• Tidak ada hasil yang ditemukan

Post Bab 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Post Bab 2"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.Tinjauan tentang Hasil Belajar

1. Pengertian Belajar

Belajar telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Belajar terjadi seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan manusia. Bagi seorang pelajar, belajar merupakan sebuah kewajiban.

Beberapa ahli mengemukakan pengertian belajar dalam memberikan gambaran tentang pengertian belajar. Reber (Sugihartono, 2007: 74) mendefinisikan belajar dalam 2 pengertian. Pertama, belajar sebagai proses memperoleh pengetahuan dan kedua, belajar sebagai perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat. Sugihartono (2007: 74) mendefinisikan belajar secara lebih rinci, dimana belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

(2)

13

Santrock dan Yussen (Sugihartono, 2007: 74) mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relatif permanen karena adanya pengalaman. Pendapat tersebut didukung oleh Anita E. Wool Folk (Sunaryo Kartadinata, 1998: 57) yang mengemukakan bahwa belajar adalah proses perubahan pengetahuan atau perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Pengalaman ini terjadi melalui interaksi antara individu dengan lingkungannya.

Dari berbagai pendapat mengenai pengertian belajar yang dikemukakan oleh beberapa ahli, dapat diambil pengertian bahwa sebenarnya ada beberapa kata kunci di balik definisi kata belajar, yaitu perubahan, pengetahuan, perilaku, pribadi, permanen dan pengalaman. Jika dirumuskan maka belajar merupakan aktivitas atau pengalaman yang menghasilkan perubahan pengetahuan, perilaku dan pribadi yang bersifat permanen.

2. Ciri-ciri Belajar

Ciri-ciri belajar menurut Syaiful Bahri Djamarah (2011: 15-16) antara lain:

a. Perubahan yang terjadi secara sadar

Individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu sekurang-kurangnya individu merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya.

b. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional

(3)

14

menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan atau proses belajar berikutnya.

c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif

Perubahan itu selalu bertambah dan tertuju untuk memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian, makin banyak usaha belajar yang dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh.

d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara

Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Berarti tingkah laku yang terjadi setelah belajar bersifat menetap.

e. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah

Berarti perubahan tingkah laku terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perubahan tingkah laku ini benar-benar disadari.

f. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku

Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, kebiasaan, keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya.

3. Faktor yang Mempengaruhi Belajar

(4)

15

belajar yang merupakan jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran.

4. Hakikat Hasil Belajar

Nana Sudjana (2009: 22), mendefinisikan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dan hasil belajar itu sendiri menurut Horward Kingsley (Nana Sudjana, 2009: 22) terbagi menjadi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, dan (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar tersebut dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Dalam pembagian macam hasil belajar, Gagne (Nana Sudjana, 2009: 22) mempunyai pandangan berbeda yang membaginya menjadi lima kategori hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap, dan (e) keterampilan motoris.

(5)

16 a. Ranah Kognitif

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.

b. Ranah Afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.

c. Ranah Psikomotoris

Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak yang terdiri dari enam aspek, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interaktif.

(6)

17

Dengan demikian peneliti dapat menyimpulkan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia belajar baik berkenaan dengan hasil belajar intelektual dan sikap maupun yang berkenaan dengan keterampilan.

B.Tinjauan tentang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

1. Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Menurut Rudy Gunawan (2011: 93), hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah telaah tentang manusia dan dunianya. Manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup bersama dengan sesamanya.

2. Fungsi dan Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di sekolah dasar yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di dalamnya memuat materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi. Melalui mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), anak diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.

(7)

18

Dengan demikian peneliti dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) mempunyai peranan penting dalam mengarahkan anak untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.

3. Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Menurut Rudy Gunawan (2011: 39), ruang lingkup mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

1) Manusia, tempat, dan lingkungan. 2) Waktu, berkelanjutan, dan perubahan. 3) Sistem sosial dan budaya.

4) Perilaku ekonomi dan kesejahteraan.

5) IPS SD sebagai Pendidikan Global (global education), yakni: mendidik siswa akan kebhinekaan bangsa, budaya, dan peradaban di dunia; menanamkan kesadaran semakin terbukanya komunikasi dan transportasi antar bangsa di dunia; mengurangi kemiskinan, kebodohan dan perusakan lingkungan.

C.Tinjauan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams

Achievement Divisions)

1. Definisi Pembelajaran Kooperatif

(8)

19

learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan

bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Sejalan dengan pendapat tersebut, Slavin (Etin Solihatin, 2009: 4) mengatakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok.

Menurut Etin Solihatin (2009: 4), cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.

(9)

20

meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa yang menggunakan sistem kelompok/tim kecil yang terdiri dari dua orang atau lebih dan di dalamnya terdapat anggota yang mempunyai latar belakang yang berbeda. Tujuan dari penggunaan model pembelajaran ini adalah untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama siswa yang berbeda latar belakangnya.

2. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif

(10)

21 a. Pembelajaran Secara Tim

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

b. Didasarkan pada Manajemen Kooperatif

Manajemen mempunyai tiga fungsi, yaitu: (a) fungsi manajemen sebagai perencanaan pelaksanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, dan langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan. Misalnya tujuan apa yang harus dicapai, bagaimana cara mencapainya, apa yang harus digunakan untuk mencapai tujuan, dan lain sebagainya. (b) fungsi manajemen sebagai organisasi, menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif. (c) fungsi manajemen sebagai kontrol, menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui bentuk tes maupun non tes.

c. Kemauan untuk Bekerja Sama

(11)

22 d. Keterampilan Bekerja Sama

Kemampuan bekerja sama itu dipraktikkan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

3. Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif

Menurut Rusman (2011: 208), unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:

1) Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama.

2) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.

3) Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.

4) Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.

5) Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.

6) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

(12)

23 4. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Johnson & Johnson (Trianto, 2010: 57) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Karena siswa bekerja dalam satu team, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan di antara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah.

Nur Asma (2006: 12-14) menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif bertujuan untuk pencapaian hasil belajar, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Masing-masing tujuan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Pencapaian Hasil Belajar

(13)

24

2) Penerimaan terhadap Perbedaan Individu

Efek penting yang kedua dari model pembelajaran kooperatif ialah penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, tingkat sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan. Berikut ini merupakan garis besar premis yang diajukan oleh Goldon Allport (Nur Asma, 2006: 13). Telah diketahui bahwa banyak kontak fisik saja di antara orang-orang yang berbeda ras atau kelompok etnik tidak cukup untuk mengurangi kecurigaan dan perbedaan ide. Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, serta belajar untuk menghargai satu sama lain.

3) Pengembangan Ketrampilan Sosial

Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat, banyak kerja orang dewasa dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dalam masyarakat, meskipun beragam budayanya.

(14)

25

kekerasan, atau betapa sering orang menyatakan ketidakpuasan pada saat diminta untuk bekerja dalam situasi kooperatif.

Selain unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit, model ini sangat berguna untuk membantu siswa menumbuhkan kemampuan kerja sama.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah untuk meningkatkan prestasi akademik siswa dan dapat memperbaiki hubungan di antara para siswa yang mempunyai latar belakang yang berbeda serta mengajarkan kepada siswa mengenai keterampilan kerja dan kolaborasi.

5. Prinsip Pembelajaran Kooperatif

Menurut Nur Asma (2006: 14-16) dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif setidaknya terdapat lima prinsip yang dianut, yaitu prinsip belajar siswa aktif (student active learning), belajar kerjasama (cooperative learning), pembelajaran partisipatorik, mengajar reaktif (reactive teaching),

dan pembelajaran yang menyenangkan (joyfull learning). Penjelasan dari masing-masing prinsip dasar model pembelajaran kooperatif tersebut sebagai berikut.

1) Belajar Secara Aktif

(15)

26

memahami materi pembelajaran dan mengakhiri dengan membuat laporan kelompok dan individual.

Dalam kegiatan kelompok, sangat jelas aktivitas siswa dengan bekerja sama, melakukan diskusi, mengemukakan ide masing-masing anggota dan mengujinya secara bersama-sama, siswa menggali seluruh informasi yang berkaitan dengan topik yang menjadi bahan kajian kelompok dan mendiskusikan pula dengan kelompok lainnya.

2) Belajar Kerjasama

Seperti namanya pembelajaran kooperatif, proses pembelajaran dilalui dengan bekerja sama dalam kelompok untuk membangun pengetahuan yang tengah dipelajari. Prinsip pembelajaran inilah yang melandasi keberhasilan penerapan model pembelajaran kooperatif. Seluruh siswa terlibat secara aktif dalam kelompok untuk melakukan diskusi, memecahkan masalah dan mengujinya secara bersama-sama, sehingga terbentuk pengetahuan baru dari hasil kerjasama mereka. Diyakini pengetahuan yang diperoleh melalui penemuan-penemuan dari hasil kerjasama akan lebih bernilai permanen dalam pemahaman masing-masing siswa.

3) Pembelajaran Partisipatorik

(16)

27

untuk menemukan dan membangun pengetahuan yang menjadi tujuan pembelajaran.

Sebagai contoh pada saat kelompok memecahkan masalah dalam kelompok belajar, mereka melakukan pengujian-pengujian, mencobakan untuk pembuktian dari teori-teori yang sedang dibahas secara bersama-sama, kemudian mendiskusikan dengan kelompok belajar lainnya. Pada saat diskusi, masing-masing kelompok mengemukakan hasil dari kerja kelompok. Setiap kelompok juga diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya dan mengkritik pendapat kelompok lainnya. 4) Reactive Learning

(17)

28 5) Pembelajaran yang Menyenangkan

Salah satu ciri pembelajaran yang banyak dianut dalam pembaharuan pembelajaran dewasa ini adalah pembelajaran yang menyenangkan, begitu juga untuk model pembelajaran kooperatif menganut prinsip pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran harus berjalan dalam suasana menyenangkan, tidak ada lagi suasana yang menakutkan bagi siswa atau suasana belajar yang tertekan.

Suasana belajar yang menyenangkan harus dimulai dari sikap dan perilaku guru di luar maupun di dalam kelas. Guru harus memiliki sikap yang ramah dengan tutur bahasa yang menyayangi siswa-siswanya. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tidak akan berjalan efektif jika suasana belajar yang ada tidak menyenangkan.

6. Definisi pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams

Achievement Divisions)

Menurut Trianto (2010: 68) pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Pendapat tersebut di perkuat oleh Slavin (Nur Asma, 2006: 51)

(18)

29

sedang, dan rendah atau variasi jenis kelamin, kelompok ras atau etnis, atau kelompok sosial lainnya.

Dari kedua pendapat di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dimana pada penerapannya dalam pembelajaran siswa ditempatkan dalam tim belajar yang beranggotakan 4-5 orang yang berbeda, baik berbeda menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, kelompok ras/etnis, atau kelompok sosial lainnya. 7. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams

Achievement Divisions)

Pembelajaran STAD ini hampir sama dengan pembelajaran kooperatif lainnya namun yang membedakan adalah tipe STAD ini menggunakan kuis-kuis individual pada tiap akhir pelajaran. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis sehingga tiap siswa bertanggung jawab secara individual untuk memahami materinya.

Dalam STAD ini terdiri atas enam komponen utama di antaranya adalah penyampaian tujuan dan motivasi, pembagian kelompok, presentasi dari guru, kegiatan belajar dalam tim (kerja tim), kuis (evaluasi), dan penghargaan prestasi tim

8. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student

Teams Achievement Divisions)

(19)

30

pembagian kelompok, c) presentasi dari guru, d) kegiatan belajar dalam tim (kerja tim), e) kuis (evaluasi) dan f) penghargaan prestasi tim. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai berikut.

1) Penyampaian Tujuan dan Motivasi

Menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.

2) Pembagian Kelompok

Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok, di mana setiap kelompoknya terdiri dari 4-5 siswa yang memprioritaskan heterogenitas (keragaman) kelas dalam prestasi akademik, gender/jenis kelamin, ras atau etnik.

3) Presentasi dari Guru

(20)

31

4) Kegiatan Belajar dalam Tim (Kerja Tim)

Siswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk. Guru menyiapkan lembaran kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua anggota menguasai dan masing-masing memberikan kontribusi. Selama tim bekerja, guru melakukan pengamatan, memberikan bimbingan, dorongan dan bantuan bila diperlukan. Kerja tim ini merupakan ciri terpenting dari STAD.

5) Kuis (Evaluasi)

Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis tentang materi yang dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok. Siswa diberikan kursi secara individual dan tidak dibenarkan bekerja sama. Ini dilakukan untuk menjamin agar siswa secara individu bertanggung jawab kepada diri sendiri dalam memahami bahan ajar tersebut. Guru menetapkan skor batas penguasaan untuk setiap soal, misalnya 60, 75, 84, dan seterusnya sesuai dengan tingkat kesulitan siswa.

6) Penghargaan Prestasi Tim

(21)

32 a) Menghitung Skor Individu

Menurut Slavin (Rusman, 2011: 216), untuk menghitung perkembangan skor individu dihitung sebagaimana dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 2 Penghitungan Skor Individu

No. Nilai Tes Skor Perkembangan

1.

2.

3.

4.

5.

Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar

10 sampai 1 poin di bawah skor dasar

Skor 0 sampai 10 poin di atas skor dasar

Lebih dari 10 poin di atas skor dasar

Pekerjaan sempurna (tanpa memerhatikan skor dasar)

0 poin

10 poin

20 poin

30 poin

30 poin

b) Menghitung Skor Kelompok

Skor kelompok dihitung dengan membuat rata-rata skor perkembangan anggota kelompok, yaitu dengan menjumlahkan semua skor perkembangan individu anggota kelompok dan membagi sejumlah anggota kelompok tersebut. Sesuai dengan rata-rata skor perkembangan kelompok, diperoleh skor kelompok sebagaimana dalam tabel 2sebagai berikut:

Tabel 3 Penghitungan Skor Kelompok

No. Rata-rata Skor Kualifikasi

1.

2.

3.

4.

0 ≤ N ≤ 5 6 ≤ N ≤ 15

16 ≤ N ≤ 20

21 ≤ N ≤ 30

-

Tim yang Baik (Good Team)

Tim yang Baik Sekali (Great Team)

(22)

33

c) Pemberian hadiah dan pengakuan skor kelompok

Setelah masing-masing kelompok atau tim memperoleh predikat, guru memberikan hadiah atau penghargaan kepada masing-masing kelompok sesuai dengan prestasinya (kriteria tertentu yang ditetapkan guru).

D.Tinjauan tentang Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

(23)

34

Masa usia sekolah dasar menurut Suryobroto (Syaiful Bahri Djamarah, 2011: 124) sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Masa keserasian sekolah dapat diperinci menjadi 2 fase, yaitu:

a. Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar (± 6 atau 7 tahun – 9 atau 10 tahun) Sifat khas anak pada masa ini antara lain:

1) Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan kesehatan pertumbuhan jasmani dengan hasil sekolah.

2) Adanya sikap yang cenderung untuk mematuhi peraturan-peraturan permainan yang tradisional.

3) Adanya kecenderungan memuji sendiri.

4) Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain jika hal itu dirasanya menguntungkan untuk meremehkan anak lain.

5) Jika tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggapnya tidak penting.

6) Pada masa ini (terutama pada usia 6 – 8 tahun) anak menghendaki nilai (angka rapor) yang baik, tanpa mengingat apakah hasilnya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.

b. Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar (± 9 atau 10 tahun – 11 atau 12 tahun) Sifat khas anak pada masa ini antara lain:

1) Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, hal ini menimbulkan kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis.

(24)

35

3) Menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus, yang oleh para ahli ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor.

4) Sampai kira-kira umur 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa lainnya.

5) Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk dapat bermain bersama. Di dalam permainan ini biasanya anak tidak lagi terikat pada aturan permainan yang tradisional, mereka membuat peraturan sendiri.

Berdasarkan penjelasan mengenai sifat khas anak di atas, dapat disimpulkan bahwa memang beralasan jika para ahli memasukkan anak pada usia 7–12 tahun termasuk dalam kategori tahap perkembangan intelektual.

E.Pembelajaran IPS SD dengan Model Kooperatif Tipe STAD

(25)

36

dipengaruhi oleh kemampuan dan ketepatan guru dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran.

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di sekolah dasar harus memperhatikan kebutuhan anak yang berusia 11 tahun. Anak dalam usia 7-11 tahun menurut Piaget (Rudy Gunawan, 207-11: 38) berada dalam perkembangan kemampuan intelektual/kognitifnya pada tingkatan kongkret operasional. Mereka memandang dunia dalam keseluruhan yang utuh, dan menganggap tahun sebagai waktu yang masih jauh. Yang mereka pedulikan adalah sekarang (kongkrit), dan bukan masa depan yang belum mereka pahami (abstrak). Padahal bahan materi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) penuh dengan pesan-pesan yang bersifat abstrak. Konsep-konsep seperti waktu, perubahan, kesinambungan (continuity), arah mata angin, lingkungan, ritual, akulturasi, kekuasaan, demokrasi, nilai, peranan, permintaan, atau kelangkaan adalah konsep-konsep abstrak yang harus dibelajarkan kepada siswa SD.

Berdasarkan hal di atas, bisa kita lihat bahwa pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sangat penting untuk diajarkan. Namun pada prakteknya banyak siswa yang beranggapan bahwa pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah mata pelajaran yang membosankan. Untuk menghilangkan anggapan seperti itu maka digunakanlah pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) dimana siswa ditempatkan dalam kelompok

(26)

37

kelamin, kelompok ras dan etnis, atau kelompok sosial lainnya. Terbentuknya kelompok belajar seperti itu diharapkan dapat menjadikan pembelajaran lebih berwarna dan semakin menarik minat siswa untuk belajar, karena memang karakteristik siswa SD pada umumnya di antaranya masih suka bermain dan suka membentuk kelompok dengan teman sebayanya. Sehingga dengan menggunakan model pembelajaran ini, siswa dapat berinteraksi dengan siswa lain yang dikemas dalam suatu pembelajaran kelompok dengan tetap berada di bawah bimbingan guru, agar kegiatan kelompok dapat terarah dengan baik. Dengan demikian, di dalam proses pembelajaran siswa dapat ikut aktif dalam proses pembelajaran.

F. Hasil Penelitian yang Relevan

(27)

38

Dari hasil penelitian tersebut di atas dapat dilihat bahwa ketuntasan belajar siswa meningkat dari 43,33% menjadi 80% dan hasil akhir mencapai 100%. Hal itu menunjukkan bahwa ketuntasan belajar dari data sebelum tindakan sampai siklus I sampai siklus II ketuntasan belajarnya naik dari 93,33% menjadi 100%. Kenaikan hasil belajar tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat digunakan dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

G.Kerangka Pikir

Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif

(28)

39 H.Hipotesis Tindakan

Gambar

Tabel 3 Penghitungan Skor Kelompok No. Rata-rata Skor

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pokja Pengadaan Barang.

Jika jumlah yang direalisasi terhadap penjualan Kolateral atau mana-mana bahagian daripadanya atau sebaliknya selaras dengan peruntukan Fasal 10 tidak mencukupi

Wacana adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga untuk meneliti teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana

Nilai kadar protein pada terasi dengan perlakuan menggunakan bahan baku teri tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang menggunakan bahan baku ikan petek, tetapi menunjukkan

[r]

Teori konflik adalah sebuah gejala sosial yang selalu terdapat dalam setiap. masyarakat dalam setiap

(Jakarta: PT.. karena terbiasakannya lisan mengucapkan ayat-ayat al- Qur‟an, karena banyaknya pengulangan maka pola hafalan dalam ingatannya semakin mencapai tingkat

Dalam hal ini, puisi itu sarat dengan gagasan tasawuf Wahdatul Wujud, yang menunjukkan berpadunya eksistensi manusia dengan eksistensi Tuhan, berpadunya dimensi insaniyah dengan