• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang Masalah

Feminisme adalah suatu aliran yang mendasarkan pemikirannya pada upaya untuk menumbuhkan kesadaran akan adanya penindasan dan ketidakadilan terhadap perempuan dalam masyarakat serta adanya tindakan secara sadar yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, baik perempuan maupun laki-laki untuk mengubah keadaan tersebut (Rofiqoh, 2013: 1).

Gender adalah pembedaan laki-laki dan perempuan diliat dari konstruksi sosial budaya (Elaine, 1989: 3). Gender sering juga diidentikkan dengan jenis kelamin (sex), padahal gender berbeda dengan jenis kelamin (Marzuki, tt: 2).

Menurut Siti Musdah Mulia dalam bukunya yang berjudul Women’s Studies Encyclopedia (2004:4) bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang dipakai untuk membedakan peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat (Marzuki, tt: 3). Stevi berpendapat lain, bahwa gender dan seksualitas adalah salah satu konsep utama feminisme, namun tidak ada kesepakatan tentang bagaimana mendefisinikan atau menteorikan hubungan antar keduanya (Stevi Jackson, 1998: 225).

Patriarki adalah tata kekeluargaan yang sangat mementingkan garis turunan bapak. Secara etimologi, patriarki berkaitan dengan sistem sosial di

(2)

mana ayah menguasai seluruh anggota keluarganya, harta miliknya, serta sumber-sumber ekonomi. Dalam sistem sosial, budaya (juga keagamaan), patriarki muncul sebagai bentuk kepercayaan atau ideologi bahwa laki-laki lebih tinggi kedudukannya dibanding perempuan; bahwa perempuan harus dikuasai bahkan dianggap sebagai harta milik laki-laki (Retnowulandari, 2010: 17).

Sylvia Walby (1993), patriarki itu bisa dibedakan menjadi 2: patriarki privat dan patriarki publik. Inti dari teorinya adalah telah terjadi ekspansi wujud patriarki, dari ruang-ruang pribadi dan privat seperti keluarga dan agama ke wilayah yang lebih luas yaitu negara. Ekspansi ini menyebabkan patriarki terus menerus berhasil mencengkram dan mendominasi kehidupan laki-laki dan perempuan (Retnowulandari, 2010: 18).

Keluarga patriarkat adalah salah satu perubahan sosial yang penting yang membuka jalan bagi pembagian masyarakat menjadi majikan dan budak, serta menjadi batu permata dalam struktur kerajaan kuno yang dibangun di atas kolonialisasi (Nawal, 2011: 199).

Mesir, sebuah Negara di kawasan Dunia Arab yang merupakan salah satu Negara dengan budaya patrilineal yang masih sangat kuat, marjinalisasi bagi kaum perempuan tampah terlihat dalam praktek kehidupan sosial dan politik. Perempuan sepanjang sejarah tidak pernah di perbolehkan untuk terlibat dalam masalah politik. Di Mesir, walaupun dalam undang-undang telah memperbolehkan keterlibatan perempuan, namun budaya yang ada di kawasan ini sangat bertolak belakang. Budaya patrilineal Dunia Arab banyak disebabkan oleh penafsiran agama yang konservatif, kisah tradisional bangsa Arab.

(3)

Gender memiliki relevansi dengan konsep feminisme. Negara Mesir ada beberapa tokoh Feminis yang juga menjunjung tinggi kesetaraan gender, salah satunya ialah Nawal as-Sa’dawi. Nawal as-Sa’dawi adalah seorang feminis dari Kairo, Mesir. Ia lahir di Kafr Tahla, 27 Oktober 1931 dan banyak menulis tentang perempuan dalam Islam. Nawal lulus dari jurusan kedokteran Universitas Kairo pada 1955. Melalui praktik medisnya, dia melakukan observasi permasalahan fisik dan psikologis perempuan lalu menghubungkannya dengan tekanan praktik kebudayaan, dominasi patriarki, tekanan kelas, dan imperialis (Rokhmansyah, 2011: 2).

Nawal menulis permasalahan perempuan melalui praktik medisnya. Dengan latar belakang seorang dokter, ia berusaha mengungkap pemasalahan fisik dan psikologis perempuan lalu menghubungkannya dengan kebudayaan, gender, dan patriarki. Dari hasil penelitiannya itu, ia kemudian menggunakannya untuk dijadikan sebuah karya sastra. Karya sastra Nawal yang berbentuk novel maupun cerita pendek, terdapat beberapa pandangan Nawal mengenai permasalahan perempuan. Hal ini tidak lepas dari paham feminisme yang ia anut. Ia mencoba memperjuangkan kaumnya melalui karya-karya yang dihasilkannya (Rokhmansyah, 2011: 3).

Nawal dalam karyanya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berjudul Perjalananku Mengelilingi Indonesia ada 11 kisah tentang pengalamannya bertemu dengan orang-orang yang membuatnya semakin berfikir feminis.

(4)

Pada kisahnya yang pertama, sangat terlihat sekali bahwa Nawal sangat menentang patriarki. Untuk dapat pergi ke luar negeri, seorang perempuan harus mendapat izin tertulis dari suaminya dan harus disertakan pada paspor.

"Dan saya beritahu Anda bahwa menurut hukum, saya boleh bepergian tanpa izin suami sebab saya perempuan lajang, tanpa suami," kata Nawal kepada polisi di jalan msasuk bandara Mesir.

Tetapi, polisi itu ngotot menanyakan surat bukti bahwa Nawal lajang. Nawal lalu menunjukkan surat cerainya dan polisi itu berkata,"Mengapa Anda tidak memberitahu saya dari awal bahwa Anda telah dicerai?”.

"Aku belum pernah dicerai," jawab saya dengan marah. "Saya bercerai”(Nawal, 2006: 8-9).

Kekuatan lain Nawal adalah tidak ragu-ragu menuangkan perasaannya secara intim dan hangat melalui tulisan yang dia ramu dengan sikapnya yang anti-kolonialisme, anti-imperialisme, anti-feodalisme, yang pada intinya anti ketidakadilan. Bukan hanya ketidakadilan pada tataran global, tetapi juga di tingkat negara dan individu. Inilah kekuatan perempuan sebab yang personal adalah politis. Tidak ada pembedaan pada keduanya. Tidak heran bila keberaniannya menyuarakan kebenaran yang dia yakini membuat dia pernah dipenjara Anwar Sadat, pelarangan beberapa bukunya, dan bahkan melahirkan ancaman mati dari kelompok fundamentalis agama-agama.

Kaum perempuan tidak akan terbebaskan dari sistem patriarki kecuali dari diri mereka sendiri yang mulai merubahnya dan berusaha untuk mengangkat harkat dan martabatnya dengan mengusung gagasan perubahan dan modernisasi. Perempuan haruslah kuat di mulai dari pribadinya masing-masing, harus bisa terbebaskan dan berani menyingkapkan tabir pikiran mereka, yaitu kesadaran palsu, kesan-kesan minor, dan sikap lemah yang selama ini melekat

(5)

pada kaum perempuan. Sehingga nantinya akan muncul sebuaah kesadaran baru pada diri mereka bahwa sesungguhnya tidak ada perbedaan berarti antara dirinya dan kaum lelaki. Setelah itu mereka akan menjadi suatu kekuatan politik yang memiliki otoritas dalam mengambil keputusan yang besar. Semua ini akan terwujud melalui organisasi keperempuanan yang sadar akan hak-hak dan tujuannya.

Maka dari itu semua dalam perjalanan hidupnya, Nawal as-Sa’dawi tidak pernah lelah untuk berjuang memerdekakan kaum perempuan dari segala bentuk penindasannya. Pada tahun 1981 Nawal membentuk AWSA (Arabic Women's Solidarity Association). AWSA adalah Asosiasi Solidaritas Perempuan Arab. Para AWSA adalah hukum pertama, organisasi feminis independen di Mesir. Organisasi memiliki 500 anggota lokal dan lebih dari 2.000 anggota secara internasional. Asosiasi ini menyelenggarakan konferensi internasional dan seminar, menerbitkan majalah dan telah mulai menghasilkan pendapatan proyek untuk perempuan di daerah pedesaan. Para AWSA dilarang pada tahun 1991 setelah mengkritik keterlibatan AS dalam Perang Teluk. Nawal merasa konflik Irak dan Libanon (perang teluk) seharusnya diselesaikan di antara orang Arab. Tujuan dari didirikannya organisasi ini adalah untuk mengupayakan kekuatan politik yang memperjuangkan kepentingan dan apresiasi kaum perempuaan. pada tahun 1985 organisasi AWSA telah mendapatkan pengakuaan resmi dari Dewan Ekonomi dan Sosial PBB sebagai organisasi non Pemerintahan (NGO) Arab (Rokhmansyah, 2011: 7).

(6)

Penelitian ini akan difokuskan pada sistem patriarki di Mesir menurut Nawal as-Sa’dawi yang dia tuangkan dalam karya-karyanya.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini terdiri dari dua pokok permasalahan, yaitu:

1. Bagaimanakah perspektif gender Nawal as-Sa’dawi dalam buku-bukunya?

2. Bagaimanakah pertentangan budaya patriarki di Mesir menurut Nawal as-Sa’dawi?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Menjelaskan perspektif gender Nawal as-Sa’dawi dalam buku-bukunya. 2. Menjelaskan pertentangan budaya patriarki di Mesir Nawal as-Sa’dawi.

D. Manfaat Penelitian

Dari latar belakang, rumusan masalah, serta tujuan di atas, maka manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi mahasiswa tentang perspektif gender menurut Nawal as-Sa’dawi, kemudian dapat memahami pertentangan budaya patriarki di Mesir menurut Nawal as-Sa’dawi yang dia perjuangkan kemudian dia tuangkan dalam buku-bukunya.

(7)

E. Batasan Masalah

Penelitian ini akan membahas mengenai perspektif gender Nawal as-Sa’dawi serta menjelaskan pertentangan budaya patriarki di Mesir menurut Nawal as-Sa’dawi yang dia tuangkan dalam buku-bukunya.

F. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini terdiri dari skripsi dan jurnal yang membahas kajian yang relevan dengan penelitian ini. Di antaranya sebagai berikut:

Penelitian pertama dilakukan oleh Marzuki dalam papernya yang berjudul Kajian Awal Tentang Teori-Teori Gender mengatakan bahwa gender adalah suatu sifat yang dijadikan dasar untuk mengidentifikasi perbedaan antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi kondisi sosial dan budaya, nilai dan perilaku, mentalitas, emosi, serta faktor-faktor nonbiologis lainnya. Beliau juga menambahkan bahwa berawal dari gender inilah muncul pemikiran-pemikiran feminis. Marzuki menjelaskan beberapa teori-teori feminis, salah satunya teori Feminisme-Liberal. Teori ini berasumsi bahwa pada dasarnya tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Karena itu perempuan harus mempunyai hak yang sama dengan laki-laki. Meskipun demikian, kelompok feminis liberal menolak persamaan secara menyeluruh antara laki-laki dan perempuan. Dalam beberapa hal masih tetap ada pembedaan (distinction) antara laki-laki dan perempuan. Bagaimanapun juga, fungsi organ reproduksi bagi perempuan membawa konsekuensi logis dalam kehidupan bermasyarakat.

(8)

Kemudian penelitian ke dua dilakukan oleh Marzuki dalam papernya yang berjudul Perempuan dalam Pandangan Feminis Muslim, mengatakan bahwa Islam menempatkan kedudukan perempuan pada proporsinya dengan mengakui kemanusiaan perempuan dan mengikis habis kegelapan yang dialami perempuan sepanjang sejarah serta menjamin hak-hak perempuan. Marzuki juga memaparkan pandangan 4 tokoh Feminis Muslim diantaranya, Qasim Amin dari Mesir, Amina Wadud Muhsin dari Malaysia, Fatimah Mernissi dari Maroko, dan Asghar Ali Engineer dari India serta pemikiran mereka mengenai kedudukan perempuan dalam Islam.

Kemudian penelitian ke tiga oleh Alfian Rokhmansyah, makalahnya yang berjudul Kajian Feminis Nawal membahas tentang pemikiran Nawal dari sudut pandang sastra dengan cara menganalisis prosa yang terdapat dalam karya-karyanya. Alfian mengatakan bahwa pemikiran-pemikiran pengarang terhadap suatu paham yang di bawanya dapat dilihat dari karya-karya yang dihasilkan. Artinya pengarang yang menganut suatu paham tertentu akan memunculkan pemikiran-pemikirannya itu pada setiap karya yang dihasilkannya sebagai sebuah wacana. Banyak pengarang novel, penyair, maupun pengarang drama yang memunculkan pahamnya pada karya yang dihasilkan, misalnya Nawal as-Sa’dawi. Rentetan kalimat-kalimat yang bernada provokatif, mengakibatkan pembaca ikut merasakan apa yang ingin disampaikan oleh Nawal yang ingin menentang kultur yang mengusung laki-laki sebagai penguasa, doktrin, dan aturan di negaranya, yakni Mesir.

(9)

Selanjutnya penelitian yang ke empat oleh Ahmad Sri Murtanto. Skripsi yang berjudul Konsep Gender Menurut Nawal El-Saadawi dan Formulasinya dalam Tujuan Pendidikan Agama Islam, di sini Ahmad menjelaskan bahwa Nawal menganggap perlunya untuk merumuskan sebuah keadilan gender. Konsepsi keadilan gender yang ditawarkan Nawal tidak bersifat idealis, melainkan lebih bersifat realis. Ahmad beranggapan bahwa semangat memperjuangkan dan menyetarakan hak dan kebebasan perempuan yang dimiliki oleh Nawal sangatlah penting untuk ditumbuhkan dalam pendidikan agama Islam. Sebab di dalam pendidikan agama Islam masih dijumpai diskriminasi terhadap perempuan.

Penelitian ke lima yaitu Ifa Nur Rofiqoh dalam paper yang berjudul

Teori Feminis: Keragaman Pemikiran Feminis, memaparkan teori-teori

feminis salah satunya mengenai teori Feminis Liberal. Feminisme liberal memberikan landasan teoritis akan kesamaan perempuan dalam potensi rasionalitasnya dengan laki-laki. Namun, berhubung perempuan ditempatkan pada posisi tergantung pada suami dan kiprahnya dalam sektor domestik, maka yang lebih dominan tumbuh pada perempuan adalah aspek emosional dibandingkan dengan rasional. Oleh karena itu feminisme liberal beranggapan bahwa sistem patriarki harus dihancurkan dengan cara mengubah sikap masing-masing individu terutama sikap kaum peempuan dalam hubungannya dengan laki-laki, sehingga terbentuk kerja sama atas dasar kesetaraan.

Penelitian ke enam berikutnya oleh Muh. Nur Latif dalam jurnal Nadial Adabu tahun ke-3, nomor 1, Februari 2005 yang berjudul Citra Perempuan

(10)

dalam Karya Nawal el-Saadawi memaparkan bahwa suatu pola kritik sastra berwawasan feminis beramsusi bahwa perempuan secara universal bukanlah makhluk yang serupa, bahwa hubungan-hubungan mereka juga ditentukan ras, kelas dan identifikasi seksual. Namun ada konstruksi yang serupa yang dapat dikatakan universal yang diberlakukan terhadap perempuan, yakni konstruksi yang dihadirkan oleh patriarki, sebagai ideologi tersebut kepada perempuan, terdapat sekian yang tidak lompatibel, bahkan kontradiktif satu sama lainnya. Ini melahirkan sekian tekanan-tekanan dan akan melahirkan sekian respon.

Penelitian terakhir oleh Yogie Pranowo dalam jurnal Melintas 29. 1. 2013 [56-78] yang berjudul Identitas Perempuan dalam Budaya Patriarkis: Sebuah Kajian Tentang Feminisme Eksistensialis Nawal el-Saadawi dalam Novel “Perempuan di Titik Nol” mengatakan bahwa dalam budaya patriarki, banyak laki-laki dan bahkan juga perempuan membicarakan dan membuat standar baku mengenai kecantikan perempuan. Konstruksi kecantikan, misalnya dimanfaatkan untuk mengenyangkan mata laki-laki. Kecantikan adalah komoditi. Relasi subjek-objek yang terjadi begitu saja dengan sendirinya akan menjadikan hubungan laki-laki dan perempuan adalah objek. Setiap manusia adalah makhluk yang punya hak penuh atas hidupnya. Otentitas hidup ini yang semestinya diperjuangkan oleh kaum perempuan dari dalam dirinya sendiri. Membebaskan tubuh perempuan dari nilai yang tidak dipilihnya secara bebas bukan berarti mengasingkan perempuan dari keperempuannya, melainkan supaya perempuan bisa mendefinisikan sendiri makna eksistensinya di dunia ini dengan tubuh perempuannya. Yang dimaksud dengan otentisitas bukan berarti

(11)

menolak nilai-nilai yang ada, melainkan berani bersikap tidak dogmatis terhadap nilai dan keyakinan orang lain ataupun diri sendiri.

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, penulis mendapati bahwa di antara penelitian tersebut belum terdapat penelitian yang secara khusus membahas tentang pemikiran Nawal yang menentang budaya patriarki di Mesir. Oleh sebab itu, penulis bermaksud untuk melakukan penelitian tentang budaya patriarki di Mesir menurut Nawal as-Sa’dawi yang selanjutnya akan menambah referensi bagi peneliti yang berniat menulis tentang Nawal as-Sa’dawi.

G. Landasan Teori

Penelitian ini merupakan kajian Timur Tengah yang berusaha mengungkapkan pertentangan budaya patriarki di Mesir menurut Nawal as-Sa’dawi yang di tuangkan dalam buku-bukunya, serta menjelaskan perspektif gender Nawal as-Sa’dawi. Penelitian ini dijabarkan dengan cara deskriptif analitik.

Gerakan feminisme adalah gerakan pembebasan perempuan dari rasisme, stereotyping, seksisme, penindasan perempuan, dan phalogosentrisme. Teori feminis lahir atas dasar polarisasi antara laki-laki dengan perempuan sejak dahulu kala. Pembedaan ini menyebabkan kaum feminis merasa terpinggirkan. Oleh karena itu mereka ingin mengaktualisasikan dirinya dengan berbagai aktifitas untuk menunjukkan keberartiannya dalam kehidupan masyarakat. Aktifitasnya yang dipelopori dilakukan terus menerus dan menyebar ke seluruh pelosok dunia melahirkan gerakan feminisme. Gerakan feminisme lahir awal

(12)

abad ke-20 yang dipelopori oleh Wirginia Wolf dalam bukunya yang berjudul A Room of One’s Own (Kasnadi, 2010: 84).

Teori feminis berusaha menganalisis pelbagai kondisi yang membentuk kehidupan kaum perempuan dan menyelidiki beragam pemahaman kultural mengenai apa artinya menjadi perempuan (Stevi, 1998: 1). Teori feminis adalah soal berfikir untuk diri kita sendiri-perempuan menghasilkan pengetahuan tentang perempuan dan gender bagi perempuan (Stevi, 1998: 2).

Menurut Salden (1986: 130-131), ada lima masalah yang biasa muncul dalam kaitannya dengan teori feminis, yaitu a) masalah biologis, b) pengalaman, c) wacana, d) ketaksadaran, dan e) masalah sosio-ekonomi. Perdebatan terpentinag dalam teori feminis timbul sebagai akibat masalah wacana sebab perempuan sesungguhnya termarginalisasikan melalui wacana yang dikuasai oleh laki-laki. Pada dasarnya teori feminis dibawa ke Indonesia oleh A. Teeuw. Kenyataan ini pun sekaligus membuktikan bahwa teori-teori Barat dapat dimanfaatkan untuk menganalisis sastra Arab, dengan catatan bahwa teori adalah alat, bukan tujuan (Ulfa, dalam kompasiana.com diakses pada 14 Oktober 2015).

Teori feminisme radikal. Teori ini berkembang pesat di Amerika Serikat pada kurun waktu 1960-an dan 1970-an. Meskipun teori ini hampir sama dengan teori feminisme Marxis-sosialis, teori ini lebih memfokuskan serangannya pada keberadaan institusi keluarga dan sistem patriarki. Keluarga dianggapnya sebagai institusi yang melegitimasi dominasi 11 laki-laki (patriarki), sehingga perempuan tertindas. Feminisme ini cenderung membenci laki-laki sebagai

(13)

individu dan mengajak perempuan untuk mandiri, bahkan tanpa perlu keberadaan laki-laki dalam kehidupan perempuan. Elsa Gidlow mengemukakan teori bahwa menjadi lesbian adalah telah terbebas dari dominasi laki-laki, baik internal maupun eksternal. Martha Shelley selanjutnya memperkuat bahwa perempuan lesbian perlu dijadikan model sebagai perempuan mandiri. Karena keradikalannya, teori ini mendapat kritikan yang tajam, bukan saja dari kalangan sosiolog, tetapi juga dari kalangan feminis sendiri. Tokoh feminis liberal tidak setuju sepenuhnya dengan teori ini. Persamaan total antara laki-laki dan perempuan pada akhirnya akan merugikan perempuan sendiri. Laki-laki yang tidak terbebani oleh masalah reproduksi akan sulit diimbangi oleh perempuan yang tidak bisa lepas dari beban ini (Ulfa, dalam kompasiana.com diakses pada 14 Oktober 2015).

Teori ekofeminisme muncul karena ketidakpuasan akan arah perkembangan ekologi dunia yang semakin bobrok. Teori ini mempunyai konsep yang bertolak belakang dengan teori feminisme modern seperti di atas. Teori-teori feminism modern berasumsi bahwa individu adalah makhluk otonom yang lepas dari pengaruh lingkungannya dan berhak menentukan jalan hidupnya sendiri. Sedang teori ekofeminisme melihat individu secara lebih komprehensif, yaitu sebagai makhluk yang terikat dan berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut teori ini, apa yang terjadi setelah para perempuan masuk ke dunia maskulin yang tadinya didominasi oleh laki-laki adalah tidak lagi menonjolkan kualitas femininnya, tetapi justeru menjadi male clone (tiruan laki-laki) dan

(14)

masuk 12 dalam perangkap sistem maskulin yang hierarkis (Ulfa, dalam kompasiana.com diakses pada 14 Oktober 2015).

Feminis liberal memiliki pandangan mengenai negara sebagai penguasa yang tidak memihak antara kepentingan kelompok yang berbeda yang berasal dari teori pluralisme negara. Mereka menyadari bahwa negara itu didominasi oleh kaum pria, yang terlefleksikan menjadi kepentingan yang bersifat “maskulin”, tetapi mereka menganggap bahwa negara dapat didominasi kuat oleh kepentingan dan pengaruh kaum pria tadi. Tokoh aliran ini adalah Naomi Wolf, sebagai “Feminisme Kekuatan” yang merupakan solusi. Kini perempuan telah mempuyai kekuatan dari segi pendidikan dan pendapatan, dan perempuan harus menuntut persamaan haknya serta saatnya kini perempuan bebas berkehendak tanpa tergantung pada laki-laki. Akar teori ini bertumpu pada kebebasan dan kesetaraan rasionalitas. Perempuan adalah makhluk raisonal, kemampuannya sama dengan laki-laki, sehingga harus diberi hak yang sama juga dengan laki-laki. Permasalahannya terletak pada produk kebijakan negara yang bias gender (Indriani, 2015: 48-48).

Dari pelbagai teori feminisme di atas, penelitian ini akan menggunakan teori feminisme menurut Naomi Wolf, yang menjelaskan tentang kebebasan dan kesetaraan rasionalitas. Teori ini sesuai dengan pemikiran Nawal dalam perlawanannya meminta kesetaraan gender, serta pertentangannya melawan budaya patriarki, dan dampak pemikiran Nawal terhadap novelis feminis di Indonesia.

(15)

H. Sumber Data

Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi mengenai data. Berdasarkan sumbernya, data di bedakan menjadi dua, yaitu: (1) data primer dan (2) data sekunder. Data primer adalah data yang dibuat oleh peneliti dengan maksud khusus untuk menyelesaikan permasalahan yang akan menjadi bahan penelitian. Sedangkan data sekunder yaitu data yang sudah dikumpulkan sebagai tambahan dalam menyelesikan masalah yang dihadapi sebagai acuan penelitian. Data yang merupakan data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaaan (Library Research), baik berupa buku, jurnal, dokumen, majalah, dan makalah, serta data-data yang berasal dari internet.

1. Sumber Data Primer

Sumber data primer dari penelitian ini adalah beberapa novel terjemahan bahasa Indonesia dari karya-karya Nawal as-Sa’dawi yang mendukung dengan penelitian ini.

2. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder diambil dari beberapa buku yang mendukung dan juga dari situs-situs resmi yang membicarakan mengenai sistem patriarki Nawal as-Sa’dawi.

I. Metode Penelitian dan Teknik

Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan metodologi adalah suatu pengkajian yang mempelajari peraturan dalam suatu metode. Jadi metode

(16)

penelitian adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan yang terdapat pada penelitian.

Penulis menggunakan dua macam metode, yakni penelitian deskriptif analitik.

1. Penelitian Deskriptif

Penelitian Deskriptif yakni mendiskripsikan data yang telah dikumpulkan dengan berupa kata-kata dan penjelasan. Penelitian ini juga menggunakan metode penelitian deskriptif analitik yang mana menguraikan atau menganalisis seorang tokoh. Selain itu, menggunakan metode dari khusus ke umum.

2. Penelitian Analitik

Penulis juga menggunakan metode penelitian analitik. Penelitian analitik yaitu suatu pemeriksaan secara konsepsional terhadap pernyataan-pernyataan dan uraian-uraian yang berkaitan dengan pemikiran tersebut sehingga menjadi konsep dari berbagai data yang diperoleh.

Adapun tahapan dalam penelitian ini yaitu: Tahap pertama, pemilihan topik. Topik yang diangkat adalah pemikiran tokoh Feminisme Mesir yaitu Nawal as-Sa’dawi serta pertentangannya terhadap sistem patriarki di Mesir.

Tahap kedua, teknik pengumpulan data dan sumber data yang berhubungan dengan objek kajian. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik penelitian pustaka (library research). Pengumpulan data dengan teknik pustaka yaitu mengumpulkan data yang berkaitan dengan objek penelitian melalui buku, jurnal ataupun web yang mendukung penelitian ini.

(17)

Tahap ketiga, analisis data. Data yang diperoleh kemudian dianalisis. Buku yang menjelaskan tentang pemikiran Nawal as-Sa’dawi ada begitu banyak. Maka dari itu kemudian digunakan metode pendekatan hermeneutika. Hermeneutika yaitu kajian yang membahas teologi, filsafat, dan interpretasi sastra karna untuk memahami pemikiran yang tokoh gunakan di dalam karya-karyanya membutuhkan penafsiran yang mendalam.

Tahap terakhir yaitu mendeskripsikan hasil dari analisa kedalam bentuk laporan tertulis yang kemudian ditambahkan kesimpulan serta saran yang berguna bagi khalayak umum maupun peneliti selanjutnya.

J. Sistematika Penulisan

Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga bab yang saling berkaitan, yaitu:

Bab I merupakan bab yang berisi pendahuluan dengan sub bab berupa latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, tinjauan pustaka, landasan teori, sumber data, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II merupakan bab yang berisi pembahasan dengan sub bab yang menjelaskan mengenai pemikiran tokoh (Nawal as-Sa’dawi) tentang perspektif gender dan budaya patriarki di Mesir yang Nawal tuangkan dalam buku-bukunya.

(18)

Bab III merupakan bab yang berisi penutup dengan sub bab kesimpulan dan saran. Kesimpulan adalah hasil yang telah didapat dari peneliti dan saran yang ditujukan untuk peneliti dan pembaca.

Referensi

Dokumen terkait

Mengumumkan Rencana Umum Pengadaan Barang/ Jasa untuk pelaksanaan kegiatan tahun anggaran 2013, seperti tersebut di bawah ini

Perhitungan biaya tenaga kerja berdasarkan metode harga pokok pemesanan dalam menentukan harga pokok produksi perusahaan dengan menggunakan sistem upah

Berdasarkan pengamatan kemampuan berbahasa siswa pada siklus 1 telah mengalami peningkatan dari pratindakan walaupun belum mencapai persentase KKM yang telah ditentukan.

Masalah utama yang akan dijawab dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah : Apakah penerapan Metode pembelajaran Make a Match (Menjodohkan) dan MediaKartundapat

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 19 sasaran strategis yang ingin dicapai dengan prioritas sasaran adalah: meningkatkan penerimaan Fakultas (bobot 10%),

Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Peraturan Perencanaan Baja Indonesia (PPBBI), DPU, Bandung,

Tujuan dari isi paper ini adalah untuk menganalisa unjuk kerja sistem kompresi citra grayscale asli, apakah informasi data citra hasil rekonstruksi benar-benar dapat

UPAYA GURU DALAM MEMBANTU PERKEMBANGAN FISIK MOTORIK ANAK PRASELASIAN MELALUI KEGIATAN BERMAIN DI TK ISTIQOMAH KOTA BANDUNG.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu