• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lamtoro atau yang sering disebut petai cina, atau petai selong adalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. Lamtoro atau yang sering disebut petai cina, atau petai selong adalah"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

4 2.1 Lamtoro (Leucaena leucocephala)

Lamtoro atau yang sering disebut petai cina, atau petai selong adalah sejenis perdu dari famili Fabaceae (Leguminoseae, polong-polongan), yang kerap digunakan dalam penghijauan lahan atau pencegahan erosi. Lamtoro berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah, di mana tanaman ini tumbuh menyebar luas. Penjajah Spanyol membawa biji-bijinya dari Meksiko ke Filipina di akhir abad XVI dan dari tempat ini mulailah lamtoro menyebar luas ke berbagai bagian dunia dan ditanam sebagai peneduh tanaman kopi, penghasil kayu bakar, serta sumber pakan ternak. Lamtoro mudah beradaptasi di berbagai daerah tropis seperti Asia dan Afrika termasuk pula di Indonesia (Riefqi, 2014).

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Lamtoro (L. leucocephala)

Menurut Ajo (2009) tanaman lamtoro memiliki klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae Kelas : Magnoliopsida Ordo : Fabales Famili : Fabaceae Genus : Leucaena

▸ Baca selengkapnya: teknik menipiskan rambut dengan menggunakan ujung gunting dan arah gerakannya ke luar disebut

(2)

2.1.2 Morfologi Tanaman Lamtoro (L. leucocephala)

Tanaman lamtoro memiliki morfologi akar yang sangat kokoh, karena akar tunggangnya menembus kuat ke dalam tanah sehingga pohon tidak mudah tumbang oleh tiupan angin. Pohon lamtoro mempunyai batang yang kuat, sehingga tidak mudah patah. Warna batang coklat kemerahan sehingga menarik untuk dipandang. Batang pohon lamtoro dalam waktu satu tahun dapat mencapai garis tengah 10-15 cm. Daun lamtoro berbentuk simetris, dengan tipe daun majemuk ganda dan daun berwarna hijau (Gambar 2.1). Buah lamtoro berbentuk polong dalam tandan. Dalam tiap-tiap tandan buah dapat mencapai 20-30 buah polong, sedangkan dalam satu polongnya dapat mencapai 15-30 biji. Batang tandan berbentuk besar dan agak pendek. Bijinya berbentuk lonjong dan pipih, jika sudah tua biji tersebut berwarna coklat kehitaman (Riefqi, 2014).

Gambar 2.1

Morfologi Tanaman Lamtoro Sumber : Ajo, 2009.

(3)

Lamtoro menyukai iklim tropis yang hangat (suhu harian 25-30°C), ketinggian di atas 1000 m dpl dapat menghambat pertumbuhan. Tanaman ini tumbuh baik di wilayah dengan kisaran curah hujan 650-3.000 mm pertahun. 2.2 Kaliandra (Calliandra calothyrsus)

Kaliandra merupakan jenis yang unik dalam familinya karena penggunaannya yang luas secara internasional sebagai pohon serbaguna untuk wanatani. Jenis ini secara alami terdapat di Meksiko dan Amerika Tengah. Pada tahun 1936 benih tanaman ini dikirimkan dari Guatemala Selatan ke Jawa, dari Jawa jenis ini kemudian diperkenalkan ke berbagai pulau lainnya di Indonesia (Benih, 2011). Tanaman ini berbunga sepanjang tahun pada sebaran alaminya, tetapi masa puncak pembungaannya terjadi antara bulan Juli dan Maret. Musim berbunga jenis ini sangat bervariasi antara daerah satu dengan daerah lainnya, bergantung pada jumlah curah hujan dan persebarannya (Macqueen, 1996).

2.2.1 Klasifikasi Tanaman Kaliandra (C. calothyrsus)

Tanaman kaliandra memiliki klasifikasi sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae Kelas : Magnoliopsida Ordo : Fabales Famili : Fabaceae Genus : Calliandra

(4)

2.2.2 Morfologi Tanaman Kaliandra (C. calothyrsus)

C. calothyrsus adalah pohon kecil bercabang yang tumbuh mencapai tinggi maksimum 12 m dan diameter batang maksimum 20 cm. Batangnya berwarna coklat kemerahan, dan pucuk batang cenderung bergerigi (Gambar 2.2). Sistem perakarannya terdiri dari beberapa akar tunggang dengan akar yang lebih halus yang jumlahnya sangat banyak dan memanjang sampai ke luar permukaan tanah. Jika di dalam tanah terdapat rhizobia dan mikoriza, akan terbentuk asosiasi antara cendawan dengan bintil-bintil akar (Macqueen, 1996).

Gambar 2.2

Morfologi Tanaman Kaliandra Sumber : Benih, 2011.

Kaliandra tumbuh alami di sepanjang bantaran sungai, dengan cepat akan menempati areal yang vegetasinya terganggu misalnya, tepi-tepi jalan. Jenis ini terdapat di daerah yang curah hujannya berkisar antara 1000-4000 mm, meskipun populasi tertentu terdapat di daerah yang curah hujan tahunannya hanya 800 mm.

(5)

C. calothyrsus terdapat di daerah yang musim kemaraunya berlangsung selama 2 sampai 4 bulan dengan curah hujan kurang dari 50 mm per bulan. Namun pernah ada spesimen yang ditemukan di daerah yang musim kemaraunya mencapai 6 bulan. Jenis ini tumbuh di daerah dengan suhu minimum tahunan 18-22° C dan tidak tahan terhadap tanah yang drainasenya buruk serta tergenang secara teratur (Benih, 2011).

2.3 Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA)

Simbiosis akar tanaman dengan cendawan di akhir 1880-an ini diberi nama mikoriza. Mikoriza berasal dari bahasa Greek yang berarti cendawan akar. Observasi baru mengenai fosil tanaman dari era Devonian memberi kesan bahwa asosiasi mikoriza, telah ada kira-kira 400 juta tahun yang lalu, tanaman telah membentuk asosiasi dengan mikoriza sejak keduanya pertama kali mengkolonisasi tanah (Remy et al, 1994 dalam Delvian, 2006).

MVA merupakan asosiasi antara cendawan akar dengan akar tanaman dengan membentuk jalinan interaksi yang kompleks. MVA merupakan kelompok cendawan obligat yang tidak dapat tumbuh dan berkembang jika tidak bersimbiosis dengan tanaman inangnya, apabila terpisah dengan tanaman inangnya MVA akan membentuk stuktur tahan yaitu berbentuk spora tahan (klamidospora).

Mikoriza berasal dari kata miko (Mykes = cendawan) dan riza yang berarti akar tanaman. Asosiasi antara akar tanaman dengan cendawan ini memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan tanaman inang tempat cendawan tersebut tumbuh dan berkembangbiak. Mikoriza adalah kelompok cendawan yang bersimbiosis dengan tumbuhan tingkat tinggi (tumbuhan berpembuluh,

(6)

tracheophyta) khususnya pada sistem perakaran. Mikoriza memerlukan akar tumbuhan untuk melengkapi daur hidupnya. Sebaliknya, beberapa tumbuhan bahkan ada yang tergantung pertumbuhannya pada mikoriza. Beberapa jenis tumbuhan tidak tumbuh atau terhambat pertumbuhannya tanpa kehadiran mikoriza di akarnya (Anas, 1997).

2.3.1 Jenis MVA

Mikoriza di bagi menjadi dua yaitu endomikoriza dan ektomikoriza. 1. Endomikoriza

Endomikoriza adalah cendawan yang hifanya dapat menembus akar sampai bagian korteks. Misalnya yang terjadi pada tanaman anggrek, sayuran, dan pada berbagai jenis tumbuhan tingkat tinggi. Endomikoriza penting untuk beberapa jenis tanaman polongan karena dapat merangsang pertumbuhan bintil akar. Bintil akar dapat bersimbiosis dengan rhizobium sehingga mempercepat fiksasi nitrogen.

Endomikoriza mempunyai sifat-sifat antara lain akar yang kena infeksi tidak membesar, lapisan hifa pada permukaan akar tipis, hifa masuk ke dalam individu sel jaringan korteks, adanya bentukan khusus yang berbentuk oval yang disebut vasiculae (vesikel) dan sistem percabangan hifa yang dichotomous disebut arbuscules (arbuskul) (Brundrett et al., 1996). Suatu simbiosis terjadi apabila cendawan masuk ke dalam akar atau melakukan infeksi. Proses infeksi dimulai dengan perkecambahan spora di dalam tanah. Hifa yang tumbuh melakukan penetrasi ke dalam akar dan berkembang di dalam korteks. Akar yang terinfeksi akan terbentuk arbuskul, vesikel intraseluler, hifa internal diantara sel-sel korteks dan hifa ekternal. Penetrasi hifa dan perkembangannya biasanya terjadi pada

(7)

bagian yang masih mengalami proses diferensiasi dan proses pertumbuhan. Hifa berkembang tanpa merusak sel (Anas, 1997).

2. Ektomikoriza

Ektomikoriza adalah cendawan yang hifanya hanya sampai pada bagian epidermis akar pertumbuhan atau tidak sampai menembus ke dalam korteks akar. Dengan adanya ektomikoriza, akar tumbuhan tidak begitu memerlukan bulu akar. Tumbuhan - tumbuhan tersebut dapat memperoleh air dan unsur-unsur hara dari tanah dalam jumlah yang lebih banyak.

Ektomikoriza mempunyai sifat antara lain akar yang kena infeksi membesar, bercabang, rambut-rambut akar tidak ada, hifa menjorok ke luar dan berfungsi sebagi alat yang efektif dalam menyerap unsur hara dan air, hifa tidak masuk ke dalam sel tetapi hanya berkembang diantara dinding-dinding sel jarinagan korteks membentuk struktur seperti pada jaringan hartiq.

2.3.2 Klasifikasi Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA)

Mikoriza vesikular arbuskular adalah salah satu tipe cendawan mikoriza dan termasuk ke dalam golongan endomikoriza yang memiliki klasifikasi sebagai berikut (Gambar 2.3) (INVAM, 2013) :

Kingdom : Fungi

Kelas : Zygomycetes Ordo : Glomales Sub-ordo : Gigasporineae

Glomineae

Famili : Gigasporaceae (sub-ordo Gigasporineae) Glomaceae (sub-ordo Glomineae)

(8)

Acaulosporaceae Paraglomaceae Archaeosporaceae

Genus : Gigaspora (famili Gigasporaceae) Scutellospora

Glomus (famili Glomaceae)

Acaulospora (famili Acaulosporaceae) Entrophospora

Paraglomus (famili Paraglomaceae) Archaeospora (famili Archaeosporaceae)

Gambar 2.3

Filogeni Perkembangan dan Taksonomi Ordo Glomales Sumber : INVAM, 2013.

Dari lima genus yang dimiliki oleh MVA, masing-masing genus memiliki karakteristik yang spesifik, yaitu sebagai berikut :

1. Glomus

Glomus dicirikan dengan spora berbentuk bulat dan jumlahnya banyak. Dinding spora terdiri atas lebih dari satu lapis, terdapat hifa penyangga (subtending hyphae) lurus berbentuk silinder dan tidak memiliki ornamen.

(9)

Warna spora genus Glomus bervariasi mulai dari hyaline (transparan), putih, kuning kecoklatan, coklat kekuningan, coklat muda, hingga coklat tua kehitaman. Ukuran diameter spora rata-rata 259 µm. Proses perkembangan spora berawal dari ujung hifa yang membesar sampai mencapai ukuran maksimal dan terbentuk spora (INVAM, 2013).

2. Acaulospora

Proses perkembangan spora genus Acaulospora berawal dari ujung dudukan hifa yang membesar seperti spora yang disebut hifa terminal. Antara hifa terminal dan dudukan hifa akan muncul bulatan kecil yang

makin lama makin membesar dan membentuk spora. Dalam

perkembangannya, hifa terminal akan rusak dan isinya akan masuk ke spora. Rusaknya hifa terminal akan meninggalkan bekas lubang kecil yang disebut cicatrix. Warna spora saat muda berwarna hyaline dan berwarna coklat kemerahan setelah matang. Dinding spora terdiri dari tiga lapisan dan ukuran diameter sporanya rata-rata 279 µm (INVAM, 2013).

3. Entrophospora

Proses perkembangan spora genus Entrophospora hampir sama dengan proses perkembangan spora genus Acaulospora, yaitu diantara hifa terminal dengan dudukan hifa. Warna spora genus Entrophospora yaitu kuning coklat, jika spora belum matang warnanya tampak jauh lebih buram. Spora berbentuk bulat dengan ukuran diameter spora rata-rata 121 µm. Dinding spora terdiri dari dua lapisan (INVAM, 2013).

(10)

4. Gigaspora

Sporanya bereaksi dengan larutan Melzer secara menyeluruh, tidak memiliki ornamen. Hifa membentuk hifa penyangga yang membulat. Memiliki sel auksilari/sel tambahan yang merupakan perwujudan vesikula eksternal. Warna sporanya kuning cerah. Spora berbentuk bulat dengan ukuran diameter spora rata-rata 321 µm. Spora dinding terdiri dari tiga lapisan (INVAM, 2013).

5. Scutellospora

Proses perkembangan Scutellospora sama dengan Gigaspora, untuk membedakan dengan genus Gigaspora, pada Scutellospora terdapat lapisan kecambah yang disebut germination shield. Saat berkecambah, hifa ke luar dari germination shield tersebut. Spora Scutellospora umumnya ditemukan dengan atau tanpa ornamen. Memiliki dua lapis dinding spora dan dua lapis dinding dalam yang fleksibel. Genus Scutellospora memiliki bentuk spora bulat, agak bulat, lonjong, dan terkadang tidak beraturan dengan warna dinding spora kuning hingga kecoklatan (INVAM, 2013).

2.3.3 Morfologi MVA

Schubler et al. (2001) dengan menggunakan data molekuler telah menetapkan kekerabatan diantara MVA dan cendawan lainnya. MVA saat ini menjadi filum tersendiri, yang memiliki perbedaan tegas, baik ciri-ciri genetika maupun asal-usul nenek moyangnya, dengan Ascomycota dan Basidiomycota. MVA membentuk organ-organ khusus dan mempunyai perakaran yang spesifik. Organ khusus tersebut adalah arbuskular, vesikel dan spora (Pattimahu, 2004).

(11)

2.3.3.1 Vesikel

Vesikel merupakan struktur cendawan yang berasal dari pembengkakan hifa internal secara terminal, kebanyakan berbentuk bulat telur, dan terdapat banyak senyawa lemak sehingga menjadi organ penyimpanan cadangan makanan dan pada kondisi tertentu dapat berperan sebagai spora atau alat untuk mempertahankan kehidupan cendawan. Vesikel memiliki fungsi yang paling menonjol dari tipe cendawan mikoriza lainnya. Hal ini dimungkinkan karena kemampuannya dalam berasosiasi dengan hampir 80 % jenis tanaman, sehingga dapat digunakan secara luas untuk meningkatkan probabilitas tanaman (Pattimahu, 2004).

2.3.3.2 Arbuskular

MVA dalam akar membentuk struktur khusus yang disebut arbuskular. Arbuskular merupakan hifa bercabang halus yang dibentuk oleh percabangan dikotomi yang berulang-ulang sehingga menyerupai pohon dari dalam sel inang. Arbuskular merupakan percabangaan dari hifa masuk kedalam sel tanaman inang. Hifa intraseluler yang telah mencapai sel korteks akan menebus dinding sel dan membentuk sistem percabangan hifa yang kompleks, tampak seperti pohon kecil yang mempunyai cabang-cabang. Arbuskular dianggap hara dua arah antara simbion cendawan dan tanaman inang. Struktur yang dibentuk pada akar-akar muda adalah Arbuskular (Gambar 2.4). Semakin bertambahnya umur, arbuskular ini berubah menjadi suatu struktur yang menggumpal dan cabang-cabang pada arbuskuarl lama laun tidak dapat dibedakan lagi. Akar yang telah dikolonisasi oleh MVA dapat terlihat berbagai arbuskular dewasa yang dibentuk berdasarkan

(12)

umur dan letaknya. Arbuskular dewasa terletak dekat pada sumber unit kolonisasi (Pattimahu, 2004).

2.3.3.3 Spora

Spora terbentuk pada ujung hifa eksternal. Spora ini dapat dibentuk secara tunggal, berkelompok atau di dalam sporokarp tergantung pada jenis cendawannya.

2.3.4 Peranan MVA

2.3.4.1 Peningkatan penyerapan unsur hara

Tanaman yang bermikoriza tumbuh lebih baik dari tanaman tanpa mikoriza. Penyebab utama adalah mikoriza secara efektif dapat meningkatkan penyerapan unsur hara. Akar yang bermikoriza dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan yang tidak tersedia bagi tanaman (Anas, 1997).

Gambar 2.4

Jaringan Akar Tanaman yang Terinfeksi Mikoriza Sumber : Allen, 1992.

Selain membentuk hifa internal, mikoriza juga membentuk hifa ekternal. Hifa ekternal akan membentuk spora, yang merupakan bagian penting bagi

(13)

mikoriza yang berada diluar akar. Fungsi utama dari hifa ini adalah untuk menyerap fosfor dalam tanah. Fosfor yang telah diserap oleh hifa ekternal, akan segera dirubah manjadi senyawa polifosfor. Senyawa polifosfor ini kemudian dipindahkan ke dalam hifa internal dan arbuskul. Dalam arbuskul, senyawa polifosfor ini kemudian dipindahkan ke dalam hifa internal dan arbuskul serta dipecah menjadi fosfor organik yang kemudian dilepaskan ke sel tanaman inang. Hifa ekternal ini membantu penyerapan hara terutama fosfor menjadi lebih besar dibanding dengan tanaman yang tidak terinfeksi dengan mikoriza. Peningkatan serapan fosfor juga disebabkan oleh makin meluasnya daerah penyerapan, dan kemampuan untuk mengeluarkan suatu enzim yang diserap oleh tanaman. Sebagai contoh dapat dilihat pengaruh mikoriza terhadap pertumbuhan berbagai jenis tanaman dan juga kandungan fosfor tanaman (Anas, 1997).

Perbaikan pertumbuhan tanaman karena mikoriza bergantung pada jumlah P-tersedia di dalam tanah dan jenis tanamannya. Tingginya kandungan P-tersedia pada tanah menyebabkan kolonisasi mikoriza pada akar tanaman rendah, pada dasarnya mikoriza diperlukan tanaman untuk menyerap P yang masih terikat dengan unsur lain menjadi P-tersedia bagi tanaman. Tingginya P-tersedia pada tanah menyebabkan kandungan P tanaman juga meningkat. Peningkatan ini menyebabkan kandungan fosfolipid tanaman juga meningkat, sehingga permeabilitas membran akar menurun untuk penyerapan P, akibatnya kolonisasi MVA pada akar tanaman juga menurun. Sebaliknya rendahnya P-tersedia di tanah meningkatkan terbentuknya MVA pada tanaman karena kondisi tanah yang seperti ini, tanaman cenderung memanfaatkan mikoriza sebagai salah satu cara

(14)

untuk mendapatkan unsur hara dari dalam tanah. Pengaruh yang dominan dari mikoriza sering terjadi pada tanah yang kekurangan unsur P.

2.3.4.2 Peningkatan ketahanan terhadap kekeringan

Tanaman yang bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan dari pada yang tidak bermikoriza. Rusaknya jaringan korteks akibat kekeringan dan matinya akar tidak akan permanen pengaruhnya pada akar yang bermikoriza. Setelah periode kekurangan air, akar yang bermikoriza akan cepat kembali normal. Hal ini disebabkan karena hifa cendawan mampu menyerap air yang ada pada pori-pori tanah saat akar tanaman tidak mampu lagi menyerap air. Penyebaran hifa yang sangat luas di dalam tanah menyebabkan jumlah air yang diambil meningkat (Anas, 1997).

2.3.4.3 Lebih tahan terhadap serangan patogen akar

Salah satu bentuk respon ketahanan tanaman terhadap kolonisasi MVA adalah terbentuknya asam salisilat (salicylic acid). Asam salisilat dapat terbentuk pada beberapa bagian tanaman seperti pada daun, batang dan akar. Terbentuknya asam salisilat akan membuat tanaman tahan terhadap serangan patogen atau patogen tidak akan mampu berkembang pada jaringan tanaman dan daur hidupnya akan terhambat sehingga akan pergi meninggalkan tanaman yang telah dikolonisasi oleh MVA (Ijdo et al., 2011).

2.3.4.4 Produksi hormon dan zat pengatur tumbuh

Penelitian menunjukkan bahwa cendawan mikoriza dapat menghasilkan hormon seperti, sitokinin dan giberalin. Zat pengatur tumbuh seperti vitamin juga pernah dilaporkan sebagai hasil metabolisme cendawan mikoriza (Anas, 1997).

(15)

2.3.5 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan MVA 2.3.5.1 Suhu

MVA terhambat perkembangannya bila suhu tanah dibawah 50C dan suhu diatas permukaan tanah lebih dari 350C dan bila suhu mencapai 500C dapat menyebabkan hampir semua MVA mati. MVA akan mencapai pertumbuhan maksimal pada suhu 300C, tetapi kolonisasi miselia pada permukaan akar paling baik terjadi pada suhu 28-350C. Sedangkan sporulasi dan pertumbuhan vesikel terbaik pada suhu 350C (Santono, 1986).

2.3.5.2 Intensitas cahaya

Menurut Suhardi (1989) dalam Mujiman (2004), pada intensitas cahaya yang rendah akan mengurangi kolonisasi akar, namun pengaruhnya terhadap produksi spora kurang begitu nyata. Peningkatan intensitas cahaya dan panjang hari biasanya meningkatkan kolonisasi akar.

2.3.5.3 pH tanah

Menurut Setiadi (1994) dalam Mujiman, (2004), sebagian besar cendawan mikoriza bersifat acidophilic (senang kondisi asam) dengan kisaran pH antara 3,5 - 6, pH optimum untuk masing-masing perkecambahan spora berbeda-beda menurut spesies MVA dan lingkungannya.

2.3.5.4 Kesuburan tanah

Menurut Suhardi (1989) dalam Nirmalasari (2005), menyatakan kolonisasi akar akan maksimal pada tanah yang kondisinya kurang subur, dan lebih banyak terdapat pada akar-akar yang mengalami kekeringan daripada tempat yang terlalu banyak air.

(16)

2.3.5.5 Kadar air tanah

Untuk tanaman yang tumbuh didaerah kering, adanya MVA menguntungkan karena dapat meningkatkan kemampuan tanaman untuk tumbuh dan bertahan pada kondisi yang kurang air (Vesser et el,1984 dalam Pujiyanto, 2001).

2.3.5.6 Fungisida

Fungisida merupakan racun kimia yang diracik untuk membunuh cendawan penyebab penyakit pada tanaman, akan tetapi selain membunuh cendawan penyebab penyakit fungisida juga dapat membunuh mikoriza, dimana pemakainan fungisida ini menurunkan pertumbuhan dan kolonisasi serta kemampuan mikoriza dalam menyerap fosfor (Santosa, 1989).

2.4 Media Perbanyakan Zeolit

Zeolit merupakan mineral yang mengandung kation alkali atau alkali tanah dan mempunyai struktur berongga atau berpori. Dalam air, zeolit mampu mengikat bakteri E. coli, kemampuan ini bergantung pada laju penyaringan dan perbandingan volume air dengan massa zeolit. Zeolit mampu mengatasi mikroba-mikroba patogen yang berada dalam daerah perakaran (Dwikarsa et al., 2007). Penggunaan zeolit sebagai media pertumbuhan tanaman sangat bermanfaat dan memiliki keunggulan dibandingkan menggunakan jenis media yang lain. Keunggulan tersebut antara lain : Zeolit dapat menyerap air dalam jumlah cukup tinggi sehingga mudah untuk perawatan dan penyiraman tanaman. Zeolit tidak mudah hancur dan tidak mudah menggumpal, hal ini dapat membantu pertumbuhan jaringan akar tanaman (Tahir, 2009). Prasetya, dkk (2012), menyatakan bahwa zeolit merupakan saringan alami yang dapat mengikat dan

(17)

mempertahankan kandungan hara serta kadar air dalam tanah, dengan demikian dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara yang dapat digunakan oleh MVA untuk melakukan perkembangbiakan.

2.5 Tanaman Simbion Jagung (Zea mays)

Jagung merupakan tanaman semusim. Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 70 sampai 120 hari. Tahap pertama dari siklus hidupnya merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan tahap kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tanaman jagung memiliki tinggi yang bervariasi, umumnya berkisar 1 m sampai 3 m (Bahtiar et al., 2005). Jagung memiliki akar serabut, pada umur 18–35 hari perkembangan akar, penyebarannya di tanah serta pemanjangan batang meningkat dengan cepat (Subekti, 1995). Tanaman jagung tergolong tanaman C4 dan mampu beradaptasi dengan baik pada faktor pembatas pertumbuhan dan produksi. Salah satu sifat tanaman jagung sebagai tanaman C4, antara lain mempunyai laju fotosintesis lebih tinggi dibandingkan tanaman C3, fotorespirasi dan transpirasi rendah, efisien dalam penggunaan air (Falah, 2009).

Referensi

Dokumen terkait

 Inflasi di Kota Padang terjadi karena adanya peningkatan indeks di seluruh kelompok pengeluaran antara lain; kelompok bahan makanan mengalami inflasi sebesar

Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan

Pada kartu SIM, bukti digital potensial akan dibagi menjadi dua jenis, yaitu jenis bukti potensial yang dapat dikenali secara langsung, dan jenis bukti potensial yang dikenali

Tujuan dari perancangan ini adalah untuk memberikan gambaran yang akan di di perbaharui atau dikembangkannya.Perancangan sistem yaitu sebuah pengembangan dari

Lokasi : SEKOLAH KEBERKATAN OLAHRAGA (SKO) KUPANG FLOBAMORATA Jl.WJ.LALAMETIK OEBOFU -

Dalam melaksanakan aktifitas dakwahnya, Ustadz Muda ini terkadang menemui mad’u yang berbeda latar belakang tidak hanya dari sisi ras, suku dan budaya namun juga berbeda agama

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Penerapan analisis sebaran Hotelling’s telah dilaksanakan pada percobaan yang bertujuan untuk identifikasi biji generasi silang tunggal F1 dari dua tetua induk betina (MR4Q dan