PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN
KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP DENGAN
MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN
BERBASIS MASALAH
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
OLEH:
M. ZAIYAR
NIM: 8106172036
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
Lembar Persetujuan Pembimbing
PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN
KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP DENGAN
MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN
BERBASIS MASALAH
TESIS
Disusun dan diajukan oleh: M. ZAIYAR
NIM: 8106172036
Menyetujui, Tim Pembimbing
Pembimbing I
Ida Karnasih, M.Sc. Ph.D NIP. 19500914 197903 2 002
Pembimbing II
Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd NIP. 19610205 198803 1 003
Mengetahui, Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
i ABSTRAK
M. ZAIYAR. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa SMP dengan Menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan, 2015.
Kata Kunci: Model Pembelajaran Berbasis Masalah, Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui: (1) peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika antara siswa yang diberi model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang diberi model pembelajaran langsung, (2) peningkatan kemampuan komunikasi matematik antara siswa yang diberi model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang diberi model pembelajaran langsung, (3) mendeskribsikan kadar aktivitas aktif siswa selama proses model pembelajaran berbasis masalah, (4) proses penyelesaian jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan masalah pada model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran langsung.
ii ABSTRACT
M. ZAIYAR. Increased capacity problem solving mathematical and communication junior high school students using based learning problems.Tesis. Field: Mathematics Education Program Post-Graduate Studies, State University of Medan, 2015
Keywords: Problem-Based Learning Model, Mathematical Problem Solving and Mathematical Communication
The purpose of the research are to know: 1) the increase of the capacity in solvingproblem in math between students who were given a model of problem-based learning to students who were given a direct learningmodel, 2) the increaseof the mathematical communication ability between students who were given a model of problem-based learning to students who were given a direct learning model, 3) to describe levels of the activity from active students during the process of problem-based learning, 4) the process of finding answers from students who made in resolving problems on the model of problem-based learningand direct learning model.
This study was a semi-experimental study. The population was seventh grade studentsthat the school obtains Grade B in accreditation in Langsa. As research subject, two schools were randomly selected,they were SMP Negeri 5 Langsa and SMP Negeri 9 Langsa. Then, two classes were randomly selected from seven classes. The experimental classes treated a problem-based learning model while the control classes applied direct learning model. The usedinstrument consisted of: (1) test of the ability in solving mathematical problems, (2) test the ability in mathematical communication, and (3) the observation sheet. The instruments were declared eligible to content validity, and reliability coefficient of0.92 and 0.96 respectively for mathematical problem solving skills and mathematical communication.
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillahirabbil‟alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis,
sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul
“PeningkatanKemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis
Siswa SMP dengan Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah”.
Shalawat dan salam penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
pembawa risalah ummat.
Tesis ini ditulis dan diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) Program Studi Pendidikan
Matematika, Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED).
Penelitiaan ini merupakan studi eksperimen yang melibatkan pelajaran
matematika dengan model pembelajaran berbasis masalah (PBM). Sejak mulai
persiapan sampai selesainya penulisan tesis ini, penulis mendapatkan semangat,
dorongan, nasihat, kritikan yang membangun dan bantuan dari berbagai pihak dan
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu
penulis dengan keikhlasan dan ketulusan baik langsung maupun tidak langsung
sampai terselesainya tesis ini. Semoga Allah Swtmemberikanbalasan yang
setimpalataskebaikantersebut.Terimakasihdanpenghargaankhususnyapenelitisamp
iv
1. AyahandadanIbunda tercintaH. Zakaria RadendanHj. Rabi‟ah A. Jalil, Pakcik
H. Ahmad Fauzy, MA dan Nurlaili, S.Sos.I, Cecek Rawati, Mertua Tercinta
H. Abdul Aziz dan Hj. Faridah, S.KM yang telah memberikan rasa kasih
sayang, perhatian, doa dan dukungan moril maupun materi sejak sebelum
kuliah, dalam perkuliahaan hingga menyelesaikan pendidikan ini.
2. Isteri tercinta Nur „Azizah, yang senantiasa memberikan motivasi untuk
selalu menjadi yang terbaik dalam keluarga, Anak tersayang Shafwatunnisa
penyemangat hidup dalam keluarga, Kakanda Mukhsirridha, S.Pd.I, Adinda
Hidayatul Ikhsan, S.HI, Adinda Mujibaturrahmi, Adinda Zahrul Fauzy,
Muhammad Ahyar, Muhammad Alif Alfayat, Muhammad Mustafa,
Aminullah, Nurul Husna, dan Semua Keluarga besar yang telah memberikan
dukungan kepada penulis.
3. BapakProf. Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd
selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika
Pascasarjana UNIMED serta Bapak Dapot Tua Manullang, M.Si selaku Staf
Program Studi Pendidikan Matematika.
4. IbuIda Karnasih, M.Sc, Ph.D selaku Pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. Sahat
Saragih, M.Pd selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan
bimbingan serta motivasi yang kuat dalam penyusunan tesis ini.
5. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd., Bapak. Dr. W. Rajaguguk, M.Pd., dan
Ibu Dr. Ani Minarni, M.Pd selaku Narasumber yang telah banyak
v
6. Direktur, Asisten I, II, III, Ka. TU beserta Staf Program Pascasarjana
UNIMED yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis
menyelesaikan tesis ini.
7. Kepala Sekolah SMP Negeri 5 LangsadanSMP Negeri 9 Langsa yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian
lapangan.
8. Marzuki, M.Pd, Wahyuni, M.Pd, danSemua pihak serta rekan-rekan satu
angkatan dari Program Studi Pendidikan Matematikayang telah banyak
memberikan bantuan dan dorongan dalam penyelesaian tesis ini.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, penulis berharap semoga
tesis ini dapat memberikan sumbangan dan manfaat bagi para pembaca, sehingga
dapat memperkaya khasanan penelitian-penelitian sebelumnya, dan dapat
memberi inspirasi untuk penelitian lebih lanjut.
Medan,Februari 2015
vi
2.2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 25
2.3. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 31
2.4. Aktivitas Belajar Siswa ... 39
2.5. Pembelajaran Berbasis Masalah ... 43
2.6. Pembelajaran Langsung ... 53
2.7. Teori Belajar yang Mendasari Pembelajaran Berbasis Masalah ... 61
vii
3.6. Validitas Butir Soal ... 91
3.7. Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 93
3.8. Daya Pembeda Butir Soal ... 95
3.9. Tahap Pelaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 96
3.10. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 97
3.11. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 98
3.12. Instrument dan Teknik Pengumpulan Data ... 99
3.13. Teknik Analisis Data ... 106
3.14. Analisis Statistik Inferensial ... 111
3.15. Prosedur Penelitian ... 123
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 124
4.1. Deskripsi Hasil Penelitian ... 124
4.1.1. Analisis Deskriptif Kemampuan Pemecahan Masalah ... 124
4.1.2. Analisis Deskriptif Kemampuan Komunikasi Matematis ... 133
4.1.3. Analisis Statistik Inferensial (ANACOVA) Kemampuan Pemecahan Masalah ... 142
4.1.4. Analisis Statistik Inferensial (ANACOVA) Kemampuan Komunikasi Matematis ... 160
4.1.5. Analisis Deskriptif Kadar Aktivitas Siswa ... 177
4.1.6. Analisis Keragaman Proses Penyelesaian Jawaban Siswa ... 181
4.1.7. Skenario Penggunaan Geoboard Pada Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 202
4.2. Temuan Penelitian ... 205
4.3. Pembahasan Hasil Penelitian ... 208
4.4. Keterbatasan Penelitian ... 220
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 221
5.1. Kesimpulan ... 221
5.2. Saran ... 225
DAFTAR PUSTAKA
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 49
Tabel 2.2. Sintaks Pembelajaran Ekspositori ... 55
Tabel 2.3. Perbedaan Pedagogik antara Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran Langsung ... 60
Tabel 3.1. Rekapitulasi Peringkat Akreditasi SMP Di Kota Langsa ... 82
Tabel 3.2. Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 87
Tabel 3.3. Hasil Validasi Tes Kemampuan Awal dan Akhir Pemecahan Masalah ... 88
Tabel 3.4. Hasil Validasi Tes Kemampuan Awal dan Akhir Komunikasi Matematik ... 88
Tabel 3.5. Rancangan Uji Coba ... 89
Tabel 3.6. Hasil Analisis Tes Uji Coba Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik ... 92
Tabel 3.7. Hasil Analisis Tes Ujicoba Postes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik ... 93
Tabel 3.8. Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal Pretes dan Postes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik ... 94
Tabel 3.9. Daya Pembeda Soal Pretes dan Postes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik ... 96
Tabel 3.10. Rancangan Penelitian ... 96
Tabel 3.11. Kisi-kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 100
Tabel 3.12. Tabel Penyekoran Kemampuan Pemecahan Masalah ... 101
Tabel 3.13. Kisi-kisi Tes Kemampuan Komunikasi Siswa ... 102
Tabel 3.14. Tabel Penyekoran Kemampuan Komunikasi Matematis ... 103
Tabel 3.15. Kategori Aktivitas Siswa pada Kelas Eksperimen ... 105
ix
Tabel 3.17. Tabel Weiner Keterkaitan antara Variabel Bebas dan Variabel Terikat ... 113
Tabel 3.18. Keterkaitan Antara Rumusan Masalah, Hipotesis, Data, Alat Uji dan Uji Statistik ... 122
Tabel 4.1. Kemampuan Awal Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas Model Pembelajaran Langsung Secara Kuantitatif ... 126
Tabel 4.2. Kemampuan Awal Pemecahan Masalah Matematik Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah Secara Kuantitatif ... 127
Tabel 4.3. Kemampuan Akhir Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas Model Pembelajaran Langsung Secara Kuantitatif ... 129
Tabel 4.4. Kemampuan Akhir Pemecahan Masalah Matematik Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah Secara Kuantitatif ... 131
Tabel 4.5. Rekapitulasi Ketuntasan Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 133
Tabel 4.6. Kemampuan Awal Komunikasi Matematik Siswa Kelas Model Pembelajaran Langsung Secara Kuantitatif ... 135
Tabel 4.7. Kemampuan Awal Komunikasi Matematik Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah Secara Kuantitatif ... 136
Tabel 4.8. Kemampuan Akhir Komunikasi Matematik Siswa Kelas Model Pembelajaran Langsung Secara Kuantitatif ... 138
Tabel 4.9. Kemampuan Akhir Komunikasi Matematik Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah Secara Kuantitatif ... 139
Tabel 4.10. Rekapitulasi Ketuntasan Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa ... 142
Tabel 4.11. Deksripsi Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah di Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kelas Model Pembelajaran Langsung ... 145
Tabel 4.12. Deskripsi Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kelas Model Pembelajaran Langsung ... 146
x
Tabel 4.14. Hasil Uji Homogenitas Varians Postes Pemecahan Masalah Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kelas Model Pembelajaran Langsung ... 148
Tabel 4.15. Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Model Pembelajaran Langsung ... 149
Tabel 4.16. Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Model Pembelajaran Langsung ... 150
Tabel 4.17. Koefisien Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Model Pembelajaran Langsung ... 150
Tabel 4.18. Analisis Varians untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Model Pembelajaran Langsung ... 151
Tabel 4.19. Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 152
Tabel 4.20. Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 153
Tabel 4.21. Koefisien Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 153
Tabel 4.22. Analisis Varians untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 154
Tabel 4.23. Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi Kemampuan Pemecahan Masalah ... 155
Tabel 4.24. Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi Kemampuan Pemecahan Masalah ... 156
Tabel 4.25. Koefisien Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi Kemampuan Pemecahan Masalah ... 156
Tabel 4.26. Analisis Kovarians Kemampuan Pemecahan Masalah untuk Kesejajaran Model Regresi ... 157
Tabel 4.27. Analisis Kovarians untuk Rancangan Lengkap Kemampuan Pemecahan Masalah ... 158
xi
Tabel 4.29. Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika pada Taraf Signifikan 5% ... 161
Tabel 4.30. Deskripsi Pretes Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kelas Model Pembelajaran Langsung ... 163
Tabel 4.31. Deskripsi Postes Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kelas Model Pembelajaran Langsung ... 163
Tabel 4.32. Hasil Uji Homogenitas Varians Pretes Komunikasi Matematik Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kelas Model Pembelajaran Langsung ... 165
Tabel 4.33. Hasil Uji Homogenitas Varians Postes Komunikasi Matematik Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kelas Model Pembelajaran Langsung ... 165
Tabel 4.34. Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Model Pembelajaran Langsung ... 167
Tabel 4.35. Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Model Pembelajaran Langsung ... 167
Tabel 4.36. Koefisien Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Model Pembelajaran Langsung ... 167
Tabel 4.37. Analisis Varians untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan Komunikasi matematik Kelas Model Pembelajaran Langsung ... 168
Tabel 4.38. Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 169
Tabel 4.39. Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 170
Tabel 4.30. Koefisien Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 170
xii
Tabel 4.32. Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi Kemampuan Komunikasi matematik ... 172
Tabel 4.33. Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi Kemampuan Komunikasi Matematik ... 173
Tabel 4.34. Koefisien Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi Kemampuan Komunikasi Matematik ... 173
Tabel 4.35. Analisis Kovarians Kemampuan Komunikasi Matematik untuk Kesejajaran Model Regresi ... 174
Tabel 4.36. Analisis Kovarians untuk Rancangan Lengkap Kemampuan Komunikasi Matematik ... 176
Tabel 4.37. Analisis Kovarians untuk Rancangan Lengkap Kemampuan Komunikasi Matematik ... 177
Tabel 4.38. Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Kemampuan Komunikasi Matematik pada Taraf Signifikan 5% ... 178
Tabel 4.39. Kadar Aktivitas Aktif Siswa Selama Kegiatan Pembelajaran di Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 179
Tabel 4.40. Deskripsi Hasil Proses Penyelesaian Masalah Tes Akhir Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa ... 187
Tabel 4.41. Rangkuman Proses Penyelesaian Siswa pada Skor Tertinggi Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Model Pembelajaran Langsung ... 191
Tabel 4.42. Deskripsi Hasil Proses Penyelesaian Masalah Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa ... 198
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Identifikasi Masalah ... 17
1.3. Batasan Masalah... 17
1.4. Rumusan Masalah ... 18
1.5. Tujuan Penelitian ... 18
1.6. Manfaat Penelitian ... 19
1.7. Definisi Operasional... 20
BAB II KAJIAN TEORITIS ... 23
2.1. Masalah dalam Matematika ... 23
2.2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 25
2.3. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 31
2.4. Aktivitas Belajar Siswa ... 39
2.5. Pembelajaran Berbasis Masalah ... 43
2.6. Pembelajaran Langsung ... 53
2.7. Teori Belajar yang Mendasari Pembelajaran Berbasis Masalah . 61 2.8. Alat Peraga Papan Berpaku ... 65
2.9. Tinjauan Kurikulum Kelas VII SMP ... 66
2.10. Materi Bangun Datar Segiempat Kelas VII SMP ... 67
2.11. Penelitian yang Relevan ... 69
2.12. Kerangka Konseptual ... 72
2.13. Hipotesis Penelitian ... 79
BAB III METODE PENELITIAN ... 80
3.1. Jenis Penelitian ... 80
3.2. Lokasi dan Jenis Penelitian ... 80
3.4. Desain Penelitian ... 83
3.5. Reliabilitas Butir Soal ... 90
3.6. Validitas Butir Soal ... 91
3.7. Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 93
3.8. Daya Pembeda Butir Soal ... 95
3.9. Tahap Pelaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 96
3.10. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 97
3.11. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 98
3.12. Instrument dan Teknik Pengumpulan Data ... 99
3.13. Teknik Analisis Data ... 106
3.14. Analisis Statistik Inferensial ... 111
3.15. Prosedur Penelitian ... 123
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 125
4.1. Deskripsi Hasil Penelitian ... 125
4.1.1. Analisis Deskriptif Kemampuan Pemecahan Masalah ... 125
4.1.2. Analisis Deskriptif Kemampuan Komunikasi Matematis ... 134
4.1.3. Analisis Statistik Inferensial (ANACOVA) Kemampuan Pemecahan Masalah ... 143
4.1.4. Analisis Statistik Inferensial (ANACOVA) Kemampuan Komunikasi Matematis ... 161
4.1.5. Analisis Deskriptif Kadar Aktivitas Siswa ... 178
4.1.6. Analisis Keragaman Proses Penyelesaian Jawaban Siswa ... 182
4.1.7. Skenario Penggunaan Geoboard Pada Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 204
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 49
Tabel 2.2. Sintaks Pembelajaran Langsung ... 55
Tabel 2.3. Perbedaan Pedagogik antara Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran Langsung ... 60
Tabel 3.1. Rekapitulasi Peringkat Akreditasi SMP Di Kota Langsa ... 82
Tabel 3.2. Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 87
Tabel 3.3. Hasil Validasi Tes Kemampuan Awal dan Akhir Pemecahan Masalah ... 88
Tabel 3.4. Hasil Validasi Tes Kemampuan Awal dan Akhir Komunikasi Matematik ... 88
Tabel 3.5. Rancangan Uji Coba ... 89
Tabel 3.6. Hasil Analisis Tes Uji Coba Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik ... 92
Tabel 3.7. Hasil Analisis Tes Ujicoba Postes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik ... 93
Tabel 3.8. Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal Pretes dan Postes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik ... 94
Tabel 3.9. Daya Pembeda Soal Pretes dan Postes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik ... 96
Tabel 3.10. Rancangan Penelitian ... 96
Tabel 3.11. Kisi-kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 100
Tabel 3.12. Tabel Penyekoran Kemampuan Pemecahan Masalah ... 101
Tabel 3.13. Kisi-kisi Tes Kemampuan Komunikasi Siswa ... 102
Tabel 3.14. Tabel Penyekoran Kemampuan Komunikasi Matematis ... 103
Tabel 3.15. Kategori Aktivitas Siswa pada Kelas Eksperimen ... 105
Tabel 3.17. Tabel Weiner Keterkaitan antara Variabel Bebas dan Variabel Terikat ... 113
Tabel 3.18. Keterkaitan Antara Rumusan Masalah, Hipotesis, Data, Alat Uji dan Uji Statistik ... 122
Tabel 4.1. Kemampuan Awal Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas Model Pembelajaran Langsung Secara Kuantitatif ... 126
Tabel 4.2. Kemampuan Awal Pemecahan Masalah Matematik Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah Secara Kuantitatif ... 127
Tabel 4.3. Kemampuan Akhir Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas Model Pembelajaran Langsung Secara Kuantitatif ... 129
Tabel 4.4. Kemampuan Akhir Pemecahan Masalah Matematik Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah Secara Kuantitatif ... 131
Tabel 4.5. Rekapitulasi Ketuntasan Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 133
Tabel 4.6. Kemampuan Awal Komunikasi Matematik Siswa Kelas Model Pembelajaran Langsung Secara Kuantitatif ... 135
Tabel 4.7. Kemampuan Awal Komunikasi Matematik Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah Secara Kuantitatif ... 136
Tabel 4.8. Kemampuan Akhir Komunikasi Matematik Siswa Kelas Model Pembelajaran Langsung Secara Kuantitatif ... 138
Tabel 4.9. Kemampuan Akhir Komunikasi Matematik Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah Secara Kuantitatif ... 139
Tabel 4.10. Rekapitulasi Ketuntasan Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa ... 142
Tabel 4.11. Deksripsi Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah di Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kelas Model Pembelajaran Langsung ... 145
Tabel 4.12. Deskripsi Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kelas Model Pembelajaran Langsung ... 146
Tabel 4.14. Hasil Uji Homogenitas Varians Postes Pemecahan Masalah Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kelas Model Pembelajaran Langsung ... 148
Tabel 4.15. Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Model Pembelajaran Langsung ... 149
Tabel 4.16. Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Model Pembelajaran Langsung ... 150
Tabel 4.17. Koefisien Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Model Pembelajaran Langsung ... 150
Tabel 4.18. Analisis Varians untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Model Pembelajaran Langsung ... 151
Tabel 4.19. Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 152
Tabel 4.20. Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 153
Tabel 4.21. Koefisien Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 153
Tabel 4.22. Analisis Varians untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 154
Tabel 4.23. Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi Kemampuan Pemecahan Masalah ... 155
Tabel 4.24. Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi Kemampuan Pemecahan Masalah ... 156
Tabel 4.25. Koefisien Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi Kemampuan Pemecahan Masalah ... 156
Tabel 4.26. Analisis Kovarians Kemampuan Pemecahan Masalah untuk Kesejajaran Model Regresi ... 157
Tabel 4.27. Analisis Kovarians untuk Rancangan Lengkap Kemampuan Pemecahan Masalah ... 158
Tabel 4.29. Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika pada Taraf Signifikan 5% ... 161
Tabel 4.30. Deskripsi Pretes Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kelas Model Pembelajaran Langsung ... 163
Tabel 4.31. Deskripsi Postes Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kelas Model Pembelajaran Langsung ... 163
Tabel 4.32. Hasil Uji Homogenitas Varians Pretes Komunikasi Matematik Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kelas Model Pembelajaran Langsung ... 165
Tabel 4.33. Hasil Uji Homogenitas Varians Postes Komunikasi Matematik Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Kelas Model Pembelajaran Langsung ... 165
Tabel 4.34. Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Model Pembelajaran Langsung ... 167
Tabel 4.35. Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Model Pembelajaran Langsung ... 167
Tabel 4.36. Koefisien Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Model Pembelajaran Langsung ... 167
Tabel 4.37. Analisis Varians untuk Uji Linieritas Regresi Kemampuan Komunikasi matematik Kelas Model Pembelajaran Langsung ... 168
Tabel 4.38. Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 169
Tabel 4.39. Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 170
Tabel 4.40. Koefisien Analisis Varians untuk Uji Independensi Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 170
Tabel 4.42. Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi Kemampuan Komunikasi matematik ... 172
Tabel 4.43. Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi Kemampuan Komunikasi Matematik ... 173
Tabel 4.44. Koefisien Analisis Kovarians untuk Kesamaan Dua Model Regresi Kemampuan Komunikasi Matematik ... 173
Tabel 4.45. Analisis Kovarians Kemampuan Komunikasi Matematik untuk Kesejajaran Model Regresi ... 174
Tabel 4.46. Analisis Kovarians untuk Rancangan Lengkap Kemampuan Komunikasi Matematik ... 176
Tabel 4.47. Analisis Kovarians untuk Rancangan Lengkap Kemampuan Komunikasi Matematik ... 177
Tabel 4.48. Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Kemampuan Komunikasi Matematik pada Taraf Signifikan 5% ... 178
Tabel 4.49. Kadar Aktivitas Aktif Siswa Selama Kegiatan Pembelajaran di Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 179
Tabel 4.50. Deskripsi Hasil Proses Penyelesaian Masalah Tes Akhir Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa ... 188
Tabel 4.51. Rangkuman Proses Penyelesaian Siswa pada Skor Tertinggi Kelas Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Model Pembelajaran Langsung ... 191
Tabel 4.52. Deskripsi Hasil Proses Penyelesaian Masalah Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa ... 198
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu cara pembentukan kemampuan manusia
untuk menggunakan akal dan logika seoptimal mungkin sebagai jawaban untuk
menghadapi masalah-masalah yang timbul dalam usaha menciptakan masa depan
yang baik. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pencapaian tujuan Pendidikan Nasional diupayakan dengan mengadakan
perbaikan dan pembaruan kurikulum, penataan guru, peningkatan manajemen
pendidikan, serta pembangunan sarana dan prasarana pendidikan. Perbaikan ini
diharapkan dapat menghasilkan manusia yang kreatif dan mampu mengikuti
perkembangan zaman, yang pada akhirnya meningkatkan mutu pendidikan di
Indonesia. Usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan secara nasional selalu
dilakukan dengan pengkajian ulang terhadap kurikulum. Salah satunya dengan
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang proses pembelajarannya
2
menanggapi pelajaran yang diajarkan. Siswa tak hanya menerima informasi yang
diberikan oleh guru tapi siswa juga turut serta dalam mengembangkan informasi
tersebut.
Indonesia sendiri telah memiliki Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
yang telah mengatur standar proses dan standar isi mengenai pengajaran
matematika. Tujuan mata pelajaran matematika yang tercantum dalam KTSP oleh
Depdiknas (2006) (dalam Napitupulu 2008: 25) adalah sebagai berikut :
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, efisien dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
d. Mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah
Pendidikan merupakan suatu usaha yang bertujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa dan merupakan satu kunci pokok untuk mencapai cita-cita
bangsa. Pendidikan mengupayakan peningkatan kualitas individu yang secara
langsung atau tidak langsung dipersiapkan untuk menopang dan mengikuti
pesatnya laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka
mensukseskan pembangunan yang senantiasa mengalami perubahan seiring
dengan kemajuan zaman. Oleh karena itu pendidikan harus dilaksanakan dengan
3
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan tantangan kehidupan
yang semakin kompleks tidak terlepas dari peranan matematika dalam
mengantisipasi dan membekali anak didik dengan kepribadian dan kemampuan
yang cukup untuk mampu menjawab permasalahan di masa yang akan datang,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Soedjadi (1991:33-34) bahwa matematika
tidak cukup lagi hanya membekali siswa dengan keterampilan menyelesaikan soal
Ujian Nasional (UN). Pendidikan matematika harus diarahkan kepada
menumbuhkembangkan kemampuan yang transferabel dalam kehidupan siswa
kelak.
Matematika merupakan mata pelajaran yang dapat merefleksikan tujuan
tesebut di atas, karena matematika ilmu yang berkembang sesuai dengan
perkembangan teknologi informasi, yang menyebabkan matematika dipandang
sebagai suatu ilmu yang terstruktur dan terpadu, ilmu tentang pola, hubungan,
cara berfikir, memahami dunia sekitar, ilmu yang deduktif dan bahasa simbol
serta bahasa numerik. Untuk menjawab berbagai tantangan dunia saat ini, maka
kemampuan berfikir tingkat tinggi siswa seperti kemampuan memecahkan
masalah, berargumentasi secara logis, bernalar, menjelaskan, menjustifikasi,
memanfaatkan sumber-sumber informasi, berkomunikasi, berkerjasama,
menyimpulkan dari berbagai situasi, pemahaman konseptual, dan pemahaman
prosedural merupakan prioritas dalam pembelajaran matematika. Tujuan tersebut
menurut Ansari (2009) dapat dicapai melalui kemampuan siswa dalam
4
Peningkatan mutu pendidikan yang lebih baik terus dilakukan dengan
berbagai cara yang kreatif dan inovatif, namun mutu pendidikan belum
menunjukkan hasil sebagaimana yang diharapkan. Kenyataan ini terlihat dari hasil
belajar yang diperoleh siswa pada mata pelajaran matematika masih sangat
rendah.
Rendahnya hasil belajar siswa terlihat dari nilai ketuntasan belajar siswa
kelas VII SMP Negeri se-Kota Langsa pada tahun pelajaran 2012/2013, yaitu 60
rata-rata kelas, 60% untuk daya serap, dan 65% untuk ketuntasan belajar. Dari
data tersebut memperlihatkan bahwa hasil belajar matematika siswa masih belum
mencapai sebagaimana yang diharapkan oleh kurikulum, yaitu 65 untuk rata-rata
kelas, 65% untuk daya serap dan 85% untuk ketuntasan belajar (sumber: nilai
rapor siswa tahun pelajaran 2012/2013). Hal senada juga terjadi pada SMP Negeri
1 Kota Langsa, dari wawancara yang dilakukan peneliti dengan salah satu guru
matematika di sekolah tersebut nilai rata-rata kelas 60 dan untuk ketuntasan
belajar 65%.
Rendahnya nilai matematika siswa harus ditinjau dari lima aspek
pembelajaran matematika secara umum yang dirumuskan oleh National Council
of Teachers of Mathematic (NCTM: 2000), yaitu:
menggariskan peserta didik harus mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Untuk mewujudkan hal itu, pembelajaran matematika dirumuskan lima tujuan umum, yaitu: (1) belajar untuk berkomunikasi; (2) belajar untuk bernalar; (3) belajar untuk memecahkan masalah; (4) belajar untuk mengaitkan ide; dan (5) pembentukan sikap positif terhadap matematika.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak terlepas dari sesuatu yang
5
pembelajaran matematika. Bell (Tasdikin: 2012) menyatakan bahwa pemecahan
masalah merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam pembelajaran
matematika, karena kemampuan pemecahan masalah yang diperoleh dalam
pembelajaran matematika pada umumnya ditransfer untuk digunakan dalam
pemecahan masalah. Tidak semua pertanyaan merupakan suatu masalah. Suatu
pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya
suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh prosedur rutin yang sudah
diketahui oleh siswa. Apabila kita menerapkan pengetahuan matematika,
keterampilan atau pengalaman untuk memecahkan suatu dilema atau situasi yang
baru atau yang membingungkan, maka kita sedang memecahkan masalah. Untuk
menjadi seorang pemecah masalah yang baik, siswa membutuhkan banyak
kesempatan untuk menciptakan dan memecahkan masalah dalam bidang
matematika dan dalam konteks kehidupan nyata.
Akan tetapi, kenyataan di lapangan proses pembelajaran matematika yang
dilaksanakan pada saat ini belum memenuhi harapan para guru sebagai
pengembang strategi pembelajaran di kelas. Siswa mengalami kesulitan dalam
belajar matematika,khususnya dalam menyelesaikan soal yang yang berhubungan
dengan kemampuan pemecahan masalah matematik sebagaimana diungkapkan
Sumarmo (dalam Marzuki, 2012:3) bahwa kemampuan siswa dalam
menyelesaikan masalah matematika pada umumnya belum memuaskan. Kesulitan
yang dialami siswa paling banyak terjadi pada tahap melaksanakan perhitungan
dan memeriksa hasil perhitungan. Sehubungan dengan itu, dalam penelitian Atun
6
pemecahan masalah matematik pada kelas eksperimen mencapai rerata 25,84 atau
33,56 % dari skor ideal.
Dalam survey (tanggal 13 Agustus 2012), peneliti memberikan tes/soal
kepada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Kota Langsa untuk mengetahui tingkat
kemampuan pemecahan masalah siswa, salah satu contoh tes/soal kemampuan
pemecahan masalah adalah: “Dika ingin mengecat kembali dua brankas yang
sudah usang dengan warna hitam agar kelihatan baru kembali. Brankas tersebut
berbentuk kubus dengan ukuran 100 cm. Dika ingin brankas tersebut dicat dengan
cat yang berkualitas baik, maka brankas tersebut dibawanya ketempat pengecatan
mobil. Jika tukang cat mengambil biaya cat setiap 20 cm2 persegi dengan biaya
Rp 5000.00,- dengan kualitas cat yang diinginkan. Berapakah biaya yang
diperlukan?
Kebanyakan siswa tidak mengetahui pola pada soal tersebut, mereka hanya
mengetahui ukuran brankas yang berbentuk kubus 100 cm, sebagian siswa
mengetahui pola dan membuat model dengan menggunakan rumus panjang rusuk
untuk dua brankas, bahkan kebanyakan dari siswa tidak memahami masalah yaitu
apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan pada soal tersebut sehingga mereka
tidak mampu memodelkannya dalam bentuk model matematika. Dari
permasalahan tersebut siswa pada akhirnya tidak mampu menyelesaikan masalah
tersebut yaitu menentukan luas permukaan untuk dua brankas dan menghitung
biaya yang diperlukan, sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan siswa dalam
7
Dari hasil wawancara peneliti dengan guru matematika di SMP Neg. 2
Kota Langsa mengungkapkan bahwa pada umumnya siswa kelas VII mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan soal yang berbentuk pemecahan masalah. Salah
satu contoh siswa tidak memahami soal seperti tidak mengetahui apa yang
diketahui dan apa yang ditanya pada soal tersebut dan rumus yang digunakan
untuk pemecahan masalah sehingga siswa tidak bisa melakukan perhitungan
untuk menyelesaikan soal tersebut.
Oleh sebab itu kemampuan pemecahan masalah dalam matematika perlu
dilatih dan dibiasakan kepada siswa. Kemampuan ini diperlukan oleh siswa
sebagai bekal dalam memecahkan masalah matematika dan masalah yang
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan apa yang
dikemukakan oleh Ruseffendi (1991:341-342) bahwa kemampuan pemecahan
masalah amatlah penting, bukan saja bagi mereka yang dikemudian hari akan
mendalami matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan menerapkannya
baik dalam bidang studi lain maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Aktivitas-aktivitas yang tercakup dalam kegiatan pemecahan masalah,
meliputi: mengidentifikasi unsur yang diketahui, ditanyakan, serta kecukupan
unsur yang diperlukan, merumuskan masalah situasi sehari-hari dan matematik;
menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah
baru) di dalam atau di luar matematika; menjelaskan/menginterpretasikan hasil
sesuai masalah asal; menyusun model matematika dan menyelesaikannya untuk
masalah nyata dan menggunakan matematika secara bermakna. Polya (1973)
8
masalah; (2) merencanakan pemecahan; (3) melakukan perhitungan; dan (4)
memeriksa kembali.
Utari (Tarwiyah, 2002) menjelaskan bahwa pemecahan masalah dalam
pembelajaran matematika merupakan pendekatan dan tujuan yang harus dicapai.
Sebagai pendekatan pemecahan masalah digunakan untuk menemukan dan
memahami materi atau konsep matematika. Sedangkan sebagai tujuan, diharapkan
agar siswa dapat mengidentifikasi unsur yang diketahui, ditanyakan serta
kecukupan unsur yang diperlukan, merumuskan masalah dari situasi sehari-hari
kedalam matematika, menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah
dalam atau diluar matematika, menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai
dengan permasalahan asal, menyusun model matematika dan menyelesaikan
untuk masalah nyata dan menggunakan matematika secara bermakna
(meaningful). Sebagai implementasinya maka kemampuan pemecahan masalah
hendaknya dimiliki oleh semua anak yang belajar matematika.
Salah satu mata pelajaran yang merefleksikan masalah tersebut di atas
adalah matematika, karena matematika merupakan ilmu yang berkembang sesuai
dengan perkembangan teknologi informasi, yang menyebabkan matematika
dipandang sebagai suatu ilmu yang terstruktur dan terpadu, ilmu tentang pola dan
hubungan, dan ilmu tentang cara berfikir serta memahami dunia sekitar dan
matematika juga merupakan ilmu yang deduktif, bahasa simbol dan bahasa
numerik. Untuk menjawab berbagai tantangan dunia saat ini, kemampuan berfikir
tingkat tinggi siswa seperti kemampuan memecahkan masalah, berargumentasi
sumber-9
sumber informasi, berkomunikasi, berkerjasama, menyimpulkan dari berbagai
situasi, pemahaman konseptual, dan pemahaman prosedural haruslah menjadi
prioritas dalam pembelajaran matematika.
Dengan tidak mengabaikan kemampuan yang lain, kemampuan
komunikasi dan pemecahan masalah matematis memegang peranan penting dalam
aktivitas dan penggunaan matematika yang dipelajari siswa. Aktivitas yang
dimaksud adalah aktivitas siswa baik dalam mengkomunikasikan matematika itu
sendiri maupun dalam upaya memecahkan masalah yang dihadapi siswa dalam
matematika atau dalam kehidupannya sehari-hari. Bahkan dalam matematika,
pemecahan masalah merupakan kompetensi dasar yang terintegrasi dalam setiap
topik matematika yang diajarkan, sementara kemampuan komunikasi matematis
merupakan kompetensi yang diperlukan untuk mengkomunikasikan serta
memaknai hasil pemecahan masalah.
Kemampuan komunikasi perlu dilatih secara intensif agar siswa terlibat
aktif dalam pembelajaran dan siswa tidak menjadi asing. Menurut Baroody (1993:
99) matematika bukan hanya sekedar alat bantu berfikir, menemukan pola,
menyelesaikan masalah, atau menggambarkan kesimpulan, tetapi juga sebagai
suatu bahasa atau alat yang tak berhingga nilainya untuk mengkomunikasikan
berbagai macam ide secara jelas, tepat dan ringkas.
Hal senada juga dijelaskan Ansari (2012:4) bahwa ada dua alasan penting
mengapa komunikasi dalam matematika perlu ditumbuhkembangkan dikalangan
siswa. Pertama, matematika sebagai bahasa berarti matematika dapat digunakan
10
ringkas. Kedua, Matematika sebagai aktivitas sosial, berarti matematika dapat
digunakan sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran, seperti interaksi antara
siswa dengan siswa. Selanjutnya Saragih (2007) menyatakan bahwa kemampuan
komunikasi dalam matematika perlu diperhatikan karena komunikasi dapat
mengorganisasi dan mengkonsolidasi berpikir matematis siswa, baik secara lisan
maupun tulisan. Apabila siswa memiliki kemampuan komunikasi yang baik, maka
siswa akan memiliki pemahaman matematika yang mendalam tentang konsep
matematika yang dipelajarinya.
Namun kenyataan di lapangan, data survei yang dikeluarkan oleh TIMSS
Trend in Mathematics Science Study (2009) menunjukkan bahwa prestasi belajar
matematika masih saja rendah. Pada tahun 1999 posisi Indonesia di peringkat ke
34 dari 38 negara, tahun 2003 rangking 34 dari 45 negara dan tahun 2007 pada
rangking ke 36 dari 48 negara. Data di atas mengisyaratkan adanya permasalahan
yang sangat mendasar dalam pembelajaran matematika di kelas saat ini. Zulkardi
(Indrawati, 2006) menyatakan ada dua masalah utama dalam pendidikan
matematika di Indonesia yaitu rendahnya prestasi siswa serta kurangnya minat
mereka dalam belajar matematika. Ansari (2009:62) juga menjelaskan bahwa
siswa Sekolah Menengah Atas di Nanggroe Aceh Darussalam rata-rata kurang
terampil dalam berkomunikasi untuk menyampaikan informasi seperti
menyampaikan ide dan mengajukan pertanyaan serta menanggapi pertanyaan/
pendapat orang lain.
Khusus untuk kemampuan komunikasi matematis siswa Indonesia, laporan
11
komunikasi matematika sangat jauh di bawah negara-negara lain. Sebagai contoh,
untuk permasalahan matematis yang menyangkut kemampuan komunikasi
matematis, siswa Indonesia yang berhasil menjawab benar hanya 5% dan jauh di
bawah negara di Asia lainya seperti Singapura, Korea, dan Taiwan yang mencapai
lebih dari 50%.
Sebagai contoh soal yang menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi
matematis masih rendah dapat kita lihat dari salah satu persoalan yang diberikan
kepada siswa sebagai berikut: “Suatu segiempat dengan tepat satu pasang sisi
sejajar adalah suatu trapesium, dan belah ketupat adalah suatu jajaran genjang
dengan semua sisinya sama”. Jelaskan dua pernyataan tersebut benar atau salah
dengan pemahaman dan kata-katamu sendiri.
Gambar.1.1. Salah satu jawaban siswa untuk tes kemampuan komunikasi matematis.
Dari bentuk jawaban siswa di atas dapat dipahami bahwa siswa belum
dapat memberikan argumen yang menyakinkan tentang trapesium, sesungguhnya
trapesium merupakan segiempat yang memiliki sepasang sisi yang sejajar.
12
pernyataan tentang belah ketupat dan jajaran genjang, jawaban yang diberikan
sangat singkat, seharusnya siswa terlebih dahulu menyatakan jajaran genjang
memiliki dua pasang sisi yang sejajar dan sama panjang, jika keempat sisi jajaran
genjang itu sama panjang disebut belah ketupat.
Dari hasil temuan-temuan ini, betapa permasalahan tentang komunikasi
matematik siswa ini menjadi sebuah permasalahan serius yang harus segera
ditangani. Ahmad (2011) menjeskan bahwa ”tanpa komunikasi dalam matematika
kita akan memiliki sedikit keterangan, data, dan fakta tentang pemahaman siswa
dalam melakukan proses dan aplikasi matematika”. Untuk itu komunikasi
matematik dapat membantu guru untuk memahami kemampuan siswa dalam
menginterpretasi dan mengekspresikan pemahamannya tentang konsep dan proses
matematika yang mereka lakukan sehingga tujuan pembelajaran matematika dapat
tercapai.
Hasil pengamatan terhadap proses pembelajaran yang terjadi di dalam
kelas, guru hanya memfokuskan pada penghafalan konsep, memberikan
rumus-rumus dan langkah-langkah serta prosedur matematika guna menyelesaikan soal.
Dalam proses pembelajaran juga guru kurang mengaitkan fakta real dalam
kehidupan nyata dengan persoalan matematika dan proses pembelajaran yang
berlangsung di kelas berpusat pada guru (teacher oriented) dan tidak berorientasi
pada membangun konsep matematika dari siswa itu sendiri dan tidak melatih
siswa untuk berkomunikasi secara matematik. Pembelajaran yang terjadi di kelas
13
dan mengerjakan latihan-latihan yang ada pada buku dan guru hanya
menyampaikan materi yang ada di buku paket.
Dalam hal ini kita menyadari bahwa masih banyak guru matematika yang
menganut paradigma transfer of knowledge, yang beranggapan bahwa siswa
merupakan objek dari belajar serta teacher centered yang memfokuskan
pembelajaran semata-mata guru sebagai aktor utama pembelajaran. Dalam kedua
paradigma tersebut guru mendominasi dalam proses pembelajaran sehingga
suasana belajar lebih menekankan pada latihan mengerjakan soal rutin (drill)
dengan mengulang prosedur serta lebih banyak menggunakan rumus atau
algoritma tertentu sehingga kurang memberikan kesempatan siswa untuk
melakukan komunikasi matematiknya.
Kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis perlu
mendapat perhatian untuk ditingkatkan karena keduanya merupakan kemampuan
yang diperlukan dalam belajar. Kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah
matematis dapat mendorong siswa dalam belajar bermakna (meaning full) dan
belajar dalam kebersamaan, selain itu dapat membantu siswa dalam menghadapi
permasalahan matematika dan permasalahan keseharian secara umum. Supaya
pembelajaran matematika di kelas dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
dan pemecahan masalah matematis siswa, guru harus mampu memberikan
kesempatan yang cukup agar setiap siswa dapat membiasakan diri berargumen
atas setiap ide dan gagasannya. Pembelajaran hendaknya dirancang melalui
permasalahan yang memungkinkan siswa mampu melakukan komunikasi
14
Menyikapi permasalah yang timbul dalam pendidikan matematika sekolah
tersebut, perlu dicari pendekatan pembelajaran yang mampu meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematika dan kemampuan komunikasi
matematika siswa yakni pendekatan pembelajaran yang lebih bermakna, dimana
melalui pendekatan pembelajaran tersebut siswa mampu menemukan sendiri
pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkannya, bukan karena diberitahukan
oleh guru atau orang lain. Dan pendekatan pembelajaran tersebut didesain
sedemikian rupa agar siswa mampu mengkontruksi pengetahuan dalam benak
siswa, sehingga siswa mampu belajar aktif dan mandiri serta mampu memecahkan
persoalan-persoalan belajarnya.
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah salah satu pembelajaran
yang dapat meningkatkan kemampuan-kemampuan tersebut, khususnya
kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik. Hal ini disebabkan
karena dalam PBM siswa dilatih untuk mampu berpikir dengan kritis dalam
menyelesaikan masalah yang diajukan/diberikan dalam pembelajarannya. Dengan
Pembelajaran Berbasis Masalah, baik secara individu maupun kelompok, siswa
dituntut untuk dapat mengemukakan solusi-solusi dari masalah yang
diajukan/diberikan melalui berbagai representasi yang mungkin. Mereka juga
dituntut untuk dapat mengkomunikasikan gagasan-gagasan mereka dengan baik
melalui representasi yang mereka buat.
Di Sekolah Menengah Pertama (SMP) siswa sudah mulai belajar dan
dilatih untuk berpikir dari hal yang sifatnya konkret menuju ke hal yang lebih
15
matematika yang bersifat abstrak tersebut secara perlahan namun dapat masuk
dalam jangkauan pemahaman mereka. Pada akhirnya siswa diharapkan mampu
memecahkan masalah-masalah matematika baik yang terkait dengan pelajarannya
maupun yang terkait dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Penerapan model pembelajaran ini diupayakan adanya peningkatkan
kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik karena siswa mulai
bekerja dari permasalahan yang diberikan, mengaitkan masalah yang akan
diselidiki dengan meninjau masalah itu dari banyak segi, melakukan penyelidikan
autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata, membuat
produk berupa laporan, model fisik untuk didemonstrasikan kepada teman-teman
lain, bekerja sama satu sama lain untuk mengembangkan keterampilan sosial dan
keterampilan berpikir. Dalam KTSP, diungkapkan bahwa pendekatan pemecahan
masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika yang mencakup
masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak
tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan
kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami
masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan
solusinya.
Pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang menggunakan
masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar berpikir kritis
dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan
konsep yang esensi dari materi pelajaran. Masalah kontekstual yang diberikan
16
meningkatkan aktivitas belajar siswa, belajar terfokus pada penyelesaian masalah
sehingga siswa tertarik untuk belajar, menemukan konsep yang sesuai dengan
materi pelajaran, dan dengan adanya interaksi berbagi ilmu antara siswa dengan
siswa, siswa dengan guru, maupun siswa dengan lingkungan siswa diajak untuk
aktif dalam pembelajaran.
Salah satu ciri utama model pembelajaran berbasis masalah yaitu berfokus
pada keterkaitan antar disiplin ilmu, dengan maksud masalah yang disajikan
dalam pembelajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran
tertentu tetapi siswa bisa meninjau masalah tersebut dari banyak segi atau
mengaitkan dengan disiplin ilmu yang lain untuk menyelesaikannya. Dengan
diterapkannya model pembelajaran berbasis masalah mendorong siswa belajar
secara aktif, penuh semangat dan siswa akan semakin terbuka terhadap
matematika, serta akan menyadari manfaat matematika karena tidak hanya
terfokus pada topik tertentu yang sedang dipelajari.
Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah ini siswa dihadapkan pada situasi
atau masalah yang dapat mengantarnya untuk lebih mengenal objek matematika,
melibatkan siswa melakukan proses doing math secara aktif, mengemukakan
kembali ide matematika dalam membentuk pemahaman baru. Oleh karena itu,
kecenderungan untuk meningkatnya kemampuan komunikasi dan pemecahan
masalah matematis menjadi lebih terbuka. Pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran berbasis masalah inilah yang akan diteliti untuk melihat
adanya peningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi
17
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, dapat
diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Hasil belajar matematika siswa masih rendah.
2. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih rendah.
3. Kemampuan siswa dalam komunikasi matematika masih rendah.
4. Aktivitas siswa kurang dilibatkan dalam proses pembelajaran.
5. Model pembelajaran yang digunakan guru belum bervariasi.
6. Pembelajaran yang dilaksanakan di kelas selama ini belum mampu
mengaktifkan kemampuan siswa.
7. Bentuk proses penyelesaian masalah atau soal-soal pemecahan masalah
dan komunikasi matematika di kelas belum bervariasi
1.3. Batasan Masalah
Mengingat luasnya ruang lingkup permasalahan dalam pembelajaran
matematika seperti yang telah diindentifikasi di atas, maka penelitian ini perlu
dibatasi sehingga lebih terfokus. Peneliti hanya meneliti tentang penggunaan
model pembelajaran berbasis masalah (PBM) untuk meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematika siswa berupa
tulisan, aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung dan proses
jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan masalah pada masing-masing
model pembelajaran pada materi segi empat. Adapun untuk menanggulangi
permasalahan tersebut adalah dengan menerapkan model pembelajaran berbasis
18
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah
di atas, ada beberapa faktor yang menjadi perhatian penulis untuk dikaji dan
dianalisis lebih lanjut dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
yang memperoleh model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi
daripada siswa yang memperoleh pembelajaran langsung?
2. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa yang
memperoleh model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada
siswa yang memperoleh pembelajaran langsung?
3. Bagaimana aktivitas siswa dalam pembelajaran berbasis masalah dapat
memenuhi kriteria pencapaian efektivitas?
4. Bagaimana proses jawaban yang dibuat oleh siswa dalam menyelesaikan
masalah pada masing-masing pembelajaran?
1.5. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang
aplikasi model pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah dan komunikasi matematika siswa. Sedangkan secara
khusus, penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa yang memperoleh model pembelajaran berbasis masalah
19
2. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi
matematika siswa yang memperoleh model pembelajaran berbasis masalah
lebih tinggi daripada siswa yang memperoleh pembelajaran langsung.
3. Untuk mengetahui aktivitas siswa selama proses pembelajaran dengan
menggunakan pembelajaran berbasis masalah.
4. Untuk mengetahui proses jawaban yang dibuat oleh siswa dalam
menyelesaikan masalah pada masing-masing pembelajaran.
1.6. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi usaha-usaha
memperbaiki proses pembelajaran matematika dengan menerapkan model
pembelajaran. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat:
1. Bagi Siswa
Diharapkan dengan adanya pembelajaran berbasis masalah pada dasarnya
memberi pengalaman baru dan dorongan bagi siswa untuk terlibat aktif
dalam pembelajaran agar terbiasa dan terampil dalam melakukan
pemecahan masalah dan komunikasi matematika dan menjadikan
pembelajaran matematika lebih bermakna dan bermafaat dalam mencapai
hasil belajar yang lebih baik.
2. Bagi Guru matematika di sekolah
Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematika dan komunikasi matematika siswa juga sebagai
bahan masukan atau pertimbangan dalam melaksanakan proses belajar
20
3. Bagi Kepala Sekolah
Memberikan izin dan kewenangan kepada setiap guru untuk
mengembangkan model-model pembelajaran untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematika siswa pada
khususnya dan hasil belajar siswa pada umumnya.
4. Bagi Peneliti
Memberikan sumbangan pemikiran kepada peneliti lain tentang
bagaimana meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan
komunikasi matematika siswa melalui model pembelajaran berbasis
masalah.
1.7. Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya perbedaan pengertian terhadap istilah-istilah
yang terdapat pada rumusan masalah dalam penelitian ini, perlu dikemukakan
definisi operasional sebagai berikut :
1. Kemampuan pemecahan masalah matematika adalah kemampuan siswa
dalam menyelesaikan masalah matematika dengan memperhatikan proses
menemukan jawaban berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah,
yaitu:
a. Memahami soal atau masalah;
b. Membuat suatu rencana atau cara untuk menyelesaikannya;
c. Melaksanakan rencana penyelesaian masalah;
21
2. Kemampuan komunikasi matematik adalah kemampuan siswa
menggunakan matematika sebagai alat komunikasi (bahasa matematika)
secara tertulis menjawab masalah komunikasi siswa yang akan diukur
berdasarkan kemampuan siswa dalam: (1) menuliskan ide matematika
dalam bentuk gambar dan kata-kata, (2) menuliskan ide matematika ke
dalam model matematika, (3) menggunakan keahlian membaca, menulis,
dan menelaah, serta menginterpretasikan ide-ide ke dalam informasi
matematika (4) merespon suatu pernyataan/persoalan dalam bentuk
argumen yang meyakinkan.
3. Model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran dengan
mengacu pada lima langkah pokok, yaitu: (1) orientasi siswa pada
masalah, (2) mengorganisir siswa untuk belajar, (3) membimbing
penyelidikan individual maupun kelompok, (4) mengembangkan dan
manyajikan hasil karya dan (5) menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah.
4. Model pembelajaran langsung adalah Pembelajaran yang biasanya diawali
dengan, (1) guru menjelaskan materi pelajaran di depan kelas, (2) siswa
mendengarkan penjelasan guru, (3) kemudian siswa diberi contoh-contoh
soal yang diselesaikan oleh guru dan (4) siswa diberi soal-soal sebagai
latihan. Penilaian terhadap siswa pada umumnya hanya terbatas pada
penilaian tugas, penilaian ulangan harian, dan ulangan umum semester.
5. Aktivitas aktif siswa adalah keterlibatan siswa dan guru, siswa dan siswa
22
instrumen lembar pengamatan aktivitas aktif siswa. Kadar aktivitas aktif
siswa adalah seberapa besar persentase waktu yang digunakan siswa dalam
pembelajaran.
6. Proses jawaban siswa adalah hasil proses penyelesaian jawaban siswa
setelah pembelajaran berlangsung pada masing-masing pembelajaran
222 BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian selama model
pembelajaran berbasis masalah dengan menekankan pada kemampuan pemecahan
masalah dan komunikasi matematik, maka peneliti memperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika antara siswa yang
diberi model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada siswa yang
diberi model pembelajaran langsung.
2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematika antara siswa yang diberi
model pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada siswa yang diberi
model pembelajaran langsung.
3. Aktivitas aktif siswa dalam model pembelajaran berbasis masalah lebih efektif
daripada siswa yang memperoleh model pembelajaran langsung.
4. Proses penyelesaian jawaban siswa dengan mengunakan model pembelajaran
berbasis masalah lebih bervariasi dibandingkan dengan model pembelajaran
langsung. Siswa dengan model pembelajaran berbasis masalah menjawab
dengan lengkap dan mampu memberikan alasan serta perhitungan yang tepat
terhadap penyelesaian soal kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi
matematik, sedangkan siswa dengan model pembelajaran langsung menjawab
223
5.2. Implikasi
Berdasarkan simpulan di atas diketahui bahwa penelitian ini berfokus pada
pemecahan masalah dan komunikasi matematik siswa melalui pembelajaran
matematika dengan model pembelejeran berbasis masalah. Terdapat peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajarkan dengan model
pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran langsung secara
signifikan. Terdapat peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang
diajarkan dengan model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran
konversional secara signifikan.
Beberapa implikasi yang perlu diperhatikan bagi guru sebagai akibat dari
pelaksanaan proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah
antara lain :
1. Dari aspek yang diukur, berdasarkan temuan dilapangan terlihat bahwa
kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik siswa masih
kurang memuaskan. Hal ini disebabkan siswa terbiasa dengan memperoleh
soal-soal yang langsung menerapkan rumus-rumus yang ada dibuku,
sehingga ketika diminta untuk untuk memunculkan ide mereka sendiri
siswa masih merasa sulit. Ditinjau pada indikator, indikator perencanaan
dalam pemecahan masalah dan indikator menginterprestasikan gambar ke
dalam model matematika pada komunikasi matematik yang masih kurang.
2. Model pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan pada kategori
KAM (Tinggi, Sedang dan Rendah) pada kemampuan pemecahan masalah
224
masalah mendapatkan keuntungan yang lebih baik terhadap siswa dengan
kategori KAM tinggi.
3. terkait proses penyelesaian jawaban siswa dalam menyelesaikan masalah
kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematis
siswa pada model pembelajaran berbasis masalah, masih terlihat kurang
lengkap dan belum sempurna dengan langkah-langkah berurutan dan
penyelesaian benar dibanding dengan model pembelajaran langsung. Akan
tetapi proses penyelesaian jawaban siswa yang terjadi pada kemampuan
pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematis siswa sudah
bervariasi, hal ini dapat ditemukan dari hasil kerja siswa baik yang
diajarkan dengan model pembelajaran berbasis masalah maupun model
pembelajaran langsung.
5.3. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembelajaran berbasis masalah yang diterapkan pada kegiatan pembelajaran memberikan hal-hal penting untuk
perbaikan. Untuk itu peneliti menyarankan beberapa hal berikut :
1. Bagi guru matematika
a. Pembelajaran berbasis masalah pada pembelajaran matematika yang
menekankan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi
matematiksiswa dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk
menerapkan pembelajaran matematika yang innovatif khususnya dalam
225
b. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai
bandingan bagi guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran
matematikadengan pembelajaran berbasis masalah pada pokok bahasan
segi empat.
c. Aktivitas siswa dalam pembelajaran berbasis masalah adalah efektif.
Diharapkan guru matematika dapat menciptakan suasana pembelajaran
yang menyenangkan, memberi kesempatan pada siswa untuk
mengungkapkan gagasanya dalam bahasa dan cara mereka sendiri, berani
berargumentasi sehingga siswa akan lebih percaya diri dan kreatif dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Dengan demikian matematika
bukan lagi momok yang sangat menyulitkan bagi siswa.
d. Agar model pembelajaran berbasis masalah lebih efektif diterapkan pada
pembelajaran matematika, sebaiknya guru harus membuat perencanaan
mengajar yang baik dengan daya dukung sistem pembelajaran yang baik
seperti peggunaan LAS, RPP, dan media yang digunakan.
e. Diharapkan guru perlu menambah wawasan tentang teori-teori
pembelajaran dan model pembelajaran yang inovatif agar dapat
mengaplikasikan dalam pembelajaran matematika sehingga pembelajaran
yang biasa digunakan secara sadar dapat ditinggalkan sebagai upaya
peningkatan hasil belajar siswa.
2. Kepada Lembaga terkait
a. Model pembelajaran berbasis masalah dengan menekankan kemampuan