• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Sampai saat ini teater rakyat ataupun teater tradisional Jepang yang disebut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Sampai saat ini teater rakyat ataupun teater tradisional Jepang yang disebut"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sampai saat ini teater rakyat ataupun teater tradisional Jepang yang disebut dengan koten geino masih bertahan dan tetap dilestarikan. Menurut Ensiklopedia Kodansha (1994 : 1561), terdiri dari lima bagian /genre :

1. Bugaku 2. Noh 3. Kyougen 4. Bunraku 5. Kabuki

Sekalipun kelima dari model teater itu berbeda penyajian dalam bentuk isi dan gaya, akan tetapi ada hubungan estetika yang kuat dalam gambaran kebudayaan Jepang. Salah satu dari kelima teater tradisional diatas, Drama Noh merupakan teater tradisional yang paling tua di Jepang.

Noh (Jepang:能 Nō) ialah bentuk utama drama musik Jepang klasik yang telah dipertunjukkan sejak abad ke-14. Noh tersusun atas mai (tarian), hayashi (musik) dan

utai (kata-kata yang biasanya dalam lagu-lagu). Pelakon menggunakan topeng dan

menari secara lambat. Zeami Motokiyo dan ayahnya Kan'ami membawa Noh kepada bentuk terkininya selama masa Muromachi.

Drama ini mampu berhasil mempertahankan semua ciri yang sudah tidak lagi dalam drama tradisional yang lain, yakni mengandung ciri ritualistik. Dan sangat menarik dalam pertunjukkan drama ini adalah bagaimana ritual kehidupan. Drama Noh sangat kental dengan unsur kepercayaan, pemain drama Noh berada dibawah

(2)

perlindungan organisasi kuil. Agama di Jepang yang ikut serta mewarnai drama Noh adalah Shinto dan Bhuda.

Shinto adalah agama yang paling tua dan dianggap sebagai agama yang paling pribumi atau agama dasar di Jepang setelah pertumbuhan agama Katolik, Protestant, Islam, Budha, yang masuk kemudian pada masa prasejarah akhir dan pada masa sejarah.

Hamzon Situmorang ( 2006 : 40 ) Shinto adalah suatu kepercayaan tradisional yang lahir di Jepang. Secara etimologi huruf kanji, Shin ( 神 ) adalah tuhan atau dewa, kemudian To ( 道 ) adalah jalan, atau dapat diterjemahkan sebagai sebuah konsep cara bertuhan atau suatu cara kehidupan bertuhan.. Menurut Harumi Befu (1981 : 95 – 96) Shintoisme ini adalah paham yang merupakan gabungan dari kepercayaan primitif yang sukar digolongkan menjadi satu agama.

Dengan kata lain agama Shinto ini dapat juga dikatakan Minzoku Shukyo ( folk religion ) atau Shizen Shukyo ( natural religion ). Pada prinsipnya, minzoku atau shizen shukyo ini tidak dapat memiliki pencipta, tidak memiliki kitab suci, tetapi hanya memiliki tempat ibadat saja. Seperti halnya agama Shinto memiliki tempat ibadat yang disebut Jinja. Jinja ini mempunyai fungsi sebagai simbol kerja sama ( community ) dan persatuan ( unity ), upacara perkawinan, tempat memohon supaya panen berlimpah dan lain-lain. Dengan demikian masyarakat Jepang dalam kehidupan sehari-hari sering menyelenggarakan upacara-upacara berdasarkan agama Shinto.

Agama Budha merupakan agama yang bersifat universal di Jepang. Agama Budha di Jepang terbagi atas dua aliran, yakni ortodok Budhisme ( sectional Budhisme ) yaitu agama yang memiliki sekte ( seperti: Tendaishu, Jodoshu, Jishu dan sebagainya) dan popular Budhisme, yaitu agama Budha yang bertentangan dengan sekte ( cross sectional ) serta agama Budha yang bersifat kerakyatan ( folkoristic

(3)

Budhisme ). Popular Budhisme ini selanjutnya menjadi Shomin Shinko ( kepercayaan rakyat).

Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang, mereka menyelenggarakan persembahan sesajen untuk arwah nenek moyangnya di kuil Budha, mengadakan upacara penguburan berdasarkan agama Budha, memohon kepada dewa Budha untuk menyembuhkan penyakit dan sebagainya. Dengan demikian masyarakat Jepang dalam kehidupan sehari-harinya, selain menyelenggarakan upacara berdasarkan agama Shinto juga menyelengggarakan upacara berdasarka agama Budha. Disini kelihatan adanya keterpaduan antara agama Shinto dan agama Budha.

Dalam perkembangan drama Noh ini selalu mendapat dukungan Otera ( Kuil Budha) dan juga Jinja ( Kuil Shinto ). Hal ini bisa dilihat dari sejak lahirnya drama Noh, selalu di pertunjukkan di kuil-kuil secara kebaktian tradisional terlebih lagi pada priode pertengahan II ( 1250 – 1350 ). Agama baru ( sekte baru ) bermuculan di Jepang sejak Zen-Shu, Jodo-Shu, Ji-Shu dan meluas di kalangan masyarakat serta membawa penyelamatan dan penguatan kepada jiwa-jiwa yang menderita.

Pada zaman Chusei pertunjukkan drama Noh di kuil-kuil ini disebut dengan Ennen noh. Selain itu pada priode ini, memiliki ciri khas yaitu memberikan pengaruh dominan terhadap drama Noh. Sehingga drama Noh secara khusus kaya akan kualitas antik. Oleh karena itu pengaruh kedua agama ini (Budhisme dan Shintoisme) tersebut memungkinkan terjadinya pebentukan drama Noh pada zaman Chusei yang bersifat unik dan berkualitas tinggi.

Berdasarkan urain diatas penulis merasa tertarik untuk membahas sejauh mana kepecayaan masyarakat Jepang tercermin dalam drama Noh. Dengan demikian penulis dalam skripsi ini membahas tentang :

(4)

KEPERCAYAAN RAKYAT JEPANG DALAM DRAMA NOH “ HAGOROMO “

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang lahirnya drama Noh pada zaman Chusei, drama ini lahir dari kalangan rakyat jelata yang kemudian berkembang ditangan Kanami di masyarakat kota.

Perkembangan drama Noh ini pada awalnya didukung oleh kuil-kuil ( Budha ) dengan tujuan untuk menyebarkan doktrin-doktrin Budhisme dan sarana hiburan bagi masyarakat.

Dukungan otera tersebut diwujudkan dalam bentuk dukungan material maupun spiritual, dukungan material berupa bantuan dana dalam rangka pertunjukan drama Noh maupun bantuan segala keperluan perlengkapan pertunjukan drama Noh di kuil-kuil maupun di luar kuil.

Sedangkan dukungan spiritual berupa nasehat-nasehat yang diberikan kepada anggota drama Noh atau pesan-pesan religius melalui teks cerita drama Noh.

Dengan adanya dukungan dari otera tersebut maka drama Noh sering dipertunjukkan di kuil-kuil setelah kebaktin agama Budha, dengan tujuan agar para biksu lebih memahami doktrin Budhisme tersebut juga sebagai hiburan.

Kemudian dengan dukungan otera ini drama Noh berkembang baik dalam isi, pementasan dan teks cerita.

Maka penulis merumuskan masalahnya berupa pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimana kepercayaan rakyat Jepang diungkapkan dalam drama Noh pada

zaman Chusei ?

2. Bagaimana keterkaitan antara kepercayaan rakyat dengan drama Noh pada zaman Chusei?

(5)

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam skripsi ini, penulis membatasi pembahasannya terfokus pada analisis teks-teks drama Noh yang mengungkapkan kepercayaan rakyat Jepang pada zaman Chusei.

Karena drama Noh berkembang di zaman Chusei pada dasarnya di dukung oleh Otera dan Jinja, sehingga tidak menutup kemungkinan kepercayaan rakyat turut memberikan warna dalam isi teks drama Noh. Jadi dalam hal ini otera sangat memberikan kontribusi yang luar biasa pada awalnya terhadap perkembangan drama Noh ini.

Agar pembahasan dalam skripsi ini lebih akurat, penulis pada bab II menjelaskan juga hal-hal yang berdekatan dengan: sistem kepercayaan masyarakat Jepang, pengertian drama tradisional Noh, latar belakang lahirnya drama Noh.

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1. Tinjauan Pustaka

Noh Kyogen, Eman Kusdiyana ( 2005 : 32 ) Noh (Jepang:能 Nō) ialah bentuk utama drama musik Jepang klasik yang telah dipertunjukkan sejak abad ke-14. Noh tersusun atas mai (tarian), hayashi (musik) dan utai (kata-kata yang biasanya dalam lagu-lagu). Pelakon menggunakan topeng dan menari secara lambat. Zeami Motokiyo dan ayahnya Kan'ami membawa Noh kepada bentuk terkininya selama masa Muromachi.

Noh Kyogen ( Eman Kusdiyana, 2005 : 33 ) drama Noh bersifat klasik dan banyak mengandung unsur-unsur agama Budha, secara keseluruhan drama Noh

(6)

mempunyai sifat-sifat agung, simbolik dan khayalan.

Noh Kyogen ( Eman Kusdiyana, 2005 : 25 ) Zaman Chusei pada hakekatnya terdiri dari Kamakura, zaman Muromachi dan zaman Azuchi Momoyama. Kamakura adalah nama tempat wilayah timur Jepang, Muromachi adalah nama tempat yang ada disekitar Kyoto dan Azuchi Momoyama adalah nama sebuah benteng yang dibangun oleh Oda Nobonaga.

Buku Foklor Jepang, Harumi Befu (1981 : 95 – 96) Shintoisme ini adalah paham yang merupakan gabungan dari kepercayaan primitif yang sukar digolongkan menjadi satu agama.

Ilmu Kejepangan ( Situmorang, 2006 : 54 ) Dalam kehidupan sehari-hari orang Jepang banyak berhubungan dengan agama. Misalnya dalam perayaan Life Stage (daur hidup) termasuk pada kepercayaan.

Ilmu Kejepangan ( Hori Ichiro dalam Situmorang 2006 : 40 ) mengatakan agama-agama rakyat Jepang sebagai Folk Belief, dalam artian kepercayaan yang sudah ada sebelum agama-agama melembaga masuk ke Jepang. Agama-agama rakyat yang belum melembaga yang ada di Jepang primitive tersebut adalah agama Proto Shinto. Kemudian berdasarkan agma-agama rakyat tersebut agama-agama yang melembaga yang dating ke Jepang di serap. Dikatakan inilah kekhususan dalam system kepercayaan rakyat Jepang. Yaitu kemampuan menyerap agama-agama luar kedalam agama-agama rakyat. Agama-agama yang melembaga tersebut adalah Budha, Konfusionis, Kristen dan sebagainya.

Agama Orang Jepang ( Dahsiar Anwar, 1992: 66 ) Shomin Shinko ( kepercayaan rakyat ) ini adalah suatu sistem kepercayaan yang didalamnya tercakup

(7)

masalah-masalah yang berkaitan dengan ajaran berbagai agama yang ada di Jepang, dengan dunia empiris dalam kehidupan orang Jepang sehari-hari.

1.4.2. Kerangka Teori

Dalam menulis skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan historisme konsep Shomin Shinko dan pendekatan semiotik:

Kata sejarah yang kita gunakan berasal dari kata bahasa Arab yaitu Syajarotun yang artinya Pohon. Dari sisi lain, istilah history merupakan terjemahan dari kata bahasa Yunani yakni Histories yang artinya penyelidikan atau pengkajian.

Ratna ( 2004: 65 ) berpendapat bahwa pendekatan histories memusatkan perhatian pada masalah bagaimana hubungan terhadap karya yang lain, sehingga dapat diketahui kualitas unsure-unsur kesejarahannya. Pada umumnya pendekatan historis dikaitkan dengan kompetensi sejarah umum yang dianggap relevan.

Kevin dalam Kaelan ( 2005: 61 ) berpendapat bahwa sejarah adalah pengetahuan yang tepat terhadap apa yang telah terjadi. Sejarah adalah deskripsi yang terpadu dari keadaan-keadaan, kejadian-kejadian atau fakta-fakta yang terjadi di masa lampau yang ditulis berdasarkan penelitian serta yang kritis untuk mencari kebenaran.

Menurut Herodotus ( 1985: 17 ), sejarah ialah satu kajian untuk menceritakan suatu perputaran jatuh bangunnya seorang tokoh, masyarakat dan peradaban. Megikut definisi yang diberikan oleh Aristoteles dalam Herodotus (1985: 18), bahwa sejarah merupakan satu sistem yang meneliti suatu kejadian sejak awal dan tersususun dalam bentuk kronolgi. Pada masa yang sama menurut beliau juga sejarah adalah peristiwa-peristiwa pada masa yang mempunyai catatan, rekod-rekod atau bukti-bukti yang konkrit.

(8)

tentang hal-hal yang telah dilakukan oleh manusia pada zaman lampau Shefer juga

berpendapat bahwa sejarah adalah peristiwa yang telah lalu dan benar-benar terjadi. Drs. Sidi Gazalba ( 1997: 10 ) mencoba menggambarkan sejarah sebagai masa

lalu manusia dan seputarnya yang disusun secara alamiah dan lengkap meliputi urutan fakta masa tersebut dengan tafsiran dan penjelasan yang memberi pengertian dan kefahaman tentang apa yang berlaku. Sejarah dalam artian lain digunakan untuk mengetahui masa lampau berdasarkan fakta-fakta dan bukti-bukti yang shahih yang berguna bagi manusia dalam memperkaya pengetahuan agar kehidupan sekarang dan yang akan datang menjadi lebih cerah.

Dengan demikian akan timbul sikap waspada dalam diri semua kelompok masyarakat karena telah mempelajari sejarah, hal ini dapat membentuk sikap tersebut terhadap permasalahan yang dihadapi agar peristiwa-peristiwa yang berlaku pada masa lampau dapat dijadikan pelajaran yang berguna. Pengertian sejarah bisa dilihat dari tiga dimensi yaitu epistomologi (kata akar), metodologi ( kaedah sesuatu sejarah itu dipaparkan) dan filsafat tau pemikiran peristiwa lalu yang dianalisa secara teliti untuk menentukan apakah sejarah tersebut benar atau tidak.

Secara defenitif, menurut Paul Cobley dan Litza Janz dalam Ratna (2004 : 97) semiotik berasal dari kata seme ( bahasa Yunani ), yang berarti penafsiran tanda. Dalam pengertian yang lebih luas, sebagai teori, semiotic berasal dari studi sistematis mengenai produksi dan interpretasi tanda, bagaimana cara kerjanya dan apa manfaatnya terhadap kehidupan manusia.

Hoed dalam Nurgiyantoro ( 1998 : 40 ) mengatakan bahwa semiotik adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan dan lain-lain. Tanda-tanda itu dapat berupa gerakan mata, bentuk tulisan, warna bendera,

(9)

pakaian, karya seni: sastra, lukis, patung, fiksi, tari, musik dan lain-lain yang berada disekiar kehidupan kita.

Halliday dalam Ratna ( 2004: 98 ) menyebutkan semiotik sebagai kajian umum, dimana bahasa dan sastra hanyalah salah satu bidang didalamnya. Ilmu tanda-tanda menganggap fenomena masyarakat dan kebudayaan sebagai tanda-tanda-tanda-tanda. Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan dan konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut memiliki arti.

Dalam pandangan semiotik yang berasal dari teori Saussure, bahasa merupakan sebuah sistem tanda, dan sebagai suatu tanda bahasa mewakili sesuatu yang lain yang disebut makna.

Teori semiotik pada dasarnya digunakan untuk memahami atau megetahui makna yang terkandung dari teks-teks dalam naskah drama Noh. Menurut Sausere dalam Eman Kusdiayana ( 1995 : 5 ) mengatakan bahwa semiotik adalah ilmu yang secara sistematik mempelajari tanda-tanda dan lambang-lambang, sistem-sistem lambang dan proses-proses perlambangan.

Dengan demikian ilmu bahasapun dapat dinamakan ilmu semiotik. Didalam rangka sebuah sistem lambang kita mengartikan gejala-gejala tertentu ( gerak-gerik, kiasan, kata-kata, kalimat dan seterusnya ) berdasarkan sebuah atau sejumlah kaidah. Kaidah-kaidah itu merupakan suatu kode, yaitu alasan atau dasar mengapa kita mengartikan suatu gejala begini atau begitu, sehingga gejala itu menjadi suatu tanda atau kode.

Pada hakekatnya semua tanda/kode yang berlaku dalam masyarakat merupakan faktor yang potensi di dalam pertunjukan ( sandiwara ). Tentu dari kode-kode ini ( gerak,linguistik ) akan menjadi suatu sistem yang khas, sementara yang lain ( kebiasaan secara drama atau sandiwara dan kode budaya yang umum ) akan dapat di

(10)

terapkan dalam pembicaraan secara drama atau sandiwara yang panjang ( Keir Elam, 1980 : 50 ).

Pierce dalam Keir Elam, ( 1980 : 21 ) bahwa suatu tanda mengacu pada suatu acuan . pada prinsipnya hubungan tanda dan acuannya mempunayi tiga hubungan. Pertama, hubungan antara tanda dan acuannya dapat berupa kemiripan; tanda itu disebut ikon. Kedua, hubungan ini dapat timbul karena ada kedekatan eksistensi; tanda ini disebut dengan indeks. Ketiga, hubungan itu dapat pula merupakan hubungan yang sudah terbentuk secara konvensional; tanda ini adalah simbol. Sebuah peta geografis dan sebuah potret adalah ikon. Sebuah penunjuk jalan dan sebuah penunjuk angin adalah indeks.

Atau secara umum semiotik dapat didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederatan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa,seluruh kebudayaan sebagai tanda.

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1. Tujuan Penelitian

Tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana kepercayaan rakyat terungkap dalam drama Noh.

2. Untuk mengetahui sejauh mana keterkaitan kepercayaan rakyat dengan drama Noh.

1.5.2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain adalah :

1. Untuk menambah wahana pembaca bagaimana perlunya drama Noh pada zaman Chusei.

(11)

2. Untuk meningkatkan pengetahuan penulis tentang drama Noh dan perkembangan pada zaman Chusei.

1.6. Metode Penelitian

Di dalam melakukan sebuah penelitian dibutuhkan metode sebagai penunjang untuk mencapai tujuan. Metode adalah cara melaksanakan peneltian. Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengunakan metode deskriptif.

Menurut Koentjaraningrat (1976 : 30) bahwa penelitian yang bersifat deskriptif yaitu memberi gambaran yang secermat mungkin mengenai individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu.

Oleh Barney Glasser dan Anselm L. Strauss ( 1994 : 73 ). Metode ini didukung dengan studi atau penelitian kepustakaan, yaitu dengan cara mengumpulkan buku-buku pustaka yang berisi teori-teori dari bahasa Jepang. Buku-buku-buku tersebut dipelajari hingga paham, kemudian pendapat atau filsafat dari Jepang untuk menganalisa karya tulis ini. Dan metode yang kedua yakni metode kepustakaan dimana suatu kegiatan yang sangat penting dalam kegiatan penelitian ini.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka, yaitu dengan menelusuri sumber-sumber kepustakaan dengan membaca buku-buku dan referensi yang berkaitan dengan masalah dibahas. Data yang diperoleh dari berbagai referensi tersebut kemudian dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan dan saran. Selain itu juga penulis mebamanfaatkan berbagai fasilitas yang tersedia di perpustakaan Universitas Sumatera Utara umum, membaca literatur dan melakukan penelusuran melalui media internet.

Referensi

Dokumen terkait

I.1.2 Kurangnya Pengertian Budaya dan Kebiasaan Orang Jepang Akibatnya karena masyarakat Indonesia lebih mengenal budaya Jepang melalui manga atau sebutan “Komik

Maka sesuai dengan judul skripsi ini, yaitu “MINAT LULUSAN PROGRAM DIII BAHASA JEPANG USU UNTUK MELANJUTKAN KE PROGRAM EKSTENSI SASTRA JEPANG.” Peneliti akan membahas lebih jelas

BAB Kedua : Membahas tentang pengertian perjanjian yang meliputi perjanjian kerja serta perjanjian kerja bersama (PKB) Pembahasan dalam Bab II ini adalah

Untuk membatasi penelitian agar tidak keluar dari tujuan penulisan yang ingin dicapai, maka peneliti memberi batasan penelitian yaitu: hanya menjelaskan investasi Jepang

Dalam bab ini berisi teori yang mendasari pembahasan skripsi meliputi Pengertian Pajak, fungsi Pajak, Sistem Pemungutan Pajak, Jenis dan Pembagian Pajak, Asas Pemungutan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai bagaimana pemerintah pendudukan Jepang memanfaatkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA Bab II ini berisi tentang tinjauan pustaka yang menjadi landasan terkait dengan topik penelitian, seperti pengertian metode konstruksi Desain and Build, Faktor

1.10 Sistematika Pembahasan Penyusunan studi ini dilakukan dengan sistematika pembahasan sebagai berikut : BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan menjelaskan mengenai Latar Belakang