• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENYELENGGARAAN MAKAN DI SEKOLAH DAN KUALITAS MENU BAGI SISWA SEKOLAH DASAR DI BOGOR OLEH : REISI NURDIANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENYELENGGARAAN MAKAN DI SEKOLAH DAN KUALITAS MENU BAGI SISWA SEKOLAH DASAR DI BOGOR OLEH : REISI NURDIANI"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENYELENGGARAAN MAKAN DI SEKOLAH DAN

KUALITAS MENU BAGI SISWA SEKOLAH DASAR DI BOGOR

OLEH : REISI NURDIANI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Penyelenggaraan Makan di Sekolah dan Kualitas Menu bagi Siswa Sekolah Dasar di Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2011 Reisi Nurdiani NIM I151070042                                                

(3)

REISI NURDIANI. Analysis of School Foodservice and Diet Quality of Elementary School Student in Bogor. Under direction of BUDI SETIAWAN and LILIK KUSTIYAH.

The quality of school foodservice in elementary school is a cruicial factor however the evaluation of school foodservice had not been done yet. The aims of this case study were to assess school foodservice in elementary school and diet quality of elementary school children. This research was carried out in January to August 2010. The survey was done in four elementary school in Bogor which represent of school with school foodservice (SPM) and school without foodservice (STPM). KEPMENKES Nomor 715/MENKES/SK/V/2003 was used to asses school foodservice was use and the principles of balanced nutrition (PUGS) was used to asses diet quality. This research showed that school foodservice has not complied the standard/requirement. Catering SPM 1 provided a menu with energy and protein contain more than 30% RDA, while Catering SPM 2 did not. HEI score of SPM group was 65, while HEI score of STPM was 55. Based on HEI score the diet quality of SPM and STPM need to be improved. Based on nutrient content, food diversity and portion of the menu provided by school caterers have not complied with the rules of a balanced diet. Nutritional status of SPM group were better than STPM group. The average score mid semester test of SPM group was significantly different than STPM group (p<0.05). There wasn’t significantly difference in attendance rates between the SPM and STPM group.

(4)

REISI NURDIANI. Analisis Penyelenggaraan Makan di Sekolah dan Kualitas Menu bagi Siswa Sekolah Dasar di Bogor. Dibimbing oleh BUDI SETIAWAN dan LILIK KUSTIYAH.

Penelitian ini bertujuan untuk menganallisi 1) pola penyelenggaraan makanan di sekolah dasar yang meliputi input, proses, output, 2) konsumsi, tingkat kecukupan energi dan zat gizi serta kualitas konsumsi pangan siswa yang

mendapatkan pelayanan makan di sekolah pada hari sekolah dan libur, 3) kualitas menu makan siang yang disediakan oleh katering sekolah, 4) kebiasan makan siswa yang mendapatkan pelayanan makan di sekolah dan

tidak, serta 5) perbedaan status gizi, prestasi akademik dan tingkat kehadiran siswa antar siswa yang mendapatkan pelayanan makan di sekolah dan tidak.

Penelitian ini menggunakan desain case study yang dilaksanakan di sekolah dasar negeri dan swasta di Kota Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari sampai dengan Agustus 2010. Pemilihan sekolah dasar sebagai lokasi penelitian dilakukan secara purposif berdasarkan data sekolah dasar di Kota Bogor dari Dinas Pendidikan Kota Bogor. Penelitian dilakukan di empat SD yang terdiri atas Sekolah Dasar Alam Bogor (SAB) dan SDIT Insantama (SDIT IT) yang merupakan kelompok SPM serta SDN Sukadamai 3 dan SDN Polisi 4 yang merupakan kelompok STPM. Sampel pada SPM terdiri atas (1) siswa/siswi kelas 4 dan 5 yang merupakan peserta katering sekolah (katering yang disediakan oleh sekolah), (2) Kepsek atau bagian gizi, dan (3) katering sekolah. Sedangkan sampel pada STPM terdiri atas (1) siswa/siswi kelas 4 dan 5, dan (2) Kepsek atau bagian gizi. Jumlah total sampel siswa yang digunakan dalam penelitian ini adalah 114 siswa.

Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner dan pengamatan langsung. Data primer meliputi karakteristik sampel (umur, jenis kelamin, dan riwayat kesehatan), konsumsi pangan, penyelenggaraan makanan, status gizi, kandungan zat gizi setiap menu. Data sekunder yang dikumpulkan yaitu data sekolah dan katering sekolah. Analisis statistik yang digunakan adalah 1) Uji Chi-square untuk menganalisis ketidak-tergantungan/hubungan karakteristik sampel dan kebiasaan makan dengan penyelenggaraan makan di sekolah, 2) Uji beda Mann Whitney untuk menganalisis perbedaan antara status gizi dan tingkat kecukupan gizi siswa pada SPM dan STPM serta uji beda t untuk menganalisis keberadaan perbedaan konsumsi, prestasi akademik/nilai, dan tingkat kehadiran siswa pada SPM dan STPM.

Jumlah total sampel kelompok SPM adalah 58 orang yang terdiri 19 orang perempuan (32.8%) dan 39 orang laki-laki (67.2%). Sebagian besar umur sampel kelompok SPM adalah 10 tahun (31%) dan 11 tahun (31%) dengan rata-rata uang jajan sebesar Rp. 2 464. Jumlah total sampel kelompok STPM adalah 56 orang yang terdiri 29 orang perempuan (51.8%) dan 27 orang laki-laki (48.2%). Sebagian besar sampel kelompok STPM berumur 10 tahun (78.6%) dengan rata-rata besar uang jajan Rp. 6 545.

Berdasarkan KEPMENKES Nomor : 715/MEN KES/SK/V/2003 bahwa kedua katering sekolah ini belum memenuhi standar/persyaratan yang ditentukan. Kedua katering sekolah ini memiliki kelemahan yaitu kurang memadainya fasilitas, kurangnya higiene dan sanitasi pengolahan dan karyawan, kurangnya pengetahuan karyawan mengenai peraturan/ketentuan usaha jasa

(5)

penyelenggaraan makan yang berbeda. SPM 1 menggunakan pola on-site meal preparation-local food sedangkan SPM 2 menggunakan pola off-site prepared meal private sector participation.

Rata-rata konsumsi energi dan zat gizi sampel kelompok SPM dan STPM tidak berbeda nyata, tetapi konsumsi energi dan zat gizi sampel kelompok SPM pada hari sekolah nyata lebih tinggi dibandingkan konsumsi hari libur (p>0.5). Rata-rata tingkat kecukupan energi, protein, vitamin B1, vitamin C, dan fosfor sampel kelompok SPM dan STPM tidak berbeda nyata. Rata-rata tingkat kecukupan vitamin A dan zat besi sampel SPM nyata lebih tinggi tetapi rata-rata kecukupan kalsium nyata lebih rendah dibandingkan sampel kelompok STPM (p>0.5). Kualitas konsumsi pangan sampel kelompok SPM dan STPM masih belum memenuhi kaidah gizi seimbang namun demikian skor HEI sampel SPM (65) lebih tinggi dibandingkan STPM (55) hal ini menunjukan kualitas konsumsi pangan sampel kelompok SPM masih lebih baik dibandingkan STPM.

Berdasarkan angka kecukupan gizi, jumlah zat gizi yang disediakan oleh katering SPM 1 sudah memenuhi kebutuhan siswa yang dilayaninya sedangkan katering SPM 2 belum memenuhi kebutuhan gizi siswa yang dilayaninya terutama untuk siswa kelas 5. Katering SPM 1 rata-rata mengolah 11 jenis pangan per hari sedangkan katering SPM 2 rata-rata mengolah 12 jenis pangan per hari. Secara umum jumlah porsi nasi yang disediakan oleh katering SPM 1 dan 2 lebih dari cukup yaitu lebih besar dari 1 porsi per hari. Rata-rata jumlah porsi pangan sumber protein baik hewani ataupun nabati yang disediakan oleh kedua katering sekolah ini adalah 1 porsi per hari. Pangan sumber protein hewani (daging sapi, daging ayam, ikan, udang dan telur) selalu disediakan setiap hari tetapi pangan sumber protein nabati hanya 1-2 kali dalam 1 minggu. Jumlah porsi buah-buahan yang disediakan oleh kedua katering sekolah ini sudah cukup yaitu 1 porsi/hari sedangkan jumlah porsi sayur yang disediakan oleh kedua katering berbeda, katering SPM 1 menyediakan sayuran lebih banyak (2 porsi per hari) sedangkan katering SPM 2 lebih sedikit (0.5-1 porsi per hari). Berdasarkan kandungan zat gizi, keragaman/variasi menu dan porsi menu yang disediakan oleh kedua katering sekolah belum memenuhi kaidah menu seimbang.

Seluruh sampel kelompok SPM (100%) selalu makan siang sedangkan sampel kelompok STPM hanya 73.2% yang selalu makan siang. Sebanyak 43.1% sampel kelompok SPM selalu makan makanan lengkap pada saat makan siang sedangkan sampel kelompok STPM yang selalu makan makanan lengkap pada saat makan siang hanya 26.8%. seluruh sampel kelompok SPM (100%) selalu makan siang antara jam 12.00–13.00 yang dilakukan secara bersama-sama, sedangkan sampel kelompok STPM biasa makan siang antara jam 13.00– 14.00. Sebagian besar sampel kelompok SPM selalu membawa bekal ke sekolah (43.1%), sedangkan sebagian besar sampel kelompok STPM kadang-kadang membawa bekal ke sekolah (41.1%). Sebagian besar sampel kelompok STPM selalu jajan di sekolah (64.3%) sedangkan kelompok SPM sebagian besar menyatakan tidak pernah jajan di sekolah (44.8%).

Keragaan status gizi dan tingkat kehadiran antara sampel kelompok SPM dan STPM tidak nyata perbedaannya (p>0.05). Masalah gizi lebih dan obes pada SPM dan STPM lebih tinggi dibandingkan gizi kurang. Nilai rata-rata kelompok SPM nyata lebih rendah dibandingkan kelompok STPM (p<0.05) tetapi nilai tertinggi untuk setiap bidang studi tidak jauh berbeda untuk kedua kelompok sekolah.

(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2011

Hak cipta dilindungi Undang-undang

 

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin dari IPB

(7)

KUALITAS MENU BAGI SISWA SEKOLAH DASAR DI BOGOR

REISI NURDIANI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Nama : Reisi Nurdiani NIM : I151070031

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Dr. Ir.Lilik Kustiyah, MSi Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Gizi Masyarakat

drh. Rizal Damanik, M.Rep.Sc.,Ph.D. Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr  

   

(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Penyelenggaraan Makan di Sekolah dan Kualitas Menu bagi Siswa Sekolah Dasar di Bogor”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar master (S2) pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Dari lubuk hati yang paling dalam penulis menghaturkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang tinggi kepada Bapak Dr. Ir. Budi Setiawan, MS dan Dr. Ir. Lilik Kustiyah, MSi selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan serta senantiasa memberikan semangat kepada penulis untuk tetap istiqomah dalam menjalankan dan menyelesaikan tugas belajar di Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih juga dihaturkan kepada Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen penguji luar komisi atas beragam saran konstruktif dan perbaikan yang sangat bermanfaat bagi penyempurnaan tesis ini.

Tidak lupa penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS (Dekan FEMA Periode Tahun 2005-2009) dan Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS (Ketua Departemen Gizi Masyarakat Periode Tahun 2005-2009) yang telah memberikan rekomendasi dan kesempatan untuk memperoleh beasiswa pendidikan magister di IPB. 2. Ketua Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat, para dosen dan seluruh staf

yang telah memberikan motivasi dan dukungan selama menempuh pendidikan sehingga semua dapat terlaksana dengan baik.

3. Kepala Sekolah, guru-guru, siswa kelas 4 dan 5 serta staf TU Sekolah Alam Bogor yang telah bersedia menjadi responden dan diwawancarai dalam pengambilan data untuk penelitian ini.

4. Kepala Sekolah, guru-guru, siswa kelas 4 dan 5 serta staf TU SD IT Insantama yang telah bersedia menjadi responden dan diwawancarai dalam pengambilan data untuk penelitian ini.

5. Kepala Sekolah, guru-guru, siswa kelas 4 dan 5 serta staf TU SDN Sukadamai 3 yang telah bersedia menjadi responden dan diwawancarai dalam pengambilan data untuk penelitian ini.

(11)

pengambilan data untuk penelitian ini.

7. Arditha Rukmini, Harfiati SP dan Siti Nurul yang telah membantu dalam pengambilan data dan entry data penelitian ini.

8. Any Trihendarini, SP dan Tiurma Sinaga, MFSA yang telah menjadi teman dalam bertukar pikiran serta memberikan masukan untuk penelitian ini.

9. Teman-teman GMS angkatan 2007 diantaranya Nita Yulianis, SP, MSi, Harfiati, STP, MSi, , Khaerunisa, SP, Rini Harianti SSi, MSi, Siti Nuryati, STP, MSi, Nur Afrinis,SSi, MSi, dr. Reni Zuraida, MSi, Yoyanda Bait, STP, MSi, Any Trihendarini SP, dan Maya Kandiana, Apt, MSi untuk dinamika persahabatan yang indah.

10. Teman-teman GMS angkatan 2006 dan 2008 baik di program Magister maupun Doktoral atas semangat kebersamaan dan dukungannya terutama pada pelaksanaan kolokium, seminar hasil hingga sidang.

Ungkapan terima kasih penulis sampaikan secara tulus dan mendalam khususnya kepada suami tercinta Muhammad Aries serta kedua orang tua yang selalu saya hormati dan banggakan Bapak Rahmat Purawinata dan Ibu Yoyoh Yunarti , serta kakak dan adik tersayang Dahlia Clifoni dan Getama Priyadi atas segala dukungan doa dan kasih sayang yang telah tercurahkan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2011

(12)

Penulis dilahirkan di kota Cianjur tanggal 20 April 1981 sebagai anak kedua dari pasangan Bapak Rachmat Purawinata dan Ibu Yoyoh Yonarti. Masa pendidikan dasar hingga menengah atas dilalui di kota Cianjur. Pendidikan dasar diperoleh pada SDN Ibu Dewi 1 Cianjur periode 1987 - 1993 dan dilanjutkan di SMPN 2 Cianjur periode 1993 - 1996. Penulis menamatkan pendidikan menengah atasnya pada tahun 1999 dari SMUN 1 Cianjur. Kemudian di tahun yang sama, penulis diterima di Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian - Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada tahun 2003 dengan judul skripsi Penambahan Tepung Tulang Ikan Untuk Meningkatkan Kandungan Kalsium Susu Kacang Hijau. Pada tahun 2007 penulis memperoleh kesempatan tugas belajar program Magister (S2) di Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat Sekolah Pascasarjana IPB pada tahun 2007 dengan beasiswa pendidikan BPPS.

Setelah lulus S1, penulis bekerja di Departemen Gizi Masyarakat, FEMA-IPB sebagai asisten dosen. Penulis pernah menjadi fasilitator pada pelatihan Pangan 3B (Beragam, Bergizi dan Berimbang) kerjasama Departemen GMSK dan DEPTAN RI, fasilitator pelatihan Organoleptik, dan fasilitator pelatihan HACCP. Penulis juga pernah terlibat dalam penelitian Feeding Program for Student, dan Analisis Situasi dan Perencanaan Pangan Kabupaten Kotabaru berdasarkan Pola Pangan Harapan. Selain itu penulis juga pernah menjadi auditor keamanan pangan produk segar untuk retail.

(13)

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 5 Manfaat ... 5 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Anak Usia Sekolah ... 6

Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Anak Usia Sekolah ... 6

Kebutuhan Energi Anak Usia Sekolah ... 6

Kebutuhan Protein Anak Usia Sekolah ... 7

Pemberian Makanan pada Anak Usia Sekolah ... 8

Penyelenggaraan Makanan... 9

Perencanaan Menu ... 10

Pembelian, Penerimaan dan Persiapan Pengolahan Bahan Makanan ... 10

Pendistribusian/Penyajian ... 12

Pencatatan dan Pelaporan ... 12

Sanitasi dan Higiene ... 12

Healthy Eating Index (HEI) ... 13

HEI di Negara Asia Tenggara ... 17

HEI di Indonesia ... 18

KERANGKA PEMIKIRAN ... 21

METODE ... 23

Disain, Waktu dan Tempat ... 23

Cara Penetapan Sampel ... 23

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 24

Pengolahan dan Analisis Data ... 26

Definisi Operasional ... 32

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

Karakteristik Sekolah Dasar ... 35

SD Sekolah Alam Bogor ... 35

SDIT Insantama Bogor ... 36

SDN Sukadamai 3 Bogor ... 38

SDN Polisi 4 Bogor ... 39

Karakteristis Sampel ... 40

Karakteristik Kesehatan ... 41

Karakteristis Orang Tua Sampel ... 42

Analisis Penyelenggaraan Makan di Sekolah ... 43

Input ... 44

Proses ... 49

(14)

Konsumsi Mineral dan Vitamin ... 62

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi ... 63

Tingkat Kecukupan Energi ... 63

Tingkat Kecukupan Protein ... 65

Tingkat Kecukupan Vitamin ... 66

Tingkat Kecukupan Mineral ... 67

Kualitas Konsumsi Pangan ... 68

Kualitas Menu ... 71

Kandungan Gizi Menu ... 72

Keragaman/Variasi Menu ... 74

Standar Porsi ... 74

Kebiasaan Makan ... 76

Kebiasaan Sarapan, Makan Siang dan Makan Malam ... 76

Kebiasaan Mengemil dan Kebiasaan Makan Pangan Tertentu ... 79

Kebiasaan Membawa Makanan Bekal ke Sekolah ... 80

Kebiasaan Jajan ... 82

Status Gizi, Prestasi Akademik dan Tingkat Kehadiran ... 83

SIMPULAN DAN SARAN ... 88

Simpulan ... 88

Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 90

(15)

1. Rekomendasi intake makanan menurut grup makanan dan ukuran rata – rata penyajian (usia 6 – 10 tahun )………...……...….…...….... 9 2. Rata-rata skor HEI (Kennedy 2008)………..………...…………. 14 3. Skor HEI Amerika Tahun 2005 (Kennedy 2008)…………...…....….….…. 16 4. Sistem skor HEI Amerika Tahun 2005 (usda 2008)………...…... 16 5. Komponen Thai Healthy Eating Index (THEI) dan sistem skoringnya….… 17 6. Sebaran sampel berdasarkan kelompok sekolah.………...………... 24 7. Variabel, data, metode pengukuran dan sampel penelitian.…………... 25 8. Perbandingan piramida makanan Indonesia dan Thailand…………...….. 29 9. Komponen Indonesian Healthy Eating Index (I-HEI) dan sistem skoring… 30 10. Komponen Indonesian Healthy Eating Index (I-HEI) untuk anak-anak

usia 10 – 12 tahun……… 30 11. Peran sekolah, orang tua sampel dan katering pada penyelengaraan

makan sekolah di Sekolah Alam Bogor... 36 12. Peran sekolah, orang tua sampel dan katering pada penyelengaraan

makan sekolah di SDIT Insantama... 37 13. Karakteristik sampel berdasarkan kelompok sekolah………...… 40 14. Riwayat kesehatan sampel berdasarkan kelompok sekolah…………... 41 15. Karakteristik sosial ekonomi orang tua sampel berdasarkan sekolah… 43 16. Daftar peralatan Katering Pawon Endah……….…... 46 17. Daftar peralatan Berkah Katering……….…….. 46 18 Waktu belanja, tempat pembelian dan tempat penyimpanan bahan baku

Katering Pawon Endah………... 48 19. Waktu belanja, tempat pembelian dan tempat penyimpanan bahan baku

Berkah Katering………... 48 20. Tingkat kesukaan sampel SAB terhadap menu katering... 56 21. Tingkat kesukaan sampel SDIT Insantama terhadap menu katering.... 56 22. Rata-rata konsumsi energi dan protein sampel SPM dan STPM..……. 61 23. Rata-rata konsumsi mineral dan vitamin sampel SPM dan STPM.….. 63 24. Tingkat kecukupan vitamin sampel SPM dan STPM.………..… 66 25. Tingkat kecukupan mineral sampel SPM dan STPM.………..… 67 26. Jumlah komsumsi pangan dalam satuan porsi berdasarkan komponen

HEI………... 69 27. Skor total Healthy Eating Index dan skor masing-masing komponen

(16)

30. Kebiasaan sarapan, makan siang dan makan sore/malam sampel SPM

dan STPM.……… 76

31. Kebiasaan makan makanan lengkap sampel SPM dan STPM.………. 77

32. Kebiasaan waktu makan sampel SPM dan STPM.……….. 78

33. Kebiasaan mengemil, makan sayuran, buah-buahan, susu, tempe/ tahu/oncom dan fast food sampel SPM dan STPM.……… 79

34. Jenis makanan bekal sampel SPM dan STPM.……….…… 81

35. Kebiasaan jajan sampel SPM dan STPM.……….. 82

36. Sebaran status gizi sampel SPM dan STPM.……… 84

(17)

1. Komponen HEI (Kennedy 2008)………..…………...…... 14

2. Persentase HEI populasi orang Amerika tahun 1999-2000……… 15

3. Skor rata-rata komponen HEI populasi orang Amerika tahun 1999-2000 (Kennedy 2008)... 15 4. Piramida makanan Thailand………..……….. 18

5. Piramida makanan Indonesia……… 19

6. Kerangka pemikiran penelitian………..……… 22

7. Kerangka pemilihan lokasi penelitian ……...……… 23

8. Bagan organisasi penyelenggaraan makan di SAB……….. 44

9. Bagan organisasi penyelenggaraan makan di SDIT IT……… 45

10. Konsumsi energi dan protein menu makan siang siswa SPM dan STPM……… 54

11. Tingkat kepatuhan konsumsi makan siang siswa SAB dan SDIT IT….. 57

12. Tingkat kecukupan energi sampel kelompok SPM dan STPM………... 64

13. Tingkat kecukupan protein sampel kelompok SPM dan STPM…... 65

14. Skor HEI sampel kelompok SPM dan STPM……….…… 71

15. Kebiasan membawa makanan bekal SPM dan STPM………. 80

16. Jenis makanan jajanan sampel STPM………..……….. 83

17. Tempat membeli makanan jajanan sampel STPM……… 83

(18)

1. Denah ruang produksi Katering Pawon Endah ……….……. 94

2. Denah ruang produksi Berkah Katering ………..…. 95

3. Menu Katering Sekolah Alam Bulan Maret 2010 (Pawon Endah)...…….. 96

4. Menu Katering SDIT Insantama Bulan Mei 2010 (Berkah Katering)……. 97

5. Kandungan energi dan protein menu Katering Pawon Endah…………... 98

6. Kandungan energi dan protein menu Berkah Katering……….. 99

7. Jenis Pangan serta frekuensi nya dalam satu siklus menu di Katering Pawon Endah………... 100

8. Jenis Pangan serta frekuensi nya dalam satu siklus menu di Berkah Katering……… 101

9. Fasilitas dan proses produksi Katering Pawon Endah ……….……….…… 102

10. Fasilitas dan proses produksi Berkah Katering ….………. 105

11. Porsi menu Katering Pawon Endah .……..………..………. 107

12. Porsi menu Berkah Katering …….... ……..………..………. 109

13. Proses makan siang siswa……..………. 110

14. Analisis penyelenggaraan makanan di sekolah (KEPMENKES Nomor : 715/MEN KES/SK/V/2003)... 111 15. Skema pola penyelenggaraan makan di SAB... 113

16. Skema pola penyelenggaraan makan di SDIT IT... 114 17. Penjabaran AKG menurut takaran konsumsi makanan sehari,

berdasarkan kelompok umur... 115

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anak usia sekolah merupakan investasi bangsa karena mereka adalah generasi penerus yang akan menentukan kualitas bangsa di masa depan. Upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia harus dilakukan sejak dini, sistematis dan berkesinambungan. Proses tumbuh kembang anak usia sekolah yang optimal diantaranya ditentukan oleh pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantiítas yang baik serta benar.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 (Depkes 2008a) diketahui bahwa prevalensi nasional kurus pada anak umur 6-14 tahun adalah 13.3% untuk laki-laki, dan 10.9% untuk perempuan. Prevalensi nasional berat badan lebih pada anak umur 6-14 tahun adalah 9.5% untuk laki-laki, dan 6.4% untuk anak perempuan. Kota Bogor merupakan wilayah dengan prevalensi berat badan lebih pada anak laki-laki umur 6 – 14 tahun tertinggi di Provinsi Jawa Barat (7.4%) yaitu 15.3% sedangkan pada perempuan 8.6% (Prevalensi Provinsi Jawa Barat adalah 4.6%). Prevalensi kurus pada anak umur 6-14 tahun di Kota Bogor adalah 9.5% untuk laki-laki (prevalensi Provinsi Jawa Barat adalah 10.9%) dan 5.3% untuk perempuan (prevalensi Provinsi Jawa Barat adalah 8.3%) (Depkes 2008b). Kondisi tersebut memberikan gambaran bahwa status gizi anak usia sekolah di kota bogor masih menjadi masalah bahkan tidak hanya gizi kurang tetapi juga gizi lebih.

Kekurangan gizi pada anak usia sekolah akan mengakibatkan anak menjadi lemah, cepat lelah dan sakit-sakitan, sehingga anak-anak seringkali absen serta mengalami kesulitan untuk mengikuti dan memahami pelajaran (WNPG 1998). Banyaknya murid yang terpaksa mengulang kelas atau meninggalkan sekolah (drop out) sebagai akibat kurang gizi merupakan hambatan yang serius bagi upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan.

Sistem penyelenggaran pendidikan formal di Indonesia terus mengalami perubahan salah satunya perubahan jumlah hari efektif belajar. Perubahan hari efektif belajar menjadi 5 hari memiliki konsekuensi terhadap lamanya waktu/jam belajar dalam satu hari yaitu dari 6 jam menjadi 9 jam, hal ini berarti siswa lebih lama tinggal di sekolah dan melewati waktu makan siang. Kondisi seperti ini sering kali menyebabkan siswa tidak sempat sarapan di rumah dan harus makan

(20)

siang di sekolah. Hal tersebut menuntut komitmen sekolah dalam menyediakan konsumsi bagi siswanya agar kebutuhan zat gizi para siswa tetap tercukupi sehingga proses belajar mengajar tetap bisa berjalan dengan baik.

Setiap sekolah memberikan pelayanan makanan bagi siswanya dengan cara yang berbeda. Ada yang hanya menyediakan kantin dan ada juga yang memberikan fasilitas katering bagi siswanya. Masing-masing metode pelayanan makanan di sekolah memiliki kelebihan dan kekurangan namun hal utama yang harus diperhatikan adalah kecukupan gizi dan jumlah makanan yang disediakan, sehingga setiap sekolah memerlukan suatu manajemen penyelenggaraan makan untuk mengelola penyediaan makan bagi siswa khususnya dan seluruh aparat sekolah umumnya.

Institusi Makanan Sekolah adalah penyelenggaraan makanan di sekolah yang telah diolah berdasarkan standar yang ada (menu, kecukupan zat gizi dan sanitasi), dihidangkan secara menarik dan menyenangkan untuk siswa (dan aparat sekolah) yang bertujuan untuk memperbaiki dan menjaga status gizi anak sekolah, meningkatkan kehadiran di sekolah (tidak sering sakit), memperbaiki prestasi akademik serta merangsang dan mendukung pendidikan gizi dalam kurikulum (Wirakusumah, Santoso, Roedjito, dan Retnaningsih 1989).

Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) telah banyak dilakukan, mulai dari anak di bawah usia lima tahun (balita), pemberian makanan tambahan untuk anak sekolah dasar (PMT-AS) maupun untuk ibu hamil dan menyusui. Program Makanan Tambahan Anak sekolah (PMT-AS) merupakan program nasional dimulai sejak tahun 1996/1997, dilaksanakan secara lintas sektoral yang terkait dalam Forum Koordinasi PMT-AS dan mempunyai dasar hukum INPRES No. 1 Tahun 1997 tentang Program Makanan Tambahan Anak Sekolah. Tujuan program ini adalah meningkatkan ketahanan fisik siswa SD/MI selama kegiatan belajar, mendidik siswa untuk menyukai makanan tradisional, makanan jajanan lokal yang aman dan bersih, serta upaya-upaya untuk hidup sehat (Depkes 2000). Pada tahun 2010 dilakukan pemantapan terhadap pelaksanaan PMT-AS yaitu dengan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyediaan makanan yang berupa kudapan dari bahan pangan lokal melalui pemberdayaan masyarakat (KEMENDAGRI 2010).

Whaley et al. (2003) melakukan penelitian mengenai dampak dari intervensi makanan terhadap perkembangan kognitif pada anak sekolah di Kenya. Dilakukan empat perlakuan intervensi makanan yaitu: daging, susu,

(21)

energi dan kontrol (tanpa intervensi) dan tes kognitif dilakukan sebelum, selama dan sesudah perlakuan (21 bulan). Hasil peneitian menunjukan suplementasi dengan sumber makanan hewani memberikan dampak positif pada perfomance kognitif anak sekolah di Kenya. Penelitian lain yang berkaitan dengan pemberian makanan pada anak sekolah telah dilakukan oleh Kustiyah (2004), mengenai pengaruh intervensi makanan kudapan terhadap perubahan kadar glukosa darah dan daya ingat anak sekolah dasar. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa intervensi makanan kudapan (buras) yang mengandung energi 381.7 kkal dan protein 5 gram dapat meningkatkan secara nyata konsumsi energi, karbohidrat dan protein. Konsumsi zat besi dan protein berhubungan positif nyata terhadap kadar hemoglobin anak SD. Intervensi makanan kudapan dapat meningkatkan secara nyata kadar glukosa darah anak SD. Kadar glukosa darah berpengaruh positif nyata terhadap peningkatan daya ingat anak SD terhadap kata dan gambar.

Penelitian serupa yang dilakukan Santosa dkk (2004) mengenai kajian manfaat pemberian makanan tambahan terhadap antropometri, gambaran darah, dan parasit usus murid sekolah dasar. Kelompok perlakuan diberi makanan tambahan satu butir telur rebus dan satu gelas bubur kacang hijau (220 ml). Makanan tambahan diberikan pada jam istirahat pertama 3x seminggu selama 10 minggu. Pengamatan dilakukan 5 kali. Makanan tambahan memberikan manfaat pada perbaikan pertumbuhan fisik dan kesehatan, ditinjau dari meningkatnya ukuran antropometrik, menurunnya infeksi parasit dan gambaran hematologis yang stabil. Pencapaian manfaat pemberian makanan tambahan diduga karena dukungan kecukupan kandungan kalori dan protein makanan tambahan tersebut

Soetrisno dkk (2005) juga melakukan penelitian mengenai pengaruh makanan tambahan glikemik tinggi terhadap peningkatan konsentrasi belajar siswa sekolah dasar. Kelompok siswa yang menjadi kontrol diberi camilan yang dibeli dari penjual sekitar sekolah. Kelompok perlakuan diberi camilan tinggi glikemik. Makanan diberikan pada saat istirahat, setiap hari pada bulan ke 1, 3 kali seminggu pada minggu bulan ke 2. Porsi camilan tinggi glikemik lebih kecil dari camilan biasa dengan kandungan zat gizi lebih tinggi . Performa akademik anak kelompok perlakuan lebih baik dari kelompok kontrol (perlakuan diberikan setiap hari).

(22)

Hasil review berbagai program PMT telah membuktikan bahwa pemberian makanan tambahan memberikan dampak positif terhadap pemeliharaan status gizi, tingkat kehadiran dan kemampuan siswa dalam mengikuti pelajaran di sekolah. PMT-AS menyediakan makanan kudapan sedangkan penyelenggaraan makan di sekolah (school feeding) menyediakan makanan lengkap sehingga manfaat dari penyelenggaraan makan di sekolah akan lebih baik.

Pada saat ini banyak sekolah yang memberikan pelayanan makan di sekolah, namun sampai saat ini belum ada evaluasi terhadap penyelenggaraan makan di sekolah baik itu boarding school ataupun full day school yang dapat memberikan penilaian yang objektif terhadap program tesebut sehingga pada prakteknya siswa hanya diberikan makanan yang sesuai dengan biaya yang ada, bukan berdasarkan pertimbangan kecukupan gizi dan masalah gizi. Kalaupun masalah dan kecukupan gizi sudah menjadi pertimbangan, maka umumnya masih bersifat parsial. Berdasarkan hal tersebut penting untuk dilakukan penelitian untuk menilai penyelenggaraan makanan di sekolah. Penelitian ini didisain untuk menganalisis penyelenggaraan makan di sekolah dengan membandingkan antara siswa yang mengikuti penyelenggaraan makan dan siswa yang tidak.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti dan mempelajari :

1. Bagaimana pola pengelolaan penyelenggaraan makanan di sekolah dasar ?

2. Apakah siswa yang mendapatkan makanan di sekolah sudah memperoleh jumlah makanan yang cukup ?

3. Bagaimana kualitas menu makan yang diberikan di sekolah dan makan sehari siswa?

4. Bagaimana kebiasaan makan siswa yang memperoleh makanan di sekolah dan yang tidak ?

5. Bagaimana perbedaan status gizi, prestasi akademik dan tingkat kehadiran antara siswa yang memperoleh makanan di sekolah dan yang tidak ?

(23)

Tujuan

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penyelenggaraan makanan di sekolah dasar serta kualitas menu siswa di sekolah, sedangkan secara khusus bertujuan untuk :

1. Menganalisis pola penyelenggaraan makanan di sekolah dasar yang meliputi input, proses, output.

2. Menganalisis konsumsi, tingkat kecukupan zat gizi yang meliputi energi, protein, vitamin dan mineral serta kualitas konsumsi pangan siswa yang mendapatkan pelayanan makam di sekolah pada hari sekolah dan libur

3. Menganalisis kualitas menu makan siang yang disediakan oleh katering sekolah

4. Menganalisis kebiasan makan siswa yang mendapatkan pelayanan makan di sekolah dan tidak.

5. Menganalisis perbedaan status gizi, prestasi akademik dan tingkat kehadiran siswa antar siswa yang mendapatkan pelayanan makan di sekolah dan tidak.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai penyelenggaraan makanan di sekolah dasar serta memberikan informasi kepada sekolah dasar dan pihak-pihak yang terkait untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan makanan di sekolah dasar. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu bahan acuan untuk menyusun standar penyelenggaraan makanan di sekolah dasar

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Anak Usia Sekolah

Masa anak-anak adalah periode yang sangat menentukan kualitas seorang manusia dewasa nantinya. Saat ini terdapat perbedaan dalam penentuan usia anak, menurut UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang termasuk usia anak adalah sebelum usia 18 tahun dan yang belum menikah. American Academic of Pediatric tahun 1998 memberikan rekomendasi yang lain tentang batasan usia anak tersebut berdasarkan pertumbuhan fisik dan psikososial, perkembangan anak dan karakteristik kesehatannya. Usia anak sekolah dibagi dalam usia prasekolah, usia sekolah, remaja awal, awal usia dewasa hingga mencapai tahap proses perkembangan sudah lengkap. Menurut Lucas (2004), anak usia sekolah yaitu anak yang berusia 6–12 tahun. Sedangkan menurut Endres et al. (2004), anak usia sekolah berawal dari umur 6 tahun dan berakhir pada permulaan dari puberitas.

Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Anak Usia Sekolah

Kebutuhan zat gizi anak usia sekolah tidak jauh berbeda dengan usia sebelumnya yang berbeda adalah selera makannya. Anak usia sekolah lebih banyak melakukan aktivitas jasmani, misalnya belajar di sekolah, olah raga, bermain dan kegiatan sosial lainnya sehingga waktu untuk beristirahat hanya sedikit. Selain itu anak–anak mengalami pertumbuhan tulang, gigi, otot dan darah, sehingga anak–anak memerlukan jumlah dan jenis makanan yang lebih banyak. Ada tiga fungsi makanan bagi anak-anak antara lain sebagai bahan bakar untuk aktivitas muskular, sebagai suplai unsur dan senyawa kimia yang perlukan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh yang rusak serta memberikan kesenangan dan kepuasaan bagi anak-anak (Villavieja et al. 1987).

Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan makanan bagi anak usia sekolah selain kandungan zat gizi adalah yaitu palatabillity, kepuasan/rasa kenyang, nilai emosi dan sosial. Pada masa sekolah selain peran orang tua, kesadaran anak sekolah juga diperlukan karena mereka sudah mampu memilih makanan mana yang disukai (Villavieja et al. 1987).

Kebutuhan Energi Anak Usia Sekolah

Kebutuhan energi anak usia sekolah ditentukan oleh usia, metabolisme bassal dan aktivitas. Untuk anak usia 7–9 tahun, tanpa membedakan jenis

(25)

kelamin, kebutuhan energinya adalah 1800 kkal. Anak laki–laki dan wanita berusia 10–12 tahun memerlukan energi sebesar 2050 kkal (WNPG 2004).

Kebutuhan energi bervariasi dengan tingkat aktivitas, semakin banyak aktivitas anak–anak memerlukan tambahan energi sebaliknya dengan anak– anak yang hanya duduk terus–terusan (sedikit aktivitas). Anak-anak di daerah pedesaan (di negara berkembang) biasanya lebih aktif dibandingkan anak-anak yang tinggal di daerah perkotaan. Untuk mencapai pertumbuhan yang optimal, intake energi anak–anak harus seimbang dengan aktivitas fisik (FAO 2001).

Kekurangan energi dapat terjadi bila asupan energi dari makanan lebih rendah dibanding energi yang dikeluarkan oleh tubuh, sehingga terjadi keseimbangan energi negatif. Akibatnya, terjadi penurunan berat badan. Bila terjadi keseimbangan energi negatif pada bayi dan anak–anak dalam jangka panjang dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan dan rentan penyakit infeksi. Pada tahap berat bayi dan anak–anak menderita marasmus dan bila disertai kekurangan protein disebut kwashiokor (WNPG 2004).

Kelebihan energi dapat terjadi bila intake energi tinggi dari energi yang dikeluarkan oleh tubuh, sehingga terjadi kesembangan energi positif. Kelebihan energi ini akan diubah menjadi lemak tubuh dan akibatnya adalah penambahan berat badan. Kegemukan dapat terjadi karena intake energi yang berlebih atau rendahnya energi yang dikeluarkan tubuh (kurangnya aktivitas fisik tubuh) (WNPG 2004).

Kebutuhan Protein Anak Usia Sekolah

Kebutuhan protein menurut WHO (2007), yaitu konsumsi yang diperlukan untuk mencegah kehilangan protein tubuh dan memungkinkan produksi protein yang diperlukan dalam masa pertumbuhan, kehamilan atau menyusui. Kebutuhan asam amino dan protein untuk anak–anak dapat ditentukan dengan menghitung kebutuhan pemeliharaan tubuh.

Pada anak–anak kebutuhan protein relatif lebih tinggi bila dikaitkan dengan berat badan daripada orang dewasa. Kebutuhan yang tinggi untuk periode pertumbuhan yang cepat. Konsumsi protein yang memadai merupakan hal yang penting, yaitu harus mengandung semua jenis asam amino esensial dalam jumlah yang cukup karena diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Angka Kecukupan Protein (AKP) untuk anak–anak 7–9 tahun sebanyak 45 g/hari, sedangkan untuk anak laki–laki dan perempuan untuk usia 10 – 12 tahun 50 g/hari (WNPG 2004).

(26)

Kebutuhan protein per kilogram dari berat badan menurun kira–kira 1,1 gram pada masa anak–anak awal sampai 0,9 g pada masa anak–anak akhir. Walaupun jumlah protein adalah kira–kira 5–6% dari energi DRI, dilaporkan bahwa intake dari survei nasional (di Amerika Serikat) menunjukan intake protein sangat tinggi pada range 10–16% dari kilokalori. Akibat kekurangan protein pada stadium berat menyebabkan kwashikor. Kekurangan protein sering ditemukan secara bersamaan dengan kekurangan energi yang menyebabkan kondisi yang disebut marasmus. Gabungan antara dua jenis kekurangan ini dinamakan Kurang Energi Protein (WHO 2007).

Pemberian Makan pada Anak Usia Sekolah

Anak usia sekolah membutuhkan makanan dasar yang sama dengan ketika mereka remaja, tetapi penyajiannya berbeda disesuaikan dengan selera; jenis dan jumlahnya meningkat untuk menjaga kebutuhan tubuh yang lebih besar dan kebutuhan psikologikal. Anak usia sekolah memerlukan zat gizi yang baik untuk kelanjutan pertumbuhan dan perkembangan dan agar anak resist pada penyakit infeksi (Ralston et al. 2008).

Anak–anak menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah dan mereka mulai berpartisipasi di klub, organisasi olahraga dan program rekrasi (untuk anak–anak usia sekolah di Amerika), sedangkan untuk anak–anak di Indonesia biasanya menghabiskan waktu 4–7 jam di sekolah. Hampir semua masalah perilaku berhubungan dengan makanan telah dipecahkan pada usia ini dan anak–anak menikmati makan untuk mengurangi lapar dan memperoleh kepuasan sosial (Ralston et al. 2008).

Anak usia sekolah bisa berpartisipasi dalam program makan siang sekolah atau membawa bekal makan siang dari rumah. The National School Lunch Program, dibentuk pada 1946 dan diadministrasikan oleh USDA, menyediakan kira–kira 1/3 dari DRI untuk anak sekolah. Selain program makan siang sekolah juga ada program sarapan pagi sekolah. Sarapan pagi dan makan siang di sekolah menyediakan tidak boleh lebih dari 30% kalori dari lemak dan 10% kalori dari lemak jenuh, seperti juga untuk memenuhi vitamin A, vitamin C, besi, kalsium dan kalori yang sesuai dengan rekomendasi (DRI). USDA menganalisa murid sekolah yang berpartisipasi pada program ini menunjukan bahwa murid yang berpartisipasi pada program ini mengkonsumsi gula, soda dan minuman buah yang manis lebih sedikit, mengkonsumsi lebih banyak susu dan sayuran dan intake yang lebih tinggi dari beberapa vitamin dan nutrisi

(27)

dibandingkan dengan murid di sekolah yang tidak berpartisipasi (Ralston et al. 2008).

Studi pada anak–anak menunjukan bahwa pola makan telah mengalami perubahan pada tahun–tahun terakhir. Mereka meminum lebih banyak susu rendah lemak dan non lemak, mengkonsumsi sedikit whole milk dan telur, makan lebih banyak camilan dan lebih suka mengkonsumsi makanan di lingkungan lain dibandingkan di rumah. Pada Tabel 1 menunjukan suatu rekomendasi pola makan yang mencukupi kebutuhan zat gizi untuk anak berusia 6–10 tahun. Pola makan ini merupakan petunjuk untuk memilih makanan agar cukup zat gizi, diet rendah lemak (Ralston et al. 2008).

Tabel 1 Rekomendasi asupan makanan menurut kelompok pangan dan ukuran rata–rata penyajian (usia 6 – 10 tahun)*

Kelompok pangan Porsi/hari Porsi rata-rata 1. Sayuran

(terutama sayuran hijau dan kuning) 3 – 5 0,5 gls 2. Buah-buahan (sumber vitamin C) 2 – 4 0,5 gls 3. Roti dan serealia

Roti

Sereal siap saji, olahan serealia seperti makaroni, spagetti, nasi (murni atau diperkaya)

6 – 11 1 iris 1 ons 4. Susu dan produk olahannya

Whole atau 2 % milk (1.5 oz cheese = 1 c milk)

(c= 8 oz or 240 g) 3 – 4

0,5 gls 1 gls 5. Daging dan alternatif pengganti daging

Daging tanpa lemak, ikan, unggas, telur, mentega kacang/kedelai, Olahan/segar polong-polongan, kacang-kacangan

3 – 4 2 2 – 1 3 ons 4 sdm 0,5 gls 1 ons 6. Lemak dan minyak

Mentega, margarin, mayonnaise, minyak 3 1 sdm *(Ralston et al. 2008)

Penyelenggaraan Makanan di Sekolah

Penyelenggaraaan makanan adalah penyelenggaraan dan pelaksanaan makanan dalam jumlah besar. Pengelolaan makanan mencakup anggaran belanja, perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, penyediaan/pembelian bahan makanan, penerimaan dan pencatatan, penyimpanan dan penyaluran bahan makanan, pengolahan bahan makanan, penyajian dan pelaporan. Secara garis besar pengelolaan makanan mencakup perencanaan menu, pembelian, penerimaan, dan persiapan pengolahan bahan makanan, pengolahan bahan makanan, pendistribusian/penyajian makanan dan pencatatan serta pelaporan (Nursiah 1990).

(28)

Perencanaan Menu

Perencanaan menu merupakan rangkaian kegiatan untuk menyusun suatu hidangan dalam variasi yang serasi. Kegiatan ini sangat penting dalam sistem pengelolaan makanan, karena menu sangat berhubungan dengan kebutuhan dan penggunaan sumberdaya lainnya dalam sistem tersebut seperti anggaran belanja, perencanaan menu harus disesuaikan dengan anggaran yang ada dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi dan aspek kepadatan makanan dan varisi bahan makanan. Menu seimbang perlu untuk kesehatan, namun agar menu yang disediakan dapat dihabiskan, maka perlu disusun variasi menu yang baik, aspek komposisi, warna, rasa, rupa, dan kombinasi masakan yang serasi (Nursiah 1990).

Perencanaan kebutuhan bahan makanan adalah kegiatan untuk menetapkan jumlah, macam dan jenis serta kualitas bahan makanan yang dibutuhkan untuk kurun waktu tertentu. Langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam perencanaan kebutuhan bahan makanan adalah mengumpulkan data mengenai jumlah pasien yang diberi makan, jumlah dan macam makanan yang diberikan, menghitung taksiran persediaan bahan makanan, menghitung kebutuhan bahan makanan untuk satu periode tertentu hingga diperoleh taksiran bahan makanan. Tujuannya adalah menetapkan kebutuhan bahan makanan sesuai dengan menu yang telah direncanakan serta jumlah pasien yang akan dilayani (Mukrie dan Nursiah 1983).

Pembelian, Penerimaan dan Persiapan Pengolahan Bahan Makanan

Pembelian bahan makanan merupakan serangkaian proses penyediaan bahan makanan melalui prosedur dan peraturan yang telah ditetapkan sebelumnya, agar tersedia bahan makanan dengan jumlah dan macam serta kualitas sesuai dengan yang direncanakan. Cara pembelian bahan makanan yang tepat dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan dana yang tersedia. Mutu hidangan yang dimasak tergantung dari keadaan fisik dan kualitas bahan makanan yang dibeli. Prosedur pembelian dapat dilakukan secara tender maupun penunjukkan langsung (Ditjen Pelayanan Kesehatan 1981).

Penerimaan bahan makanan adalah kegiatan yang meliputi pemeriksaan, penimbangan, pencatatan, pengambilan keputusan dan pelaporan mengenai jumlah bahan makanan menurut permintaan atau pesanan (Mukrie dan Nursiah 1983). Dalam penerimaan diperhatikan juga jumlah, jenis, ukuran kualitas bahan dan batas waktu kadaluarsa (Moehyi 1992).

(29)

Persiapan bahan makanan merupakan suatu proses dalam rangka menyiapkan bahan makanan dan bumbu-bumbu yang siap untuk dimasak sesuai dengan standar resep. Ditjen Pelayanan Kesehatan (1981) menetapkan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan persiapan bahan makanan adalah (1) melakukan persiapan bahan makanan berdasarkan tertib kerja dan metode teknik persiapan bahan makanan dalam standar resep, (2) merencanakan persiapan bahan makanan dengan memperhatikan waktu dan menu yang digunakan, (3) peralatan, bahan makanan, dan bumbu-bumbu dikumpulkan sesuai dengan menu yang akan diolah dan diatur secara baik sehingga memudahkan dalam melakukan pekerjaan, (4) mempergunakan peralatan yang sesuai dengan pekerjaan, (5) perlengkapan dan peralatan disusun sedemikian rupa dalam daerah pekerjaan sesuai dengan tugas, (6) mempergunakan peralatan dengan baik dan benar untuk menghindari kecelakaan kerja, (7) memperhatikan urutan langkah-langkah kerja sesuai dengan metode teknik persiapan, (8) meja kerja, perlengkapan dan peralatan segara dibersihkan dan disusun setelah digunakan.

Memasak adalah suatu pengetahuan dan seni yang sudah dikenal sejak zaman dahulu, untuk mengahasilkan makanan yang berkualitas dan dapat memenuhi selera konsumen. Makanan yang disajikan harus dapat merangsang kelenjar ludah, mata, lidah dan perasaan sehingga makanan yang diproduksi sedap dipadang dan mempunyai citarasa yang yang lezat. Kesalahan dalam urutan dan pencampuran bumbu akan mengahasilkan makanan tidak menarik. Untuk dapat menghasilkan makanan yang berkualitas tinggi memerlukan persiapan dan diolah dengan cara yang tepat, proporsi bahan penyusun yang seimbang, bervariasi disajikan dengan menarik serta standar sanitasi yang tinggi (Ditjen Pelayanan Kesehatan 1981).

Dalam pengolahan bahan makanan terdapat dua kegiatan yaitu persiapan dan pemasakan bahan makanan. Tahap ini perlu mendapat perhatian karena kehilangan zat gizi sering terjadi pada saat bahan pangan mengalami proses pengolahan (Hardinsyah dan Briawan 1994). Persiapan sebaiknnya dilakukan dengan baik agar bahan makanan kelihatan menarik, nilai gizi tidak berkurang. Tujuan pemasakan bahan makanan adalah mempertahankan nilai gizi makanan, meningkatkan mutu cerna, mempertahankan dan menambah cita rasa, memperindah rupa, warna dan tekstur makanan.

(30)

Pendistribusian/Penyajian

Dalam menerapkan proses distribusi, di kenal dua cara pendistribusian makanan klien, yaitu dengan cara sentralisasi dan desentralisasi (Moehyi 1992). Cara sentralisasi yaitu cara pendistribusian yang semua kegiatan pembagian makanan dipusatkan pada suatu tempat (centralized). Sebelum memilih cara ini, maka manajer/penangung jawab penyediaan makanan harus memperhatikan konsekuensi yang harus diadakan seperti luas tempat, peralatan, tenaga dan kesiapan manajemen yang menyeluruh. Sistem sentralisasi ini sesuai untuk institusi besar yang memiliki tenaga terbatas. Pegawai hanya diperlukan di dapur dan di ruang makan saja, karena klien bisa langsung mengambil makanan ke ruang makan tidak perlu diantar ke tiap ruang klien. Sehingga pegawai untuk pendistribusian atau pengantar makanan tidak ada.

Cara yang kedua adalah desentralisasi. Fokus cara ini adalah masih tetap berada di unit pembagian utama, kemudian langkah selanjutnya adalah menata makanan dan alat-alat makan perorangan yang telah disediakan di pantry/dapur ruangan. Sistem ini jelas membutuhkan patry/pos pelayanan makan sementara yang berfungsi untuk menghangatkan kembali makanan, membuat minuman/sejenisnya, menyiapkan peralatan makan bersih, menyajikan makanan sesuai dengan porsi yang ditetapkan, meneliti macam dan jumlah makanan, serta membawa hidangan ke klien.

Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dan pelaporan merupakan serangkaian kegiatan mengumpulkan data kegiatan pengelolaan makanan dalam jangka waktu tertentu, untuk menghasilkan bahan bagi penilai kegiatan pelayanan makanan. Kegiatan pencatatan pelaporan diperlukan agar semua pekerjaan atau kegiatan dapat terlaksana sesuai dengan rencana dan tercapai secara berdaya guna dan berhasil guna. Kegiatan pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu bentuk dari pengawasan dan pengendalian. Pencatatan dilakukan setiap langkah kegiatan yang dilakukan, sedangkan pelaporan dilakukan secara berkala sesuai dengan kebutuhan (Depkes 2003b).

Sanitasi dan Higiene

Pengertian higiene menurut Depkes adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subyeknya. Misalnya mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, cuci piring untuk

(31)

melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan (Prabu 2009b).

Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat menganggu atau merusak kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen. Sanitasi makanan ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli. mengurangi kerusakan/pemborosan makanan (Prabu 2009b). Hygiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan (Depkes 2003b).

Penyajian makanan merupakan salah satu prinsip dari hygiene dan sanitasi makanan. Penyajian makanan yang tidak baik dan etis, bukan saja dapat mengurangi selera makan seseorang tetapi dapat juga menjadi penyebab kontaminasi terhadap bakteri. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyajian makanan sesuai dengan prinsip hygiene dan sanitasi makanan adalah 1) permukaan utuh (tidak cacat) dan mudah dibersihkan, 2) lapisan permukaan tidak terlarut dalam asam/basa atau garam-garam yang lazim dijumpai dalam makanan, 3) Bila kontak dengan makanan, tidak mengeluarkan logam bnerat beracun yang membahayakan, 4) wadah yang digunakan harus mempunyai tutup yang menutup sempurna dan 5) kebersihannya ditentukan dengan angka kuman sebanyak-banyaknya 100/cm3 permukaan dan tidak ada kuman E-Coli (Depkes 2003a).

Healthy Eating Index (HEI)

Instrument yang digunakan untuk menilai kualitas diet secara menyeluruh dan memonitor pola konsumsi pangan adalah Healty Eating Index (HEI). HEI merupakan alat ukur yang dikembangkan oleh Center for Nutrition Policy and Promotion USDA yaitu untuk mengukur kepatuhan konsumsi pangan dihubungkan dengan angka kecukupan berdasarkan piramida makanan. Healthy Eating Index (HEI) sudah dikembangkan sejak pertengahan tahun 1990 untuk menyediakan suatu kesimpulan pengukuran kualitas diet. HEI ditujukan untuk

(32)

mengevaluasi kualitas diet pada waktu tertentu dan juga sebagai metode untuk memonitor perubahan pola makan (USDA 2008).

HEI terdiri dari 10 komponen (Gambar 1) yaitu 5 komponen pertama berdasarkan 5 kelompok pangan utama pada USDA Food Guide Pyramid 1992 yaitu gandum, buah-buahan, sayuran, daging dan susu. Komponen ke 6 sampai dengan 10 berdasarkan aspek yang tercantum dalam Dietary Guidelines for American tahun 1995 yaitu total lemak, total lemak jenuh, kolesterol, sodium dan keragaman (Kennedy 2008).

Gambar 1 Komponen HEI (Kennedy 2008)

Setiap komponen HEI diberikan skor antara 0 sampai dengan 10 sehingga interval total skor HEI memiliki nilai minimum 0 dan nilai maksimum 100. Kriteria untuk skor maksimal dan minimal ditentukan berdasarkan angka kecukupan yang dianjurkan per hari. Jika konsumsi atau intake seseorang memiliki jumlah diantara kriteria maksimal dan minimal maka skor ditentukan secara proporsional (Kennedy 2008). Rincian komponen, interval skor dan kriteria maksimum dan minimum HEI disajikan pada Table 2 berikut ini:

Tabel 2 Rata-rata skor HEI (Kennedy 2008)

Komponen Skor1 Kriteria untuk skor maksimum (10) Kriteria untuk skor minimum (0) Konsumsi gandum 0 – 10 6-11 porsi2 0 porsi Konsumsi sayur 0 – 10 3-5 porsi2 0 porsi Konsumsi buah 0 – 10 2-4 porsi2 0 porsi Konsumsi susu 0 – 10 2-3 porsi2 0 porsi Konsumsi daging 0 – 10 2-3 porsi2 0 porsi Intake lemak total 0 - 10 < 30% total energi dari lemak > 45% total energi dari lemak Intake lemak jenuh 0 - 10 < 10% total energi dari lemak jenuh > 15% total energi dari lemak jenuh Intake kolesterol 0 - 10 < 300 mg > 450 mg

Intake sodium 0 - 10 < 2400 mg > 4800 mg Keragaman 0 – 10 > 8 jenis per hari < 3 jenis per hari

1Skor untuk orang yang konsumsi/intake antara nilai maksimum dan minimum ditentukan secara proporsional 2Jumlah porsi tergantung pada Angka kecukupan Gizi per hari yang dianjurkan.

(33)

Pada Gambar 2 berikut disajikan ilustrasi distribusi skor HEI yang menggambarkan sampel populasi orang Amerika tahun 1999-2000. Skor HEI dikategorikan menjadi 3 kelompok yaitu skor 51 – 80 dikategorikan membutuhkan perbaikan (need improvement), skor > 80 dikategorikan baik (good), dan skor < 50 dikategorikan buruk (poor).

Gambar 2 Persentase HEI populasi orang Amerika tahun 1999-2000 Kualitas diet orang Amerika tahun 1999-2000 disajikan pada Gambar 3 dibawah ini disajikan skor rata-rata komponen HEI populasi orang Amerika tahun 1999-2000. Skor terendah adalah 3.8 pada kelompok buah-buahan. Interval skor komponen HEI adalah 5.9 – 7.7. Rata-rata total skor HEI adalah 62 – 64.

Gambar 3 Skor rata-rata komponen HEI populasi orang Amerika tahun 1999-2000 (Kennedy 2008)

Berdasarkan data statistik mengindikasikan bahwa pada level populasi akan sulit untuk memperbaiki skor HEI dalam waktu yang singkat. Data tahun 1994–1996 digunakan untuk memvalidasi HEI. HEI berkorelasi positif dengan

(34)

intake zat gizi dan juga sebagai tambahan HEI berhubungan dengan persepsi orang terhadap dietnya. Kemudian orang yang menilai dietnya buruk atau sedang memiliki skor HEI yang lebih rendah dibandingkan dengan orang yang menilai dietnya baik/bagus (Kennedy 2008).

Pada tahun 2005 Amerika melakukan perbaikan terhadap komponen HEI dengan mengacu pada The 2005 Dietary Guidelines for Americans, sehingga terdapat perubahan-perubahan yang disesuaikan dengan panduan yang lebih baru, adapun skor HEI yang dikembangkan pada tahun 2005 disajikan pada Tabel 3 dan 4.

Tabel 3 Skor HEI Amerika Tahun 2005(Kennedy 2008)

Komponen MaxSkor 1 skor maksimum Kriteria untuk skor minimum Kriteria untuk Total buah (termasuk juice) 5 ≥ 0.8 cup equivalen per 1000 kkal 0 Total buah segar utuh 5 ≥ 0.4 cup equivalen per 1000 kkal 0 Total sayuran 5 ≥ 1.1 cup equivalen per 1000 kkal 0 Sayuran hijau tua, oranye, Legum 5 ≥ 0.4 cup equivalen per 1000 kkal 0 Total gandum 5 ≥ 3.0 oz equivalen per 1000 kkal 0 Gandum utuh 5 ≥ 1.5 oz equivalen per 1000 kkal 0 Susu 10 ≥ 1.3 oz equivalen per 1000 kkal 0 Daging dan kacang-kacangan 10 ≥ 2.5 oz equivalen per 1000 kkal 0 Minyak 10 ≥ 12 g per 1000 kkal 0 Lemak jenuh 10 ≤ 7% energi ≥ 15% energi Sodium 10 ≤ 0.7 g per 1000 kkal ≥ 2 g per 1000 kkal Kalori dari lemak jenuh, alkohol,

dan gula tambahan 20 ≤ 20% energi ≥ 50% energi Tabel 4 Sistem Skor HEI Amerika Tahun 2005 (USDA 2008)

Komponen maks Skor Kriteria Pembagian skor Skor 0 Skor maks

Total buah 5 intake = 0 > 0.8 gls/1000 Kal (5/0.8) x (total buah/(energi/1000) Buah utuh 5 intake = 0 > 0.4 gls/1000 Kal (5/0.4) x (buah utuh/(energi/1000)) Total sayuran 5 intake = 0 > 1.1 gls/1000 Kal (5/1.1) x (total sayuran/(energi/1000)) Sayuran hijau dan

kuning, legum 5 intake = 0 > 0.4 gls/1000 Kal (5/0.4) x (sayuran/(energi/1000)) Total Serealia 5 intake = 0 > 3 ons/1000 Kal (5/3) x ( total serealia/(energi/1000)) Serealia utuh 5 intake = 0 > 1.5 ons/1000 Kal (5/1.5) x (serealia utuh/(energi/1000) Susu 10 intake = 0 > 1.3 gls/1000 Kal (10/1.3) x (susu/(energi/1000)) Daging dan kacang 10 intake = 0 > 2.5 ons/1000 Kal (10/2.5) x (daging/(energi/1000)) Minyak 10 intake = 0 > 12 g/1000 Kal (10/12) x (minyak/(energi/1000)) Lemak jenuh 10 > 15% Kal < 7% Kal Untuk lemak jenuh antara min dan maks

jika > 10 maka HEI = 8-(8/5 x (%lemak jenuh-10)) jika < 10 maka HEI = 10-(2/3 x (%lemak jenuh-7)) Sodium 10 > 2 g/100

Kal < 0.7 g/1000 Kal Untuk sodium antara min dan maks : jika > 1100 maka HEI = 8-(8 x (sodium-1100)/900)) jika < 1100 maka HEI = 10-(2 x sodium-700)/400)) Kalori dari SoFAAS 20 > 50% Kal < 20% Kal jika %kalori dari SoFAAS < 50 : HEI =

(35)

HEI di Negara Asia Tenggara

Negara di Asia Tenggara yang sudah mengembangkan HEI adalah Thailand dengan dasar piramida makanan Thailand. THEI terdiri dari 11 komponen dimana masing-masing komponen merepresentasikan aspek diet sehat yang berbeda-beda, adapun komponen itu antara lain 1) komponen 1-5 mengukur derajat diet/konsumsi terhadap kecukupannya untuk 5 kelompok pangan utama yaitu serealia dan pati, sayuran, buah-buahan, susu (susu,

yoghurt dan keju), daging (daging, unggas, ikan, dry beans, telur dan nuts), 2) komponen 6,7, dan 8 mengukur total lemak, lemak jenuh, konsumsi gula,

terhadap persentase total asupan energi, 3) komponen 9 dan 10 mengukur total kolesterol dan asupan sodium dan 4) komponen 11 untuk mengukur keragaman diet (Sunard, Pinitchun & Pachotikarn 2008).

Pada Tabel 5 di bawah ini menyajikan secara rinci THEI. Penilaian HEI menggunakan sistem skor. Kriteria skoring THEI berdasarkan angka kecukupan zat gizi yang direkomendasikan oleh Thailand. Setiap komponen diberi skor maksimum 10 dan skor minimum 0. Skor diantaranya dihitung secara proposional. Skor maksimal menunjukan asupan mendekati anjuran dan sebaliknya. Skor total THEI dikategorikan menjadi 3 level yaitu skor THEI > 66 dikategorikan baik, skor THEI antara 55-66 dikategorikan memerlukan perbaikan, dan skor THEI lebih dari 55 dikategorikan buruk ( Sunard et al. 2008)

Tabel 5 Komponen Thai Healthy Eating Index (THEI) dan sistem skoringnya Interval skor Kriteria untuk skor maksimum (10) Kriteria untuk m skor minimum (0) 1. Konsumsi nasi-pati 0 – 10 8 – 12 porsi sendok nasi 0 dan 14 – 18 porsi sendok nasi 2. Konsumsi sayur 0 – 10 4 – 6 porsi sendok nasi 0

3. Konsumsi buah 0 – 10 3 – 5 porsi 0 4. Konsumsi susu 0 – 10 1 – 2 gelas 0

5. Konsumsi daging 0 – 10 6 – 12 sdm 0 dan 12 – 18 sdm 6. Intake lemak total 0 – 10 < 20% total energi > 35% total energi 7. Intake lemak jenuh 0 – 10 < 10% total energi > 15% total energi 8. Intake gula tambahan < 6% total energi > 10% total energi 9. Intake kolesterol 0 – 10 < 300 mg > 400 mg

10. Intake sodium 0 – 10 < 2400 mg > 3300 mg 11. Keragaman 0 – 10 > 30 jenis per hari < 20 jenis per hari

(36)

Gambar 4 Piramida makanan Thailand

HEI di Indonesia

Indonesia sampai saat ini belum mengembangkan HEI, namun sebagai pedoman gizi seimbang Indonesia sudah mengembangkan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai bidang, pada tahun 1992 telah diselenggarakan kongres gizi internasional di Roma yang membahas tentang pentingnya gizi seimbang sebagai upaya untuk menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang handal. Salah satu rekomendasi penting dari kongres itu adalah anjuran kepada setiap negara agar menyusun pedoman umum gizi seimbang (PUGS). Di Indonesia pernah diperkenalkan pedoman 4 sehat 5 sempurna pada tahun 1950 dan sampai sekarang pedoman ini masih dikenal oleh sebagian anak sekolah dasar. Slogan 4 sehat 5 sempurna saat itu sebenarnya adalah merupakan bentuk implementasi PUGS (Soekirman 2008).

Dalam pedoman umum gizi seimbang terdapat 13 (tiga belas) pesan yang perlu diperhatikan yaitu 1) makanlah aneka ragam makanan, yaitu makanan sumber zat tenaga (karbohidrat), zat pembangun (protein), serta zat pengatur (vitamin dan mineral), 2) makanlah makanan untuk memenuhi kebutuhan energi. Kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dari tiga sumber utama, yaitu karbohidrat, protein dan lemak, 3) makanlah makanan sumber karbohidrat, setengah dari kebutuhan energi. Konsumsi gula sebaiknya dibatasi 5% dari jumlah kecukupan energi atau sekitar 3-4 sendok per hari. Seyogyanya sekitar 50-60% kebutuhan energi diperoleh dari karbohidrat kompleks atau setara dengan 3-4 piring nasi,

(37)

4) batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan energi. Mengkonsumsi lemak hewani secara berlebihan dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah arteri dan penyakit jantung koroner, 5) gunakan garam beriodium untuk mencegah timbulnya gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI). GAKI dapat menghambat perkembangan tingkat kecerdasan anak, penyakit gondok, dan kretin (kerdil). Dianjurkan untuk mengkonsumsi garam tidak lebih dari 6 gram (1 sendok teh) per hari. Pesan ke 6 makanlah makanan sumber zat besi untuk mencegah anemia. Sumber yang baik adalah sayuran berwarna hijau, kacang-kacangan, hati, telur dan daging.

Pesan ke 7 berikan ASI saja kepada bayi sampai berumur 4 bulan. Pemberian ASI secara eksklusif ini sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi hingga umur 4 bulan, setelah itu perlu diberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI). Pesan ke 8 biasakan makan pagi (sarapan) untuk memelihara ketahanan fisik dan meningkatkan produktivitas kerja. Pesan ke 9 minumlah air bersih, aman dan cukup jumlahnya, yaitu minimal 2 liter atau setara dengan 8 gelas setiap harinya, agar proses faali dalam tubuh dapat berlangsung dengan lancar dan seimbang. Pesan ke 10 lakukan kegiatan fisik dan olah raga secara teratur untuk mencapai berat badan normal dan mengimbangi konsumsi energi yang berlebihan. Pesan ke 11 hindari minum minuman beralkohol. Pesan ke 12 makanlah makanan yang aman bagi kesehatan, yaitu bebas dari cemaran bahan kimia dan mikroba berbahaya, yang dapat menyebabkan sakit, dan pesan ke 13 bacalah label pada makanan yang dikemas, untuk mengetahui komposisi bahan penyusun (ingridien), komposisi gizi, serta tanggal kedaluarsa (Soekirman 2008).

(38)

Penjabaran Angka Kecukupan Gizi ke dalam Makanan

Angka kecukupan gizi rata-rata per orang per hari dapat digunakan untuk merencanakan penyediaan makanan bagi keluarga, kelompok maupun nasional. Untuk keperluan tersebut AKG perlu dijabarkan ke pada tingkat bentuk komoditi makanan. Dalam Repelita VI penjabaran AKG ke bentuk komoditi pangan didasarkan pada kebutuhan energi rata-rata per orang per hari yaitu 2000 kkal (tingkat konsumsi) dan 2200 kkal (tingkat ketersediaan) serta kebutuhan protein rata-rata per orang per hari yaitu 52 gram (tingkat konsumsi) dan 57 gram (tingkat ketersediaan).

Penjabaran di atas berdasarkan asumsi bahwa bila kebutuhan energi dan protein terpenuhi maka kebutuhan zat gizi lain juga terpenuhi. Kemudian angka kecukupan gizi tersebut dijabarkan pada kelompok komoditi makanan yaitu 1) beras/serealia (360 gram), 2) umbi-umbian (150 gram), 3) pangan hewani sepert ikan, susu, telur dan daging (60 gram), 4) minyak nabati (50 gram), 5) kacang-kacangan (30 gram), 6) sayuran (100 gram), 7) buah (150 gram), dan 8) gula (35 gram). Selanjutnya, jabaran AKG menurut takaran konsumsi makanan sehari, berdasarkan kelompok umur (Soekirman 2008).

(39)

KERANGKA PEMIKIRAN

Pemenuhan kebutuhan gizi anak usia sekolah sangat penting untuk perkembangan dan pertumbuhannya yang akan berkontribusi terhadap keberhasilan pendidikan anak di sekolah. Sepertiga waktu anak dihabiskan di sekolah hal ini berarti sekurang-kurangnya sepertiga dari total kebutuhan energi dan protein anak harus dipenuhi di sekolah (Mahan & Stump 2004). Konsumsi anak usia sekolah (AUS) berasal dari makanan yang disediakan di rumah dan di sekolah serta makanan jajanan. Makanan anak di sekolah bisa berasal dari jajanan di kantin atau pedagang kaki lima, makanan bekal yang dibawa dari rumah, dan makanan yang disediakan oleh sekolah melalui penyelenggaraan makanan.

Penyelenggaraan Makanan Sekolah adalah kegiatan penyediaan makanan di sekolah yang telah diolah berdasarkan standar yang ada, dihidangkan secara menarik dan menyenangkan yang ditujukan untuk siswa dan bertujuan untuk memperbaiki dan menjaga status gizi anak sekolah, meningkatkan kehadiran di sekolah, memperbaiki prestasi akademik serta merangsang dan mendukung pendidikan gizi dalam kurikulum (Wirakusumah dkk 1989). Penyelenggaraan makanan sebagai suatu sistem manajemen yang terdiri dari tiga komponen yaitu input (masukan), throughput (proses) dan output (hasil). Input penyelenggaraan makanan meliputi SDM, peralatan, bahan baku, kosumen, dana, dan metode. Proses penyelengaraan makanan meliputi perencanaan menu, proses serta penyajian dan distribusi. Sedangkan output meliputi konsumsi dan tingkat konsumsi siswa, daya terima serta kepatuhan siswa.

Daya terima dan kepatuhan konsumsi menu makan siang siswa di sekolah akan mempengaruhi konsumsi makan siswa di sekolah. Jumlah makanan yang dikonsumsi pada akhirnya akan memberikan kontribusi terhadap konsumsi energi dan zat gizi anak usia sekolah. Konsumsi anak di sekolah (penyelenggaraan makan di sekolah) dan rumah secara langsung akan berdampak terhadap status gizi. Sedangkan kehadiran siswa di kelas dan prestasi belajar merupakan dampak tidak langsung dari penyelenggaraan makanan di sekolah. Selain itu penyelenggaraan makan di sekolah juga berdampak terhadap kebiasaan makan yang baik siswanya.

(40)

Keterangan : = variabel diteliti = Variabel utama

= variabel tidak diteliti = hubungan yang dianalisis = hubungan yang tidak dianalisis DAMPAK TIDAK LANGSUNG • Kebiasaan makan • Prestasi akademik • Tingkat kehadiran DAMPAK LANGSUNG

• Status gizi Infeksi P R O S E S

• Perencanaan menu • Pengolahan

• Penyajian dan distribusi

OUTPUT • Konsumsi makan siang • Daya terima makan siang • Kepatuhan konsumsi makan siang Makan di rumah Bekal Makanan jajanan di kantin sekolah Konsumsi energi dan zat gizi Karakteristik sampel • Umur • Jenis kelamin • Berat badan • Tinggi badan • Uang jajan • Riwayat kesehatan Sekolah dengan penyelenggaraan makan Karakteristik orang tua : • Pendidikan • Pekerjaan • Pendapatan Sekolah tanpa penyelenggaraan makan I N P U T (Perdigon, 1989) • SDM • Peralatan • Bahan baku • Kosumen • Dana • Metode Makan

di sekolah Kantin sekolah                                          

(41)

METODE

Disain, Lokasi dan Waktu

Penelitian ini menggunakan desain case study yang dilaksanakan di sekolah dasar negeri dan swasta di Kota Bogor. Pemilihan sekolah yang menjadi lokasi penelitian dilakukan secara purposif dengan pertimbangan (1) keberadaan penyelenggaraan makanan, (2) bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian dan (3) kemudahan untuk diakses dari segi lokasi maupun perizinan. Berdasarkan pertimbangan tersebut sekolah dasar yang terpilih terdiri dari dua jenis sekolah dasar yaitu sekolah dasar dengan penyelenggaraan makan (SPM) dan sekolah dasar tanpa penyelenggaraan makan (STPM). Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari sampai dengan Agustus 2010 yang mencakup kegiatan penyelesaian proposal, penyusunan instrumen, pengambilan data, entry data, pengolahan dan analisis data serta penulisan tesis.

Cara Penetapan Sampel

Pemilihan sekolah dasar sebagai lokasi penelitian dilakukan secara purposif berdasarkan data sekolah dasar di Kota Bogor dari Dinas Pendidikan Kota Bogor. Populasi penelitian ini adalah seluruh sekolah dasar di Kota Bogor yang berjumlah 307 sekolah (MI tidak termasuk). Berdasarkan data tersebut di kelompokan menjadi dua kelompok yaitu SPM dan STPM. Selanjutnya berdasarkan data tersebut dan pertimbangan yang telah ditentukan sebelumnya, penelitian dilakukan di 4 SD yang terdiri atas Sekolah Dasar Alam Bogor (SAB) dan SDIT Insantama (SDIT IT) yang merupakan kelompok SPM serta SDN Sukadamai 3 dan SDN Polisi 4 yang merupakan kelompok STPM. Kerangka pemilihan lokasi disajikan pada gambar berikut :

Gambar 7 Kerangka pemilihan lokasi penelitian Sekolah Dasar di Kota Bogor

SPM STPM

SDIT Insantama

(42)

Sampel pada SPM terdiri atas (1) siswa/siswi kelas 4 dan 5 yang merupakan peserta katering sekolah (katering yang disediakan oleh sekolah), (2) Kepsek atau bagian gizi, dan (3) katering sekolah. Sedangkan sampel pada STPM terdiri atas (1) siswa/siswi kelas 4 dan 5, dan (2) Kepsek atau bagian gizi. Kelas pararel terpilih ditentukan dengan cara berkoordinasi dengan pihak sekolah. Pada SPM, kelas pararel terpilih ditentukan berdasarkan jumlah siswa peserta katering sekolah terbanyak. Siswa yang menjadi sampel adalah siswa kelas 5 dan 4 dengan pertimbangan kemampuan menjawab dan keakuratan jawaban yang diberikan. Pihak sekolah yang menjadi responden adalah kepala sekolah atau bagian gizi. Pihak katering yang menjadi responden adalah manager atau pemilik katering.

Jumlah contoh/responden minimum di setiap kelompok sekolah dasar dihitung berdasarkan rumus perhitungan jumlah contoh minimum untuk penelitian survei. Rumus perhitungan jumlah responden adalah sebagai berikut:

n ≥ zα2 x p (1 – p)/d2

n = jumlah contoh/responden minimum zα2 = 1.96

p = 0.9 atau 90%

d = perkiraan ketepatan penelitian (0.1)

Berdasarkan perhitungan dengan rumus tersebut, jumlah sampel siswa minimum untuk tiap kelompok sekolah dasar adalah 18. Pada kelompok SPM diperoleh 58 sampel siswa yang memenuhi persyaratan sedangkan pada kelompok STPM diperoleh 56 sampel siswa yang memenuhi persyaratan. Jumlah total sampel siswa yang digunakan dalam penelitian ini adalah 114 siswa. Berikut ini disajikan secara rinci tabel sebaran sampel berdasarkan kelompok sekolah.

Tabel 6 Sebaran sampel berdasarkan kelompok sekolah

No Sampel SPM STPM Total

1 Siswa 58 56 114

2 Pihak sekolah/Bagian Gizi 2 2 4

3 Pemilik/Manajer Katering 2 - 2

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara menggunakan

Gambar

Tabel 1  Rekomendasi  asupan  makanan menurut kelompok pangan dan ukuran              rata–rata penyajian (usia 6 – 10 tahun)*
Tabel 4  Sistem Skor HEI Amerika Tahun 2005 (USDA 2008)
Gambar 6  Kerangka pemikiran penelitian
Tabel 10 Komponen Indonesian Healthy Eating Index (I-HEI) untuk anak-anak  usia 10 – 12 Tahun
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga user yang telah memiliki telepon selular yang ingin mengetahui produk TIANSHI apa yang paling cocok untuk suatu penyakit, termasuk informasi tentang komposisi, khasiat

Diskusi kelas adalah sebuah rangkaian kegiatan pembelajaran kelompok di mana setiap kelompok mendapat tanggung jawab untuk mendiskusikan sesuai dengan tema/masalah/judul

Tujuan dari uji pertama bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan intervensi loncat katak terhadap daya ledak otot yang diukur dengan vertical jump pada

Namun dari hasil penelitian ini tidak semua anak-anak korban perceraian mengalami trauma, itu dikarenakan faktor dari individu dan latar belakang orangtua yang mampu

Maraknya tulisan kaligrafi tidak lepas dari profesi gunawan yang mempunyai keahlian untuk melukis kaligrafi // Pilihan untuk menekuni profesi ini / dilatar belakangi dari niat

Menurut opini kami, laporan keuangan terlampir menyajikan secnra wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan Reksa Dana Panin Dana Teladan tanggal 31

Dari pengertian di atas, pada kebudayaan terdapat faktor-faktor yang penting, yakni : kelompok atau masyarakat sebagai pelaku kebudayaan, wujud atau fenomena

Terdapat empat aturan pokok yang harus diingat (1) memiliki tujuan yang jelas tentang kenapa dan bagaimana anda ingin mempergunakan model manajemen, (2)