki potensi untuk perkebunan.

Pemanfaatan lahan pascatambang harus memperhatikan kondisi topografi yang ditinggalkan pasca bukaan kawasan, terutama kemiringan lereng untuk meminimalkan terjadinya laju erosi yang tidak terkendali. Umumnya kawasan pasca tambang akan meninggalkan lubang bukaan yang cukup besar dengan masing-masing tingkat kemiringan yang berbeda-beda. Selain hal tersebut, akan

berdampak pada tingkat erosivitas tanah serta permeabilitas tanah.

Oleh sebab itu, perlu perlakuan khusus terhadap jenis tanaman yang akan ditanam pada kawasan tersebut. Model tanaman yang dibuat didalamnya terdapat beberapa jenis tanaman dengan fungsi yang berbeda-beda, antara lain sebagai berikut :

1. Tanaman pokok, tanaman penghasil kayu. Jenis yang dipilih dapat disesuaikan dengan kondisi tanah atau tanaman lokal pada kawasan tersebut, misalnya tanaman jati (Tectonagrandis), sengon dan sebagainya. 2. Tanaman sisipan, tanaman MPTS (Multi

PurposeTrees System). Jenis tanaman yang

dipilih dapat berupa mangga (Mangifera

sp), mete (Anacardiumocidentale), pete (Parkiaspeciosa), dan sebagainya.

3. Tanaman semusim/palawija, jenis tanaman penghasil pangan dengan umur pendek.

(8)

Jenis tanaman yang akan dipilih sesuai dengan yang telah dibudidayakan oleh masyarakat yakni jagung, kacang-kacangan, singkong dan tanaman berumur pendek lainnya.

KESIMPULAN

1. Lahan tambang khususnya yang berlokasi di kabupaten Kolaka, Konawe Selatan, dan Konawe Utara belum ada yang mencapai umur akhir tambang

(minelimited). Luas bukaan tambang

Kabupaten Konawe Utara yaitu seluas 3.686,27 Ha, Kabupaten Kolaka seluas 2.400,6 Ha dan Kabupaten Konawe Selatan seluas 1.215,28 Ha.

2. Kemampuan lahan bekas tambang di Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Kolaka, dan Kabupaten Konawe Utara didominasi oleh kelas kemampuan lahan VIII, dengan satu faktor pembatas yang secara menyeluruh mendominasi yakni permeabilitas dan drainase. Lahan dengan kelas kemampuan lahan VIII pada umumnya merupakan kawasan atau daerah yang tidak cocok dijadikan sebagai kawasan pertanian intensif.

3. Arahan penggunaan lahan pasca tambang yaitu didasarkan pada PDRB dan Rencana Tata Ruang dan Wilayah masing – masing kabupaten. Kabupaten Kolaka dengan sektor basis berupa pertambangan dan industry pengolahan, arahan refungsionalisasi lahan berupa hutan produksi, Hutan Produksi terbatas, Hutan Lindung dan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Perkebunan dan Hortikultura. Pemanfaatn lainya berupa Kawasan permukiman dan perumahan. Kabupaten Konawe Selatan berdasarkan sektor yaitu pertanian, kehutanan, dan perikanan. Berdasarkan RTRW Kabupaten Konawe Selatan daerah lahan pascatambang dapat difungsikan sebagai Hutan Produksi, Produksi Terbastas, Hutan Lindung, Kawasan Perkebunan dan hortikultura. Selain itu dapat pula dimanfaatkan sebagai

lahan perkebunan rakyat. Untuk Kabupaten Konawe Utara yang menjadi sektor basis yaitu pertanian, kehutanan, perikanan, dan jasa kesehatan dan kegiatan sosial. Berdasarkan RTRW Kabupaten Konawa Utara yaitu menjadikan lahan pascatambang sebagai lahan perkebunan rakyat.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. UPT Produksi Media Informasi. Lembaga Sumberdaya Informasi. Institut Pertanian Bogor, IPB Press, Bogor.

Baja, S. 2012. Perencanaan Tata Guna Lahan

dalam Pengembangan Wilayah,

Pendekatan Spasial dan Aplikasinya.

Penerbit Andi. Yogyakarta.

Hardjowigeno, S dan Widiatmaka, 2015.

Evaluasi Kesesuian Lahan dan

Perencanaan Tataguna Lahan. Edisi

Pertama, Cetakan Ketiga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Kiding, M.A., 2016, Kondisi Sifat Fisik dan

Kimia Tanah pada Bekas Tambang Nikkel Serta Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Trengguli dan Mahoni,

Jurnal Hutan Tropis 4(2): 207 – 2017.

Rahayu, W., 2018, Perencanaan Lahan Bekas

Tambang untuk Mendukung

Perkembangan Wilayah Sekitar

Tambang di PT. Indocement Tunggal

Prakarsa TBK Unit Cireureup

Kabupaten Bogor, Sekolah Pasca

Sarjana Institut Pertanian Bogor: Bogor. Siraz, M.T., Baba, B. dan Iskandar, 2013,

Prediksi Perubahan Tutupan Lahan dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009, Pertambangan

Mineral dan Batu Bara, 12 Januari

2009, Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor.4,Jakarta.

Gambar

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal penjualan kembali Unit Penyertaan REKSA DANA BNP PARIBAS OMEGA dilakukan oleh Pemegang Unit Penyertaan melalui media elektronik, maka Formulir Penjualan Kembali

Untung  Susi  dan  Sopir  Taksinya  tidak  mengalami  luka  yang  cukup  parah.  Sopir  Taksi  itu 

ABSTRAK : - Dalam rangka efektivitas pelaksanaan pemberlakuan dan pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Kawat Baja Beton Pratekan untuk

Berdasarkan simpulan pada penelitian ini, dapat disarankan bagi Institusi kesehatan (Dinas kesehatan, rumah sakit) agar mensosialisasikan faktor risiko PJK pada

18 225370 RAJA NOR AMINAH RAJA IBRAHIM (EXAM KHAS) BKAF3083 TEORI DAN AMALAN PERAKAUNAN J FATHILATUL ZAKIMI ABDUL HAMID 1.. 19 225697 NOR AMIRA GHAZALI (EXAM KHAS) BKAF3083

Proses Purex digunakan dengan hasil yang sangat baik terutama untuk bahan bakar nuklir berbasis uranium, sedangkan proses Thorex memberikan kemapanan dalam pengolahan

Adanya penurunan abnormal return pada periode pengamatan 1 (satu) hari dan 3 (tiga) hari menunjukkan bahwa pasar bereaksi negatif pada saat sebelum peristiwa

Bingkai Akibat/kesan - laporan peristiwa, isu atau masalah dari segi akibat ia ada pada seseorang individu, kumpulan, parti, institusi atau negara; melaporkan kerosakan atau