• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA TEKNIS DAN BIAYA SISTEM KANAL FLATBED

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISA TEKNIS DAN BIAYA SISTEM KANAL FLATBED"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

1

DRAFT SKRIPSI

ANALISA TEKNIS DAN BIAYA SISTEM KANAL FLATBED PADA APLIKASI PEMUPUKAN TANAMAN KELAPA SAWIT DENGAN

LIMBAH CAIR PABRIK DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT CONDONG, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT

Oleh : IRRIWAD PUTRI

F14050108

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

2

ANALISA TEKNIS DAN BIAYA SISTEM KANAL FLATBED PADA APLIKASI PEMUPUKAN TANAMAN KELAPA SAWIT DENGAN

LIMBAH CAIR PABRIK DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT CONDONG, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT

SKRIPSI

Sebagai salah satu untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Oleh : IRRIWAD PUTRI

F14050108

2009

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(3)

3

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

ANALISA TEKNIS DAN BIAYA SISTEM KANAL FLATBED PADA APLIKASI PEMUPUKAN TANAMAN KELAPA SAWIT DENGAN

LIMBAH CAIR PABRIK DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT CONDONG, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT

SKRIPSI

Sebagai salah satu untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Oleh : IRRIWAD PUTRI

F14050108

Disetujui, Bogor, Agustus 2009 Dosen Pembimbing Akademik

Dr.Ir. Lilik Pujantoro Eko Nugroho, M.Agr NIP : 19621130 198703 1 003

(4)

4 Irriwad Putri. F14050108, Analisa Teknis dan Biaya Aplikasi Sistem Kanal Flatbed Pada Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit dengan Limbah Cair Pabrik di Perkebunan Kelapa Sawit Condong, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Di bawah bimbingan : Dr.Ir. Lilik Pujantoro Eko Nugroho, M.Agr. 2009

RINGKASAN

Setiap 1 ton Minyak Sawit Mentah dihasilkan limbah cair sebanyak 5 ton dengan BOD (Biochemical Oxygen Demand) 20.000–60.000 mg/l (Loebis dan Toebing, 1989). Pemanfaatan LCPKS (Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit) sebagai pupuk tanaman kelapa sawit dengan BOD antara 3.500 – 5.000 mg/l merupakan salah satu cara yang sangat efektif bagi perusahaan dalam mengurangi tingkat pencemaran terhadap lingkungan serta merupakan salah satu kebijaksanaan pengembangan sistem perkebunan berwawasan lingkungan. Sistem flatbed adalah salah satu instalasi aplikasi limbah cair menuju lahan tanaman sawit yang telah diterapkan di PKS (Pabrik Kelapa Sawit) Condong, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Tujuan dari penelitan ini adalah untuk menghitung efisiensi penyaluran limbah cair pada saluran aplikasi sistem flatbed serta menganalisis sifat kimia limbah cair pada saluran pengairannya, menghitung biaya pokok aplikasi sistem flatbed dan membandingknnya dengan sistem traktor-tangki.

Penelitian ini dilakukan beberapa tahap (1) Pengukuran debit aliran limbah cair pada saluran aplikasi sistem flatbed, (2) Pengukuran sifat fisik dan kimia limbah cair berupa pH, suhu (°C), BOD, COD (Chemical Oxygen Demand), dan Nitrogen Amoniak (NH3-N), (3). Pengumpulan data komponen-komponen aplikasi limbah cair sistem flatbed dan sistem traktor-tangki, (4) Analisis efisiensi penyaluran dan sifat kimia limbah cair pada sistem traktor-tangki, dan (5)Analisis biaya.

Besar efisiensi penyaluran dan kehilangan limbah cair pada saluran sistem flatbed adalah 75.62% dan 15.31 m3 dengan lama penyaluran 4 jam. Kandungan BOD, COD, dan Amoniak pada kolam aplikasi, saluran inlet, dan saluran outlet berturut-turut adalah (22 mg/l, 57 mg/l, dan 11.8 mg/l ), (26 mg/l, 84 mg/l, dan 20.31 mg/l), dan (26 mg/l, 65 mg/l, dan 4.45 mg/l ). Pada penyaluran sistem traktor-tangki tidak terjadi perubahan sifat kimia limbah cair. Efisiensi penyaluran limbah cair sistem traktor-tangki adalah 100% dengan lama penyaluran 8.67 jam. Biaya pokok untuk penyaluran limbah cair sistem flatbed adalah sebesar Rp 7/liter sedangkan pada sistem traktor tangki Rp 19/liter.

Debit, efisiensi dan kehilangan limbah cair pada saluran sistem flatbed digambarkan pada kurva dengan menggunakan regresi linier dengan R2 > 0.9. Dari kurva tersebut dapat disimpulkan bahwa panjang saluran merupakan faktor yang sangat mempengaruhi debit, efisiensi dan kehilangan limbah cair pada saluran. Pada penelitian ini tidak memperhitungkan laju infiltrasi dan sedimentasi. Pada sistem flatbed panjang saluran tidak mempengaruhi nilai BOD limbah cair tetapi mempengaruhi nilai COD sebesar 22.6% dan Amoniak sebesar 78.1%. Perubahan nilai COD dan Amoniak kemungkinan disebabkan oleh vegetasi pada saluran dan jenis saluran yang terbuat dari tanah. Pada luasan dan jarak lahan aplikasi yang sama, aplikasi sistem flatbed lebih layak secara ekonomis dibandingkan dengan aplikasi sistem traktor-tangki.

(5)

5

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak kelima dari lima orang bersaudara, putri pasangan dari Bapak Darinas Abdullah dan Ibu Warnis. Dilahirkan pada tanggal 2 Maret 1986 di Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak di Batu Batindih, Kecamatan Lubuk Sikaping pada tahun 1993 dan melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar di SDN 01 Salibawan, Kecamatan Lubuk dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun tersebut penulis masuk ke Sekolah Menengah Pertama di MTsN I Lubuk Sikaping dan lulus pada tahun 2002. Kemudian penulis melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Atas di SMUN I Lubuk Sikaping dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswi di Institut Pertanian Bogor (IPB) jurusan Teknik Pertanian melalui program Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama kuliah penulis aktif sebagai pengurus dan anggota lembaga kemahasiswaan kampus yaitu Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian sebagai Staf Sekretaris Eksekutif Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian Devisi Keteknikan periode 2006-2007. Penulis melaksanakan praktek lapang pada tahun 2008 di PTP Nusantara VI (Persero) Unit Usaha Ophir, Pasaman Barat, Sumatera Barat dengan judul “Mempelajari Aspek Keteknikan Pertanian dalam Proses

Pembudidayaan dan Pengolahan Kelapa Sawit di PTP Nusantara VI (Persero) Unit Usaha Ophir, Pasaman Barat, Sumatera Barat”. Kemudian

untuk menyelesaikan studinya, penulis menyusun skripsi dengan judul “Analisa

Teknis Dan Biaya Aplikasi Sistem Kanal Flatbed Pada Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit Dengan Limbah Cair Pabrik Di Perkebunan Kelapa Sawit Condong, Kabupaten Garut, Jawa Barat” dibawah bimbingan Dr.Ir. Lilik

(6)

6

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan kasih sayang-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul Analisa Teknis Dan Biaya Sistem Kanal Flat Bed Pada Aplikasi Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit Dengan Limbah Cair Pabrik Di Perkebunan Kelapa Sawit Condong, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Ayahnda dan Ibunda serta Uda-uda dan Uni tercinta yang selalu mengalirkan doa demi kesuksesan penulis.

2. Dr.Ir. Lilik Pujantoro M.Agr sebagai dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan arahannya dalam penyusunan skripsi ini. 3. Direksi dan staff PT. Condong Garut yang telah memberikan izin

dan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian. 4. Bapak Tato sebagai kepala PKS PT. Condong Garut. Bapak Ir.

Arfang, Bu Fitri, Bapak Asep, Bapak Didin, Bapak Yanto, Bapak Dadang, Bapak Iman, beserta seegenap staff PKS PT. Condong Garut atas segala bimbingan dan ilmunya.

5. Bapak dan Ibu Dadang atas keramahan, kasih sayang, dan ilmuanya selama penulis melakukan penelitian.

6. Teman-teman TEP 42 yang selalu memberi motivasi dan semangat bagi penulis.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan sebagai masukan yang sangat berharga untuk perbaikan di masa mendatang. Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat berguna dan memberi manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

(7)

7 Bogor, Agustus 2009

(8)

iii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit ... 4

2.2 Parameter Mutu Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit ... 6

2.3 Sistem Aplikasi Limbah Cair ... 8

2.4 Pengaruh Aplikasi Terhadap Produksi ... 12

2.5 Efisiensi Penyaluran Air (Water Conveyance Efficiency) ... 13

2.6 Kehilangan Air ... 14

2.7 Pengukuran Debit ... 16

2.8 Analisis Biaya ... 17

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 23

3.1 Waktu dan Tempat ... 23

3.2 Alat dan Bahan ... 23

3.3 Sumber Data ... 25

3.4 Metode Penelitian ... 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

4.1 Keadaan umum lokasi penelitian ... 34

4.2 Parameter fisik instalasi aplikasi sistem flatbed ... 35

4.3 ... Pengaruh panjang saluran terhadap perubahan sifat kimia limbah cair ... 46

4.4 Analisis efisiensi penyaluran limbah cair sistem traktor-tangki ... 53

4.5 Analisis sifat kimia limbah cair sistem traktor-tangki ... 55

(9)

iv

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65

(10)

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi kimia Limbah Cair Kelapa Sawit ... 7 Tabel 2. Hasil analisis parameter mutu LCPKS ... 8 Tabel 3 Baku Mutu Limbah Cair Untuk Industri Minyak Sawit ... 10 Tabel 4. Standarisasi pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS)

dan Karet untuk aplikasi lahan ... 11 Tabel 5. Daftar Komponen Perhitungan Efisiensi Penyaluran Limbah Cair pada

Sistem Traktor-tangki ... 31 Tabel 6. Daftar Spesifikasi Komponen Perhitungan Efisiensi Penyaluran Limbah

Cair pada Sistem Traktor-tangki... 32 Tabel 7. Daftar Debit, Efisiensi, dan Kehilangan Air Rata-rata pada Penyaluran

Aplikasi Limbah Cair Sistem Flatbed ... 38 Tabel 8. Pengaruh Panjang Saluran dan Tekstur Tanah terhadap Efisiensi

Penyaluran ... 42 Tabe 9. Sifat Kimia Limbah Cair pada Penyaluran Sistem Taktor-tangki ... 53 Tabel 10. Perhitungan Waktu Tempuh Operasi Penyaluran Limbah Cair Sistem Traktor-tangki ... 55 Tabe 11. Daftar Nama Komponen Pengguna Energi Listrik ... 57 Tabel 12. Daftar Kebutuhan Operator pada Instalasi Sistem Flatbed ... 58 Tabel 13. Spesifikasi Tenaga Kerja yang Dibutuhkan Untuk Aplikasi Sistem

Traktor-tangki ... 61 Tabel 14. Perbandingan Analais Biaya Dua Sistem Aplikasi Limbah Cair .... 62

(11)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kandungan Unsur Hara Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

(LCPKS) ... 2 Gambar 2. Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) dan proses pembentukan

Limbah ... 6 Gambar 3. Pengaliran limbah cair pada areal kebun kelapa sawit dengan sistem

flatbed ... 12 Gambar 4. Susunan flatbed pada aplikasi limbah cair PT. Condong Garut .... 13 Gambar 5. Aplikasi limbah cair kelapa sawit dengan sistem traktor tangki ... 14 Gambar 6. Diagram alir pelaksanaan penelitian ... 27 Gambar 7. Diagram alir pelaksanaan penelitian ... 28 Gambar 8. Hubungan Panjang Saluran (m) terhadap Debit Aliran Limbah Cair

(m3/detik) Selama Penyaluran ... 39 Gambar 9. Hubungan Panjang Saluran (m) terhadap Efisiensi

Penyaluran (%) ... 40 Gambar 10 Kondisi Saluran Limbah Cair pada Aplikasi Limbah Cair Sistem

Flatbed ... 43 Gambar 11. Susunan flatbed pada jalur aplikasi limbah cair ... 43 Gambar 12. Total jumlah kehilangan limbah cair disepanjang saluran ... 43 Gambar 13. Hubungan Panjang Saluran (m) terhadap Kehilangan Limbah Cair

selama Penyaluran (m3) ... 44 Gambar 14. Bentuk Penampang Saluran Aplikasi Limbah Cair ... 45 Gambar 15. Rembesan Limbah Cair Menggenangi Pangkal Pohon

Kelapa Sawit ... 46 Gambar 16. Grafik Hubungan Panjang Saluran (m) terhadap Perubahan pH

Limbah Cair ... 46 Gambar 17. Grafik Hubungan Panjang Saluran (m) terhadap Perubahan Suhu (°C)

Limbah Cair ... 47 Gambar 18. Diagram Kandungan Bahan Kimia Limbah Cair pada Masing-masing

(12)

vii

Gambar 19. Proses Penyaluran Limbah Cair pada Sistem Traktor-tangki ... 54

Gambar 20. Pompa Aplikasi (kiri) dan Sirkulasi (kanan) Limbah Cair ... 56

Gambar 21. Kolam Aplikasi Limbah Cair ... 56

(13)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Gambar Jalur pada Aplikasi Limbah Cair Sistem Flatbed ... 71 Lampiran 2. Metode Analisis BOD, COD, dan Amoniak Limbah Cair ... 72 Lampiran 3. Daftar Komponen Sistem Aplikasi Limbah Cair Kelapa Sawit .. 72 Lampiran 4 Hasil Pengukuran Parameter Fisik Aliran Limbah Cair Untuk Setiap Kali Pengulangan ... 82 Lampiran 5. Daftar pH dan Suhu Limbah Cair (°C) Selama Penyaluran pada

Aplikasi Sistem Flatbed ... 90 Lampiran 6. Skema Aliran Limbah Cair pada Sistem Kolam Limbah

(Ponding system) ... 91 Lampiran 7. Daftar Kandungan Bahan Kimia Limbah Cair pada Masing-masing Penyaluran Sistem Flatbed ... 92 Lampiran 8. Analisis Biaya Aplikasi Sistem Flatbed ... 93 Lampiran 9. Analisis Biaya Aplikasi Sistem Traktor-tangki ... 98 Lampiran 11. Gambar Aplikasi Limbah Cair Kelapa Sawit dengan Sistem

(14)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Minyak sawit diperoleh dari daging buah kelapa sawit (mesokarp) yang telah mengalami proses pengempaan (pengepresan) dan klarifikasi (pemurnian) (Loebis dan Toebing, 1989). Proes pengolahan kelapa sawit juga menghasilkan produk sampingan salah satunya adalah LCPKS (Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit). Setiap 1 ton minyak sawit mentah/CPO(Crude Oil Palm) dihasilkan limbah cair sebanyak 5 ton dengan BOD (Biochemical Oxygen Demand) 20.000 – 60.000 mg/l (Loebis dan Toebing, 1989). Limbah cair ini berasal dari proses perebusan, klarifikasi, dan air hidrosiklon.

Berdasarkan Kep. Menteri Lingkungan Hidup No. Kep-51/MENLH/10/95, setiap LCPKS yang akan dialirkan ke perairan bebas harus terlebih dahulu diproses sehingga tingkat BOD nya adalah 100 mg/l dengan pH sekitar 6. Limbah cair dengan tingkat BOD 25.000 mg/l akan menjadi bahan pencemar apabila dibuang ke sungai. Keadaan tersebut dapat membahayakan kehidupan manusia dan sejumlah biota sungai. Sementara ditinjau dari kandungan haranya, setiap 1 ton LCPKS mengandung unsur-unsur hara yang setara dengan kandungan pupuk sebagai berikut :

(15)

2 Pemanfaatan LCPKS dengan BOD antara 3.500 – 5.000 mg/l (dari kolam anaerobik primer) merupakan salah satu cara yang sangat efektif dalam mengurangi beban dan tanggungan perusahaan dan dapat mengurangi tingkat pencemaran terhadap lingkungan serta merupakan salah satu kebijaksanaan pengembangan sistem perkebunan berwawasan lingkungan. Menurut PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2005), selain dapat mengurangi pencemaran terhadap lingkungan, aplikasi limbah cair ke lahan dapat menaikkan produksi kelapa sawit yang ditunjukkan dengan kenaikan jumlah janjang (tandan kelapa sawit) 17-20%. Nilai ini lebih besar dibandingkan areal yang hanya diberi pupuk organik. Dari hasil monitor sumur pantau yang ada dan dilakukan secara rutin 4 kali setahun tidak menunjukkan pengaruh negatif terhadap air tanah.

Aplikasi limbah cair ke lahan akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh instalasi yang baik pula. Sistem flatbed adalah salah satu instalasi aplikasi limbah cair yang telah diterapkan di Pabrik Kelapa Sawit Condong, Kabupaten Garut. Selain flatbed terdapat aplikasi lain, diantaranya adalah sprinkler, sistem parit atau alur (long bed), dan sistem traktor-tangki. Ketepatan dalam pemilihan alat-alat/teknologi pendukung sistem aplikasi sangatlah diperlukan, karena merupakan faktor utama penentuan keberhasilan dan kelayakan aplikasi limbah cair ke lahan.

1.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menghitung efisiensi penyaluran limbah cair pada saluran aplikasi sistem flatbed.

2. Menghitung kehilangan limbah cair pada saluran aplikasi sistem flatbed.

3. Menganalisa perubahan sifat kimia limbah cair pada saluran aplikasi sistem flatbed.

4. Menghitung biaya pokok aplikasi pemupukan tanaman sawit sistem flatbed.

(16)

3 5. Membandingkan aplikasi sistem flatbed dengan sistem traktor-tangki dengan parameter efisiensi penyaluran, perubahan sifat kimia limbah cair, dan biaya pokok.

(17)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

Limbah cair berasal dari beberapa proses pengolahan kelapa sawit, antara lain air hasil perebusan (10-15%), air drab (lumpur) (±35%), dan air hidrosiklon (5-10%). Limbah buangan pabrik kelapa sawit yang dihasilkan dari proses pengolahan kelapa sawit terdapat pada Gambar 2. Limbah kelapa sawit mengandung bahan organik yang cukup tinggi. Tingginya bahan organik tersebut mengakibatkan beban pencemaran yang semakin besar, karena diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar. Menurut pengamatan yang telah dilakukan oleh beberapa pabrik kelapa sawit dapat dikatakan bahwa limbah sawit yang dibuang langsung ke sungai akan mempengaruhi kualitas air (Naibaho, 1998). Berikut komposisi kimia limbah cair pabrik kelapa sawit.

Tabel 1. Komposisi kimia limbah cair kelapa sawit No Komponen % (berat kering)

1. Protein (N x 6.25) 8.2 2. Serat 11.9 3. Abu 14.1 4. Fosfor (P) 0.24 5. Kalium (K) 0.99 6. Carbon (C) 0.97 7. Magnsium (Mg) 0.30 8. Natrium (Na) 0.08 9. Energi (kkal/100 gr) 454 Sumber : Loebis dan Toebing (1989)

Salah satu komponen LCPKS yang penting karena diduga sebagai penyebab pencemaran lingkungan adalah lumpur (sludge). Sludge merupakan larutan buangan yang dihasilkan selama proses pemerasan dan ekstraksi minyak.

(18)

5 Gambar 2. Pengolahan TBS (Tandan Buah Segar) dan proses pembentukan

limbah (Loebis dan Toebing, 1989). Tandan Buah Segar(TBS)

Perebusan

Perontokan

Pelumatan

Pengepresan

Minyak mentah Ampas biji Klarifikasi

(Pemurnian) Energi Cangkang Tandan Kosong Buah Sawit Air Kondensat Air Inti (kernel) Air Hidrosiklon

Ketel uap (boiler)

Air lumpur Incenerator

Abu

Ampas

Pemecah biji

Kolam Limbah Cair Air

(19)

6 Sludge yang berasal dari proses klarifikasi (pemurnian minyak) disebut sebagai lumpur primer. Sludge yang telah mengalami proses sedimentasi disebut sebagai lumpur sekunder. Sludge tersebut mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi dan mempunyai pH kurang dari 5.

2.2 Parameter Mutu Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

Berikut hasil analisis parameter mutu limbh cair pabrik kelapa sawit.

Tabel 2. Hasil analisis parameter mutu LCPKS

No Parameter Konsentrasi (mg/l)

1. BOD (Biochemical Oxygen Demand) 17 900 – 37 500

2. Ph 3.8 – 4.7

3. COD (Chemical Oxygen Demand) 45 700 – 54 000 4. Padatan total (Total solids) 22 100 – 60 000 5. Padatan tersuspensi (Suspended Solid) 8 700 – 40 000 6. Minyak (Oil and Greas) 5 830

7. Total Nitrogen 500 – 1 100

8. Nitrogen Amoniak 35 – 130

Sumber : Loebis dan Toebing (1989)

Limbah yang dibuang ke lingkungan harus ditangani (treatment) terlebih dahulu agar sesuai dengan persyaratan baku mutu limbah yang diperkenankan. Baku mutu limbah yang seharusnya terdapat pada Keputusan Menteri Negara KLH No.Kep.03/MENKLH/II/1991 adalah sebagai berikut :

2.2.1 pH limbah cair

Limbah cair ditetapkan parameter pH nya sekitar 6-9, ini bertujuan agar mikroorganisme dan biota yang terdapat pada badan penerima tidak terganggu dan bahkan diharapkan dengan pH yang alkalis dapat menaikkan pH badan penerima seperti sungai.

(20)

7 2.2.2 Biochemical Oxygen Demand (BOD)

BOD merupakan jumlah oksigen terlarut dalam limbah cair yang dapat digunakan untuk menguraikan senyawa organik dengan bantuan mikroorganisme pada waktu dan kondisi tertentu. BOD sering digunakan sebagai tolak ukur untuk menentukan kualitas limbah. Semakin tinggi nilai BOD air limbah maka daya saingnya dengan mikroorganisme atau biota yang terdapat pada badan penerima semakin tinggi. Limbah cair yang dikeluarkan pabrik mengandung bahan organik yang cukup besar yaitu 25.000 mg/l. Air limbah yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan, misalnya badan penerima sungai harus sesuai dengan standar baku mutu limbah yang mempunyai kandungan BOD rata-rata 100 mg/l.

2.2.3 Chemical Oxygen Demand (COD)

COD merupakan oksigen yang diperlukan untuk merombak bahan organik dan bahan anorganik. Nilai COD lebih besar dari nilai BOD. Parameter ini digunakan sebagai perbandingan atau kontrol terhadap nilai BOD. Karena kandungan padatan limbah umumnya terdiri dari bahan organik maka parameter yang dipakai adalah BOD.

2.2.4 Total Suspended Solid (TSS)

Nilai ini menggambarkan padatan melayang dalam cairan limbah. Semakin tinggi nilai TSS maka bahan organik membutuhkan lebih tinggi oksigen untuk perombakan. Oleh karena itu dengan adanya proses pengendapan pada kolam limbah diharapkan nilai TSS nya berkurang.

2.2.5 Kandungan NH3-N

NH3-N merupakan zat berbahaya dan beracun. Semakin tinggi kandungan NH3-N pada limbah akan menyebabkan keracunan pada biota yang terdapat pada badan penerima, misalnya sungai.

(21)

8 2.2.6 Kandungan minyak dan lemak

Terdapatnya kandungan minyak dan lemak pada limbah cair akan mempengaruhi aktifitas mikroba dan merupakan pelapis permukaan cairan limbah sehingga menghambat proses oksidasi pada kondisi aerobik. Minyak tersebut dapat dihilangkan saat proses netralisasi dengan penambahan NaOH.

Untuk melakukan pembuangan limbah cair ke lingkungan harus mengikuti standar baku mutu limbah cair. Berikut standar baku mutu limbah cair berdasarkan Keputusan Menteri Negara KLH No.Kep.03/MENKLH/II/1991.

Tabel 3. Baku mutu limbah cair untuk industri minyak sawit Debit limbah maksimum 2.5 m3 per ton Minyak Sawit Mentah

No Parameter Kadar Maksimum (mg/l) Beban Pemcemaran Maksimum (kg/ton) 1 pH - 6.0 – 9.0 2 BOD 100 0.25 3 COD 350 0.88 4 TSS 250 0.63 5 Nitrogen total 50 0.063 6 Minyak dan Lemak 25 0.125

Sumber : Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Air, MENLH (1995)

2.3 Sistem Aplikasi Limbah Cair

Pemanfaatan limbah ini disamping sebagai sumber pupuk/bahan organik juga akan mengurangi biaya pengolahan limbah hingga sebesar 50 – 60%. Penurunan biaya ini disebabkan limbah cair yang digunakan adalah limbah yang masih memiliki nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) anatara 3.500-5.000 mg/l yang berasal dari kolam anaerobik primer. Hal tersebut masih memenuhi persyaratan yang telah diatur dalam Peraturan

(22)

9 Mentri No. KB.310/452.MENTAN/XII/95 tentang standarisasi pengolahan limbah PKS (Pabrik Kelapa Sawit) dan karet terutama untuk aplikasi lahan (land application) sebagai sumber air dan pupuk. Aplikasi limbah cair sebagai pupuk tidak boleh menyebabkan penurunan mutu air tanah pada sumber-sumber air yang berasal dari air larian dari kegiatan pemanfaatan pupuk tersebut.

Tabel 4. Standarisasi pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit dan karet untuk aplikasi lahan.

No Uraian Batasan Kepekatan

1 BOD (mg/l) < 3500

2 Minyak dan lemak (mg/l) < 3000

3 pH 6.0

Sumber : Badan Agribisnis, Deptan (1995)

Direktorat Pengendalian Pencemaran Air dan Tanah BAPEDAL (1999) menyatakan bahwa pemanfaatan limbah cair kelapa sawit sebagai sumber air dan hara bagi tanaman kelapa sawit, sementara dipandang sebagai alternatif penanganan limbah cair sekaligus sebagai salah satu upaya menuju produksi bersih. Lebih lanjut disebutkan mengenai prinsip-prinsip pemanfaatan limbah cair ke tanah, antara lain :

1. Limbah tersebut dimnfaatkan untuk meningkatkan produktivitas 2. Limbah tidak mengandung B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) 3. Tidak menyebabkan pencemaran lingkungan, baik air, tanah, dan

wilayah sekitarnya

4. Limbah yang dimanfaatkan memenuhi baku mutu yang ditentukan 5. Penelitian dilakukan untuk butir-butir sebelumnya oleh pihak netral

PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit)

6. Ijin pemanfaatan limbah diberikan setelah adanya pengkajian terhadap hasil penelitian tersebut.

Aplikasi limbah cair sebagai sumber hara pada areal kelapa sawit dapat dilakukan dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan kondisi

(23)

10 setempat (seperti topografi areal dan jarak areal dengan lokasi pengolahan limbah). Bebrapa cara aplikasi limbah cair yang dikenal antara lain sistem sprinkler, flatbed, parit atau alur (long bed), dan traktor-tangki.

2.3.1 Sistem Sprinkler

Limbah yang berasal dari kolam dialirkan melalui saringan menuju parit yang telah disediakan. Hal ini diperlukan untuk menyaring partikel padatan terlarut yang dapat menyebabkan penyumbatan nozzle sprinkler. Sistem ini dipakai untuk lahan yang datar atau sedikit bergelombang, untuk mengurangi aliran permukaan dari limbah cair yang digunakan. Setelah penyaringan limbah kemudian dialirkan ke dalam bak air yang dilengkapi dengan pompa sentrifugal dan mengalirkannya ke areal melalui pipa PVC diameter 3”. Pada sistem ini partikel-partikel lumpur limbah cair sering menyangkut pada nozzle yang merupakan salah satu kelemahan sistem sprinkler. Disamping itu, biaya pembangunan instalasi sistem ini relatif mahal.

2.3.2 Sistem Flatbed

Sistem ini biasanya digunakan di lahan berombak-bergelombang dengan membuat konstruksi diantara baris pohon yang dihubungkan dengan saluran parit yang dapat mengalirkan limbah dari atas ke bawah dengan kemiringan tertentu. Sistem ini dibangun mengikuti kemiringan tanah. Teknik aplikasi limbah adalah dengan mengalirkan limbah tersebut dari kolam limbah melalui pipa ke bak-bak distribusi (kadar BOD 3.500-5.000 mg/l), yang dibuat setiap dua baris tanaman (gawangan mati).

Gambar 3. Pengaliran limbah cair pada areal kebun kelapa sawit dengan sistem flatbed

(24)

11 Flatbed dibangun dengan kedalaman yang cukup dangkal. Limbah cair yang akan diaplikasikan dipompakan melalui pipa ke tempat yang tinggi. Kemudian dialirkan ke flatbed dan saluran penghubung hingga ke tempat yang lebih rendah. Aplikasi tergantung kepada kecepatan allir, dimana limbah dapat dialirkan secara simultan melalui beberapa baris flatbed dalam areal tanaman. Dengan teknik ini maka secara periodik lumpur yang tertinggal pada dasar flatbed perlu dikuras.

Gambar 4. Susunan flatbed pada aplikasi limbah cair PT. Condong Garut

2.3.3 Sistem parit atau alur (long bed)

Ada dua pola parit yang digunakan untuk distribusi limbah yaitu parit yang lurus, dan berliku-liku. Parit berliku-liku digunakan untuk lahan yang curam atau berbukit. Limbah sepanjang parit dialirkan perlahan-lahan untuk mengurangi erosi dan banjir. Parit yang lurus memanjang dapat dibangun di lahan yang sedikit miring, dan limbah dialirkan hingga ke ujung parit. Seperti aplikasi flatbed, limbah cair dipompakan melalui pipa ke tempat yang relatif tinggi dan didistribusikan ke dalam parit primer. Jumlah parit tergantung kepada topografi. Kecepatan aliran diatur perlahan-lahan untuk memungkinkan perkolasi dan juga untuk mencegah erosi. Biaya aplikasi limbah cair dengan sistem ini relatif murah, tetapi masalah yang sering timbul adalah distribusi aliran tidak sama rata dan parit tertimbun lumpur.

2.3.4 Sistem traktor Sistem aplikasi -tangki

limbah dengan cara ini yaitu dengan mengangkut limbah cair dari IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) ke areal tanaman dengan menggunakan traktor yang menarik tangki. Limbah berbentuk cair

(25)

12 dipompakan ke dalam tangki dengan menggunakan pompa sentrifugal yang terletak di chasis tangki. Peralatan yang digunakan ialah traktor, tangki, dan pompa sentrifugal. Untuk mengurangi biaya transportasi aplikasi limbah, areal tanaman sebaiknya berdekatan dengan IPAL. Traktor berjalan pada jalan pikul dan limbah disemprotkan sepanjang baris pohon tempat tumpukan hasil pangkasan.

Gambar 5. Aplikasi limbah cair kelapa sawit dengan sistem traktor tangki

Pelaksanaan operasional aplikasi LCPKS dari sejak perencanaan dan pelaksanaan aplikasi menjadi tanggung jawab dari pabrik yang bersangkutan. Pada beberapa pabrik di Indonesia pengamatan pelaksanaan dan pemantauan terhadap dampak yang terjadi dilakukan oleh asisten SHE (Safety, Health and Environment) yang ada ditiap kebun dan dilaporkan secara berkala ke Divisi SHE di kantor pusat. Laporan dibuat berdasarkan format yang telah ditentukan.

2.4 Pengaruh Aplikasi Terhadap Produksi

Pembangunan instalasi aplikasi limbah cair membutuhkan biaya yang relatif mahal. Namun investasi ini diikuti dengan peningkatan produksi TBS dan penghematan biaya pupuk sehingga mengurangi biaya pengeluaran bagi perusahaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit) Medan, dosis LCPKS adalah 12.66 mm ECH (ekuivalen curah hujan)/bulan yang direkomendasikan dengan 50% dosis pupuk anjuran menunjukkan hasil 36% di atas kontrol (sutarta et al, 2000), sehingga dosis tersebut dijadikan dosis anjuran sementara. Aplikasi limbah

(26)

13 cair ini dapat menghemat biaya pemupukan hingga 46%/ha. Di samping itu, aplikasi limbah cair akan mengurangi biaya pengolahan limbah dan mampu memperbaiki sifat kimia (kandungan hara) dan fisika tanah.

Limbah cair pabrik kelapa sawit telah banyak digunakan di perkebunan kelapa sawit baik perkebunan negara maupun perkebunan swasta. Menurut PT. Tunggal Perkasa Plantation, aplikasi limbah cair sebagai pupuk dapat meningkatkan produksi janjang (tandan sawit) 20 – 30% dibandingkan dengan areal yang dipupuk anorganik. Hal ini diduga selain disebabkan karena unsur hara yang dikandung dalam limbah cair, juga disebabkan karena kelembaban tanah yang selalu terjaga dengan adanya aplikasi limbah cair. Menurut beberapa sumber lain, penggunaan limbah cair mampu meningkatkan produksi TBS sebesar 16-60%. Limbah cair ini tidak menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap kualitas air tanah di sekitar areal aplikasinya.

Aplikasi limbah cair sebagai pupuk tanaman sawit tidak memberikan dampak pada sifat fisika tanah, sifat kimia tanah, kualitas air tanah dangkal, dan kualitas air permukaan. Pengujian beberapa sifat ini telah dilakukan oleh beberapa perkebunan kelapa sawit di Indonesia salah satunya adalah PT. Agrowiyana, Jambi tahun 2007.

2.5 Efisiensi Penyaluran Air (Water Conveyance Efficiency)

Menurut Hansen et. al. (1979), konsep irigasi yang paling awal untuk dievaluasi adalah efisiensi saluran pembawa air. Saluran pembawa air ini diantaranya adalah : (1) Saluran primer, (2) Saluran sekunder, (3) Saluran tersier dan (4) Saluran kwarter.

Pada penyaluran air irigasi, jumlah air yang sampai pada suatu areal pertanian dalam skala waktu tertentu akan mengalami pengurangan sepanjang saluran yang dilaluinya. Hal ini berhubungan dengan kehilangan air sepanjang penyaluran air irigasi tersebut yang menyebabkan turunnya efisiensi penyaluran (Setyoko, 1987). Efisiensi penyaluran air irigasi adalah efisiensi tahap pertama yang perlu dipertahankan sebelum usaha

(27)

14 peningkatan efisiensi irigasi yang lain. Efisiensi penyaluran sangat dipengaruhi oleh :

1. Kondisi jaringan irigasi (bangunan dan saluran). Kehilangan air banyak terjadi selama pengaliran karena rembesan (seepage), bocoran dan evaporasi.

2. Penyadapan air secara liar pada saluran primer dan sekunder guna dialirkan langsung ke petak persawahan.

Efisiensi penyaluran air dapat diperhitungkan dari air yang masuk ke petak persawahan dibandingkan dengan penyaluran air dimana air tersebut disalurkan.

Besarnya efisiensi penyaluran air dapat dihitung dengan rumus : .

dimana : Ec = Efisiensi penyaluran (%)

Wf = Jumlah air yang sampai di areal pertanaman (L3T-1) Wr = Jumlah air yang dialirkan dari sumber (L3T-1)

2.6 Kehilangan Air

Kehilangan air irigasi pada saluran terbuka dapat terjadi melalui dua bentuk yaitu berupa uap dan cairan. Hal ini disebabkan oleh penguapan permukaan air, transpirasi dari tumbuhan sepanjang saluran, perembesan kebawah dan kesamping serta bocoran karena rusaknya tanggul (Houk, 1957).

Khushalani dan Kushalani (1974), menyatakan bahwa jumlah air yang merembes tergantung dari debit air yang diberikan dimana penambahan debit aliran menyebabkan rembesan yang terjadi akan semakin kecil, tingkat kekeringan tanah selama irigasi dan kapasitas tanah menahan kelembaban, sedangkan Kinori (1970), menyatakan bahwa perembesan tergantung pada jenis tanah dan gradient hidrolik. Faktor jenis tanah yang berpengaruh yaitu permeabilitasnya, sedangkan gradien hidrolik adalah perbandingan antara selisih ketinggian, muka air pada 2 titik di saluran terhadap jarak mendatarnya.

(28)

15 Kunwibowo (1980), menyatakan bahwa komponen-komponen (faktor-faktor yang mempengaruhi) kehilangan air selama penyaluran adalah :

1. Penguapan melalui permukaan saluran

2. Evapotranspirasi yang disebabkan oleh vegetasi yang ada di sepanjang saluran

3. Perembesan (seepage) melalui dasar atau tepi saluran 4. Bocoran (leakage) pada saluran.

Menurut Michael (1978), hilangnya air akibat perembesan dapat dicegah atau dikurangi dengan cara melapisi saluran dengan bahan yang kedap air. Saluran yang dilapisi dengan semen misalnya dapat mengurangi hilangnya air akibat perembesan sampai 20%.

Menurut Linsley dan Franzini (1972), ada tiga metode pengukuran kehilangan air, yaitu :

1. Metoda genangan (ponding method)

2. Metoda pemasukan-keluaran (inflow-outflow method) 3. Metoda pengukuran rembesan (seepage-meter method)

Metoda genangan ialah metoda pengukuran kehilangan air dengan cara membendung kedua ujung saluran pada jarak tertetu yang dikehendaki. Jumlah kehilangan air adalah penurunan muka air selama 24 jam.

Metode pemasukan-keluaran ialah metoda pengukuran kehilangan air dengan menggunakan alat-alat pengukur debit yang dipasang pada kedua ujung saluran, kehilangan air yang terjadi adalah merupakan selisih antara debit pemasukan (inflow) dengan debit pengeluaran (outflow). Selama pengukuran berlangsung air dalam keadaan mengalir.

Metoda pengukuran rembesan ialah metoda pengukuran kehilangan air dengan menggunakan alat-alat pengukuran perembesan (seepage-meter) yang dipasang pada saluran. Hasil pengukuran dengan metoda ini lebih baik, tetapi peralatannya sulit dan harganya mahal.

Menurut Hamid (1987), diantara ketiga metoda pengukuran kehilangan air, metoda pemasukan-keluaran yang paling sering digunakan, sebab metoda ini lebih murah dan praktis penggunaannya.

(29)

16 Linsley dan Franzini (1972), menyatakan bahwa metoda pemasukan-keluaran dilakukan dengan cara pengukuran debit aliran yang masuk dan debit aliran yang keluar pada aliran mantap antara dua titik sepanjang saluran.

2.7 Pengukuran Debit

2.7.1 Pengukuran Debit Air Secara Langsung

Pengukuran debit secara langsung dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan sekat ukur dan talang ukur. Sekat ukur untuk pengukuran debit secara langsung ada bermacam-macam menurut bentuk penampang sekatnya, yaitu Sekat ukur Thompson, Sekat ukur Cippoletti, dan Sekat ukur Segiempat.

2.7.2 Pengukuran Debit Air Secara Tidak Langsung

Pengukuran debit air secara tidak langsung adalah pengukuran dengan cara mengukur kecepatan aliran dan luas penampang aliran. Untuk kehilangan air umumnya digunakan metode “inflow-outflow’’, dengan kehilangan air yang terjadi ditunjukkan oleh selisih antara debit yang masuk (inflow) dengan debit pengeluaran (outflow) (Linsley dan Franzini, 1972).

Besarnya debit air yang masuk dan yang keluar dapat dihitung dengan persamaan :

dimana : Q = Debit air (L3T-1)

A = Luas penampang aliran (L2) V = Kecepatan aliran (LT-1)

Tentang kecepatan aliran dapat diukur dengan pelampung (metode apung), dengan alat ukur arus (Current meter), ataupun dengan menggunakan rumus.

(30)

17 Biaya alat dan mesin pertanian terdiri dari dua komponen yaitu biaya tetap (fixed cost/owning cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost/operating cost). Apabila kapasitas suatu alat atau mesin pertanian diketahui atau dapat dihitung, maka biaya pokok per satuan produk dapat diketahui (Pramudya dan Dewi, 1992).

2.8 Analisis Biaya

2.8.1 Biaya Tetap

Biaya tetap adalah jenis-jenis biaya yang selama satu periode akan tetap jumlahnya. Thuesen dan Fabrycky (2002) menyebutkan bahwa biaya tetap adalah kelompok biaya yang diperlukan dalam aktifitas berjalan yang totalnya akan relatif tetap sepanjang periode aktivitas operasional. Biaya tetap sering juga disebut biaya kepemilikan (owning cost). Biaya ini tidak tergantung pada produk yang dihasilkan dan bekerja atau tidaknya mesin serta besarnya relatif tetap. Biaya-biaya yang termasuk dalam biaya tetap adalah :biaya penyusutan, biaya bunga modal dan asuransi, biaya pajak, dan biaya gudang atau garasi

1. Biaya penyusutan

Biaya penyusutan adalah biaya yang dikeluarkan akibat penurunan nilai dari suatu alat atau mesin akibat dari pertambahan umur pemakaian. Gray et al. menyebutkan bahwa penyusutan adalah bagian dari benefit proyek yang dicadangkan tiap-tiap tahun sepanjang umur ekonomis proyek sedemikian rupa sehingga merupakan data yang mencerminkan jumlah biaya total. Hal-hal yang menyebabkan nilai suatu mesin/alat berkurang antara lain adanya bagian-bagian yang rusak atau aus, peningkatan biaya operasi dari sejumlah unit output yang sama jika dibandingkan dengan mesin baru dan sebagainya.

Salah satu metode yang dapat digunakan dalam menghitung besarnya biaya penyusutan adalah dengan metode garis lurus tanpa memasukkan bunga modal dalam perhitungannya. Besarnya biaya penyusutan dianggap

(31)

18 sama setiap tahunnya atau penurunan nilai bersifat tetap sampai pada akhir umur ekonomisnya.

Pramudya dan Dewi (1992) menyebutkan bahwa umur ekonomi adalah umur dari suatu alat dari kondisi 100% baru sampai alat tersebut sudah tidak ekonomis lagi bila terus digunakan dan lebih baik diganti dengan mesin yang baru. Sedangkan Waries (2003) menyatakan bahwa umur ekonomis adalah suatu perkiraan jangka waktu bagi mesin untuk tetap dapat beroperasi dengan baik dan masih menguntungkan secara ekonomis. Setelah tercapainya nilai ekonomis tersebut, mesin masih memilki nilai yang disebut nilai akhir. Persamaan biaya penyusutan dengan menggunakan garis lurus adalah sebagai berikut:

L S P

D= −

dimana: D = Biaya penyusutan (Rp/tahun) P = Harga awal (Rp)

S = Harga Akhir (Rp)

L = Perkiraan umur ekonomis (tahun)

2. Biaya bunga modal dan asuransi

Bunga modal sebenarnya berupa biaya semu karena tidak benar-benar dikeluarkan oleh sistem penggilingan. Nilai biaya ini diperhitungkan karena penggilingan telah melakukan investasi sejumlah uang untuk membeli mesin dan fasilitas lain. Karena telah diinvestasikan, uang tersebut tidak dapat lagi berkembang jika halnya uang tersebut disimpan di bank. Besarnya bunga modal dapat dihitung dengan persamaan berikut:

N N P i I 2 ) 1 ( + × =

dimana: I = Total bunga modal (Rp / tahun) P = Nilai awal mesin (Rp)

i = Tingkat bunga modal (% / tahun) N = Umur ekonomis (tahun)

(32)

19 3. Biaya pajak

Pajak untuk mesin pertanian sangat berbeda di setiap negara. Di Indonesia pemungutan pajak untuk mesin pertanian memang belum banyak dilakukan. Apabila belum ada ketentuan pemungutan pajak untuk mesin pertanian dan nilai ini akan diperhitungkan, maka biaya pajak ditentukan berdasarkan persentase taksiran terhadap harga mesin atau peralatan tersebut. Besarnya persentase berbeda dari satu negara ke negara lain. Dibeberapa negara besarnya pajak sekitar 2% dari harga awal pertahun.

4. Biaya gudang atau garasi

Biaya bangunan/garasi dapat berupa biaya untuk membangun bangunan tersebut atau biaya sewa. Apabila bangunan dibangun sendiri atau dibeli oleh pihak perusahaan, biaya bangunan berupa biaya penyusutan bangunan, sedangkan jika bangunan disewa, maka biaya bangunan berupa biaya sewa bangunan tersebut.

2.8.2 Biaya Tidak Tetap

Biaya tidak tetap adalah biaya-biaya yang dikeluarkan pada saat alat dan mesin beroperasi dan jumlahnya bergantung pada jam pemakaiannya (Pramudya dan Dewi, 1992). Sedangkan menurut Thuesen dan Fabrycky (2001), biaya tidak tetap adalah kelompok biaya yang berubah-ubah mengikuti level aktivitas operasional. Apabila jumlah satuan produk yang diproduksi pada masa tertentu naik, jumlah biayanya juga mengalami kenaikan. Perhitungan biaya tidak tetap dilakukan dalam satuan Rp/jam. Contoh biaya yang termasuk biaya tidak tetap antara lain adalah :

1. Biaya bahan bakar

Biaya ini adalah pengeluaran untuk sumber tenaga yaitu bensin, solar, atau listrik. Untuk kebutuhan bensin atau solar satuannya dalam l/jam. Dengan mengetahui harga per lliternya di lokasi maka akan didapat biaya dalam Rp/jam. Pada motor listrik konsumsi listrik dinyatakan dalam kw atau

(33)

20 watt. Dengan mengetahui tariff listrik dalam Rp/kwh maka akan didapat biaya tenaga listrik dalam Rp/jam.

Berdasarkan suatu penelitian konsumsi bahan bakar rata-rata dari sutu mesin traktor roda 4 pada kondisi normal adalah 0.12 l/Hp/jam. Sedangkan pada kondisi berat konsumsi bahan bakar rata-rata meningkat 0.18 l/Hp/jam.

2. Biaya pelumas

Pelumas diberikan untuk memberikan kondisi kerja yang baik bagi mesin dan peralatan. Minyak pelumas untuk traktor meliputi oli mesin, oli transmisi, oli garden, oli hidrolik. Pada mesin pengolahan hasil, pompa air, dan generator listrik tidak terdapat biaya hirolik dan oli garden.

Besarnya biaya pelumas ditentukan berdasarkan banyaknya penggantian oli pada suatu mesin pada setiap periode tertentu, dan harga satuan oli yang digunakan. Kebutuhan oli rata-rata pada traktor roda 4 sebesar 0.1 l/bhp/jam.

3. Biaya perbaikan dan pemeliharaan

Biaya perbaikan dan pemeliharaan pada alat-alat mesin pertanian meliputi biaya penggantian bagian yang telah aus, upah tenaga kerja trampil untuk perbaikan khusus, pengecetan, pembersihan/pencucian dan perbaikan-perbaikan karena faktor yang tak terduga.

Besarnya biaya perbaikan dan pemeliharaan dapat dinyatakan dalam persentase terhadap harga awal suatu mesin pertanian. Sebagai contoh besarnya biaya perbaikan dan pemeliharaan rata-rata pada traktor roda adalah 1.2% dari harga awal per 100 jam. Biaya perbaikan dan pemeliharaan sumber tenaga (motor penggerak) untuk alat-alat pertanian seperti mesin penggiling padi, perontok, pemecah kulit dan penyosoh diestimasikan besarnya 1.2%/(P-S)/100 jam. Biaya perbaikan untuk mesin-mesin pengolah hasil pertanian beserta mesin-mesin penggeraknya diperkirakan sebesar 5% /P per tahun. Sedangkan biaya perbaikan dan pemeliharaan untuk peralatan pertanian seperti bajak, garu, dan sebagainya diperkirakan sebessar 2%*(P-S)/100 jam.

(34)

21 4. Biaya operator

Biaya operator biasanya dinyatakan dalam Rp/hari atau Rp/jam. Besarnya tergantung pada kondisi lokal. Operator yang digaji bulanan dapat dikonversikan dalam upah Rp/jam dengan menghitung jumlah jam kerjanya selama sebulan.

5. Biaya hal-hal khusus

Biaya hal-hal khusus adalah biaya dari penggantian suatu bagian atau suku cadang yang mempunyai nilai yang tinggi (harganya mahal), tetapi memerlukan penggantian yang relatif sering karena pemakaian. Pada mesin pertanian contoh yang paling umum adalah biaya penggantian ban pada traktor roda.

Biaya penggantian ban ini dapat dihitung berdasarkan biaya penggantian (harga) dan perkiraan umur pemakaian.

2.8.3 Biaya Total

Biaya total merupakan jumlah biaya tetap dan biaya tidak tetap. Nilainya dinyatakan dalam jumlah biaya per tahun atau biaya per jam. Untuk perhitungan biaya total diperlukan adanya nilai perkiraan jam kerja mesin per tahun. Persamaan yang dipakai adalah sebagai berikut:

BTT x

BT

B= +

dimana: B = Biaya total (Rp/jam) BT = Biaya tetap (Rp/tahun) BTT = Biaya tidak tetap (Rp/jam) x = Jam kerja per tahun (jam/tahun)

(35)

22 Pramudya dan Dewi (1992) menyebutkan bahwa biaya pokok adalah biaya yang diperlukan untuk memproduksi tiap unit produk yang dihasilkan. Pada aplikasi limbah cair sebagai pupuk, biaya pokok merupakan biaya yang diperlukan untuk mengalirkan 1 liter limbah cair menuju lahan aplikasi Persamaan yang dipakai sebagai berikut:

k B Bp=

atau dapat dihitung dari biaya total per tahun dan jumlah pupuk yang akan diaplikasikan per tahun.

M Bx Bp=

dimana: Bp = Biaya pokok (Rp/jam) k = Kapasitas pompa (liter/jam) M = Jumlah pupuk per tahun (liter/jam)

(36)

23

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama 2 (dua) bulan yaitu bulan April sampai dengan Mei 2009. Objek yang dijadikan penelitian adalah aplikasi limbah cair pabrik kelapa sawit pada aplikasi pemupukan sistem flatbed di Perkebunan PT. Condong Garut Kabupaten Garut, Jawa Barat. Sedangkan analisa parameter kimia limbah cair dilakukan di Laboratorium Pengujian Departemen Teknologi Industri Pertanian, IPB.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Alat ukur kecepatan aliran (pelampung berupa botol plastik) 2. Meteran

3. Patok kayu untuk menandai panjang saluran 4. Gelas ukur

5. Alat pengukur pH, dan suhu limbah cair (EC meter)

6. Pengukur waktu (Stopwatch) 7. Wadah tempat sampel limbah cair 8. Catatan lapang beserta alat tulis 9. Kalkulator

10. Seperangkat alat pengukur BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), dan Nitrogen Amoniak (NH3-N).

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah pabrik kelapa sawit berupa limbah cair yang siap diaplikasikan ke lahan. Limbah ini merupakan keluaran dari kolam limbah dengan kadar BOD (Biochemical Oxygen Demand) rata-rata < 1000 mg/l (PT. Condong Garut).

(37)

24 Gambar 6. Diagram proses pelaksanaan penelitian.

(38)

25

3.3 Sumber Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengukuran terhadap parameter-parameter fisik instalasi flat bed meliputi kapasitas dan debit pompa, efisiensi penyaluran, sifat kimia limbah cair berupa pH, BOD, COD, dan Nitrogen Amoniak (NH3-N). Sementara data sekunder berupa daftar komponen-komponen aplikasi sistem flatbed dan traktor-tangki untuk keperluan analisis teknis, biaya, dan sifat kimia limbah cair sistem traktor-tangki diperolah dari PT. Condong Garut dan studi literatur dari pustaka terkait seperti Departemen Teknik Pertanian IPB serta dari pustaka lainnya.

3.4 Metode Penelitian

3.4.1 Pengukuran Parameter Fisik Limbah Cair

1. Debit Aliran Limbah Cair Debit limbah cair diukur dengan menggunakan persamaan berikut :

Dimana : Q = Debit aliran limbah cair (m3/detik) A = Luas penampang saluran limbah cair (m2) V = Kecepatan aliran limbah cair (m/detik)

Berikut metode pengukuran luas penampang saluran :

Gambar 7.Pengukuran penampang saluran

h l h l h l A1 A2 A3

(39)

26 Luas penampang saluran

Dimana : h = Tinggi aliran (m)

l = Lebar bawah saluran (m)

Pengukuran kecepatan dilakukan dengan menggunakan metode pelampung yang terbuat dari botol plastik.

Dimana : V = Kecepatan aliran limbah cair (m/detik) 0.7 = Koefisien tetapan

Pengukuran kecepatan dilakukan untuk tiga kali pengulangan pada masing-masing panjang saluran. Debit (Q) aliran limbah cair merupakan rata-rata dari tiga kali pengulangan pengukuran kecepatan.

2. Efisiensi Penyaluran Limbah Cair

Dimana : Vol outlet = Volume keluar (m3) Vol intlet = Volume masuk (m3)

Dimana : t = Waktu operasional pompa (detik)

Vol outlet merupakan volume limbah cair pada masing-masing titik luasan penampang saluran.

Sedangkan Vol intlet merupakan volume limbah cair masuk pada awal saluran. Pengukurannya dilakukan dengan menampung limbah cair yang keluar dari pipa menggunakan gelas ukur dan pengukur waktu (stopwatch).

3. Kehilangan Limbah Cair Disepanjang Saluran

Dimana : Loses limbah cair = kehilangan limbah cair disetiap titik luasan penampang saluran akibat perembesan.

Perhitungan kehilangan limbah cair disepanjang saluran dilakukan pada setiap luasan penampang aliran atau pada setiap titik A1, A2, dan A3

(40)

27 pada masing-masing panjang saluran. Panjang saluran pada penelitian ini merupakan panjang saluran diantara jalur instalasi aplikasi sistem flatbed. Gambar instalasi aplikasi sistem flatbed dan penampang kolam nya ada pada Lampiran 1 dan 2.

Pada penelitian ini terdapat beberapa batasan penelitian, antara lain :

 Tidak dilakukannya pengukuran laju penguapan limbah cair pada saluran

 Tidak dilakukan pengukuran laju infiltrasi limbah cair pada saluran

 Tidak dilakukan pengukuran jumlah endapan yang terbentuk akibat pengaliran limbah cair pada saluran.

3.4.2 Pengukuran Sifat Fisik dan Kimia Limbah Cair Sistem Flatbed

Pengukuran sifat fisik dan kimia yang diukur bersamaan pada saat pengukuran debit aliran limbah cair adalah Suhu (°C) dan pH. Sedangkan untuk pengukuran pada saat akhir penelitian adalah pengukuran, BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), dan Nitrogen Amoniak (NH3-N).

Pengukuran suhu dan pH limbah cair diukur dengan menggunakan Ecemeter. Pengukuran dilakukan pada masing-masing panjang saluran dengan interval 60 meter.

Untuk pengukuran parameter limbah cair seperti BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), dan Nitrogen Amoniak (NH3-N), dilakukan pada tiga tempat pengukuran, yaitu kolam sumber limbah cair (berjarak ± 300 meter dari lahan aplikasi), limbah cair yang masuk pada saluran awal (inlet), dan Limbah cair pada akhir saluran (outlet). Metode pengukuran parameter kimia limbah cair ada pada Lampiran 3.

3.4.3 Analisis Efisiensi Penyaluran dan Sifat Kimia Limbah Cair pada - Sistem Traktor tangki

Analisa efisiensi penyaluran limbah cair dengan metode traktor-tangki dilakukan dengan menggunakan data sekunder. Data sekunder diperoleh

(41)

28 dari PT. Condong Garut dan studi literatur yang terkait. Efisiensi penyaluran limbah cair sistem traktor-tangki dihitung dari parameter waktu, yaitu total waktu tempuh traktor untuk satu kali operasi penyiraman limbah cair. Berikut daftar komponen-komponennya :

Tabel 5. Daftar komponen perhitungan efisiensi penyaluran limbah cair pada sistem traktor-tangki

No Komponen Perhitungan

1 Kapasitas tangki (Vol) Asumsi

2 Debit pompa (Q1) Asumsi

3 Jarak tempuh kelahan aplikasi (S) Pengukuran 4 Kecepatan rata-rata traktor (kerja normal) (V) literatur 5 Dosis pengairan limbah cair (Do1) Standar baku

6 Aplikasi pemupukan (Ap) Pengukuran

7 Jumlah pohon sawit (Jm) Standar baku

8 Lahan pengujian (Lp) Pengukuran

9 Total pohon sawit (Tp) Jm*Lp

10 Kebutuhan waktu pengisian tangki (t1) Vol/Q1 11 Waktu tempuh traktor (menuju lahan aplikasi)(t2) S/V

12 Dosis pengairan limbah cair/satu kali aplikasi (Do2) Do1/Ap/Jm 13 Jumlah pohon yang terairi untuk 1 kali operasi (Jp) Vol/Do2 14 Debit penyemprotan dari tangki ke pohon sawit (Q2) Asumsi 15 Waktu untuk 1 kali penyemprotan (t3) 500 liter/Q2 16 Total waktu penyemprotan untuk pohon yang terairi (t4) 4*t3

17 Waktu tempuh traktor dari lahan aplikasi (t5) S/V*60 menit

18

Total waktu operasi traktor untuk 1 kali

penyemprotan (T) t1+t2+t4+t5

19 Total pengisian tangki Tp/Jp

20 Waktu tempuh traktor untuk 32 kali operasi T*32

Penyemprotan dilakukan digawangan mati, yaitu diantara dua baris pohon sawit. Satu kali penyemprotan dilakukan untuk 4 pohon sawit. untuk

(42)

29 pohon sawit diasumsikan mendapatkan suplai limbah cair sebanyak 500 liter. Untuk melakukan perhitungan waktu tempuh traktor menuju lahan aplikasi, maka data-data yang dibutuhkan adalah sebagai berikiut :

Tabel 6. Daftar spesifikasi komponen perhitungan efisiensi penyaluran limbah cair pada sistem traktor-tangki

No Spesifikasi Sumber Satuan Nilai

1 Kapasitas tangki Asumsi liter 2000

2 Debit pompa Asumsi liter/detik 5

3 Jarak tempuh menuju lahan aplikasi Pengukuran km 0,2 4 Kecepatan traktor (kerja normal) Literatur km/jam 7,54 5 Dosis pengairan limbah cair Standar baku m3/ha/bulan 126 6 Aplikasi pemupukan Pengukuran aplikasi/bulan 8 7 Jumlah pohon sawit Standar baku pohon/ha 100

8 Lahan pengujian Pengukuran ha 4

3.4.4 Analisis Biaya Sistem Aplikasi Limbah Cair

Analisis biaya dilakukan untuk dua jenis sistem aplikasi limbah cair, yaitu analisis biaya aplikasi sistem flatbed dan aplikasi sistem traktor-tangki. Perincian komponen-komponen yang terdapat pada sistem flatbed dan sistem traktor-tangki ada pada Lampiran 4

Penelitian ini menggunakan beberapa prosedur asumsi dan pendekatan sebagai dasar dalam melakukan perhitungan dan analisis. Asumsi dan pendekatan yang digunakan berlaku untuk aplikasi sistem flatbed dan sistem traktor-tangki yang terdiri dari:

1. Umur ekonomis pompa adalah 8 tahun dengan nilai akhir pompa 10% dari harga awal.

2. Umur ekonomis traktor dengan gandengannya 10 tahun dengan nilai akhir 10% dari harga awal.

3. Umur ekonomis fasilitas bangunan seperti gudang, rumah penjaga, dan garasi adalah 20 tahun dengan nilai akhir 10% dari harga awal.

(43)

30 4. Umur ekonomis fasilitas-fasilitas lainnya seperti kolam limbah cair, pembuatan lahan aplikasi, instalasi perpipaan, komponen-komponen panel listrik, dan tangki diasumsikan sesuai dengan kondisi lapangan. 5. Tingkat bunga modal yang digunakan adalah tingkat bunga yang

diperkirakan dan dipakai untuk mendiskon pembayaran dan penerimaan dalam satu periode. Besarnya tingkat suku bunga adalah 3.25% yang merupakan suku bunga deposito di Bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan jenis tabungan Britama pada tahun penelitian yaitu tahu 2009.

6. Biaya pajak tidak dimasukkan pada perhitungan analisis biaya karena alat-alat yang digunakan oleh PT. Condong Garut tidak dikenai pajak. 7. Biaya untuk pemakaian pelumas, pemeliharaan dan perbaikan diperoleh

dari literatur.

8. Biaya-biaya hal khusus seperti biaya penggantian suatu bagian atau suku cadang diasumsikan sesuai dengan kondisi lapang.

Untuk melakukan perhitungan biaya instalasi aplikasi limbah cair, maka pada penelitian ini dilakukan dua tahap atau proses, yaitu :

3.4.4.1 Pengumpulan Data

1. Data kapasitas pompa dan tangki

Kapasitas pompa pada aplikasi limbah cair sistem flatbed dapat diketahui dengan cara mengukur volume limbah cair selama selang waktu tertentu pada saat aplikasi dilakukan. Sedangkan kapasitas tangki pada aplikasi sistem traktor-tangki dapat diketahui dengan menghitung kebutuhan limbah cair yang harus dialirkan kesetiap lahan aplikasi.

2. Data rata-rata jam kerja per hari

Rata-rata jam kerja pompa per hari pada aplikasi sistem flatbed diperoleh dari pengambilan data harian operasi pompa selama 2 bulan, terhitung dari bulan April sampai dengan bulan Mei. Untuk operasi aplikasi sistem traktor-tangki diperoleh dari perhitungan waktu rata-rata yang dibutuhkan traktor untuk aplikasi limbah cair kelahan

(44)

31 berdasarkan volume dan kapasitas tangki. Data-data tersebut dirata-ratakan untuk mendapatkan jam kerja pompa per hari. Untuk jam kerja pegawai atau operator per hari diperoleh dari ketentuan jam kerja yang telah berlaku diperusahaan.

3. Data konsumsi pemakaian energi listrik dan bahan bakar per jam

Konsumsi bahan bakar pemompaan adalah berupa pemakaian energi listrik. Jumlah energi listrik yang digunakan diperoleh dari daya pada masing-masing alat dikalikan dengan jam operasi rata-rata alat tersebut. Dari perhitungan ini diperoleh energi harian pada masing-masing alat dalam satuan kwh (kilowatthaours). Sedangkan untuk konsumsi bahan bakar traktor-tangki berupa solar (liter/jam).

3.4.4.2 Analisis Data

1. Biaya Tetap (BT) (Rp/tahun) Penyusutan dan Bunga Modal

Biaya penyusutan dilakukan dengan metode garis lurus dengan persamaan sebagai berikut :

dimana: D = Biaya penyusutan (Rp / tahun) P = Harga awal (Rp)

S = Harga Akhir (Rp)

L = Perkiraan umur ekonomis (tahun)

Bunga Modal dan Pajak

Bunga modal untuk aplikasi sistem flatbed dan traktor-tangki adalah sebesar 3.25 %.

(45)

32 dimana: I = Total bunga modal (Rp / tahun)

P = Nilai awal mesin (Rp)

i = Tingkat bunga modal (% / tahun) N = Umur ekonomis (tahun)

2. Biaya Tak Tetap (BTT) (Rp/jam)

Dimana : P = Harga awal (Rp) S = Harga akhir (Rp)

Dengan mengetahui biaya llistrik per kwh, maka diperoleh harga listrik (Rp/jam). Sedangkan untuk konsumsi bahan bakar dan pelumas, dengan mengetahui biaya per liternya maka dapat dihitung biaya per jam.

3. Biaya Total

dimana: B = biaya total (Rp/jam) BT = biaya tetap (Rp/tahun) BTT = biaya tidak tetap (Rp/jam)

(46)

33 x = jam kerja per tahun (jam/tahun)

4. Biaya Pokok

Dimana: Bp = biaya pokok (Rp/liter) k = kapasitas traktor (liter/jam)

Biaya Pokok untuk Bagian-bagian yang terpisah

BT1 : biaya tetap alat/mesin 1 (Rp/tahun) BT2 : biaya tetap alat/mesin 2 (Rp/tahun) BT3 : biaya tetap alat/mesin 3 (Rp/tahun) BTT1 : biaya tidak tetap alat/mesin 1 (Rp/jam) BTT2 : biaya tidak tetap alat/mesin 2 (Rp/jam) BTT3 : biaya tidak tetap alat/mesin 3 (Rp/jam) x1 : jam kerja alat/mesin 1 (jam/tahun) x2 : jam kerja alat/mesin 2 (jam/tahun) x3 : jam kerja alat/mesin 3 (jam/tahun) k1 : kapasitas alat/mesin 1 (unit produk/jam) k2 : kapasitas alat/mesin 2 (unit produk/jam) k3 : kapasitas alat/mesin 3 (unit produk/jam)

(47)

34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian

PT. Condong Garut terletak di Desa Cigadog, Kec. Cikelet (Pemeungpeuk), Kab. Garut, Prov. Jawa Barat. Lokasi kantor pusat berada di Kecamatan Cimari, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Sedangkan lokasi perkebunannya terletak disatu areal, namun mencakup hingga beberapa kecamatan. Pabrik Kelapa Sawit PT. Condong Garut dibangun di atas lahan dengan luas ± 5.500 m2 dan telah beroperasi selama kurang lebih 28 tahun. Luas areal tanaman kelapa sawit yang merupakan kebun inti adalah 3 643.57 ha, terdiri dari Bibitan 1.50 ha, TBM (Tanaman Belum Menghasilkan) 549.40 Ha, TM (Tanaman Menghasilkan) 3.092.67 ha. Letak geografis PT. Condong Garut adalah 400 m dpl. Kawasan perkebunan PT. Condong Garut dikategorikan kedalam tipe iklim C dengan nilai Q =0.3628. Curah hujan rata pertahun adalah 2.750 mm dan jumlah hari hujan rata-rata pertahun 131 hari. Temperatur maksimum mencapai 32°C dan temperatur minimum mencapai 22°C. Kelembaban nisbi 79.82% dan kecepatan angin rata-rata 8.56 m/menit. Data curah hujan, suhu, kelembaban dan kecepatan angin berdasarkan SEL 1995.

PT. Condong Garut memiliki satu unit pabrik untuk pengolahan kelapa sawit dengan produk akhir berupa CPO (Crude Palm Oil) dan Kernel (inti sawit). Kapasitas olah pabrik sebesar 20 ton TBS/Jam. Bahan baku PKS (Pabrik Kelapa Sawit) hanya berasal dari perkebunan kelapa sawit milik PT. Condong Garut. Hasil komoditas berupa CPO dan kernel dipasarkan di dalam negeri.

PT. Condong Garut mendapatkan persetujuan pengkajian aplikasi limbah cair ke areal/lahan tanaman sawit pada bulan April 2004. Air permukaan yang ada di lahan pengkajian terdapat diluar areal aplikasi limbah cair atau sekitar 4 km dari lokasi yaitu Sungai Cimangke. Kecepatan infiltrasi dan kapasitas infiltrasi, dan sumur pantau telah dibangun dilokasi aplikasi lahan pengkajian yaitu didua titik sumur pantau yakni dilahan pengkajian dan lahan kontrol. Air permukaan dan air tanah yang berasal dari

(48)

35 Sungai Cimangke dan air sumur artesis dipergunakan diperumahan karyawan namun demikian kedua air tersebut letaknya di hulu aplikasi sehingga tidak berpengaruh terhadap resapan aplikasi limbah cair.

Aplikasi limbah cair ke lahan perkebunan tanaman sawit pada PT. Condong Garut sudah memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan oleh Buapati Kab. Garut, cq. Dinas LHKP Kab. Garut yaitu BOD < 5.000 mg/l dan pH berkisar antara 6 – 9.

4.2 Parameter Fisik Instalansi Aplikasi Sistem Flatbed

Perhitungan debit aliran limbah cair, efisiensi penyaluran dan kehilangan limbah cair pada saluran sistem flatbed dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

    

Dimana : Q = Debit aliran limbah cair (m3/detik) A = Luas penampang saluran limbah cair (m2) V = Kecepatan aliran limbah cair (m/detik)

Dimana : Vol outlet = Volume keluar (m3) Vol intlet = Volume masuk (m3)

Dimana : t = Waktu operasional pompa (detik)

Dimana : Loses limbah cair = kehilangan limbah cair disetiap titik luasan penampang saluran akibat perembesan.

Berikut hasil perhitungan debit, efisiensi penyaluran, dan kehilangan limbah cair berupa rembesan pada saluran aplikasi sistem flatbed.

(49)

36 Tabel 7. Debit, efisiensi, dan kehilangan air rata-rata hasil pengukuran penyaluran

limbah cair sistem flatbed.

No

Panjang Saluran

(m)

Q (m3/det) Efisiensi (%) Kehilangan air (m3) A1 A2 A3 A1 A2 A3 A1 A2 A3 1 4 0,0050 99,64 0,24 2 22,8 0,0050 0,0050 0,0050 99,01 99,01 99,01 0,65 0,63 0,63 3 27,4 0,0049 0,0049 0,0049 98,53 98,53 98,53 0,93 0,93 0,93 4 43,2 0,0049 0,0049 0,0049 97,68 97,33 97,33 1,48 1,70 1,70 5 65,2 0,0048 0,0048 0,0048 96,45 96,28 96,28 2,26 2,38 2,38 6 81,6 0,0048 0,0048 0,0048 95,15 95,15 95,15 3,09 3,09 3,09 7 87,5 0,0047 0,0047 0,0047 94,33 94,33 94,33 3,64 3,64 3,64 8 104,7 0,0047 0,0047 0,0047 93,88 93,88 93,88 3,93 3,93 3,93 9 120,5 0,0046 0,0046 0,0046 92,76 92,76 92,76 4,65 4,65 4,65 10 136,5 0,0046 0,0046 0,0046 91,63 91,67 91,09 5,36 5,34 5,71 11 153,8 0,0045 0,0045 0,0045 90,59 90,59 90,59 6,02 6,02 6,02 12 170,4 0,0045 0,0045 0,0045 89,79 89,85 89,10 6,53 6,48 6,96 13 188 0,0044 0,0044 0,0044 88,04 88,04 88,04 7,68 7,68 7,68 14 204,1 0,0044 0,0044 0,0044 87,70 87,33 87,33 7,88 8,13 8,13 15 225,5 0,0043 0,0043 0,0043 86,29 86,29 86,29 8,78 8,78 8,78 16 246,5 0,0043 0,0043 0,0043 85,55 85,55 85,55 9,23 9,23 9,23 17 262 0,0041 0,0041 0,0041 82,50 82,50 82,50 11,07 11,07 11,07 18 277,1 0,0040 0,0040 0,0040 79,94 79,94 79,94 12,66 12,66 12,66 19 293,2 0,0038 0,0038 0,0038 75,62 75,62 75,62 15,31 15,31 15,31 Keterangan : Untuk panjang saluran pertama hanya dilakukan satu tempat

pengukuran luas penampang.

Data debit, efisiensi, dan kehilangan air untuk setiap kali pengulangan pengukuran ada pada Lampiran 5.Untuk kehilangan air (limbah cair) pada saluran, tidak memperhitngkan beberapa faktor, yaitu laju evaporasi, infiltrasi, dan sedimentasi. Pada penelitian ini hanya mengukur kehilangan limbah cair akibat panjang saluran.

4.2.1 Debit Aliran Limbah Cair

Hubungan antara panjang saluran terhadap debit aliran limbah cair pada saluran dapat digambarkan pada grafik berikut.

(50)

37 Gambar 8. Hubungan panjang saluran (m) terhadap debit aliran limbah cair hasil

pengukuran (m3/detik) selama penyaluran

Grafik tersebut menggambarkan hubungan antara panjang saluran (m) terhadap debit aliran (m3/detik) selama penyaluran. Pada grafik tersebut terdapat dua variabel yaitu variabel x yang merupakan variabel bebas, dan variabel y yang merupakan variabel terikat kepada variabel y. Semua grafik yang terdapat pada penelitian ini menggunakan regresi linear.

Besaran R2 pada grafik ini menunjukkan hubungan antara variable x dan y bersifat linear. Dari grafik diatas terlihat bahwa nilai R2 sebesar 0.957 hampir mendekati 1. Nilai ini berarti bahwa panjang saluran mempengaruhi debit aliran secara linear dengan tidak mempertimbangkan faktor lain, seperti laju penguapan, infiltrasi, dan pengendapan.

Grafik ini memiliki slope atau kemiringan negatif. Nilai ini menyatakan bahwa semakin panjang saluran pengaliran limbah cair, maka debit aliran akan semakin kecil. Panjang saluran sebesar 293.2 m dapat menurunkan debit aliran limbah cair sebesar 1.2 liter/detik atau sebesar 24 %.

(51)

38 Apabila dilakukan perhitungan dengan mempertimbangkan faktor-faktor luar, kekentalan, jenis aliran, dan kehilangan energi, maka diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 8. Nilai Q (debit aliran) hitung penampang saluran instalasi flatbed

Keterangan :

QUkur = Debit aliran limbah cair hasil pengukuran dilapangan tanpa memperhitungkan faktor kehilangan energi (m3/detik)

T = Lebar atas saluran (m) h1 = Tinggi aliran (m)

H1 = Tinggi saluran dari Gulukan (m) (Asumsi) L = Panjang Gulukan (m) (Asumsi)

Cv = Koefisien kecepatan Cd = Discharge koefisien

QHitung = Debit aliran hasil perhitungan dengan mempertimbangkan nilai Cv dan Cd Panjang Saluran (m) QUkur T(m) h1(m) H1(m) L(m) Cv h1/L H1/L Cd Qhitung 4 0,0050 0,166 0,107 0,150 0,200 1,668 0,533 0,75 0,86 0,0179 22,8 0,0050 0,146 0,085 0,150 0,200 2,327 0,427 0,75 0,858 0,0140 27,4 0,0049 0,148 0,084 0,150 0,200 2,379 0,421 0,75 0,857 0,0141 43,2 0,0049 0,147 0,083 0,150 0,200 2,415 0,417 0,75 0,856 0,0139 65,2 0,0048 0,145 0,080 0,150 0,200 2,588 0,398 0,75 0,849 0,0133 81,6 0,0048 0,131 0,075 0,150 0,200 2,852 0,373 0,75 0,847 0,0116 87,5 0,0047 0,129 0,075 0,150 0,200 2,828 0,375 0,75 0,848 0,0115 104,7 0,0047 0,131 0,077 0,150 0,200 2,715 0,385 0,75 0,8485 0,0118 120,5 0,0046 0,128 0,072 0,150 0,200 3,028 0,358 0,75 0,845 0,0111 136,5 0,0046 0,133 0,076 0,150 0,200 2,782 0,379 0,75 0,847 0,0119 153,8 0,0045 0,131 0,074 0,150 0,200 2,901 0,369 0,75 0,846 0,0116 170,4 0,0045 0,137 0,079 0,150 0,200 2,608 0,396 0,75 0,849 0,0126 188 0,0044 0,141 0,078 0,150 0,200 2,650 0,392 0,75 0,8488 0,0128 204,1 0,0044 0,140 0,081 0,150 0,200 2,515 0,406 0,75 0,85 0,0130 225,5 0,0043 0,144 0,076 0,150 0,200 2,797 0,378 0,75 0,847 0,0128 246,5 0,0043 0,144 0,079 0,150 0,200 2,622 0,394 0,75 0,8489 0,0132 262 0,0041 0,144 0,074 0,150 0,200 2,860 0,372 0,75 0,848 0,0128 277,1 0,0040 0,139 0,079 0,150 0,200 2,622 0,394 0,75 0,8489 0,0128 293,2 0,0038 0,141 0,078 0,150 0,200 2,650 0,392 0,75 0,8488 0,0129

Gambar

Tabel 1. Komposisi kimia limbah cair kelapa sawit
Gambar 5. Aplikasi limbah cair kelapa sawit dengan sistem traktor tangki
Tabel 5. Daftar komponen perhitungan efisiensi penyaluran limbah cair pada    sistem traktor-tangki
Tabel 6. Daftar spesifikasi komponen perhitungan efisiensi penyaluran limbah  cair pada sistem traktor-tangki
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mengingat pentingnya peran serta masyarakat dalam penataan ruang tersebut, maka disyaratkan (diberi tempat) agar mencangkup semua rangkaian proses penataan ruang, yakni

Proporsi tepung beras merah yang lebih tinggi menyebabkan kadar amilosa dalam adonan kerupuk menjadi lebih tinggi seperti yang dapat dilihat pada Tabel

Metode yang digunakan adalah deskriptif. Alasan memilih metode deskriptif karena yang dianalisis dalam penelitian ini adalah teks dan hasil analisisnya berbentuk deskripsi

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan CVRP menggunakan algoritma sweep, diperoleh total jarak tempuh kendaraan yaitu 142.9 km

Tujuan mengenai penyajian berita kriminal adalah agar masyarakat dapat meningkatkan kewaspadaan atau berhati-hati terhadap tindak kriminal yang bisa terjadi dalam

Keputusan antara memilih menabung di lembaga keuangan syariah dan lembaga keuangan konvensional para pedagang dipasar pekalongan ini dipengaruhi oleh prilaku masyarakat

Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian yang telah dilakukan selama tiga bulan yaitu pada bulan Desember 2018 – Februari 2019 di Laboratorium Mikrobiologi, Bidang

Pada tahap ini dilakukan proses pengumpulan dan analisis data organisasi yang dapat membantu dalam sistem database dan menggunakan informasi tersebut