• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosedur Perkara Perdata Permohonan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prosedur Perkara Perdata Permohonan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Prosedur Perkara Perdata Permohonan

TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN DAN KETENTUANNYA

1. Permohonan diajukan dengan surat permohonan yang ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri di tempat tinggal pemohon.

2. Pemohon yang tidak dapat membaca dan menulis dapat mengajukan permohonannya secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan Negeri, yang akan menyuruh mencatat permohonanannya tersebut. (Pasal 120 HIR, Pasal 144 RBg).

3. Permohonan disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri, kemudian didaftarkan dalam buku register dan diberi nomor unit setelah pemohon membayar persekot biaya perkara yang besarnya sudah ditentukan oleh Pengadilan Negeri (Pasal 121 HIR, Pasal 145 RBg).

4. Perkara permohonan termasuk dalam pengertian yurisdiksi voluntair dan terhadap perkara permohonan yang diajukan itu, Hakim akan memberikan suatu penetapan.

5. Untuk permohonan pengangkatan anak oleh seorang WNA terhadap anak WNI atau oleh seorang WNI terhadap anak WNA (Pengangkatan Anak Antar Negara / Inter Country Adoption) harus dijatuhkan dalam bentuk putusan (SEMA No.2 Tahun 1979 jo SEMA No.6 Tahun 1983)

6. Pengadilan Negeri hanya berwenang untuk memeriksa dan mengabulkan permohonan apabila hal itu ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.

7. Walaupun dalam redaksi undang-undang disebutkan bahwa pemeriksaan yang akan dilakukan oleh pengadilan atas permohonan dari pihak yang berkepentingan antara lain sebagaimana tersebut dalam Pasal 70 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Pasal 110 dan 117 Undang¬-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas jo Pasal 138 dan 146 Undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, namun hal tersebut tidak dapat diartikan sebagai perkara voluntair yang diperiksa secara ex parte, karena di dalamnya terdapat kepentingan orang lain sehingga perkara tersebut harus diselesaikan dengan cara contentiusa, yaitu pihak-pihak yang berkepentingan harus ditarik sebagai Termohon, sehingga asas audi et alteram partem terpenuhi.

8. Produk dari permohonan tersebut adalah penetapan yang dapat diajukan kasasi.

9. Permohonan pengangkatan anak ditujukan kepada Pengadilan Negeri, yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal anak yang hendak diangkat (SEMA No. 2 Tahun 1979 jo SEMA No. 6 Tahun 1983 jo SEMA No. 4 Tahun 1989).

10. Permohonan anak angkat yang diajukan oleh Pemohon yang beragama Islam dengan maksud untuk memperlakukan anak angkat tersebut sebagai anak kandung dan dapat mewaris, maka permohonan diajukan ke Pengadilan Negeri, sedangkan apabila dimaksudkan untuk dipelihara, maka permohonan diajukan ke Pengadilan Agama.

11.

Untuk permohonan pengangkatan anak oleh seorang WNA terhadap anak WNI atau oleh seorang WNI terhadap anak WNA (Pengangkatan Anak Antar Negara Inter Country Adoption) hanya dapat dilakukan dalam daerah Pengadilan Negeri dimana Yayasan yang ditunjuk Departemen. Sosial RI untuk dapat dilakukannya Inter Country Adoption berada; yang saat ini ada 6, yaitu :

1. DKI Jakarta – Yayasan Sayap Ibu – Yayasan Bhakti Nusantara "Tiara Putra" 2. Jawa Barat – Yayasan Pemeliharaan Anak di Bandung.

3. DI Yogyakarta – Yayasan Sayap Ibu.

4. Jawa Tengah – Yayasan Pemeliharaan Anak dan Bayi di Solo. 5. Jawa Timur – Panti Matahari Terbit di Surabaya.

6. Kalimantan Barat – Yayasan Kesejahteraan Ibu dan Anak Pontianak.

12. Inter Country Adoption dilakukan sebagai upaya terakhir (Ultimatum Remedium), dan pelaksanaannya harus memperhatikan SEMA No. 6 Tahun 1983 jo SEMA No. 4 Tahun 1989 jo UU No. 23 Tahun 2002 tentang

(2)

Perlindungan Anak, Pasal 39, Pasal 40 dan Pasal 41.

13. Perlu diperhatikan adanya Instruksi Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.02.PW.09.01-1981 tentang Pemberian Paspor dan Exit Permit kepada anak warga negara Indonesia yang diangkat anak oleh warga negara asing, tanggal 3 Agustus 1981, khususnya butir 1 yang berbunyi:

Melarang memberikan paspor dan exit permit kepada anak-anak Warga Negara Indonesia yang diangkat anak oleh Warga Negara Asing apabila pengangkatan anak tersebut tidak dilakukan oleh Putusan Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal / tempat kediaman anak tersebut di Indonesia."

JENIS – JENIS PERMOHONAN YANG DAPAT DIAJUKAN MELALUI PENGADILAN NEGERI adalah sebagai berikut :

1. Permohonan pengangkatan wali bagi anak yang belum dewasa adalah 18 tahun (menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 47; menurut Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Pasal 1; menurut Undang-undang No 23 Tahun 2002 Pasal 1 butir ke 1).

2. Permohonan pengangkatan pengampuan bagi orang dewasa yang kurang ingatannya atau orang dewasa yang tidak bisa mengurus hartanya lagi, misalnya karena pikun.

3. Permohonan dispensasi nikah bagi pria yang belum mencapai umur 19 tahun dan bagi wanita yang belum mencapai umur 16 tahun (Pasal 7 Undang-undang No. 1 Tahun 1974).

4. Permohonan izin nikah bagi calon mempelai yang belum berumur 21 tahun (Pasal 6 ayat (5) Undang¬-undang No.1 Tahun 1974).

5. Permohonan pembatalan perkawinan (Pasal 25, 26 dan 27 Undang-undang No.1 Tahun 1974). 6. Permohonan pengangkatan anak (harus diperhatikan SEMA No. 6/1983).

7. Permohonan untuk memperbaiki kesalahan dalam akta catatan sipil, misalnya apabila nama anak secara salah disebutkan dalam akta tersebut (Penduduk Jawa dan Madura Ordonantie Pasal 49 dan 50, Peraturan Catatan Sipil keturunan Cina Ordonantie 20 Maret 1917-130 jo 1929-81 Pasal 95 dan 96, Untuk golongan Eropa KUH Perdata Pasal 13 dan 14), permohonan akta kelahiran, akta kematian.

8. Permohonan untuk menunjuk seorang atau beberapa orang wasit oleh karena para pihak tidak bisa atau tidak bersedia untuk menunjuk wasit (Pasal 13 dan 14 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa).

9. Permohonan agar seseorang dinyatakan dalam keadaan tidak hadir (Pasal 463 BW) atau dinyatakan meninggal dunia (Pasal 457 BW).

10. Permohonan agar ditetapkan sebagai wakil/ kuasa untuk menjual harta warisan.

PERMOHONAN YANG DILARANG

1. Permohonan untuk menetapkan status kepemilikan atas suatu benda, baik benda bergerak ataupun tidak bergerak. Status kepemilikan suatu benda diajukan dalam bentuk gugatan.

2. Permohonan untuk menetapkan status keahliwarisan seseorang. Status keahlian warisan ditentukan dalam suatu gugatan.

3. Permohonan untuk menyatakan suatu dokumen atau sebuah akta adalah sah. Menyatakan suatu dokumen atau sebuah akta adalah sah harus dalam bentuk gugatan.

Untuk mengalihkan status kepemilikan benda tetap, seperti menghibahkan, mewakafkan, menjual, membalik nama sebidang tanah dan rumah, yang semula tercatat atas nama almarhum atau almarhumah, cukup dilakukan :

1. Bagi mereka yang berlaku Hukum Waris Adat, dengan surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh ahli waris yang bersangkutan sendiri, yang disaksikan oleh Lurah dan diketahui Camat dan desa dan kecamatan tempat tinggal almarhum.

2. Bagi mereka yang berlaku Hukum waris lain-lainnya, misalnya Warga Negara Indonesia keturunan Hindia, dengan surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh Balai Harta Peninggalan (perhatikan Surat Edaran

(3)

Menteri, Direktur Jenderal Agraria, Kepala Direktorat Pendaftaran Tanah ub. Kepala Pembinaan Hukum, R.Soepandi tertanggal 20 Desember 1969, No. Dpt/112/63/12/69, yang terdapat dalam buku tuntunan bagi Pejabat Pembuat Akte Tanah, Departemen Dalam Negeri, Ditjen Agraria, halaman 85).

AKTE DI BAWAH TANGAN MENGENAI WARISAN

1. Akta ini dibuat oleh ahli waris almarhum, yang berupa suatu surat pemyataan bahwa dia mereka adalah ahli waris, dengan menyebutkan kedudukan masing- masing dalam hubungan keluarga yang telah meninggal. Pernyataan yang dibuat tersebut dapat dimintakan untuk disahkan tanda tangannya oleh Ketua Pengadilan Negeri.

2. Setelah membacakan dan menjelaskan surat pernyataan tersebut dihadapan para pihak, Ketua Pengadilan Negeri atau Hakim yang ditunjuk mengesahkan tanda tangan mereka berdasarkan ketentuan Pasal 2 (1) Stbld. 1916-46 dengan cara, dibawah pernyataan tersebut dibubuhi kalimat: Yang bertanda tangan dibawah ini, Ketua/Hakim Pengadilan Negeri, menerangkan, bahwa bernama ______________………….. telah saya kenal atau telah diperkenalkan kepada saya, dan kepadanya/mereka telah saya jelaskan isi pernyataan dalam akta tersebut di atas, dan setelah itu ia/mereka membubuhkan tandatangannya dihadapan saya. Surat keterangan ahli waris tersebut hanya berlaku untuk suatu keperluan tertentu, karena itu dibawahnya dicantumkan dengan huruf-huruf besar sebagai berikut (sebagai contoh) : Catatan : "Akta dibawah tangan yang telah disahkan ini khusus berlaku untuk mengambil uang deposito di bank _____________ atas nama _____________". Dan kemudian dibubuhi cap Pengadilan Negeri sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) Stbld.1916-46, akta tersebut dicatat dalam Buku Register yang khusus disediakan untuk itu.

(4)

Prosedur Berperkara Perdata Gugatan, Banding,

Kasasi

TATA CARA PELAKSANAAN PERMOHONAN PENDAFTARAN PERKARA PERDATA

PELAKSANAAN PENDAFTARAN GUGATAN TINGKAT PERTAMA

1. Penggugat atau melalui Kuasa Hukumnya mengajukan gugatan yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri di Meja 1 bagian Perdata, dengan beberapa kelengkapan/syarat yang harus dipenuhi :

a. Surat Permohonan / Gugatan ;

b. Surat Kuasa yang sudah dilegalisir (apabila menggunakan Advokat);

2. Gugatan dan Surat Kuasa Asli harus mendapat persetujuan dari Ketua Pengadilan Negeri Kuningan; 3. Setelah mendapat persetujuan, maka Penggugat / Kuasanya membayar biaya gugatan / SKUM di Kasir; 4. Memberikan SKUM yang telah dibayar ke Meja 2 dan menyimpan bukti asli untuk arsip.

5. Menerima tanda bukti penerimaan Surat Gugatan dari Meja 2.

6. Menunggu Surat Panggilan sidang dari Pengadilan Negeri Kuningan yang disampaikan oleh Juru Sita Pengganti.

7. Menghadiri Sidang sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan

PELAKSANAAN PENDAFTARAN GUGATAN TINGKAT BANDING

1. Pemohon atau melalui Kuasa Hukumnya mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri di Meja 3 bagian Perdata, dengan beberapa kelengkapan/syarat yang harus dipenuhi :

a. Surat Permohonan Banding;

b. Surat Kuasa yang sudah dilegalisir (apabila menggunakan Advokat); c. Memori Banding;

2. Pemohon / Kuasanya membayar biaya gugatan / SKUM di Kasir;

3. Memberikan SKUM yang telah dibayar ke Meja 3 dan menyimpan bukti asli untuk arsip. 4. Menerima tanda bukti penerimaan Surat Permohonan dari Meja 3.

5. Menunggu Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Berkas (Inzage), Pemohon diberikan jangka waktu 14 hari untuk datang ke Pengadilan Negeri setempat untuk mempelajari berkas.

6. Menunggu Surat Pemberitahuan Kontra Memori Banding dan salinan Kontra Memori Banding. 7. Menunggu kutipan putusan dari Pengadilan Tinggi yang akan disampikan oleh Juru Sita Pengganti.

PELAKSANAAN PENDAFTARAN GUGATAN TINGKAT KASASI

1. Pemohon atau melalui Kuasa Hukumnya mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri di Meja 3 bagian Perdata, dengan beberapa kelengkapan/syarat yang harus dipenuhi :

a. Surat Permohonan Kasasi;

b. Surat Kuasa yang sudah dilegalisir (apabila menggunakan Advokat); c. Memori Kasasi;

(5)

3. Memberikan SKUM yang telah dibayar ke Meja 3 dan menyimpan bukti asli untuk arsip. 4. Menerima tanda bukti penerimaan Surat Permohonan dari Meja 3.

5. Menunggu Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Berkas (Inzage), Pemohon diberikan jangka waktu 14 hari untuk datang ke Pengadilan Negeri setempat untuk mempelajari berkas.

6. Menunggu Surat Pemberitahuan Kontra Memori Kasasi dan salinan Kontra Memori Kasasi.

(6)

Prosedur Perkara Pidana Cepat / Singkat

PROSES PERKARA PIDANA CEPAT / SINGKAT

1. Berdasarkan pasal 203 KUHAP maka yang diartikan dengan perkara acara singkat adalah perkara pidana yang menurut Penuntut Umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana. 2. Pengajuan perkara pidana dengan acara singkat oleh Penuntut Umum dapat dilakukan pada hari-hari

persidangan tertentu yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

3. Pada hari yang telah ditetapkan tersebut penuntut umum langsung membawa dan melimpahkan perkara singkat kemuka Pengadilan.

4. Ketua Pengadilan Negeri sebelum menentukan hari persidangan dengan acara singkat, sebaiknya mengadakan koordinasi dengan Kepala Kejaksaan Negeri setempat dan supaya berkas perkara dengan acara singkat diajukan tiga hari sebelum hari persidangan.

5. Penunjukan Majelis/ Hakim dan hari persidangan disesuaikan dengan keadaan di daerah masing-masing. 6. Pengembalian berkas perkara kepada kejaksaan atas alasan formal atau berkas perkara tidak lengkap. 7. Pengembalian berkas perkara dilakukan sebelum perkara diregister.

8. Cara pengembalian kepada kejaksaan dilakukan secara langsung pada saat sidang di pengadilan tanpa prosedur adminstrasi.

9. Dalam acara singkat, setelah sidang dibuka oleh Ketua Majelis serta menanyakan identitas terdakwa kemudian Penuntut Umum diperintahkan untuk menguraikan tindak pidana yang didakwakan secara lisan, dan hal tersebut dicatat dalam Berita Acara Sidang sebagai pengganti surat dakwaan (pasal 203 ayat 3 KUHAP).

10. Tentang pendaftaran perkara pidana dengan acara singkat, didaftar di Panitera Muda Pidana setelah Hakim memulai pemeriksaan perkara.

11. Apabila pada hari persidangan yang ditentukan terdakwa dan atau saksi-saksi tidak hadir, maka berkas dikembalikan kepada Penuntut Umum secara langsung tanpa penetapan, sebaiknya dengan buku pengantar (ekspedisi).

12. Hakim dalam sidang dapat memerintahkan kepada penuntut umum mengadakan pemeriksaan tambahan untuk menyempurnakan pemeriksaan penyidikan jika hakim berpendapat pemeriksaan penyidikan masih kurang lengkap.

13. Perintah pemeriksaan tambahan dituangkan dalam surat penetapan.

14. Pemeriksaan tambahan dilakukan dalam waktu paling lama 14 hari, sejak penyidik menerima surat penetapan pemeriksaan tambahan.

15. Jika hakim belum menerima hasil pemeriksaan tambahan dalam waktu tersebut, maka hakim segera mengeluarkan penetapan yang memerintahkan supaya perkara diajukan dengan acara biasa.

16. Pemeriksaan dialihkan ke pemeriksaan acara cepat dengan tata cara sesuai Pasal 203 ayat (3) huruf b KUHAP.

17. Untuk kepentingan persidangan Hakim menunda persidangan paling lama 7 hari.

18. Putusan perkara pidana singkat tidak dibuat secara khusus tetapi dicatat dalam Berita Acara Sidang. 19. BAP dibuat dengan rapi, tidak kotor, dan tidak menggunakan tip ex jika terdapat kesalahan tulisan

diperbaiki dengan renvoi.

20. Ketua Majelis Hakim/ Hakim yang ditunjuk bertanggung- jawab atas ketepatan batas waktu minutasi. 21. Paling lambat sebulan setelah pembacaan putusan, berkas perkara sudah diminutasi.

22. Hakim memberikan surat yang memuat amar putusan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya, dan penuntut umum.

(7)

Prosedur Berperkara Pidana Ringan/Tipiring

SIDANG PERKARA TINDAK PIDANA RINGAN / TIPIRING

1. Sidang dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum; 2. Terdakwa dipanggil masuk, lalu diperiksa identitasnya;

3. Beritahukan / Jelaskan perbuatan pidana yang didakwakan kepada terdakwa dan pasal undang- undang yang dilanggarnya; ( dapat dilihat dari bunyi surat pengantar pelimpahan perkara Penyidik)

4. Perlu ditanya apakah terdakwa ada Keberatan terhadap dakwaan ( maksudnya menyangkal atau tidak terhadap dakwaan tsb), jika ada , putuskan keberatan tersebut apakah diterima atau ditolak , dengan pertimbangan misalnya:”… oleh karena keberatan terdakwa tersebut sudah menyangkut pembuktian, maka keberatannya ditolak dan sidang dilanjutkan dengan pembuktian…”

5. Terdakwa disuruh pindah duduk, dan dilanjutkan dengan memeriksa saksi-saksi; Jika Hakim memandang perlu ( misal, karena terdakwa mungkir), maka sebaiknya saksi disumpah; Penyumpahan dapat dilakukan sebelum atau pun sesudah saksi memberikan keterangan.

6. Hakim memperlihatkan barang bukti ( jika ada ) kepada saksi dan terdakwa dan kemudian dilanjutkan dengan Pemeriksaan terdakwa ;

7. Sesudah selesai, hakim memberitahukan ancaman pidana atas tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa; ( hal ini dilakukan karena tidak ada acara Requisitoir Penuntut Umum)

8. Hakim harus memberi kesempatan bagi terdakwa untuk mengajukan pembelaan ( atau permintaan) sebelum menjatuhkan putusan;

9. Hakim menjatuhkan putusannya.

Jika terbukti bersalah, rumusannya tetap berbunyi: “ …terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana…”. Jika dihukum denda, maka biasanya juga dicantumkan subsidernya atau hukuman pengganti apabila denda tidak dibayar (bentuknya pidana kurungan)

Catatan

perkara Penyerobotan tanah sebagaimana diatur dalam UU No. 1/Prp. Thn 1960 termasuk perkara TIPIRING. Hendaknya berhati-hati dalam memeriksa dan memutuskan perkara ini karena banyak menyangkut aspek perdata. Hakim pidana tidak dibenarkan memutuskan status kepemilikan tanah maupun memerintahkan penyerahannya kepada seseorang di dalam amar putusan pidana .

A. PERKARA yang termasuk Tipiring (Pasal 205 Ayat (1)KUHAP):

– Perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 7500 (tujuh ribu lima ratus rupiah);dan

– Penghinaan ringan, kecuali yang ditentukan dalam paragraf 2 Bagian ini (Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran lalu lintas) (Pasal 205 Ayat (1)KUHAP)

– Terhadap perkara yang diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda lebih dari Rp 7500, juga termasuk wewenang pemeriksaan Tipiring (SEMA No. 18 Tahun 1983)

Catatan: untuk menentukan suatu perkara termasuk Tipiring atau bukan, dilihat Ancaman Hukuman yang diatur dalam bunyi Pasal.

B. DASAR HUKUM PEMERIKSAAN TIPIRING

– Dasar Hukum diatur dalam Bab Keenam Paragraf 1 Pasal 205-210 KUHAP;

– Bagian Kesatu (Panggilan dan dakwaan), Bagian Kedua (Memutus sengketa wewenang mengadili), dan Bagian Ketiga (Acara Pemeriksaan Biasa)Bab XVI sepanjang tidak bertentangan dengan paragraf 1 diatas;

(8)

– Pasal-pasal dalam KUHP yang memuat ancaman pidana penjara atau kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 7500 (tujuh ribu lima ratus rupiah), Pasal 205 Ayat (1) KUHP;

– Peraturan daerah atau peraturan perundang-undangan lainnya yang termasuk wewenang tipiring berdasarkan KUHAP jo SEMA No 18 Tahun 1983;

C. Prosedur Pemeriksaan perkara Tipiring:

– Penyidik atas kuasa Penuntut Umum, dalam waktu 3 (tiga) hari sejak Berita Acara Pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan Terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli, dan atau juru bahasa ke Sidang pengadilan (Pasal 295 Ayat (2) KUHAP);

– Jaksa Penuntut Umum dapat hadir di persidangan dengan sebelumnya menyatakan keingiannya untuk hadir pada sidang (Pedoman Pelaksanaan Tugas Administrasi Pengadilan Buku II, Cetakan Ke-5, MA RI,2004);

Pengadilan mengadili dengan Hakim Tunggal, pada tingkat pertama dan terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan terdakwa dapat banding (Pasal 296 Ayat (3) KUHAP); – Pengadilan menetapkan hari tertentu dalam tujuh hari untuk mengadili perkara dengan acara

pemeriksaan Tipiring (Pasal 206 KUHAP);-cat: Jadi ditetapkan oleh KPN, salah satu hari yang khusus ditunjuk sebagai hari dilaksanakannya pemeriksaan Tipiring.

– Penyidik memberitahukan secara tertulis kepada Terdakwa tentang hari, tanggal, jam, dan tempat ia harus menghadap sidang pengadilan dan hal tersebut dicatat dengan baik oleh penyidik, selanjutnya catatan bersama berkas dikirim ke Pengadilan (Pasal 207 Ayat (1) poin a KUHAP);

– Perkara Tipiring yang diterima harus disidangkan pada hari sidang itu juga (Pasal 207 Ayat (1) poin b KUHAP);

– Hakim yang bersangkutan memerintahkan panitera mencatat dalam buku register semua perkara yang diterimanya, dengan memuat nama lengkap, tempat lahir, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, termpat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa serta apa yang didakwakan kepadanya (Pasal 207 ayat (2) poin a dan b KUHAP);

– Perkara Tipiring dicatat dalam Register Induk khusus untuk itu- Pasal 61 UU No.2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, Register Perkara Cepat terdiri dari Tipiring dan Lantas.

– Saksi tidak disumpah/janji, kecuali hakim menganggap perlu (Pasal 208 KUHAP);

D. Putusan Perkara Tipiring

. Tidak dibuatkan Surat Putusan secara tersendiri, melainkan dicatat dalam daftar catatan perkara kemudian panitera mencatat dalam buku register serta ditandatangani oleh hakim dan panitera ybs. (Pasal 209 Ayat (1) KUHAP);

. Putusan dijatuhkan pada hari yang sama dengan hari diperiksanya perkara itu juga, toleransi penundaan dapat dilakukan apabila ada permohonan dari Terdakwa

. Putusan pemidanaan dapat dijatuhkan cukup dengan keyakinan hakim yang didukung satu alat bukti yang sah (Penjelasan Pasal 184 KUHAP)

. SEMA No. 9 Tahun 1983: sifat “cepat” itu menghendaki agar perkara tidak sampai tertunggak, di samping itu situasi serta kondisi masyarakat belum memungkinkan apabila untuk semua perkara Tipiring terdakwa diwajibkan hadir pada waktu putusan diucapkan, maka perkara-perkara cepat (baik Tipiring maupun Lantas) dapat diputus diluar hadirnya Terdakwa (verstek) dan “pasal 214 KUHAP”berlaku untuk semua perkara yang diperiksa dengan Acara Cepat

. Terhadap Putusan Verstek sebagaimana tersebut dalam poin diatas, yang berupa pidana perampasan kemerdekaan, terpidana dapat mengajukan perlawanan (verzet) ke Pengadilan Negeri yang memutuskan perkara tersebut dengan tata cara sebagai berikut :

(9)

Panitera memberitahukan penyidik adanya perlawanan/verzet; Hakim menetapkan hari sidang perlawanan.

Perlawanan diajukan dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah putusan diberitahukan secara sah kepada Terdakwa.

Terhadap putusan pengadilan dalam perkara tipiring yang menjatuhkan pidana perampasan kemerdekaan dapat diajukan banding ke Pengadilan Tinggi.

(10)

Prosedur Berperkara Pidana Biasa, Banding,

Kasasi, PK dan Grasi

PROSES PERKARA PIDANA BIASA DAN KETENTUANNYA

MEJA SATU

1. Menerima perkara pidana, lengkap dengan surat dakwaannya dan surat-surat yang berhubungan dengan perkara tersebut.

2. Pendaftaran perkara pidana biasa dalam buku register induk, dilaksanakan dengan mencatat nomor perkara sesuai dengan urutan dalam buku register tersebut.

3. Pendaftaran perkara pidana singkat, dilaksanakan setelah Hakim menetapkan dalam persidangan, bahwa perkara tersebut akan diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat.

4. Pendaftaran perkara tindak pidana ringan dan lalu lintas dilaksanakan setelah perkara itu diputus oleh Pengadilan.

5. Pengisian kolom-kolom buku register, harus dilaksanakan dengan tertib dan cermat, berdasarkan jalannya penyelesaian perkara.

6. Berkas perkara yang diterima, harus dilengkapi dengan formulir Penetapan Majelis Hakim disampaikan kepada Wakil Panitera, selanjutnya segera diserahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri melalui Panitera. 7. Perkara yang sudah ditetapkan Majelis Hakimnya, segera diserahkan kepada Majelis Hakim yang ditunjuk

setelah dilengkapi dengan formulir Penetapan Hari Sidang, dan pembagian perkara dicatat dengan tertib. 8. Penetapan hari sidang pertama dan penundaan sidang beserta alasan penundaannya yang dilaporkan oleh

Panitera Pengganti setelah persidangan, harus dicatat didalam buku register dengan tertib.

9. Pemegang buku register, harus mencatat dengan cermat dalam register yang terkait, semua kegiatan perkara yang berkenaan dengan perkara banding, kasasi, peninjauan kembali, grasi dan pelaksanaan putusan ke dalam buku register induk yang bersangkutan.

MEJA KEDUA

1. Menerima pernyataan banding, kasasi, peninjauan kembali, dan grasi/remisi. 2. Menerima/memberikan tanda terima atas:

a. Memori banding

b. Kontra memori banding c. Memori kasasi

d. Kontra memori kasasi e. Alasan peninjauan kembali

f. Jawaban/tanggapan peninjauan kembali g. Permohonan grasi/remisi

h. Penangguhan pelaksanaan putusan

3. Menerima pernyataan banding, kasasi, peninjauan kembali, dan grasi/remisi. 4. Menerima/memberikan tanda terima atas.

5. Membuat akta permohonan berpikir bagi terdakwa. 6. Membuat akta tidak mengajukan permohonan banding.

(11)

bersangkutan.

8. Pelaksanaan tugas-tugas pada Meja Pertama dan Meja Kedua, dilakukan oleh Panitera Muda Pidana dan berada langsung dibawah pengamatan Wakil Panitera.

PROSES PERKARA BANDING

1. Permohonan banding diajukan dalam waktu 7 (tujuh) hari sesudah putusan dijatuhkan, atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir dalam pengucapan putusan.

2. Permohonan banding yang diajukan melampaui tenggang waktu tersebut harus ditolak dengan. membuat surat keterangan.

3. Permohonan banding yang telah memenuhi prosedur dan waktu yang ditetapkan, harus dibuatkan akta pernyataan banding yang ditandatangani oleh Panitera dan pemohon banding, serta tembusannya diberikan kepada pemohon banding.

4. Dalam hal pemohon tidak dapat menghadap, hal ini harus dicatat oleh Panitera dengan disertai alasannya dan catatan tersebut harus dilampirkan dalam berkas perkara serta juga ditulis dalam daftar perkara pidana. 5. Permohonan banding yang diajukan harus dicatat dalam buku register induk perkara pidana dan register

banding.

6. Panitera wajib memberitahukan permohonan banding dari pihak yang satu kepada pihak yang lain.

7. Tanggal penerimaan memori dan kontra memori banding, harus dicatat dan salinannya disampaikan kepada pihak yang lain, dengan membuat relas pemberitahuan/penyerahannya.

8. Sebelum berkas perkara dikirim ke Pengadilan Tinggi, selama 7 hari pemohon banding wajib diberi kesempatan untuk mempelajari berkas perkara.

9. Dalam waktu 14 (empat betas) hari sejak permohonan banding diajukan, berkas perkara banding berupa berkas A dan B harus sudah dikirim ke Pengadilan Tinggi.

10. Selama perkara banding belum diputus oleh Pengadilan Tinggi, permohonan banding dapat dicabut sewaktu-waktu, dan dalam hal sudah dicabut tidak boleh diajukan permohonan banding lagi.

PROSES PIDANA KASASI

1. Permohonan kasasi diajukan dalam waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan pengadilan yang dimintakan kasasi diberitahukan.

2. Permohonan kasasi yang telah memenuhi prosedur, dan tenggang waktu yang telah ditetapkan harus dibuatkan akta pernyataan kasasi yang ditandatangani oleh Panitera.

3. Permohonan kasasi wajib diberitahukan kepada pihak lawan dan dibuatkan akta/relaas pemberitahuan permohonan kasasi.

4. Terhadap permohonan kasasi yang melewati tenggang waktu tersebut, tetap diterima dengan membuat surat keterangan oleh Panitera yang diketahui oleh Ketua Pengadilan Negeri, dan berkas perkara tersebut dikirim ke Mahkamah Agung.

5. Memori kasasi selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat betas) hari sesudah pernyataan kasasi, harus sudah diterima pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri.

6. Dalam hal terdakwa selaku pemohon kasasi kurang memahami hukum, Panitera wajib menanyakan dan mencatat alasan-alasan kasasi dengan membuat memori kasasi baginya.

7. Dalam hal pemohon kasasi tidak menyerahkan memori kasasi, panitera harus membuat pernyataan bahwa pemohon tidak mengajukan memori kasasi.

8. Sebelum berkas perkara dikirim kepada Mahkamah Agung, pihak yang bersangkutan hendaknya diberi kesempatan mempelajari berkas perkara tersebut.

9. Selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah tenggang waktu mengajukan memori kasasi berakhir, berkas perkara berupa berkas A dan B harus sudah dikirim ke Mahkamah Agung.

(12)

PROSES PERKARA PIDANA PK

1. Permohonan Peninjauan Kembali dari terpidana atau ahli warisnya beserta alasan-alasannya, diterima oleh Panitera dan ditulis dalam suatu surat keterangan yang ditanda tangani oleh Panitera dan pemohon.

2. Dalam hal terpidana selaku pemohon peninjauan kembali kurang memahami hukum, Panitera wajib menanyakan dan mencatat alasan-alasan secara jelas. dengan membuatkan surat permohonan peninjauan kembali.

3. Dalam hal Pengadilan Negeri menerima permintaan peninjauan kembali, wajib memberitahukan permintaan peninjauan kembali kepada Jaksa Penuntut Umum.

4. Dalam waktu 14 (empat belas) hari, setelah permohonan peninjauan kembali diterima Pengadilan Negeri, Ketua Pengadilan Negeri menunjuk Hakim yang tidak memeriksa perkara semula yang dimintakan peninjauan kembali, untuk memeriksa alasan permintaan peninjauan kembali tersebut, yang mana pemohon dan Jaksa ikut hadir dalam menyampaikan pendapatnya.

5. Panitera wajib membuat berita acara pemeriksaan peninjauan kembali dan ditandatangani oleh Hakim, Jaksa, pemohon dan Panitera.

6. Panitera wajib membuat berita acara pendapat Ketua/Hakim Pengadilan Negeri tentang peninjauan kembali. 7. Dalam waktu 30 hari Panitera mengirimkan berkas perkara permohonan peninjauan kembali, berita acara

pemeriksaan, dan berita acara pendapat Ketua/Hakim, dan menyampaikan tembusan surat pengantarnya kepada pemohon dan Jaksa.

8. Dalam hal yang dimintakan peninjauan kembali putusan Pengadilan tingkat banding, maka tembusan surat pengantar, berita acara pemeriksaan, dan berita acara pendapat Ketua/Hakim disampaikan kepada Pengadilan Tingkat Banding yang bersangkutan.

9. Foto copy relas pemberitahuan putusan Mahkamah Agung supaya dikirim ke Mahkamah Agung.

PROSEDUR PERMOHONAN GRASI/REMISI

1. Permohonan grasi/remisi harus diajukan kepada Panitera Pengadilan yang memutus pada tingkat pertama. 2. Surat permohonan grasi tersebut, beserta berkas perkara semula termasuk putusan-putusan atas perkara

tersebut, disampaikan kepada Hakim yang memutus pada tingkat pertama atau kepada Ketua Pengadilan untuk mendapatkan pertimbangan tentang permohonan grasi tersebut.

3. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan grasi/remisi diterima, maka permohonan grasi serta berkas perkara yang bersangkutan, dengan disertai pertimbangan Hakim/Ketua Pengadilan, kepada Kepala Kejaksaan Negeri.

4. Dalam perkara singkat permohonan dan berkas perkara dikirim kepada Mahkamah Agung. 5. Permohonan grasi/remisi dicatat dalam register induk perkara pidana dan register grasi/remisi.

(13)

Prosedur Pembayaran Biaya Perkara via Bank

PEMBAYARAN BIAYA PERKARA VIA BANK

Pertama

:

Pihak berperkara datang ke Pengadilan Negeri dengan membawa surat gugatan atau permohonan.

Kedua

:

Pihak berperkara menghadap petugas Meja Pertama dan menyerahkan surat gugatan atau permohonan,

minimal 2 (dua) rangkap. Untuk surat gugatan ditambah sejumlah Tergugat.

Ketiga

:

Petugas Meja Pertama (dapat) memberikan penjelasan yang dianggap perlu berkenaan dengan perkara yang

diajukan dan menaksir panjar biaya perkara yang kemudian ditulis dalam Surat Kuasa Untuk Membayar

(SKUM). Besarnya panjar biaya perkara diperkirakan harus telah mencukupi untuk menyelesaikan perkara

tersebut, didasarkan pada pasal 182 ayat (1) HIR.

Catatan :

Bagi yang tidak mampu dapat diijinkan berperkara secara prodeo (cuma-cuma). Ketidakmampuan

tersebut dibuktikan dengan melampirkan surat keterangan dari Lurah atau Kepala Desa setempat yang

dilegalisasi oleh Camat.

Bagi yang tidak mampu maka panjar biaya perkara ditaksir Rp. 0,00 dan ditulis dalam Surat Kuasa Untuk

Membayar (SKUM), didasarkan pasal 237 – 245 HIR.

Dalam tingkat pertama, para pihak yang tidak mampu atau berperkara secara prodeo. Perkara secara

prodeo ini ditulis dalam surat gugatan atau permohonan bersama-sama (menjadi satu) dengan gugatan

perkara. Dalam posita surat gugatan atau permohonan disebutkan alasan penggugat atau pemohon untuk

berperkara secara prodeo dan dalam petitumnya.

Keempat

:

Petugas Meja Pertama menyerahkan kembali surat gugatan atau permohonan kepada pihak berperkara

disertai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dalam rangkap 3 (tiga).

Kelima :

Pihak berperkara menyerahkan kepada pemegang kas (KASIR) surat gugatan atau permohonan tersebut dan

Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).

Ketujuh :

Pemegang kas menyerahkan asli Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada pihak berperkara sebagai

dasar penyetoran panjar biaya perkara ke bank.

Kedelapan :

Pihak berperkara datang ke loket layanan bank dan mengisi slip penyetoran panjar biaya perkara. Pengisian

data dalam slip bank tersebut sesuai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM), seperti nomor urut, dan

besarnya biaya penyetoran. Kemudian pihak berperkara menyerahkan slip bank yang telah diisi dan

menyetorkan uang sebesar yang tertera dalam slip bank tersebut.

Kesembilan :

Setelah pihak berperkara menerima slip bank yang telah divalidasi dari petugas layanan bank, pihak

berperkara menunjukkan slip bank tersebut dan menyerahkan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada

pemegang kas.

Kesepuluh :

Pemegang kas setelah meneliti slip bank kemudian menyerahkan kembali kepada pihak berperkara.

Pemegang kas kemudian memberi tanda lunas dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dan

(14)

menyerahkan kembali kepada pihak berperkara asli dan tindasan pertama Surat Kuasa Untuk Membayar

(SKUM) serta surat gugatan atau permohonan yang bersangkutan.

Kesebelas :

Pihak berperkara menyerahkan kepada petugas Meja Kedua surat gugatan atau permohonan sebanyak

jumlah tergugat ditambah 2 (dua) rangkap serta tindasan pertama Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).

Keduabelas :

Petugas Meja Kedua mendaftar/mencatat surat gugatan atau permohonan dalam register bersangkutan serta

memberi nomor register pada surat gugatan atau permohonan tersebut yang diambil dari nomor pendaftaran

yang diberikan oleh pemegang kas.

Ketigabelas :

Petugas Meja Kedua menyerahkan kembali 1 (satu) rangkap surat gugatan atau permohonan yang telah

diberi nomor register kepada pihak berperkara.

PENDAFTARAN SELESAI

Pihak/pihak-pihak berperkara akan dipanggil oleh jurusita/jurusita pengganti untuk menghadap ke

persidangan setelah ditetapkan Susunan Majelis Hakim (PMH) dan hari sidang pemeriksaan perkaranya

(PHS).

(15)

Prosedur Pengembalian Sisa Panjar Biaya

Perkara

PROSEDUR PENGEMBALIAN SISA PANJAR BIAYA PERKARA

PERTAMA :

Setelah Majelis Hakim membaca putusan dalam sidang yang terbuka untuk umum, kemudian Ketua Majelis

membuat perincian biaya yang telah diputus dan diberikan kepada pemegang Kas untuk dicatat dalam Buku

Jurnal Keuangan Perkara dan Buku Induk Keuangan Perkara.

KEDUA :

Pemohon/Penggugat selanjutnya menghadap kepada Pemegang Kas untuk menanyakan perincian

penggunaan panjar biaya perkara yang telah ia bayarkan, dengan memberikan informasi nomor perkaranya.

KETIGA :

Pemegang Kas berdasarkan Buku Jurnal Keuangan Perkara memberi penjelasan mengenai rincian

penggunaan biaya perkara kepada Pemohon/Penggugat.

Catatan :

Apabila terdapat sisa panjar biaya perkaranya, maka Pemegang Kas membuatkan kuitansi pengembalian sisa

panjar biaya perkara dengan menuliskan jumlah uang sesuai sisa yang ada dalam Buku Jurnal dan diserahkan

kepada Pemohon/Penggugat untuk ditandatangani.

Kuitansi pengambalian sisa panjar biaya perkara terdiri dari 3 (tiga) lembar :

Lembar pertama untuk pemegang Kas

Lembar Kedua untuk Pemohon/Penggugat

Lembar Ketiga untuk dimasukkan ke dalam berkas perkara

KEEMPAT :

Pemohon/Penggugat setelah menerima kuitansi pengembalian sisa panjar biaya perkara dan

menandatanganinya, kemudian menyerahkan kembali kuitansi tersebut kepada Pemegang Kas.

KELIMA :

Pemegang Kas menyerahkan uang sejumlah yang tertera dalam kuitansi tersebut beserta tindasan pertama

kuitansi kepada pihak Pemohon/Penggugat.

Catatan :

Apabila Pemohon/Penggugat tidak hadir dalam sidang pembacaan putusan atau tidak mengambil sisa

panjarnya pada hari itu, maka oleh Panitera melalui surat akan diberitahukan adanya sisa panjar biaya

perkara yang belum ia ambil.

Dalam pemberitahuan tersebut diterangkan bahwa bilamana Pemohon/Penggugat tidak mengambil dalam

waktu 6 (enam) bulan, maka uang sisa panjar biaya perkara tersebut akan dikeluarkan dari Buku Jurnal

Keuangan yang bersangkutan dan dicatat dalam buku tersendiri sebagai uang tak bertuan (1948 KUHP

Perdata), yang selanjutnya uang tak bertuan tersebut akan disetorkan ke Kas Negara.

Referensi

Dokumen terkait

Automatic Meter Reading (AMR) merupakan suatu teknologi yang digunakan pada PLN untuk mengurangi kendala pada sistem outsourching dimana dapat melakukan metering

Undang-Undang ini terdiri dari enam bab yaitu bab I tentang Aturan Bujang Gadis dan Kawin (32 pasal), bab II memuat Aturan Marga (29 pasal), bab III berisi Aturan Dusun dan

Orang tua saya, ibu dan ayah yang selalu mendoakan saya dan telah banyak sekali berkorban demi saya untuk memberikan bantuan dalam pendidikan yang saya tempuh baik dari

Penggunaan insektisida malation dan deltametrin di lingkungan sekitar kandang terutama di rerumputan yang terdapat banyak larva caplak dapat dilakukan karena kedua

• Hasil dari kegiatan ini adalah tersedianya sejumlah pendidik yang mampu mengembangkan bahan ajar dan bahan uji serta tersusunnya sejumlah bahan ajar dan bahan uji berbasis

l2l dan/atau informasi dan/atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dengan otoritas yang berwenang di negara atau yurisdiksi

Kegiatan IbM dengan memanfaatkan media audio visual (audio visual aids) dalam mengajarkan kosakata bahasa Inggris bagi siswa Tpengabdian sesuai dengan yang ada di lapangan

form ini pasien diminta untuk menjawab setiap pertanyaan gejala yang di tampilkan oleh sistem, perbedaan antara form diagnosa menggunakan metode forward chaining dan